Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang
Dalam bahasa Inggris kedokteran, pinggang dikenal sebagai Low Back,
secara anatomi pinggang adalah daerah tulang belakang L1 sampai tulang sacrum
dan otot-otot sekitarnya. Daerah pinggang mempunyai fungsi penting pada tubuh
manusia, yaitu membuat tubuh berdiri tegak, untuk pergerakan, dan melindungi
beberapa organ penting yang ada didalamnya.
6,8
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis,
yang sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral
radiculopathies merupakan penyebab tersering nyeri punggung bawah yang
bersifat akut, kronik atau berulang.
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan
lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus)
mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus
pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke
dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf.
Penyakit HNP ini bisa terjadi pada seluruh ruas tulang belakang, mulai dari
tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thorakal, lumbal atau sacrum). Herniasi
diskus dapat terjadi pada dua sisi, tetapi lebih sering terjadi pada satu sisi.
Diagnosis dari HNP dapat ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang seperti foto polos lumbosacral, foto
caudografi dengan memasukkan kontras ke ruang sub arakhnoid dan melihat
felling defect, serta MRI sebagai standart emas diagnosis dari HNP karena dapat
mendeteksi letak kompresi medulla spinalis dan cauda equina.
11
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan penyebab dari HNP ?
2. Bagaimana patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan dari HNP ?
3. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan untuk menentukan
diagnosis dari HNP ?
2

4. Bagaimana prosedur pemeriksaan dari pemeriksaan foto polos, caudografi,
myelografi serta MRI pada HNP ?
5. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan foto polos, caudografi,
myelografi serta MRI pada HNP ?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi, serta
penatalaksanaan dari HNP.
2. Mengatahui dan memahami diagnosis HNP dari pemeriksaan penunjang.
3. Megatahui dan memahami prosedur pemeriksaan foto polos, caudografi,
myelografi serta MRI pada HNP.
4. Megatahui dan memahami interpretasi dari pemeriksaan foto polos,
caudografi, myelografi serta MRI pada HNP.
I.4 Manfaat.
1. Menambah pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca khususnya
dibidang kedokteran dalam bidang radiologi.
2. Sebagai referensi atau kepustakaan bagi para pembaca khususnya dokter
umum dalam mendiagnosa HNP.















3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Definisi
Hernia Nucleus pulposus (HNP) adalah suatu nyeri yang disebabkan oleh
proses patologik dikolumna vertebralis pada diskus intervertebraris (dikogenik) (.
Herniasi discus intervertebralis kesegala arah dapat terjadi akibat trauma atau
stress fisik. Herniasi kearah superior atau inferior melalui lempeng kartilago
masuk ke dalam korpus vertebrata dinamakan sebagai nodul schmorl (biasanya di
jumpai secara isidentil pada gambaran radiologist atau otopsi). Kebanyakan
herniasi terjadi pada arah posterolateral sehubungan dengan factor-faktor : nucleus
pulposus yang cenderung terletak lebih di posterior dan adanya ligamentum
longitudinalis posterior yang cenderung memperkuat annulus fibrosus di posterior
tengah. Peristiwa ini dikenal juga dengan berbagai sebutan lain seperti : rupture
annulus fibrosis hernia nucleus pulposus rupture diskus herniasi diskus dan saraf
terjepit.
8,10

I.2 Epidemiologi
Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP lumbalis paling
sering (90%) mengenai diskus intervetebralis L5-S1, L4-L5. Biasanya nyeri
pinggang bawah (NPB) oleh karena HNP lumbalis akan membaik dalam waktu
kira-kira 6 minggu. HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden
puncak pada dekade ke-4 dan ke-5. HNP lebih banyak terjadi pada individu
dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan mengangkat Karena
ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian
tengahnya, maka protrusi discus cenderung terjadi ke arah postero lateral, dengan
kompresi radiks saraf.
8

II.3 Etiologi
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi karena
terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada
posisi gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang akan
4

terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup
besar akan terjadi robekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang melingkari
nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia
nucleus pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi
pada pasien tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang
lemah (locus minoris resistentiae).
6,8
Contoh kejadian sehari-hari yang dapat
membuat terjadinya HNP adalah sebagai berikut:
- Mengambil benda yang jatuh dilantai.
- Mengejar bola yang cukup jauh dengan ayunan langkah yang tidak akurat
saa tennis.
- Mengepel lantai.
- Tergelincir saat berjalan.
- Melompat.
- Mengambil sesuatu di atas lemari.
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
- Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.
- Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.
- Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.
Faktor risiko yang dapat dirubah :
- Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau
menarik barang-barang serta, sering membungkuk atau gerakan memutar
pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang
konstan seperti supir.
- Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
- Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
- Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
- Batuk lama dan berulang.


5

II.4 Anatomi dan Fisiologi Vertebrae
Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah dan
diantara ruas-ruas dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram
sehingga tulang belakang dapat tegak dan membungkuk. Dan disebelah depan dan
belakangnya terdapat kumpulan serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas
tulang belakang.
1,2
Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas :
Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil dan lubang
ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut
foramen transversalis. Ruas pertama disebut atlas yang memungkinkan
kepala mengangguk. Ruas yang kedua disebut prosesus odontoit (aksis)
yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan kekanan.
Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju
durinya panjang dan melengkung.
Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat,
taju durinya agak picak. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut
promontorium.
Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu sehingga
menyerupai sebuah tulang.
Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan menjadi sebuah
tulang yang disebut os koksigialis. Dapat bergerak sedikit karena
membentuk persendian dengan sacrum.










Gambar 2.1 Anatomi vertebrae: anterior, lateral dan posterior view.
1
6

Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu :
Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di
antaranya.
Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas
lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars
artikularis, ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum,
ligamentum flavum, serta kapsul sendi.








Gambar 2.2 Lumbar spine: posterior view.
1,2
Korpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang
mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk
konvek dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies
superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5
Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus
menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan
ke arah lateral yang disebut procesus spinosus.
Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila
dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu
saluran yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula
spinalis. Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan
stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :
7

a. ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap
diskus dan anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan
ekstensi.
b. Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada
bagian posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini
berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi.
c. ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang
berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior.
d. ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang
berfungsi mengontrol gerakan fleksi.
2











Gambar 2.3 Ligamentum pada vertebra lumbalis.
1
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior.
Bila dilihat dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau
lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun
masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah
merupakan satu struktur yang elastis, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan
diskus yang memungkinkan gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang.
Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal
berlingkup gerakan yang sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk
toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih
besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil.
8

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra
yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi
sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan
korpus vertebra yang berdekatan.
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra
sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi
fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus dipisahkan dari tulang yang
diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Discus
intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal
sampai lumbal atau sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan
peredam kejut (shock absorber).
12
Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian
utama yaitu:
Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
- Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang
konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan
menyerupai gulungan per (coiled spring)
- Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
- Daerah transisi.
Nucleus pulposus
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin,
nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan
sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar
discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
Vertebral endplate
Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk batas
atas dan bawah dari diskus.
Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada
nucleus disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya
vertebral end plates. Serabut-serabut annulus fibrosus mempunyai kemampuan
cukup untuk bergerak fleksi dan ekstensi sehingga memungkinkan perubahan
bentuk dari nukleus pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus dimungkinkan
9

oleh karena adanya (1) kelenturan, (2) kemampuan memanjang dan (3) adanya
lubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lemabaran annulus .
Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan
mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai
bantalan dan berperan menahan tekanan atau beban.
1









Gambar 2.4 a. Lateral lumbar vertebrae; b. Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus
adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah :
Ligamentum longitudinal anterior
Ligamentum longitudinal posterior
Corpus vertebrae dan periosteumnya
Ligamentum supraspinosum
Fasia dan otot.
1,2

Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang
terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital
magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis
terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :
- 8 pasang saraf servical. - 5 pasang saraf sacral.
- 15 pasang saraf thorakal. - 1 pasang saraf cogsigeal
- 5 pasang saraf lumbal.



a.
b.
10









Gambar 2.5 Terminasi dari spinal cord sampai conus medularis; cauda
equine;dan terminasi dari dura.
12
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian
yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea
mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna
lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut
conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).
Sumsum tulang belakang berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa
saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh.
Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang
diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini
dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh
pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah
leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit
kehilangan fungsi.
12

II.5 Klasifikasi Hernia
Macnabs Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI menjadi :
Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati
batas diskus tetapi anulus tetap intak.
Prolapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus
yang mengalami robekan yang tidak komplit.
Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum
longitudinalis posterior.
11

Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus
fibrosus yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos
pulposus yang berada didalam diskus dan telah berada dalam kanal.
Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :
Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan
gangguan pada banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau
nielopati apabila mengenai medula spinalis.
Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan
dengan menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah
tersebut, misal HNP vertebra L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar
saraf L5.
Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung
bawah. Mengenai akar saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5 akan
mengenai akar saraf L4.
5,6


II.6 Patofisiologi HNP
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus
pulposus bersama beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen
intervertebralis. Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat
daripada ligamentum longitudinalis posterior, maka herniasi diskus hampir selalu
terjadi ke arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut biasanya
menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan badan diskus,
walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar menembus
ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam
kanalis spinalis. Perubahan morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah
memisahnya lempeng tulang rawan dari korpus vertebra di dekatnya.
5,6,8
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.
Karena adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan
timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya
menunggu waktu dan bisa terjadi pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu
dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
12

Herniasi nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di
atas atau di bawahnya dan juga bisa langsung ke kanalis vertebralis. Sobekan
sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut
dengan terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan kelainan yang mendasari
low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang
tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus
pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks
yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura.
Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan ada radiks yang
terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus ke
bawah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis
tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
5,6,8






Gambar 2.6 Patofisiologi hernia
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara
progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan
degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai
berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi
kurang elastis.
II.7 Gejala Klinis
Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf skiatik
Sifat nyeri berubah dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari
punggung dan terus menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai
bawah.
13

Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang
saat batuk atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang
lama dan nyeri berkurang saat beristirahat atau berbaring
Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan
kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
Nyeri bertambah bila daerah L5-S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan.
Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan
anggota badan
bawah/tungkai
Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi,
miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis
yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi
permanen.
Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk
pada sisi yang sehat .
8

HNP dapat dibagi menjadi:
1. HNP sentral
HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi
urine.
2. HNP lateral
Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah pantat dan
betis, belakang tumit dan telapak kaki. Ditempat itu juga akan terasa nyeri
tekan.Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiler
negatif. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di
punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan
di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks
patela negatif. Sensibilitas ada dermatom yang sesuai dengan radiks yang
terkena menurun. Pada percobaan lasegue atau test mengangkat tungkai
yang lurus (straigh leg raising) yaitu mengangkat tungkaisecara lurus
dengan fleksi di sendi panggul, akan dirasakan nyeri disepanjang bagian
belakang (tanda lasefue positif). Valsava dan nafsinger akan memberikan
14

hasil positif. Salah satu akibat dari trauma sedang yang berulangkali
mengenai diskus intervertebrais adalah terobeknya annulus fibrosus.
Pada tahap awal, robeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial,
karena gaya traumatik yang berkali-kali, berikutnya robekan itu menjadi lebih
besar dan disamping itu timbul sobekan radikal. Kalau hal ini sudah terjadi, maka
soal menjebolnya nukleus pulposus adalah soal waktu dan trauma berikutnya saja.
Apabila trauma pada medula spinalis terjadi secaa mendadak, maka dapat terjadi
renjatan spinal (spinal shock). Pada anak-anak fase ini terjadi lebih singkat
dibandingkan orang dewasa yakni kurang dari 1 minggu. Ada 3 faktor yang
mungkin berperan dalam mekanisme syok spinal yaitu: hilangnya fasilitas traktus
desendens, inhibisi dari bawah yang menetap pada reflex ekstensor, dan
degenerasi aksonal interneuron.
5
Fase renjatan spinal berdasarkan gambaran klinisnya dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Syok spinal atau Arefleksia
Sesaat setelah trauma, fungsi motorik di bawah tingkat lesi hilang, otot
flaksid, reflex hilang, paralisis atonik vesika urinaria dan kolon, atonia
gaster dan hipestesia. Dijumpai juga hilangnya tonus vasomotor, keringat
dan piloereksi serta fungsi seksual.
2. Aktivitas refleks yang meningkat
Setelah beberapa minggu respons refleks terhadap rangsang mulai timbul,
mula-mula lemah makin lama makin kuat. Secara bertahap muncul refleks
fleksi yang khas yaitu tanda Babinsky dan fleksi tripel (gerak menghindar
dari rangsang dengan mengadakan fleksi pada sendi pergelangan kaki,
sendi lutut, dan sendi pangkal paha).
Gejala yang ditimbulkan dari macam lokasi hernia :
1. Hernia Lumbosacralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula
berlangsung dan periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di
provokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab,
pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala
patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas
antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong
15

dan tungkai.Low back pain ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke
daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks
mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam
bentuk skilosis lumbal
Syndrom Perkembangan lengkap syndrom sendi intervertebral
lumbalis yang prolaps terdiri :
Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
- Cara Kamp. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar
kejurusan tungkai yang sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
- Tess Naffziger. Penekanan pada vena jugularis bilateral.
- Tes Lasegue. Tes Crossed Laseque yang positif dan Tes Gowers
dan Bragard yang positif.
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai
atas dan bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis
dari muskulus ekstensor kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.
2. Hernia servicalis
- Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas
(sevikobrachialis)
- Atrofi di daerah biceps dan triceps
- Refleks biceps yang menurun atau menghilang
- Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.
3. Hernia thorakalis
- Nyeri radikal
- Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis
- Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
Gambaran Radiologis
Dapat dilihat hilangnya lordosis lumbal, skoliosis, penyempitan
intervertebral, spur formation dan perkapuran dalam diskus Bila gambaran
16

radiologik tidak jelas, maka sebaiknya dilakukan punksi lumbal yang biasanya
menunjukkan protein yang meningkat tapi masih dibawah 100 mg %.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan
gambaran radiologis. Ada adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan
berualang kali, timbulnya low back pain.
Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.
Diagnosa pada hernia intervertebral, kebocoran lumbal dapat ditemukan
secepat mungkin. Pada kasus yang lain, pasien menunjukkan perkembangan cepat
dengan penanganan konservatif dan ketika tanda-tanda menghilang, testnya tidak
dibutuhkan lagi. Myelografi merupakan penilaian yang baik dalam menentukan
suatu lokalisasi yang akurat Diagnosis Banding:
1. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang
berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan
myelografi.
2. Arthiritis
3. Anomali colum spinal.
7,8

II.8 Diagnosis
Anamnesis
a. Awal
Penyebab mekanis HNP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul
setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot,
peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain
timbul bertahap.
b. Lama dan frekuensi serangan
HNP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa
bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya.
Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan
eksaserbasi selama 2-4 minggu.
c. Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan HNP akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di
daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di
17

tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke
tungkai juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri
psikogenik tidak mempunyai pola penyebaran yang tetap.
d. Faktor yang memperberat/memperingan
Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat
aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri.
Batuk, bersin atau maneuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita
tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring.
e. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat
membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara NPB
dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-
masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada
tungkai yang lebih banyak dari pada NPB dengan rasio 80-20% menunjukkan
adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila
nyeri NPB lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan
adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan
operatif.
Gejala NPB yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa
gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara mekanis.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri
biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa
menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah
nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi.
8
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang
membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis
serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat
disebabkan oleh spasme otot paravertebral. Keterbatasan gerak pada salah
satu sisi atau arah.
18

Ekstensi ke belakang seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada
stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan
ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu
kompresi pada saraf spinal. Fleksi kedepan secara khas akan menyebabkan
nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang
terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada
saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang
tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh
membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri.Fleksi ke depan, ke suatu sisi
atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral
menandakan adanya HNP pada sisi yang sama. Nyeri NPB pada ekstensi ke
belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya
suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik (6)
b. Palpasi
Adanya nyeri/tenderness pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya. Kadang-kadang bisa
ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada
ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri
prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang
berat dapat diraba adanya ketidak- rataan (step-off) pada palpasi di
tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus
spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna
pada diagnosis HNP dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level
kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang
bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari
radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan UMN. Dari
19

pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN
atau LMN.
Pemeriksaan motoris harus dilakukan dengan seksama dan harus
dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang
seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.
Pemeriksaan sensorik pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap
penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP
sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam
menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris .
6,8,11
Tanda-tanda perangsangan meningeal :
Tanda Laseque menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal
khususnya L5 atau S1.Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi
pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 90 lalu dengan perlahan-
lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan
menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis dan nyeri akan
berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini
dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright
leg rising).
Modifikasi-modifikasi
Tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu
nyeri radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra
lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus. Pada tanda laseque,
makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar
kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga
dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-
operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157
pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia yang
besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus
diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu
sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda
(<30 tahun).
20

Tanda Laseque kontralateral(contralateral Laseque sign) dilakukan dengan
cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan
menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang
sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP.
Tes Bragard modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama
seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
Tes Sicard sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari
kaki.
Tes valsava pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila
timbul nyeri.
11

II.9 Pemeriksaan Penunjang
II.9.1 Laboratorium
Darah
Urine
Liquor Serebrospinalis
II.9.2 Gambaran Radiologik
1. Foto polos lumbosakral :
Foto pinggang polos kadang-kadang sudah menunjukkan indikasi HNP
bila sudut ruas tulang belakang miring kesalah satu sisi. Pada umumnya
bila pasien cenderung memiringkan tubuh ke kiri maka berarti HNP di
kanan. Foto polos vertebra tidak lagi dilakukan sesering masa sebelum
CT-scan. Namun pemeriksaan ini bermanfaat untuk menyingkirkan
anomali atau deformitas kongenital, penyakit reumatik tulang belakang,
tumor metastatik atau primer. Pada penyakit diskus, foto ini normal atau
memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan pada sela
intervertebra dan pembentukan osteofit.
3,9,10
a. Proyeksi AP
- Tujuan : Mendapatkan radiograf dari lumbal, ruang diskus
intervertebralis, ruang interpediculate, lamina, processus spinosus,
processus transversus dan sakrum.
- PP : Pasien supine diatas meja pemeriksaan atau erect
21

- PO : Pusatkan MSP tubuh ditengah garis meja, untuk mencegah
rotasi tulang belakang, tempatkan bahu dan pinggul pada bidang
horisontal dan sesuaikan MSP kepala sehingga sejajar pada bidang
yang sama dengan tulang belakang. Elbow difleksikan dan
tempatkan kedua tangan diatas dada. Pastikan tidak ada rotasi pada
pelvis dan kedua lutut diluruskan.
- CR : Tegak lurus dengan bidang film
- CP : Diantara L4-L5 atau setinggi dengan crista illiaca.







Gambar 2.7 Foto lumbosakral AP.
3,9
b. Proyeksi Lateral
- Tujuan : Mendapatkan radiografi lumbal, processus spinosus,
persimpangan lumbosakral, foramen intervertebralis dan sacrum.
- PP : Pasien supine diatas meja pemeriksaan
- PO : Pasien tidur miring kearah yang diperiksa, knee joint fleksio,
pinggul diganjal untuk mengurangi tekanan. Bidang coronal median
tubuh segaris dengan mid line meja sehingga sumbu panjang tulang
belakang terletak pada bidang mid line meja. Beri pengganjal pada
kepala pasien sehingga MSP kepala sejalan dengan tulang belakang.
Elbow fleksi, untuk mencegah rotasi lutut diganjal dengan alat
fiksasi. Gunakan gonad pada pasien pria. Beri aba-aba pada pasien
untuk menahan napas pada saat ekspos.
- CR : Tegak lurus pada bidang film dan Penyudutan tergantung
daru lumbal dan lebarnya panggul, umumnya 50 untuk
pria dan 80 untuk wanita (panggul wanita lebih luas).
- CP : Setinggi dengan crista illiaca.
22









Gambar 2.8 Foto polos lumbosakral lateral.









Gambar 2.9 Foto polos lumbosakral normal.
Pada gambar 2.8 menunjukkan gambaran lumbosakral normal pada
posisi AP dan lateral dimana copus vertebrae masih baik dan tidak
mengalami lipping proses. Pedicle, prosesus tranversus dan prosessus
spinosus masih baik dan intak. Aligment masih baik dengan corpus
vertebrae masih melurus, serta line weight bearing jatuh dibelakang
promontorium sehingga dalam kondisi stabil. Sudut lumbosakral (sudut
Ferguson) merupakan sudut yang terbentuk oleh pertemuan bidang
horizontal dan bidang yang melalui batas atas sakrum, dalam keadaan
normal tidak melebihi 34 (30 34). Bila sudut Ferguson membesar,
terjadi kompresi dan inflamasi pada faset pada lumbosakral.



23











Gambar 2.10 Foto polos lumbosakral AP dan lateral pada HNP.
Pada gambar 2.10 merupakan foto polos lumbosakral AP dan
lateral. Pada corpus vertebrae didapatkan lipping proses dari thorakal XI
sampai dengan Lumbal 5 dengan penonjolan ke dorsal pada tepi atas
corpus vertebrae L5 dan tepi bawah pada corpus vertebrae L4. Pedicle,
prosesus tranversus dan prosessus spinosus masih baik dan intak. Aligment
masih baik dengan corpus vertebrae masih melurus, serta line weight
bearing jatuh dibelakang promontorium sehingga dalam kondisi stabil.
Pada gambar ini diagnosis HNP belum dapat ditegakkan secara pasti,
namun dicurigai adanya HNP pada L4-L5.
2. Caudografi
Foto caudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke dalam rongga
subarakhnoid yang dimasukkan dengan jarum pungsi lumbal antara L3-
L4, L4-L5 atau L5-S1. Setelah kontras dimasukkan maka dilakukan foto
dan akan terlihat pada foto ada bagian yang tidak terisi kontras yaitu
daerah yang terkena HNP (filling defects). Foto ini sangat populer pada
tahun 1980 an namun dengan masuknya tehnik CT Scan dan MRI
(magnetic resonance imaging) mulai berkurang permintaan untuk foto
caudografi ini.
9
- Tujuan
Untuk memperlihatkan penekanan syaraf tulang belakang yang
disebabkan oleh sendi herniasi fragmen fragmen tulang atau
24

tumor, yang disebabkan dari luka traumatik.
Untuk meng identifikasi penyempitan tulang subarachnoid
dengan mengevaluasi pola aliran dinamik LCS ( licuor caudo
spinalis )
- Langkah-langkah dan prosedur yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
Pada langkah awal pemeriksaan caudografi, pasien wajib deberi
penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan,dan pasien
yang akan diperiksa diberikan penjelasan atau informasi bahwa
dalam pemeriksaan ini pemotretan dilakukan berulang-ulang dan
posisi pasien pada pemeriksaan ini berubah-ubah. Setelah pasien
siap dan peralatan yang dibutuhkan sudah disiapkan oleh
radiographer, pasien diinstruksikan untuk mengganti pakaian
dengan baju pemeriksaan yang telah disediakan.
Setelah pasien berada di atas meja permeriksaan, pastikan pasien
dalam keaadaan aman dan nyaman. Langkah selanjutnya dalam
pemasukan bahan kontras pasien diposisikan lateral decubitus (
tidur miring) dengan kaki ditekuk yang bertujuan agar ruang
intervertebralis melebar sehingga akan memudahkan dalam
memasukan jarum pungsi.
Setelah jarum pungsi dimasukan dan cairan tulang belakang yang
keluar ditampung dalam botol specimen untuk diteliti dan
dianalisa di laboratorium.kemudian kontras media disuntikan
sebanyak cairan tulang belakang yang keluar.
Kemudian jarum pungsi dicabut untuk dilakukan langkah lebih
lanjut.Setelah pemasukan kontras media selesai dilakukan oleh
dokter ahli syaraf, kemudian perjalanan kontras media diobservasi
dengan dicontrol oleh fluoroscopy daerah-daerah yang
diinginkan, kemudian proses pengambilan radiografi dilakukan.
Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah
diusahakan dalam pengerjaannya dilakukan dengan secepat
mungkin, karena pada pemeriksaan caudografi pasien akan
25

merasa sakit. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan, pasien
diposisikan tidur setengah duduk agar cairan bahan kontras tidak
mengalir ke daerah kepala atau otak.
- Teknik pengambilan gambar radiografi
Mulai dari pungsi lumbal sampai dengan penyuntikan bahan
kontras harus selalu dikontrol dengan fluoroscopy
Dibuat foto AP dan oblique dengan menggunakan under couch
tube menggunakan kaset 24 x 30 cm, letakan marker R atau L
untuk mengidentifikasi sisinya.
Meja diatur 0-45 dengan letak kepala lebih tinggi dari kaki untuk
menggambarkan keseluruhan lumbal
Dibuat foto lateral dengan tube diatur horizontal.
3. Myelografi
- Indikasi pemeriksaan yaitu ntuk memperlihatkan kelainan-kelainan
pada :
Ruang sub arakhnoid
Syaraf perifer
Medulla spinalis
kelainan kelainan yang sering terjadi pada daerah vertebrae,
antara lain:
a. Tumor :
- Ekstradural : Cervical spondylosis, Spinal tuberculosis,
Herniated nucleus pulposus, Metastatic tumors
- Intradural : Neurofibroma, Meningioma
- Intramedullary (spinal cord): Ependymoma, Astrocytoma,
Syringomyeloma
b. Kista
c. Arachnoiditis
d. Cedera Radiks saraf spinalis
- Persiapan Pasien :
Jika pasien wanita, tanyakan apakah pasien hamil.
Tanyakan apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya.
26

Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat asma atau alergi.
Penandatanganan informed consent.
Melepaskan benda-benda logam pada daerah yang akan diperiksa.
Pasien puasa: selama 5-8 jam sebelum pemeriksaan.
Pasien diberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan.
Dibuat plain foto posisi AP dan lateral pada daerah yang akan
diperiksa.
Premedikasi : diberikan obat sedatif, yaitu kombinasi dari 10 mg
Drop ridol & 0,15 mg
- Persiapan Kamar / Ruang Pemeriksaan
Dikarenakan prosedur pemeriksaan mielografi harus aseptik, maka
meja pemeriksaan dan alat-alat harus bersih. Dipersiapkan juga
tabuing oksigen yang siap pakai, standart infus dan beberapa
peralatan steril maupun tidak steril yang diperlukan dan siletakkan
pada tempatnya.
- Bahan Kontras :
i. Kontras negatif, yaitu udara.
Pemeriksaan mielografi dengan kontras udara sudah banyak
ditinggalkan karena kesukaran teknis radiografi dan posisi
pemeriksaan yang sangat menggangu penderita.
ii. Kontras positif
a. Yang larut dalam air (water soluble) :
Dimer X Beresiko kejang jika mengenai otak (sudah
tidak dugunakan).
Amipaque
Conray 280
b. Yang larut dalam minyak (oil soluble) :
Pantopaque
Myodil
- Pungsi Lumbal
Pasien diletakkan dalam posisi erect/ duduk atau lateral dekubitus
kiri/kanan.
27

Dilakukan di desinfektan (dari sentral ke luar ) dengan
menggunakan alkohol kemudian betadine.
Dilakukan pungsi dengan jarum spinal no.18 atau no.20 setinggi
L III-IV atau L IV-V, kadang-kadang dikerjakan pungsi setinggi
L II-III, sampai keluar liquor cerebru spinalis (LCS).
Dimasukkan kontras sebanyak 10-20 cc ke dalam ruangan
subarakhnoid.
Yang harus diperhatikan : kesterilan alat tusuk, daerah yang
ditusuk, media kontras yang hendak dimasukkan.
Foto-foto diambil dalam posisi :
o Prone dengan sinar AP
o Lateral
o Oblique, jika perlu prone dengan sinar horizontal.
Pada penderita dengan kelainan di daerah lumbal, foto-foto
dibuat dalam posisi erect sampai trendelenberg sekitar 15
0
, agar
kontras terlihat mengisi dural sac distal sampai daerah konus
medularis. Untuk penderita dengan kelainan di daerah torakal dan
servikal, foto diambil dalam posisi trendelenberg yang kadang-
kadang mencapai 45
0
-60
0
.
- Pungsi Suboksipital
Pasien diletakkan dalam posisi lateral dekubiotus kiri.
Dilakukan di desinfektan (dari sentral ke luar ) dengan
menggunakan alkohol kemudian betadine.
Dilakukan pungsi di daerah suboksipital dimana jarum pungsi
akan masuk ke dalam cisterna magna cerebri, sampai keluar
liquor cerebru spinalis (LCS).
Dimasukkan kontras sebanyak 10-20 cc.
Yang harus diperhatikan : kesterilan alat tusuk, daerah yang
ditusuk, media kontras yang hendak dimasukkan.
Foto-foto dibuat dalam posisi : prone dan lateral.
Cara ini dilakukan untuk melihat batas atas lesi yang
diderita. Namun pemeriksaan ini sangat jarang dilakukan.
28

Adakalanya kontras yang dimasukkan tidak sampai ke dalam
ruang subarakhnoid, tetapi ke dalam ruang subdural atau epidural.
Dalam hal ini pemeriksaan harus diulang kembali.
Kontras yang larut dalam air/likuor serebrospinal
mempunyai viskositas yang lebih rendah, sehingga dapat
memperlihatkan ruang subarakhnoid sampai axillary pouch.
Myelogra dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
radiogra konvensional ataupun dengan uoroskopi. Sebelum
pemeriksaan myelogra dilakukan dibuat terlebih dahulu foto
pendahuluan ( polos ) dari vertebre dengan proyeksi AP dan
lateral. Apabila foto pendahuluan telah baik / informatif yang
dinyatakan oleh radiolog, pemeriksaan diteruskan dengan
penyuntikkan media kontras.
3,9

Gambar 2.11 Posisi Penyinaran pada myelografi
1. Proyeksi Lateral
Tujuan : untuk melihat kedalaman jarum yang menusuk ke
dalam diskus intervertebralis menembus Medula Spinallis
Posisi Pasien : Pasien lateral recumbent, kepala di atas
bantal, knee fleksi, di bawah knee dan ankle diberi
pengganjal.
Posisi Obyek :
a) Atur MSP (Mid Sagittal Plane) tegak lurus kaset/meja
pemeriksaan.
b) Pelvis dan tarsal true lateral
29


Gambar 2.12 Posisi Lateral
Letakkan pengganjal yang radiolussent di bawah pinggang
agar vertebra lumbal sejajar pada meja (palpasi prosessus
spinosus).
CR : Tegak lurus kaset.
CP : Setinggi L3 (4 cm di atas crista iliaka)
FFD : 100 cm
Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.
2. Proyeksi AP
a. Tujuan : Untuk melihat zat contas yang telah terisi contras
media
b. Posisi Pasien : Pasien tidur supine, kepala di atas bantal,
knee fleksi.
c. Posisi Obyek :
- Atur MSP (Mid Sagittal Plane) tegak lurus kaset/meja
pemeriksaan.
- Letakkan kedua tangan diatas dada.
- Tidak ada rotasi tarsal / pelvis.
d. Sinar
- CR : Tegak lurus kaset
- CP :
- Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk
memperlihatkan lumbal sacrum dan posterior Cocygeus.
30

- Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas
crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.Eksposi :
Ekspirasi tahan nafas.

















Gambar 2.13 Gambaran foto mylografi dengan kontras.
3,9
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging).
- Pengertian : MRI ((Magnetic Resonance Imaging) adalah satu cara
pemeriksaan khusus diagnostic dalam ilmu kedokteran yang
menggunakan medan magnet yang besar dan menghasilkan
gambaran potongan tubuh manusia dalam tiga potongan yaitu aksial,
sagital (dari bagian kiri ke arah kanan tubuh) dan koronal irisan
menurut bidang coronal (dari bagian belakang ke arah depan tubuh)
- Tujuan : Untuk menilai medulla spinalis thorakalis-lumbalis-sakralis,
canalis spinais, radiks, conus medularis, discus dan foramen
intervertebralis, facet joint, ligamentum, tulang dan jaringan lunak
paravertebrae.
31

- Kontra indikasi : Hanya pada pasien yang dilakukan dengan
menggunakan kontras media dan alergi kontras.
10

MRI Biasanya sangat senssitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah syaraf dan ahli bedah ortopedi
tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling
terkena. MRI sangat berguna bila : vertebra dan level neurologis belum
jelas, kecurigaan kelainan patologis pada medulla spinal atau jaringan
lunak untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi,
kecurigaan karena infeksi atau neoplassma. Pada MRI, HNP muncul
sebagai fokus,tonjolan simteris bahan diskus melampaui batas-batas dari
anulus.HNP sendiri biasanya hipointense. Selain itu,fragmen bebas dari
diskus dengan mudah terdeteksi pada MRI.
10









A . B.
Gambar 2.14 MRI pada HNP, pada gambar a. merupakan potongan
sagital; b. potongan axial dari MRI.
10
Pada gambar 2.13 a. merupakan potongan sagital dan didapatkan
adanya disk herniasi dari L5- S1. Dan pada gambar b. adanya tonjolan dari
diskus serta stenosis pada lateral kiri.
II.10 Penatalaksanaan
a. Obat
Untuk penderita dengan diskus hernia yang akut yang disebabkan oleh
trauma dan segera diikuti dengan nyeri hebat di punggung dan kaki, obat
pengurang rasa nyeri dan NSAIDS akan dianjurkan Jika terdapat kaku pada
32

punggung, obat anti kejang, disebut juga pelemas otot, biasanya diberikan.
Pada pasien dengan nyeri hebat berikan analgesik disertai zat antispasmodik
seperti diazepam.
6,8
b. Rehabilitasi
- Tirah baring (bed rest) 3-6 minggu bila anulus fibrosus masih utuh (intact),
sel bisa kembali ke tempat semula.
- Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
- Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
- Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan
- neurologis, indikasi operasi.
- Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan
mengangkat benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
- Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak
terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset
dan traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan
perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.
- Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme
otot. Pada keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin,
termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan
kompres panas maupun dingin.
- Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan
untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis.
Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban pada diskus serta dapat
mengurangi spasme.
- Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada
punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain
berupa kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara
fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan
33

lunak.Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon
sehingga aliran darah semakin meningkat.
- Proper body mechanics:
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk
mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
c. Operasi
Operasi lebih mungkin berhasil bila terdapat tanda-tanda obyektif adanya
gangguan neurologis. Bilamana penderita HNP dioperasi yang akan
memerlukan harus dibuat penyelidikan mielografi. Pilihan operasi lainnya
meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan fragmen of nucleated disk
melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan ray dan
chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut
chymopapain) ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan substansi
gelatinyang menonjol.ilitasi pekerjaan.
6,8


















34

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Hernia Nucleus pulposus (HNP) adalah suatu nyeri yang disebabkan oleh
proses patologik dikolumna vertebralis pada diskus intervertebraris (dikogenik),
yaitu nucleus pulposus mengalami herniasi melalui cincin konsentrik annulus
fibrosus yang robek sehingga menyebabkan cincin lain di bagian luar yang masih
intak menonjol setempat (fokal). Faktor resiko terjadainya HNP yaitu usia, adanya
riwayat cidera, aktivitas seperti melompat dan mengangkut benda berat, merokok,
berat badan berlebih, dan adanya riwayat batuk lama. Penegakkan diagnosis pada
HNP dapat melalu anamnesis yaitu keluahan nyeri pinggang yang menjalar
sampai ke tungkai, dan nyeri bertambah jika pasien berubah posisi dan dalam
keadaan batuk. Setelah itu dapat dilakukan beberapa pemeriksaan fisik seperti tes
seperti test lasegue, bragard, sicard serta tes valsava.
Pemeriksaan penunjang pada HNP dari segi radiologis dapat dilakukan
dengan beberapa cara yang pertama yaitu foto polos untuk mengetahui adanya
perubahan degeneratif dengan penyempitan sela intervertebra dan pembentukan
osteofit. untuk menyingkirkan anomali atau deformitas kongenital, penyakit
reumatik tulang belakang, tumor metastatik atau primer. Kedua foto caudografi
atau myelografi dengan memasukkan kontras keruang subarachnoid dan
pemeriksaan ini digunakan ntuk memperlihatkan penekanan syaraf tulang
belakang yang disebabkan oleh sendi herniasi fragmen fragmen tulang atau
tumor, yang disebabkan dari luka traumatic mengidentifikasi penyempitan tulang
subarachnoid dengan mengevaluasi pola aliran dinamik LCS ( licuor caudo
spinalis). Dan yang ketiga yaitu dengan pemeriksaan MRI yang mempunyai
akurasi paling tinggi karena dapat melihat adanya herniasi dari diskus dan
penekanan pada akar syaraf serta dapat menyingkirkan diagnose banding kelainan
patologis pada medulla spinal atau jaringan lunak untuk menentukan
kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau
neoplasma.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Alan Rawls, Rebecca E. Fisher .Development and Functional Anatomy
Of the Spine Chapter 2. Department of Basic Medical Sciences.
USA.2010.1-27.
2. Chusid, IG. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional,
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.1993.388-397.
3. Daffner, Richard. Clinical Radiology, The Essentials. Baltimore: Williams
and Wilkins, 1993.
4. David F, Fardon. Nomenclature and Classification of Lumbar Disc
Pathology. American Society of Spine Radiology.2001. Number 5, pp
E93E113
5. Harsono. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua.Yogyakarta: Gajahmada
University Press. 2007.87-90.
6. Jong, Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit BukuKedokteran EGC. 2004. 756-763.
7. Priguna Sidharta. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta :
Dian Rakyat. 1996.87-95.
8. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi.2008.
9. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua.Balai Penerbit FK UI :
Jakarta, 2005.
10. Reijo, Autio. MRI of Herniated.Nucleus pulposus. Department Of
Diagnostic Radiology University Of Oulu.2006.1-75.
11. Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang.: Neurologi Klinis Dalam Praktik
Umum. PT Dian Rakyat. Jakarta.1999.
12. Snell, S.Richard. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran; Bagian
Ketiga. Alih Bhasa Jan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan.
1997.

Anda mungkin juga menyukai