Anda di halaman 1dari 25

MODUL PENGAUDITAN 2

AUDIT SIKLUS PENGELUARAN: PENGUJIAN SUBSTANTIF

AHSANUL HAQ JALIL


(A31114319)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN

1
TINJAUAN MATA KULIAH
Nama Mata Kuliah : Pengauditan 2
Jurusan : Akuntansi
Semester : IV
Kode : 302A333
Jumlah SKS :3

1. Deskripsi Mata Kuliah


Mata kuliah pengauditan 2 adalah lanjutan dari mata kuliah pengauditan 1 yang
membahas tentang lanjutan pemeriksaan akuntansi (auditing) yang telah dibahas
sebelumnya di pengauditan 1. Materi yang dibahas pada mata kuliah ini secara garis
besar terdiri dari dua bagian yaitu: (1)Audit atas siklus transaksi dan (2)penyelesaian
audit, pelaporan, dan jasa lainnya.
Bagian pertama, audit atas siklus transaksi membahas tentang audit siklus
pendapatan: pengujian pengendalian dan pengujian subtantif, audit siklus pengeluaran:
pengujian pengendalian dan pengujian subtantif, audit siklus produksi, audit siklus
persedian dan pergudangan, audit siklus penggajian dan personalian, audit siklus
investasi, audit siklus pembiyaan, serta audit saldo kas yang akan dibahas pada
pertemuan 2 sampai dengan pertemuan 11.
Bagian kedua, penyelesaian audit, pelaporan, dan jasa lainnya membahas
tentang penyelesaian audit dan tanggungjawab pasca audit, penyusunan laporan audit
atas laporan keuangan yang telah diaudit, jasa-jasa lain akunttan dan pelapornya, serta
BAPEPAM dan akuntan public yang akan dibahas pada pertemuan 12 sampai dengan
15.
2. Manfaat Mata Kuliah
Manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari mata kuliah ini adalah
mahasiswa dapat memahami tentang audit atas siklus transaksi dan penyelesaian audit,
pelaporan, dan jasa lainnya.
3. Sasaran Belajar
Mahasiswa mampu memahami setiap materi pembelajaran yang telah disusun
dalam GBRP (Garis Besar Rencana Pembelajaran).

2
4. Urutan Penyajian
Setiap materi disajikan setiap pekan sesuai GBRP dengan urutan sebagai berikut:
1. Audit siklus pendapatan: pengujian pengendalian
2. Audit siklus pendapatan: pengujian subtantif
3. Audit siklus pengeluaran: pengujian pengendalian
4. Audit siklus pengeluaran: pengujian subtantif,
5. Audit siklus produksi,
6. Audit siklus persedian dan pergudangan
7. Audit siklus penggajian dan personalian
8. Audit siklus investasi
9. Audit siklus pembiyaan
10. Audit saldo
11. Penyelesaian audit dan tanggungjawab pasca audit
12. Penyusunan laporan audit atas laporan keuangan yang telah diaudit
13. Jasa-jasa lain akuntan dan pelapornya
14. BAPEPAM dan akuntan publik
5. Petunjuk Belajar bagi Mahasiswa dalam memepelajari modul
Bentuk pembelajaran:
Collaborative Learning (CL)
Diskusi kelompok
Kuliah
Indikator Penilaian:
Mampu melaksanakan dan menerapkan proses pengauditan berdasarkan siklus
akuntansi perusahaan
Mampu melasanakan dan mamahami pengauditan berbasis resiko (ISA)
Mampu menilai, mendeteksi dan merespon resiko kecurangan yang terjadi
Serta mampu menggunakan pengetahuan akuntansi dan komputerisasi dalam
melaksanakan audit.
Mahasiswa juga diharapkan untuk membaca dan mencari referensi materi yang
berkaitan dengan materi bahasan dengan tujuan untuk memperkaya wawasan.

3
A. PENDAHULUAN
Materi Pembelajaran: audit siklus pengeluaran: pengujian substantif

1. Sasaran pembelajaran:
Mampu memahami pengujian substantif atas saldo hutang usaha
Mampu memahami penentuan risiko deteksi
Mampu memahami perancangan pengujian substantif
Mampu memahami prosedur awal
Mampu memahami prosedur analitis
Mampu memahami pengujian rincian transaksi
Mampu memahami pengujian rincian saldo

2. Ruang lingkup bahan modul:

Modul ini disusun berdasarkan Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP) mata kuliah
Pengauditan II. Penyusunan modul ini merujuk pada berbagai referensi yang relevan.
Hadirnya modul ini diharapkan mampu menambah pengetahuan terkait dengan
pengauditan pada siklus pengeluaran khususnya pada pengujian pengendalian.

3. Manfaat mempelajari modul


Manfaat yang dapat diperoleh setelah mempelajari modul adalah mahasiswa
memiliki pedoman dalam proses pembelajaran agar lebih terarah dalam kaitannya
untuk:
Mampu memahami pengujian substantif atas saldo hutang usaha
Mampu memahami penentuan risiko deteksi
Mampu memahami perancangan pengujian substantif
Mampu memahami prosedur awal
Mampu memahami prosedur analitis
Mampu memahami pengujian rincian transaksi
Mampu memahami pengujian rincian saldo

4
4. Urutan pembahasan :
1. Mampu memahami pengujian substantif atas saldo hutang usaha
2. Mampu memahami penentuan risiko deteksi
3. Mampu memahami perancangan pengujian substantif
4. Mampu memahami prosedur awal
5. Mampu memahami prosedur analitis
6. Mampu memahami pengujian rincian transaksi
7. Mampu memahami pengujian rincian saldo

5
B. MATERI PEMBELAJARAN

Audit Siklus Pengeluaran: Pengujian Substantif


A. Pengujian Substantif Atas Saldo Hutang Usaha

Pengertian Hutang Usaha

Hutang usaha termasuk sebagai unsure utang lancar. Hutang lancar meliputi semua
kewajiban yang akan dilunasi dalam periode jangka pendek (satu tahun atau kurang dari
tanggal neraca atau dalam siklus kegiatan normal perusahaan).

Seperti halnya dengan piutang usaha, hutang usaha biasanya juga dipengaruhi oleh
volume transaksi yang tinggi dan karenanya sangat rentan terhadap salah saji. Akan tetapi,
bila dibandingkan dengan audit atas saldo aktiva, audit atas hutang usaha lebih ditekankan
pada asersi kelengkapan daripada asersi eksistensi atau kejadian. Alasannya adalah bahwa
jika manajemen termotivasi untuk memanipulasi hutang, maka ia cenderung menetapkan
hutang terlalu rendah agar dapat melaporkan posisi keuangan yang lebih menguntungkan.

Perbedaan pengujian substantif antara utang lancar dengan aktiva lancar

a. Pengujian substantif terhadap utang lancar ditujukan untuk menemukan adanya


penyajian utang lancar yang lebih rendah dari jumlah yang seharusnya, sedangkan
aktiva lancar untuk menemukan penyajian aktiva lancar yang tinggi dari jumlah yang
seharusnya.
Dalam pengujian substantif terhadap kas auditor melakukan pengujian fisik kas.
Dalam pengujian sustantif terhadap piutang auditor mengirimkan konfirmasi
terhadap debitur.
Dalam pengujian substantif terhadap persediaan auditor melakukan pengamatan
terhadap perhitungan fisik persediaan.
Berbagai unsur tersebut dilakukan untuk menemukan adanya over statement dalam
aktiva lancar.
Di lain pihak pengujian substantif terhadap utang lancar ditujukan untuk
menemukan adanya utang yang belum dicatat (unrecord liabilities) pada tanggal
neraca.
b. Dalam pengujian substantif terhadap aktiva lancar, auditor menghadapi masalah
penentuan kewajiban nilai aktiva lancar (nilai bersih yang dapat direalisasikan) yang

6
dicantumkan ke dalam neraca. Dilain pihak, dalam pengujian substantif terhadap utang
lancar auditor menghadapi kewajiban perusahaan yang terjadi di masa lalu yang dalam
jangka pendek harus dilunasi.

Tujuan pengujian substantive terhadap utang usaha

Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan


utang usaha.
Membuktikan keberadaan utang usaha dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan
utang usaha yang dicantumkan di neraca.
Membuktikan kelengkapan transaksi yang dicatat dalam catatan akuntansi dan
kelengkapan saldo utang usaha yang disajikan di neraca.
Membuktikan kewajiban klien yang dicantumkan di neraca.
Membuktikan kewajiban penyajian dan pengungkapan utang usaha di neraca.

Dalam pembahasan ini, akan difokuskan pada hutang yang timbul dari transaksi siklus
pengeluaran. Hutang lainnya, seperti upah dan pajak penggajian serta berbagai kewajiban
tidak lancar akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.

B. Penentuan Risiko Deteksi untuk Pengujian Rincian


Hutang usaha dipengaruhi baik oleh transaksi pembelian yang menambah saldo maupun
oleh transaksi pengeluaran kas yang menurunkan saldo tersebut. Jadi, risiko pengujian
rincian untuk asersi hutang usaha dipengaruhi oleh risiko inheren, risiko prosedur analitis,
dan faktor-faktor risiko pengendalian yang berkaitan dengan kedua kelompok transaksi
tersebut. Metedologi yang digunakan, meliputi matriks risiko audit, yang selanjutnya
digunakan untuk menentukan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima pada tahap
pengujian rincian. Penerapan proses ini diikhtisarkan pada tabel 1.
Eksistensi Penilaian
Komponen Hak dan Penyajian dan
atau Kelengkapan atau
Risiko kewajiban pengungkapan
kejadian alokasi
Risiko audit Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Risiko inheren Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
Risiko prosedur
Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi
analitis
Risiko
Rendah Tinggi Sedang Tinggi Sedang
pengendalian-

7
Transaksi
pembelian
Risiko
pengendalian-
Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
transaksi
pengeluaran kas
Risiko
pengendalian Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang
gabungan
Risiko pengujian
rincian yang Sedang Sangat rendah Sedang Sedang Sangat rendah
dapat diterima
Tabel 1
C. Perancangan Pengujian Substantif
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi laporan keuangan yang
signifikan dicapai dengan mengumpulkan bukti dari pengujian substantif yang dirancang
secara tepat, termasuk prosedur analitis dan pengujian rincian. Oleh karena itu, beberapa
daftar pengujian substantif yang dapat dimasukkan atas asersi hutang usaha disajikan
dalam tabel 2.
Tujuan Audit Saldo Akun
Kategori Pengujian substantif
EO3 C3 RO3 VA# PD#
Prosedur awal 1.Mendapatkan pemahaman tentang v v v v v
bisnis dan industri serta menentukan ;
a. Signifikansi pembelian dan hutang
usaha bagi perusahaan
b. Pemicu ekonomi penting yang
mempengaruhi pembelian
perusahaan dan hutang usaha
c. Termin perdagangan standar dalam
industri termasuk tanggal musiman,
dan sebagainya
d. Luas konsentrasi aktivitas dengan
pemasok dan komitmen pembelian
yang berkaitan

8
2. Melaksanakan prosedur awal atas v v v
saldo hutang usaha dan catatan yang
akan diuji lebih lanjut
a. Menelusuri saldo awal hutang
usaha ke kertas kerja tahun
sebelumnya
b. Mereview aktivitas dalam akun
buku besar hutang usaha dan
menyelidiki ayat jurnal yang tampak
tidak biasa dari segi jumlah atau
sumbernya
c. Mendapatkan daftar hutang usaha
pada tanggal neraca dan menentukan
bahwa hal itu mencerminkan secara
akurat catatan akuntansi yang
mendasarinya dengan cara ;
i. Menjumlahkan daftar dan
menentukan kesesuaiannya dengan
(1) total file voucher yang belum
dibayar, buku pembantu, atau file
induk hutang usaha, dan (2) saldo
akun pengendali buku besar
ii. Menguji kecocokan pemasok dan
saldo dalam daftar dengan yang
terdapat dalam catatan akuntansi
yang mendasarinya.
Prosedur 3. Melaksanakan prosedur analitis v v v
Analitis
a. Mengembangkan akspektasi atas
hutang usaha dengan menggunakan
pengetahuan tentang aktivitas bisnis
perusahaan, termin perdagangan

9
normal, dan sejarah perputaran
hutang usaha.
b. Menghitung rasio-rasio
i. Perputaran hutang usaha
ii. Hutang usaha terhadap total
kewajiban lancar
c. Menganalisis hasil rasio
dibandingkan ekspektasi berdasarkan
data tahun sebelumnya, data industri,
jumlah yang dianggarkan, dan data
lainnya
d. Membandingkan saldo beban
dengan tahun sebelumnya atau
jumlah yang dianggarkan untuk
menyelidiki kemungkinan kurang saji
yang berkaitan dengan hutang yang
tidak dicatat.
Pengujian 4. Menulusuri sampel catatan v v v v
rincian transaksi hutang usaha ke
transaksi dokumentasi pendukungnya
a. Menelusuri kredit ke voucher
pendukung, faktur penjual, laporan
penerimaan, pesanan pembelian, serta
informasi pendukung lainnya
b. Menelusuri debet ke pengeluaran
kas atau memo return pembelian
5. Melaksanakan pengujian pisah v v
batas pembelian
a. Memilih sampel transaksi
pembelian yang dicatat dalam
beberapa hari sebelum dan sesudah
akhir tahun serta memeriksa voucher
pendukung, faktur penjual dan

10
laporan penerimaan untuk
menentukan bahwa pembelian telah
dicatat pada periode yang tepat
b. Mengobservasi nomor laporan
penerimaan terakhir yang diterbitkan
pada hari terakhir bisnis selama
periode audit dan menelusuri sampel
laporan penerimaan bernomor lebih
kecil dan lebih besar ke dokumen
pembelian terkait serta menentukan
bahwa transaksi telah dicatat pada
periode yang tepat
6. Melaksanakan pengujian pisah v v
batas pengeluaran kas
a. Mengobservasi nomor cek terakhir
yang diterbitkan dan dikirimkan pada
hari terakhir periode audit dan
menelusuri ke catatan akuntansi
untuk memverifikasi keakuratan
pisah batas, atau
b. Menelusuri tanggal pembayaran
cek yang dikembalikan dengan
laporan pisah batas bank (cutoff bank
statement) akhir tahun ke tanggal
yang telah dicatat
7. Melaksanakan pencarian v
kewajiban yang belum tercatat
a. Memeriksa pembayaran berikutnya
antara tanggal neraca dan akhir
pekerjaan lapangan, serta apabila
dokumen yang bersangkutan
menunjukkan bahwa pembayaran
dilakukan untuk kewajiban yang ada

11
pada tanggal neraca, maka telusurilah
ke daftar hutang usaha
b. Memeriksa dokumentasi hutang
yang dicatat pada akhir tahun yang
masih belum dibayar sampai akhir
pekerjaan lapangan
c. Menyelidiki pesanan pembelian,
laporan penerimaan, faktur penjual
yang tidak sesuai pada akhir tahun
d. Melakukan Tanya jawab dengan
personil bagian akuntansi dan
pembelian mengenai hutang yang
belum dicatat
e. Mereview anggaran modal,
perintah kerja, dan kontrak konstruksi
sebagai bukti atas hutang yang belum
dicatat
Pengujian 8. Mengkonfirmasi hutang usaha v v v v v
rincian saldo
a. Mengidentifikasi pemasok utama
dengan mereview register voucher
atau buku pembantu atau file induk
hutang usaha dan mengirimkan
permintaan konfirmasi kepada
pemasok dengan saldo yang besar,
aktivitas yang tidak biasa, bersaldo
kecil atau nol, dan bersaldo debet
b. Menyelidiki dan merekonsiliasi
perbedaan
9. Merekonsiliasi hutang yang belum v v v v v
dikonfirmasi dengan laporan bulanan
yang diterima klien dari pemasok

12
Penyajian dan 10. Membandingkan penyajian v
pengungkapan laporan dengan GAAP
a. Menentukan bahwa hutang telah
diidentifikasi dan diklasifikasikan
secara tepat menurut jenis serta
periode pembayaran yang
diperkirakan
b. Menentukan apakah ada saldo
debet yang signifikan secara
keseluruhan sehingga harus
direklasifikasi
c. Menentukan ketetapan
pengungkapan yang berkaitan dengan
pihak yang mempunyai hubungan
istimewa atau hutang yang dijamin
d. Mengajukan pertanyaan kepada
manajemen tentang eksistensi
komitmen yang belum diungkapkan
atau kewajiban kontinjen
Tabel 2
D. Prosedur awal
Prosedur awal untuk pengujian substantif atas hutang usaha adalah menelusuri saldo
awal kertas kerja tahun sebelumnya, dan menggunakan perangkat lunak audit
tergeneralisasi dalam memeriksa akun buku besar untuk melihat setiap ayat jurnal yang
tidak biasa, serta untuk mengembangkan daftar jumlah yang terutang pada tanggal neraca.
Biasanya klien mempunyai daftar file voucher yang belum dibayar, buku pembantu hutang
usaha, atau file induk dalam bentuk elektronik. Auditor juga dapat menggunakan perangkat
lunak audit tergeneralisasi untuk menentukan ketepatan matematis dari daftar tersebut
dengan cara menjumlah ulang total dan memverifikasi bahwa jumlahnya telah sesuai
dengan saldo akun buku besar.

E. Prosedur analitis
Tujuan auditor menerapkan prosedur ini adalah untuk mengembangkan ekspektasi atas
saldo akun hutang dan hubungan antara hutang usaha dengan akun-akun kunci lainnya

13
seperti pembelian atau persediaan. Prosedur analitis yang dilakukan untuk mendapatkan
bukti mengenai hutang usaha dengan menggunakan rasio. Suatu penurunan yang abnormal
atas rasio perputaran hutang usaha atau kenaikan yang tidak diharapkan atas rasio lancar
dapat menjadi indikator bahwa kewajiban telah ditetapkan terlalu rendah. Prosedur analitis
akan dilakukan pada tahap akhir penugasan untuk memastikan bahwa bukti yang dievaluasi
dalam pengujian rincian telah konsisten dengan gambaran menyeluruh yang dilaporkan
dalam laporan keuangan.

F. Pengujian rincian transaksi


Pengujian rincian transaksi berfokus pada pendeteksian kurang saji hutang yang dicatat
serta hutang yang belum tercatat.
Menelusuri hutang yang dicatat ke dokumentasi pendukung

Dalam pengujian ini, ayat jurnal kredit pada hutang usaha akan ditelusuri ke
dokumentasi pendukung dalam file klien, seperti voucher, faktur penjual, laporan
penerimaan dan pesanan pembelian. Pendebetannya akan ditelusuri ke dokumen transaksi
pengeluaran kas, seperti buku pengeluaran cek, atau memo dari penjual menyangkut return
pembelian dan pengurangan harga. Beberapa penelusuran mungkin telah dilakukan selama
pekerjaan interim, yaitu sebagai bagian dari pengujian bertujuan ganda bersama dengan
penelusuran dari dokumen sumberi ke catatan akuntansi. Luas penelusuran ini
berhubungan langsung dengan kesimpulan auditor mengenai risiko inheren, risiko
prosedur analitis, dan risiko pengendalian. Pengujian ini terutama akan menghasilkan bukti
untuk tujuan audit spesifik yang berkaitan empat dari lima asersi, terkecuali asersi
kelengkapan. Aplikabilitas dari pengujian ini terhadap asersi kelengkapan adalah terbatas
karena pengujian ini tidak dapat mendeteksi hutang yang tidak pernah dicatat.

Melaksanakan pengujian pisah batas pembelian

Pengujian pisah batas pembelian mencakup penentuan bahwa transaksi pembelian


yang terjadi mendekati tanggal neraca telah dicatat pada periode yang tepat. Hal ini dapat
dilakukan dengan menelusuri tanggal-tanggal laporan penerimaan ke ayat jurnal register
voucher dan memvouching ayat jurnal yang dicatat ke dokumentasi pendukungnya.
Pengujian ini biasanya mencakup periode antara lima sampai sepuluh hari bisnis sebelum
dan sesudah tanggal neraca. Bukti yang diperoleh dari pengujian ini berkaitan dengan
asersi eksistensi atau kejadian dan kelengkapan untuk hutang usaha. Hal yang menjadi titik
fokus auditor terkait pengungkapan persediaan dengan menggunakan FOB shipping point

14
dan FOB destination point. Dalam hal melakukan pengujian ini, auditor harus menentukan
bahwa pisah batas yang tepat telah dicapai ketika melakukan perhitungan fisik persediaan.

Melaksanakan pengujian pisah batas pengeluaran kas

Bukti tentang pengujian pisah batas pengeluaran kas, dapat diperoleh melalui
observasi langsung dan review atas dokumentasi internal. Apabila auditor dapat
menyajikan pada tanggal neraca, maka ia secara langsung dapat menyaksikan lembar cek
terakhir yang ditarik klien. Penelusuran selanjutnya atas bukti ini ke catatan akuntansi
dapat memverifikasi ke akuratan pisah batas. Selain itu, auditor juga dapat menelusuri cek-
cek yang dibayar dalam periode beberapa hari sebelum dan sesudah tanggal neraca ke
tanggal cek tersebut dicatat. Bukti yang diperoleh oleh pengujian ini juga berkaitan dengan
asersi eksistensi atau kejadian dan kelengkapan untuk hutang usaha.

Melakukan pencarian hutang yang belum tercatat

Pencarian hutang usaha yang belum tercatat terdiri dari prosedur-prosedur yang
dirancang secara khusus untuk mendeteksi kewajiban signifikan yang belum dicatat pada
tanggal neraca. Dengan demikian, prosedur ini berkaitan dengan asersi kelengkapan untuk
hutang usaha.

Pembayaran kemudian

Pemeriksaan atas pembayaran kemudian terdiri dari pemeriksaan dokumentasi untuk


cek yang diterbitkan atau voucher yang dibayar setelah tanggal neraca. Apabila
dokumentasi ini menunjukkan bahwa pembayaran tersebut adalah untuk membayar
kewajiban yang ada pada tanggal neraca, maka auditor harus menelusuri ke daftar hutang
usaha guna menentukan apakah hal tersebut sudah termasuk daftar hutang usaha. Pengujian
ini dilakukan hingga akhir pekerjaan lapangan untuk memperbesar peluang memperoleh
bukti tentang hutang yang secara sengaja atau kurang teliti dimasukkan dalam daftar hutang
pada tanggal laporan keuangan. Dengan demikian, pengujian ini melebihi periode yang
digunakan dalam pengujian pisah batas.

Biasanya penjual akan meminta pembayaran, walaupun kewajiban itu tidak dicatat pada
tanggal neraca oleh pembeli. Oleh karena itu, pembayaran kemudian dapat menjadi cara
yang efektif untuk mencari kewajiban yang belum tercatat. Auditor juga dapat mencari
periode selanjutnya ini dengan melihat lebih saji pembayaran kemudian dan memusatkan
perhatian pada transaksi yang bernilai besar.

15
Prosedur lainnya

Dokumentasi pendukung hutang yang telah dicatat, tetapi masih belum dibayar sampai
tanggal akhir pekerjaan lapangan, juga harus diperiksa atas dasar pengujian. Hal ini juga
dapat mengungkapkan kewajiban yang ada tetapi belum dicatat pada tanggal neraca.
Prosedur lainnya yang dapat mengungkapkan hutang yang belum dicatat meliputi ; (1)
menginvestasi pesanan pembelian,laporan penerimaan, dan faktur penjual yang tidak
sesuai pada akhir tahun. (2) mengajukan pertanyaan kepada personil akuntansi dan
pembelian tentang hutang yang belum dicatat, serta (3) mereview anggaran modal, perintah
kerja, dan kontrak konstruksi untuk mencari bukti adanya hutang yang belum dicatat.

G. Pengujian rincian saldo


Dua pengujian yang termasuk dalam kategori ini adalah (1) konfirmasi hutang usaha,
dan (2) rekonsiliasi hutang yang belum dikonfirmasi dengan laporan bulanan yang diterima
oleh klien dari penjual atau pemasok.
Konfirmasi hutang usaha

Prosedur ini bersifat opsional karena (1) konfirmasi ini tidak dapat menjamin bahwa
hutang yang belum dicatat akan dapat ditemukan, dan (2) bukti eksternal berupa faktur dan
laporan bulanan penjual harus tersedia untuk mendukung saldonya. Konfirmasi hutang
usaha direkomendasikan apabila risiko deteksi rendah, terdapat kreditor individual dengan
saldo yang yang relatif besar, atau perusahaan mengalami kesulitan dalam memenuhi
kewajibannya.

Apabila konfirmasi dilakukan, maka akun dengan saldo nol atau kecil ada diantara
pilihan untuk konfirmasi karena mungkin saldo itu ditetapkan terlalu rendah daripada akun
dengan saldo yang besar. Selain itu, konfirmasi juga harus dikirimkan kepada pemasok
utama yang (1) telah digunakan pada tahun sebelumnya, tetapi tidak dalam tahun berjalan,
dan (2) tidak mengirimkan laporan bulanan. Didalam melakukan konfirmasi positif,
auditor mengkehendaki agar kreditor menyebutkan jumlah yang terutanh karena jumlah itu
akan direkonsiliasi dengan catatan klien.

Pengujian ini dapat memberikan bukti untuk semua asersi hutang usaha.Akan tetapi,
bukti yang tersedia untuk asersi kelengkapan bersifat terbatas karena adanya kemungkinan
kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengirim permintaan konfirmasi kepada pemasok
yang tidak mencatat kewajiban klien.

16
Merekonsiliasi hutang yang belum di konfirmasi dengan laporan pemasok

Dalam banyak kasus, para pemasok biasanya mengirimkan laporan bulanan yang bisa
dijumpai dalam file klien. Dalam kasus ini, jumlah terutang kepada pemasok menurut
daftar hutang klien dapat direkonsiliasi dengan laporan tersebut. Bukti yang diperoleh dari
prosedur ini juga berlaku untuk asersi sama seperti konfirmasi, tetapi kurang dapat
diandalkan karena laporan pemasok telah dikirimkan kepada klien dan bukan langsung
kepada auditor. Selain itu, laporan ini mungkin tidak tersedia dari pemasok tertentu.

Perbandingan penyajian laporan dengan GAAP

Hutang usaha harus diidentifikasikan secara tepat sebagai kewajiban lancar. Jika saldo
hutang mencakup pembayaran dimuka yang material kepada beberapa pemasok untuk
pengiriman barang dan jasa di masa depan, maka jumlah semacam itu harus diklasifikasi
sebagai uang muka kepada pemasok dan dicatat sebagai aktiva. Selain itu, pengukuran juga
perlu dilakukan atas penjaminan dan serta kewajiban kontinjensi. Jadi, penyajian dan
pengungkapan manajemen harus dibandingkan dengan persyaratan GAAP.

Jasa bernilai tambah

Standar audit yang berlaku umum tidak mensyaratkan bahwa auditor harus melakukan
jasa bernilai tambah. Meskipun demikian, apabila auditor telah menyelesaikan suatu audit,
maka biasanya mereka sangat mengetahui tentang bisnis dan praktek bisnis klien, hasil
operasi dan arus kasnya, serta pengendalian internal perusahaan. Manajemen dan dewan
komisaris biasanya ingin secara penuh memanfaatkan pengetahuan auditor itu.

H. Metodologi untuk perancangan pengujian rincian saldo

Dalam memutuskan bukti yang sesuai untuk melakukan pengujian rincian saldo sangat
rumit sebab harus diputuskan secara objektif satu-persatu, dan disana ada beberapa
interaksi yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Sebagai contoh, auditor harus
mengevaluasi kemungkinan adanya kecurangan, dan juga mempertimbangkan resiko
melekat, yang mungkin berbeda untuk setiap tujuan, dan hasil dari pengujian substantive
atas penjualan dan penerimaan tunai, yang tujuannya juga bervariasi. Auditor harus pula
mempertimbangkan hasil pengujian pengawasan dan penilaian resiko pengawasan.

17
Dalam merancang pengujian rincian saldo untuk rekening piutang, penting untuk
memenuhi 8 (delapan) tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Hal ini disebut tujuan
audit rekening piutang yang berkaitan dengan saldo, terdiri dari :

a. Rekening umur piutang dalam neraca saldo sesuai jumlahnya dengan data asli
lainnya, dan totalnya ditambah dengan benar dan sesuai dengan jurnal buku besar
(detail tie-in).
b. Piutang usaha yang dicatat ada (existence).
c. Piutang usaha yang ada telah dicantumkan (completeness).
d. Piutang usaha sudah akurat (accuracy).
e. Piutang usaha telah diklasifikasikan dengan benar (classification).
f. Pisah batas piutang usaha sudah benar (cut-off).
g. Piutang usaha dinyatakan pada nilai realisasi (realizable value).
h. Klien memiliki hak atas piutang usaha (rights).

Metodologi yang dilakukan auditor dalam mendesain pengujian atas rincian saldo
untuk rekening piutang terdiri dari beberapa fase, ilustrasi berikut menggambarkan
metodologi dalam mendesain pengujian atas rincian saldo.

18
Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Mempengaruhi Piutang Usaha (Tahap I)

Pemahaman mengenai industri dan lingkungan eksternal klien serta mengevaluasi


tujuan manajemen digunakan untuk mengidentifikasi risiko bisnis klien yang signifikan,
yang dapat mempengaruhi laporan keuangan termasuk piutang usaha. Maka oleh karena itu
auditor harus melaksanakan prosedur analitis untuk menunjukkan kenaikan risiko salah saji
piutang usaha.

Ketika mengevaluasi risiko inheren dan bukti yang direncanakan dalam piutang usaha,
auditor mengembangkan risiko yang mempengaruhi piutang usaha. Contoh : auditor dapat
meningkatkan risiko inheren untuk nilai realisasi bersih piutang usaha.

Menetapkan Salah Saji yang Dapat Ditoleransi dan Menilai Risiko Inheren (Tahap I)

Auditor harus memutuskan perimbangan pendahuluan mengenai materialitas laporan


keuangan secara keseluruhan dan kemudian mengalokasikan jumlah pertimbangan
pendahuluan ke setiap akun neraca yang signifikan, termasuk piutang usaha. Secara khusus
piutang usaha merupakan salah satu akun yang paling material, bahkan untuk saldo piutang
yang paling kecil sekalipun, transaksi dalam silkus penjualan dan penagihan yang
mempengaruhi saldo piutang usaha hampir pasti sangat signifikan.

Auditor harus mengidentifikasi secara formal risiko kecurangan tertentu menyangkut


pengakuan pendapatan. Hal ini akan mempengaruhi penilaian risiko inheren oleh auditor
untuk tujuan-tujuan berikut: keberadaan atau eksistensi, pisah batas penjualan, serta pisah
batas retur dan pengurangan penjualan. Jadi sudah biasa bagi klien untuk menyalahsajikan
pisah batas baik karena kesalahan maupun karena kecurangan. Juga sudah biasa bagi klien
untuk menyalah sajikan secara tidak sengaja atau secara sengaja penyisihan piutang tak
tertagih (nilai realisasi) karena sulit menentukan saldo yang benar.

Menilai Risiko Pengendalian untuk Siklus Penjualan dan Penagihan (Tahap I)

Pengendalian internal terhadap penjualan dan penerimaan kas serta piutang usaha
terkait setidaknya harus cukup efektif karena manajemen sangat menginginkan catatan yang
akurat untuk mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan. Auditor harus
memperhatikan tiga aspek pengendalian internal:

a. Pengendalian yang mencegah atau mendeteksi penggelapan


b. Pengendalian terhadap pisah batas
c. Pengendalian yang terkait dengan penyisihan piuang tak tertagih
19
Auditor harus menghubungkan risiko pengendalian untuk tujuan audit yang berkaitan
dengan transaksi dengan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dalam memutuskan
risiko deteksi yang direncanakan dan bukti yang direncanakan bagi pengujian atas rincian
saldo. Contoh : auditor menyimpulkan bahwa risiko pengendalian untuk transaksi penjualan
maupun penerimaan kas adalah rendah bagi tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi
keakuratan. Karena itu, auditor dapat menyimpulkan bahwa pengendalian bagi tujuan audit
yang berkaitan dengan saldo keakuratan untuk piutang usaha sudah efektif karena satu-
satunya transaksi yang mempengaruhi piutang usaha adalah penjualan dan penerimaan kas.
Jika retur dan pengurangan penjualan serta penghapusan piutang usaha tak tertagih
berjumlah signifikan, penilaian risiko pengendalian juga harus dipertimbangkan untuk
kedua kelas transaksi tersebut.

Dua aspek hubungan yang disajikan perlu disinggung secara khusus:

a. Untuk penjualan, tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi-keterjadian


mempengaruhi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo-eksistensi/keberadaan.
Akan tetapi untuk penerimaan kas, tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi-
keterjadian mempengaruhi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo-kelengkapan.
Penyebab kesimpulan mengejutkan bahwa kenaikan penjualan meningkatkan
piutang usaha tetapi kenaikan penerimaan kas justru menurunkan pitang usaha.

Contoh : pencatatan penjualan sebenarnya tidak ada melanggar tujuan audit


yang berkaitan dengan transaksi-keterjadian dan tujuan audit yang berkaitan dengan
saldo-eksistensi (keduannya lebih saji). Pencatatan penerimaan kas yang sebenarnya
tidak ada melanggar tujuan audit yang berkaitan transaksi-keterjadian maupun
tujuan audit yang berkaitan dengan saldo-kelengkapan untuk piutang usaha, karena
piutang yang masih beredar tidak lagi dicantumkan dalam catatan.

b. Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha-nilai realisasi dan hak, serta
tujuan yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan, tidak terpengaruh oleh
penilaian risiko pengendalian untuk tujuan-tujuan tersebut, auditor harus
mengidentifikasi dan menguji pengendalian secara terpisah demi mendukung
tujuan-tujuan tersebut.
Tiga baris penilaian resiko pengawasan : satu untuk penjualan, satu untuk
penerimaan tunai, dan satu untuk pengawasan tambahan yang berhubungan dengan
saldo rekening piutang. Sumber dari setiap resiko pengawasan penjualan dan

20
penerimaan tunai adalah matrik resiko pengawasan, yang mengasumsikan bahwa
hasil pengujian pengawasan mendukung penilaian yang sebenarnya. Auditor
membuat pemisah penilaian resiko pengawasan untuk tujuan yang berhubungan
hanya dengan saldo rekening piutang.

Merancang dan Melaksanakan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif


atas Transaksi (Tahap II).

Bab sebelumnya membahas prosedur audit untuk pengujian pengendalian dan pengujian
substantive atas transaksi, memutuskan ukuran sampel, dan mengevaluasi hasil pengujian-
pengujian tersebut. Hasil pengujian pengendalian akan menentukan apakah penilaian risiko
pengendalian untuk penjualan dan penerimaan kas harus direvisi. Auditor menggunakan
hasil pengujian untuk menentukan sejauh mana risiko deteksi yang direncanakan akan
dipenuhi bagi setiap tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha.

Merancang dan Melaksanakan Prosedur Analitis (Tahap III)

Prosedur analitis sering kali dilakukan selama tiga tahap audit: perencanaan, ketika
melaksanakan pengujian yang terinci, dan sebagai bagian dari penyelesaian audit. Sebagian
besar prosedur analitis yang dilaksanakan selama tahap pengujian dilakukan setelah tanggal
neraca tetapi sebelum pengujian atas rincian saldo. Auditor melaksanakan prosedur analitis
untuk siklus penjualan dan penagihan secara keseluruhan, bukan hanya piutang usaha. Hal
ini dikarenakan hubungan yang erat antara akun-akun laporan laba rugi dan neraca. Jika
auditor mengidentifikasi salah saji yang mungkin terjadi dalam retur dan pengurangan
penjualan dengan menggunakan prosedur analitis, piutang usaha mungkin akan mengoffset
salah saji itu.

Jika prosedur analitis dalam siklus penjualan dan penagihan mengungkapkan fluktuasi
yang tidak biasa, auditor harus melontarkan pertanyaan tambahan kepada manajemen.
Respon manajemen harus dievaluasi secara kritis.

Merancang dan Melaksanakan pengujian atas Rincian Saldo Piutang Usaha (Tahap
III)

Pengujian rincian saldo yang tepat tercantum pada kertas kerja perencanaan. Risiko
deteksi ditunjukkkan pada baris kedua dari bawah. Hal tersebut merupakan keputusan
subjektif auditor setelah mngkombinasikan kesimpulan yang dicapai mengenai setiap factor
yang tercantum. Tugas menhubungkan factor yang direncanakan sangatlah kompleks

21
karena pengukuran factor bersifat tidak jelas. Bukti audit yang direncanakan adalah
kebalikan dari risiko deteksi yang direncanakan. Setelah memutuskan bukti yang
direncanakan bagi tujuan tertentu adalah tinggi, sedang, rendah, kemudian auditor harus
memutuskan prosedur audit yang sesuai, ukuran sampel, item yang dipilih, dan penetapan
waktu.

22
C. LATIHAN
Pertanyaan:
1. Jelaskan perbedaan pengujian subtantif antara utang lancer dengan aktiva lancar?

2. Sebutkan bentuk-bentuk pengujian rincian transaksi ?

3. Selain bentuk pengujian rincian transaksi, bagaimanakah cara lain untuk menelusuri
hutang usaha?

Jawaban:
1. Perbedaan pengujian substantif antara utang lancar dengan aktiva lancar
a. Pengujian substantif terhadap utang lancar ditujukan untuk menemukan adanya
penyajian utang lancar yang lebih rendah dari jumlah yang seharusnya, sedangkan
aktiva lancar untuk menemukan penyajian aktiva lancar yang tinggi dari jumlah
yang seharusnya.
b. Dalam pengujian substantif terhadap aktiva lancar, auditor menghadapi masalah
penentuan kewajiban nilai aktiva lancar (nilai bersih yang dapat direalisasikan) yang
dicantumkan ke dalam neraca. Dilain pihak, dalam pengujian substantif terhadap
utang lancar auditor menghadapi kewajiban perusahaan yang terjadi di masa lalu
yang dalam jangka pendek harus dilunasi.
2. Ada 4 bentuk-bentuk pengujian rincian transaksi yakni:

a. Menelusuri hutang yang dicatat ke dokumentasi pendukung


b. Melaksanakan pengujian pisah batas pembelian
c. Melaksanakan pengujian pisah batas pengeluaran kas
d. Melakukan pencarian hutang yang belum tercatat

3. Prosedur lainnya yang dapat mengungkapkan hutang yang belum dicatat meliputi ; (1)
menginvestasi pesanan pembelian,laporan penerimaan, dan faktur penjual yang tidak
sesuai pada akhir tahun. (2) mengajukan pertanyaan kepada personil akuntansi dan
pembelian tentang hutang yang belum dicatat, serta (3) mereview anggaran modal,
perintah kerja, dan kontrak konstruksi untuk mencari bukti adanya hutang yang belum
dicatat.

23
D. RANGKUMAN
Utang lancar memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik aktiva lancar, yang
berdampak terhadap pengujian substantive terhadap utang lancar. Dalam menyajikan aktiva
lancar, klien cenderung untuk menyajikan aktiva tersebut lebih tinggi dari jumlah yang
seharusnya. Di lain pihak, dalam menyajikan utang lancar, klien cenderung umum untuk
menyajikan utang tersebut lebih rendah dari jumlah yang seharusnya. Kecenderungan ini di
dorong oleh keinginan untuk menyajikan gambaran modal kerja perusahaan yang lebih baik.
Oleh karena itu, pengujian substantive terhadap utang lancar di tujukan untuk menemukan
adanya penyajian utang lancar yang lebih rendah dari jumlah yang seharusnya.

Pengujian substantive terhadap utang usaha di tujukan untuk memperoleh keyakinan


tentang keandalan catatan akuntansi bersangkutan dengan utang usaha, membuktikan
keberadaan utang usaha dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan utang usaha yang
dicantumkan di neraca, membuktikan kelengkapan transaksi yang dicatat dalam catatan
akuntansi serta membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan utang usaha di neraca.

24
E. DAFTAR PUSTAKA
Boynton, William C., Raymond N. Johnson, Walter G. Kell. 2003. Modern Auditing Edisi
Ketujuh (Jilid II). Jakarta: Erlangga.

Jusup, Al. Haryono. 2014. Auditing (Pengauditan Berbasis ISA): Edisi II. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara.

https://www.scribd.com/document/328928641/Audit-Siklus-Pengeluaran-Pengujian-
Substantif.(online). Diakses pada 15 Februari 2016.

http://akademikita.blogspot.co.id/2016/09/pengujian-substantif-atas-saldo-hutang.html
(online). Diakses pada 16 Februari 2016.

https://www.scribd.com/doc/266089684/Metodologi-Perancangan-Pengujian-Rincian-
Saldo#.(online). Diakses pada 16 Februari 2016.

25

Anda mungkin juga menyukai