Dokumen - Tips - Iut Ilmu Ukur Tanah
Dokumen - Tips - Iut Ilmu Ukur Tanah
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Poligon
Poligon merupakan serangkaian segi banyak. Secara harfiah poligon
artinya sudut banyak. Namun, arti yang sebenarnya adalah rangkaian titik-titik
secara berurutan, sebagai kerangka dasar pemetaan. Besaran yang diukur
dalam poligon adalah unsur-unsur sudut di setiap titik dan jarak di setiap dua
titik yang berurutan. Pengukuran poligon adalah pekerjaan menetapkan
stasiun-stasiun poligon dan membuat pengukuran-pengukuran yang perlu,
adalah salah satu cara yang paling sederhana atau paling dasar dan paling
banyak dilakukan untuk menentukan letak nisbi titik-titik, karena metode ini
mempunyai beberapa keuntungan dibanding metode lainnya, antara lain :
1. Bentuknya dengan mudah dapat disesuaikan dengan daerah yang akan
dipetakan
2. Metode pengukuran poligon sederhana
3. Peralatan yang dibutuhkan mudah didapat
4. Metode perhitungan mudah
Poligon ini bermacam-macam, oleh karenanya untuk membedakannya
didasarkan pada kriteria tertentu, antara lain :
Atas dasar titik ikat : terikat sempurna, terikat sepihak, bebas (tanpa
ikatan)
Atas dasar bentuk : terbuka, tertutup, bercabang
Atas dasar alat yang digunakan untuk pengukuran : poligon teodolit
(poligon sudut), poligon kompas
Atas dasar penyelesaian : hitungan (numeris) dan grafis
Atas dasar tingkat ketelitian : tingkat I, tingkat II, tingkat III, tingkat IV
(rendah)
Atas dasar hierarki dalam pemetaan : utama (induk), cabang (anakan/ray)
7 7
3
12 3
1 2
1 2
X1;Y1 = Koordinat
titik A.
n = jumlah titik
sudut.
d23 = jarak antara
titik 2 dan titik 3.
b.
5
6 5
6
4 4
7 7 3
3
1 12 2
1 2
2. Poligon Terbuka
Poligon terbuka terdiri atas serangkaian garis yang berhubungan
tetapi tidak kembali ke titik awal atau terikat pada sebuah titik dengan
ketelitian yang sama atau lebih tinggi ordenya.
Gambar poligon terbuka sebagai berikut :
AB
A B 1 3
(Xa;YA) 1 2 3 CD D
B 2 d3C C (Xd;Yd)
(Xb;Yb) (Xc;Yc)
Keterangan gambar:
AB = Azimuth awal.
CD = Azimuth akhir.
(Xa;Ya) = Koordinat awal.
(Xd;Yd) = Koordinat akhir.
= Besarnya sudut.
d3C = Jarak antara titik 3 dan titik C.
Rumus poligon terbuka:
a. Perataan sudut.
Dari titik A dan B dapat dicari azimuth awal = AB dan dari titik C dan
titik D dapat dicari azimuth akhir = CD. Maka azimuth titik yang lain
menggunakan rumus:
2) Koreksi fy.
Proyeksi ke sumbu y dari sisiB-1 = d b1 cos b1
1-2 = d12 cos 12
2-3 = d23 cos 23
3-4 = d34 cos 34
4-5 = d45 cos 45
5-C = d5c cos 5C +
Total = d cos
Total proyeksi tersebut harganya = Yc Yb
= Y akhir Y awal
Karena terjadi kesalahan sebesar fy, maka rumus koreksi sumbu y
adalah :
d cos = ( Y akhir Y awal ) + fy
Besarnya koreksi fy untuk tiap sisi adalah: fyi = ( di / d ) x fy.
3) Perhitungan koordinat.
X2 = X1 + d12 sin 12
Y2 = Y1 + d12 scos 12
Didalam pengukuran poligon ini harus terdapat beberapa hal yaitu:
1. Sudut atau arah poligon.
Pengukuran sudut atau arah poligon ini dapat ditentukan dengan
berbagai cara yaitu:
a. Pengukuran poligon dengan sudut dalam.
b. Pengukuran poligon dengan sudut luar.
c. Pengukuran azimuth.
Azimut adalah sudut mendatar yang dihitung dari arah utara searah
jarun jam sanpai ke arah yang dimaksud.
2. Pengukuran panjang.
Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan pita ukur
yaitu dengan mengukur panjang antara patok 1 ke patok yang lainnya.
Setelah terdapat data yang diperoleh, maka data itu harus dilakukan
perhitungan. Hitungan poligon dapat dilakukan dengan beberapa langkah
antara lain:
a. Perataan sudut.
Langkah pertama dalam hitungan poligon adalah mengkoreksi sudut-
sudut sehingga diperoleh jumlah geometrik yang benar. Perataan sudut
ini biasanya dinamakan kesalahan penutup sudut. Rumus kesalahan
penutup sudut adalah sebagai berikut:
Untuk sudut dalam.
= [ ( n 2 ) x 180 ] + f
Untuk sudut luar.
= [ ( n + 2 )x 180 ] + f
Keterangan :
= Jumlah sudut.
n = Jumlah titik sudut.
f = Koreksi sudut.
b. Penentuan azimuth.
Penentuan azimuth ini biasanya telah diketahui azimuth awalnya.
Untuk menghitung azimuth di titiktitik selanjutnya yaitu dengan
rumus :
akhir = awal 180
Keterangan :
akhir; awal = Besarnya azimuth.
= Besarnya sudut yang terkoreksi.
c. Perhitungan koreksi fx.
Besarnya koreksi fx dapat dihitung dengan rumus:
Fx = d sin
Setelah diketahui besarnya koreksi fx maka akan didapat hasil d sin
terkoreksi untuk mendapatkan koordinat sumbu X.
2.2 Waterpass
Waterpass (levelling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda
tinggi antara dua titik di atas permukaan tanah. Hasil-hasil dari pengukuran
waterpass sangat penting untuk mendapatkan data diantaranya digunakan
untuk keperluan pemetaan, perencanaan jalan / jalan kereta api, saluran,
penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas elevasi tanah yang
ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian terhadap saluran yang
sudah ada, dan lain-lain.
Istilah-istilah yang sering digunakan dalam waterpass antara lain
sebagai berikut :
1. Tinggi
Tinggi adalah jarak dari bidang referensi yang telah ditetapkan ke suatu
titik tertentu sepanjang garis vertikal.
2. Beda tinggi
Beda tinggi adalah perbedaan vertikal dua titik.
3. Mean Sea Level ( muka laut rata-rata )
Muka laut rata-rata adalah hasil rata-rata dari pengukuran permukaan laut
tiap-tiap jam selama jangka waktu yang lama.
Macam-macam pengukuran beda tinggi :
1. Pengukuran beda tinggi secara langsung dengan menggunakan pita ukur.
Hal ini dapat kita jumpai pada pembuatan gedung bertingkat, dimana
tinggi lantai masing-masing tingkat diukur dengan menggunakan pita
ukur.
2. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat waterpass.
Pada cara ini, didasarkan atas kedudukan garis bidik teropong yang dibuat
horizontal dengan menggunakan gelembung nivo.
3. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat barometer.
Pada dasarnya ada hubungan antara ketinggian tempat dengan tekanan
udara dimana makin tinggi tempatnya, makin kecil tekanan udara. Dengan
alat barometer ini, ketinggian dapat diukur.
4. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan cara Trigonometri.
Beda tinggi dapat diukur dengan menggunakan alat yang dilengkapi
dengan pembacaan sudut vertikal, seperti pada theodolit.
Dm BT
B
5. Rumus Tachimetri
Untuk mempercepat hitungan jarak dan beda tinggi antara titik ikat dan
detil telah dubuat alat ukur theodolit tipe khusus, yang dapat menghitung
secara langsung jarak datar dan beda tinggi tersebut dengan hanya
membaca rambu yang dibidik dengan sistem reduksi tachimetri.
D = 100 (BA BB) sin2 V
h = TA + 100 (BA BB) sin V cos V BT
Keterangan :
D = Jarak.
= 90 - Vertikal ( vertikal terdapat dalam theodolit )
h = Beda tinggi antara pengukuran theodolit dengan tinggi daerah
yang diukur.
TA = Tinggi alat.
BA = Batas Atas.
BB = Batas Bawah.
BT = Batas Tengah.
Sin V = Sin sudut vertikal.
Cos V = Cos sudut vertikal.
b m
p p
b m
B
dh
P
A
Gambar 2.5. Prinsip penentuan beda tinggi
Gambar di atas adalah cara untuk menentukan beda tinggi antara titik A
dan titik B. Bila alat waterpass telah memenuhi syarat, maka alat
diletakkan di titik P dimana jarak PA = PB
Pembacaan BT ke A = b
Pembacaan BT ke B = m
Maka beda tinggi titik A dan B adalah:
Dh = b m
Atau secara umum dapat dikatakan bahwa beda tinggi antara dua titik
adalah sama dengan pembacaan BT belakang dikurangi dengan
pembacaan BT muka.
Ada berbagai macam peralatan sipat datar yang dugunakan dalam
pengukuran, antara lain sebagai berikut :
1. Waterpass
Waterpass ini dipasangkan di atas kaki tiga dan pandangan dilakukan
melalui teropong. Ada beberapa macam bagian-bagian dari waterpass,
antara lain:
a. Lup. Lensa yang bisa disetel
menjadi alat pengamat melakukan pembidikan. Lup tersebut diputar
agar salib sumbu bidik berada dalam fokus.
b. Teropong. Tabung yang menjaga
agar semua lensa dan gigi fokus berada pada posisinya yang benar.
c. Penahan sinar. Sebuah tudung
metal atau plastik yang dipasang di atas lensa obyektif untuk
melindungi lensa tersebut dari kerusakan dan untuk mengurangi silau
pada waktu level digunakan.
d. Tombol fokus. Sebuah tombol
pengatur yang memfokuskan level sacara internal terhadap target yang
dikehendaki.
e. Piringan horizontal.
f. Sekrup-sekrup level. Sekrup-
sekrup pengatur yang dipaki untuk mendatangkan level.
g. Alas. Alas tipis berukuran 3 x 8
yang mengikat alat pada tripod.
h. Unting-unting, kait dan rantai. Kait
dan rantai ditempatkan tepat di tengah-tengah di bawah level, tempat
unting-unting digantung bila sudut pandang akan diputar.
i. Sumbu yang dapat digeser-geser.
Sebuah alat yang dimaksudkan untuk memungkinkan ditempatkannya
sumbu alat tepat di atas suatu titik tertentu.
j. Nama dan nomor seri plat.
k. Sekrup tengensial horizontal.
Sebuah sekrup pengatur untuk memperkirakan kelurusan antara salib
sumbu bidik dan sasaran bidang horizontal.
2. Kaki tiga
Kaki tiga digunakan untuk menyangga alas waterpass dan
menjaganya tetap stabil selama pengamatan. Kaki tiga ini mempunyai
dua baut yaitu baut pertama digunakan untuk menentukan sambungan
kaki dengan kepala sedangkan baut kedua digunakan untuk penyetelan
kekerasan penggerak engsel antara kaki tiga dengan kepalanya.
3. Mistar ukur / rambu ukur
Mistar ukur adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal dan
digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara garis bidik dan sebuah
titik tertentu yang berada di atas atau di bawah garis bidik tadi.
Rambu ini terbuat dari bahan kayu atau aluminium. Panjangnya 3
meter (ada yang 4 dan 5 meter). Hal terpenting yang perlu diperhatikan
dari rambu ukur ini adalah pembagian skala yang benar-benar teliti agar
menghasilkan pengukuran yang baik pula. Di samping itu cara
memegangnya harus benar-benar tegak (vertikal).
Setelah mengetahui bagian-bagian dari waterpass tersebut maka
selanjutnya mengetahui bagaimana cara penyetelan waterpass.
Penyetelan waterpass alat harus dilakukan sebelum alat tersebut dibawa
kelapangan. Alat tersebut harus dipasang dalam posisi yang kira-kira
mendatar di atas kedua pasang skrupnya. Karena pemeriksaan ini juga
mencangkup pemeriksaan susunan optiknya, salib sumbu titik dan lensa
obyektif harus difokuskan dengan tajam. Pemeriksaan dan penyetelan
dilakukan dalam tiga tahap yaitu:
1 Tabung nivo
Penyetelan tabung nivo membuat sumbu nivo tegak lurus
terhadap sumbu perputaran. Pasang alat tersebut di atas sekrup-sekrup
pendatar dengan diametrikal berlawanan dan tengahkan gelembung
nivo dengan hati-hati. Putar teropong 180 dan catat gerakan
gelembung yang menjauhi tengah-tengah bila alat belum baik. Geser
2 Benang horizontal
Salib sumbu bidik horizontal disetel agar benang horisontalnya
terletak pada sebuah bidang yang tegak lurus sumbu vertikal.
BA
BT
BB
3 Garis bidik
Penyetelan garis bidik membuat garis bidik tersebut sejajar
dengan sumbu nivo. Cara ini dikenal sebagai uji dua patok. Alat
diletakkan antara patok A dan patok B kemudian catat pembacaan
pada mistar ukur di atas patok A dan patok B dimana selisihnya
merupakan elevasi dari kedua patok.
Contoh kesalahan ini : salah baca, salah mencatat data ukuran, salah
dengar dari si pencatat.
2. Kesalahan sistematik/Systematic Errors.
Umumnya kesalahan ini disebabkan oleh alat-alat ukur sendiri, sepert:
a. Salah bak ukur, karena kesalahan bak ukur atau kesalahan tidak sama
pada baca rambu.
b. Salah waterpass, karena adanya kesalahan garis bidik.
Akan tetapi, kesalahan ini juga dapat terjadi karena cara-cara pengukuran
yang tidak benar. Dapat dibedakan menjadi dua:
3. Kesalahan
Occidental/Random/Compensating/Tak Terduga
Kesalahan ini terjadi karena hal-hal yang tak terduga, seperti getaran
tanah, pengaruh alam sekelilingnya, atmosfer, psikis pengamat, dan lain-
lain.
b4 m4
b3 m3
b2 m2 B
b1 m1
3
2
A 1
Gambar 2.8 .Prinsip pengukuran penampang memanjang
P1
a f
b d
c