Anda di halaman 1dari 182

Pendahuluan

REVOLUSI, KITA, DAN


MASA DEPAN
- Cypri Jehan Paju Dale & Kris Bheda Somerpes -
(Editor)

T
IDAK ada kekuatan yang mengakhiri
sekaligus memulai, menjungkirbalikan
sekaligus menata kembali, menghancurkan
sekaligus menghidupkan, selain Revolusi. Karena
itu Revolusi menjadi kekuatan yang menakutkan
bagi satu kelompok, tetapi merupakan daya
yang membebaskan bagi kelompok lainnya. Bagi
kelompok penguasa yang membangun kejayaannya
di atas dominasi dan penindasan, revolusi adalah
tabu; sesuatu yang diharamkan dan ditindas
bahkan ketika masih ada dalam tekad dan pikiran.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 1


Sedangkan bagi kaum tertindas dan pejuang
keadilan dan kesejahteraan umum, Revolusi
adalah jalan, kebenaran, dan hidup, yang hanya
melaluinya kemerdekaan hakiki dan kehidupan
bersama yang layak dapat terwujud. Bagi kelompok
pembaharu ini, Revolusi itu senantiasa dihidupkan
dan dihidupi, di dalam pikiran dan tekad, di
dalam kata-kata dan tindakan, dalam puisi dan
nyanyian, dalam pamphlet dan buku, dan tentu saja
dalam tindakan nyata, apapun risikonya. Revolusi
menjadi cara berada, yang daripadanya bersumber
pemikiran dan aksi yang mengakhiri sekaligus
memulai, menjungkirbalikkan sekaligus menata,
menghancurkan sekaligus menghidupkan.

Revolusi Indonesia
Revolusi itulah yang telah menghantar Indonesia
menjadi Bangsa Merdeka. Para pendiri bangsa tidak
saja menolak tunduk-takluk kepada penjajah, tetapi
menegaskan diri sebagai bangsa yang berdaulat, dan
bertekad membangunnya lebih lanjut menjadi bangsa
yang adil dan makmur. Pun ketika kemerdekaan itu
telah diproklamasikan, kaum revolusioner itu sadar
betul: revolusi belum selesai. Yang dituju adalah
kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan
ketangguhan budaya bagi seluruh rakyatnya tanpa
kecuali. Dan rintangan serta ancaman untuk kedaulatan
politik, kemandirian ekonomi, dan ketangguhan

2 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


budaya itu bukan saja datang dari penjajah eksternal,
tetapi oleh kekuatan dan kekuasaan eksternal dan
internal sekaligus, yang mengejawantah dalam relasi-
relasi kuasa, dalam struktur-struktur, dalam hukum
dan sistem nilai, dalam kepercayaan-kepercayaan
semu dan kebiasaan-kebiasaan, dan bahkan dalam
sistem pengetahuan yang melanggengkan eksploitasi,
penindasan, ketidakadilan, diskriminasi, marginalisasi,
dan kekerasan dalam berbagai bentuk. Dan karena
itu, Revolusi itu menjadi gerakan yang terus-menerus
harus diwujudkan dalam cara kita menata kehidupan
bangsa di bidang politik, ekonomi, dan budaya.
Sayangnya, penjajah memang terusir, tetapi
penjajahan dan keterjajahan tetap bercokol dalam
struktur dan kultur politik, ekonomi, dan budaya kita.
Lambat laun, gelora Revolusi itu pun redup di tengah
pembangunanisme dan otoritarianisme Orde Baru. Kita
memang seakan-akan tinggal landas, pertumbuhan
ekonomi meningkat, dan dipuja-puji sebagai contoh
keberhasilan proyek pembangunan dan demokrasi
liberal. Tetapi di pusaran semarak pembangunan
dan demokrasi liberal itu, kita justru tidak memiliki
kedaulatan secara politik, kemandirian ekonomi, dan
kepribadian budaya. Secara internal pun kehidupan
politik, ekonomi, dan kultural kita dikuasai oleh kelas
penjarah dan penjajah. Aset-aset utama dan sumber
daya alam digerogoti kapitalis global dan bumi-
putra. Pemerintahan kita tidak saja gagal membangun

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 3


kedaulatan dan membela kepentingan rakyatnya, tetapi
justru menjadi fasilitator bagi berkembang pesatnya
neoliberalisme politik, ekonomi, dan budaya. Rakyat
kita pun terus menerus terperangkap dan diperangkap
dalam pemiskinan sistemik.
Selama masa Orde Baru, demokrasi kita pun menjadi
mekanisme penaklukan. Pemilu yang disebut luber dan
jurdil justru mengantar bandit ke puncak kuasa untuk
menguasai rakyat. Di sana hak-hak politik kita sebagai
warga negara digadai oleh kepentingan dan kekuasaan
elit politik dan pasar.
Orang-orang muda kita pun tidak mampu bangkit
sebagai kekuatan pendombrak-pembaharu. Berjibun
organisasi digagas-bangun hanya untuk mengabdi
tuan mereka: rezim Orde Baru. Hanya segelintir
tampil sebagai kekuatan kritis, sisanya memilih
tunduk, mengumbar idealisme sampil terperangkap
pragmatisme. Banyak kelompok hanya membela
yang bayar, tapi tidak bekerja untuk kedaulatan
rakyat. Sekolah-sekolah kita meluluskan pesuruh
dan penganggur. Tidak jarang menjadi pasar yang
menggadaikan pengetahuan dengan ijazah sampah.
Kesadaran kritis pun dibelenggu. Hanya segelintir yang
luput untuk mau berbagi hati kepada negeri. Demikian
kemanusiaan mereka menggelorakan revolusi. Tetapi
mereka pun dibui-bunuh.
Lalu, menjelang peralihan milenium, terbitlah
fajar Revolusi itu. Teriakannya kembali bergema di

4 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


sanubari dan di pelosok negeri. Tidak datang dari
kekuatan politik utama, tetapi dari orang muda,
buruh, mahasiswa, intelektual, profesional, dan rakyat
biasa. Soeharto dan rezimnya pun ambruk. Terbuka
peluang baru bagi Indonesia baru yang berdaulat, adil,
dan berkepribadian. Pancasila disebut-peluk sebagai
cita yang dituju dan energi yang menggerakkan. Ada
harapan Indonesia Bangkit.
Sayangnya, Gelora Revolusi itu dengan cepat
tereduksi menjadi Reformasi yang jauh lebih moderat.
Enam belas tahun lewat, tidak ada perubahan
substansial. Reformasi hanya prosedural. Sistem
yang dibangun hanya transaksional. Penegakan
hak asasi manusia tidak terwujud. Pembangunan
yang eksploitatif justru diperluas dan dipercepat.
Korporasi global dan lokal terus merangsek masuk
ke semua lini. Tambang, perkebunan, dan turisme
menjadi ranjang empuk bagi korporasi global-lokal
berselingkuh. Elit kita terus terlilit korupsi. Partai-
partai politik, parlemen dan birokrasi menjadi
sarang penyamun. Pendidikan kita mengalami krisis
multidimesi. Agama-agama berselingkuh dengan
Negara dan Pasar, dan gagal menjadi kekuatan
moral yang mendobrak. Adat tidak lagi menjadi
sumber nilai. Jati diri itu sudah pasrah terkooptasi
kuasa dan kekayaan. Reformasi menemukan jalan
buntu.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 5


Momentum Baru: Revolusi Mental
Tetapi semangat Revolusi itu tidak mati, tidak pernah
benar-benar mati. Banyak di antara kita dengan
berbagai cara dan bentuk menggelorakan semangat
revolusi itu. Sampai sekonyong-konyong muncul dari
antara kita seorang lelaki sederhana yang dalam kata
dan perbuatannya berkomitment untuk revolusi yang
disebutnya sebagai Revolusi Mental.
Kepadanya, mula-mula, rakyat percayakan
jabatan kecil sebagai walikota. Rakyat kemudian
mempercayainya menjadi gubernur di ibukota negara.
Revolusi digelorakannya dengan cara-cara sederhana
pada ketika kita hampir putus asa dengan kebangkrutan
systim politik, pemilihan umum (Pemilu) dikuasai
oleh politik uang, partai-partai digerogoti oleh sistem
dinasti, korupsi merajalela di birokrasi dan parlemen,
rakyat begitu mudah dibeli. Pada ketika itu, dia
menyampaikan pikirannya. Dia adalah Joko Widodo
(Jokowi), penggagas sekaligus aktor Revolusi Mental.
Hari-hari ini agak sulit membicarakan revolusi
kesadaran, kuasa revolusioner dan pembangunan
yang memerdekakan tanpa memperbincangkan
Jokowi dan berbagai tokoh lain yang kini mendorong
gerakan perubahan radikal. Faktor Jokowi dengan
revolusi mentalnya memberikan kesadaran baru akan
pentingnya perubahan yang total dan menyeluruh,
bergerak bahu membahu dan bersatu.
Artikulasi Revolusi Mental ini menjadi menjadi

6 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


tonggak penting bagi masa depan Revolusi Kita
setidaknya karena tiga hal yang saling terkait.
Pertama, Jokowi-lah pemimpin nasional pertama
setelah Soekarno yang secara lugas dan terang-terangan
berbicara tentang revolusi dalam wacana publik dan
bahkan menjadikannya sebagai fondasi bagi agenda
politik dan kerja-kerja pemerintahan. Kini nama baik
revolusi telah pulih, setelah sekian lama diharamkan
rezim Orde-Baru dan didiamkan oleh Orde-Neoliberal-
Reformasi. Kini dalam dan melalui Jokowi dan revolusi
mental, kita menemukan kembali spirit kemerdekaan
dan spirit reformasi.
Kedua, bersama tokoh pembaharu lainnya, Jokowi
mewujudkan revolusi mental itu dalam cara ber-ada-
nya yang khas. Perihal itu dilaluinya dalam gelanggang
politik formal mulai dari walikota, gubernur, dan
kini sebagai salah satu pemimpin nasional. Jika
Jokowi tetap konsisten bekerja untuk pemerintahan
yang bersih bebas korupsi, berpihak pada rakyat,
menegakkan keadilan, menghentikan dominasi
kapitalis, menggalang solidaritas gotong-royong,
maka dapat dikatakan bahwa kuasa revolusioner telah
dilaksanakan, dan pembangunan pun menjadi usaha
pemerdekaan dari kemiskinan dan ketertindasan.
Ketiga, lewat wacana kata (tulisan dan pernyataan)
dan wacana karyanya (kerja nyata), Jokowi menunjukkan
revolusi mental bukan sebuah agenda personal dan
bukan sekadar sikap moral. Tetapi sekaligus sebuah

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 7


tindakan politik dan gerakan kolektif. Semua elemen
bangsa-mulai dari para pemimpin politik, aparat
negara, pelaku bisnis, dan rakyat dalam berbagai
lapisan-diajak untuk turut serta dalam sebuah kerelaan
untuk berevolusi dan merevolusi. Jokowi bertekad
memimpin revolusi mental di pemerintahan, sekaligus
mengharapkan kita semua perlu berkorban memikul
tanggung jawab mengubah nasib bersama kita.

Pergumulan Bersama
Sejarah sudah mengantar sosok seperti Jokowi untuk
menjadi salah satu dari pemimpin nasional. Namun,
Jokowi tidak sendiri. Faktanya, bersamanya ada jutaan
anak bangsa yang terus merawat api revolusi itu dalam
sanubari dan pikiran mereka, dan mewujudkannya
dalam kata dan tindakan.
Kami sepenuhnya sadar bahwa ketika berkuasa,
salalu ada bahaya bagi Jokowi untuk menjadi kekuatan
anti-revolusi, menjadi bagian dari status quo. Setiap
pemimpin dapat saja menjadi bagian dan terpenjara
dalam relasi kuasa hegemonik dari sistem dominan
yang sudah dibentuk. Karena itu buku ini sekaligus
menjaga berjarak, mengambil posisi kritis. Lantaran
itu, kami menyambut pemikiran Jokowi bukan sebagai
pengagum atau komentator, tetapi sebagai sesama anak
bangsa yang menggumuli persoalan yang sama dan
mencari solusi atasnya. Kami, para penulis buku ini,
adalah bagian dari gerakan revolusioner itu. Dalam

8 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


revolusi tidak ada followers, tidak ada pengikut. Yang
ada adalah rekan seperjuangan, comrade. Buku ini adalah
sumbangan pemikiran untuk Revolusi bersama itu.
Tampak dari tulisannya, rumusan Revolusi Mental
Jokowi adalah hasil refleksinya sebagai anak bangsa
dalam tugas dan perannya sebagai pejabat publik.
Karya penulis lain pun adalah hasil pergumulan mereka
sebagai anak bangsa dalam peran mereka sebagai
intelektual publik dan sebagai pegiat masyarakat sipil.
Sebagian penulis teks buku ini telah menuangkan
karya mereka dalam berbagai tulisan ilmiah populer,
dalam karya sastra, dan dalam publikasi hasil penelitian
tentang tema-tema keadilan sosial dan revolusi mental
dan sistemik. Sebagian besar penulis buku ini berafiliasi
dengan Gerakan Masyarakat Sipil Sunspirit for Justice
and Peace dan Gerakan Baku Peduli.
Dalam cakupannya yang relatif terbatas, gerakan-
gerakan ini mengusung tema Transformasi Sosial
yang diwujudkan dalam riset, pengembangan
model/contoh, advokasi, dan network. Tahun 2013,
Sunspirit menerbitkan buku Kuasa, Pembangunan
dan Pemiskinan Sistemik yang mengambil sudut
pandang kontra-hegemonik dengan basis studi kasus
di Flores-NTT. Sambil mengkritik pembangunan dan
proses demokrasi sebagai mekanisme perampasan
sumber daya dan marginalisasi rakyat miskin, buku itu
mengusulkan alternatif-alternatif kontra-hegemonik
dengan gerakan emansipasi dan revolusi sistemik.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 9


Dan ketika ada pemimpin nasional yang mengusung
Revolusi Mental sebagai dasar dari penataan kembali
sistem pemerintahan dan tata pembangunan kita, kami
merasa bahwa ada visi dan kerangka kerja yang sama.
Titik temu kita adalah pada cara melihat krisis yang
melanda bangsa kita, yaitu krisis paradigma, krisis
ideologi, krisis mental, dan krisis sistemik. Dan karena
itu solusinya adalah tidak kurang dari revolusi mental
dan revolusi sistemik.
Singkatnya, para penulis buku ini dipersatukan oleh
pergumulan yang sama terkait persoalan-persoalan
bangsa, dan disatukan oleh pendekatan yang sama
dalam menyelesaikannya.

Struktur Buku ini


Buku ini dibuka dengan tulisan Joko Widodo yang
membentangkan gagasan tentang revolusi mental
yang merupakan langkah awal untuk mewujudkan
kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan
kepribadian budaya sebagaimana ditegaskan Soekarno.
Revolusi Mental itu, menurut Joko Widodo, mulai
dari diri kita sendiri, dari keluarga dan lingkungan
kita, yang kemudian meluas ke cara kita menata
kehidupan politik, ekonomi, dan kebudayaan kita.
Cypri Jehan Paju Dale melanjutkan refleksi ini dengan
mengintroduksi konsep Demokrasi Revolusioner yang
merombak praktik demokrasi dan pembangunan kita
yang cenderung menjadi sarana penindasan menjadi

10 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


praktik pemerdekaan. Demokrasi revolusioner itu
digerakkan oleh kuasa-transformatif yang dimiliki
oleh semua dan setiap kita, yang terlibat aktif dalam
mengurus kehidupan bersama di segala bidang.
KrisBhedaSomerpesselanjutnyamenempatkanrefleksi
tentang Revolusi Mental dalam seluruh pergumulan kita
berbangsa dan bernegara. Ditegaskan bahwa Revolusi
merupakan sebuah upaya menghidupkan kembali Ke-
Kita-an kita yang bernama Indonesia. Revolusi adalah cara
menghidupkan dan menghidupi Indonesia. Selanjutnya,
Agustinus Edward Tasman merefleksikan revolusi mental
sebagaimana yang sudah digagas-aksi oleh seorang
Joko Widodo, sebuah Revolusi Jokowian, sebagai salah
satu model revolusi dalam konteks Indonesia. Tasman
melihat bahwa Joko Widodo dalam revolusi mentalnya
merupakan sebuah keajaiban sistem politik demokratik
di Indonesia, keajaiban yang memberikan harapan akan
transformasi sistem politik kita.
Bagaimana Revolusi itu diwujudkan dalam
kehidupan sosial, politik, dan ekonomi kita? Marianus
Ryan Nuhan menggariskan dalam tulisannya bahwa
revolusi harus dimulai dari kepemimpinan nasional.
Tidak ada revolusi tanpa revolusi pemimpin dan
tanpa pemimpin revolusioner. Sejalan dengan itu Max
Regus menggagas Kepemimpinan Politik Demokratis,
dengan dua aspek penting. Pertama, kebutuhan untuk
mematangkan kedewasaan dedikasi institusi politik
yang berhubungan dengan kehidupan publik. Kedua,

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 11


usaha memastikan efektivitas kebijakan publik dalam
mendorong kemajuan sosial. Adrianus Harsi kemudian
menukik lebih dalam dengan berfokus pada revolusi
mental mulai dari desa. Desa sebagai unit komunitas
kecil, sama seperti negara, membutuhkan revolusi
mental dan revolusi sistemik. Di ranah ekonomi
Save Adir OFM menampilkan gagasan gerakan
ekonomi transformatif berbasis revolusi mental demi
membangun kemandirian dan solidaritas.
Siapakah agen pelaku revolusi mental? Kita
semua, dalam segala posisi dan peran. Pemimpin dan
rakyat sekaligus. Edward Angimoy secara khusus
merefleksikan tentang Orang Muda dan Revolusi
Mental. Ini penting, karena tanpa keterlibatan orang
muda, revolusi yang radikal dan menyeluruh itu
mustahil. Selain orang muda, kita banyak berharap
pada Agama-agama, yang dengan kapital sosial-
moral-spiritualnya merupakan kekuatan pembaharu.
Cypri Jehan Paju Dale secara khusus merefleksikan
hal ini dalam bab tentang Peran Agama-agama dalam
Revolusi Mental Indonesia.
Tamara Soukotta dalam bab selanjutnya mengaitkan
revolusi kita dalam konteks ke-Indonesia-an dengan
wacana dan gerakan dalam konteks global, yaitu pemikiran
dan gerakan de-kolonial. Revolusi pada hakikatnya
perombakan relasi kuasa, dari kuasa dominatif menjadi
kuasa emansipatoris, dan dalam arti itu Indonesia pos-
kolonial senantiasa membutuhkan gerakan de-kolonial,

12 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


yaitu perombakan relasi-relasi keterjajajahan (coloniality)
yang kendati di negara merdeka tetap hidup dalam
pembangunan, dalam hukum, dalam struktur-struktur,
dan dalam proses-proses ekonomi, dan budaya. Revolusi
Mental adalah upaya untuk menjadi Manusia Merdeka,
dan menjadi bangsa Merdeka.
Akhirnya buku ini dipuncaki dengan bab tentang
Kerangka Aksi dan Agenda Revolusi Indonesia, yang
menyasar tidak hanya revolusi politik, tetapi juga agenda
politik dan pemerintahan, agenda ekonomi, agenda
kebudayaan, dan agenda revolusi pengetahuan.

Masa Depan Revolusi Kita


Buku ini kami beri judul Masa Depan Revolusi Kita:
Pemikiran dan Kerangka Aksi, karena sejumlah alasan
dan harapan.
Pertama, Revolusi Indonesia adalah Revolusi Kita,
karena setiap revolusi selalu merupakan tindakan
kolektif yang inklusif. Dia tidak pernah menjadi milik
seorang pemimpin dengan segelintir pengikutnya.
Yang tidak menggabungkan diri hanyalah mereka
yang menjadi lawan dari revolusi itu, yaitu kelompok
pro-status quo. Kami berharap bahwa Anda bersama
kami dalam revolusi kita ini.
Kedua, agar menjadi kekuatan revolusioner, kita
sendiri harus merevolusi diri. Sebagaimana akan
terang-benderang dalam pokok-pokok pikiran buku ini,
revolusi adalah sebuah cara berada, sebuah pilihan cara

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 13


hidup, sebuah pilihan sikap politik, perilaku ekonomi,
dan kepribadian budaya. Buku ini menunjukkan bahwa
kaum revolusioner tidak saja merevolusi orang lain,
tetapi juga merevolusi diri. Merevolusi dan direvolusi
sekaligus, itulah revolusi kita. Kita sendiri adalah
bagian dari kekuatan dan proses revolusi itu.
Ketiga, jelas dengan sendirinya bahwa revolusi
mental itu sedang berjalan, dilakukan oleh begitu
banyak orang dengan cara mereka masing-masing. Buku
ini bukan merupakan deklarasi sebuah kelompok yang
mengklaim diri sedang melakukan revolusi, melainkan
sekelompok penulis yang berusaha melakukan refleksi
dan mengkonsolidasi agenda aksi untuk kemudian
membagikannya kepada publik lewat tulisan.
Keempat, dengan itu semua kami berharap bahwa
pokok-pokok pikiran yang kami bagikan dalam buku
ini berkontribusi pada wacana (konsep dan tindakan)
kritis yang lebih luas dan mendalam untuk sama-sama
membangun kesadaran kritis yang dapat kita wujudkan
dalam berbagai tindakan nyata. Artinya ini merupakan
kontribusi kami dalam relasi dialektis sejajar dengan
kontribusi Anda, dalam Revolusi Kita.
Kalau pokok-pokok pikiran dalam buku ini membantu
Anda menemukan kesadaran dan aksi revolusioner
Anda sendiri, dan tergerak untuk membagikannya
dalam ekspresi kritis kepada pihak lain, maka buku
ini sudah mencapai tujuan penulisannya. Di tangan
kitalah Masa Depan Revolusi Kita.

14 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Bab 1
REVOLUSI MENTAL
- Joko Widodo -

I
NDONESIA saat ini menghadapi suatu paradoks
pelik yang menuntut jawaban dari para pemimpin
nasional. Setelah 16 tahun melaksanakan reformasi,
kenapa masyarakat kita bertambah resah dan bukannya
tambah bahagia, atau dalam istilah anak muda sekarang
semakin galau?
Dipimpin bergantian oleh empat presiden antara
1998 dan 2014, mulai dari BJ Habibie, KH Abdurrahman
Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo
Bambang Yudhoyono, Indonesia telah mencatat
sejumlah kemajuan di bidang ekonomi dan politik.
Mereka memimpin di bawah bendera reformasi yang
didukung oleh pemerintahan yang dipilih rakyat
melalui proses yang demokratis.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 15


Ekonomi semakin berkembang dan masyarakat
banyak yang bertambah makmur. Bank Dunia bulan
Mei ini mengatakan ekonomi Indonesia sudah
masuk 10 besar dunia, jauh lebih awal dari perkiraan
pemerintah SBY yang memprediksi baru terjadi tahun
2025. Di bidang politik, masyarakat sudah banyak
menikmati kebebasan serta hak-haknya dibandingkan
sebelumnya, termasuk di antaranya melakukan
pergantian pemimpinnya secara periodik melalui
Pemilu yang demokratis.
Namun, di sisi lain, kita melihat dan merasakan
kegalauan masyarakat seperti yang dapat kita saksikan
melalui protes di jalan-jalan di kota besar dan kecil dan
juga di ruang publik lainnya, termasuk media massa
dan media sosial. Gejala apa ini?
Pemimpin nasional dan pemikir di Indonesia
bingung menjelaskan fenomena bagaimana keresahan
dan kemarahan masyarakat justru merebak. Sementara,
oleh dunia, Indonesia dijadikan model keberhasilan
reformasi yang menghantarkan kebebasan politik
serta demokrasi bersama pembangunan ekonomi bagi
masyarakatnya.
Izinkan saya melalui tulisan singkat ini menyampaikan
pandangan saya menguraikan permasalahan
bangsa ini dan menawarkan paradigma baru untuk
bersama mengatasinya. Saya bukan ahli politik atau
pembangunan. Untuk itu, pandangan ini banyak
berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya

16 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


selama ini, baik sebagai Wali Kota Surakarta maupun
Gubernur DKI Jakarta. Oleh karena itu, keterbatasan
dalam pandangan ini mohon dimaklumi.

Sebatas Kelembagaan
Reformasi yang dilaksanakan di Indonesia sejak
tumbangnya rezim Orde Baru Soeharto tahun 1998
baru sebatas melakukan perombakan yang sifatnya
institusional. Ia belum menyentuh paradigma, mindset,
atau budaya politik kita dalam rangka pembangunan
bangsa (nation building). Agar perubahan benar-benar
bermakna dan berkesinambungan, dan sesuai dengan
cita-cita Proklamasi Indonesia yang merdeka, adil, dan
makmur, kita perlu melakukan revolusi mental.
Nation building tidak mungkin maju kalau sekadar
mengandalkan perombakan institusional tanpa
melakukan perombakan manusianya atau sifat
mereka yang menjalankan sistem ini. Sehebat apa pun
kelembagaan yang kita ciptakan, selama ia ditangani
oleh manusia dengan salah kaprah tidak akan
membawa kesejahteraan. Sejarah Indonesia merdeka
penuh dengan contoh di mana salah pengelolaan
(mismanagement) negara telah membawa bencana besar
nasional.
Kita melakukan amandemen atas UUD 1945. Kita
membentuk sejumlah komisi independen (termasuk
KPK). Kita melaksanakan otonomi daerah. Dan, kita
telah banyak memperbaiki sejumlah undang-undang

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 17


nasional dan daerah. Kita juga sudah melaksanakan
Pemilu secara berkala di tingkat nasional/daerah.
Kesemuanya ditujukan dalam rangka perbaikan
pengelolaan negara yang demokratis dan akuntabel.
Namun, di saat yang sama, sejumlah tradisi atau
budaya yang tumbuh subur dan berkembang di alam
represif Orde Baru masih berlangsung sampai sekarang,
mulai dari korupsi, intoleransi terhadap perbedaan,
dan sifat kerakusan, sampai sifat ingin menang sendiri,
kecenderungan menggunakan kekerasan dalam
memecahkan masalah, pelecehan hukum, dan sifat
oportunis. Kesemuanya ini masih berlangsung, dan
beberapa di antaranya bahkan semakin merajalela, di
alam Indonesia yang katanya lebih reformis.
Korupsi menjadi faktor utama yang membawa
bangsa ini ke ambang kebangkrutan ekonomi di tahun
1998 sehingga Indonesia harus menerima suntikan dari
Dana Moneter Internasional (IMF) yang harus ditebus
oleh bangsa ini dengan harga diri kita. Terlepas dari
sepak terjang dan kerja keras KPK mengejar koruptor,
praktik korupsi sekarang masih berlangsung, malah
ada gejala semakin luas.
Demikian juga sifat intoleransi yang tumbuh subur
di tengah kebebasan yang dinikmati masyarakat.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi yang pesat
malah memacu sifat kerakusan dan keinginan sebagian
masyarakat untuk cepat kaya sehingga menghalalkan
segala cara, termasuk pelanggaran hukum.

18 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Jelas reformasi, yang hanya menyentuh faktor
kelembagaan negara, tidak akan cukup untuk
menghantarkan Indonesia ke arah cita-cita bangsa
seperti diproklamasikan oleh para pendiri bangsa.
Apabila kita gagal melakukan perubahan dan
memberantas praktik korupsi, intoleransi, kerakusan,
keinginan cepat kaya secara instan, pelecehan hukum,
dan sikap oportunis, semua keberhasilan reformasi ini
segera lenyap bersama kehancuran bangsa.

Perlu Revolusi Mental


Dalam pembangunan bangsa, saat ini kita
cenderung menerapkan prinsip-prinsip paham
liberalisme yang jelas tidak sesuai dan kontradiktif
dengan nilai, budaya, dan karakter bangsa Indonesia.
Sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan korektif,
tidak dengan menghentikan proses reformasi yang
sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi
mental menciptakan paradigma, budaya politik, dan
pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi,
sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja, dan
berkesinambungan.
Penggunaan istilah revolusi tidak berlebihan.
Sebab, Indonesia memerlukan suatu terobosan budaya
politik untuk memberantas setuntas-tuntasnya segala
praktik-praktik yang buruk yang sudah terlalu lama
dibiarkan tumbuh kembang sejak zaman Orde Baru
sampai sekarang. Revolusi mental beda dengan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 19


revolusi fisik karena ia tidak memerlukan pertumpahan
darah. Namun, usaha ini tetap memerlukan dukungan
moral dan spiritual serta komitmen dalam diri seorang
pemimpin-dan selayaknya setiap revolusi-diperlukan
pengorbanan oleh masyarakat.
Dalam melaksanakan revolusi mental, kita dapat
menggunakan konsep Trisakti yang pernah diutarakan
Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan
tiga pilarnya, Indonesia yang berdaulat secara
politik, Indonesia yang mandiri secara ekonomi,
dan Indonesia yang berkepribadian secara sosial-
budaya. Terus terang kita banyak mendapat masukan
dari diskusi dengan berbagai tokoh nasional tentang
relevansi dan kontekstualisasi konsep Trisakti Bung
Karno ini.
Kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat sila
keempat Pancasila haruslah ditegakkan di Bumi kita
ini. Negara dan pemerintahan yang terpilih melalui
pemilihan yang demokratis harus benar-benar bekerja
bagi rakyat dan bukan bagi segelintir golongan kecil.
Kita harus menciptakan sebuah sistem politik yang
akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan tindakan
intimidasi.
Semaraknya politik uang dalam proses Pemilu
sedikit banyak memengaruhi kualitas dan integritas
dari mereka yang dipilih sebagai wakil rakyat. Kita
perlu memperbaiki cara kita merekrut pemain politik,
yang lebih mengandalkan keterampilan dan rekam

20 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


jejak ketimbang kekayaan atau kedekatan mereka
dengan pengambil keputusan.
Kita juga memerlukan birokrasi yang bersih, andal,
dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani
kepentingan rakyat dan mendukung pekerjaan
pemerintah yang terpilih. Demikian juga dengan
penegakan hukum, yang penting demi menegakkan
wibawa pemerintah dan negara, menjadikan Indonesia
sebagai negara yang berdasarkan hukum. Tidak kalah
pentingnya dalam rangka penegakan kedaulatan
politik adalah peran TNI yang kuat dan terlatih untuk
menjaga kesatuan dan integritas teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di bidang ekonomi, Indonesia harus berusaha
melepaskan diri dari ketergantungan yang mendalam
pada investasi/modal/bantuan dan teknologi luar
negeri dan juga pemenuhan kebutuhan makanan dan
bahan pokok lainnya dari impor. Kebijakan ekonomi
liberal yang sekadar mengedepankan kekuatan pasar
telah menjebak Indonesia sehingga menggantung pada
modal asing. Sementara sumber daya alam dikuras oleh
perusahaan multinasional bersama para komprador
Indonesia-nya.
Reformasi 16 tahun tidak banyak membawa
perubahan dalam cara kita mengelola ekonomi.
Pemerintah dengan gampang membuka keran impor
untuk bahan makanan dan kebutuhan lain. Banyak elit
politik kita terjebak menjadi pemburu rente sebagai

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 21


jalan pintas yang diambil yang tidak memikirkan
konsekuensi terhadap petani di Indonesia. Ironis
kalau Indonesia dengan kekayaan alamnya masih
mengandalkan impor pangan. Indonesia secara
ekonomi seharusnya dapat berdiri di atas kaki sendiri,
sesuai dengan amanat Trisakti. Ketahanan pangan dan
ketahanan energi merupakan dua hal yang sudah tidak
dapat ditawar lagi. Indonesia harus segera mengarah
ke sana dengan program dan jadwal yang jelas dan
terukur. Di luar kedua sektor ini, Indonesia tetap akan
mengandalkan kegiatan ekspor dan impor untuk
menggerakkan roda ekonomi.
Kita juga perlu meneliti ulang kebijakan investasi
luar negeri yang angkanya mencapai tingkat rekor
beberapa tahun terakhir ini karena ternyata sebagian
besar investasi diarahkan ke sektor ekstraktif yang
padat modal, tidak menciptakan banyak lapangan
kerja, tetapi mengeruk keuntungan yang sebesar-
besarnya.
Pilar ketiga Trisakti adalah membangun kepribadian
sosial dan budaya Indonesia. Sifat ke-Indonesia-an
semakin pudar karena derasnya tarikan arus globalisasi
dan dampak dari revolusi teknologi komunikasi selama
20 tahun terakhir. Indonesia tidak boleh membiarkan
bangsanya larut dengan arus budaya yang belum tentu
sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa kita.
Sistem pendidikan harus diarahkan untuk
membantu membangun identitas bangsa Indonesia

22 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


yang berbudaya dan beradab, yang menjunjung tinggi
nilai-nilai moral agama yang hidup di negara ini. Akses
ke pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat yang
terprogram, terarah, dan tepat sasaran oleh negara
dapat membantu kita membangun kepribadian sosial
dan budaya Indonesia.

Dari Mana Kita Mulai


Kalau bisa disepakati bahwa Indonesia perlu
melakukan revolusi mental, pertanyaan berikutnya
adalah dari mana kita harus memulainya. Jawabannya
dari masing-masing kita sendiri, dimulai dengan
lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal
serta lingkungan kerja dan kemudian meluas menjadi
lingkungan kota dan lingkungan negara.
Revolusi mental harus menjadi sebuah gerakan
nasional. Usaha kita bersama untuk mengubah nasib
Indonesia menjadi bangsa yang benar-benar merdeka,
adil, dan makmur. Kita harus berani mengendalikan
masa depan bangsa kita sendiri dengan restu Allah
SWT. Sebab, sesungguhnya Allah tidak mengubah
nasib suatu bangsa kecuali bangsa itu mengubah apa
yang ada pada diri mereka.
Saya sudah memulai gerakan ini ketika memimpin
Kota Surakarta dan sejak 2012 sebagai Gubernur DKI
Jakarta. Sejumlah teman yang sepaham juga sudah
memulai gerakan ini di daerahnya masing-masing.
Insya Allah, usaha ini dapat berkembang semakin

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 23


meluas sehingga nanti benar-benar menjadi sebuah
gerakan nasional seperti yang diamanatkan oleh Bung
Karno, memang revolusi belum selesai. Revolusi
Mental Indonesia baru saja dimulai.***

24 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Bab 2
DEMOKRASI REVOLUSIONER
- Cypri Jehan Paju Dale -

MASALAH-masalah mendasar dalam kehidupan


kita tidak dapat diselesaikan oleh/pada level
kesadaran yang sama dengan level kesadaran yang
menciptakan persoalan-persoalan itu (Einstein,1987-
1955).
Itulah sebabnya transformasi kesadaran atau
revolusi mental menjadi prasyarat niscaya sekaligus
fundasi untuk solusi-solusi menyeluruh atas persoalan-
persoalan bangsa di bidang politik, ekonomi dan
budaya.
Banyak di antara kita sudah sedang melakukan
ikhtiar revolusi mental itu dan mengartikulasikannya
dengan berbagai cara dan bentuk dalam lingkup tugas

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 25


dan tanggung jawab kita masing-masing. Revolusi
kesadaran yang sama telah menggerakkan para
pendiri bangsa untuk mengakhiri penjajahan dan
membangun bangsa merdeka. Revolusi kesadaran
itu pula lah yang pada tahun 1998 membangkitkan
kita untuk meruntuhkan otoritarianisme Orde Baru
dan melakukan reformasi menuju bangsa yang
sungguh beradab, adil, dan makmur seperti cita-cita
kemerdekaan.
Sayangnya penguasa pasca-reformasi, baik dalam
partai-partai politik, birokasi-pemerintahan, maupun
dalam institusi sosial dan keagamaan sulit melepaskan
diri secara total dari status quo. Gelora revolusi tereduksi
menjadi reformasi yang lunak dan prosedural. Negara
tetap saja diselenggarakan dengan kuasa manipulatif
dan pembangunan kita tetap berkarakter eksploitatif.
Lembaga-lembaga politik menjadi sarang koruptor
dan mafia proyek sistemik. Birokrat pada semua
level membajak demokrasi menjadi kekuasaan dan
pemerintahan dari, oleh, dan untuk para pejabat dan
kroni mereka. Negara tidak saja gagal menegakkan
kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi, tetapi
justru menjadi fasilitator sistem hukum dan tata
ekonomi eksploitatif nir-keadilan.
Pembangunan memang marak, investasi asing
meningkat, pertumbuhan ekonomi relatif stabil.
Namun bukannya mengentaskan kemiskinan,
pembangunan eksploitatif itu menghasilkan proses

26 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


pemiskinan sistemik lewat pencaplokan sumber daya,
marginalisasi, dan kekerasan dalam berbagai bentuk.
Akibatnya kita makin jauh dari cita-cita kedaulatan
politik, kemandirian ekonomi, dan ketangguhan
budaya.
Kita tidak punya pilihan lain selain menggelorakan
kembali semangat revolusi yang telah mengantar kita
ke pintu gerbang kemerdekaan. Peradaban bangsa ini
mesti diselamatkan dari mental budak, mental centeng,
mental penindas-pencuri hak sesama bangsanya
sendiri.

Kuasa Revolusioner
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
revolusi kesadaran terkait langsung dengan praktik
kuasa dan pembangunan. Secara analitik, baiklah
kita ikuti teori sosial kritis yang membuat pembedaan
tegas antara kuasa koersif atau kuasa hegemonik
dan kuasa revolusioner. Kuasa koersif-hegemonik
merupakan penguasaan atas kelompok lain dan atas
kepemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber
daya (power over). Sedangkan kuasa revolusioner
adalah kuasa untuk bersama berbagai elemen bangsa
lainnya melakukan hal-hal positif untuk merawat
hidup bersama (power for). Kuasa hegemonik bersifat
ekslusif, dalam arti ekslusif digenggam dan dikuasai
oleh penguasa dan mengekslusi kelompok-kelompok
yang dikuasai. Kuasa inilah yang dipraktikkan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 27


dalam dan sekaligus menghasilkan eksploitasi,
dominasi, penindasan, ketidakadilan, dan kekerasan
dalam berbagai bentuknya. Kekuasaan menjadi alat
mencaplok dan menguasai sumber daya publik lewat
korupsi, kolusi, dan nepotisme, kleptokrasi, plutokrasi,
dan politik transaksional.
Sedangkan kuasa revolusioner bersifat inklusif,
relasional, dan produktif. Kuasa itu dimiliki bersama
dan dipraktikkan oleh semua elemen bangsa dengan
peran khas masing-masing. Dalam relasi itu semua
elemen memainkan peran dalam keserasian yang
produktif untuk menyelesaikan persoalan demi
keselamatan, kesejahteraan, dan martabat bersama.
Karena itu kuasa revolusioner itu memerdekakan, dan
menjadi dasar dari semua gerakan pemerdekaan.
Kontras antara kuasa hegemonik dan kuasa
revolusioner ini paling tampak dalam paradigma dan
praktik pembangunan. Pembangunan yang eksploitatif
(developmentalisme) merupakan wujud dari praktik
kuasa hegemonik. Proyek-proyek pembangunan
berbasis investasi kapitalistik menjadi mekanisme
pencaplokan sumber daya rakyat oleh para pemodal
dengan didukung oleh sistem negara dan pasar.
Dalam pembangunanisme itu, proyek-proyek
pertambangan, perkebunan, eksploitasi hutan,
konservasi, turisme, pembangunan infrastruktur fisik
hanya menguntungkan segelintir elit, menghambat
akses banyak orang pada kepemilikan, pengelolaan

28 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


dan pemanfaatan sumber daya kolektif. Alih-alih
memerdekakan kita dari kemiskinan, pembangunan
itu menghasilkan proses pemiskinan sistemik.
Berhadapan dengan belenggu kuasa hegemonik
dan pembangunanisme seperti itu, revolusi berarti
menghentikan praktik kuasa koersif-dominatif
dengan kuasa liberatif-transformatif, dan mengganti
pembangunanisme dengan alternatif-alternatif
pembangunan yang memerdekakan. Percepatan dan
perluasan pembangunan belum tentu merupakan
jawaban atas persoalan kemiskinan kalau pembangunan
itu tidak menjamin terwujudnya keadilan sosial
dengan keberpihakan khusus dan eksplisit pada rakyat
miskin.

Demokrasi Revolusioner
Demokrasi sejatinya merupakan pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam
rumusan bersahaja Joko Widodo, demokrasi itu usaha
mendengarkan rakyat dan melaksanakannya. Dan
kalau yang didengarkan seluruh rakyat, termasuk
dan terutama rakyat yang miskin dan tertindas (yaitu
mereka yang menjadi korban praktik kuasa hegemonik,
pembangunan eksploitatif, dan proses pemiskinan
sistemik), dan kalau mereka sungguh-sungguh
diberi ruang dan didukung untuk menjalankan self-
determinasi politik, ekonomi, dan budaya mereka,
maka demokrasi itulah jalan menuju keadilan sosial

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 29


yang kita cita-citakan. Kontras dengan realitas
hegemonik saat ini, demokrasi bukanlah penguasaan
dan pemerintahan dari, oleh dan untuk para pejabat,
politisi, pemodal, dan kroni-kroni mereka.
Dalam arti itu, kaum revolusioner dan penggerak
transformasi sosial tidak dapat bersikap apatis, sinis,
dan mengambil jarak dari mekanisme demokratis.
Kuasa revolusioner itu adalah kuasa yang dimiliki
oleh setiap orang yang mau terlibat bersama elemen
bangsa lainnya untuk melawan penindasan dan
mencari alternatif solusi atas persoalan kebangsaan
dengan basis kesadaran kritis. Sikap apatis dan sinis
hanya akan memberi peluang kepada kelompok-
kelompok hegemonik dan mafia politik dan ekonomi
untuk menguasai medan demokrasi kita dan mengatur
kehidupan bersama sesuai dengan kepentingan mereka
sendiri. Karena itu keterlibatan kaum revolusioner
dalam demokrasi, dalam medan politik, ekonomi, dan
budaya merupakan sebuah keniscayaan dan amanat
revolusi itu sendiri.
Dalam demokrasi yang revolusioner itu, tugas politik
kita tidak hanya ikut dalam pemungutan suara lewat
sistem politik liberal one person one vote, tetapi bersama-
sama terlibat dalam gerakan kritis membongkar kuasa
koersif-hegemonik dan tipu daya pembangunanisme
yang menopang status quo. Tugas revolusioner kita
adalah menggelorakan kehendak politik kelompok-
kelompok pembaharu termasuk kaum tertindas sendiri

30 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


dan diri kita sendiri untuk mewujudkan sebuah tata
politik, ekonomi, dan kultural baru dengan keadilan
dan kesejahteraan umum sebagai intinya.
Hanya ketika setiap dan semua kita terlibat, revolusi
itu dapat terwujud.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 31


32 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi
Bab 3
KEMBALIKAN KE-KITA-AN
INDONESIA
- Kris Bheda Somerpes -
Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah.
Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.
(Soekarno)

K
ITA adalah pronomina persona pertama jamak
yang berbicara bersama dengan orang lain
termasuk yang diajak bicara. Sebuah bentukan
orang pribadi saya dan Anda, berpilar identitas aku
dan kau. Namun bukan kita sekedar sebagai kita dalam
arti itu yang akan didedah lebih jauh dalam tulisan ini.
Tetapi perihal ke-kita-an. Suatu bentukan karakter,
semangat dan sifat yang mementingkan kebersamaan
dalam menanggung suka duka, mengalami pergulatan,
pun sampai pada secara bersama merumuskan solusi,
menemukan jalan alternatif menuju perubahan.
Terdapat tiga poin yang akan didalami dalam
tulisan ini. Pertama adalah perihal landasan ke-

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 33


kita-an Indonesia sebagai bangsa. Penulis menilik
pada Pancasila sebagai rujuk-pijak untuk itu. Kedua,
dalam perjalanan sejarah bangsa, ke-kita-an yang ber-
Pancasila tampaknya menjadi begitu absurd. Soeharto
mereduksinya menjadi ke-aku-an, selanjutnya
reformasi mengganda-teruskan ke-aku-an itu dalam
beragam bentuk, wujud, dan makna. Sampai pada
satu titik, ketiga, dimana muncul kesadaran bersama
untuk kembali memaknai ke-kita-an Indonesia sebagai
bangsa. Titik refleksinya adalah bahwa kita sebagai
bangsa perlu revolusi total dan menyeluruh, tidak
hanya membatasi diri pada aspek politik dan kekuasaan
saja tetapi semua sisi kemanusiaan kita Indonesia. Dan
untuk itu, kita butuh Pemimpin Revolusioner yang
berkarakter ke-kita-an. Penulis menyebutnya sebagai
pemimpin revolusi kemanusiaan.

Landasan Ke-Kita-an Indonesia


Kita yang ber-ke-kita-an merupakan satu kesatuan,
yang melampaui aku dan kau. Kesadaran akan
kita yang berke-kita-an dalam arti itu, tidak hanya
membuat kita dengan jiwa besar mengamini kekalahan
dan ketakberdayaan (kemiskinan, kebodohan,
keterpinggiran dll) tetapi juga pada saat yang sama
harus sampai melahirkan kesadaran baru untuk
membangun solidaritas kolektif atau gerakan bersama
dalam upaya menemukan jalan alternatif menuju
perubahan.

34 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Kesadaran dalam arti itu sejatinya lahir dari sebuah
pergulatan yang panjang. Disebut sebagai pergulatan
karena merupakan sebuah proses perjumpaan yang
berulang dengan ke-ada-an. Ke-ada-an yang dimaksud
tidak hanya peristiwa atau pengalaman kemanusiaan
yang mengitari kita tetapi juga bagaimana menyikapi
keber-ada-an kita itu. Bagaimana kita memaknai
perjumpaan itu secara baru.
Merefleksikan sejarah perjalanan bangsa
sampai menemukan hakikat ke-kita-an mula-mula
merupakan pergulatan kemanusiaan para pendiri
bangsa. Pengalaman keterjajahan dialami sebagai
pengalaman bersama walau dalam beragam latar
rakyat Indonesia itu majemuk, baik secara sosial-
budaya karena warna kulit, suku, dan budaya
maupun secara ideologis karena politik, aliran
pengetahuan, dan agama.
Kristalisasi atas refleksi itu adalah Pancasila.
Kesanggupan para pendiri bangsa memaknai ke-kita-
an dalam dan melalui Pancasila merupakan sebuah
penemuan paling mengagumkan atas bagaimana
keber-ada-an ke-kita-an dirumuskan dan cara berke-
ada-an mestinya diaktualisasikan.
Terdapat dua argumentasi dasar mengapa Pancasila
diletakkan sebagai landasan ke-kita-an Indonesia
sebagai bangsa.
Pertama, Pancasila adalah roh yang menghidupkan
ke-kita-an. Memberi nyawa sekaligus cara ke-kita-

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 35


an Indonesia ber-ke-ada-an. Sebagai roh dan atau
jiwa, Pancasila adalah fundamen kesadaran sekaligus
puncak-pucuk sasaran gerakan dan alur perjuangan
yang tidak akan pernah tuntas.
Kedua, Pancasila adalah juga ruang, garis batas,
alur lingkup imajiner bagi ke-kita-an untuk menjadi
Indonesia. Serupa rumah, Pancasila adalah rumah
imajiner bagi sebuah keluarga besar yang bernama
Indonesia. Di sana kau dan aku bangun, bangkit,
bergerak dan maju dengan cara kita masing-masing
untuk mempertahankan, mengisi kemerdekaan,
sekaligus memberi warna baru atasnya dalam
upaya mewujudkan ke-kita-an Indonesia yang
sesungguhnya.
Ke-kita-an yang dimaksud adalah ke-kita-an
Indonesia yang tidak hanya beragama, tetapi yang
berkeyakinan dan beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Ke-kita-an Indonesia yang sadar bahwa
relasi kuasa yang dijalankan dalam keseharian
sosial, politik dan budaya adalah berlandasakan
pada perikemanusiaan yang adil dan beradab. Ke-
kita-an Indonesia yang sadar bahwa kau dan aku
adalah kekuatan yang dapat membangun ke-kita-
an. Kesadaran yang sama dalam praktiknya harus
dilaksanakan secara arif, bijaksana, dan adil dari, oleh
dan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tanpa ada kesadaran atas kesemuanya itu, ke-kita-
an akan menjadi muskil bahkan semu.

36 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Paradoks Ke-KITA-an Indonesia
Lari sejarah tidak dapat dielak. Pada rezim Orde
Baru dimulai di bawah pemerintahan Soeharto, ke-
kita-an Indonesia direduksi menjadi sekadar sebagai
aku. Aku Soeharto. Di balik jargon pembangunan yang
dipilah repelita per repelita selama tiga puluh dua
tahun itu, politik dan kuasa ke-aku-an dipraktikkan.
Pertengahan 1998, reformasi mengambrukkan
Soeharto dan rezimnya. Dalih reformasi ketika itu
adalah tri-salah Soeharto dan rezimnya: korupsi,
kolusi dan nepotisme. Trisalah ini disebut sebagai
biang dari kehancuran ke-kita-an Indonesia. Kita lantas
bereuforia menyongsong harapan baru sebagaimana
dikumandangkan reformasi Selamat tinggal
pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan
baru.
Ke-kita-an tanpanya menyata. Lantaran ada gelora
untuk merebut kembali ke-kita-an yang selama
tiga dekade lebih ditenggelamkan otoritarianisme.
Upaya menarik-keluar ke-kita-an yang direduksi
Soeharto sebagai ke-aku-an menuju ke-kita-an yang
sesungguhnya, ke-kita-an yang berlandaskan Pancasila,
sebagaimana yang menjadi jalan sekaligus cita-cita ke-
kita-an Indonesia.
Namun, enam belas tahun sudah reformasi berjalan,
realitas Indonesia justru berbicara lain. Terlepas dari
rentetan pencapaian yang sudah diraih, problem sosial,
politik, budaya dan agama kembali muncul.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 37


Ke-kita-an Pancasila dicabik-cabik problem
kemanusiaan. Sederetan misal dapat disebut di
sini. Persatuan dan kesatuan digerogoti provokasi
kepentingan, radikalisme dan disintegrasi. Hal ini
berangkat dari fakta bahwa di mana-mana muncul
ketidakdilan sosial dan kesejahteraan yang tidak
merata.
Kaum minoritas ditindas dan rakyat kebanyakan
didepak keluar gelanggang pembangunan. Rakyat
kebanyakan secara politik tidak lebih diperlakukan
sebagai binatang peliharaan yang dikandangkan
dengan berbagai janji dan wujud proyek pembangunan,
agar ketika Pemilu tiba binatang peliharaan itu
disembelih uang dan janji sebagai kompensasi politik.
Korupsi pun masih merajalela menyeret elit-elit
politik nasional dan lokal. Ia telah menjadi warisan
kultural yang sulit untuk diberantas. Sebuah
produk Orde Baru yang masih ditiru lantaran telah
menghegemoni pola pikir dan pola tindak para elit
penguasa. Hal itu setali tiga uang dengan praktik
otonomi daerah. Otonomi daerah yang dipraktikkan
justru kembali menghadirkan ke-aku-an ketimbang
memperkuat ke-kita-an. Di sana kedaulatan rakyat
dikooptasi oleh elit-elit kepentingan (politik dan
ekonomi) yang tidak pernah mau jujur menyuarakan
kebutuhan ke-kita-an.
Otonomi daerah, sebagai salah satu produk unggul
reformasi, yang seharusnya dijadikan instrumen politik

38 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


untuk penguataan modal sosial dan alam lokal, yang
dalam praktiknya harus diselenggarakan transparan,
kredibel dan akuntabel, justru menjadi ajang perebutan
kekuasaan elit politik lokal.
Otonomi daerah dengan demikian tidak lebih
serupa Orde Baru-Orde Baru kecil yang melokal di era
reformasi. Jika mau jujur, penulis berani mengatakan,
bahwa praktik otonomi daerah telah menjadi contoh
paling nyata bagaimana sebuah ke-aku-an itu melokal.
Melokal dengan tidak hanya menyebar secara
geopolitis, tetapi juga merasuk ke dalam sistem politik
dan praktik kuasa yang disetir kelompok elit.
Rakyat yang ditendang keluar arena membentuk diri
menjadi aku yang tidak berdaya dan termarjinalkan.
Ke-aku-an orang-orang kalah. Mereka kemudian
dilihat sebagai kelompok yang mesti dibantu
dan diselamatkan dalam berbagai bentuk proyek
pembangunan oleh negara yang dikendalikan elit.
Kelompok elit politik dan ekonomi, dari pusat sampai
daerah membentuk aku-nya sendiri dengan segala
kekuasaan dan kepentingannya. Demikian juga
dengan sistem kekuasaan yang dijalankan merupakan
sesuatu aku yang lain, yang berdiri sendiri, namun
bisa dimanfaatkan dan tunduk pada kelompok
kepentingan.
Dalam masa reformasi, ke-kita-an menjadi tidak
berbentuk rupa. Jika pun mewujud, ke-kita-an tampak
begitu rombeng. Ke-kita-an terjebak-jatuh pada praktik

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 39


politik dan kuasa yang kental berargumen pragmatis,
berelasi penuh transaksi ekonomi dan berwujud beku
dalam institusi-institusi. Ketiganya sebenarnya tiran
dan otoriter baik dalam sistem maupun praktiknya.
Sementara, ke-kita-an sebagai sebuah proses pergulatan
dan cara pandang kolektif kebangsaan di-alpa-kan
dalam ber-ke-ada-an kita sebagai Indonesia.
Jika mau diringkas, sesungguhnya reformasi justru
mempertegas sekaligus menggandakan ke-aku-an.
Sebuah ke-aku-an yang tidak lagi tunggal sebagaimana
yang dikendali-praktikkan di era Orde Baru oleh
Soeharto, tetapi telah menyebar-bias dalam beragam
bentuk, wujud dan bahkan makna lantaran dikendali-
praktikan oleh beragam orang dengan beragam latar
kepentingan.

Kembalikan Ke-Kita-an Indonesia


Pertanyaan yang kemudian muncul adalah
bagaimana seharusnya mengembalikan ke-kita-an
Indonesia. Jawabannya tunggal, kita butuh revolusi
mendasar dan menyeluruh. Gagasan revolusi mental
sebagaimana ditawarkan Jokowi (Kompas, 9 Mei 2014)
kemudian menjadi penting untuk dibahas di sini.
Menjadi penting lantaran merupakan terobosan budaya
politik (baru) untuk memberantas setuntas-tuntasnya
segala praktik-praktik yang buruk yang sudah terlalu
lama dibiarkan tumbuh-kembang sejak zaman Orde
Baru sampai sekarang.

40 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Bagi penulis, praktik-praktik buruk itu bukan hanya
telah mencederai politik dan kekuasaan dalam sistem
dan praktiknya, tetapi sudah mencederai ke-kita-an
Indonesia dengan segala aspek nilainya. Lantaran
itu perubahan yang mendasar dan menyeluruh tidak
hanya harus tapi wajib untuk dilakukan Indonesia kini.
Empat hal berikut, yang sebenarnya bertemali, dapat
dijadikan tawaran solusi.

a. Menjadi Pribadi yang Bermartabat


Revolusi mental, pertama-tama, menyasar tentang
pertobatan batin dan perubahan watak sekaligus
dari masing-masing pribadi, aku dan kau. Sebuah
proses korektif dalam pergulatan hidup yang
memampukan setiap orang sadar akan keberadaan
dan berkeadaannya.
Sadar akan keberadaan berarti setiap orang sadar
akan kemampuan dan kapasitas diri, bagaimana dia
menempatkan diri dalam kelebihan dan kekurangannya.
Yang selanjutnya dalam berkeadaanya, dua sisi
manusiawi itu dijadikan kekuatan untuk perubahan
dan perbaikan diri. Setiap pribadi yang sadar akan
dirinya sendiri, berubah dan mau mengubah dirinya
adalah pribadi yang bermartabat, artinya memiliki
batin yang berhati nurani dan watak yang berbudi
pekerti.
Kita Indonesia, sebagai aku dan kau, haruslah
memiliki kesadaran atas itu. Kita harus berani kembali

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 41


ke dalam diri sendiri. Memberi ruang bagi diri sendiri
untuk mengevaluasi diri. Apa yang sudah dan akan
aku dan kau berikan untuk ke-kita-an Indonesia yang
lebih baik. Di sinilah kesadaran akan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban politik setiap pribadi sebagai
warga negara diberi ruang secara lebih dan luas untuk
dimaknai.

b. Pribadi yang Berke-Kita-an dalam Tubuh Sosial


Jawaban masing-masing berdasarkan hak dan
kewajiban politik sebagai warga negara sejatinya
menjadi kekuatan dalam ke-kita-an sebagai sesuatu
tubuh dan pribadi sosial yang bernama bangsa.
Dalam ke-kita-an sebagai bangsa itu, revolusi mental
mematar kejernihan batin dan jiwa masing-masing
pribadi agar selanjutnya dapat menjadi fundasi bagi
kejernihan batin dan jiwa bangsa. Pada saat yang sama
mematar watak dan karakter masing-masing pribadi
agar beradab dan bermoral karena dengan demikian
dapat menjadi landasan bagi pembentukan watak
dan karakter bangsa. Pribadi yang bermartabat akan
membentuk bangsa yang bermartabat.
Tanpa semangat akan itu, ke-kita-an Indonesia
akan menjadi semu. Ke-kita-an akan menjadi absurd.
Tubuh sosial kita akan kembali direduksi menjadi
aku-aku kecil yang mudah pecah dan ambruk. Dan
untuk itu, Pancasila kembali lagi menjadi penting
untuk dijadikan sebagai landasan Batin dan watak

42 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


tubuh sosial kita sebagai bangsa. Pancasila merupakan
gambaran ideal sekaligus hakikat kemanusiaan
Indonesia. Dia lahir dan tumbuh dalam pergumulan
kemanusian Indonesia. Mendengar semua perbedaan,
sekaligus menjawabnya. Menegaskan keber-ada-
an kita sebagai bangsa, sekaligus menjadi landasan
bagaimana seharusnya kita berkeadaan. Pancasila
adalah hati nurani bangsa. Oleh karenanya, Pancasila
harus didengar secara berulang dalam setiap
pergumulan hidup kita sebagai bangsa.

c. Relasi yang Berke-Kita-an


Ke-kita-an sebagai bangsa yang berlandaskan
Pancasila menghadirkan relasi kuasa yang jujur dan
berperikemanusiaan. Relasi yang dimaksud adalah
perihal bangunan sistem. Bangunan sistem politik dan
kekuasaan yang berke-kita-an tidak saling mencederai
sebaliknya membagi energi, kemampuan dan potensi.
Perbedaan suku, budaya, bahasa agama
dilihat sebagai kekayaan kultural, jati diri bangsa.
Mengabaikan jati diri bangsa dalam relasi politik dan
kekuasaan sudah barang tentu akan melahirkan distorsi
kemanusiaan. Demikian juga relasi yang dibangun
antara pemimpin sebagai penyelenggara negara dan
rakyat kebanyakan sebagai warganya. Tidak ada
eufemisme dalam komunikasi politik, tidak ada tiran
dalam praktik kuasa, pun tidak ada intimadasi dalam
setiap produk institusi dan undang-undang yang

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 43


dibentuk tetapi sebaliknya harus mengartikulasikan
nilai dan keutamaan kemanusiaan.
Relasi yang berke-kita-an mendekatkan jarak, tidak
memaksakan kehendak, bela rasa, dan bersolider
antara kita dengan diri kita sendiri, antara satu dengan
yang lain, kelompok yang satu dengan kelompok yang
lain, pemimpin dengan rakyat. Relasi yang berke-
kita-an menjadikan kemanusiaan sebagai teropong
untuk membangun dan memperkuat sistem. Lantaran
itu, bukan sesuatu yang mustahil, bahwa jika dalam
makna itu sistem ke-kita-an dibangun, berbagai
produk undang-undang, kebijakan, dan konkretisasi
pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan
akan dijalankan secara tepat sasar, berkeadilan dan
menyejahterakan.

d. Pemimpin Kemanusiaan
Ke-kita-an berwawasan kemanusiaan Pancasila
adalah ke-kita-an yang dipahami sebagai pemaknaan
atas pergumulan atau pergulatan kita sebagai suatu
bangsa. Pemimpin-pemimpin kita hendaknya
tumbuh dan muncul, dipilih dan diberi legitimasi
kepemimpinannya dalam konteks itu.
Karena yang diidealkan adalah seorang pemimpin
yang peka membaca ke-ada-an dan suluk dalam ber-
ke-ada-an. Dia harus memiliki mata yang sanggup
untuk melihat segala kelebihan dan keterbatasan
dengan tulus dan jujur. Dia harus memiliki telinga yang

44 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


mampu mendengar jeritan dan tangisan kemanusiaan.
Pun, harus memiliki kaki dan tangan yang mau
mengangkat sekaligus menempatkan kebutuhan
segenap warga negara pada tempat yang disebut
sebagai kesejahteran.
Pemimpin harus bergulat-gumul dalam setiap
pergulatan kemanusiaan manusia kapan saja dan di
manapun. Dalam konteks ke-kita-an sebagai bangsa,
pemimpin harus merupakan prototipe dari, oleh, dan
untuk rakyat itu sendiri. Sebuah wujud demokrasi
yang bertubuh. Dalam artian itu, politik dan kekuasaan
yang diemban oleh seorang pemimpin sudah barang
tentu akan selalu menjauhkan diri dari watak yang
mencederai kemanusiaan, arena dalam praktiknya
sudah dimampukan sebagai alat (medium) untuk
menegakkan dan merawat keutamaan-keutamaan
kemanusiaan.
Pemimpin kemanusian inilah yang dibutuhkan
Indonesia saat ini. Seorang pemimpin revolusioner
bagi kemanusiaan. Pemimpin kemanusiaan. Bukan
sekedar sebagai revolusioner politik. Apalagi pemimpin
politik yang kita sebut sebagai politisi. Mengapa? Agar
dalam dan melalui praktik politik dan kuasa yang
diembannya, ke-kita-an Indonesia sebagai bangsa yang
berlandaskan pada Pancasila dapat terwujud. ***

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 45


46 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi
Bab 4
REVOLUSI JOKOWIAN DAN
REVOLUSI KITA
- Agustinus Edward Tasman -

R
ealitas politik bangsa ini menghadirkan
fenomena yang tidak lazim dua tahun
belakangan. Fenomena itu adalah kehadiran
sosok Joko Widodo, yang lebih populer sebagai Jokowi,
di pentas politik nasional. Kalau kebanyakan politisi
hanya hadir secara biasa-biasa saja, Jokowi berbeda.
Ia membawa serta Jokowi effect beserta kehadirannya
dalam dan bagi politik demokratik Indonesia.
Sementara efek ini diperkirakan tetap ada hingga
beberapa waktu ke depan, kini sejarah republik berada
dalam genggamannya. Hanya dalam waktu hampir
dua tahun, politik demokratik Indonesia yang sudah
dipengaruhinya tersebut, balas menghadirkannya

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 47


sebagai kandidat kuat suksesor SBY sebagai Presiden
bangsa ini. Tidak bisa disanggkal, Jokowi adalah
sebuah keajaiban Politik Demokratik Indonesia.

Revolusi Mental, Sebuah Pembacaan


Dalam hubungannya dengan Jokowi, menarik
menyimak gagasan Revolusi Mental yang dilontarkan
Jokowi pada 9 Mei 2014 lalu di harian Kompas. Ini kali
pertama Jokowi menuliskan pandangannya tentang
dan menawarkan jalan keluar bagi, apa yang disebutnya
paradoks pelik dan permasalahan bangsa ini.
Reformasi memang telah berjalan selama 16 tahun
lebih, katanya. Akan tetapi kenapa masyarakat kita
bertambah resah dan bukannya tambah bahagia atau
dalam istilah anak muda sekarang semakin galau?,
demikian pertanyaan kunci tulisannya
Setelah dibaca lebih jauh maka permasalahan
bangsa ini ketika reformasi itu merekah di zamrud
khatulistiwa, ternyata terlalu mengandalkan
perombakan institusional tanpa bersibuk dengan
perombakan manusianya yang justru menjalankan
sistem. Akibatnya, korupsi masih saja merajalela bahkan
kian merebak, intoleransi terhadap perbedaan semakin
berkembang, muncul kecendrungan menggunakan
kekerasan dalam memecahkan masalah, pelecehan
hukum dan sifat opurtunis.
Paradoksnya, semua itu berlangsung bersamaan
dengan pujian yang mengalir deras dari seantero dunia

48 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


terhadap keberhasilan reformasi kita menghadirkan
kebebasan politik demokratik berikut kesejahteraan
ekonomi yang dihadirkan kepemimpinan yang
dihasilkannya. Keberhasilan reformasi kita menjadi
model pembelajaran bagi bangsa lain yang juga
mengalami transisi dari rezim despotik-otoritarian ke
demokrasi.
Maka, untuk apa semua pujian itu bila permasalahan
pelik tersebut hanya menghasilkan masyarakat yang
kian bertambah resah di atas? Protes-protes yang
merebak di berbagai kota, besar-kecil, hingga ruang
publik-media massa dan sosial, yang bisa dilihat dengan
mudah belakangan ini mestinya menjadi awasan serius
karena kian mencapai proporsi yang mencemaskan.
Pembiaran semua itu hanya akan membuat semua
keberhasilan reformasi lenyap bersama kehancuran
bangsa. Karena itu, kita membutuhkan apa yang
disebutnya sebagai Revolusi Mental, yang tiga
jumlahnya, yakni paradigma, budaya politik
dan pendekatan national building baru, demikian
kurang lebih Jokowi memberi latar dan landas atas
gagasannya.
Apakah bangsa ini, memang membutuhkan
revolusi (mental) sebagiamana yang ditawarkan
Jokowi tersebut. Secara paradigmatik, seseorang bisa
menerima atau menentang pandangan dan tawarannya
tersebut sebagaimana tanggapan yang begitu luas dan
beragam dari banyak kalangan.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 49


Bagaimanapun dalam kesederhanaanya, tulisan
Jokowi tersebut mampu memantik ingatan kolektif
bangsa ini terhadap generasi Soekarno-Hatta cs yang
kerap menuliskan pandangan dan penilaiannya di
media-media massa yang tersedia pada masa itu-
milik pribumi atau pendukung kolonialisme Belanda,
tentang situasi/persoalan serta solusi versinya mereka
masing-masing terhadap situasi/persoalan yang
sudah dan sedang melingkupi kehidupan warga
atau calon warga negara dalam hal Soekarno-Hatta
cs yang sedang dan dan sudah mereka perjuangkan
kemerdekaannya.
Akan tetapi terlalu mereduksi kehadiran fenomena
ini pada posisi persetujuan atau penentangan masing-
masing penanggapnya dalam setiap wujudnya-baik
yang dinyatakan secara verbal maupun tulisan, berisiko
membuat kita abai menimbang dan meletakkan
gagasan yang ditawarkan tulisan tersebut secara tepat
dalam tolak-tariknya dengan candidacy Jokowi kini
sebagai calon presiden dan revolusi kita sendiri yang
mungkin telah diam-diam kita kerjakan sendiri-sendiri
dalam konteks keindonesiaan? Bagaimana pula agar
Revolusi Mental itu tidak centripetal dalam operasinya
kelak atau tidak jatuh kembali pada gambaran Revolusi
yang pernah dihadirkan rezim Soekarno dahulu kepada
kita yang justru diam-diam dijadikan Jokowi sebagai
rujukan historik gagasannya?

50 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Joko Widodo, Dalam Konteks
Indonesia sedang mengalami moment terbaik
dalam lintasan politik demokratiknya. Ketetapan
seluruh elemen warganya pada 1998 untuk menjadikan
demokrasi sebagai sistem pengaturan kehidupan
politiknya kini perlahan-lahan berbuah manis.
Kekurangan memang masih tetap ada di sana-sini,
akan tetapi munculnya pemimpin-pemimpin yang
sadar akan tugas dan tanggung jawab demokratiknya
terhadap warga, sedikit menerbitkan kembali
optimisme yang sempat meredup karena berbagai
sebab. Jokowi bisa dibilang termasuk salah satu dari
jenis pemimpin seperti yang dikatakan tersebut.
Kepemimpinan memang sudah lama menjadi
problem dan karena itu obsesi bangsa ini. Selalu ada
harapan besar yang dipikulkan rakyat kebanyakan
pada sistem dan para pemimpinnya yang dilahirkan
sistem tersebut untuk menghadirkan kesejahteraan
dalam segala arti bagi kehidupan mereka. Akan
tetapi, sistem satu menggantikan sistem yang lain
berikut pemimpinnya, namun hasil yang dibawanya
kebanyakan senantiasa berbanding terbalik.
Selalu hanya segelintir yang merasakan susu dan
madu kepemimpinan tersebut. Yang kebanyakan
(the rest of the people) merintih tak berdaya dalam
lingkaran setan kemiskinan. Lalu eskapisme merebak
dikalangan para pemimpin. Mereka lebih suka
berlomba dan mengeskploitasi kharismanya masing-

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 51


masing untuk dihomati dan dinilai rakyat berwibawa.
Terbitnya biografi-biografi tebal-tipis yang memenuhi
rak penjualan berbagai toko buku belakangan ini bisa
dilihat sebagai gejala ini. Kebiasaan bernyanyi yang
diumbar untuk menghibur psikologi sosial publik juga
gejala lainnya. Tidaklah mengherankan bila seabad
lebih menentukan nasibnya di tangan sediri, potret
kebesaran bangsa ini masih saja tidak berbeda
dari yang dahulu. Bangsa ini hanya bangsa besar
karena besarnya teritori dan melimpahnya kandungan
kekayaan alam di dalamnya, serta banyaknya
jumlah penduduk yang menghuninya, bukan karena
kepemimpinan itu, misalnya, berhasil mengentaskan
setengah dari populasi yang miskin itu. Kebanyakan
kekayaan alam itu kini justru dikelola asing. Tidak
pernah keluar dan bisa lebih dari itu.
Reformasi 1998 yang meniscayakan demokrasi pada
mulanya seakan menjadi jawabannya. Akan tetapi,
rakyat tetap saja memilih pemimpin dari pemilihan
ke pemilihan dalam orde tersebut, tetapi pemimpin-
pemimpin yang lahir dari prosedur yang ada tidak
banyak yang bisa memperbaiki keadaan. Kebanyakan
malah terjebak dan bergenit ria dalam iklim politik
yang sudah tidak kondusif-konstruktif. Tidak sedikit
di antaranya malah bekas aktivis yang tidak lagi tahan
terhadap panas teriknya jalanan.
Era pasca 1998 sebenarnya praktis menjadi era
partai-partai. Untuk sekali lagi partai-partai politik

52 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Indonesia menjadi substrate politik negara yang praktis
menjalankan fungsi menggelar, menjalankan dan
mencetak sumber daya untuk mengisi public office. Tetapi
hampir semua partai politik kini bukan lagi menjadikan
ideologi sebagai basis aktivitasnya. Semuanya menjadi
partai elektoral sepenuh-penuhnya yang senantiasa
sibuk mengejar kekuasaan hingga dengan cara membeli
dukungan konstituen secara etik sekalipun. Sebagian
lagi malah mulai perlahan menanamkan darah
keturunan pendiri atau pemimpin teras partai untuk
menjaga akses keluarga/golongannya dalam partai.
Akibatnya sungguh ironis, partai-partai kita kini gagap
bicara program tetapi lihai meniup dan menggalang
dukungan berbasis primordik.
Kader yang tidak lain merupakan calon pemimpin
politik masa depan yang sudah terlatih dan teruji
kemampuan dan loyalitasnya dalam partai, tidak
pernah bisa diharapkan muncul dari partai politik
semacam ini. Kaderisasi hanya jadi papan nama
pengurus teras partai yang dipercayakan untuk itu.
Kalaupun ada bakat-bakat besar di sana dengan
segera sistem mem-bonsai-nya. Sistem kaderisasi partai
politik cenderung lebih suka politisi yang sudah jadi
agar hemat biaya dan malah mendapat pembiayaan
ekstra pula dari kader luar partai yang direkrut. Ini
tentu mengurut dada karena sipilisasi politik ternyata
tidak lebih baik dari militerisasi politik yang jadi soal
bangsa ini selama Orde Baru. Sementara kader-kader

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 53


partai potensial tidak sedikit yang menjadi frustrasi
berada dalam ekologi ekonomi politik kepartaian
seperti ini, kawan-kawan mereka di militer justru tetap
berjalan karirnya.
Memanfaatkan kemampuan kita menoleh ke
belakang, semakin kelihatan bahwa meski telah
menginjak 16 tahun berjalannya reformasi yang
menandai pelepasan dari sistem politik otoritarian
Orde Baru menuju demokrasi, sistem itu justru terbukti
tidak serta merta membawa bangsa kita kepada kondisi
ideal yang selalu digembar-gemborkan pencetusnya.
Sistem demokrasi representasi yang dulu kita percayai
akan memediasi semua keberbedaan politik yang ada,
ternyata tetap senantiasa elitis dalam karakter dan
operasinya. Sama sekali tidak populis.
Ketidaktegasan kita memutuskan untuk melepaskan
diri dari seluruh anasir Orde Baru, termasuk dan
terutama dari orang-orangnya, di sisi lainnya lagi,
ternyata harus dibayar mahal. Reformasi kita bak
gerbong kereta baru yang menarik-sambung gerbong
lama yang lazim kita saksikan pada moda transportasi
perkeretapian kita. Kereta masih bisa melaju memang,
tetapi larinya begitu lambat dibanding kereta cepat
negara-negara lain yang mengalami transisi serupa.
Bahkan berpotensi salah jalur dan tidak pernah,
dan bisa jadi tidak akan pernah bisa, mencapai
stasiun tujuannya mengingat kini, penumpang-
penumpang gerbong lama bahkan sudah berangsur-

54 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


angsur menguasai gerbong baru tersebut. Berada
dalam kondisi semacam ini akan membuat siapapun
masinisnya tidak bisa membuat dan menjalankan
kebijakan dan program-program yang minus malum
bagi semua penumpangnya.
Kehadiran Jokowi seakan membawa harapan
baru. Menimbang apa yang sudah dikerjakannya di
Solo dan Jakarta, untuk sekali lagi kita bisa diyakini
setelah reformasi, inilah masa serba stagnan itu akan
segera berlalu. Harapan itu begitu membumbung
tinggi dan dengan mudah direkam pelbagai lembaga
riset politik yang ingin mencari tahu siapa kira-kira
suksesor SBY yang dikehendaki mayoritas warga.
Kenyataan yang dihadirkan lembaga-lembaga riset
ini kemudian mengubah konstelasi politik nasional
secara drastis. Prabowo yang mengungguli hampir
semua tokoh bakal pesaing-pesaingnya dalam Pilpres
bukan saja menantang penantang serius, tetapi lawan
tangguh yang berpotensi mengalahkannya. Tanpa
pernah diduganya, persetujuannya dan partai yang
dipimpinnya terhadap candidacy Jokowi dalam Pilgub
DKI terrnyata menjadi boomerang baginya sendiri
ketika Jokowi mendapatkan panggung, soroton dan
kesempatan yang begitu lempang menuju kursi RI 1.
Prabowo kini harus rela mendapati dirinya kalah
unggul dari Jokowi dalam jajak pendapat tersebut. Apa
yang terjadi pada Prabowo tidak jauh berbeda dengan
yang terjadi pada Megawati. Realitas politik produksi

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 55


survey tersebut memaksanya menepi memberi jalan
bagi masuknya anasir non Soekarno berdasarkan darah
dalam diri Jokowi. Agar tetap relevan di hadapan
pendukung dan calon pemilih partainya, Megawati
harus rela membuang jauh-jauh asanya untuk comeback
ke kursi RI 1.
Torehan rekam jejak Jokowi yang berkemilau itu
sesungguhnya agak ganjil bila bila kita memeriksa
hikayat kemunculan dan jejak rekam perjalanan
karir Jokowi di awal-awal. Sebagaimana hikayat jejak
rekam para politisi nasional-subnasional non Orde
Baru umumnya, Jokowi sang tukang kayu oleh
sejarah dan warganya dipercaya sebagai pemimpin.
Demokratisasi politik yang diamanatkan reformasi
1998 memungkinkan kiprahnya diterima dalam
politik formal. Ia maju sebagai walikota Solo dan
memanfaatkan kekuasaannya secara maksimal untuk
menghadirkan perkembangan laju pesat bagi warganya
di banyak bidang kehidupan mereka. Maka hukum
besi demokrasi yang lebih menyukai pemimpin yang
berhasil berlaku padanya. Kursi yang sama seakan
sudah pasti menjadi tempatnya lagi ketika Pemilukada
berikutnya digelar. Ia masih memilih maju bersama
pasangan duetnya 5 tahun sebelumnya. Rakyat yang
dipuaskannya tidak bisa menghentikan diri bercerita
tentang apa yang sudah diperbuat kedua pasangan
ini pada periode pertama pemerintahan mereka,
terus menerus. Dalam situasi semacam ini, tidak sulit

56 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


bagi keduanya memenangkan kursi walikota-wakil
walikota tersebut untuk kedua kalinya; sama sekali
tanpa banyak berkampanye.
Namun, Jokowi berlatar belakang sebagai pengusaha
mebel sebelum memasuki gelanggang politik. Bila
kita membaca kembali hasil riset pada kurun waktu
tersebut, kaum pengusaha dalam kebanyakan
riset yang dikerjakan sering dikatagorikan sebagai
kelompok socio-ekonomi-politik yang eksistensinya
justru menjadi parasit yang melapukkan secara cepat
gerak ekstensif demokratisasi yang baru bertumbuh
seumur jagung di Indonesia. Riset yang dilakukan
Demos misalnya sudah menemukan empat pokok
Masalah Demokratisasi di Indonesia pasca Orde Baru
(2003-2005), yakni pertama, Defisit Demokrasi, kedua,
Demokrasi Oligarkis, ketiga, Representasi Semu,
keempat, Marjinalisisasi kelompok pro demokrasi.
Kontribusi kaum pengusaha begitu besarnya bagi
kemunculan masalah-masalah tersebut. Kepentingan
bisnis yang hampir senantiasa prioritas dan dasar
aktivitas politik golongan ini dianggap sebagai akar
soal. Kawin mawin kepentingan antara mereka dengan
politisi membuat demokrasi mengalami defisit dalam
kerangka riset Demos, atau dislokasi dalam cara pikir
Laclau-Mouffean (1985) dan menyuburkan oligarkisme
politik.
Akan tetapi bila riset ini ditinjau dari sudut yang
berlawanan, inilah justru masa gerak balik kaum

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 57


pengusaha memasuki gelanggang politik dalam politik
Indonesia. Mereka bangkit kembali dan berkiprah
setelah sekian lama Orde Baru hanya menyeleksi secara
ketat segelintir saja orang-orang dari kalangan ini untuk
mendukung dan mengoperasikan sistem monopoli state
favour yang menguntungkan secara mutualis semua
pihak yang terlibat dalam kekerabatan ekonomi terbatas
tersebut. Jokowi ada dalam rombongan besar itu. Ia
menemukan demokrasi yang terbuka dan membuka
kesempatan politik yang sama terhadap semua orang
dan momentum baik untuk maju sebagai Kandidat
Walikota Solo. Sebaliknya, demokrasi menemukannya
sebagai pemimpin berhasil yang pernah dihasilkannya
di dan bagi warga Kotamadya Solo.
Karena itu Jokowi bisa dibilang keajaiban sistem
politik kita karena meski ia lahir dalam kondisi di
atas, akan tetapi ia justru bisa melepaskan diri hingga
berkembang menjadi seperti saat ini dari situasi yang
juga dikritiknya habis-habisan dalam tulisannnya di
atas. Keberadaan dan kandidasi sebagai calon presiden
saat ini membantu menutup gambaran diametrik
sistem politik yang centang perenang di atas dengan
optimisme masa depan yang lebih baik.

58 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Bab 5
REVOLUSI PEMIMPIN,
PEMIMPIN REVOLUSI
- Marianus Nuhan -

S
ALAH satu faktor penting untuk mengurai
krisis multidimensi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara saat ini adalah kebutuhan akan
kepemimpinan politik-pemerintahan yang kuat di
semua level dengan kemauan politik yang tinggi untuk
mengatasi krisis yang sistemik itu.
Kendatipun tulisan ini hanya menyasar ke soal
kepemimpinan dalam bidang politik-pemerintahan,
tetapi ikhtiar yang sama juga ditujukan kepada
kepemimpinan-kepemimpinan sosial di berbagai
bidang, seperti di bidang keagamaan, masyarakat
adat, atau gerakan-gerakan sosial kemasyarakatan
lainnya.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 59


Ibarat pepatah: ikan busuk mulai dari kepalanya,
demikian dapat dikatakan bahwa realitas krisis
multidemensi yang sistemik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara saat ini untuk sebagian
besarnya disebabkan langsung atau tidak langsung
oleh para pemegang kekuasaan publik yang kita sebut
sebagai pemimpin. Maka revolusi (mental) itu harus
dimulai dari (para) pemimpin.
Mulai dari pemimpin, tidak bermaksud bahwa
rakyat tidak mempunyai inisiatif untuk bergerak
melakukan perubahan. Karena dari perspektif yang
lain, ketika pemimpinnya bobrok, gerakan-gerakan
perlawanan harus dimulai dari rakyat.
Mulai dari pemimpin hanya sekadar menunjukkan
pentingnya seorang pemimpin, memulai dari dirinya
sendiri (lingkungan-kelompoknya) melakukan
perubahan-perubahan yang lebih fundamen dan
signifikan dalam mengatasi krisis multidemensi yang
sistemik itu. Mengapa?

Pemimpin Bandit
Praktik demokrasi kita saat ini belum melahirkan
pemimpin politik-pemerintahan yang bekerja melayani
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam
negara demokratis. Pemilihan umum sebagai sebuah
mekanisme demokrasi tidak lebih dari sekedar
sebuah prosedur pemilihan pemimpin yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan kedaulatan rakyat.

60 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Pemilihan umum hanya melahirkan, meminjam
istilah Mancur Olson (Power and Prosperity, 2000)
bandit, atau hanya mengganti satu bandit dengan
bandit yang lain atau semakin memantapkan posisi
bandit yang ada. Para bandit ini datang mengemis
suara rakyat saat pemilihan umum dengan aneka janji
dan uang (money politics), lalu pergi meninggalkan
rakyat setelah mendapatkan suara rakyat dan mulai
bekerja untuk menjarah/merampok semua kekayaan
dan sumber daya yang seharusnya diperuntukkan
untuk kesejahteraan rakyat.
Bandit yang bodoh akan kehilangan kesempatan
dalam pemilihan umum berikutnya (roving bandits),
sedangkan bandit yang sedikit lebih pintar coba
memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin supaya
dapat dipilih lagi dalam pemilihan umum berikutnya
(stationary bandits). Ketika proses demokrasi lima
tahunan itu datang lagi, para bandit yang lain, sudah
siap menunggu giliran untuk masuk arena.
Maka tidaklah heran kalau Indonesia yang dipimpin
oleh para bandit (baik di lembaga eksekutif, legislatife,
maupun yudikatif) ini sulit keluar dari aneka persoalan
yang menderanya, malahan menyumbangkan
krisis yang semakin sistemik dan terstruktur dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Para bandit demokrasi ini membajak mekanisme
demokrasi untuk kepentingan mereka sendiri atau
kelompoknya. Mereka memang dipilih dari rakyat,

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 61


tetapi tidak untuk rakyat apalagi oleh rakyat, sehingga
setelah terpilih mereka tidak lagi memikirkan rakyat
atau mengemban amanat kedaulatan rakyat. Sebut
saja gelombang praktik korupsi berjemaah yang terjadi
berulang-ulang di lembaga eksekutif, legislatif maupun
yudikatif, baik di pusat maupun di hampir semua
daerah karena adanya otonomi daerah. Semuanya
dilakukan secara masif dan tidak mempedulikan
rakyat sama sekali.
Hingga Februari 2013 saja, Indonesia Corruption
Watch (ICW) melansir ada 291 kepala daerah di
Indonesia tersangkut korupsi (yang terdiri dari
gubernur 21 orang, wakil gubernur 7 Orang, bupati 156
orang, wakil bupati 46 orang, walikota 41 orang dan
wakil wali-kota 20 orang). Tentu saja data ini belum
termasuk korupsi yang dilakukan oleh para menteri
dan pembantu-pembantu lembaga eksekutif di tingkat
pusat.
Di lembaga legislatif, anggota DPRD kabupaten/kota
yang terjerat korupsi tercatat sebanyak 431 orang dan
DPRD Provinsi 2.545 orang. Belum terhitung di DPR
pusat. Korupsi malah sudah terjadi sejak pembahasan
APBN di Badan Anggaran DPR seperti yang ditunjukkan
antara lain dalam kasus Hambalang.
Di lembaga yudikatif, kita melihat ada banyak
hakim dan jaksa yang terjerat korupsi dan yang paling
menghebohkan adalah yang dilakukan oleh Akil
Mochtar, mantan ketua Makamah Konstitusi. Mafia

62 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


peradilan masih saja terus berlangsung, malahan
semakin heboh dan mengerikan.
Tidak cukup hanya itu, para bandit ini juga
menggadaikan kekuasaan yang diperolehnya dari
rakyat kepada para kapitalis (korporasi/pengusaha).
Dengan kemampuan finansial yang mereka miliki,
para kapitalis (baik lokal maupun global), membeli
para bandit ini dan menjadikan mereka sebagai aktor
yang menjalankan perintah dan kehendak kapitalis
ketika berkuasa. Lihat saja praktik penjarahan yang
dilakukan oleh korporasi yang berkolusi dengan
penguasa melalui arus deras investasi perusahaan-
perusahaan besar yang mempersempit ruang hidup
rakyat dengan menjarah tanah, hutan, air dan sebagian
besar sumber penghidupan rakyat.
Data ICW menunjukkan bahwa menjelang dan
sesudah pemilihan umum kepala daerah, pemberian
izin usaha pertambangan atau konversi lahan/hutan
marak terjadi. Atau fakta lain, bagaimana perusahaan-
perusahaan besar berada di balik biaya politik pemilihan
kepala daerah. Semuanya bukan tanpa imbalan.
Noreena Hertz (The Silent Takeover; Global Capitalism
and The Death of Democracy, 2001) misalnya menunjuk
bahwa perusahaan-perusahaan multinasional sekarang
ini semakin berdaulat/berkuasa (korporatokrasi) dan
bukan lagi rakyat. Kolusi antara pemimpin/penguasa
dan pengusaha yang menyengsarakan rakyat semakin
menjadi-jadi. Dan anehnya, semuanya sebagian besar

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 63


dilakukan sesuai aturan/kebijakan pemerintah karena
peraturan, kebijakan atau undang-undang, yang
seharusnya dibuat untuk melindungi kepentingan
rakyat (umum) dibelokkan untuk melindungi
kepentingan kapitalis/korporasi.
Kolusi dan suap antara pemegang kekuasaan
publik (politik-pemerintahan) dan pemilik uang
swasta (bisnis/pengusaha/korporasi) ini menjadi
salah satu masalah fundamen dalam politik
pembangunan di Indonesia saat ini yang melahirkan
begitu banyak persoalan turunan yang menyebabkan
krisis, bukan hanya di bidang politik-ekonomi, tetapi
juga di bidang sosial-budaya, lingkungan hidup, dan
kemanusiaan.
Fakta yang membenarkan tesis ini dapat kita lihat
dalam kasus pertambangan yang ada di berbagai
tempat. Dengan mengungkap sedikit saja fakta dari
sekian banyak persoalan yang ada, saya sebenarnya
mau mengatakan bahwa sejak awal kehadirannya
untuk berkuasa, pemimpin politik-pemerintahan itu
sudah bermasalah dari dirinya sendiri dan atau sistem
yang membelenggunya. Bagaimana tidak, proses
demokrasi yang hanya pelaksanaan prosedural semata
(demokrasi prosedural) dengan biaya politik tinggi,
apalagi disertai kecurangan dan money politics, dapat
melahirkan pemimpin politik-pemerintahan yang
bersih dan amanah, yang memikirkan, mendengarkan,
dan melayani rakyat?

64 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Faktanya, walaupun kedengarannya sangat kasar,
kita mempunyai lebih banyak pemimpin bandit
daripada pemimpin rakyat yang menjalankan amanat
rakyat. Karena itu revolusi (mental) harus dimulai
dari pemimpin, sebelum rakyat menjadi muak dan
menggelorakan revolusi rakyat.

Revolusi Mental Pemimpin


Ada banyak agenda perubahan revolusioner yang
mesti segera dilakukan untuk keluar dari malapetaka
sistemik yang ada. Sekedar menyebut contoh, perlu ada
agenda revolusi di bidang politik, antara lain dengan
pembangunan demokrasi yang lebih substansial,
reformasi birokrasi yang produktif, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme serta melayani rakyat,
dan juga penegakan hukum yang tajam bukan cuma ke
bawah tetapi juga ke atas.
Di bidang ekonomi, antara lain dengan paradigma
pembangunan yang percaya kepada kekuatan
ekonomi kerakyatan dan koperasi yang berbasis pada
potensi-potensi lokal dan berhenti untuk melayani
dan menyembah ekonomi neoliberal-kapitalis-
konglomerasi-korporasi. Atau meminjam analisis
Cypri Jehan Paju Dale (Kuasa, Pembangunan dan
Pemiskinan Sistemik, 2013), sebuah agenda pembangunan
ekonomi baku peduli (dengan sesama manusia dan
alam ciptaan) yang berbasiskan pada nilai solidaritas,
semangat berbagi dan saling kerjasama di mana

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 65


semua diuntungkan, dan bukan hanya bicara soal
ekonomi uang.
Di bidang sosial budaya, antara lain perlu agenda
mendesak untuk melakukan revitalisasi komunitas
agar identitas dan spirit budaya tetap lestari sehingga
dapat berperan dalam pembangunan keindonesiaan
kita. Dan bisa dideretkan lagi di sini agenda-agenda
revolusioner di berbagai bidang yang lain. Tetapi
intinya adalah perlu adanya perubahan mendasar
dalam sistem dan tata kelola kehidupan sosial politik
dan sosial ekonomi kita saat ini yang lebih adil untuk
kesejahteraan semua rakyat (bonum commune).
Dan agenda perubahaan/revolusi itu sejatinya
lebih elegan kalau dimulai dari diri pemimpin
politik-pemerintahan itu sendiri. Antara lain mulai
dengan revolusi mindset/kesadaran bahwa menjadi
pemimpin rakyat itu berarti menjadi pelayannya
rakyat, bukan menjadi tuan atau rajanya rakyat yang
harus disembah apalagi harus mendapatkan upeti
dari rakyat. Tetapi bukan cuma revolusi di tingkat
kesadaran semata. Revolusi kesadaran semacam ini
harus juga mewujudnyata dalam sikap, praktik dan
tindakan sang pemimpin. Dalam revolusi kesadaran
bahwa pemimpin adalah pelayan rakyat misalnya, kita
akan melihat apakah sang pemimpin itu dekat dengan
rakyat, mendengarkan rakyat, lalu mencetuskan
program dan kebijakan yang pro-rakyat atau tidak? Di
sini kita akan melihat rekam jejak dan integritas moral

66 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


sang pemimpin, yang menjadi salah satu unsur penting
dalam memimpin selain kompetensi.
Pemimpin dengan kompetensi dan integritas
moral yang baik memang lebih memberi harapan
dan dapat menggerakkan perubahan ke arah yang
lebih baik. Apalagi kalau perubahan revolusioner ke
arah itu diagendakan dan digelorakan sendiri oleh
sang pemimpin yang rekam jejak baiknya sudah dia
tunjukkan dan kita ketahui. Tentu bukan jalan tol
bebas hambatan menuju perubahan ke arah yang baik
itu, tetapi paling tidak ada kekuatan moral dari dalam
diri sang pemimpin sendiri yang kemudian berkoalisi
dengan kekuatan rakyat untuk melakukan perubahan/
revolusi.
Dengan rekam jejak dan integritas moralnya itu,
kita dapat berharap misalnya pemimpin dan segenap
aparatnya (baik di lembaga eksekutif, yudikatif,
dan legislatif) mulai tidak menjadikan birokrasi,
parlemen, dan pengadilan sebagai lahan korupsi
untuk memperkaya diri (kelompok atau partainya)
atau menggadaikan kekuasaan yang diperolehnya dari
rakyat dengan uang korporasi, sebagaimana terjadi
sekarang, dan menjadi salah satu persoalan serius
bangsa dan negara ini.***

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 67


68 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi
Bab 6
Kepemimpinan Politik
Demokratis
- Max Regus -

P
ilihan sistem berpolitik dan usaha
membangun tata kelola kekuasaan yang
efektif dan konstruktif terhadap kemajuan
sosial merupakan salah satu kebutuhan mendasar era
reformasi satu dekade ini. Secara teoritik, ini tidak
hanya berhubungan dengan formalisme politik dan
kekuasaan melainkan bersentuhan dengan konkretisasi
keberpihakan politik demokratis yang mendorong
tumbuhnya lingkup kehidupan sosial politik yang
semakin bermartabat dan berkeadilan.1
Tidak terhindarkan juga bahwa reformasi ini
telah dimaknai sebagai arus perubahan radikal yang

1 Michael J. Sodaro, Comparative Politics: A Global Introduction, 2nd edn, Boston:


McGrew-Hill, 2004 (Chapter II: Political Culture, pp. 250 - 269

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 69


menyentuh berbagai aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia, seperti politik, hukum,
ekonomi, sosial, dan budaya. Dan, tentu saja bergerak
dan berubah dalam ruang demokrasi. Karena itu,
sejarah sosial politik ini seringkali disebut dengan
reformasi demokratis.
Transisi menuju demokrasi membutuhkan banyak
prasyarat yang harus mendapatkan perhatian publik
dan kekuatan politik di Indonesia. Salah satu isu
penting yang seringkali mendapatkan sorotan utama
adalah kebuntuan sistem birokrasi yang telah menjadi
bagian dari penyebab krisis politik rezim Orde Baru.
Tidak dapat disangkal bahwa praktik birokrasi menjadi
faktor penentu yang sangat besar terhadap kondisi
keterpurukan Bangsa Indonesia dalam krisis multi
dimensi yang berkepanjangan.
Kondisi ketidakberdayaan para pemimpin politik
baru dalam memperbaiki format dan suasana politik
baru memunculkan dua sikap sekaligus. Pertama, publik
menuntut perubahan serba cepat di tingkat institusi-
institusi politik publik. Sesuatu yang sekian sering
berbenturan dengan banyak keterbatasan internal. Hal
ini menimbulkan rasa frustrasi publik yang menggumpal
dalam kadar ketidakpercayaan publik terhadap
pemerintah dalam jumlah yang semakin membesar.
Kedua, sungguh ironis, di tengah kiprah politik yang
belum memuaskan hati rakyat, sebagian masyarakat
Indonesia justru merindukan pemerintahan Orde Baru

70 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


yang dinggap dapat memberikan kemapanan kepada
masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat
semu.
Sesudah Indonesia meninggalkan era Orde Baru
hampir satu dekade terakhir ini kultur dan mentalitas
politik tetap menjadi salah satu persoalan serius. Ada
anggapan bahwa iklim reformasi belum menyentuh
substansi keberpihakan politik para pemimpin kepada
rakyat. Para pemimpin dan wakil rakyat kadangkala
menghadirkan diri sebagai kekuatan dominan yang
memiliki segala macam privelese sosial, politik dan
ekonomi melebihi elemen-elemen lainnya dalam
konteks Indonesia pasca rezim Orde Baru.2
Kepemimpinan politik akan menentukan seberapa
dekat politik dengan rakyat, sebesar apa perhatian
kekuasaan dan kekuatan politik terhadap kehidupan
sosial rakyat. Kepemimpinan politik demokratik adalah
rangkaian kemampuan dan kecerdasan personal dan
institusional untuk menggerakkan politik dan kekuasaan
bagi kepentingan masyarakat banyak. Kepemimpinan
politik tergambarkan dalam segala hasrat dan kehendak
para pemimpin bergerak melampaui kepentingan diri
dan kelompok. Yang dibutuhkan politik kontemporer
adalah kualitas kepemimpinan politik demokratik
dalam diri pelaku politik kekuasaan pada semua level
baik nasional maupun lokal.

2 Bdk. HU Kompas, Pasti akan ada yang menentang, berkaitan dengan seruan
reformasi birokrasi di Departemen Keuangan Indonesia (9 Juni 2008)

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 71


Belajar dari Krisis
Kepemimpinan politik demokratis mengandaikan
ruang keprihatinan sosial politik yang kuat.
Bagaimana seorang pemimpin politik merasakan
krisis sosial ekonomi dan politik yang mendera rakyat
akan menentukan kualitas kepemimpinan politik
demokratis. Ini tidak berkaitan dengan konsepsi abstrak
melainkan bersentuhan dengan masalah konkret yang
bersinggungan dengan kehidupan publik.
Belajar menghadapi tantangan merupakan salah
satu ciri kepemimpinan demokratis yang dibutuhkan
untuk mendukung percepatan proses pembangunan.
Krisis sosial politik yang masih menyisakan banyak
masalah hingga sekarang ini merupakan tantangan
konkret bagi setiap pemimpin masa kini. Mereka yang
mendapatkan kepercayaan politik dari rakyat untuk
mengurus kepentingan asasi kehidupan mereka. Ini
berkaitan dengan aspek psikologi politik yang harus
diolah para pemimpin politik. Kedekatan emosional
secara politik pada muaranya akan berkaitan dengan
sikap empatik terhadap penderitaan rakyat.3
Pemimpin politik demokratis semestinya
menginspirasikan orientasi politik baru. Metode,
pendekatan dan gaya politik monolitis yang sekian
lama menjadi prioritas harus bisa direformasi dalam
bentuk politik partisipatoris. Di dalamnya rakyat

3 Jerrold M. Post, The Psychological Assessment of Political Leaders, Ann Arbor, MI:
The University of Michigan Press, 2003

72 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


menjadi unsur penting dan bukan sekedar pelengkap
untuk mendukung proses politik. Kepemimpinan
politik demokratis akan menjembatani jarak politik
antara rakyat dan para penguasa.
Kualitas kepemimpinan amat dibutuhkan untuk
melakukan dan mendorong perubahan orientasi politik.
Masyarakat masih memiliki banyak keterbatasan untuk
menjadi subyek dari keseluruhan proses politik. Ini
akan menjadi tantangan spesifik bagi para pemimpin
politik untuk menemukan dan menjalankan konsep
politik yang tepat dan efektif.
Di sini sesungguhnya sudah terkandung dua
prinsip penting dalam politik dan perdamaian yaitu
isi dari politik yang mengacu pada peningkatan
kualitas demokrasi dan konteks politik yang
mengacu persoalan konkret yang masih mengurung
masyarakat kebanyakan. Dua persoalan ini menjadi
konsiderans paling mendasar mengukur keberhasilan
kepemimpinan politik demokratis. Pada aras
konsepsional memang kita membutuhkan keseriusan
untuk melakukan transformasi paradigma politik
secara menyeluruh dengan menyentuh semua aspek
komunitas politik.
Pertama, strategi politik visioner akan mendekatkan
kehidupan dan praksis politik dalam ruang atmosfer
demokratisasi. Ini harus disadari karena terbukanya
akses politik yang semakin luas justru melemahkan
sendi-sendi politik demokratis. Tidak ada perangkat-

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 73


perangkat formal dan kultural yang cukup tangguh
untuk mengawal proses politik ini. Kecenderungan
menguatnya fenomena saling jegal di level perangkat
formal demokrasi mengisyaratkan ancaman serius
terhadap demokrasi kita.
Kedua, pemimpin demokratis mesti mendekatkan
permenungan dan pendirian politik pada kegelisahan
masyarakat umum. Pemimpin politik demokratis
akan memperlakukan praktik politik sebagai wahana
aktualisasi nilai-nilai fundamental demokrasi.
Kepemimpinan demokratis bagaikan palu godam
yang bisa menghantam dan menghancurkan stagnasi
demokratisasi. Pemimpin demokratis harus mau
mengonsolidasikan simpul-simpul demokrasi demi
kesejahteraan sosial. Ini menjadi penting agar demokrasi
kita bisa memiliki ketahanan dalam gelombang
perubahan sosial global yang semakin kuat.
Ketiga, kita biasanya menggampangkan persoalan-
persoalan penting berkaitan dengan garansi politik
bagi rakyat. Akses yang adil adalah salah satu prasyarat
dan ukuran mutlak demokrasi. Produk-produk politik
sudah sepatutnya membangun kenyamanan di ruang
publik.
Harus diakui pula bahwa bangsa kita masih
mengalami banyak masalah struktural dan kultural yang
tidak ringan dalam satu dekade terakhir ini. Gelombang
reformasi belum sepenuhnya mampu mendobrak
wilayah mentalitas politik yang terlalu mengutamakan

74 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


kepentingan spesifik dan parsial kekuatan politik. Para
pelaku politik seringkali bergerak dalam kekosongan
pemaknaan politik dan demokrasi pada kehidupan
konkret masyarakat. Banyak persoalan kerakyatan
yang tercecer akibat kelalaian politik para pemimpin
politik. Ini persoalan nyata. Maka, kepemimpinan
politik demokratis merupakan sebuah kebutuhan
mendesak di kekinian.
Pemimpin demokratis harus menjadi politik sebagai
kekuatan yang mendorong praksis perdamaian. Ini
menjadi sebuah pendekatan yang harus kita rintis
untuk menciptakan Indonesia masa depan yang lebih
baik. Aktivitas politik para pemimpin demokratis
sepenuhnya mengacu pada pemanfaatan secara optimal
sumber daya sosial yang ada pada level masyarakat.
Harapan akan masa depan bangsa yang lebih baik dari
kondisi sekarang ini harus melewati proses pemaknaan
politis sehingga melahirkan kebijakan-kebijakan
pembangunan dengan visi perdamaian yang kuat.
Sepertinya, kita memang suka menunda persoalan
paling mendasar ini.
Kepemimpinan politik demokratis akan
menjembatani nilai-nilai demokrasi dan mesin
birokrasi yang harus tetap bergerak untuk menyusun
kebijakan politik publik. Nilai demokrasi dan birokrasi
akan dikelolah dalam mekanisme kepemimpinan
politik demokratis. Kepemimpinan politik demokratis
akan mengusung nilai-nilai demokrasi sebagai

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 75


pijakan untuk mengunggulkan rangkaian kebijakan
politik yang mendorong kesejahteraan sosial. Tanpa
kepemimpinan politik demokratis makna kebijakan
publik akan menjadi alat bagi kekuasaan yang ada
untuk melakukan tindakan-tindakan represif. Oligarki
politik akan muara dari ketiadaan kepemimpinan
politik demokratis dalam tatanan politik demokratis. 4

Kepemimpinan Politik Demokratis


Kita berhadapan dengan sebuah pertanyaan penting
apakah demokrasi memiliki korelasi positif dengan
kemakmuran sosial.5 Pertanyaan ini menjadi aktual
ketika kita sedang memiliki keyakinan bahwa Pemilu
sebagai bagian proses demokratisasi akan menyisakan
nilai-nilai positif bagi masa depan bangsa. Lebih
jauh lagi menguatnya kepercayaan politik tentang
demokrasi sebagai jalan menuju kehidupan yang lebih
baik.
Kita tidak bisa menyangkal kenyataan bahwa
kepemimpinan politik merupakan salah satu pokok
persoalan dan simpul perdebatan penting selama
beberapa dekade ini. Banyak pengalaman yang
menunjukkan bahwa kepemimpinan politik akan

4 Ives Meny, The Institutionalization of Leadership, in Joseph M. Colomer (ed),


Political Institutions in Europe, 2nd edn, London and New York: Routledge, 2002,
pp. 95 133.
5 Michael Ross, Pengajar di University of California, LA dalam sebuah artikel
berjudul Is Democracy Good for The Poor? mengemukakan sebuah gugatan
fundamental berkaitan dengan korelasi demokrasi dan kemakmuran sosial.

76 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


menghadirkan banyak implikasi yang tidak terkira
dalam praksis sosial politik. Kepemimpinan politik
rezim Orde Baru tercatat dalam sejarah terutama
berhubungan dengan birokratisasi politik yang
membawa krisis sosial politik terburuk dalam sejarah
politik kita.
Ini merefleksikan praksis kepemimpinan politik
demokratis yang mengalami banyak masalah.
Akibat buruk dari kenyataan ini selalu dialami
masyarakat. Rakyat harus membayar biaya yang
mahal. Ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya,
dan ketidakpastian siapa yang bertanggung jawab
adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan
birokrasi. Kondisi ini cukup lama terbangun
sehingga membentuk sikap, perilaku, dan opini
bahwa pejabat politik dan pejabat birokrat tidak
dapat dibedakan.
Pasca reformasi, kepemimpinan politik demokratis
menjadi salah satu persoalan penting yang harus
mendapatkan perhatian para pelaku politik kekuasaan.
Kita memerlukan upaya-upaya percepatan reformasi
di tubuh birokrasi. Demokrasi membutuhkan institusi
untuk mempresentasikan nilai-nilai pemihakan bagi
kepentingan rakyat. Kesejahteraan dan kemakmuran
adalah cita-cita Indonesia. Birokrasi demokratik sebagai
antitesis dari birokratik otoritarian merupakan bagian
penting dalam kerangka mewujudkan Indonesia
postkolonial yang mampu mengatasi berbagai macam

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 77


pembatasan dan keterbatasan sosial, politik, ekonomi
menuju kemakmuran.
Krisis ekonomi dan sosial dalam bentuk kemiskinan
membawa banyak pesan menakutkan untuk kita
sekarang ini. Efek tragis krisis ini sudah menyusup
ruang-ruang kehidupan kita. Para buruh sudah mulai
kehilangan kepastian bekerja serentak rasa aman
menjalani kehidupannya. Kejahatan menjadi salah
satu pertimbangan yang diambil untuk meluputkan
diri dari amukan krisis. Kemanusiaan di kekinian
sudah berada di ujung tanduk. Ada kebutuhan mutlak
untuk membangun kembali kehidupan bersama yang
berkeadilan dan demokratis.
Kekhawatiran terus menekan kita sampai pada level
hilanganya keyakinan sosial untuk mempertahankan
kehidupan dengan cara yang manusiawi. Keguncangan
yang merembes pada ruang-ruang kehidupan
serta merta memurukkan alasan-alasan paling
mendasar untuk menegakkan tatanan sosial yang pro
kebersamaan.
Bahaya kerusakan social ekonomi masih terus
membayangi kehidupan kita hingga sekarang. Kondisi
ini menempatkan sebagian besar masyarakat pada
titik yang tidak menguntungkan untuk sebuah proses
recovery sosial. Ketersendatan solusi alternatif yang
menghindarkan publik dari deraan krisis mematikan
sekarang ini memicu ketidakpuasan sosial yang
bisa membahayakan sistem social wisdom untuk

78 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


mempertahankan kehidupan di tengah krisis yang
tidak pernah selesai ini.
Kita memang sedang tersekap pada pilihan-pilihan
yang sangat sulit. Kita seolah masuk dalam arena
kehidupan sosial yang tidak mengutungkan. Pilihan
politik yang satu seolah meninggalkan masalah pada
sisi lainnya. Tentu saja keadaan semacam ini tidak
semata harus dianggap sebagai kekurangan melainkan
peluang terbaik untuk membetulkan kembali hal-hal
yang masih kurang. Kepemimpinan politik demokratis
akan memberikan nuansa konstruktif terhadap proses
perubahan sosial politik.6
Ada beberapa sikap politik yang mencuat di tengah
problem sosial ekonomi yang menggenangi kehidupan
kita. Pertama, faksionalisme politik malahan semakin
mengkristal. Tidak ada arus konvergen politik untuk
melawan hantaman krisis ini. Kedua, energi politik
terkuras sekian banyak untuk mengurus konflik-konflik
sosial politik. Padahal, masyarakat membutuhkan
sebuah dedikasi politik konkret untuk menyelamatkan
mereka dari hajaran krisis ekonomi ini. Ketiga, target
politik jangka pendek seringkali menjadi orientasi
politik yang kuat.
Benar bahwa Pemilu 2014 harus menjadi
kesepahaman politik yang bersentuhan dengan
perbaikan kehidupan masyarakat Indonesia. Sebuah

6 Jon Piere and Peter B. Guy, Governing Complex Societies. Trajectories and
Scenarios, Basingstoke: Palgrave Macmillan, 2005, pp. 116-130

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 79


momentum politik untuk meracik ramuan-ramuan
yang bisa menyembuhkan bangsa kita dari kesulitan-
kesulitan serius sekarang ini. Kita menggalang usaha
bersama untuk memperbaiki kehidupan kebangsaan
dan kenegaraan yang mampu mewadahi kehidupan
sosial yang bermartabat.
Namun, melampaui semua proses ini, mesti ada
keyakinan bahwa rakyat memiliki banyak senjata
ampuh untuk meluputkan diri mereka dari seretan
krisis saat ini. Politik niscaya menjadi bagian dari
kegairahan sosial rakyat mengubah kehancuran
menjadi kemujuran yang meluapkan kemakmuran
dan kesejahteraan di ujungnya.
Resolusi sosial yang dilakukan rakyat merupakan
langkah alternatif yang jauh lebih substansial daripada
menunggu terjadinya proses politik demokratik
dan beradab untuk menyelamatkan sekian juta
anak Indonesia yang terkapar pada kemiskinan dan
kemeratan.
Kesenjangan politik menjadi fenomena kuat
belakangan ini. Kesenjangan politik ini pada gilirannya
menjadi sumber munculnya kecelakaan-kecelakaan
sosial, politik, ekonomi dan budaya yang semakin akut
saat ini. Implikasi-implikasi destruktif menghantam
rakyat secara langsung. Rakyat, yang terlempar dari
problematika politik, bukan saja tidak mempunyai
cukup mengelolah fenomena sosial yang berkembang,
melainkan terasing dari kebijakan-kebijakan publik.

80 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Negara yang dirasakan belum beriringan dengan
kehidupan konkret warga politik menimbulkan
persepsi sosial negatif yang tidak menguntungkan
perubahan sosial politik demokratik yang menjadi
pusat perhatian dan pilihan politik bersama. Ada
bahaya yang cukup kuat berupa fragmentarisasi yang
semakin menguat di level masyarakat. Akibat paling
parah adalah ketiadaan opini publik yang dapat
menekan negara untuk memikirkan secara serius
kehidupan sosial masyarakat.
Kepemimpinan politik demokratis dalam konteks
ini akan mampu mendorong performa negara
untuk memperhatikan kepentingan setiap individu.
Pemimpin politik demokratis akan mengelolah ruang
publik sebagai arena yang dijadikan pelaku politik
kekuasaan untuk menyusun kebijakan politik publik
demokratis. Keadaan ini tentu saja berlangsung dalam
kondisi normal. Apa yang terjadi dalam kondisi yang
tidak normal?
Kepemimpinan politik demokratis akan mampu
mengatasi kubu-kubu politik yang mengancam
demokrasi. Perang politik antar kekuatan politik
jika tidak ditangani dengan baik pasti tidak
mengutungkan secara sosial. Hanya mekanisme
kepemimpinan politik demokratis yang mampu
mendongkrak target-target pembangunan paling
realistis. Kepemimpinan politik demokratis Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dalam dua masa

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 81


pemerintahan ini memunculkan pola kepemimpinan
demokratis yang signifikan.
Kepemimpinan politik demokratis yang
menggabungkan kemampuan dan dukungan politik
warga negara. Kepemimpinan politik demokratis
seperti ini sangat diperlukan untuk mengembalikan
energi sosial politik yang hilang akibat banyak krisis
yang menyita perhatian bersama.7 Kemampuan
melampaui kepentingan kotak-kotak politik yang
beragam menentukan kualitas kepemimpinan politik.
Kemampuan ini ditentukan pola komunikasi politik
yang dikembangkan para pemimpin politik. Bagimana
cara mereka mengembangkan komunikasi politik
baik kepada sesama pelaku politik juga kepada warga
politik.

Mengawal Transisi Demokrasi


Kepemimpinan politik demokratis pada jarak yang
amat dekat akan berhubungan dengan penciptaan
pokok pemerintahan dan kekuasaan yang baik dan
bersih. Dalam diskusi kontemporer kita, hal ini
berkaitan dengan usaha mengamankan transisi menuju
demokrasi yang semakin berkualitas. Tentu dengan
ukuran dan standar yang akrab dengan publik politik.
Urgensitas bahasan ini ada pada sebuah kesadaran
bahwa dekade terakhir ini masih dianggap sebagai

7 Paul Brooker, Leadership in Democracy: From Adaptive Response to Entrepreneurial


Initiative, London: Palgrave Macmillan, 2005

82 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


bagian dari era transisi yang dibanjiri keterbatasan
manifestasi politik yang mendukung kehidupan bersama
secara efektif. Ketidakpuasan masyarakat berkaitan
dengan penanganan masalah-masalah korupsi dan
bentuk kekerasan politik lainnya semestinya menjadi
bahan perbaikan sosial politik penting.
David W. Lovell, seorang guru besar Ilmu Politik di
Universitas New South Wales dalam artikel berjudul
Corruption as A Transitional Phenomenon (2005),
menegaskan bahwa aspek transisional demokrasi
dengan banyaknya masalah di ruang hukum juga
instabilitas politik yang terus muncul memberikan
tantangan tersendiri terhadap banyak usaha transformasi
kehidupan bersama yang lebih demokratis. Selalu
ada bahaya bahwa para wakil rakyat yang diberikan
mandat kekuasaan di semua lapisan kekuasaan bisa
dengan mudah memainkan bola aturan sesuai dengan
keinginan mereka. Kecenderungan untuk melampaui
batas keadilan publik. Kepemimpinan politik
demokratis justru dibutuhkan untuk mengelolah
persoalan krusial semacam ini.
Profesor Lovell memperkenalkan dua pendekatan
utama untuk membaca masalah politik pada level politik
kekuasaan. Pertama, pendekatan struktural. Bagaimana
politik dibangun, kekuasaan membahasakan hasrat
dan tendensi mesin birokrasi pemerintahan bekerja
menjadi bagian dari telaahan perspektif struktural.
Kinerja para pemimpin politik akan menjadi standar

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 83


dan ukuran untuk melakukan verifikasi atas masalah
yang muncul di dalam konstruksi politik kekuasaan.
Kedua, pendekatan interaksional. Seperti virus yang
semakin kuat dan ganas, masalah dalam bidang politik
menghasilkan jejaring yang siap memangsa korban
yang semakin banyak. Lebih dari itu, pada konteks ini,
korupsi (koruptor) membangun sistem interaksional
yang sedemikian luas, meringkus birokrasi, mengaitkan
kekuatan pada para pemilik modal. Disadari ataupun
tidak, korupsi sebagai jaringan kejahatan bisa mengikat
ingatan bahkan nurani orang-orang terbaik di kancah
kekuasaan.
Menjembatani dua posisi ideal ini amat dibutuhkan
kepemimpinan politik dalam diri setiap pelaku
kekuasaan di setiap lembaga politik kekuasaan.
Kepemimpinan politik pada tempat pertama tentu saja
berhubungan dengan kemauan dan kemampuan setiap
pribadi untuk melakukan perubahan atas sikap dan
pilihan politik yang sekian lamabergerak berlawanan
dengan demokrasi.
Pemikiran dua ahli Dieter Haller dan Chris Shore,
dalam buku Corruption: An Anthropological Perspective
(2005) menegaskan situasi yang mendorong terjadinya
masalah politik krusial. Disebutkan ada semacam
proses institusionalisasi (pelembagaan) masalah politik,
melalui format hukum yang tidak berdaya menunjukkan
keadilan. Gejala ini tidak hanya meringkus mekanisme
hukum tetapi terutama pihak-pihak yang seharusnya

84 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


menegakkan dan menjalankan hukum dengan tekun.
Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan politik
demokratis sangat mengandalkan kepemimpinan
hukum yang kuat di sisi sebelahnya. Pendirian politik
demokratis akan mendapatkan aksentuasi yang kuat
di atas basis kepemimpinan hukum yang kuat juga.
Keduanya saling membutuhkan dan mengandaikan
kehadirannya.
Dalam konteks ini ada dua hal penting yang bisa
disebut sebagai sumber tragika politik dalam bentuk
korupsi. Pertama, apa yang disebut dengan skandal
korupsi telah memacetkan transformasi politik
demokratik sebagai prasyarat pencapain kesejahteraan
dan kemakmuran sosial. Skandal korupsi telah
menyebabkan hancurnya sirkulasi kemakmuran
yang semestinya pertama sekali menjadi bagian dari
kehidupan warga politik.
Kedua, usaha memerangi korupsi seringkali
berhadapan dengan semacam dramatic fraud. Yang
terbangun dengan lekas dalam kerangka ini adalah
usaha meluputkan diri sendiri dan melemparkan
kesalahan pada pihak lain. Bukan saja volumenya
tetapi para pembohongnya akan bergerak mulai
dari level terendah hingga level tertinggi kekuasaan
politik.
Kepemimpinan politik demokratis berdekatan
dengan kemampuan dan kecerdasan untuk mengawal
transisi menuju demokrasi. Mengamankan alur

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 85


demokratisasi agar tidak dibajak kepentingan sempit
dan kelompok tertentu. Ini membutuhkan keberanian
para pemimpin politik.

Mendobrak Elitisme Politik


Kepemimpinan politik merupakan aspek yang
utama dalam pengejawantahan nilai-nilai demokrasi.
Kepemimpinan politik tidak selalu berarti memiliki
dukungan politik dan kekuasaan mayoritas melainkan
kemampuan mengembangkan sumber daya sosial
politik secara efektif untuk mendorong kemakmuran
dan kesajahteraan. Para pemimpin politik demokratis
akan menggodok kemampuan personal dan politik
untuk mendukung pencapaian kebijakan politik
demokratis. Publik memiliki ukuran-ukuran konkret
berkaitan dengan manifestasi kepemimpinan politik
demokratis.
Seorang pemimpin politik tidak hanya berkutat
dalam ritual politik yang dibuat untuk memperkuat
kekuasaan. Melainkan merancang pilihan-piluhan
politik populis bagi rakyat. Jika seorang pemimpin
sampai pada tahap ini maka publik tidak akan mengisi
kesadaran politik mereka dengan tanda tanya yang
pada akhirnya bermuara pada apatisme politik yang
tidak mengutungkan masa depan demokrasi. Dalam
bahasa sederhana, seorang pemimpin politik akan
mengembangkan komitmen dan tanggung jawab
politik kepada rakyat. Ini akan menjadi awal yang baik

86 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


dari dari keseluruhan usaha membangun bangsa ke
arah yang lebih baik. 8
Pemimpin politik demokratis harus mampu meretas
elitisisme politik kekuasaan. Sebaliknya seorang
pemimpin berani menjaga jarak yang akrab dengan
konstituen politik. Dia harus merasakan penderitaan
dan kesesakan sosial yang dialami warga politik. Dapat
saja sebagai pemimpin dia berada di dalam lingkaran
para punggawa kekuasaan namun keseluruhan
pola pikir dan tindakan politik harus mencerminkan
kedekatan dengan masyarakat.
Kepemimpinan politik demokratis justru akan
memberikan warna khas pada komunitas elite politik.
Ini tercermin dalam analisis yang diajukkan Mattei
Dagon, seorang profesor emeritus dalam bidang politik
dari University of California. Dalam kata pengantar
untuk buku Elite Configuration at the Apex of Power
(2003), Dagon menganalisis fenomena pembentukan
kelompok elit di puncak kekuasaan. Pertama, idealnya,
konfigurasi elit merujuk pada fungsi konstruktif
yang beragam secara ekonomik, politik, kultural,
administratif.
Seseorang akan mengisi kelompok elite berdasarkan
fungsi profesional yang dapat dilakukannya untuk
mendukung kebijakan politik. Di sini, elite menjadi
medium untuk mengimplementasikan kebutuhan

8 Christopher Williams, Leadership Accountability in a Globalizing World, London:


Palgrave Macmillan, 2006.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 87


asasi publik. Namun, seringkali kebutuhan politik
kekuasaan sempit justru akan menjadi pertimbangan
utama dalam kerangka pembentukan elite kekuasaan.
Kedua, berdasarkan rujukan pada keperluaan
politik sempit dan jengka pendek maka ada proses
unifikasi elit. Proses ini terutama berkaitan dengan
persamaan perasaan politik untuk menjamin
keberlangsungan kekuasaan. Bukan keberhasilan
kekuasaan mewujudkan kebaikan bersama (publik).
Profesionalitas tidak lagi menjadi pertimbangan pada
level ini. Yang dibutuhkan kesatuan untuk menjaga
dan mempertahankan kontinuitas elit.
Ketiga, kohesi kepentingan diperlukan akan kesatuan
elit tetap terpelihara dengan utuh. Kohesi dibangun
secara sistematik dengan pola pembagian jatah
kekuasaan kepada semua kekuatan politik utama.
Dua poin terakhir berpeluang mendegradasikan
kekuasaan sekedar sebagai arena kompromi politik.
Semua elite politik sudah tahu bahwa keberadaan
mereka di puncak kekuasaan harus dibarengi dengan
kesadaran untuk saling menghormati posisi politik
yang ada. Jelas pengelompokkan kekuatan politik akan
memperkuat gejala kompromi politik yang dipastikan
akan meminggirkan problematika publik.
William Case dalam artikel berjudul Interlocking
Elites in Southeast Asia (2005) mengemukakan bahwa
koalisi dan kompromi politik dilakukan justru untuk
memperkuat pencapaian akumulasi posisi politik.

88 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Posisi politik yang telah diraih akan digunakan sebagai
modal strategis untuk mencapai posisi kekuasaan yang
lebih besar lagi.
Di sini, yang menjadi acuan akumulasi posisi politik
terutama berhubungan dengan klaim atas resources
ekonomi. Ini harus dilakukan demi mengamankan
sumber-sumber ekonomi politik yang telah dibagi sesuai
dengan posisi politik kekuasaan. Konteksnya, terutama,
sumber-sumber finansial dari dana pembangunan
yang dipergunakan untuk menggerakkan pertarungan
politik berikutnya.
Pada saat yang sama sirkulasi kemakmuran terancam
akan mengalami kemacetan. Tidak banyak yang dapat
dilakukan untuk meretas kebuntuan multidimensional
yang mengurung kehidupan publik. Yang dikerjakan
sebagian besar berhubungan dengan irama yang harus
bergerak sejalan untuk mengamankan kekuasaan.
Tentu, berhenti dalam kondisi dan tendensi politik
semacam ini, akan mengakibatkan kemunduran dan
kehancuran sosial, politik, budaya dan ekonomi.
Sesungguhnya publik membutuhkan lebih daripada
sekedar pemenuhan format dan ukuran dari apa yang
disebut dengan koalisi pemerintahan. Bangsa ini sedang
membutuhkan energi murni untuk menggerakan
perubahan yang sesungguhnya menuju masa depan
yang lebih baik.
Dalam konteks persoalan krusial semacam ini
maka kepemimpinan politik menjadi simpul yang

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 89


menyambung segala macam perbedaan pandangan
dan pilihan politik demi kebaikan rakyat yang
memberikan wewenang politik kepada para wakil dan
pemimpin mereka.Pemimpin politik demokratis akan
mendefinisikan dan menjelaskan posisi kekuasaan
sebagai alat perjuangan kepentingan kerakyatan bukan
alasan untuk menunggulkan kepentingan individual
dan kelompok.
Meminjam gagasan Mariberth Erb dan Priyambudi
Sulistiyanto dengan pengantar berjudul-Indonesia
and the Quest for Democracy untuk buku Deepening
Democracy in Indonesia (2009), kita membutuhkan
konsolidasi demokratis. baik nasional maupun lokal.
Pada giliranya, demokrasi menjadi pengalaman
publik dengan ukuran yang lebih konkret seputar
kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan keadaban.
Kepemimpinan politik demokratis merupakan aspek
yang dibutuhkan dalam proses konsolidasi demokrasi.
Tanpa kepemimpinan politik yang memadai maka proses
penting berkaitan dengan konsolidiasi demokrasi akan
membentur dinding egosime politik yang mengeras
dalam setiap kubu politik kekuasaan. Keadaan ini tentu
tidak mengutungkan publik politik yang menyerahkan
sebagian hak pengurusan kehidupan mereka kepada
wakil mereka dalam kerangka demokrasi perwakilan.
Apa yang terjadi terjadi di sekitar perubahan politik
nasional sekarang ini tentu bukan hanya persoalan
pergantian pelaku politik di level kekuasaan melainkan

90 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


secara fundamental berurusan dengan pembangunan
peradaban politik demokratis. Sesuatu yang harus
digagas dan dibela dengan jujur. Mesti ada simbol
kebangkitan politik demokratis. Upaya yang tiada henti
untuk membawa bangsa ini menuju titik kemakmuran
dan kesejahteraan sosial.
Kecenderungan politik yang terus bergerak sekarang
ini amat baik untuk diperhatikan terutama berkaitan
dengan persoalan-persoalan yang menyelimuti
kehidupan publik secara langsung. Kondisi bangsa
yang masih diselimuti kedukaan akibat tragedi
bencana alam dan kemiskinan sosial ekonomi dalam
banyak wajah menyita perhatian dan menuntut hasrat
politik yang lebih kuat untuk terlibat dalam segala
proses perbaikan. Ada kebutuhan untuk merefleksikan
kontribusi kekuatan politik dalam kerangka bangkit
dari keterpurukan sosial. Refleksi ini harus bergerak
dalam sebuah konsep kepemimpinan politik demokratis
yang mengandaikan adanya rasa tanggung jawab dan
keterikatan politik antara para pemimpin politik dan
rakyat yang mereka wakili.
Ada dua hal penting yang harus diungkapkan
dalam konteks ini. Pertama, apa yang disebut tantangan
bagi kekuatan politik sekarang ini harus dibaca dalam
konteks persoalan kebangsaan dan kenegaraan.
Kekuatan politik akan menjadi bagian penting dari
keseluruhan usaha membumikan politik sebagai jalan
menuju kemakmuran sosial warga negara. Disorientasi

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 91


dan kesesatan itikad politik akan mengancam kualitas
kepemimpinan politik demokratis. Dalam kondisi
semacam ini maka dibutuhkan kehendak yang cukup
kuat untuk menyelesaikan persoalan multidimensional
yang mengurung kehidupan bersama.
Kedua, kepemimpinan politik demokratis akan
melampaui interest politik sempit. Maka tantangan
bangsa dewasa ini sudah seharusnya menjadi bagian
dari tantangan semua kekuatan politik. Kesadaran
akan tantangan dan kerelaan untuk menunjukkan
tanggung jawab politik demokratis akan menjadi cikal
bakal lahirnya generasi pemimpin politik demokratis
yang bermartabat.
Kepemimpinan politik demokratis merupakan
kualitas manajemen kekuasaan yang amat dibutuhkan
untuk mendekatkan prinsip-prinsip demokrasi
ke dalam kehidupan konkret publik (rakyat). Ini
berhubungan dengan kehidupan nyata masyarakat.
Kepemimpinan politik berhubungan dengan aspek
moral dan psikologis yang harus dikembangkan pelaku
politik terutama untuk merasakan kegelisahan sosial,
menyusun kebijakan politik berdasarkan kegelisahan
itu dan mengamankan setiap kebijakan politik dengan
keberanian dan keteguhan sikap.
Kepemimpinan politik demokratis pada masa kini
akan berhubungan dengan dua aspek krusial. Pertama,
kebutuhan untuk mematangkan kedewasaan dedikasi
institusi politik yang berhubungan dengan kehidupan

92 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


publik. Kedua, usaha memastikan efektivitas kebijakan
publik dalam mendorong kemajuan sosial. Dua aspek
penting ini menjadi persoalan yang amat kompleks
di tengah keragaman pilihan politik dalam suasana
demokrasi.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 93


94 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi
Bab 7
Dari Revolusi Mental
Ke Revolusi Ekonomi
- Save Adir OFM -

Revolusi Mental dengan tepat memulihkan persoalan


perekonomian kita karena dua hal. Pertama, mental korupsi
yang meraja lela adalah salah satu sebab dari ketidakadilan
yang menghancurkan kemandirian ekonomi kita dan secara
langsung menyebabkan kemiskinan. Kedua, revolusi mental
itu memungkinkan kita membangun kekuatan ekonomi dengan
basis kerja-keras dan kejujuran, sambil pada saat yang sama
membangun sistem ekonomi berbasis kerjasama dan solidaritas
yang menjamin kesejahteraan umum. Di sinilah pentingnya
memangun revolusi ekonomi berbasis revolusi mental.

Ekonomi Koruptor
Sejarah mencatat sejumlah tokoh yang menjadi
terkenal bukan karena prestasi dan kontribusi pada
kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi karena
membangun kekayaannya dengan korupsi. Yang
paling fenomenal di antaranya adalah Joko Susilo,
Gayus Tambunan, dan Andi Malaranggeng. Joko

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 95


Susilo merupakan Perwira tinggi Polri berpangkat
Komisaris Jenderal. Andi Malaranggeng merupakan
bekas juru bicara pada termin pertama pemerintahan
SBY yang kemudian diangkat bosnya tersebut menjadi
Menteri Pemuda dan Olahraga pada periode kedua
kekuasaanya. Sedangkan Gayus hanya merupakan
seorang pegawai Pajak. Lantas apakah popularitas
yang mereka peroleh karena jabatan yang diemban
masingnya masing-masing sebagaimana lazim
dianggap wajar berlaku pada para petinggi negeri ini?
Tidak.
Dalam dunia media idiom what is a name memang
tidak banyak berlaku karena selalu ada saja sebuah
nama yang tiba-tiba muncul dan menjadi buruan
bidikan pemberitaan pada suatu kurun waktu tertentu
sebelum ditelan waktu yang membuatnya menjadi
basi. Namun, wartawan tidak mungkin mengarahkan
mata kamera atau membuang tinta penanya bila tidak
ada dasar bagi mereka untuk memberitakan seseorang
atau sesuatu. Dalam hal ketiganya, yang menyatukan
mereka dalam satu sapuan pemberitaan adalah
keterlibatan mereka dalam korupsi milyaran dana
negara.
Gayus sesungguhnya hanyalah staf pegawai biasa
pada kantor pajak. Namun, ia memiliki simpanan
siluman yang bernilai milyaran rupiah di rekeningnya
yang tidak wajar dari segi pendapatan yang bisa
diperoleh oleh seorang pegawai pada tingkatannya.

96 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Komjen Joko terlibat dalam korupsi dana simulator
Surat Izin Mengemudi (SIM) yang menggendutkan
rekening sang Jenderal dan memungkinkannya memiliki
simpanan non uang; istri. Sementara Andi Malarangeng
harus menyudahi karir cepat-gemilangnya di dunia
politik karena ikut menggemplang dana negara dalam
proyek Hambalang. Semuanya karena korupsi, suatu
penyakit yang bak kanker ganas telah menggerogoti
sendi-sendi negeri ini.
Ironisnya, bukan menimbulkan effek jera
sebagaimana yang diharapkan, tertangkapnya yang satu
seakan tidak membuat jera pelaku lainnya. Dibelakang
tiga nama diatas, masih ada lagi nama-nama petinggi
negeri seperti Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum
yang posisinya pernah begitu menentukan kebijakan
di partai demokrat. Bahkan ada juga dari partai-partai
berlabel agama. Bekas Presiden PKS Lutfiki Hassa
misalnya memakan dana proyek daging sapi negara
mentah-mentah. Ada juga mantan Mentri Agama,
Suryadarma Ali dari PPP yang justru memakan dana
haji. Apa yang dilakukan keduanya menghadirkan
kenyataan bila partai-partai berlabel agama tidak
sebersih yang mereka citrakan vis a visi partai non
agama. Kini mereka semua harus meringkung dibalik
jeruji bui bersama Akhil Moktar Mantan ketua
Mahakamah Konstitusi (MK) yang menambah daftar
dan deretan petinggi dan diperkirakan masih tetap ada
ke depan.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 97


Kasus-kasus di atas merupakan cerminan dari
rusaknya mental manusia Indonesia. Akan tetapi, kasus-
kasus yang mereka alami tidak pernah berdiri sendiri
tetapi berhubungan dengan pihak lain yang mungkin
juga masih tersembunyi atau sengaja disembunyikan.
Ada semacam situsasi dan indikasi terjadinya kerusakan
mental serius bahkan menjalar menyebar kemana-
mana dan karenanya menggangu kehidupan bersama.
Karena itu dibutuhkan pembenahan serius di dalam
mental manusia. `inilah saatnya untuk melakukan
revolusi mental.

Hidup Mulai dari Revolusi Mental


Banyak orang berpendapat bahwa perubahan
bersama, baik dalam masyarakat maupun dalam
kehidupan bernegara berpangkal pada perubahan
sistem. Akan tetapi kalau kita jeli pada dasarnya
tatanan hidup itu bersandar pada kehidupan manusia
itu sendiri. Manusia itulah yang menciptakan sistem.
Maka untuk memperoleh sistem yang baik dibutuhkan
mental yang baik pada manusianya pertama-tama,
sehingga sistem bisa menciptakan sistem yang baik
dan mudah dilaksanakan.
Penegakkan sistem hukum kita misalnya, bisa sekali
lagi diangkat sebagai contoh. Pasalnya kendati sebagian
besar rumusan-rumusan hukum kita jelas dan pasti,
akan tetapi tetap saja mengambang dan situasional
dalam penerapannya, sangat bergantung pada suatu

98 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


diluarnya: tebal tidaknya kantong saku. Dengan kata
lain, bukannya kian bertambah usia kemerdekaan kian
bertambah baik, hukum kita masih saja bisa ditafsir
sesuai situasi dan diubah sesuai dengan jumlah uang.
Seseorang bisa memenangkan suatu perkara jika
berkantong tebal. Sebaliknya, pedang hukum kita akan
demikian mengiris tajam jika pelaku pelanggarannya
(law breaker) berkantong tipis. Bisa dibayangkan
tragisnya nasib mereka yang sama sekali tidak punya
kantong.
Semua ini terjadi karena mental manusia yang
bobrok. Gawat bukan? Karena itu revolusi mental
harus dimulai dari kesadaran personal. Pertama,
kesadaran akan adanya kekurangan/kelemahan/
keterbatasan di dalam individu itu sendiri. Hal lain
yang tak kalah penting Juga harus mampu menyadari
adanya kekurangan/kelemahan/keterbatasan di dalam
kehidupan bersama. Sama halnya situasi communal
bisa menganggu kepribadian seseorang, sebaliknya
kerusakan mental personal dapat membawa cause
dalam kehidupan bersama.
Namun, menyadari keterbatasan saja tidak cukup
sebenarnya. Karena itu, hal yang kedua yang harus
dilakukan dalam revolusi mental adalah menyadari
kemampuan atau daya yang ada di dalam diri seseorang.
Kesadaran akan hal itu memampukan seorang
individu berjuang untuk mendapatkan prestasi dan
melakukan terobosan-terobosan baru yang melahirkan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 99


perubahan. Revolusi mental individual seperti ini,
dapat mempengaruhi situasi umum dan yang pada
gilirannya dapat berujung pada perubahan sosial.
Dalam keunggulan individual itu tentu saja ada
visi dan misi yang tajam, motivasi-motivasi yang kuat,
kemauan belajar yang tinggi serta komitmen yang
mendalam, berpikir antisipatif dan kreatif melampui
situasi dan kenyataan kekinian dimana saja dan kapan
saja. Disinilah letak kekuatan revolusi mental individu
dalam mendorong perubahan sosial atau revolusi
sosial didalam mendorong gerakan perubahan.
Orang yang melakukan revolusi mental karenanya
akan terlihat dengan mudahnya lebih menonjol di
tengah-tengah orang lain. Ia mampu menghargai
orang lain serta mengakui kehebatan-kehebatan yang
melekat pada diri orang lain. Ia tidak akan terancam
atau tereleminasi di tengah-tengah keberagaman
orang lain, sebaliknya menjadi seorang yang unik
dan unggul. Dengan demikian, keberadaannya tidak
akan mengancam atau mengeleminasi orang lain yang
berada di sekitarnya. Seperti dirinya merasa menjadi
bagian dari yang lain, yang lain juga mengganggapnya
sebagai bagian dari hidupnya.
Pada tahap ini kehadiran orang lain bukan menjadi
musuh atau serangan yang harus disingkirkan atau
dimusnahkan, melainkan sebagai partner yang
memperkaya dirinya yang sama-sama bersinergi
memperkaya kehidupan bersama dalam kehidupan

100 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


sosial. Setiap individu yang mengalami revolusi
mental dapat menghargai orang lain dan mengakui
segala apa yang ada dalam diri orang lain. Dalam
gerakan perubahan sosial, orang seperti ini mudah
diajak bersinergi untuk berkontribusi dari keunggulan
dirinya tanpa merasa bersaing karena di dalam diri
orang seperti ini selalu ada frekuensi atau sinyal
yang disebut dengan hati yang merupakan inti dari
kehidupan manusia, sebagai tiang utama kehidupan.
Hanya orang-orang yang memiliki hati yang sama yang
dapat memancarkan energi yang sama dan menerima
pancaran energi yang sama pula sebagaimana yang
dibayangkan Demokritos, seorang filsuf Yunani, yang
mengatakan yang sama mengenal yang sama
Bila dikaitkan dengan situasi bangsa kita yang kacau
balau sebagaimana yang telah disentil pada awal tulisan
ini, nampaknya revolusi mental sangat urgent untuk
dilakukan di Indonesia. Revolusi mental merupakan
dasar untuk menjawab berbagai persoalan kehidupan.
Sebaik-baiknya kita mengupayakan sebuah sistem atau
menutup berbagai kebocorannya, semua itu tidak akan
ada gunanya bila tanpa terlebih dahulu melakukan
revolusi mental dari orang yang menciptakan sistem
atau orang yang menutup terjadinya kebocoran itu
Alih-alih menyelamatkan kehidupan bersama,
sistem tersebut malah menciptakan kebocoran baru.
Jalan pikiran ini semakin susah dibantah dengan
kenyataan bahwa sekalipun banyak terdapat proyek-

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 101


proyek besar yang dikerjakan, bukannya menimbulkan
perubahan malah menyebabkan kepala desa, camat,
bupati dan kepala-kepala dinas bermental proyek dan
orang-orang kaya baru disekitar kekuasaan/otoritas
mereka yang malah meraup uang dari proyek-proyek
tersebut.
Bila keadaan seperti ini dibiarkan terjadi di Indonesia
maka negara ini akan terus menjadi negara miskin.
Hidup dalam situasi seperti ini, hanya membuat
sebagian orang bisa merasa senang mendapatkan
uang siluman tanpa kerja, yang lain tertawa ketika
diberi makan setiap lima tahun sekali dan yang lain
menangis dari tahun ke tahun karena menanti janji
yang tak kunjung datang.

Revolusi Ekonomi
Gema revolusi mental muncul terkait suskesi
kepemimpinan nasional Indonesia lantaran salah
satu kadidat presiden untuk lima tahun mendatang
menghembuskan ide revolusi mental dalam gaya
kepemimpinannya, kelak apabila terpilih sebagai
presiden. Ide revolusi mental tersebut nampaknya
menemukan titik berangkatnya dalam situasi Indonesia
di masa lalu dan sekarang dan bagaimana membangun
Indonesia di masa mendatang.
Terlepas dari apakah pasangan Jokowi yang
menuturkannya dan JK yang mendampinginya
terpilih sebagai presiden 5 tahun ke depan, tawaran

102 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


mereka sangat mendasar dan strategis bagi perubahan
Indonesia di masa mendatang. Revolusi mental dapat
menjawab dan mengatasi persoalan korupsi. Revolusi
mental dapat menyelesaikan masalah mental proyek.
Revolusi mental hanya akan melahirkan individu-
individu yang berkualitas, berkompoten yang hidup
di tengah-tengah keberagaman suku dan budaya di
bumi pertiwi ini. Pribadi yang lahir kembali di dalam
keunggulannya dapat menciptakan sistem yang baik
dan aturan yang tepat untuk menyelamatkan kehidupan
di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan
keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Revolusi
mental merupakan dasar dan pintu masuk. Perubahan
tanpa revolusi mental hanya mengulang-ngulang
sejarah tanpa nyawa perubahan. Hidup mengalir begitu
saja tanpa makna bahkan tanpa rasa.
Apakah kita masih ingin hidup dan perlu hidup
di masa yang akan datang? Kita bukanlah orang gila
yang mengharapkan hasil melimpah dari tahun ke
tahun namun tanpa kerja keras dari masa ke masa.
Kemantapan ekonomi juga berakar pada kematangan
mental. Dalam revolusi ekonomi revolusi, revolusi
mental dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi
seorang atau sekelompok orang. Seseorang hanya dapat
melakukan revolusi ekonomi dengan mental yang baik.
Ini akan menciptakan prinsip solidaritas yang sangat
kental karena orang-orang yang mengalami revolusi
mental memiliki solidaritas yang sangat tinggi.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 103


Di dalam prinsip solidaritas ini, orang lain atau
patner bisnis bukan saingan tetapi patner yang juga
harus di jaga supaya tetap hidup agar perputaran
roda ekonomi tetap berjalan lancar. Orang berprinsip
menjalankan usaha dan merawatnya bersama sehingga
bisa berbagi keuntungan bersama. Karena itu, untuk
orang-orang kecil prinsip solidaritas ini sangat penting.
Di dalam kebersamaan mereka mengatasi memiliki
modal yang kecil, karena bersinergi untuk melakukan
gerakan bersama menciptakan perubahan. Tentu
saja usaha seperti ini harus di kelolah bersama secara
professional.

Ekonomi Berdikari
Dalam debat calon presiden, Jokowi mengedepankan
ekonomi berdikari yang berfokus pada pertumbuhan
ekonomi rakyat kecil. Dalam visi ekonomi tersebut
yang mau di hidupkan adalah pasar-pasar tradisional
dan para pelaku ekonomi lokal untuk mendukung visi
ekonomi, perlu pembangunan infrastruktur di laut,
di darat, maupun di udara yang layak dan gerakan
pembangunan tersebut mulai dari desa ke kota sehingga
terjadi pemerataan. Apa yang ditawarkan Capres
Jokowi-JK merupakan revolusi pembangunan dan
revolusi ekonomi. Karena selama ini sepanjang sejarah
Indonesia pmbangunan terus menerus di lakukan dari
kota ke Desa. Oleh karena itu ada kesenjangan antara
kota dan Desa. Ada perbedaan yang besar antara

104 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


orang yang hidup di perdesaan bila pembangunan
terus menerus di lakukan seperti ini akan tetap ada
kesenjangan social antara desa dan kota.
Ide pembangunan Revolusi yang dibawakan Jokowi
sangat menunjang pembangunan Revolusi ekonomi di
Indonesia. Ide seperti ini bisa di jalankan bila Negara
ini di pimpin oleh orang yang berpikiran revolusif. Kita
harus menciptakan sejarah baru dan menghentikan
pengulangan sejarah.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 105


106 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi
Bab 8
REVOLUSI DESA, MENUJU
DESA IDEAL
- Adrianus Harsi -

D
esa adalah miniatur negara. Dalam struktur
dan tata kelola pemerintahan negarakita,desa
merupakankomunitas masyarakat paling
dasar yang membentuk sebuah komunitas masyarakat
yang lebih besar, negara. Dalam cara pikir demikian,
membangun negara adalah semestinya membangun
desa. Dan sebaliknya, membangun desa sama dengan
dengan membangun negara.

Desa dan Kondisi Terkini


Dalam perjalanan sejarah bangsa ini-memakai
rumusan Trisakti Bung Karno-desa dan masyarakatnya
belum pernah tiba di kondisi idealnya: desa dan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 107


masyarakat yang berdaulat secara politik, berdikari
secara ekonomi, dan berkepribadian secara budaya.
Kondisi terkini, dinamika politik, ekonomi, dan budaya
yang berlangsung di desa justru saling membentuk dan
melahirkan soal baru yang makin kompleks.
Di ranah politik, pemberlakuan UU No. 5 tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa mengubah arah kebijakan
pengelolaan desa dari self governing community ke
penyeragaman struktur pemerintahan desa yang
dalam kenyataannya beragam (karena pengaruh
budaya) dan mensentralisasi seluruh mekanisme
pengelolaan desa. Demikian halnya dengan UU No.
22 tahun 1999 yang mengatur Pemerintahan Desa
sebagai sub-ordinasi Pemerintahan Kecamatan dan
Pemerintahan Kabupaten. Konsekuensinya, desa hanya
jadi perpanjangan tangan penguasa (arm of the state).
Selain itu, desa dan masyarakatnya belum
pernah secara sungguh-sungguh menjadi subyek
pembangunan. Lebih banyak hanya menjadi obyek
pembangunan. Kebijakan otonomi daerah yang
mengedepankan desentralisasi ternyata sama sekali
tidak menjangkau desa. Tengok saja Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (Musrembangdes)
yang cenderung tidak menyasar substansi persoalan.
Malah lebih sering jadi proses formal dan normatif
yang tidak banyak melibatkan partisipasi aktif
masyarakat desa. Lebih banyak hanya melibatkan
elit pemerintahan desa, baik dari pihak negara

108 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


maupun dari pihak masyarakat. Akibatnya, rumusan
atas soal yang terjadi di desa cenderung diboncengi
kepentingan elit pemerintahan desa. Sehingga tidak
heran rekomendasi Musrembangdes lebih berorientasi
pada pembangunan fisik (project base). Hitungannya,
jika disetujui, maka proyek pembangunan fisik
adalah lahan basah untuk dikorupsi oleh gerombolan
elit tersebut. Semua diperparah oleh peran kontrol
masyarakat yang minimal. Memang ada Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) yang secara fungsional
mengontrol Pemerintahan Desa. Namun, dalam
kenyataanya, BPD cenderung cuma menjadi kroni
Pemerintahan Desa yang bersekongkol mengamankan
segala keputusan Pemerintahan Desa, termasuk dalam
Musrembang. Parahnya, praktik semacam itu tidak
lantas membuat rekomendasi Musrembang tersebut
disetujui. Dalam pengalaman, rekomendasi tersebut
seringkali tidak diakomodasi di level yang lebih tinggi,
yaitu: pemerintahan kabupaten/kota. Semua kembali
bergantung pada proses politik yang tidak kalah sarat
kepentingan di level itu.
Dalam hal kebijakan program dan proyek
pembangunan-baik yang nasional maupun lokal,
misalnya: Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM), Bantuan Langsung Tunai (BLT),
beasiswa untuk pelajar miskin, bantuan beras miskin
(Raskin), bantuan pembangunan rumah sederhana, dan
seterusnya-yang belakangan banyak mampir di desa,

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 109


itu tidak serta-merta membawa masyarakat desa keluar
dari kemiskinan. Program dan proyek pembangunan
tersebut justru menjadi sarang praktik pemiskinan
sistemik, korupsi, dan ketidakadilan sosial. Singkatnya,
program dan proyek tersebut dimanfaatkan pihak
tertentu untuk mengambil keuntungan, membagi-
bagi manfaatnya kepada relasi yang seharusnya tidak
pantas menerima manfaat, sementara di saat yang
sama memarginalkan kelompok masyarakat yang
seharusnya menerima manfaat program dan proyek
tersebut.
Lalu di proses politik Pemilihan Kepala Desa
(Pilkades), money politics merajalela. Sebabnya, di satu
pihak, banyak politisi desa-meski tidak semua-yang
mengincar posisi itu demi upaya memaksimalkan
peluang korupsi atas program dan proyek pembangunan
desa. Berada di posisi itu akan memuluskan korupsi
tersebut. Sehingga segala daya, termasuk money
politics, dikerahkan untuk memenangkan Pilkades. Di
pihak lain, masyarakat desa cenderung tergoda dan
tunduk pada tawaran uang dengan segala kepentingan
jahat di baliknya.
Di ranah ekonomi, kemiskinan menjadi problem riil
yang dihadapi masyarakat desa. Pertanian yang masih
menjadi sumber utama penghidupan masyarakat desa-
meski kini telah mengalami beberapa pergeseran-kini
susah diandalkan. Beberapa soal yang saling membentuk
menjadi sebab. Misalnya, produktivitas hasil pertanian

110 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


mulai berkurang, mahalnya biaya produksi pertanian,
akses modal yang rumit, utang pada tengkulak yang
menumpuk, akses pasar yang terbatas, harga jual yang
tidak adil bagi petani, ketergantungan yang tinggi
pada bantuan pemerintah, sumber daya manusia dan
pengetahuan yang terbatas. Ini membuat penghasilan
yang didapat hanya dari hasil pertanian tidak mampu
lagi memenuhi setiap kebutuhan masyarakat yang
makin hari makin tinggi tuntutannya, makin banyak
ragamnya. Akibatnya, masyarakat desa menjadi
miskin, tetap miskin, dan bahkan semakin miskin.
Data yang sangat mencengangkan datang dari
Badan pusat statistik (2013) per Januari-November
yang merilis bahwa Pemerintah Indonesia mengimpor
bahan pokok senilai 8,6 miliar Dollar Amerika atau
setara dengan Rp 104,9 triliun rupiah. Ironisnya,
bahan- bahan pokok adalah bahan-bahan pokok yang
memang tumbuh dan menjadi tanaman keseharian
masyarakat desa. Detailnya: jagung ( 2,8 miliar Kg ),
beras (432,8 juta kg ), dan ubi kayu ( 100, 798 kg ). Ini
seperti menegaskan soal produktivitas dan kualitas
hasil produksi pertanian masyarakat desa di Indonesia
yang kalah bersaing dengan bahan pokok impor.
Meski memang tetap harus dicurigai argumentasi
dan nalar di belakang kebijakan impor yang tidak
berpihak pada masyarakat desa tersebut. Namun pada
intinya, sekali lagi, sektor pertanian yang menjadi
sumber penghidupan utama masyarakat desa, untuk

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 111


sementara gagal membawa masyarakat desa keluar
dari kemiskinan.
Di ranah sosial-budaya, pembangunan desa
yang lebih berorientasi pada pembangunan fisik
sebagai jalan menuju kesejahteraan justru berimbas
pada tertinggalnya pembangunan manusia desa.
Pembangunan desa tidak diarahkan pada penguatan
nilai-nilai kultural yang sekian lama dari generasi
ke generasi jadi basis dan cara berada masyarakat
desa. Sehingga ketika digempur kapitalisme, neo-
liberalisme, dan individualisme, nilai-nilai kultural
semacam solidaritas kolektif, keadilan sosial, dan
penghargaan terhadap alam pelan namun pasti
hilang-lenyap. Kondisi ini memaksa masyarakat desa
harus berjuang secara individual untuk keluar dari
kemiskinan. Dalam cara demikian, tentu sukar untuk
berhasil melakukannya.

Revolusi Desa, Menuju Desa Ideal


Sebagaimana di awal, imajinasi tentang desa
ideal dapat dikonkretkan dengan skema Trisakti
Bung Karno. Namun, tidak bisa dihindari bahwa itu
butuh sebuah terobosan yang radikal, menyeluruh,
melibatkan seluruh elemen masyarakat desa, aparatus
desa, dan seluruh pemangku kepentingan terkait desa.
Terobosan itu adalah revolusi, revolusi desa. Namun
bukan revolusi fisik, melainkan revolusi mentalitas
masyarakat desa, aparatus desa, dan seluruh

112 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


pemangku kepentingan desa. Revolusi mentalitas ini
ditujukan menciptakan paradigma, budaya politik,
dan pendekatan pembangunan yang berorientasi
pembangunan manusia desa, sesuai nilai-nilai kultural
dan pengetahuan lokal desa yang beragam dan khas.
Pertama, desa yang berdaulat secara politik. Itu
bisa dimulai dengan mendesak seluruh pemangku
kepentingan dan kebijakan untuk mengarahkan
pendekatan pembangunan yang menjadikan desa
sebagai subyek pembangunan. Secara khusus,
pembangunan yang lebih berorientasi pada
pembangunan manusia daripada pembangunan
fisik, harus dimulai dari desa dan kewenangannya
diserahkan seluas-luasnya kepada masyarakat dan
aparatus desa. Segala aturan, kebijakan, dan politik
anggaran kemudian harus diarahkan mendukung itu.
Jika demikian, maka desa bisa secara mandiri mencapai
self governing community. Bukan lagi cuma jadi arm of the
state. Dengan demikian, hal-hal semacam partisipasi
politik masyarakat bisa lebih aktif dan diakomodasi
seutuh-utuhnya dalam proses perumusan kebijakan
semacam Musrembang atau apapun namanya.
Namun, seperti dikatakan sebelumnya,
pembangunan manusia desa jadi orientasi melalui
pemberdayaan masyarakat desa melalui pendidikan,
pelatihan, supervisi, dan pendampingan. Ini
dilakukan untuk membentuk mentalitas manusia-
manusia desa yang paradigma dan cara berpikirnya

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 113


memprioritaskan kepentingan desa. Percuma
membangun sistem dan pendekatan pembangunan
yang lokus dan fokusnya berawal dari desa jika tidak
terlebih dahulu mempersiapkan mentalitas manusia-
manusianya. Sebab, jika demikian, maka warisan
mentalitas korup dan penindas akan selalu hidup dan
kelak menghancurkan desa.
Revolusi desa juga diarahkan untuk memberi
pendidikan politik kepada seluruh masyarakat desa. Itu
bisa dilakukan melalui Pilkades dengan syarat Pilkades
harus menjadi medan penentuan pemimpin karena
kualitas dan prioritasnya pada kepentingan desa.
Bukan lagi karena money politics yang rentan meloloskan
penjahat demokrasi bermental korup dan penindas.
Badan Permusyawaratan Desa dan orang-orang di
daamnya juga harus direvitalisasi menjadi lembaga
yang secara ketat mengawasi jalannya pembangunan
desa. Bukan malah berselingkuh dengan aparatus desa
untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Kedua, desa yang berdikari secara ekonomi.
Kondisi demikian bisa diwujudkan jika kemiskinan
masyarakat desa dientaskan. Untuk itu, revolusi desa
mesti mengarah pada upaya-upaya mengeliminasi
sebab-sebab kemiskinan masyarakat desa yang
sebagian besar masih mengandalkan pertanian
sebagai sumber penghidupan utama. Lebih rinci,
produktivitas hasil pertanian yang terus berkurang
harus diantisipasi dengan program pemberdayaan

114 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


(pendidikan, pelatihan, supervisi, pendampingan)
dan peningkatan produktivitas pertanian dan non
pertanian yang mencakup intensifikasi/ekstensifikasi
pertanian (intensifikasi dapat dilakukan dengan capital
dan labour intensive) dan diversifikasi pendapatan
pertanian (sistem tumpang sari) dan non pertanian
(ekonomi kreatif berbasis kerajinan tangan rakyat).
Pada saat bersamaan, jika dijalankan secara baik,
alternatif revolusi demikian akan sekaligus mengatasi
soal sumber daya manusia dan pengetahuan yang
terbatas. Sekaligus memangkas mentalitas hamba
yang ketergantungannya pada bantuan pemerintah
sangat tinggi.
Mahalnya biaya produksi pertanian bisa diselesaikan
dengan mendorong dibentuknya semacam Bank Desa
yang secara khusus melayani kepentingan permodalan
petani desa dengan bunga dan persyaratan yang
tidak menyusahkan petani. Membuka akses modal
demikian, secara otomatis dan bersamaan akan
mengeliminasi soal akses modal yang rumit, tumpukan
utang pada tengkulak, dan harga jual yang seringkali
tidak adil bagi petani. Karena kesulitan modal, para
petani terpaksa meminjam modal pada tengkulak
dengan bunga yang tinggi dan sejumlah persyaratan
mencekik yang pada ujungnya terus menjebak petani
dalam lingkaran setan tengkulak. Misalnya, saat panen
petani harus menimbang dan memasarkan hasilnya
pertama-tama pada tempat usaha miliki tengkulak.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 115


Saat itu, tengkulak bisa dengan bebas menekan harga
jual hasil panen para petani. Harga jelas tidak akan adil
dan tidak mendatangkan keuntungan bagi petani. Jika
tidak diberi suntikan modal, maka petani akan sangat
sulit keluar dari penindasan tengkulak dan harga
jual yang tidak adil secara ekonomi. Selain itu, akses
pasar yang terbatas bisa diatasi dengan mendesak
inisiatif aparat desa dan pemangku kepentingan
untuk membantu petani mengakses pasar dengan
mudah melalui program dan kebijakan pemerintahan
desa maupun dalam sinergi dengan pemerintahan
di atasnya. Selanjutnya, pemerintahan desa dan level
pemerintahan di atasnya mesti didesak untuk menjamin
harga yang adil bagi hasil pertanian petani di pasar.
Alternatif lain, pemerintah desa membangun semacam
Bank Komoditas yang menjadi pasar alternatif bagi
petani. Tentu dengan harga yang adil bagi petani.
Ketiga, desa yang berkepribadian secara sosial-
budaya. Model desa seperti ini bisa dicapai melalui
upaya pendidikan-baik formal, non formal, dan
informal-yang berorientasi pada penguatan nilai-nilai
kultural dan pengetahuan-pengatahuan lokal yang
telah banyak ditinggalkan masyarakat desa. Dalam
kerangka itu, revolusi desa kemudian didorong
untuk mendesak sistem pengetahuan dan pendidikan
dioperasikan dengan prioritas menjunjung tinggi
nilai-nilai kultural seperti solidaritas kolektif, keadilan
sosial, dan penghargaan terhadap alam. Selain itu,

116 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


karena karakteristik desa yang khas, lembaga adat,
segala perangkat, dan sistem nilainya mesti dihidupkan
kembali untuk mendukung pembangunan desa yang
berkepribadian secara budaya. Sebab, banyak persoalan
masyarakat entah itu di wilayah politik, ekonomi,
atau sosial-budaya sejak turun-temurun dalam tradisi
desa bisa diselesaikan secara adat dalam semangat
kekeluargaan. Nilai-nilai dan hukum-hukum adat jadi
acuan.
Sekali lagi, membangun desa berarti membangun
negara. Begitu pun sebaliknya. Namun untuk
konteks Indonesia kini, membangun desa tidak
cukup hanya mengandalkan paradigma dan orientasi
pembangunan lama yang menempatkan desa sebagai
obyek. Pembangunan seharusnya menempatkan desa
dan masyarakatnya sebagai subyek pembangunan.
Untuk itu, desa yang ideal mesti dibangun dengan cara
revolusi: secara radikal, menyeluruh, dan melibatkan
semua elemen masyarakat desa. Itu revolusi desa. Jika
demikian, maka revolusi desa berarti revolusi negara.
Desa ideal berarti negara ideal.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 117


118 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi
Bab 9
REVOLUSI ORANG MUDA
- Edward Angimoy -

Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru


dari akarnya. Berikan aku 1 pemuda,
niscaya akan kuguncangkan dunia
--Bung Karno--

S
EJARAH perjalanan bangsa tidak luput
menuturkan cerita-cerita tentang orang muda.
Persisnya tentang bagaimana mereka selalu
terlibat dan mengambil peran besar dalam proses-
proses penting hidup dan setengah matinya negara ini.
Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan, Revolusi
1998 akan menuntun kita menuju cerita-cerita itu.
Dalam lintasan itu, orang muda mengambil bagian
dengan caranya sendiri-bahkan dengan nyawa sebagai
taruhannya-untuk sebuah cita-cita kebaikan bersama,
lepas dari segala macam dominasi.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 119


Etos Revolusioner
Setiap masa punya perangnya sendiri, setiap sejarah
punya pemenangnya sendiri, dan setiap generasi punya
revolusinya sendiri. Untuk yang dikatakan terakhir,
orang-orang muda seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan
Malaka, dan para pejuang Revolusi 1998 di masanya
adalah mereka yang berani dengan perasaan merdeka
melakukan revolusi. Memang tantangan revolusi
masing-masing generasi itu khas. Namun, prinsipnya
hampir sama. Seluruh bentuk dan artikulasi revolusi
mereka saat itu memuat dengan tegas sikap menolak
ditindas, dikuasai, dieksploitasi, dan diperbudak di
tanah sendiri.
Namun perlu dicetak tebal-tebal bahwa revolusi
pada dasarnya menuntut satu syarat penting dan utama.
Itu adalah etos revolusioner. Mereka yang memilih
jalan revolusi punya syarat itu. Idealisme, sensibilitas
sosial, rasa memiliki bangsa, anti penindasan, pantang
menyerah, rela berkorban adalah deretan manifest-nya.
Tanpa itu, revolusi berjalan timpang. Suram.
Dalam alur revolusi yang khas dari generasi ke
generasi, etos revolusioner diam-diam bergerak
membentuk cara berada baru sebuah generasi. Ia
merangkum prinsip, pandangan hidup, dan nilai yang
dianut sebagai sebuah generasi revolusioner.

Panggilan Revolusi
Dalam perjalanan kebangsaan yang belum juga

120 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


tiba di kondisi idealnya, krisis multidimensi-sistemik
justru makin mengakar-menubuh dalam kehidupan
politik, ekonomi, sosial-budaya. Agenda reformasi
yang sudah berlangsung selama 16 tahun baru sebatas
perombakan yang sifatnya institusional-kelembagaan,
praktik-prosedural. Baru sebatas itu. Reformasi belum
sampai membentuk mentalitas manusia Indonesia
yangparadigma, konstruksi berpikir, budaya politik,
dan nalar kepengaturannyadibaktikan sepenuhnya
untuk memperjuangkan kebahagian hidup bersama.
Persis di situ soalnya, ketika perombakan institusional-
prosedural tersebut tidak diikuti perombakan
mentalitas manusia yang mengoperasikannya, cita-cita
Proklamasi Indonesia sampai kapanpun akan tetap
jadi utopia.
Sebagaimana di generasi-generasi sebelumnya, soal-
soal kebangsaan yang tengah dihadapi adalah artikulasi
lain dari panggilan sejarah. Lebih tajam lagi, panggilan
revolusi. Itu panggilan yang langsung menggetarkan
sanubari para pejuang kemerdekaan dan keadaban
bangsa ini dulu. Kini, panggilan itu kembali diserukan
dan langsung menunjuk kepada orang muda generasi
ini untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian
terbaik, secepat, dan sesegera mungkin: revolusi!
Namun bukan revolusi fisik, melainkan revolusi
mentalitas.
Jalan revolusi ini dipilih karena bangsa butuh
penyelesaian yang radikal, menyeluruh, dan langsung

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 121


menghujam jantung soal. Hanya revolusi yang bisa
melakukan itu.

Revolusi Orang Muda


Tulisan ini adalah pekik revolusi yang diintensikan
secara serius kepada puluhan juta jiwa orang muda
bangsa ini. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas
sampai Rote. Yang oleh sistem politik dan Pemilu lebih
banyak diakomodasi sebagai followers dan voters. Yang
oleh pembangunanisme dan statistik resmi negara
hanya diperlakukan sebagai angkatan kerja. Yang oleh
sistem pendidikan kita hanya dicetak sebagai agen
pembangunan fisik. Yang oleh stereotipe-stereotipe
sosial-kultural lebih banyak dikerdilkan sebagai yang
junior, kurang bijaksana, dan belum berpengalaman.
Yang oleh negara dan segala relasi kuasa di seputarnya
dijebloskan menjadi generasi ruang tunggu: tunggu
lulus PNS, tunggu dapat jabatan, tunggu dikaderkan,
tunggu proyek, dan seterusnya.
Di saat hampir bersamaan, pekik revolusi itu seperti
memanggil kembali ingatan tentang amanat Bung Karno
bahwa revolusi belum selesai. Juga seperti menegaskan
pekik para pejuang Revolusi 1998 ketika menumbangkan
otoritarianisme Orde Baru bahwa revolusi sampai mati!
Revolusi memang belum purna, masih akan berlanjut.
Dengan sinergi antara etos revolusioner dan kesadaran
akan panggilan revolusi, orang muda setidaknya bisa
melakukan empat hal berikut, yaitu:

122 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Yang pertama, mendorong revolusi diri dilakukan
organisasi-organisasi kepemudaan yang kini
mengalami disorientasi di hampir seluruh dimensi dan
cara beradanya. Ini dilakukan mengingat potensinya
yang begitu besar bagi upaya merawat keadaban publik.
Kini, banyak organisasi kepemudaan lebih memilih
menjadi alat kuasa-politik yang menghamba pada
kepentingan partai (underbow) atau kelompok tertentu,
lebih mengutamakan kepentingan primordialnya,
introvert, cenderung rekreatif, dan kehilangan roh
pengabdiannya.
Dalam konteks itu, peran dan fungsi organisasi
kepemudaan harus direposisi. Tetapi pertama-tama
dimulai dengan revolusi diri mentalitas orang-orang
muda di dalamnya. Organisasi harus dioperasikan
orang-orang muda yang mengimani etos revolusioner.
Sehingga pada temponya, ia diharapkan menjadi
independen, tidak menghamba padakepentingan partai
atau kelompok tertentu, dan seutuhnya membaktikan
diri untuk kebaikan bersama.
Yang kedua, memberanikan orang-orang muda
yang menjadi bagian dari mesin birokrasi dan sistem
layanan masyarakat untuk menjalankan revolusi
diri. Sistem birokrasi dan layanan masyarakat
yang berbelit-belit disertai pungutan-pungutan
liar di setiap levelnya sangat mengeksploitasi
masyarakat kecil. Bahkan cenderung menindas dan
memarginalkan.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 123


Dalam sistem demikian, peluang revolusi
diri tetap tersedia di tangan orang muda yang
mengoperasikannya. Konkretnya, revolusi diri tetap
dapat dilakukan dengan cara menolak tunduk sebagai
antek birokrasi dan sistem yang eksploitatif-menindas
itu. Birokrasi dan sistem layanan masih dapat dijalankan
tanpa tipu-tapu pungutan yang menghisap.
Yang ketiga, memberanikan orang-orang muda
di kampus untuk melakukan revolusi diri. Sejatinya,
kampus dan segala perangkat di dalamnya menjadi
sumber pengetahuan dan ide-ide pembebasan bagi
rakyat. Namun, nalar liberal telah memenjarakan
orang-orang muda di kampus hanya sebagai calon
tenaga kerja, angkatan kerja. Akibatnya, mentalitas
yang tercipta kemudian adalah mentalitas followers
yang selalu menghamba pada tuan dan mentalitas
introvert yang lebih banyak mengurung diri di menara
gading kampus.
Karena itu, revolusi diri didorong pada upaya
merevitalisasi mentalitas pemimpin dalam diri
orang muda yang siap-rela membebaskan rakyat
dari penderitaan-penderitaannya. Dalam operasinya
kemudian, hal itu dilakukan dengan cara selalu
bergumul dengan persoalan rakyat, mencari jalan
keluar, dan menempatkan kebaikan bersama sebagai
prioritas puncak.
Yang keempat, memberanikan orang-orang muda
yang selama ini dikerdilkan stereotipe-stereotipe sosial-

124 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


kultural untuk mengartikulasikan revolusi diri. Relasi
kuasa lewat produksi wacana yang menempatkan orang
muda sebagai yang junior, belum berpengalaman, dan
kurang bijaksana harus dilawan dengan membuktikan
diri sebagai aktor perubahan sosial. Dalam pembuktian
itu, orang muda revolusioner bisa memanfaatkan semua
ruang yang tersedia untuk terlibat memperjuangkan
kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan
kepribadian budaya anak anak tanah air ini.
Revolusi!, hanya ada satu kata itu bagi orang
muda. Dimulai dari diri sendiri dan kemudian dilipat
gandakan sebagai gerakan bersama. Tidak ada tawar-
menawar lagi. Sebelum semuanya terlambat. Sebab,
orang muda adalah generasi yang selalu dinantikan
sejarah untuk ditulis-kenang turun-temurun karena
keberaniannya memenuhi panggilan revolusi.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 125


126 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi
Bab 10
AGAMA-AGAMA DAN REVOLUSI
MENTAL
- Cypri Jehan Paju Dale -

K
etika Karl Marx menyebut agama adalah
candu, kritiknya diarahkan pada praktik-
praktik religiositas dan spiritualitas yang
membelokkan kaum tertindas dari kesadaran kelas
akan bahaya ketidakadilan sosial, dan melemahkan
kehendak untuk melakukan perlawanan demi
perubahan radikal. Kaum revolusioner menghendaki
agama-agama untuk terlibat dalam realitas sosial,
politik, ekonomi, dan kultural, namun terlibat
bukan sebagai candu, tetapi sebagai agen perubahan
radikal.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 127


Akar Krisis
Kaum liberal mengira bahwa akar kemiskinan
dan penderitaan kita adalah gagal atau kurangnya
pembangunan. Karena itu solusi yang mereka tawarkan
adalah memperluas dan mempercepat pembangunan,
terutama pembangunan infranstruktur, investasi,
pengelolaan sumber daya alam, industrialisasi,
penciptaan lapangan kerja, serta liberalisasi
perdagangan dengan hukum pasar bebas. Fokusnya
adalah mengejar pertumbuhan ekonomi, karena
dipercaya bahwa pertumbuhan ekonomi mendatangkan
banyak uang yang dapat menyelesaikan kemiskinan
dan penderitaan. Bagi mereka pembangunan adalah
jalan keselamatan.
Pembangunan memang membawa kemajuan,
menciptakan kekayaan, dan mengkapitalisasi sumber
daya dalam surplus kekayaan. Namun pembangunan
yang sama mencaplok sumber daya publik,
memarginalkan orang miskin, menciptakan kekerasan,
dan merusak alam lingkungan. Sambil sekelompok
orang menumpuk untung, mayoritas lain tidak saja
turut serta menikmati hasil, tetapi turut menanggung
akibat buruknya (hazards). Singkatnya ketidakadilan,
pencaplokan sumber daya, dan kekerasan adalah sebab
dari kemiskinan dan penderitaan orang miskin.
Demokrasi boleh berjalan. Pembangunan berjalan.
Tetapi demokrasi menjadi alat untuk memburu
kuasa. Pembangunan dikuasai untuk mencaplok.

128 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Pancasila menjadi jargon tanpa makna: keadilan
sosial hanya retorika, permusyawaratan berubah
menjadi persekongkolan, persatuan menjadi kontrol
dan penguasaan, kemanusiaan yang adil dan beradab
diganti penindasan dan dehumanisasi. Dan ketuhanan
pun berganti ketuanan, orang menjadikan dirinya tuan
atas manusia lain yang direndahkan jadi budak dan
alat kesenangan.
Jelas dari situ inti persoalan kita bukanlah persoalan
teknis, dan solusi teknokratis bukanlah yang paling
utama. Masalah kita adalah masalah moral, persoalan
etis, soal prinsip dan nilai-nilai. Yang kita perlukan
adalah resolusi moral, sebuah revolusi mental.

Peran Revolusioner Agama-agama


Jelas dengan sendirinya bahwa revolusi mental
memerlukan peran aktif agama-agama.
Dewasa ini agama-agama banyak terlibat dalam
pembangunan. Bahkan lembaga-lembaga berbasis
agama seringkali menjadi aktor andalan dalam
pembangunan, terutama karya-karya pendidikan,
kesehatan, dan pembangunan sosial ekonomi.
Yayasan-yayasan keagamaan banyak terlibat dalam
berbagai aktivitas pembangunan. Sejatinya, yayasan-
yayasan pembangunan itu merupakan lembaga swa-
daya masyarakat, yang bersifat independen dan
mandiri secara finansial. Namun dewasa ini sebagian
besar yayasan itu justru mendapat subsidi negara,

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 129


baik lewat anggaran APBD-APBN yang sah, maupun
lewat kamuflase bantuan sosial. Di sini agama-agama
menjalankan kewajiban konstitusional negara untuk
pembangunan dan pelayanan publik, dan pada
saat yang sama, lembaga-lembaga itu dibiayai oleh
negara.
Keterlibatan agama-agama lewat yayasan-yayasan
dalam pembangunan dan ketergantungannya pada
subsidi negara ini tidak kurang menimbulkan
dilema. Pertama, apa kontribusi dan nilai tambah
agama-agama, kalau perannya dalam pembangunan
justru semakin tergantung pada subsidi negara?
Kedua, mengapa tidak mendorong pemerintah
untuk menjalankan kewajiban konstitusionalnya
mendidik, melayani, serta mensejahterakan rakyat?
Ketiga, mengapa agama-agama tidak menjalankan
kegiatan yang sungguh-sungguh swadaya saja dan
membiarkan negara mengelola anggaran publik?
Keempat, apakah ketergantungan pada subsidi negara
tidak menyebabkan konflik kepentingan, mengurangi
sikap kritis agama-agama dalam ketidakadilan sosial
dan kesewenangan negara?
Kelompok pro-kemitraan agama-negara tentu saja
akan mempertahankan kemitraan itu. Kelompok-
kelompok kritis menentang kemitraan agama dan
negara, karena dalam praktiknya, ketergantungan pada
subsidi membuat banyak pemimpin negara bersifat
kompromistis, dan kehilangan peran kritis-profetis

130 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


mereka dalam menentang kelaliman penguasa dan
pengusaha. Penulis sendiri berpendapat bahwa sejauh
empat dilema di atas dapat diatasi dengan sejati maka
kemitraan itu dapat saja terus berlanjut.
Sambil mengakui dilema itu, dan mendorong
penyelesaian atasnya, penulis berpendapat bahwa
kontribusi strategis agama-agama dalam kaitan
dengan Revolusi Mental dan Revolusi Sosial kita
haruslah melampaui keterlibatan dalam proyek
pembangunan. Krisis menuntut revolusi moral, bukan
sekadar solusi teknis-pragmatis. Dalam konteks itu,
agama-agama serharusnya memainkan peran strategis
untuk membangun kesadaran kritis dan membentuk
kehendak politik untuk berubah. Agama-agama
seharusnya pertama-tama bekerja untuk melawan
krisis solidaritas dan menumbuhkembangkan sebuah
tata masyarakat baku-peduli. Agama-agama perlu
berada di lini depan melawan ketidakadilan, dan
memperjuangkan hak orang miskin dan tertindas.
Agama-agama mesti mengambil peran kritis-profetis
untuk merubah praktik-praktik kuasa dari kuasa
hegemonik menjadi kuasa emansipatif, merubah
praktik pembangunan dari pembangunan eksploitatif
menjadi membangunan inklusif dan membawa
kesejahteraan bagi semua.
Agama pertama-tama adalah institusi spiritual,
penjaga religiositas, lembaga etis moral. Kekuatan
agama adalah kapital moral dan spiritual, bukan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 131


lembaga pembangunan teknokratis, bukan sebuah
institusi pembangunan. Singkatnya, agama-agama
seharusnya menjadi driving force utama Revolusi
Mental.

Agama Penguasa vs Agama Rakyat


Peran revolusioner agama-agama ini bergerak
ke beberapa arah. Pertama, ke arah pengausa,
agama-agama seharusnya menjadi kekuatan untuk
melawan penindasan dan ketidakadilan, dan dalam
hal itu berhadapan langsung secara frontal dengan
penguasa yang kejam. Singkatnya mengusahakan
pertobatan politik, pertobatan ekonomi, dan
pertobatan kultural kaum penindas. Tantanganya
adalah merubah praktik kuasa hegemonik menjadi
praktik kuasa liberatif, kuasa yang memerdekakan.
Dalam hal pembanguan, melawan pembangunan
eksploitiatif.
Ke arah rakyat tertindas, peran agama-agama
adalah hadir bersama, menunjukkan solidaritas,
dan membentuk kesadaran kritis dan kehendak
politik untuk melawan, menolak tuntuk, dan
memperjuangkan hak-hak manusia dan kelestarian
lingkungan. Agama-agama seharusnya menjadi
kekkuatan perlawanan, energi pembebasan, lembaga
penggalan solidaritas.
Pada saat berbagai elemen bangsa berbicara dan
bekerja untuk revolusi total, agama-agama dihdapkan

132 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


pada pilihan: menjadi agama penguasa atau agama
rakyat, agama revolusioner.
Agama penguasa mengamankan status quo,
menjamin stabilitas, menciptakan harmoni di tengah
ketimpangan social. Agama rakyat berani mendobrak
status quo, menjungkirbalikan stabilitas semu, dan
dengan tegas menunjukkan sikap berpihak pada yang
miskin dan tertindas.
Agama penguasa mengatur sopan-santun,
menjinakkan kritik, dan mengajak semua orang
bersaudara. Agama rakyat memupuk sikap kritis,
turut serta menyuburkan kritik, dan mendobrak
persaudaraan semu dan menempuh jalan keadilan.
Agama penguasa rajin melakukan lobi untuk
subsidi, menuntut jatah dari APBN dan APBD, hadir
dalam seremoni-seremoni Negara. Agama rakyat hadir
bersama rakyat, menolak subsidi yang mengikat sikap
kritis, hadir dalam pergumulan masyarakat dan bukan
pada seremoni penguasa.
Agama penguasa akrab dengan para pengusaha,
melihat setiap kekayaan sebagai karunia dari atas,
dan karena itu mengharapkan persentasi dari setiap
kekayaan. Agama rakyat sadar betul bahwa ada darah
dan keringat orang miskin, ada eksploitasi alam, dalam
kekayaan kaum koruptor dan penjahat lingkugnan, dan
karena itu bersedia hidup sederhana bersama orang
miskin, dan bukannya hidup berkelimpahan bersama
koruptor dan penjahat lingkungan hidup.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 133


Jelaslah kiranya bahwa agar menjadi kekuatan
revolusioner, agama-agama mesti berani merevolusi
diri mereka sendiri. Agama-agama penjilat, agama
penguasa, agama pengusaha adalah candu berbahaya
dan musuh revolusi kita.

134 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


BAB 11
DEKOLONIAL SEBAGAI PILIHAN
UNTUK MEMBEBASKAN,
BUKAN MEMBERDAYAKAN:
Revolusi Mental Jokowi Dalam Diskusi Dekolonial Bersama Mignolo

- Tamara Soukotta - 1

The need for political and epistemic de-linking here comes


to the fore, as well as decolonializing and de-colonial
knowledges, necessary steps for imagining and building
democratic, just, and non-imperial/colonial societies
- Walter Mignolo 2 -

S
udahkah1 Indonesia merdeka?2 Apabila
kemerdekaan kita pahami sebagai bebas dari
segala bentuk penindasan dan penjajahan, maka
dapat dikatakan Indonesia masih jauh dari merdeka.

1 Informasi tentang diri penulis: http://www.iss.nl/iss_faculty/phd_researchers/


profiel_metis/1115129/
2 Mignolo, Walter D. (2009) Epistemic Disobedience, Independent Thought and
De-Colonial Freedom, Theory, Culture and Society 26(7-8): 1-23

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 135


Memang tidak bisa dipungkiri bahwa sejak proklamasi
kemerdekaan lebih dari enam dekade lalu wilayah
di mana kita berdiam secara fisik sudah bukan lagi
bagian dari koloni Eropa. Proses dekolonisasi sudah
berjalan, eks koloni dari Asia sampai Afrika kemudian
menjalani proses pembentukan-pembangunan negara-
bangsa post-colonial (setelah masa kolonial). Namun
demikian, proses penjajahan tetap berlangsung,
dilanggengkan dari satu pucuk kekuasaan ke pucuk
kekuasaan berikutnya. Ini dimungkinkan karena kita
sudah terlanjur menginternalisasi logika penjajahan
tersebut: kita sedang terjajah oleh pikiran kita sendiri,
yang tidak saja membiarkan, tapi juga membenarkan
tindak penjajahan, dan bahkan mungkin kita sendiri
sedang ikut melakukan tindak penjajahan.
Istilah kolonial, koloni, acap dihubungkan dengan
masa penjajahan sebelum proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Namun fokus tulisan ini bukanlah pada
kolonial atau koloni, melainkan kolonialitas dan
pemikiran/opsi dekolonial.
Kolonialitas adalah logika yang menjajah, yang
membelenggu, dan tidak otomatis berakhir dengan
beralihnya sistem pemerintahan dari pemerintahan
kolonial kepada pemerintahan negara baru yang
merdeka dan berdaulat. Kolonialitas inilah yang
menyebabkan, membenarkan, dan melanggengkan
penjajahantidak saja penjajahan dalam pengertian
penjajahan kolonial, akan tetapi segala bentuk

136 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


penjajahan, penindasan yang membelenggu
kemerdekaan hakiki manusia dan menghambat proses
perkembangan dan aktualisasi diri manusia tersebut
untuk menjadi manusia yang seutuhnya: bebas-merdeka
dan bermartabat. Dekolonial di sini dihadirkan sebagai
pilihan cara berpikir (opsi/pemikiran dekolonial) untuk
melepaskan diri dari kolonialitas, sehingga kita dapat
melihat berbagai persoalan dari perspektif lain (selain
perspektif mainstream).
Istilah dekolonial seringkali dikaitkan dengan proses
dekolonisasi di mana koloni-koloni Eropa terutama
di Asia dan Afrika dilepaskan-atau melepaskan
diri-menjadi negara-negara baru yang mempunyai
pemerintahannya sendiri, terpisah dari pemerintahan
kolonial. Proses dekolonisasi ini kemudian mengantar
pada masa post-colonial, yang merujuk pada masa setelah
berakhirnya pemerintahan kolonial. Di masa awal
kemunculannya (bahkan hingga saat ini), pemikiran
atau opsi dekolonial seringkali keliru disamakan
dengan proses dekolonisasi Asia dan Afrika beberapa
dekade silam, dan juga dengan istilah post-colonial.
Izinkan Saya berusaha untuk meluruskan kekeliruan
ini.
Post-kolonial mengacu pada dimensi waktu yang
linear: dari masa pemerintahan kolonial kemudian
menuju masa pemerintahan pasca proklamasi
kemerdekaan, dengan proses dekolonisasi (dalam
konteks Indonesia ditandai dengan Proklamasi

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 137


Kemerdekaan 17 Agustus 1945) sebagai titik pembeda
antara kedua masa tersebut. Kolonialitas-cara berpikir
atau logika kolonial-tidak dibatasi oleh dimensi
waktu yang linear; dan dalam konteks (tidak hanya)
Indonesia, lebih tepat digambarkan sebagai past in the
present-masa lalu yang masih tetap terbawa di masa
sekarang. Dengan demikian, dekolonial dalam tulisan
ini, lebih dari sekedar melepaskan diri dari jajahan
pemerintah kolonial, adalah upaya untuk melepaskan
diri dari kolonialitas yang tidak hilang begitu saja
dengan berakhirnya pemerintahan kolonial di bumi
jajahannya, termasuk di wilayah kepulauan Nusantara
yang kemudian menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini.
Kolonialitas tetap lestari selama lebih dari 68 tahun
kemerdekaan Indonesia, dan telah menjadi dasar yang
membenarkan terjadinya kekerasan struktural dan
kultural selama ini, di bawah pemerintahan presiden
yang berganti-ganti.

***

Beberapa waktu lalu, Saya mendapatkan kesempatan


istimewa untuk berdiskusi sambil makan malam
dengan beberapa pemikir-praktisi dekolonial. Salah
satunya adalah Walter Mignolo3, salah satu tokoh
di balik pemikiran dekolonial tersebut. Bersama

3 Informasi lebih detail tentang Walter Mignolo: http://waltermignolo.com/

138 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Mignolo hadir Rolando Vzquez4 dan Rosalba Icaza,5
keduanya adalah akademisi sekaligus aktivis yang
memperkenalkan Saya pada pemikiran dekolonial
dan juga kepada pemikiran dan kerja Mignolo. Selain
kedua aktivis senior tersebut, hadir juga Paulina Trejo
Mendez,6 rekan peneliti doktoral yang sama-sama
sedang mengeksplorasi lekuk liku keindahan dalam
kesederhanaan pemikiran dekolonial.
Di tengah diskusi, sampailah kami pada pembicaraan
tentang pemilihan presiden di Indonesia. Kebetulan
Mignolo adalah orang yang menempatkan peran
Konferensi Bandung di tengah-tengah perdebatan
dekolonial.7 Saya lalu dengan antusias menceritakan
soal harapan baru Saya akan Indonesia yang lebih baik;
bahwa saat ini di Indonesia sedang muncul kesadaran
akan pentingnya melepaskan diri dari paradigma
lama; dan bahwa kesadaran tersebut sedang
bermanifestasi dalam diri seorang Jokowi, yang dalam
pengamatan Saya bisa dibandingkan dengan Jos
Mujica-nya Uruguay. Keempat rekan diskusi Saya yang
kesemuanya berasal dari Amerika Latin (Argentina

4 Informasi lebih detail tentang Rolando Vzquez: http://www.ucr.nl/about-ucr/


Faculty-and-Staff/Social-Science/Pages/Rolando-V%C3%A1zquez.aspx
5 Informasi lebih detail tentang Rosalba Icaza: http://www.iss.nl/iss_faculty/
profiel_metis/1100534/
6 Informasi tentang Paulina Trejo Mendez: http://www.iss.nl/news_events/iss_
news/detail/article/62018-wp-581-juventud-sin-futuro-subjective-experiences-of-
spanish-youth-resistance-and-organizat/
7 Mignolo, Walter (2011), Geopolitics of Sensing and Knowing On (De)Coloniality,
Border Thinking, and Epistemic Disobedience http://eipcp.net/transversal/0112/
mignolo/en

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 139


dan Meksiko) sontak menunjukkan ketertarikan untuk
mendengarkan lebih lanjut. Siapa orang ini? Apa agenda
yang ditawarkannya? Bagaimana posisinya berhadapan
dengan Amerika Serikat dan Cina? Siapa orang-orang
di sekelilingnya? Apa kepentingan mereka? Bagaimana
dengan Pancasila, apakah tokoh baru ini menghargai
keragaman? Mungkinkah ini awal kembalinya
Indonesia ke panggung politik internasional-bukan
sebagai pengikut, melainkan sebagai pelopor-lewat
gerakan dekolonial sebagaimana yang telah dimulai
Soekarno lewat Konferensi Bandung beberapa dekade
silam?
Semakin antusias Saya ceritakan bagaimana
semangat Indonesia-rekan-rekan aktivis, akademisi,
maupun masyarakat pada umumnya-mulai bangkit
oleh tawaran revolusi mental Jokowi. Bahwa ia bukanlah
bagian dari kelompok birokrasi lama. Sebaliknya ia
bagian dari generasi baru politisi Indonesia yang mulai
meningkat popularitasnya karena memiliki integritas
tinggi, dan di saat yang sama mulai merombak relasi-
relasi kuasa antara pemerintah dan masyarakat. Ia
tidak sendiri, karena bersamanya ada pemimpin-
pemimpin baru yang sejalan. Kebijakan-kebijakannya
selama kurang lebih dua dekade terakhir baik di Solo
maupun di DKI Jakarta menunjukkan keberpihakan
pada rakyat, misalnya dengan memprioritaskan pasar
tradisional dibandingkan jaringan supermarket besar,
memilih untuk membeli hasil pertanian produksi

140 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


dalam negeri dibandingkan impor, memilih untuk
memaksimalkan penggunaan anggaran daerah
dibandingkan menggantungkan diri pada hutang.
Perubahan-perubahan besar tersebut dimulainya dari
diri sendiri. Rekam jejak yang bersih, gaya hidup
sederhana, dan rendah hati. Tak lupa Saya paparkan
bagaimana kaum intelektual yang selama ini lebih
banyak berdiam di kampus-kampus mulai bergerak
untuk perubahan Indonesia. Anies Baswedan dengan
ajakannya untuk mendukung orang baik, misalnya.
Juga rekan-rekan aktivis yang semakin gencar bergerak
untuk mewujudkan revolusi mental, salah satunya
lewat inisiatif untuk menerbitkan buku ini. Ajakan
revolusi mental Jokowi disambut dengan antusias,
karena ia membawa agenda dekolonial yang selama
ini termarginalkan oleh hegemoni pembangunanisme
ke wilayah politik, untuk menjadi agenda bangsa.
Kemudian dengan bangga Saya ceritakan bahwa
masyarakat Indonesia secara luas, termasuk mereka
yang secara ekonomi masih mengalami kesulitan
dengan semangat mengumpulkan dana untuk
mendukung Jokowi-demi menjamin kedudukan rakyat
sebagai pemberi mandat bagi pemerintahnya, demi
menjamin bahwa revolusi mental akan berjalan lancar,
tanpa dikooptasi oleh elit-elit lama yang setia membeli
birokrasi demi kepentingan dan kenyamanan mereka.
Dalam diskusi tersebut, Rosalba kemudian
mengajukan pertanyaan kritis yang sangat mendasar

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 141


dalam konteks pemikiran/opsi dekolonial: mungkinkah
berbicara pemikiran/opsi dekolonial dalam konteks
modern-state atau negara-bangsa? Terus terang
pertanyaan ini telah sejak awal mengganjal di benak
Saya: bagaimana Saya akan menulis tentang pemikiran
dekolonial atau opsi dekolonial dalam konteks negara-
bangsa dan demokrasi liberal? Apalagi dalam konteks
Indonesia, pembentukan-pembangunan negara-bangsa
adalah suatu proses panjang yang diwarnai kekerasan
dan pertumpahan darah yang tidak terlepas dari logika
kolonialitas. Sepanjang sejarah kemerdekaan upaya
mempertahankan kedaulatan negara ini juga merupakan
kelanjutan proses kolonial. Apakah ini kemudian tidak
kontradiktif? Dalam refleksi atas pertanyaan ini, Saya
menemukan jawaban (sementara) pada konsep border
thinking8 yang dikemukakan Mignolo: tulisan ini adalah
hasil pikiran yang berada pada batas antara penolakan
Saya atas kolonialitas (dalam bentuk negara-bangsa
dan demokrasi liberal), dan kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri bahwa kolonialitas (dalam bentuk
negara-bangsa dan demokrasi liberal) adalah sesuatu
yang tidak terelakkan dalam konteks kehidupan Saya
saat ini.
Diskusi kami akhiri dengan harapan baru bahwa
Indonesia sedang merajut masa depan baru. Tentu
perubahan ini tidak semudah membalik telapak
tangan. Butuh waktu panjang, upaya yang tak kenal

8 Ibid

142 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


lelah, dan konsistensi serta kesabaran agar revolusi
mental sungguh-sungguh bisa diwujudkan oleh bangsa
Indonesia. Tapi kita sedang mengarah ke sana. Perlahan
tapi pasti tujuan itu akan tercapai. Kami mengakhiri
diskusi dengan janji dari keempat rekan Saya bahwa
mereka akan dengan saksama mengikuti perkembangan
revolusi mental Indonesia. Ada ketidaksabaran untuk
menggandeng Indonesia dalam barisan pemikiran/
opsi dekolonial di dunia internasional. Untuk pertama
kalinya dalam hampir dua dekade terakhir Saya
merasa tidak minder, dan bahkan sebaliknya, bangga
sebagai orang Indonesia dalam diskusi di tingkat
internasional. Bangga, karena untuk pertama kalinya
Saya membagi cerita positif tentang Indonesia. Tidak
minder, karena kali ini Indonesia yang Saya ceritakan
bukan Indonesia yang pengikut setia kebijakan politik-
ekonomi mainstream, tetapi sebagai pendobrak status
quo. Ada harapan di sini, tidak melulu keprihatinan
sebagaimana sebelumnya.

***

Dalam perjalanan pulang setelah diskusi, sambil


mengayuh sepeda, Paulina dan Saya saling berbagi
cerita tentang bagaimana kami kemudian jatuh hati
pada pemikiran/opsi dekolonial. Ternyata proses
yang kami lalui tidak jauh berbeda. Telah lama kami
bergumul dengan pengalaman sebagai orang-orang

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 143


yang dianggap menyusahkan hidup sendiri karena
bersikap kritis. Hidup akan lebih mudah kalau dijalani
saja, tidak perlu banyak protes, jangan banyak bertanya.
Idealisme itu hanya mimpi. Tapi tetap hati nurani kami
yakin bahwa pilihan hidup kami tepat dan masuk
akal, kendati bagi banyak orang-termasuk teman
dan keluarga- tidak demikian. Dalam pemikiran/opsi
dekolonial kami kemudian menemukan intellectual
home (rumah intelektual) di mana kami merasa
aman, nyaman, tenteram, dan bebas menentukan arah
pilihan untuk hidup sebagai manusia yang seutuhnya:
sejahtera dan bahagia. Seperti itu jugalah Indonesia
yang Saya bayangkan: sejahtera dan bahagia.
Memilih opsi dekolonial berarti melepaskan
diri dari kungkungan sistem yang hegemonik.
Opsi dekolonial memungkinkan individu untuk
bertumbuh dan berkembang bebas, tidak terkurung
dan terpagar. Ibaratnya kita mengganti ukuran pot
sesuai perkembangan tanaman, bukan memangkas
tanaman tersebut agar tetap pas dengan ukuran pot
yang ada. Dekolonial bukanlah suatu proses terpimpin,
melainkan gerakan sosial yang idealnya dimulai dari
setiap individu. Ini mensyaratkan keterbukaan pikiran
untuk unlearn dan relearn. Untuk memutus rantai
neuron lama dan membangun rantai neuron baru yang
melihat persoalan bangsa dengan cara dan dari sudut
pandang yang berbeda. Ini adalah suatu proses yang
tidak nyaman dan bahkan mungkin menyakitkan,

144 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


karena menuntut kesediaan setiap individu untuk
menanggalkan status quo dan keluar dari zona nyaman
masing-masing, untuk mulai membangun suatu budaya
berpikir yang baru. Karenanya, memilih opsi dekolonial
menuntut kedewasaan dan keterbukaan pikiran, jiwa
besar untuk melepaskan diri dari kungkungan status
quo. Memang tidak gampang. Jauh lebih nyaman
tetap meringkuk di dalam selimut status quo. Sebagai
revolusi, maka ini haruslah sebuah perubahan radikal
secara cepat dan menyeluruh. Pertanyaannya kemudian
adalah: bersediakah anda dan saya menjalani proses
menyakitkan ini untuk mewujudkan Indonesia baru
yang berkedaulatan dan berkeadilan sosial?
Pada akhirnya, dekolonial hadir sebagai OPSI-
pilihan lain-paradigma berpikir, sebagai alternatif
terhadap paradigma berpikir kolonial yang telah lama
menjadi status quo. Pemikiran/opsi dekolonial ini
BUKANLAH soal memberdayakan, akan tetapi soal
membuka akses pengetahuan pada masyarakat luas,
yang pada akhirnya akan membantu setiap individu
untuk menentukan nasibnya sendiri.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 145


146 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi
BAB 12
KERANGKA AKSI DAN AGENDA
REVOLUSI KITA
- Cypri Jehan Paju Dale -

B
ERBAGAI pandangan yang dipaparkan oleh para
penulis buku ini menunjukkan dengan terang
benderang bahwa (1) tanpa revolusi mental dan
revolusi sistemik, praktik kuasa dan pembangunan,
oleh pemerintah atau aparat Negara yang dipilih
dengan mekanisme demokratis sekalipun, tetap
merupakan praktik kuasa hegemonic-koersif dan praktik
pembangunan eksploitatif; dan (2) hanya dengan revolusi
mental dan revolusi sistemik itu mentalitas, cara kerja,
dan sistem hegemonik-eksploitatif dapat digantikan
alternatif-alternatif emansipatoris dan memerdekakan.
Bab ini berusaha memetakan kerangka besar revolusi
kita itu sekaligus agenda-agenda perwujudannya.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 147


Terlebih dahulu kita akan mendiskusikan tentang
kuasa atau kekuasaan (power) dalam kerangka revolusi,
yang jelas berbeda atau bahkan bertentangan dengan
kuasa status quo. Selanjutnya kita akan membicarakan
agenda-agenda revolusi kita, yang mencakup aspek-
aspek ekonomi, politik, dan budaya; yang tidak saja
berkaitan dengan agenda-agenda praktis, tetapi juga
dasar-dasar etis dan epistemiknya. Bab ini akan ditutup
dengan pertanyaan tentang apa tanggung jawab dan
di mana tempat kita, Anda dan saya, dalam agenda
revolusi itu?

Kuasa Kontra-Hegemonik Dan Artikulasi Baru


Dari Self-Determinasi
Kuasa atau kekuasaan merupakan faktor penting
dalam revolusi mental dan revolusi sistemik. Agar dapat
melakukan perubahan radikal, kelompok revolusioner
mesti memegang kendali atas diri mereka sendiri dan
atas tata sosial, politik, ekonomi, dan budaya mereka.
Namun tidak semua kekuasaan memungkinkan
revolusi mental dan revolusi sistemik.
Ada setidaknya dua hal yang penting kita perhatikan
di sini. Pertama, kita perlu memisahkan dengan tegas
kuasa hegemonik dan kuasa kontra-hegemonik atau
kuasa emansipatif-emansipatif. Kuasa hegemonik itu,
sebagaimana seringkali dipraktikkan dalam politik
dan dalam pembangunan adalah power over, kuasa
atas, kuasa yang mencaplok, yang mendominasi.

148 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Sebaliknya kuasa liberatif-emansipatif adalah, kuasa
untuk (power to) melakukan perubahan, kuasa yang
produktif, kuasa yang membebaskan.
Kedua, kuasa itu, baik sebagai kuasa hegemonik
maupun kuasa liberatif-emansipatif bekerja dalam dan
melalui diskursus, yaitu melalui konstruksi pemikiran
dan lewat praktik-praktik sosial. Dalam rumusan
Foucault, kuasa itu bekerja dalam aparatus-aparatus
sosial konkret; yakni rangkaian elemen-elemen
diskursif dan material-misalnya, diskursus-diskursus,
institusi-institusi, bentuk-bentuk arsitektural,
keputusan-keputusan yang mengatur, hukum-hukum,
ukuran-ukuran administratif, pernyataan-pernyatan
ilmiah - dan sistem relasi-relasi... yang terbangun
antara semua elemen itu
Kuasa revolusioner itu tidak semata-mata dimiliki
oleh negara atau kapital, tetapi dipraktikkan oleh
berbagai aktor sosial dalam setiap interaksi. Dia tidak
dimiliki oleh penguasa-pengusaha (yaitu mereka
yang telah merebut kedudukan dan jabatan tertentu
dan memiliki modal, atau kedua-duanya), tetapi
dipraktikkan oleh semua orang, tanpa kecuali. Kuasa
liberatif itu menyebar dalam berbagai jejaring relasi
sosial, ada di mana-mana dan dijalankan oleh siapa
pun,karena dia merupakan permainan-permainan
strategis di antara pihak-pihak yang memiliki
kebebasan memilih (strategic games between liberties).
Kekuasaan liberatif itu bersifat relasional, produktif,

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 149


dan dipraktikkan dalam relasi-relasi, dalam interaksi-
interaksi yang saling terkait (intersect) antara faktor-
faktor politik, ekonomi dan kultural.
Kuasa kedua inilah yang dapat diandalkan oleh
berbagai kelompok sub-altern, kaum tertindas, bagi
kerja-kerja perubahan, baik dalam bentuk resistensi
terhadap kuasa hegemonik maupun dalam upaya
merintis pemikiran dan tindakan-tindakan alternatif.
Kuasa kontra-hegemonik ini bekerja dalam dan
melalui diskursus (konsep-konsep pemikiran sekaligus
praktik-prakek, diskursif dan material sekaligus). Sebab
demikianlah adannya; diskursus mentransmisikan
dan memproduksi kuasa; diskursus mengukuhkan
kuasa...., tetapi juga melemahkan kuasa, membuat
kuasa menjadi rapuh dan memberi kemungkinan
untuk merintangi kuasa.
Praktik-praktik kuasa yang demikian ini adalah
sebuah self-determinasi, penentuan nasib sendiri, yang
tidak saja merupakan hak asasi sebagaimana dalam
konstruksi hak asasi manusia liberal, tetapi juga sebagai
cara berada, sebagai raison de etre, yang tanpanya orang
tidak dapat survive di tengah medan pertarungan
kuasa.
Semua bentuk-bentuk artikulasi dari self-
determinasi itu merupakan bentuk dari praktik kuasa
kontra-hegemoni, sebuah rangkaian opsi de-kolonial
untuk menentang dan menantang serta sekaligus
memutus dominasi dalam dan melalui daya tipu dan

150 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


tipu daya pembangunan. Para pendiri bangsa telah
meletakkan dasar bagi self-determinasi itu dalam visi
Tri-sakti: kedaulatan politik, kemandirian ekonomi,
dan kepribadian budaya, demi melawan segala bentuk
eksploitasi manusia atas manusia lain, bangsa atas
bangsa lain (Soekarno).
Praktik kuasa kontra-hegemonik ini tidak
sama dengan penggantian rezim yang ada. Politisi
busuk, birokrat korup, pengusaha tamak memang
harus diusir dari medan politik kita. Tetapi alternatif
kontra-hegemonik tidak dengan sendirinya terwujud
lewat pengantian rezim. Pemilihan umum langsung
memang merupakan jalan konstitutif-demokratis
untuk menjungkirbalikkan kemapanan (status quo)
mereka. Tetapi itu saja tidak cukup, karena sirkulasi
pemimpin politik sebagaimana jelas dalam maraknya
reformasi politik elektoral di Indonesia hanya
mengganti segerombolan penguasa-pengusaha dengan
gerombolan penguasa-pengusaha lainnya. Alternatif
kontra-hegemoniklah yang memungkinkan sebuah
perubahan yang jauh lebih radikal, perubahan yang
paradigmatik, perubahan yang sistemik.
Karena itu praktik kuasa kontra-hegemonik
sebenarnya tidak sama dengan mengambil-alih
kekuasaan atau kedudukan politik; juga bukan pegiliran
kekuasaan politik dan kelas. Melainkan praktik-
praktik diskursif kontra-hegemonik, yang berbasis
pada produksi pengetahuan kritis dan pertarungan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 151


diskursus, serta tindakan-tindakan pembebasan yang
melampaui dominasi dan ekslusi menuju kesetaraan
dan emansipasi.
Kuasa kontra-hegemoni itu adalah kuasa yang ada
pada setiap orang, termasuk pada masyarakat biasa,
kaum tertindas, orang yang didominasi. Kuasa itu
memungkinkan mereka untuk mengyatakan Tidak!
Cukup Sudah!. Kuasa itu memampukan mereka
untuk menjungkirbalikkan hegemoni dalam dan
melalui pembangunan. Kuasa itu juga memampukan
mereka untuk mempertahankan sumber daya,
kosmologi, dan tujuan serta cara untuk mencapainya.
Dengan kuasa itu pula mereka dapat merintis jalan
alternatif, di mana mereka sendiri ikut menentukan
tujuan dan cara mencapainya.
Namun praktik kuasa kontra-hegemonik itu tidak
menjadi agenda kaum tertindas saja. Walaupun
merekalah yang paling berkepentingan untuk
mempertahankan komunitas, alam, dan budaya
mereka, praktik kuasa kontra-hegemonik merupakan
agenda-agenda politik, ekonomi dan kultural bagi
seluruh peradaban. Saya melihat ada setidak-tidaknya
empat medan pertarungan kuasa dan praktik
emansipasi, yaitu arena yang terkait satu sama lain.
Pertama, pada level personal, praktik kuasa kontra-
hegemoni adalah pilihan untuk menempatkan diri dan
artikulasi posisi epistemologis, sikap politik, pilihan
gaya hidup, di tengah konteks sosial, politik, ekonomi,

152 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


dan kultural yang konkret. Berhadapan dengan realitas
ketidakadilan dan eksploitasi, orang tidak dapat
bersifat netral. Pilihannya hanya ikut menindas, atau
berjuang menentang dan mencari alternatifnya.
Kedua, pada level komunitas, self-determinasi
merupakan perpaduan antara resistensi terhadap
daya tipu pembangunan, sekaligus pencarian atas
alternatif-alternatif politik, ekonomi, dan kultural yang
paling memenuhi aspirasi komunitas sendiri. Pada
level inilah kemudian terjadi konsolidasi individu-
individu sadar yang menolak tunduk, dan berusaha
merintis alternatif.
Level ketiga adalah arena politik negara dan bangsa.
Pilihan kita adalah negara yang menjadi alat kapitalis,
atau negara berdaulat menjamin survival, martabat, dan
kesejahteraan masyrakat, alam dan budaya mereka.
Pilihan kita adalah pemerintah yang memfasilitasi
ekspansi kapital yang menjamin bumi, air, dan segala
isinya dikuasai oleh investor dan digunakan untuk
sebesar-besarnya akumulasi untung atau negera yang
menjamin kesejahteraan umum. Medan pertarungan
ini menjadi amat penting dan kegagalan artikulasi self-
determinasi ini hanya melanjutkan penjajahan dalam
bentuk baru yang sama kejamnya dengan kolonialisme
langsung oleh bangsa asing.
Arena keempat, yang terkait erat dengan
arena politik negara, adalah arena trans-nasional.
Sebagaimana dapat kita baca dengan terang benderang

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 153


lewat perspektif kritis pos-kolonial dan pemikiran
de-kolonial, daya tipu pembangunan pembangunan
dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan politik,
ekonomi, dan budaya yang bekerja lintas batas negara
dan bangsa, dan merangsek masuk ke inti paling
dalam dari survival masyarakat di sudut bumi mana
pun, mengincar kekayaan alam dan kultural mereka.
Dominasi dalam dan melalui pembangunan adalah
proses global. Karena itu, medan trans-nasional
ini juga merupakan arena artikulasi praktik kuasa
kontra-hegemonik, tempat di mana self-determinasi
untuk kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, serta
kepribadian budaya itu dapat diwujudkan.
Empat arena itu sekarang ini dikuasai oleh praktik
kuasa hegemonik dalam dan melalui daya tipu dan
tipu daya pembangunan. Opsi-opsi de-kolonial
ini membantu kita merumuskan agenda-agenda
transformasi itu.

Tujuh Agenda Revolusi Kita


Gerakan self-determinasi atau proses emansipasi
politik, ekonomi dan kultural bukanlah sebuah
proyek tunggal yang dapat ditempuh dengan satu
dua langkah saja. Dia adalah proses multi-agenda,
yang sekaligus membutuhkan banyak langkah. Untuk
mewujudkannya pun tidak ada formula siap jadi.
Tidak ada solusi instan, sebuah formula universal
yang siap diterapkan sebagaimana formula-

154 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


formula yang diusulkan dan dipropagandakan
oleh agen-agen pembangunan neoliberal. Proses
emanispasi itu adalah pergulatan-pergulatan dalam
konteks, dengan dimensi personal dan komunal,
pada tataran lokal, nasional, dan global sekaligus;
dalam keterkaitan erat masa kini dengan masa lalu
dan masa depan. Jadi wujud nyata ari opsi-opsi de-
kolonial selalu terkait dengan dimensi ruang dan
dimensi waktu tertentu.
Karena itu di sini hanya akan dipetakan agenda-
agenda transformasi, yang alih-alih siap pakai,
hanya berfungsi sebagai panduan epistemologis dan
sekaligus etis, teoritis dan politis, yang memungkinkan
sebuah gerakan emansipasi yang kuat dan berjangka
panjang dalam konteks tertentu. Berikut ini adalah
ringkasan dari tujuh agenda self-determinasi dan
gerakan emansipasi yang diperbandingkan dengan
agenda pembangunan arus utama.
1. Melampaui Paradigma Proyek Pembangunan
Dan Bantuan Kemiskinan: Keadilan Sosial Dan
Hak Asasi Manusia
2. Melampaui Ekonomi Kapitalistik Dan Pasar
Bebas: Tata Ekonomi Baku Peduli
3. Melampaui Logika Investasi: Kedaulatan
Masyarakat setempat Dalam Kepemilikan,
Pengelolaan, Dan Pemanfaatan Sumber Daya
4. Melampaui Good Government-Good Governance:
Pemerintahan Yang Berdaulat Dan Produktif

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 155


5. Melampaui Demokrasi Elektoral: Politik Sebagai
Urusan Publik
6. Dari Tipu Daya Konservasi Menuju
Pengembangan Ekologi Komunitas
7. Melampaui Pengetahuan Hegemonik Menuju
Ekologi Pengetahuan dan Perjuangan Epistemik

Agenda 1.
Melampaui Paradigma Proyek Dan Bantuan:
Keadilan Sosial Dan Hak Asasi Manusia
Sudah kita lihat bagaimana kuasa hegemonik dan
pembangunan eksploitatif bekerja lewat proyek-proyek
pembangunan dan bantuan kemiskinan, dengan
seluruh perangkat legitimasi dan implementasinya,
yang dirancang oleh pemerintah dan agen swasta
yang mengatas-namakan rakyat dan diklaim demi
kesejahteraan mereka. Proyek-proyek itu, kendati
dibungkus dengan berbagai asumsi dan klaim
kesuksesan dan klaim, kebenaran, menyembunyikan
baik secara samar maupun terang-terangan,
sebuah praktik penindasan dan keterjajahan dalam
wujud eksploitasi, marginalisasi, ketakberdayaan,
imperialisme kultural, dan kekerasan dalam berbagai
bentuk.
Alternatif kontra-hegemonik mengatasi praktik
pembangunan dan proyek kemiskinan seperti itu,
dengan mencari bentuk baru dari pembangunan
sebagai proses-proses politik, ekonomi, dan budaya

156 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


yang dengannya ketidakadilan sosial dapat
dihentikan, diganti dengan pemenuhan hak-hak asasi
manusia setiap anggota masyarakat, terutama kaum
miskin dan tertindas. Elemen kunci dari alternatif
kontra-hegemonik itu adalah perubahan sistemik yang
menjamin redistribusi kesejahteraan, terutama karena
kekayaan itu sudah dicaplok elit dari masyarakat
lewat berbagai mekanisme pembangunan. Dengan
itu pembangunan tidak lagi menjadi alat untuk
mempertahankan status quo, di mana yang kaya akan
tetap kaya, dan yang miskin menjadi semakin miskin ;
tetapi alat untuk perwujudan keadilan dan pemenuhan
hak asasi manusia.
Prinsip dasar keadilan sosial dan pemenuhan
hak asasi manusia itu mengharuskan terjaminnya
kesetaraan di satu sisi dan pengakuan akan perbedaan
serta perlunya perlakuan khusus di sisi lain. Yang
dimaksudkan di sini adalah kesetaraan dan perbedaan
antara berbagai kelompok yang berbeda dalam matriks
kuasa hegemonik. Dalam kondisi ketidakadilan sosial
yang sistemik, keadilan hanya akan terwujud jika setiap
orang mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama.
Tetapi memberikan kesempatan dan perlakuan yang
sama saja tidak cukup. Karena dalam ketidakadilan
ada pihak yang yang terpinggirkan, tersubordinasi,
terabaikan, maka diperlukan pengakuan akan
perbedaan itu yang disusul dengan perlakuan khusus
bagi kelompok rentan ini agar setelah perlakuan khusus

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 157


itu mereka menjadi setara dengan kelompok dominan.
Salah satu aplikasinya adalah kebijakan afirmatif atau
keberpihakan khusus.
Kebijakan afirmatif ini dapat kita rumuskan
sebagai usaha sadar dan sistematis untuk menjamin
bahwa kelompok-kelompok yang rentan terhadap
ketidakadilan, diperhatikan secara khusus, dilindungi,
dihormati, dan diberdayakan, agar tidak dengan mudah
terlindas oleh sistem politik, ekonomi, dan kultural
yang memang hegemonik. Pemberdayaan khusus juga
penting, agar mereka dapat ikut serta berpartisipasi
dan mendapat manfaat dari proses pembangunan itu.
Di tengah rimba persaingan bebas, peran pemerintah
untuk keadilan sosial dan pemenuhan hak asasi
manusia ini menjadi penting. Negaralah yang
bertanggung jawab untuk mencegah ketidakadilan
sistemik dan menjamin keadilan itu. Pemerintah
berkewajiban untuk memastikan bahwa pembangunan
tidak menjadi sarana dan medan eksploitasi dan
marginalisasi. Sebalikya setiap orang mendapat
kesempatan dan perlakuan yang setara; sekaligus
mengakui perbedaan dan memberikan perlakuan
khusus kepada kelompok rentan.
Di sini barangkali ada manfaatnya mendiskusikan
pendekatan hak asasi manusia atas pembangunan
(right-based approach to development) yang secara normatif
sudah ditetapkan sebagai salah satu kesepakatan
universal di tingkatan Perserikatan Bangsa-Bangsa

158 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


(kendati tidak sungguh-sungguh diterapkan). Deklarasi
PBB tentang hak atas pembangungan menegaskan
bahwa setiap orang dan bangsa (people) berhak
untuk berpartisipasi pada, berkontribusi dalam, dan
menikmati pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan
politik, yang dengannya semua hak-hak asasi manusia
dan kebebasan fundamental terpenuhi.
Deklarasi yang sama juga menegaskan pembangunan
sebagai proses ekonomi, sosial, kultural, dan politik
yang menyeluruh, yang bertujuan untuk memperbaiki
secara konstan kemaslahatan segenap warga dan semua
orang, lewat peran serta yang aktif, bebas, dan penuh
makna di dalam pembangunan dan dalam distribusi
yang adil atas hasil-hasilnya (Mukadimah). Dalam
sudut pandang hak asasi manusia, pembangunan
kontra-hegemonik seperti itu adalah hak (entitlement),
di mana setiap orang dan semua bangsa (peoples) adalah
pemangku hak (rights holder) dan Negara, baik masing-
masing maupun bersama, merupakan pengemban
tanggung jawab (duty bearer).
Jadi, melampaui konsep dan praktik pembangunan
dan pengentasan kemiskinan arus utama, alternatif
hegemonik dapat kita tempuh dengan menata ulang
proses-proses ekonomi, politik, dan kultural, di mana
kelompok-kelompok yang berbeda (elit dan rakyat)
tidak bersaing secara bebas dalam prinsip tetapi
menjamin bahwa setiap orang diperlakukan setara
sekaligus berbeda dengan kebijakan keberpihakan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 159


khusus, agar pembangunan itu menjadi alat keadilan
dan pemenuhan hak asasi manusia.

Agenda 2.
Melampaui Ekonomi Kapitalistik Dan Pasar
Bebas: Tata Ekonomi Baku Peduli
Tidak hanya investasi yang bermasalah, namun
seluruh tata ekonomi kapitalistik memiliki kelemahan
sistemiknya sendiri. Kapitalisme bertumpuh pada
eksploitasi dalam satu sistem persaingan bebas sehingga
secara inheren dia menempatkan segelintir elit yang
dominan berada di puncak, dan mencampakkan yang
lemah di dasar piramida. Karena itu keadilan sosial
hanya dapat ditegakkan di luar kerangka hegemonik
kapitalisme pasar bebas.
Revolusi mental mengadvokasi tata ekonomi
baku peduli, yaitu ekonomi berbasis solidaritas yang
melampaui logika tunggal persaingan bebas. Berbeda
dengan ekonomi pasar, apalagi pasar bebas, ekonomi
baku peduli bertumpuh pada prinsip non-eksploitasi,
demokrasi, solidaritas, dan kelestarian alam, serta tentu
saja keadilan. Dalam ekonomi baku peduli, seseorang
mendapat keuntungan bukan karena orang lain
menderita kerugian. Keuntungan sebuah usaha besar
bukan karena orang lain dirugikan. Sebaliknya orang
bekerja dalam kemitraan, yang menghidupkan semua,
dengan fairness sebagai panduan etisnya. Makna yang
terkandung dalam baku-peduli ini terasa lebih tepat

160 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


karena unsur resiprokalnya (baku, saling). Melawan
sistem eksploitasi-untung karena orang lain rugi-
ekonomi baku peduli mengandung unsur care yang
resiprokal. Untung memang dikejar, tetapi bersamaan
dengan tanggung jawab akan tata kehidupan bersama
yang lebih baik.
Alih-alih mengandalkan korporasi sebagai pelaku
utama ekonomi, terutama dalam pengelolaan sumber
daya dan produksi barang dan jasa, ekonomi baku
peduli mendorong pengelolaan sumber daya dan
produksi barang dan jasa yang berbasis keluarga dan
komunitas. Keluar dari frame ekonomi formal dan
informal, yang mendiskreditkan ekonomi kecil dan
berbasis komunitas, konsep ekonomi baku peduli
justru menaruh perhatian pada upaya masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, sambil
mencari solusi atas persoalan ekonomi komunitas. Hal
ini sangat tepat untuk kedaulatan dan kemandirian
pangan, produksi sandang berbasis sandang lokal,
serta berbagai kebutuhan sehari-hari lainnya. Model
ini juga dapat dikembangkan dalam bisnis pariwisata,
yaitu pariwisata yang dikelolah oleh masyarakat
sendiri.
Di bidang perdagangan, alih-alih liberalisasi
perdagangan, ekonomi baku peduli juga mendorong
perdagangan lokal, yang tidak mengandalkan import
dan ekspor, tetapi baku-dukung antar komunitas-
komunitas berdekatan, dan mengefektifkan mata-rantai

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 161


produsen-konsumen, tanpa mata-rantai pedagang
predator di antaranya. Sistem ini adil baik bagi
produsen maupun konsumen. Demikian juga, ongkos
ekonomi dan ekologis dari perdagangan antar-negara
yang berjauhan hanya terjadi ketika produksi lokal
tidak mampu memenuhi kebutuhan. Perdagangan
juga mengedepankan perdagangan yang adil, dengan
mengurangi peran middle-man yang tidak berperan
produktif, tetapi menjadi parasit yang mengambil
untung dari rantai distribusi barang.
Kerangka ekonomi baku peduli ini bukanlah
sebuah temuan yang baru sama sekali. Sebaliknya,
itu adalah kearifan dan praktik yang terjadi di
komunitas-komunitas, terutama komunitas
tradisional yang belum terkontaminasi kapitalisme
neoliberal. Koperasi, pasar-komunitas, fair-trade,
gotong-royong, bisnis-komunitas merupakan contoh
praktik ekonomi baku peduli. Praktik-praktik
seperti itu muncul di banyak tempat, dengan kreasi-
kreasi baru, mencoba bertahan di tengah hegemoni
kapitalisme. Tugas paradigmatik Gerakan Ekonomi
Baku Peduli hanyalah mengenal, mengidentifikasi,
merekonstruksi, dan memberikan cahaya pada praktik
ekonomi solidaritas itu. Sedangkan tugas praksisnya
terletak pada usaha untuk memperkuat, mengambil
inisiatif baru, serta menjaga keberlanjutan gerakan
ekonomi baku peduli.

162 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Agenda 3.
Melampaui Paradigma Investasi: Mengokohkan
Kedaulatan Rakyat Setempat Dalam Kepemilikan,
Pengelolaan, Dan Pemanfaatan Sumber Daya
Kalau pembangunan eksploitatif bertumpu pada
investasi, pembangunan revolusioner bertumpu pada
kedaulatan masyarakat dalam memiliki, mengelola,
dan mandapat manfaat dari seluiruh sumber daya
ekonomi bangsa. Dalam pembangunan berbasis
investasi, investor dan kapitalis dijadikan pelaku
utama pembangunan ekonomi. Investasi diklaim
sebagai alat dan sarana menuju kesejahteraan umum
dengan menghidupkan ekonomi suatu wilayah,
menciptakan lapangan kerja, mengembangkan
sumber daya, meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
menaikkan level produk domestik bruto, mengurangi
pengangguran, mengatasi kemiskinan dan menciptakan
kesejahteraan. Karena itu Pemerintah tidak saja aktif
mengundang investor ke daerah mereka, tetapi juga
memfasilitasi operasi mereka dengan regulasi-regulasi
dan pembangunan infrastruktur. Bagi masyarakat
setempat justru investasi membawa serta berbagai
kabar buruk.
Sambil para investor menumpuk untung,
masyarakat setempat justru kehilangan akses pada
sumber daya yang sebelumnya mereka miliki, tidak
turut serta dalam proses pengelolaannya, dan tidak
mendapatkan manfaat langsung. Malahan mereka

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 163


terpaksa ikut menanggung akibat dari investasi; seperti
kerusakan lingkungan dan rendahnya pelayanan
publik akibat dana pembangunan lebih diarahkan
pada pembangunan infrastruktur untuk investasi.
Maraknya investasi tidak berbanding lurus dengan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat pemilik
sumber daya.
Alternatif kontra-hegemonik mencari bentuk
baru pembangunan dengan masyarakat lokal sebagai
aktor utama, yang menguasai sumber daya alam
mereka sendiri, dan menjadi pelaku inti baik dalam
proses pengolahannya maupun untuk menikmati hasil-
hasilnya. Selain itu, pembangunan yang berpusat
pada masyarakat itu menjunjung tinggi kedaulatan
masyarakat; yaitu hak kekayaan kolektif, hak untuk
menentukan masa depan mereka sendiri, hak untuk
menentukan jenis dan arah pembangunan. Singkatnya
penegasan menuju kedaulatan politik, ekonomi dan
kultural masyarakat setempat pada sumber daya
dan akses terhadap penguasaan, pengelolaan dan
manfaatnya.
Bagaimana wujud konkret dari pembangunan
yang berpusat pada masyarakat seperti itu, tentu saja
harus dikonkretkan sesuai konteks. Prinsip-prinsip
utamanya antara lain (1) hargai kedaulatan masyarakat
setempat, (2) lindungi akses mereka terhadap sumber
daya kolektif, (3) prioritaskan pemenuhan hak-hak
masyarakat lokal atas proses dan hasil pembangunan,

164 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


dengan (4) program dan alokasi anggaran yang terarah
secara langsung pada terpenuhinya kebutuhan dasar
dan hak atas pembangunan, (5) utamakan infrastruktur
dan program yang secara langsung bermanfaat bagi
ekonomi berbasis keluarga dan komunitas.

Agenda 4.
Melampaui Good Government-Good Governance:
Membangun Pemerintahan Yang Berdaulat Dan
Produktif
Ketika peran pemerintah tereduksi menjadi
fasilitator dan regulator, dan mesin utama
pembangunan ekonomi digerakkan oleh dunia
investasi, maka marginalisasi menjadi semakin
masif. Pembangunan seperti itu menciptakan sebuah
pertarungan yang asimetri, di mana kekuasaan
pemodal jauh melampaui kekuatan masyarakat. Di
sisi lain pemerintah yang tidak punya keberpihakan
khusus pada masyarakatnya sendiri, justru menyerap
anggaran pembangunan sedemikian besar sehingga
alokasi dana untuk sektor produktif
Agar dapat menjalankan peran sebagai penegak
keadilan dan agar memenuhi tanggunjawab hak atas
pembangunan, pemerintah tidak cukup mengandalkan
paradigma good government atau clean government,
dengan fokus pada transparansi dan akuntabilitas saja.
Kendati pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan
bebas korupsi itu penting, keadilan sosial dan hak asasi

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 165


manusia mengharuskan karakter pemerintahan yang
lebih: pemerintahan yang berdaulat dan produktif.
Apa artinya?
Pemerintahan yang berdaulat itu pertama-tama
terkait dengan posisi tawar terhadap korporasi
dan kemampuan untuk melindungi kepentingan
masyarakat dari pertarungan yang rentan dengan para
pemburu untung swasta yang bekerja lewat mekanisme
pasar bebas. Sistem ekonomi kapitalis neoliberal
menempatkan peran pemerintah yang marginal dan
cenderung menjadi pelayan kepentingan investasi
dengan tugas menciptakan iklim investasi dan
menyiapkan aturan dan prasarana demi investasi.
Kontrak kerja pertambangan, dalam banyak kasus,
lebih menguntungkan investor. Sebaliknya, pemerintah
juga lemah dalam melindungi kepentingan ekonomi,
sosial, dan kultural masyarakat. Pemerintahan yang
berdaulat itu melindungi tanah, dan air, dan segala
isinya, dan melindungi rakyatnya dari eksploitasi.
Pemerintahan yang kuat mengandaikan reposisi
peran pemerintah dalam pengelolaan ekonomi serta
dalam melindungi kepentingan masyarakat.
Pemerintahan yang berdaulat itu tidak sama
dengan pemerintahan yang otoriter, yang menghadapi
rakyatnya dengan tangan besi. Bukan juga pemerintahan
yang serta merta mengobarkan perang dengan bangsa
lain. Artikulasinya bergerak ke dua arah. Keluar, dia
tidak menghambakan dirinya pada imperialisme

166 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


ekonomi dalam berbagai bentuk terhadap korporasi
trans-nasional, dan tidak membiarkan diri dibajak dan
ditunggangi korporat dalam negeri. Kedalam, dia
melindungi rakyat, kedaulatan rakyat, dan menjamin
bahwa rakyatnya memiliki akses pada sumber daya
dan pemanfaatannya.
Sementara itu pemerintahan yang produktif
mengharuskan peran aktif pemerintah dalam bekerja
bersama masyarakat memanfaatkan potensi yang
ada demi kesejahteraan umum. Pengalaman kita
menunjukkan bagaimana pemerintah cenderung
menghabiskan anggaran pembangunan dalam APBD
dan APBN untuk kepentingan belanja pegawai dan
kebutuhan birokrasi lainnya, dan bukan untuk kegiatan
ekonomi produktif untuk masyarakat. Departemen-
departemen serta badan dan dinas turunannya
yang seharusnya terlibat dalam kegiatan ekonomi
produktif, seperti Pertanian, Kelautan dan Ekonomi
Kreatif, justru lebih banyak menghabiskan anggaran
pembangunan ketimbang terlibat dalam proses
pembangunan itu sendiri. Karena itu, gerakan revolusi
mengedepankan pemerintahan yang bekerja, yang
kreatif dalam mengelolah program pembangunan,
dan yang lebih terlibat dalam proses pembangunan,
serta tidak semata-mata menghabiskan anggaran
pembangunan demi operasional birokrasi.
Jelas bahwa kita membutuhkan reformasi birokrasi,
efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 167


pembangunan, dan peningkatan kapasitas dan
kinerja pemerintah. Namun itu sangat minimal. Kita
membutuhkan peran pemerintah sebagai fasilitator
proses perubahan sosial dan motor penggerak
kemajuan bangsa. Pemerintah macam ini tidak saja tidak
korup, tetapi benar-benar melindungi segenap warganya
dan bekerja sungguh-sungguh untuk memaksimalkan
potensi kesejahteraan rakyat. Pemerintah yang bekerja
bersama rakyat mengembangkan potensi yang ada
untuk kesejahteraan umum. Bukan pemerintah
yang bekerja karena proyek. Pemerintah yang tidak
membuat angka kemiskinan, atau yang menyebut
rakyatnya miskin agar ada proyek yang dikelolahnya
dan ambil untung dari proyek itu. Pemerintah
yang melihat kemiskinan sebagai masalah sosial,
yang merupakan akibat dari ekslusi terhadap akses
pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam, sehingga
memberi akses seluas-luasnya bagi masyarakat
dalam pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam,
dan membuat aturan yang berpihak pada kepentingan
itu, dan bukan sebaliknya menyerahkan aset publik
kepada pihak swasta dan membuat peraturan yang
mengeklusi masyarakat lokal dan memberi akses
seluas-luasnya kepada investor.
Pemerintah macam ini mengikuti cita-cita
founding fathers untukberdaulat secara politik,
berdikari secara ekonomi,dan berkepribadian secara
sosial budaya (Soekarno); bukan pemerintah yang

168 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


seperti kerbau yang dicocok hidungnya oleh agen-
agen pembangunan kolonial seperti Bank Dunia, IMF,
Asian Developement Bank, lembaga-lembaga United
Nations. Pemerintah yang tidak mudah tergiur oleh
peroyek-proyek bantuan dari USAID atau AUSAID
sambil terus-menerus memberikan akses kepada
perusahaan-perusahaan dari negara-negara pemberi
bantuan itu untuk merampok kekayaan alam milik
rakyatnya. Pemerintah korporasi, bukan sebaliknya
membuat hukum dan aturan yang meneguhkan
hegemoni dan kekuasaan mutlak korporasi global dan
kapitalis lokal, dan menyediakan aparat negara TNI,
POLRI dan PNS paramiliter lainnya seperti Sat-Pol PP,
Polisi Kehutanan, Polisi Laut, dan seterusnya untuk
menjadi centeng, preman resmi pelindung korporasi
melawan rakyatnya sendiri.

Agenda 5.
Melampaui Demokrasi Elektoral: Politik Sebagai
Urusan Publik
Gerakan evolusi dan usaha-usaha emansipasi
menuntut pemaknaan ulang demokrasi melampaui
demokrasi elektoral dan demokrasi representatif, yang
menjadikan masyarakat semata-mata sebagai voters
dan bukan pelaku politik yang berdaulat. Prosedur-
prosedur demokrasi sebagaimana yang dijalankan
dalam tata politik dominan, antara lain lewat
pemilihan umum, hanya menggantikan si A dengan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 169


si B, dan bukan cara kerja, visi dan sistem. Praktik
demokrasi yang demikian hanya mengganti penguasa,
tetapi karakter dan pola kerjanya tetap sama. Gerakan
emansipasi beriktiar untuk menegakkan kuasa
rakyat, sekaligus mengakhiri dominasi elit dan merintis
praktik-praktik kuasa baru yang lebih adil dan setara.
Di sini kita berbicara tentang pemaknaan ulang
partisipasi politik, dengan mengandalkan peran
gerakan sosial rakyat, sebuah perubahan yang dimotori
dan dikendalikan oleh masyarakat sendiri, yang
berbasis pada aneka ragam bentuk dari partisipasi
politik. Sudah jelas dengan sendirinya bahwa opsi-opsi
pembebasan itu harus berada di luar kuasa hegemonik.
Benarlah kearifan lama yang meyakini bahwa keadilan
tidak pernah diberikan dari atas, tetapi hanya dapat
diperjuangkan dari bawah, yaitu oleh kaum tertindas
dan marginal sendiri.
Sudah banyak pemikir yang mengusulkan peralihan
dari demokrasi (neoliberal) menuju praktik demokrasi
radikal. Radikalisasi demokrasi ini menolak reduksi
demokrasi semata-mata hanya sebagai sistem
perwakilan dan pemilihan umum, tetapi padapartisipasi
masyarakat dalam proses dan dalam menikmati hasil-
hasil pembangunan. Masyarakat yang selalu dalam
negosiasi-negosiasi kuasa, mencapai konsensus yang
disepakati. Demokrasi seperti ini menjamin kesetaraan
dan perbedaan sekaligus, yang menjaga hak-hak setiap
warga negara, dan tidak ada yang dimarginalkan.

170 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Demokrasi yang demikian mengontrol penguasa agar
tidak sewenang-wenang, dan tidak memberikan kuasa
mutlak kepada korporasi. Demokrasi yang bukan
plutokrasi. Demokrasi yang mencegah perselingkuan
antara politisi, birokrat, dan korporasi atau investor.
Demokrasi yang di dalamnya rakyat berdaulat: dari
rakyat untuk rakyat, dan oleh rakyat. Demokrasi yang
memungkinkan sebuah transformasi di mana tidak
ada lagi yang ditindas, dimarginalkan, atau dianggap
tidak ada.
Jadi partisipasi politik rakyat tidak cukup hanya
lewat pemilihan umum, tetapi juga dalam pengaturan
tata sosial, politik, ekonomi, dan budaya di mana rakyat
berdaulat. Dalam sudut pandang ini, masyarakat sipil,
secara pribadi dan bersama-sama, adalah pelaku
perubahan. Mereka adalah subyek sadar yang berperan
menentukan arah masyarakatnya.
Cara pandang ini mengembalikan politik kepada
masyarakat umum, dan merebutnya dari monopoli
politisi dan pemerintah, dan mencegahnya dari
pembajakan para investor yang telah membajak politik
demi kepentingan ekonomi. Ketika pemerintah menjadi
neoliberal bersama dengan pasar, harapan kita ada
pada aktor-aktor sipil, yang risau akan ketidakadilan
dan tampil menjadi pembela prinsip-prinsip kebaikan
umum dan keadaban publik.
Artikulasi dari demokrasi radikal ini beragam dan
luas. Tetapi apa pun bentuknya, ruang politik menjadi

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 171


begitu terbuka bagi masyarakat, dengan posisi dan peran
masing-masing, untuk melakukan apa yang perlu untuk
mempertahankan hak mereka dan membangun sebuah
tata kehidupan publik. Sama seperti agenda lainnya,
perwujudan konktretnya beragam sesuai konteks.

Agenda 6.
Dari Tipu-Daya Konservasi Dan Pembangunan
Keberlanjutan Menuju Model-Model Pengembangan
Ekologi-Komunitas
Pengalaman pembangunan sejak Orde Baru
hingga kini menunjukkan bahwa konservasi yang
dibungkus dengan tujuan mulia keberlanjutan ekologi
tidak lepas dari praktik kuasa hegemonik. Dalam
berbagai variannya seperti taman nasional, eco-
tourism, proyek-proyek perkebunan demi green energy,
perdagangan karbon, dan lain lain, konservasi menjadi
kedok yang samar untuk pengambil-alihan sumber
daya dan eksploitasi atasnya, disertai dengan produksi
perangkat-perangkat govermentalitas/kepengaturannya.
Konservasi macam itu tidak berbeda dengan konsep
dan praktik pembangunan berkelanjutan secara umum,
yang kendati mengedepankan sustainability untuk
menegaskan corak ekologisnya, tetap saja terbentuk oleh
konstruksi dominasi terhadap penduduk setempat dan
alam.
Ketika sumber daya alam ekstraktif seperti tambang
menjadi eksploitasi kontroversial karena dampak

172 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


destruktifnya, sumber daya alam lestari menjadi buruan
investor atas nama konservasi dan pembangunan
berkelanjutan. Dan pemerintah, yang kehilangan arah
dan mengalami krisis kedaulatan dan produktivitas,
menyerahkan begitu saja pengelolaan sumber daya
alam lestari itu kepada korporasi global dan nasional,
menciptakan perangkat aturan dan proyek-proyek
teknis yang menghasilkan proyek konservasi yang
tidak berbeda dengan industri ekstraktif kendati dilabel
lestari atau sustainable.
Alternatif kontra-hegemonik tentu saja perlu
melampaui proyek konservasi dan pembangunan
berkelanjutan seperti itu untuk menjamin ciri komunitas
dan ekologis dari tatanan kehidupan yang terikat satu-
sama lain oleh kepentingan bersama akan survival. Inti
dari konservasi semacam itu adalah mempertahankan
kesatuan komunitas setempat dan alam mereka, yaitu
eco-communio, dengan menjamin bahwa sumber daya
itu tidak diprivatisasi atau dicaplok oleh negara, tetapi
dijamin keberlanjutannya sambil mempertahankan
kepemilikan kolektif rakyat, serta akses mereka terhadap
pengelolaan dan manfaat pengelolaannya.

Agenda 7.
Melampaui Pengetahuan Hegemonik Barat:
Ekologi Pengetahuan Dan Perjuangan Epistemik
Agenda-agenda ini tampak aneh di mata rasionalitas
hegemonik yang merasuki ilmu pengetahuan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 173


positivistik yang begitu dominan dalam politik,
ekonomi, dan budaya kita. Karena memang alternatif-
alternatif itu lahir dari cara berpikir dan rasionalitas
yang lain di luar pengetahuan hegemonik itu,
rasionalitas yang telah ditindas dan dianggap tiada.
Dasar epistemologis dari kerja emansipasi, yang
sekaligus menjadi salah satu agenda perwujudannya,
adalah perjuangan pengakuan pada adanya
pengetahuan lain yang absah di luar apa yang dijalankan
dalam sistem dominan sekarang ini. Oleh para pemikir
dan pegiat anti-hegemoni, posisi epistemologis ini
dirumuskan sebagai pembangkangan epistemik
(epistemic disobedience) dan pemikiran merdeka
(independent thougt). Penulis lain merumuskannya
dengan istilah Other Knowledges is Possible. Proyek
modernitas adalah proyek rasionalitas tunggal,
yang menganggap tiada rasionalitas lain. Gerakan
emansipasi melampaui pengetahuan monokultur
macam itu, dan mengapresiasi serta mengembangkan
apa yang disebut ecology of knowledge. Other knowledges
ini ada dalam masyarakat, dalam pergulatan mereka,
yang dipraktikkan dan pertarungan melawan
hegemoni sistem dominan. Sayangnya pengetahuan-
pengetahuan ini seringkali dianggap tiada, ditindas,
dimarginalkan.
Langkah konkret dari agenda emansipasi
epistemologis ini adalah apa yang oleh de Sousa
Santos disebut sebagai hermeneutics of emergence

174 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


dan hermeneutics of presence. Hegemoni sistem
dominan neoliberal bekerja dengan menonjolkan
hal-hal yang mendukung kekuasaan hegemonik dan
menyembunyikan hal-hal lainnya. Hermeneutics
of presence yang kontra-hegemonik, adalah sebuah
usaha untuk mengakui dan mempresentasikan other
knowledge, pengetahuan sub-altern, demi melawan
hegemoni sistem dominan. Sumber dari other knowledge
itu jelas berada di luar kelompok dominan. Dalam
kajian pembangunan, pengetahuan itudi luar doktrin-
doktrin pemerintah, lembaga antar pemerintah,
badan-badan keuangan dunia, ataupun para investor
dan para ilmuwan palsu kaki tangan mereka. Sumber-
sumber pengetahuan-pengetahuan lain itu ada
dalam pergulatan masyarakat, pada usaha mereka
memuliakan kehidupan manusia dan alam semesta.
Para ilmuwannya bukan hanya lulusan sekolah
ternama, tetapi juga yang publikasinya menyebar di
media dan bisnis penerbitan yang pro-pasar juga.
Ilmuwan pengetahuan-pengetahuan alternatif itu
adalah lulusan sekolah kehidupan, para ahli di tengah
masyarakat, masyarakat adat, petani, perempuan,
orang tua dan anak-anak, pengrajin, dan seterusnya.
Hasil dari hermeneutics of presense itu adalah bahwa
pengetahuan-pengetahuan mereka itu plural, tidak
tunggal. Kebenarannyapun tidak pada obyektivitas
versi hegemonik, tetapi pada intersubyektivitas, yaitu
pada interaksi antar manusia dan alam.

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 175


Kita dan Tugas Revolusi
Sebuah pertanyaan konkret masih harus dijawab.
Siapa sajakah yang bertanggung jawab menjalankan
agenda-agenda kontra-hegemonik ini? Siapakah
pembebas? Sebagian orang mungkin saja menunjuk
orang di luar dirinya untuk mengemban tanggung
jawab. Orang banyak berharap pada pemerintah di
semua level untuk berbenah diri dan melakukan
perubahan. Mereka ini cenderung berharap pada
reformasi birokrasi dan percaya pada proses demokrasi
elektoral untuk mengganti elit busuk. Kelompok ini
juga banyak berharap pada tanggung jawab sosial
orang-orang kaya, yang diharapkan memperhitungkan
keadilan dan kelestarian lingkungan dalam menjalankan
bisnis mereka dan memakai sedikit dari kelimpahan
keuntungan mereka demi proyek-proyek sosial sambil
mempromosikan diri mereka sebagai perusahaan yang
peduli. Kelompok ini percaya bahwa kebaikan hati
orang kaya bisa mengubah dunia menjadi lebih adil
bagi si miskin.
Harapan akan penguasa dan pengusaha, pemerintah
dan pemburu untung, dalam relasi kolonial adalah
harapan sesat yang lebih berbahaya daripada candu
sebagaimana dirujuk Marx pada agama palsu yang
menjanjikan keselamatan bagi kaum tertindas, tanpa
mendorong mereka untuk mengatasi ketidakadilan
dan eksploitasi oleh kelas elit. Kesesatan itu begitu
berbahaya setidaknya karena dua alasan. Pertama,

176 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


karena tidak paham bahwa kuasa yang ada pada
penguasa dan pengusaha adalah kuasa hegemonik,
kuasa yang menempatkan diri mereka pada pusat
dan rakyat marginal pada pinggiran; dan karena itu
menjadikan mereka sebagai aktor utama perubahan
sama dengan melakukan perubahan dalam batas-batas
relasi kolonial, relasi dominasi. Perubahan mungkin
saja terjadi, tetapi sejauh status quo tidak diganggu.
Kedua, orang-orang seperti ini melemparkan tanggung
jawab pada orang lain-pemerintah harus berubah,
dunia usaha harus berubah-dan enggan melakukan
perubahan sendiri.
Lantas kepada siapakah kita berharap tampil
sebagai aktor utama perubahan yang mendalam dan
menyeluruh (radikal)? Tidak lain adalah kepada diri
kita sendiri, Anda dan saya, bersama dengan jutaan
orang lain yang sadar akan keterjajahan mereka dan
berani mengambil langkah untuk menegakkan kuasa
kita sendiri, kuasa kontra-hegemoni, kuasa yang
menolak tunduk kepada kuasa hegemonik penguasa
dan pengusaha, kuasa yang mempertahankan sumber
daya publik, kuasa untuk melakukan jalan-jalan
alternatif menegakkan keadilan dan keberlanjutan
kehidupan kita. Kita adalah barisan kelompok sadar,
kaum marginal, intelektual organik, orang adat, pejuang
lingkungan, pejabat negara dan orang-orang biasa yang
tampak tidak punya kuasa di hadapan pemerintah dan
pemodal yang membayangkan kuasa sebagai kuasa atas

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 177


orang lain (kuasa hegemonik), namun sesungguhnya
memiliki kuasa kontra-hegemonik, kuasa untuk
melawan, kuasa untuk melakukan perubahan dengan
jalan kita sendiri. Singkatnya, tugas revolusi mental dan
revolusi sistemik adalah tanggung jawab kita semua.
Kendati membutuhkan banyak kreativitas dalam
perwujudannya, prinsip dasar dari semuanya itu
sederhana saja: menolak tunduk dan melakukan
alternatif. Sebab keadilan tidak pernah diberikan.
Dia hanya bisa diperjuangkan. Mudah-mudahan kita
semua, para pembaca yang budiman, berjalan bersama
dalam jalan perjuangan itu.

178 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Tentang Penulis dan Riwayat Teks

JOKO WIDODO saat menulis naskah Revolusi Mental


adalah Gubernur DKI Jakarta dan Calon Presiden
Republik Indonesia. Joko Widodo menyelesaikan
pendidikan di Universitas Gajah Mada (Jogjakarta).
Merintis karir sebagai entrepreneur, Joko Widodo
melanjutkan peran publiknya sebagai walikota dan
gubernur. Naskah Revolusi Mental dimuat di harian
Kompas 10 Mei 2014 dan memicu refleksi kritis lebih
lanjut di berbagai media.

KRIS BHEDA SOMERPES aktif sebagai Koordinator


Pendidikan Publik pada Sunspirit for Justice and Peace.
Sebelumnya menjadi sekertaris eksekutif Sunspirit for
Jusitce and Peace (2009-2013) dan Koordinator program
Peace Building di Aceh (2008-2009). Penulis adalah
alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (Jakarta)
dan Sekolah Demokrasi (Manggarai Barat). Selain
menulis esai sosial-politik, penulis aktif menulis sastra.
Karyanya antara lain Sang Kata (2010). Kunjungi blog
kreatifnya pada krisbheda.wordpress.org.

MARIANUS NUHAN adalah direktur Sunspirit for Justice


and Peace sejak 2013. Menyelesaikan pendidikan

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 179


pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (Jakarta) dan
Universitas Sanata Dharma (Jogjakarta). Versi awal dari
naskah Revolusi Pemimpin, Pemimpin Revolusioner
pernah dipublikasikan di Victory News 9 April 2014.

MAX REGUS adalah Imam Keuskupan Ruteng


dan Kandidat Doktor dari The Graduate School of
Humanities and Cultural Studies, Universitas Tilburg
dan The International Institute of Social Studies
(ISS), Universitas Erasmus, The Netherlands. Penulis
menyelesaikan pendidikan sarjana di Sekolah Tinggi
Filsafat dan Theologi (STFT) Ledalero dan pasca-
sarjana di Departemen Sosiologi Universitas Indonesia
(UI). Penulis telah menghasilkan ratusan karya ilmiah
populer di berbagai media nasional. Buku-bukunya
antara lain Dekade Yang Hilang (2013), Republik Sialan
(2005), dan Sketsa Nurani Anak Bangsa (2004).

ADRIANUS HARSI dikenal di kalangan gerakan


masyarakat sipil Manggarai Barat sebagai si akar
rumput karena aktivitas advokasinya bersama
masyarakat dan karena pilihannya tinggal di
kampungnya sendiri. Alumnus Sekolah Demokrasi
Manggarai Barat ini saat ini menjadi staf advokasi
pertanian Sunspirit for Justice and Peace.

SAVE ADIR OFM adalah rohaniwan dan pegiat sosial


yang saat ini sedang berkarya di Nusa Tenggara Timur.

180 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi


Selain tugas-tugas sosial-religius, penulis aktif dalam
advokasi masyarakat akar rumput dan dalam gerakan
ekonomi berbasis solidaritas. Pater Save adalah ketua
Dewan Pembina Sunspirit for Justice and Peace serta
perintis program Beasiswa Baku Peduli. Penulis
menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Tinggi
Filsafat Driyarkara (Jakarta) dan Universitas Sanata
Dharma (Jogjakarta).

EDWARD ANGIMOY adalah peneliti pada Manggarai


Raya Institute (MRI) dan Sunspirit for Justice and
Peace. Selain meneliti, penulis Kini terlibat aktif dalam
mengadvokasi keterlibatan kaum muda lintas iman di
Labuan Bajo, ibukota kabupaten Manggarai Barat.

TAMARA SOUKOTTA adalah Peneliti Doktoral pada


International Institute of Social Studies (ISS) Den Haag,
Netherelands. (http://www.iss.nl/iss_faculty/phd_
researchers/profiel_metis/1115129/; https://twitter.com/
butterflychant).

AGUSTINUS EDWARD TASMAN adalah peneliti pada


Manggarai Raya Institute (MRI) dan Sunspirit for
Justice and Peace. Kajian yang digeluti adalah
seputar demokrasi dan demokratisasi, politik dan
governmentalitas dalam keterkaitan dinamika lokal,
nasional, dan global. Selain aktif menulis di media,
penulis juga salah satu inisiator gerakan orang muda,

Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi 181


dan menjadi salah satu perintis Kongres Kaum Muda
Manggarai Raya 2014.

CYPRI JEHAN PAJU DALE menekuni penelitian seputar


tema-tema pembangunan, hak asasi manusia, gerakan
social, dan epistemology de-kolonial. Ikut mendirikan
Sunspirit for Justice and Peace pada tahun 2005 dan
Gerakan Baku Peduli pada 2009. Penulis menyelesaikan
pendidikan pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
(Jakarta) dan International Institute of Social Studies,
Erasmus University (Den Haag, The Netherlands)
dan Institute of Social Anthropology, Bern University
(Bern, Switzerland). Karya tulisnya antara lain
Paradoks Papua (2011, bersama John Djonga) dan
Kuasa, Pembangunan, dan Pemiskinan Sistemik
(2013).TulisanKerangkaAksidan Agenda Revolusi
Kita merupakan olahan kembali atas bab 11 dari buku
Kuasa, Pembangunan, dan Pemiskinan Sistemik itu.
Sejumlah pokok pikiran dalam tulisan Demokrasi
Revolusioner juga pernah dibagikan dalam karya
penulis di sejumlah media.

182 Masa Depan Revolusi Kita Refleksi Dan Agenda Aksi

Anda mungkin juga menyukai