HNP
HNP
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Dalam bahasa Inggris kedokteran, pinggang dikenal sebagai Low Back,
secara anatomi pinggang adalah daerah tulang belakang L1 sampai tulang sacrum
dan otot-otot sekitarnya. Daerah pinggang mempunyai fungsi penting pada tubuh
manusia, yaitu membuat tubuh berdiri tegak, untuk pergerakan, dan melindungi
beberapa organ penting yang ada didalamnya. Peranan otot-otot erektor truski
adalah memberikan tenaga imbangan ketika mengangkat benda (Sidharta
Priguna, 1999).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis,
yang sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral
radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat
akut, kronik atau berulang (Reni H. Masduchi, 2011).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan
lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus)
mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus
pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke
dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf (Kevin, 2011;
Barbara C.Long, 1996).
Penyakit HNP ini bisa terjadi pada seluruh ruas tulang belakang, mulai
dari tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thorakal, lumbal atau sacrum).
Herniasi diskus dapat terjadi pada dua sisi, tetapi lebih sering terjadi pada satu
sisi. Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat ke
satu sisi. Daerah sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan, semisal di leher
maka akan terjadi migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi penjepitan
di tulang ekor, maka akan terasa sakit seperti otot ketarik pada bagian paha atau
betis, kesemutan, sakit pinggang yang menjalar ke tungkai bawah sesuai dengan
distribusi dermatof saraf yang terkena terutama pada saat aktifitas mengangkat
beban yang berat dan membungkuk, bahkan bisa sampai pada kelumpuhan.
Penderita penyakit ini sering mengeluh hernia diskus lebih banyak terjadi pada
daerah lumbosakral, namun juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal
tetapi kasusnya jarang terjadi. HNP dapat terjadi pada semua usia, rata-rata 35 -
45 tahun (Sidharta Priguna, 1999; Reni H. Masduchi, 2011; Kevin, 2011).
2. Epidemiologi
Di Amerika hampir 80% dari populasi dewasa pernah mengalami nyeri
pinggang dalam kehidupannya (Bose K, Lee EH, 1986). Dari poliklinik unit
penyakit saraf RSCM Jakarta dilaporkan bahwa penderita nyeri pinggang bawah
pada tahun 1976 sebanyak 5,8% (Judana et all, 1983). Dari poliklinik rematologi
RS Sutomo Surabaya pada tahun 1980 sebanyak 17,7% (Effendi et all, 1980).
Dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta (Suharso et all, 1985)
melaporkan penderita nyeri pinggang bawah yang datang berobat ke RSUP Dr.
Sardjito sebanyak 190 penderita, 43 diantaranya adalah penderita nyeri pinggang
bawah yang disertai nyeri radikuler, ditinjau dari keseluruhan penderita baru
(3,75%) maka 190 penderita nyeri pinggang bawah adalah merupakan sebagian
kecil saja (5,63%). Tidak dijumpai nyeri pinggang bawah pada pada anak 6-10
tahun, kemudian diikuti 41-50 tahun, kemudian 31-40 tahun dan 51-60 tahun.
Tahun 1986 didapatkan dari 49 orang penderita nyeri pinggang belakang sebanyak
19 orang menderita HNP (45,24%).
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 S1 kemudian pada C5-C6 dan
paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak
dan remaja tetapi kejadiannya meningkat setelah umur 20 tahun. Dengan insidens
hernia lumbosakral lebih dari 90% sedangkan hernia servikalis sekitar 5-10%
(Ratih astarida, 2009).
3. Etiologi
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi karena
terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada
posisi gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang
akan terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup
besar akan terjadi robekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang melingkari
nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia
nucleus pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi
pada pasien tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang
lemah (locus minoris resistentiae).
6. Klasifikasi
Macnabs Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI menjadi :
Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati batas
diskus tetapi anulus tetap intak.
Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan yang tidak komplit.
Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum
longitudinalis posterior.
Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus
fibrosus yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos pulposus
yang berada didalam diskus dan telah berada dalam kanal.
7. Patofisiologi
Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya
atau merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang
merenggang, sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang.
Prolapsus discus intervertebralis, hanya yang terdorong ke belakang yang
menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat serabut saraf
spinal serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus discus intervertebralis
akan menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian pinggang, bahkan dapat
menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah (Sufitni, 1996).
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus
pulposus bersama beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen
intervertebralis. Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat
daripada ligamentum longitudinalis posterior, maka herniasi diskus hampir
selalu terjadi ke arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut biasanya
menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan badan diskus,
walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar menembus
ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam
kanalis spinalis. Perubahan morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah
memisahnya lempeng tulang rawan dari korpus vertebra di dekatnya.
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.
Karena adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar
dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya
menunggu waktu dan bisa terjadi pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu
dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus
tulang belakang di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis
vertebralis. Sobekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika.
Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus
pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang
berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral.
Tidak akan ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada
tingkat L2, dan terus ke bawah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi
yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna
anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebral ini mengalami lisis,
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang
ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya
kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastis.
Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering
terkena, terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur
diskus lumbal yang lebih tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif.
Karena hubungan anatomis pada vertebra lumbal, protrusi diskus biasanya
menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di bawahnya. Jika terdapat
fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks yang muncul di atas diskus yang
mengalami herniasi.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:
Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi
L5-S1.
Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan
pada sendi L5-S1.
Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum
longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus.
Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.
Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu
perubahan yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan
menekan akarakar saraf spinal. Pada umumnya herniassi paling besar
kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih banyak bergerak (Perbatasan
Lumbo Sakralis dan Servikotoralis).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5
sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks
saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui
foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan
kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan
intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif
kecil (Partono Muki, 2009; Sylvia,1991).
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung
atau tidak langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan komprensi
hebat dan herniasi nucleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan
mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong
ligamentum longitudinal maka terjadilah herniasi.
Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida
dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan
pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus.
Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat)
kartilago dapat cidera.
8. Manisfestasi Klinis
Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang terkena. Gejala
klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan
nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut
menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar terkena akan
timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus
berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan
Achilles (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan
miksi, defekasi dan fungsi seksual.
Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga
menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis
kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun
akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk,
meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan
menghilangkan sakit yang diderita.
Keluhan awal biasanya nyeri punggung bawah (low back pain) yang
onsetnya perlahan-lahan, bersifat tumpul atau terasa tidak enak, sering
intermitten, walaupun kadang-kadang nyeri tersebut onsetnya mendadak dan
berat. Nyeri ini terjadi akibat regangan ligamentum longitudinalis posterior,
karena diskus itu sendiri tidak memiliki serabut nyeri. Nyeri tersebut khas yaitu
diperhebat oleh aktivitas dan pengerahan tenaga serta mengedan, batuk, atau
bersin. Nyeri ini biasanya menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena
dengan tungkai yang sakit difleksikan. Sering terdapat spasme refleks otot-otot
paravertebra yang menyebabkan nyeri dan membuat pasien tidak dapat berdiri
tegak secara penuh.
Ada jenis yang akut dan ada jenis yang berlangsung perlahan. Jenis yang
berlangsung perlahan kadang-kadang lebih lama sembuhnya. Nyeri bersifat
tumpul dan semakin bertambah bila pinggang bergerak, ketika berjalan pasien
akan memiringkan tubuh ke arah badan yang sehat semata-mata bertujuan
untuk membuka ruang lebih luas bagi bagian ruas tulang belakang yang
bermasalah.
Setelah periode waktu tertentu, timbul nyeri pinggul dan sisi posterior
atau posterolateral paha serta tungkai sisi yang terkena, yang biasanya disebut
skiatika atau iskialgia. Ada kalanya pasien mengeluh nyeri pada tepi luar telapak
kaki (S1) dan tepi luar betis dan paha dalam (L3-L4-L5). Ini semua bergantung
pada radian saraf pinggang yang terkena dorongan dari nucleus pulposus yang
merosot tersebut. Pasien tidak tahan duduk lama apalagi bila duduk bersila.
Sebentar-sebentar pasien akan menjulurkan kaki, gejala ini sering disertai rasa
baal dan kesemutan yang menjalar ke bagian kaki yang dipersarafi oleh serabut
sensorik radiks yang terkena. Kekuatan otot tungkai pada umumnya tidak terlalu
terganggu, namun sensasi raba mungkin dapat berkurang.
Pada keadaan yang tidak lazim dimana protrusi diskus sentral terjadi
dengan adanya kanalis spinalis yang sempit pada regio lumbal, kompresi kauda
ekuina dapat timbul, dengan paraparesis dan hilangnya tonis sfingter. Sindrom
klaudikasio palsu telah dilaporkan dengan nyeri tungkai bila beraktivitas, akibat
sekunder dari kompresi intermitten kauda ekuina (Achdiat Agus, 2009; Mansjoer
Arif et all).
Tanda dan gejala yang spesifik pada berbagai jenis HNP adalah (Ratih
astarida, 2009) :
a. Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan
periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan
tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga
kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada
tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri
menjalar kedalam bokong dan tungkai. Low back pain ini disertai rasa nyeri yang
menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks
mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk
skilosis lumbal. Sindrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari:
Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki.
Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks.
b. Hernia Servicalis
Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis).
Atrofi di daerah biceps dan triceps.
Refleks biceps yang menurun atau menghilang.
Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
c. Hernia thorakalis
Nyeri radikal.
Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
9. Pemeriksaan Fisik
b. Tes Braggard
Tes Braggard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Laseque
namun ketika tungkai diangkat maka telapak kaki pasien di dorong kuat keatas
(dorsofleksi maksimal), maka akan terasa nyeri sepanjang tungkai.
c. Tes Siccard
Tes Siccard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Braggard
namun dengan ibu jari di dorong maksimal ke arah atas (dorsofleksi maksimal)
dan akan terasa nyeri sepanjang tungkai.
Ada tes lain yaitu tes Patrick dan contra Patrick tetapi justru tes ini untuk
menunjukkan bahwa penyebab nyeri pinggang bukan HNP tetapi suatu proses
arthritis. Tes yang lain adalah Valsalva, dimana pasien diminta untuk menahan
nafas. Bila terasa nyeri di pinggang dan menjalar ke tungkai disebut tes Valsalva
positip dan HNP positip. Tes Naffziger adalah dengan menekan vena jugularis
jika setelah ditekan terasa nyeri bertambah berarti terdapat HNP (Achdiat Agoes,
2009; Mansjoer Arif et all).
12. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi
fisik pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung secara
keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat
dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik.
Dengan cara ini, lebih dari 95% penderita akan sembuh dan kembali pada
aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat
perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan. Terapi
konservatif meliputi ;
Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal,lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan
menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke
aktifitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan
menyandarkan punggung,l u t u t d a n p u n g g u n g b a w a h p a d a p o s i s i
sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan
memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang
meradang.
b. Medikamentosa
Analgetik dan NSAID.
Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot.
Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa.
P e m a k a i a n jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan.
Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat
dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
c. Terapi Fisik
Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak
terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan
traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam
kecepatan penyembuhan.
Diatermi atau kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot.
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat
edema.Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan
untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai
penyangga korsetdapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi spasme.
Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung
seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa
kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara
fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan
lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan
tendon sehingga aliran darah semakin meningkat.
Proper Body Mechanics
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang
b a i k u n t u k mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa
prinsip dalam menjaga posisipunggung adalah sebagai berikut:
d. Pembedahan
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga
nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus
berdasarkanalasan yang kuat yaitu berupa:
Defisit neurologik memburuk.
Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
Paresis otot tungkai bawah
d.1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
d.2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada
kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula
dan radiks.
d.3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d.4. Disektomi dengan peleburan.
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat
untuk mengurangi tekanan terhadap nervus. Discectomy dilakukan untuk
memindahkan bagian yang menonjol dengan general anesthesia. Hanya
sekitar 2 3 hari tinggal dirumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan
pada hari pertama setelah operasi untuk mengurangi resiko pengumpulan
darah. Untuk sembuh total memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari
satu diskus yang harus ditangani jika ada masalah lain selain herniasi
diskus. Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan dan mungkin
memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (recovery).
d.5. Microdisectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan
fragmen of nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan
raydan chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi enzim
(yang disebut c h y m o p a p a i n ) k e d a l a m h e r n i a s i d i s k u s u n t u k
melarutkan substansi gelatin yang menonjol. Prosedur ini
merupakan salah satu alternatif disectomy pada kasus-kasus tertentu.
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif.
Sebagian kecil berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
Pada pasien yang dioperasi : 90% membaik terutama nyeri tungkai, kemungkinan
terjadinya kekambuhan adalah 5%.
14. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus adalah atrofi otot-otot
ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi tergantung dari radix saraf
yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4 menyebabkan atrofi pada
m.quadriceps femoris, lesi pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada
m.gastroknemius dan m.soleus. Atrofi yang tidak mendaptkan rehabilitasi akan
menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior (Sufitni, 1996).
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan sbb :
Pegangan harus tepat.
Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi
lurus.
Punggung harus diluruskan.
Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan
gerakan. Dengan mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh
belakang diluar.
Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan
mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:
Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi
momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu hindari
manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut.
16. DIAGNOSIS BANDING
Mansjoer, Arief, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Penerbit FK UI.
Sidharta Priguna. 1999. Neurologi Klinis Dasar. Edisi IV. Jakarta: PT Dian
Rakyat. 87-95.
Snell, S.Richard. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran; Bagian
Ketiga. Alih Bhasa Jan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan.
Sufitni. 1996. Diagnosis topik neurologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC.
Suharso & Harsono. 1985. Epidemiologi Nyeri Pinggang Bawah di Poliklinik
Saraf RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Simposium Nyeri Pinggang
Bawah Pertemuan regional II.
Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP. available at http://rumah-sakit-islam-
cempaka-putih-Index2.php.htm. 2011. diakses tanggal 25 November 2011.