i
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMPRRINOMORI/MPR/2003
TENTANG
PENINJAUANTERHADAPMATERIDANSTATUSHUKUM
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
DANKETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIA
TAHUN1960SAMPAIDENGANTAHUN2002
i
SEKRETARIATJENDERALMPRRI
2012
ii
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
iii
Akhirnya, semoga Buku ini dapat membawa manfaat.
iv
DAFTAR ISI
Pasal4..................................................................................................................................
32
v
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XV/MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan,
Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan;
serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia .....................................................................
40
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan ...................................................................................
44
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional .......
49
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.......................................................
65
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia ......................................................
69
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa ...................................
77
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan ...................................
86
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan
dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ......................................
97
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam ............................................................................................................
101
vi
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
SAMBUTAN
PIMPINAN TIM KERJA SOSIALISASI MPR RI
vii
Menyadari dan memahami semua perubahan ini, dan untuk
memberikan kejelasan tentang keberlakuan dan status hukum seluruh
Ketetapan yang telah terbentuk, sesuai dengan amanat Pasal I Aturan
Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003, MPR telah melakukan
peninjauan materi dan status hukum seluruh Ketetapan MPRS dan MPR
RI yang hasilnya dituangkan ke dalam Ketetapan MPR RI Nomor
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi Dan Status Hukum
Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002.
Mengingat pentingnya pemahaman terhadap seluruh materi
Ketetapan tersebut karena kedudukan Ketetapan MPR sebelum perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
sumber hukum tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar, maka seluruh
perubahan yang terjadi sebagaimana disebutkan di atas, harus diketahui
dan dipahami oleh seluruh masyarakat dari berbagai elemen, termasuk
juga kalangan pejabat negara dan aparatur pemerintah.
Buku ini memuat tentang materi dan status hukum 139 Ketetapan
MPRS dan Ketetapan MPR dalam enam kelompok yang masing-masing
dijelaskan dalam pasal-pasal, yaitu Pasal 1, Ketetapan MPRS dan
Ketetapan MPR Yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; Pasal 2,
Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang Dinyatakan Tetap Berlaku
Dengan Ketentuan; Pasal 3, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang
Dinyatakan Tetap Berlaku Sampai dengan Terbentuknya Pemerintahan
Hasil Pemilu 2004; Pasal 4, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang
Dinyatakan Tetap Berlaku Sampai Dengan Terbentuknya Undang-Undang;
Pasal 5, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang Dinyatakan Masih
Berlaku Sampai dengan Ditetapkannya Peraturan Tata Tertib Baru oleh
MPR Hasil Pemilu 2004; Pasal 6, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR
Yang Dinyatakan Tidak Perlu Dilakukan Tindakan Hukum Lebih Lanjut,
Baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai
dilaksanakan.
Dengan penerbitan buku Ketetapan MPR ini, kiranya dapat
memberikan manfaat kepada kita semua sehingga dapat melahirkan suatu
proses penyelenggaraan negara yang baik dan sesuai dengan cita-cita
bangsa.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Januari 2011
PIMPINAN TIM KERJA SOSIALISASI MPR RI,
viii
Ketua,
ix
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
SAMBUTAN
PIMPINAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009-2014
x
diketahui secara jelas pengelompokkan dan keberlakuannya. Status
Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR dibagi dalam enam kelompok yang
masing-masing dijelaskan dalam pasal-pasal, yaitu Pasal 1, Ketetapan
MPRS dan Ketetapan MPR Yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, ada
delapan Ketetapan; Pasal 2, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang
Dinyatakan Tetap Berlaku Dengan Ketentuan, ada tiga Ketetapan; Pasal 3,
Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang Dinyatakan Tetap Berlaku
Sampai dengan Terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004, ada
delapan Ketetapan; Pasal 4, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang
Dinyatakan Tetap Berlaku Sampai Dengan Terbentuknya Undang-Undang,
ada sebelas Ketetapan; Pasal 5, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang
Dinyatakan Masih Berlaku Sampai dengan Ditetapkannya Peraturan Tata
Tertib Baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004, ada lima Ketetapan; Pasal 6,
Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang Dinyatakan Tidak Perlu
Dilakukan Tindakan Hukum Lebih Lanjut, Baik karena bersifat final
(einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan, ada 104
Ketetapan.
Materi dan status hukum Ketetapan MPR tersebut perlu diketahui
oleh segenap komponen bangsa dan masyarakat luas mengingat terdapat
perubahan kedudukan Ketetapan MPR dalam sumber tertib hukum di
Indonesia. Pimpinan MPR memandang penting dilakukan penyebarluasan
materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR tersebut.
Hal itu sejalan dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, yang menyebutkan salah satu tugas Pimpinan MPR adalah
mengoordinasikan Anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan tugas tersebut,
jelas bahwa perintah peninjauan terhadap materi dan status hukum
Ketetapan MPR adalah salah satu amanat dari ketentuan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemahaman dan pengetahuan seluruh elemen masyarakat mengenai
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 yang memuat hasil peninjauan
materi dan status hukum seluruh Ketetapan MPRS dan MPR RI sangat
penting, khususnya ditengah upaya kita bersama melakukan
pembelajaran untuk meningkatkan kesadaran dan tingkat kritis seluruh
masyarakat Untuk tujuan itulah maka diperlukan sosialisasi yang
diharapkan akan memberikan penjelasan yang mendalam dan sistematis
akan hal ini.
Buku Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan
Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, ini akan
xi
memberikan informasi tentang materi dan status hukum Ketetapan MPRS
dan Ketetapan MPR.
Demikian, semoga buku ini dapat memberikan informasi dan manfaat
bagi masyarakat dan pihak-pihak yang ingin mengetahui dan
memahaminya secara utuh.
Ketua,
H. M. TAUFIQ KIEMAS
xii
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR I/MPR/2003
TENTANG
1
mengakibatkan perlunya dilakukan peninjauan
terhadap materi dan status hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia;
e. bahwa hasil peninjauan terhadap materi dan status
hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia tersebut akan diambil
putusan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun
2003;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e perlu
ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia tentang Peninjauan
terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan
Tahun 2002.
Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 2 ayat (2) dan
ayat (3), Pasal 3, serta Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3)
juncto Aturan Peralihan Pasal II serta Aturan
Tambahan Pasal I Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang
Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor III/MPR/2003;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor III/MPR/2002 tentang
Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun
2003.
Memperhatikan: 1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 1/MPR/2003 tentang
Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun
2
2003 sebagaimana telah diubah dengan keputusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 3/MPR/2003 tentang Perubahan
Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun
2003;
2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
tanggal 1 sampai dengan tanggal 7Agustus 2003
yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status
Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai
dengan Tahun 2002;
3. Putusan Rapat Paripurna ke 6 (lanjutan)tanggal 7
Agustus 2003 Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun
2003.
MEMUTUSKAN
Pasal 1
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud di bawah ini dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
Indonesia Nomor X/MPRS/1966 tentang Kedudukan Semua
Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan
Fungsi yang Diatur dalam Undang-Undang Dasar.1945.
3
2. Metetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja
Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga
Tinggi Negara.
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil
Presiden Republik Indonesia Berhalangan.
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja
Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga
Tinggi Negara.
5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.
6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presidan
dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.
8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal 2
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud di bawah ini dinyatakan tetap berlaku dengan
ketentuan masing-masing sebagai berikut.
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai
Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di
Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis
Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau
Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme
dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan seluruh ketentuan
dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 ini, kedepan
diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip
demokrasi dan hak asasi manusia.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka
4
Demokrasi Ekonomi, dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan
Pemerintah berkewajiban mendorong keberpihakan politik ekonomi
yang lebih memberikan kesempatan dukungan dan pengembangan
ekonomi, usaha kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar ekonomi
dalam membangkitkan terlaksananya pembangunan nasional dalam
rangka demokrasi ekonomi sesuai hakikat Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur
tetap berlaku sampai dengan terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5
dan Pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor V/MPR/1999.
Pasal 3
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud di bawah ini tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004.
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
Tahun 1999-2004.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga
Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000.
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik
Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik
Indonesia.
5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor IV/MPR/ 2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden
Republik Indonesia.
6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi
Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 2001.
5
7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk
Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional.
8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan
Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia oleh Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan
Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung
pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Tahun 2002.
Pasal 4
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud di bawah ini tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya undang-undang.
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
Indonesia Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan
Ampera tetap berlaku dengan menghargai Pahlawan Ampera yang
telah ditetapkan dan sampai terbentuknya undang-undang tentang
pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sampai terlaksananya seluruh
ketentuan dalam Ketetapan tersebut.
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai
dengan terbentuknya undang-undang tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan.
5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Nasional.
6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia
6
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai terbentuknya
undang-undang yang terkait.
7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan
Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai terbentuknya
undang-undang yang terkait dengan penyempurnaan Pasal 5 ayat (4)
dan Pasal 10 ayat (2) dari Ketetapan tersebut yang disesuaikan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
9. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
10. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan
Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan tersebut.
11. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam
Ketetapan tersebut.
Pasal 5
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini dinyatakan masih berlaku
sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib yang baru oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia hasil pemilihan umum tahun
2004.
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor II/MPR/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
7
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor V/MPR/2001 tentang Perubahan Ketiga Atas Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor V/MPR/2002 tentang Perubahan Keempat Atas Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 6
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang
disebutkan di bawah ini merupakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih
lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah
selesai dilaksanakan.
1. Ketetapan MPRS No. I/MPRS/l960 tentang Manifesto Politik
Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar daripada Haluan
Negara.
2. Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola
Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-
1969.
3. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan
Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden
Republik Indonesia Seumur Hidup.
4. Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman
Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan
Pembangunan.
5. Ketetapan MPRS No. V/MPRS/1965 tentang Amanat Politik
Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS yang berjudul
BERDIKARI sebagai Penegasan Revolusi Indonesia dalam Bidang
Politik, Pedoman Pelaksanaan Manipol, dan Landasan Program
Perjuangan Rakyat Indonesia.
6. Ketetapan MPRS No. VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk
Berdiri di Atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan.
7. Ketetapan MPRS No. VII/MPRS/1965 tentang GESURI, TAVIP,
THE FIFTH FREEDOM IS OUR WEAPON dan THE ERA OF
8
CONFRONTATION sebagai Pedoman-Pedoman Pelaksanaan
Manifesto Politik Republik Indonesia.
8. Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 tentang Prinsip-Prinsip
Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai
Pedoman bagi Lembaga-Lembaga Permusyawaratan/Perwakilan.
9. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Surat Perintah
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia.
10. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/l966 tentang Pemilihan Umum.
11. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali
Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia.
12. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet AMPERA.
13. Ketetapan MPRS No. XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia-
Panitia Ad Hoc MPRS yang Bertugas Melakukan Penelitian Lembaga-
Lembaga Negara, Penyusunan Bagan Pembagian Kekuasaan di
antara Lembaga-Lembaga Negara menurut Sistem Undang-Undang
Dasar 1945, Penyusunan Rencana Penjelasan Pelengkap Undang-
Undang Dasar 1945 dan Penyusunan Perincian Hak-hak Asasi
Manusia.
14. Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang
Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Tata Cara Pengangkatan
Pejabat Presiden.
15. Ketetapan MPRS No. XVI/MPRS/1966 tentang Pengertian
Mandataris MPRS.
16. Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar
Revolusi.
17. Ketetapan MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali
Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963.
18. Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali
Produk-Produk Legislatif Negara di Luar Produk MPRS yang Tidak
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
19. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata
Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
20. Ketetapan MPRS No. XXI/MPRS/1966 tentang Pemberian Otonomi
Seluas-luasnya kepada Daerah.
21. Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966 tentang Kepartaian,
Keormasan, dan Kekaryaan.
9
22. Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan
Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan.
23. Ketetapan MPRS No. XXIV/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan
dalam Bidang Pertahanan/Keamanan.
24. Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang Pembentukan
Panitia Peneliti Ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
25. Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan
dan Kebudayaan.
26. Ketetapan MPRS No. XXVIII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat.
27. Ketetapan MPRS No. XXX/MPRS/1966 tentang Pencabutan Bintang
Maha Putera Kelas III dari D.N. Aidit.
28. Ketetapan MPRS No. XXXI/MPRS/1966 tentang Penggantian
Sebutan Paduka Yang Mulia (P.Y.M.), Yang Mulia (Y.M.), Paduka
Tuan (P.T.) dengan sebutan Bapak/Ibu atau Saudara/Saudari.
29. Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 tentang Pembinaan Pers.
30. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan
Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.
31. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang Peninjauan
Kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik
Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
32. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang Pencabutan
Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966.
33. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang Pencabutan
Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966.
34. Ketetapan MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 tentang Pencabutan
Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/l965 dan tentang Pedoman
Pelaksanaan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
35. Ketetapan MPRS No. XXXVIII/MPRS/1968 tentang Pencabutan
Ketetapan-Ketetapan MPRS:
a. No. II/MPRS/1960;
b. No. IV/MPRS/1963;
c. No. V/MPRS/1965;
d. No. VI/MPRS/1965;
e. No. VII/MPRS/1965.
36. Ketetapan MPRS No. XXXIX/MPRS/1968 tentang Pelaksanaan
Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966.
37. Ketetapan MPRS No. XL/MPRS/1968 tentang Pembentukan Panitia
Ad Hoc MPRS yang Bertugas Melakukan Penelitian Ketetapan-
10
Ketetapan Sidang Umum MPRS Ke-IV tahun l966 dan Sidang
Istimewa MPRS Tahun 1967.
38. Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968 tentang Tugas Pokok Kabinet
Pembangunan.
39. Ketetapan MPRS No. XLII/MPRS/1968 tentang Perubahan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No.
XI/MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum.
40. Ketetapan MPRS No.XLIII/MPRS/1968 tentang Penjelasan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. IX/MPRS/1966.
41. Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan
Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden
Republik Indonesia.
42. Ketetapan MPR No. I/MPR/1973 tentang Peraturan Tata Tertib
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
43. Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
44. Ketetapan MPR No. III/MPR/1973 tentang Pertanggunganjawab
Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI Soeharto Selaku
Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.
45. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara.
46. Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk
yang Berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Republik Indonesia.
47. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.
48. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1973 tentang Pengangkatan Presiden
Republik Indonesia.
49. Ketetapan MPR No. X/MPR/1973 tentang Pelimpahan Tugas dan
Kewenangan Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat untuk Melaksanakan Tugas Pembangunan.
50. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1973 tentang Pengangkatan Wakil
Presiden Republik Indonesia.
51. Ketetapan MPR No. I/MPR/1978 tentang Peraturan Tata Tertib
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
52. Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa).
53. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara.
11
54. Ketetapan MPR No. V/MPR/1978 tentang Pertanggungjawaban
Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
55. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan
Wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
56. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1978 tentang Pemilihan Umum.
57. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1978 tentang Pelimpahan Tugas dan
Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat dalam Rangka Pengsuksesan dan Pengamanan
Pembangunan Nasional.
58. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan
yang Termaktub dalam Pasal 3 Ketetapan MPR No. V/MPR/1973.
59. Ketetapan MPR No. X/MPR/1978 tentang Pengangkatan Presiden
Republik Indonesia.
60. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978 tentang Pengangkatan Wakil
Presiden Republik Indonesia.
61. Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
62. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara.
63. Ketetapan MPR No. III/MPR/1983 tentang Pemilihan Umum
64. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.
65. Ketetapan MPR No. V/MPR/1983 tentang Pertanggungjawaban
Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat serta Pengukuhan Pemberian
Penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Indonesia.
66. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1983 tentang Pengangkatan Presiden
Republik Indonesia.
67. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1983 tentang Pelimpahan Tugas dan
Wewenang kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat dalam Rangka Pensuksesan dan Pengamanan Pembangunan
Nasional.
68. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1983 tentang Pengangkatan Wakil
Presiden Republik Indonesia.
69. Ketetapan MPR No. I/MPR/1988 tentang Perubahan dan Tambahan
Atas Ketetapan MPR No.I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
70. Ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara.
12
71. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1988 tentang Pertanggungjawaban
Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
72. Ketetapan MPR No. V/MPR/1988 tentang Pengangkatan Presiden
Republik Indonesia.
73. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1988 tentang Pelimpahan Tugas dan
Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan
Nasional.
74. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1988 tentang Pengangkatan Wakil
Presiden Republik Indonesia.
75. Ketetapan MPR No. I/MPR/1993 tentang Perubahan dan Tambahan
Atas Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sebagaimana
Telah Diubah dan Ditambah dengan Ketetapan MPR No.
I/MPR/1988.
76. Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara.
77. Ketetapan MPR No. III/MPR/1993 tentang Pertanggungjawaban
Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
78. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1993 tentang Pengangkatan Presiden
Republik Indonesia.
79. Ketetapan MPR No. V/MPR/1993 tentang Pengangkatan Wakil
Presiden Republik Indonesia.
80. Ketetapan MPR No. I/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan
Atas Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata
Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Sebagaimana Telah Diubah dan Ditambah dengan Ketetapan MPR RI
No. I/MPR/1988 dan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1993.
81. Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara.
82. Ketetapan MPR No. III/MPR/1998 tentang Pertanggungjawaban
Presiden Republik Indonesia Soeharto Selaku Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
83. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Pengangkatan Presiden
Republik Indonesia.
84. Ketetapan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan
Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka
13
Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai
Pengamalan Pancasila.
85. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1998 tentang Pengangkatan Wakil
Presiden Republik Indonesia.
86. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1998 tentang Perubahan dan
Tambahan Atas Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1983 tentang
Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia sebagaimana Telah Beberapa kali Diubah dan Ditambah
Terakhir dengan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1998.
87. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan
MPR RI No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.
88. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan
MPR RI No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
89. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi
Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
90. Ketetapan MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan
MPR RI No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang
Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan
Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
91. Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.
92. Ketetapan MPR No. I/MPR/1999 tentang Perubahan Kelima atas
Ketetapan MPR No.I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
93. Ketetapan MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban
Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf
Habibie.
94. Ketetapan MPR No. VI/MPR/l999 tentang Tata Cara Pencalonan dan
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
95. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden
Republik Indonesia.
96. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil
Presiden Republik Indonesia.
14
97. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 tentang Penugasan Badan Pekerja
MPR RI untuk Melanjutkan Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
98. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk
mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
99. Ketetapan MPR No. I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia terhadap Maklumat
Presiden Republik Indonesia Tanggal 23 Juli 2001.
100. Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban
Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.
101. Ketetapan MPR No. XI/MPR/2001 tentang Perubahan atas
Ketetapan MPR No. IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk
Mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
102. Ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi
Konstitusi.
103. Ketetapan MPR No. III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan
Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Tahun 2003.
104. Ketetapan MPR No. IV/MPR/2002 tentang Pencabutan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.
VI/MPR/1999 tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Pasal 7
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
15
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Agustus 2003
Ketua,
Letjen. TNI. Slamet Supriadi, S.I.P., M.Sc., M.M Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, S.Pd.
KETETAPANMPRSDANMPRRI
BERDASARKAN
KETETAPANMPRRINOI/MPR/2003PASAL2DANPASAL4
17
PASAL2
KETETAPANMPRRINOI/MPR/2003
18
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
REPUBLIKINDONESIANOMORXXV/MPRS/1966
TENTANG
PEMBUBARANPARTAIKOMUNISINDONESIA,PERNYATAAN
SEBAGAIORGANISASITERLARANGDISELURUHWILAYAH
NEGARAREPUBLIKINDONESIA
BAGIPARTAIKOMUNISINDONESIADANLARANGANSETIAPKEGIATANUNTUK
MENYEBARKANATAUMENGEMBANGKANFAHAMATAUAJARAN
KOMUNIS/MARXISMELENINISME
19
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
REPUBLIKINDONESIA
NOMOR:XXV/MPRS/1966
TENTANG
PEMBUBARANPARTAIKOMUNISINDONESIA,PERNYATAANSEBAGAI
ORGANISASITERLARANGDISELURUHWILAYAHNEGARAREPUBLIK
INDONESIABAGIPARTAIKOMUNISINDONESIADANLARANGANSETIAP
KEGIATANUNTUKMENYEBARKANATAUMENGEMBANGKANFAHAMATAU
AJARANKOMUNIS/MARXISMELENINISME
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MEJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
REPUBLIKINDONESIA,
Menimbang:
a. BahwafahamatauajaranKomunisme/MarxismeLeninismepadaintihakekatnyabertentangan
denganPancasila;
b. Bahwa orangorang dan golongangolongan di Indonesia yang menganut faham atau ajaran
Komunisme/MarxismeLeninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah
Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyatanyata terbukti beberapa kali berusaha
merobohkankekuasaanPemerintahRepublikIndonesiayangsahdenganjalankekerasan;
c. Bahwa berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai Komunis
Indonesiadanterhadapkegiatankegiatanyangmenyebarkanataumengembangkanfahamatau
ajaranKomunisme/MarxismeLeninisme;
Mengingat:
UndangUndangDasar1945Pasal1ayat(2)danPasal2ayat(3)
Mendengar:
PermusyawaratandalamrapatrapatMPRSdaritanggal20Junisampai5Juli1966.
20
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pasal1
Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian
organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang
seazas/berlindung/bernaung di bawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang diseluruh
wilayahkekuasaanNegaraRepublikIndonesiabagiPartaiKomunisIndonesia, yangdituangkan
dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan meningkatkan kebijasaksanaan
tersebutdiatasmenjadiKetetapanMPRS.
Pasal2
Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran
Komunisme/MarxismeLeninismedalamsegalabentukdanmanifestasinya,danpenggunaansegala
macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut,
dilarang.
Pasal3
Khususnyamengenaikegiatanmempelajarisecarailmiah,sepertipadaUniversitasUniversitas,
fahamKomunisme/MarxismeLeninismedalamrangkamengamankanPancasila,dapatdilakukan
secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan DPRGR diharuskan mengadakan
perundangundanganuntukpengamanan.
Pasal4
Ketentuanketentuan diatas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar
negeriRepublikIndonesia.
21
DitetapkandiJakarta.
padatanggal5Juli1966.
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
REPUBLIKINDONESIA
Ketua,
Ttd
(Dr.A.H.Nasution)
JenderalTNI.
WakilKetua, WakilKetua,
ttd. ttd.
(OsaMaliki) (H.MSubchanZ.E.)
WakilKetua, WakilKetua,
ttd. ttd.
(M.Siregar) (Mashudi)
Brig.Jen.TNI.
Sesuaidenganaslinya
AdministratorSidangUmumkeIVMPRS
ttd.
(WilujoPuspoJudo)
May.Jen.TNI.
22
PENJELASAN
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
SEMENTARAREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:XXV/MPRS/1966
1. FahamatauajaranKomunismedalampraktekkehidupanpolitikdankenegaraanmenjelmakan
diridalamkegiatankegiatanyangbertentangandenganazasazasdansendisendikehidupan
BangsaIndonesiayangberTuhandanberagamayangberlandaskanfahamgotongroyongdan
musyawarahuntukmufakat.
2. FahamatauajaranMarxyangterkaitpadadasardasardantaktikperjuanganyangdiajarkan
olehLenin,Stalin,MaoTseTungdanlainlain,mengandungbenihbenihdanunsurunsuryang
bertentangandenganfalsafahPancasila.
3. Faham Komunisme/MarxismeLeninismeyangdianutolehPKIdalamkehidupanpolitikdi
Indonesia telah terbukti menciptakan iklim dan situasi yang membahayakan kelangsungan
hidupBangsaIndonesiayangberfalsafahPancasila.
4. Berdasarkanpertimbangantersebutdiatasmakaadalahwajar,bahwatidakdiberikanhakhidup
bagi Partai Komunis Indonesia dan bagi kegiatankegiatan untuk memperkembangkan dan
menyebarkanfahamatauajaranKomunisme/MarxismeLeninisme.
23
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORXVI/MPR/1998
TENTANG
POLITIKEKONOMIDALAMRANGKADEMOKRASIEKONOMI
----------------
24
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORXVI/MPR/1998
TENTANG
POLITIKEKONOMI
DALAMRANGKADEMOKRASIEKONOMI
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
Menimbang : a. bahwapelaksanaanamanatDemokrasiEkonomisebagaimanadimaksuddalam
Pasal33UndangUndangDasar1945belumterwujud;
b.bahwasejalandenganperkembangan,kebutuhan,dantantanganPembangunan
Nasional, diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup
koperasi,usahakecildanmenengahsebagaipilarutamapembangunanekonomi
nasional;
c. bahwa berhubungan dengan itu perlu Ketetapan Majelis Permusyawaratan
RakyatRepublikIndonesiatentangPolitikEkonomiDalamRangkaDemokrasi
Ekonomi.
Mengingat : 1. Pasal1ayat(2),Pasal3,Pasal11,Pasal23,Pasal27,Pasal28,danPasal33
UndangUndangDasar1945;
2. KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublik IndonesiaNomor
I/MPR/1983 tentang PeraturanTata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah
terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
IndonesiaNomorI/MPR/1998.
25
3. Putusan Rapat Paripurna ke4 tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai
dengan13November1998.
MEMUTUSKAN
Pasal1
Politik Ekonomi dalam Ketetapan ini mencakup kebijaksanaan, strategi dan pelaksanaan
pembangunanekonominasionalsebagaiperwujudandariprinsipprinsipdasarDemokrasiEkonomi
yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat
sebagaimanadimaksuddalamPasal33UndangUndangDasar1945.
Pasal2
Politikekonominasionaldiarahkanuntukmenciptakanstrukturekonominasionalagarterwujud
pengusahamenengahyangkuatdanbesarjumlahnya,sertaterbentuknyaketerkaitandankemitraan
yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan
koperasi, usaha besar swasta, dan Badan Usaha Milik Negara yang saling memperkuat untuk
mewujudkanDemokrasiEkonomidanefisiensinasionalyangberdayasaingtinggi.
Pasal3
Dalam pelaksanaan Demokrasi Ekonomi, tidak boleh dan harus ditiadakan terjadinya
penumpukan aset dan pemusatan kekuatan ekonomi pada seorang, sekelompok orang atau
perusahaanyangtidaksesuaidenganprinsipkeadilandanpemerataan.
Pasal4
Pengusahaekonomilemahharusdiberiprioritas,dandibantudalammengembangkanusaha
sertasegalakepentinganekonominya,agardapatmandiriterutamadalampemanfaatansumberdaya
alamdanakseskepadasumberdana.
Pasal5
Usahakecil,menengahdankoperasisebagaipilarutamaekonominasionalharusmemperoleh
kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluasluasnya sebagai wujud
keberpihakanyangtegaskepadakelompokusahaekonomirakyat,tanpamengabaikanperananusaha
besardanBadanUsahaMilikNegara.
Pasal6
UsahabesardanBadanUsahaMilikNegaramempunyaihakuntukberusahadanmengelola
sumberdayaalamdengancarayangsehatdanbermitradenganpengusahakecil,menengahdan
koperasi.
Pasal7
(1) Pengelolaandanpemanfaatantanahdansumberdayaalamlainnyaharusdilaksanakansecara
adildenganmenghilangkansegalabentukpemusatanpenguasaandanpemilikandalamrangka
pengembangan kemampuan ekonomi usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat
luas.
26
(2) Tanah sebagai basis usaha pertanian harus diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan
pertanianrakyatyangmampumelibatkansertamemberisebesarbesarkemakmuranbagiusaha
tanikecil,menengahdankoperasi.
Pasal8
PerbankandanLembagaKeuanganwajibdalambatasbatasprinsipdanpengelolaanusahayang
sehat membuka peluang sebesarbesarnya, seadiladilnya dan transparan bagi pengusaha kecil,
menengahdankoperasi.
Pasal9
Dalam rangka pengelolaan ekonomi keuangannasional yang sehat, BankIndonesia sebagai
Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak luar lainnya dan
kinerjanyadapatdiawasidandipertanggungjawabkan.
Pasal10
Seluruh pinjaman luar negeri Pemerintah harus memperkuat perekonomian nasional,
dilaksanakan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan dimasukkan
kedalamrencanaanggarantahunan.
Pasal11
Pinjaman luar negeri oleh swasta sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang bersangkutan
selakudebiturdenganmonitoringsecarafungsionaldantransparanolehpemerintahdalamrangka
keselamatanekonominasional.
Pasal12
Dalam upaya mempercepat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional, diperlukan
penanamanmodalasingyangsekaligusdiharapkandapatmenjalinketerkaitanusahadenganpelaku
ekonomirakyat.
Pasal13
Demokratisasiekonomibagipekerjaharusdiwujudkandalambentukkebebasanberserikatdan
berpartisipasidalamberbagaikegiatanyangmendorongproduktifitas,kesejahteraanpekerjaserta
memperolehpeluanguntukmemilikisahamperusahaan.
Pasal14
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mendorong dan mengawasi pelaksanaan
politik ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini dalam rangka terwujudnya
keadilan ekonomi yang dirasakan kemanfaatannya dan dinikmati oleh rakyat banyak.
Pasal15
Menugaskan kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengatur lebih lanjut dalam berbagai
undang-undang sebagai pelaksanaan dari Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi
Ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini dengan memperhatikan sasaran dan
waktu yang terukur.
27
Pasal16
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal13November1998
28
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORV/MPR/1999
TENTANG
PENENTUANPENDAPATDITIMORTIMUR
29
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORV/MPR/1999
TENTANG
PENENTUANPENDAPATDITIMORTIMUR
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
d. bahwaatasdasarDeklarasiBalibotersebut,MajelisPermusyawaratanRakyat
Republik Indonesia telah mengeluarkan Ketetapan Nomor VI/MPR/1978
tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke dalam Negara
KesatuanRepublikIndonesia;
e. bahwaketetapanMPRNomorVI/MPR/1978tersebuttidaksesuailagidengan
kenyataanbarusebagaimanadisebutkanpadabutira,butirb,butirc,danbutir
ddiatas;
f. bahwaMajelisPermusyawaratanRakyatmenghargaihasilpenentuanpendapat
diTimorTimurdengantidakmengesampingkankenyataanbahwaPersetujuan
NewYorktelahdilakukanolehPemerintahtanpamemintapersetujuanDewan
PerwakilanRakyat;
g. bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat tidaklah menutup mata terhadap
segala akibat yang ditimbulkan oleh hasil penentuan pendapat sebagaimana
disebutpadabutiradiatas,khususnyaterhadapwargaTimorTimuryangtetap
setiakepadaNegaraKesatuanRepublikIndonesia;
h. bahwa oleh karena itu Majelis Permusyawaratan Rakyat perlu mengambil
langkahlangkahkonstitusional.
30
Mengingat : Pasal1danPasal2UndangUndangDasar1945;
Memperhatikan:1. PemandanganumumfraksifraksiMajelisPermusyawaratanRakyatterhadap
pidatopertanggungjawabanPresidenpadaRapatParipurnake9SidangUmum
MajelisPermusyawaratanRakyatyangberkaitandengankebijakanPemerintah
mengenaimasalahTimorTimur;
2. Masukandariberbagaipihak,baikdarikalanganPemerintahmaupunorganiasi
organisasisukarelaataulembagaswadayamasyarakat,dandariwargaTimor
Timursendiri.
MEMUTUSKAN
Pasal1
MajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiamengakuihasilpelaksanaanpenentuan
pendapatyangdiselenggarakandiTimorTimurtanggal30Agustus1999olehPerserikatanBangsa
BangsasesuaidenganpersetujuanantaraRepublikIndonesiadenganRepublikPortugalmengenai
MasalahTimorTimur;
Pasal2
Menyatakan Ketetapan No. VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor
TimurkedalamNegaraKesatuanRepublikIndonesiatidakberlakulagi.
Pasal3
PernyataantidakberlakunyaKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia
NomorVI/MPR/1978sebagaimanadisebutkandalamPasal2Ketetapaninitidakmenghapuskan
keabsahantindakanmaupunsegalabentukpenghargaanyangdiberikannegarakepadaparapejuang
danaparaturpemerintahselamakurunwaktubersatunyaWilayahTimorTimurkedalamWilayah
NegaraKesatuanRepublikIndonesia,menuruthukumnasionalIndonesia.
Pasal4
PengakuanterhadaphasilpenentuanpendapatsebagaimanadimaksuddalamPasal1Ketetapan
ini tidak mengurangi hakhak rakyat Timor Timur yang tetap setia kepada Negara Kesatuan
RepublikIndonesia,yangdijaminolehhukuminternasional.
Pasal5
MenugaskankepadaPresidenRepublikIndonesiauntuk:
31
PropinsiDaerahTingkatITimorTimursebagaitindaklanjutpelaksanaanpersetujuanNew
York5Mei1999.
Pasal6
SegalahalyangberkaitandenganakibatpengakuanterhadaphasilpenentuanpendapatdiTimor
Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ketetapan ini diatur lebih lanjut sesuai dengan
ketentuanhukumnasionaldanhukuminternasionalyangberlaku.
Pasal7
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal19Oktober1999
32
PASAL4
KETETAPANMPRRINOI/MPR/2003
33
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
REPUBLIKINDONESIANOMORXXIX/MPRS/1966
TENTANG
PENGANGKATANPAHLAWANAMPERA
34
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
REPUBLIKINDONESIA
NOMOR:XXIX/MPRS/1966
TENTANG
PENGANGKATANPAHLAWANAMPERA
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MEJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
REPUBLIKINDONESIA,
Menimbang :
a. BahwasemangatperjuanganmelaksanakanAmanatPenderitaanRakyatperludibinasepanjang
masa;
b. Bahwa memperjuangkan terlaksananya Amanat Penderitaan Rakyat merupakan perjuangan
yanguniversildalammenyuarakanbudihatinuraniRakyat,yaituKemerdekaandanKeadilan;
c. BahwakepahlawanandalammenegakkandanmelaksanakanAmanatPenderitaanRakyatperlu
dilanjutkandarigenerasikegenerasidalammelanjutkanpelaksanaanRevolusi1945mencapai
masyarakatadildanmakmurberdasarkanPancasila.
Mengingat:
UndangUndangDasar1945.
Mendengar :
PermusyawaratandalamrapatrapatMPRSdaritanggal20Junisampaidengan5Juli1966.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KETETAPANTENTANGPENGANGKATANPAHLAWANAMPERA.
Pasal1
Menetapkan bahwa setiap korban perjuangan menegakkan dan melaksanakan Amanat
PenderitaanRakyatdalammelanjutkanpelaksanaanRevolusi1945mencapaimasyarakatadildan
makmurberdasarkanPancasila,adalah:
35
PAHLAWANAMPERA
Pasal2
Menugaskan kepada Pemerintah untuk meneliti dan melaksanakan yang termaksud dalam
pasal1.
Pasal3
Ketetapaninimulaiberlakupadahariditetapkan.
DitetapkandiJakarta.
padatanggal5Juli1966.
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
REPUBLIKINDONESIA
Ketua,
ttd.
(Dr.A.H.Nasution)
JenderalTNI.
WakilKetua, WakilKetua,
ttd. ttd.
(OsaMaliki) (H.M.SubchanZ.E)
WakilKetua, WakilKetua,
ttd. ttd.
(M.Siregar) (Mashudi)
Brig.Jen.TNI.
Sesuaidenganaslinya
AdministratorSidangUmumKeIVMPRS
ttd.
(WilujoPuspoJudo)
May.Jen.TNI.
36
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORXI/MPR/1998
TENTANG
PENYELENGGARANEGARAYANGBERSIHDANBEBASKORUPSI,KOLUSI,DAN
NEPOTISME
37
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORXI/MPR/1998
TENTANG
PENYELENGGARANEGARAYANGBERSIH
DAN
BEBASKORUPSI,KOLUSI,DANNEPOTISME
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
Menimbang : a. bahwaberdasarkanUndangUndangDasar1945,pelaksanaanpenyelenggaraan
negaradilakukanolehlembagalembagaeksekutif,legislatif,danyudikatif;
b. bahwa dalam penyelenggaraan negara telah terjadi pemusatan kekuasaan,
wewenang, dan tanggung jawab pada Presiden/Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang berakibat tidak
berfungsinyadenganbaikLembagaTertinggiNegaradanLembagalembaga
Tinggi Negara lainnya, serta tidak berkembangnya partisipasi masyarakat
dalammemberikankontrolsosialdalamkehidupanbermasyarakat,berbangsa,
danbernegara;
c. bahwatuntutanhatinuranirakyatmenghendakiadanyapenyelenggaranegara
yangmampumenjalankanfungsidantugasnyasecarasungguhsungguhdan
penuh tanggung jawab agar reformasi pembangunan dapat berdayaguna dan
berhasilguna;
d. bahwadalampenyelenggaraannegaratelahterjadipraktekpraktekusahayang
lebihmenguntungkansekelompoktertentuyangmenyuburkankorupsi,kolusi,
dannepotisme,yangmelibatkanparapejabatnegaradenganparapengusaha
sehinggamerusaksendisendipenyelenggaraannegaradalamberbagaiaspek
kehidupannasional;
e. bahwa dalam rangka rehabilitasi seluruh aspek kehidupan nasional yang
berkeadilan, dibutuhkanpenyelenggara negara yangdapat dipercaya melalui
usaha pemeriksaan harta kekayaan para pejabat negara dan mantan pejabat
negarasertakeluarganyayangdidugaberasaldaripraktekkorupsi,kolusi,dan
nepotisme, dan mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme;
f. bahwaberhubungdenganituperluKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat
RepublikIndonesiayangmengaturtentangPenyelenggaraNegarayangBersih
danBebasKorupsi,Kolusi,danNepotisme.
Mengingat : 1. Pasal1ayat(2),Pasal2ayat(2),Pasal4,Pasal16,Pasal17,Pasal19,Pasal
23,Pasal24,danPasal33UndangUndangDasar1945;
38
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
I/MPR/1983 tentang PeraturanTata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah
terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
IndonesiaNomorI/MPR/1998;
3. KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaNomor
IX/MPR/1998tentangPencabutanKetetapanMajelisPermusyawatanRakyat
RepublikIndonesiaNomorII/MPR/1998tentangGarisgarisBesar
HaluanNegara.
Memperhatikan:1. Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 10/PIMP./1998 tentang Penyelenggaraan Sidang Istimewa Majelis
PermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia;
2. Permusyawaratan dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998 yang
membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme yang dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis
PermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia;
3. Putusan Rapat Paripurna ke4 tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa
majelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiatanggal10sampaidengan
13November1998.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIATENTANGPENYELENGGARANEGARAYANGBERSIHDAN
BEBASKORUPSI,KOLUSI,DANNEPOTISME.
Pasal1
MajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaberketetapanuntukmemfungsikansecara
proporsionaldanbenarlembagaTertinggiNegara,lembagaKepresidenan,danLembagalembaga
Tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan Undang
UndangDasar1945.
Pasal2
(1) Penyelenggara negara pada lembagalembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus
melaksanakanfungsidantugasnyadenganbaikdanbertanggungjawabkepadamasyarakat,
bangsa,dannegara.
(2) Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil,
terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Pasal3
(1) Untuk menghindarkan praktekpraktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, seseorang yang
dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai
dengan agamanya, harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan
setelahmenjabat.
(2) Pemeriksaanataskekayaansebagaimanadimaksudpadaayat(1)diatasdilakukanolehsuatu
lembagayangdibentukolehKepalaNegarayangkeanggotaannyaterdiridaripemerintahdan
masyarakat.
39
(3) Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan melaksanakan
secarakonsistenundangundangtindakpidanakorupsi.
Pasal4
Upayapemberantasankorupsi,kolusi,dannepotismeharus dilakukansecarategas terhadap
siapapunjuga,baikpejabatnegara,mantanpejabatnegara,keluarga,dankroninyamaupunpihak
swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip
pradugatakbersalahdanhakhakasasimanusia.
Pasal5
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan Undang
undang.
Pasal6
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
Padatanggal13November1998
40
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORXV/MPR/1998
TENTANG
PENYELENGGARAANOTONOMIDAERAH;PENGATURAN,PEMBAGIAN,DAN
PEMANFAATANSUMBERDAYANASIONAL
YANGBERKEADILAN;SERTAPERIMBANGANKEUANGAN
PUSATDANDAERAHDALAMKERANGKANEGARAKESATUANREPUBLIK
INDONESIA
41
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORXV/MPR/1998
TENTANG
PENYELENGGARAANOTONOMIDAERAH;PENGATURAN,PEMBAGIAN,DAN
PEMANFAATANSUMBERDAYANASIONALYANGBERKEADILAN;SERTA
PERIMBANGANKEUANGANPUSATDANDAERAHDALAM
KERANGKANEGARAKESATUAN
REPUBLIKINDONESIA
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
Menimbang : a. bahwaNegaraKesatuanRepublikIndonesiamemilikisumberdayanasional
yangharusdipergunakanuntuksebesarbesarkemakmuranrakyat;
b. bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah; pengaturan sumber daya
nasionalyangberkeadilan;sertaperimbangankeuanganpusatdandaerah;
c. bahwa penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan
pemanfaatansumberdayanasionalsertaperimbangankeuanganantarapusat
dan daerah belum dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan prinsip
prinsipdemokrasi,keadilandanpemerataan;
d. bahwaberhubungdenganituperluKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat
Republik Indonesia tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan,
Pembagian,danPemanfaatanSumberDayaNasionalyangBerkeadilan;serta
PerimbanganKeuanganPusatdanDaerahDalamKerangkaNegaraKesatuan
RepublikIndonesia.
Mengingat : 1. Pasal1ayat(2),Pasal3,Pasal18,Pasal23,danPasal33UndangUndang
Dasar1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
I/MPR/1983 tentang PeraturanTata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah
terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
IndonesiaNomorI/MPR/1998.
42
2. Permusyawaratan dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998 yang
membahasRancanganKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat Republik
IndonesiatentangPenyelenggaraanOtonomiDaerah;Pengaturan,Pembagian,
danPemanfaatanSumberDayaNasionalyangBerkeadilan;sertaPerimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan
RakyatRepublikIndonesia;
3. Putusan Rapat Paripurna ke4 tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai
dengan13November1998.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIK
INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH;
PENGATURAN,PEMBAGIAN,DANPEMANFAATANSUMBERDAYA
NASIONAL YANG BERKEADILAN; SERTA PERIMBANGAN
KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM KERANGKA NEGARA
KESATUANREPUBLIKINDONESIA.
Pasal1
Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan
bertanggungjawabdidaerahsecaraproporsionaldiwujudkandenganpengaturan,pembagiandan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
Pasal2
Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsipprinsip demokrasi dan
memperhatikankeanekaragamandaerah.
Pasal3
(1) Pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional antara pusat dan daerah
dilaksanakansecaraadiluntukkemakmuranmasyarakatdaerahdanbangsasecarakeseluruhan.
(2) Pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara efektif dan efisien, bertanggungjawab,
transparan,terbuka,dandilaksanakandenganmemberikankesempatanyangluaskepadausaha
kecil,menengahdankoperasi.
Pasal4
Perimbangankeuanganpusatdandaerahdilaksanakandenganmemperhatikanpotensidaerah,
luasdaerah,keadaangeografi,jumlahpenduduk,dantingkatpendapatanmasyarakatdidaerah.
Pasal5
Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional dan bertanggungjawab
memeliharakelestarianlingkungan.
Pasal6
43
Pasal7
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan Undang
undang.
Pasal8
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal13November1998
44
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORIII/MPR/2000
TENTANG
SUMBERHUKUMDANTATAURUTAN
PERATURANPERUNDANGUNDANGAN
45
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORIII/MPR/2000
TENTANG
SUMBERHUKUM
DAN
TATAURUTANPERATURANPERUNDANGUNDANGAN
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
Menimbang : a. bahwadaripengalamanperjalanansejarahbangsadandalammenghadapimasa
depan yang penuh tantangan, maka bangsa Indonesia telah sampai kepada
kesimpulanbahwadalampenyelenggaraanberbangsadanbernegara,supremasi
hukumharuslahdilaksanakandengansungguhsungguh;
b. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan atas hukum
perlumempertegassumberhukumyangmerupakanpedomanbagipenyusunan
peraturanperundangundanganRepublikIndonesia;
c. bahwauntukdapatmewujudkansupremasihukumperluadanyaaturanhukum
yang merupakan peraturan perundangundangan yang mengatur kehidupan
bermasyarakat,berbangsa,danbernegarasesuaidengantataurutannya;
d. bahwa dalam rangka memantapkan perwujudan otonomi daerah perlu
menempatkan peraturan daerah dalam tata urutan peraturan perundang
undangan;
e. bahwaSumberTertibHukumRepublikIndonesiadanTataUrutanPeraturan
Perundangan Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor
XX/MPRS/1966menimbulkankerancuanpengertian,sehinggatidakdapatlagi
dijadikanlandasanpenyusunanperaturanperundangundangan;
f. bahwaberdasarkanpertimbangansebagaimanadimaksuddalamhurufa,b,c,d,
danedipandangperlumenetapkanKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat
Republik Indonesia tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundangundangan.
Mengingat : 1. Pasal1ayat(2),Pasal2danPasal3UndangUndangDasar1945;
2.KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaNomor
V/MPR/1973 tentang Peninjauan ProdukProduk yang berupa Ketetapan
KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatSementaraRepublikIndonesia.
46
3. KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaNomor
IX/MPR/1978tentangPerlunyaPenyempurnaanyangTermaktubdalamPasal3
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
V/MPR/1973;
4. KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaNomor
II/MPR/1999tentangPeraturanTataTertibMajelisPermusyawaratanRakyat
RepublikIndonesia;
5. KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublik IndonesiaNomor
I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang
PeraturanTataTertibMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIK
INDONESIA TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN
PERATURANPERUNDANGUNDANGAN.
Pasal1
(1) Sumberhukumadalahsumberyangdijadikanbahanuntukpenyusunanperaturanperundang
undangan.
(2) Sumberhukumterdiriatassumberhukumtertulisdantidaktertulis.
(3) SumberhukumdasarnasionaladalahPancasilasebagaimanayangtertulisdalamPembukaan
UndangUndangDasar1945,yaituKetuhananYangMahaEsa,Kemanusiaanyangadildan
beradab,PersatuanIndonesia,danKerakyatanyangdipimpinolehhikmatkebijaksanaandalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh
RakyatIndonesia,danbatangtubuhUndangUndangDasar1945.
Pasal2
Tata urutan peraturan perundangundangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan
hukumdibawahnya.
TataurutanperaturanperundangundanganRepublikIndonesiaadalah:
1. UndangUndangDasar1945;
2. KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia;
3. UndangUndang;
4. PeraturanPemerintahPenggantiUndangundang(Perpu);
5. PeraturanPemerintah;
47
6. KeputusanPresiden;
7. PeraturanDaerah.
Pasal3
(1) UndangUndang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia,
memuatdasardangarisbesarhukumdalampenyelenggaraannegara.
(2) KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat RepublikIndonesia merupakanputusanMajelis
PermusyawaratanRakyatsebagaipengembankedaulatanrakyatyangditetapkandalamsidang
sidangMajelisPermusyawaratanRakyat.
(3) UndangundangdibuatolehDewanPerwakilanRakyatbersamaPresidenuntukmelaksanakan
UndangUndang Dasar 1945 serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia.
(4) Peraturan pemerintah pengganti undangundang dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentinganyangmemaksa,denganketentuansebagaiberikut:
a. Peraturan pemerintah pengganti undangundang harus diajukan ke Dewan Perwakilan
Rakyatdalampersidanganyangberikut.
b. DewanPerwakilanRakyatdapatmenerimaataumenolakperaturanpemerintahpengganti
undangundangdengantidakmengadakanperubahan.
c. JikaditolakDewan PerwakilanRakyat, peraturan pemerintah pengganti undangundang
tersebutharusdicabut.
(5) PeraturanpemerintahdibuatolehPemerintahuntukmelaksanakanperintahundangundang.
(6) KeputusanpresidenyangbersifatmengaturdibuatolehPresidenuntukmenjalankanfungsidan
tugasnyaberupapengaturanpelaksanaanadministrasinegaradanadministrasipemerintahan.
(7) Peraturan daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan
menampungkondisikhususdaridaerahyangbersangkutan.
a. Peraturandaerahpropinsidibuatolehdewanperwakilanrakyatdaerahpropinsibersama
dengangubernur.
b. Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kotabersamabupati/walikota.
c. Peraturandesaatauyangsetingkat,dibuatolehbadanperwakilandesaatauyangsetingkat,
sedangkantatacarapembuatanperaturandesaatauyangsetingkatdiaturolehperaturan
daerahkabupaten/kotayangbersangkutan.
Pasal4
(1) Sesuaidengantataurutanperaturanperundangundanganini,makasetiapaturanhukumyang
lebihrendahtidakbolehbertentangandenganaturanhukumyanglebihtinggi.
(2) Peraturan atau keputusan Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, menteri, Bank
Indonesia,badan,lembaga,ataukomisiyangsetingkatyangdibentukolehPemerintahtidak
boleh bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam tata urutan peraturan perundang
undanganini.
Pasal5
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang menguji undangundang terhadap Undang
UndangDasar1945,danKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat.
48
(2) Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundangundangan di bawah undang
undang.
(3) Pengujian dimaksud ayat (2) bersifat aktif dan dapat dilaksanakan tanpa melalui proses
peradilankasasi.
(4) KeputusanMahkamahAgungmengenaipengujiansebagaimanadimaksudayat(2)danayat(3)
bersifatmengikat.
Pasal6
Tatacarapembuatanundangundang,peraturanpemerintah,peraturandaerahdanpengujian
peraturanperundangundanganolehMahkamahAgungsertapengaturanruanglingkupkeputusan
presidendiaturlebihlanjutdenganundangundang.
Pasal7
DenganditetapkannyaKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyattentangSumberHukumdan
TataUrutanPeraturanPerundangundanganini,makaKetetapanMPRSNomorXX/MPRS/1966
tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata
UrutanPeraturanPerundanganRepublikIndonesiadanKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat
RepublikIndonesiaNomorIX/MPR/1978tentangPerlunyaPenyempurnaanyangTermaktubdalam
Pasal 3 ayat (1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
V/MPR/1973dicabutdandinyatakantidakberlakulagi.
Pasal8
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal18Agustus2000
49
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORV/MPR/2000
TENTANG
PEMANTAPANPERSATUANDANKESATUANNASIONAL
50
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORV/MPR/2000
TENTANG
PEMANTAPANPERSATUANDANKESATUANNASIONAL
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
Menimbang : a. bahwaatasberkatrahmatTuhanYangMahaEsa,NegaraKesatuanRepublik
Indonesiayangdiproklamasikanpadatanggal17Agustus1945mempunyaiciri
khas, yaitu kebinekaan suku, kebudayaan, dan agama yang menghuni dan
tersebar di belasan ribu pulau dalam wilayah Nusantara yang sangat luas,
terbentangdariSabangsampaiMerauke,dandisatukanolehtekad:satutanah
air,satubangsa,dansatubahasapersatuan,yaituIndonesia,sertadilandaskan
padaPancasilasebagaidasarnegara;
b. bahwa kebinekaan tersebut di atas menjadi faktor yang sangat menentukan
dalamperjalananpanjangsejarahbangsaIndonesia,masalalu,masakini,dan
masadepan;
c. bahwa perjalanan bangsa Indonesia telah mengalami berbagai konflik, baik
konflik vertikal maupun horizontal, sebagai akibat dari ketidakadilan,
pelanggaran hak asasi manusia, lemahnya penegakan hukum, serta praktek
korupsi,kolusi,dannepotisme;
d. bahwaglobalisasiyangdigerakkanolehperdagangandankemajuanteknologi
telahmelancarkanaruspergerakanorang,barang,jasa,uang,daninformasi,
serta telah memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, tetapi jika tidak
diwaspadai dapat menjadi potensi yang membahayakan keutuhan Negara
KesatuanRepublikIndonesia;
e. bahwa untuk itu perlu ada kesadaran dan komitmen seluruh bangsa untuk
menghormati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya untuk
mempersatukankehidupanbermasyarakat,berbangsa,danbernegarademitetap
tegaknyaNegaraKesatuanRepublikIndonesia,Menujumasadepanyanglebih
baik;
f. bahwa sehubungan dengan itu perlu adanya Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pemantapan Persatuan
danKesatuanNasional;
Mengingat : 1. UndangUndangDasar1945;
51
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999tentangPeraturanTataTertibMajelisPermusyawaratanRakyat
RepublikIndonesia;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang
PeraturanTataTertibMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia.
MEMUTUSKAN
Pasal1
Ketetapan ini disusun dengan sistematika pembahasan yang menggambarkan secara utuh
tentangmaknaPemantapanPersatuandanKesatuanNasional,yaitusebagaiberikut:
BABI : PENDAHULUAN
BABII : IDENTIFIKASIMASALAH
BABIII : KONDISIYANGDIPERLUKAN
BABIV : ARAHKEBIJAKAN
BABV : KAIDAHPELAKSANAAN
BABVI : PENUTUP
Pasal2
Isi beserta uraian perincian sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 terdapat dalam Naskah
Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional beserta lampiran dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkandariketetapanini.
Pasal3
(1) Menugaskan Presiden Republik Indonesia untuk segera melaksanakan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Nasional dan melaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan
RakyatRepublikIndonesia.
(2) Menugaskan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk
merumuskan etika kehidupan berbangsa dan visi Indonesia masa depan dan melaporkan
pelaksanaannyapadaSidangTahunanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia.
Pasal4
52
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal18Agustus2000
53
PEMANTAPANPERSATUANDANKESATUANNASIONAL
BABI
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Indonesia adalah bangsa besar yang terdiri atas berbagai suku, kebudayaan, dan agama.
Kemajemukanitumerupakankekayaandankekuatanyangsekaligusmenjaditantanganbagi
bangsaIndonesia.TantanganitusangatterasaterutamaketikabangsaIndonesiamembutuhkan
kebersamaandanpersatuandalammenghadapidinamikakehidupanbermasyarakat,berbangsa,
danbernegara,baikyangberasaldaridalammaupunluarnegeri.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda yang berasal dari berbagai daerah menyadari
sepenuhnyaakankekuatanyangdapatdibangundaripersatuandankesatuannasional.Mereka
bersepakatuntukbersatumelaluiSumpahPemudayangmenegaskansatutanahair,satubangsa,
dansatubahasapersatuan,yaituIndonesia.Semangatdangerakanuntukbersatuitumenjadi
sumber inspirasi bagi munculnya gerakan yang terkonsolidasi untukmembebaskan diri dari
penjajahan.BangsaIndonesiakemudianmemproklamasikankemerdekaannyapadatanggal17
Agustus1945.ProklamasikemerdekaanadalahikraruntukbersatupadamendirikanNegara
KesatuanRepublikIndonesia,meliputiwilayahdariSabangsampaiMeraukeyangmerdekadan
berdaulatuntukmewujudkancitacitadantujuannasional.
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pendiri negara menyadari
bahwa keberadaan masyarakat yang majemuk merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang
harusdiakui,diterima,dandihormati,yangkemudiandiwujudkandalamsemboyan Bhineka
Tunggal Ika. Namun disadari bahwa ketidakmampuan untuk mengelola kemajemukan dan
ketidaksiapan sebagian masyarakat untuk menerima kemajemukan tersebut serta pengaruh
berkelanjutanpolitikkolonialdievideetimperatedantelahmengakibatkanterjadinyaberbagai
gejolakyangmembahayakanpersatuandankesatuanbangsa.
DalamsejarahperjalanannegaraIndonesiatelahterjadipergolakandanpemberontakansebagai
akibat dari penyalahgunaan kekuasaan yang sentralitis, tidak terselesaikannya perbedaan
pendapat di antara pemimpin bangsa, serta ketidaksiapan masyarakat dalam menghormati
perbedaan pendapat dan menerima kemajemukan. Hal tersebut di atas telah melahirkan
ketidakadilan,konflikvertikalantarapusatdandaerahmaupunkonflikhorizontalantarberbagai
unsurmasyarakat,petentanganideologidanagama,kemiskinanstruktural,kesenjangansosial,
danlainlain.
Pemerintah Orde Baru, yang pada awalnya bertujuan untuk melakukan koreksi terhadap
pemerintahansebelumnyayangotoriterdansentralistis,ternyatamengulangihalyangsama
pula. Keadaan itu diperparah lagi oleh maraknya korupsi, kolusi, nepotisme, dan
disalahgunakannya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai alat politik untuk
mengukuhkankekuasaan.
PadawaktukrisisekonomimelandanegaranegaraAsia,khususnyaAsiaTenggara,yangpaling
menderitaadalahIndonesia.SistemekonomiyangdibangunolehpemerintahOrdeBarutidak
berhasil sepenuhnya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Akibatnya, terjadi kesulitan
ekonomi,kesenjangansosial,danmeluasnyakrisiskepercayaan.Padagilirannyaketidakpuasan
masyarakatmemuncakberupatuntutanreformasitotal.
Gerakanreformasipadahakikatnyamerupakantuntutanuntukmelaksanakandemokratisasi
di segala bidang, menegakkan hukum dan keadilan, menegakkan hak asasi manusia,
memberantaskorupsi,kolusidannepotisme,melaksanakanotonomidaerahdanperimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta menata kembali peran dan kedudukan
AngkatanBersenjataRepublikIndonesia.
Usaha untuk mewujudkan gerakan reformasi secara konsekuen dan untuk mengakhiri
berbagai konflik yang terjadi, jelas memerlukan kesadaran dan komitmen seluruh warga
masyarakat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional. Persatuan dan kesatuan
54
nasional hanya dapat dicapai apabila setiap warga masyarakat mampu hidup dalam
kemajemukandanmengelolanyadenganbaik.
B. MAKSUDDANTUJUAN
Ketetapanmengenaipemantapanpersatuandankesatuannasionalmempunyaimaksuddan
tujuanuntuksecaraumummengidentifikasipermasalahanyangada,menentukankondisiyang
harus diciptakan dalam rangka menuju kepada rekonsiliasi nasional dan menetapkan arah
kebijakansebagaipaduanuntukmelaksanakanpemantapanpersatuandankesatuannasional.
Kesadaran dan komitmen yang sungguhsungguh untuk memantapkan persatuan dan
kesatuannasionalharusdiwujudkandalamlangkahlangkahnyata,berupapembentukanKomisi
KebenarandanRekonsiliasiNasional,sertamerumuskanetikaberbangsadanvisiIndonesia
masadepan.
55
BABII
IDENTIFIKASIMASALAH
PadasaatinibangsaIndonesiasedangmenghadapiberbagaimasalahyangtelahmenyebabkan
terjadinya krisis yang sangat luas. Faktorfaktor penyebab terjadinya berbagai masalah tersebut
dapatdiidentifikasisebagaiberikut.
1. Nilainilaiagamadannilainilaibudayabangsatidakdijadikansumberetikadalamberbangsa
danbernegaraolehsebagianmasyarakat.Halitukemudianmelahirkankrisisakhlakdanmoral
yangberupaketidakadilan,pelanggaranhukum,danpelanggaranhakasasimanusia.
2. Pancasila sebagai ideologi negara ditafsirkan secara sepihak oleh penguasa dan telah
disalahgunakanuntukmempertahankankekuasaan.
3. Konfliksosialbudayatelahterjadikarenakemajemukansuku,kebudayaan,danagamayang
tidak dikelola dengan baik dan adil oleh pemerintah maupun masyarakat. Hal itu semakin
diperburuk oleh pihak penguasa yang menghidupkan kembali caracara menyelenggarakan
pemerintahanyangfeodalistisdanpaternalistissehinggamenimbulkankonflikhorizontalyang
membahayakanpersatuandankesatuanbangsa.
4. Hukumtelahmenjadialatkekuasaandanpelaksanaannyatelahdiselewengkansedemikianrupa
sehinggabertentangandenganprinsipkeadilan,yaitupersamaanhakwarganegaradihadapan
hukum.
5. Perilaku ekonomi yang berlangsung dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta
berpihak pada sekelompok pengusaha besar, telah menyebabkan krisis ekonomi yang
berkepanjangan, utangbesaryangharusdipikul olehnegara, penganggurandankemiskinan
yangsemakinmeningkat,sertakesenjangansosialekonomiyangsemakinmelebar.
6. Sistem politik yang otoriter tidak dapat melahirkan pemimpinpemimpin yang mampu
menyerapaspirasidanmemperjuangkankepentinganmasyarakat.
7. Peralihankekuasaanyangseringmenimbulkankonflik,pertumpahandarah,dandendamantara
kelompokmasyarakatterjadisebagaiakibatdariprosesdemokrasiyangtidakberjalandengan
baik.
8. Berlangsungnyapemerintahanyangtelahmengabaikanprosesdemokrasimenyebabkanrakyat
tidakdapatmenyalurkanaspirasipolitiknyasehinggaterjadigejolakpolitikyangbermuarapada
gerakanreformasiyangmenuntutkebebasan,kesetaraan,dankeadilan.
9. Pemerintahan yang sentralistis telah menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan antara
pemerntahpusatdanpemerintahdaerahsehinggatimbulkonflikvertikaldantuntutanuntuk
memisahkandiridariNegaraKesatuanRepublikIndonesia.
10. Penyalahgunaan kekuasaan sebagai akibat dari lemahnya fungsi pengawasan oleh internal
pemerintahdanlembagaperwakilanrakyat,sertaterbatasnyapengawasanolehmasyarakatdan
media massa pada masa lampau, telah menjadikan transparansi dan pertanggungjawaban
pemerintahuntukmenyelenggarakanpemerintahanyangbersihdanbertanggungjawabtidak
terlaksana. Akibatnya, kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara menjadi
berkurang.
11. PelaksanaanperansosialpolitikdalamDwifungsiAngkatanBersenjataRepublikIndonesiadan
disalahgunakanAngkatanBersenjataRepublik Indonesiasebagaialatkekuasaanpadamasa
OrdeBarutelahmenyebabkanterjadinyapenyimpanganperanTentaraNasionalIndonesiadan
KepolisianNegaraRepublikIndonesiayangmengakibatkantidakberkembangnyakehidupan
demokrasi.
56
12. Globalisasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya dapat memberikan
keuntunganbagibangsaIndonesia,tetapijikatidakdiwaspadai,dapatmemberidampaknegatif
terhadapkehidupanberbangsa.
57
BABIII
KONDISIYANGDIPERLUKAN
Berbagaipermasalahanbangsayangdihadapisaatinitentuharusdiselesaikandengantuntas
melaluiprosesrekonsiliasiagarterciptapersatuandankesatuannasionalyangmantap.Dalamhal
ini,diperlukankondisisebagaiberikut.
1. Terwujudnyanilainilaiagamadannilainilaibudayabangsasebagaisumberetikadanmoral
untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, serta perbuatan yang bertentangan
denganhukumdanhakasasimanusia.Nilainilaiagamadannilainilaibudayabangsaselalu
berpihakkepadakebenarandanmenganjurkanuntukmemberimaafkepadaorangyangtelah
bertobatdarikesalahannya.
2. Terwujudnya sila Persatuan Indonesia yang merupakan sila ketiga dari Pancasila sebagai
landasanuntukmempersatukanbangsa.
3. Terwujudnyapenyelenggaraannegarayangmampumemahamidanmengelolakemajemukan
bangsasecarabaikdanadilsehinggadapatterwujudtoleransi,kerukunansosial,kebersamaan
dankesetaraanberbangsa.
4. Tegaknyasistemhukumyangdidasarkanpadanilaifilosofisyangberorientasipadakebenaran
dankeadilan,nilaisosialyangberorientasipadatatanilaiyangberlakudanbermanfaatbagi
masyarakat, serta nilai yuridis yang bertumpu pada ketentuan perundangundangan yang
menjamin ketertiban dan kepastian hukum. Hal itu disertai dengan adanya kemauan dan
kemampuanuntukmengungkapkankebenarantentangkejadianmasalampau,sesuaidengan
ketentuanhukumdanperundangundanganyangberlaku,danpengakuanterhadapkesalahan
yangtelahdilakukan,sertapengembangansikapdanperilakusalingmemaafkandalamrangka
rekonsiliasinasional.
5. Membaiknyaperekonomiannasional,terutamaperekonomianrakyat,sehinggabebanekonomi
rakyat dan pengangguran dapat dikurangi, yang kemudian mendorong rasa optimis dan
kegairahandalamperekonomian.
6. Terwujudnyasistempolitikyangdemokratisyangdapatmelahirkanpenyeleksianpemimpin
yangdipercayaolehmasyarakat.
7. Terwujudnyaprosesperalihankekuasaansecarademokratis,tertib,dandamai.
8. Terwujudnyademokrasiyangmenjaminhakdankewajibanmasyarakatuntukterlibatdalam
proses pengambilan keputusan politik secara bebas dan bertanggung jawab sehingga
menumbuhkankesadaranuntukmemantapkanpersatuanbangsa.
9. Terselenggaranyaotonomidaerahsecaraadil,yangmemberikankewenangankepadadaerah
untuk mengelola daerahnya sendiri, dengan tetap berwawasan pada persatuan dan kesatuan
nasional.
10. Pulihnyakepercayaanmasyarakatkepadapenyelenggaranegaradanantarasesamamasyarakat
sehinggadapatmenjadilandasanuntukkerukunandalamhidupbernegara.
11. Peningkatan profesionalisme dan pulihnya kembali citra Tentara Nasional Indonesia dan
KepolisianNegaraRepublikIndonesiademiterciptanyarasaamandantertibdimasyarakat.
12. TerbentuknyasumberdayamanusiaIndonesiayangberkualitasdanmampubekerjasamaserta
berdayasainguntukmemperolehmanfaatpositifdariglobalisasi.
58
BABIV
ARAHKEBIJAKAN
Arah kebijakan untuk mengadakan rekonsiliasi dalam usaha memantapkan persatuan dan
kesatuannasionaladalahsebagaiberikut.
1. Menjadikannilainilaiagamadannilainilaibudayabangsasebagaisumberetikakehidupan
berbangsadanbernegaradalamrangkamemperkuatakhlakdanmoralpenyelenggaranegara
danmasyarakat.
2. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka dengan membuka wacana dan
dialogterbukadidalam masyakaratsehingga dapatmenjawabtantangansesuaidenganvisi
Indonesiamasadepan.
3. Meningkatkan kerukunan sosial antar dan antara pemeluk agama, suku, dan kelompok
kelompok masyarakat lainnya melalui dialog dan kerja sama dengan prinsip kebersamaan,
kesetaraan,toleransidansalingmenghormati.Intervensipemerintahdalamkehidupansosial
budayaperludikurangi,sedangkanpotensidaninisiatifmasyarakatperluditingkatkan.
4. Menegakkan supremasi hukum dan perundangundangan secara konsisten dan bertanggung
jawab,sertamenjamindanmenghormatihakasasmanusia.Langkahiniharusdidahuluidengan
memprosesdanmenyelesaikanberbagaikasuskorupsi,kolusi,dannepotisme,sertapelanggaran
hakasasimanusia.
5. Meningkatkan kemakmurandan kesejahteraanmasyarakat, khususnya melalui pembangunan
ekonomiyangbertumpupadapemberdayaanekonomirakyatdandaerah.
6. Memberdayakanmasyarakatmelaluiperbaikansistempolitikyangdemokratissehinggadapat
melahirkanpemimpinyangberkualitas,bertanggungjawab,menjadipanutanmasyarakat,dan
mampumempersatukanbangsadannegara.
7. Mengaturperalihankekuasaansecaratertib,damai,dandemokratissesuaidenganhukumdan
perundangundangan.
8. Menatakehidupanpolitikagardistribusikekuasaan,dalamberbagaitingkatstrukturpolitikdan
hubungan kekuasaan, dapat berlangsung dengan seimbang. Setiap keputusan politik harus
melaluiprosesyangdemokratisdantransparandenganmenjunjungtinggikedaulatanrakyat.
9. Memberlakukan kebijakan otonomi daerah, menyelenggarakan perimbangan keuangan yang
adil, meningkatkan pemerataan pelayanan publik, memperbaiki kesenjangan dalam
pembangunanekonomidanpendapatandaerah,sertamenghormatinilainilaibudayadaerah
berdasarkanamanatkonstitusi.
10. Meningkatkanintegritas,profesionalisme,dantanggungjawabdalampenyelenggaraannegara,
sertamemberdayakanmasyarakatuntukmelakukankontrolsosialsecarakonstruktifdanefektif.
11. MengefektifkanTentaraNasionalIndonesiasebagaialatnegarayangberperandalambidang
pertahanandanKepolisianNegaraRepublikIndonesiasebagaialatnegarayangberperandalam
bidang keamanan, serta mengembalikan jatidiri Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
NegaraRepublikIndonesiasebagaibagiandarirakyat.
12. MeningkatkankemampuansumberdayamanusiaIndonesiasehinggamampubekerjasamadan
bersaing sebagai bangsa dan warga dunia dengan tetap berwawasan pada persatuan dan
kesatuannasional.
59
BABV
KAIDAHPELAKSANAAN
1. Arah kebijakan adalah pedoman dalam menyusun peraturan dan perundangundangan yang
akan mengatur penyelenggaraan negara serta perilaku masyarakat dalam berbangsa dan
bernegara.
2. Menugaskankepadapemerintahuntuk:
a. memfasilitasi diselenggarakannya dialog dan kerja sama pada tingkat nasional maupun
daerah,yangmelibatkanseluruhunsurbangsa,baikformalmaupuninformal,yangmewakili
kemajemukanagama,sukudankelompokkelompokmasyarakatlainnyauntukmenampung
berbagaisudutpandanggunamenyamakanpersepsidanmencarisolusi.
b. segeramenyelesaikanmasalahdankonfliksecaradamaidiberbagaidaerahdengantuntas,
adil,danbenar,dalamrangkamemantapkanpersatuandankesatuannasional.
3. MembentukKomisiKebenarandanRekonsiliasiNasionalsebagailembagaekstrayudisialyang
jumlahanggotadankriterianyaditetapkandenganundangundang.Komisiinibertugasuntuk
menegakkankebenarandenganmengungkapkanpenyalahgunaankekuasaandanpelanggaran
hakasasimanusiapadamasalampau,sesaidenganketentuanhukumdanperundangundangan
yang berlaku, dan melaksanakanrekonsiliasi dalam perspektif kepentinganbersama sebagai
bangsa. Langkahlangkah setelah pengungkapan kebenaran, dapat dilakukan pengakuan
kesalahan, permintaan maaf, pemberian maaf, perdamaian, penegakan hukum, amnesti,
rehabilitasi, atau alternatif lain yang bermanfaat untuk menegakkan persatuan dan kesatuan
bangsadengansepenuhnhyamemperhatikanrasakeadilanmasyarakat.
4. MenugaskanBadanPekerjaMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiauntuk:
a. merumuskan etika kehidupan berbangsa yang memuat rumusan tentang etika kehidupan
dalam lingkup luas, yaitu etika dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pemerintahan,dansebagainya.
b. MerumuskanvisiIndonesiamasadepanyangkemudianharusdisosialisasikanmelaluiproses
pembudayaanuntukmenumbuhkankesadaranterhadapvisitersebut.
60
BABVI
PENUTUP
Ketetapaninimenetapkanarahkebijakanuntukmelaksanakanrekonsiliasidalamusaha
memantapkanpersatuandankesatuannasionalmelaluimekanismehukumdanpolitiksertamelalui
sosialisasidanprosespembudayaansehinggadapatmenjadipedomantingkahlakubernegarabagi
penyelenggaranegaradanmasyarakat.
Denganmelaksanakanrekonsiliasiuntukmemantapkanpersatuandankesatuannasional
diharapkanbangsaIndonesiadapatmenyelesaikanmasalahmasalahmasalampausehinggadapat
mengatasikrisisdanmelaksanakanpembangunandisegalabidangmenujumasadepanyanglebih
baik.
61
LAMPIRAN
MATRIKSPEMANTAPANPERSATUANDANKESATUANNASIONAL
(PERSANDINGANBABII,III,IV)
Pada saat ini bangsa Indonesia Berbagai permasalahan bangsa Arah kebijakan untuk
sedang menghadapi berbagai yang dihadapi saat ini tentu mengadakanrekonsiliasidalam
masalah yang telah harus diselesaikan dengan usaha memantapkan persatuan
menyebabkan terjadinya krisis tuntas melalui proses dan kesatuan nasional adalah
yang sangat luas. Faktorfaktor rekonsiliasi agar tercipta sebagaiberikut.
penyebab terjadinya berbagai persatuandankesatuannasional
masalah tersebut dapat yang mantap. Dalam hal ini,
diidentifikasisebagaiberikut. diperlukan kondisi sebagai
berikut.
60
IDENTIFIKASIMASALAH KONDISIYANG ARAHKEBIJAKAN
DIPERLUKAN
61
IDENTIFIKASIMASALAH KONDISIYANG ARAHKEBIJAKAN
DIPERLUKAN
62
IDENTIFIKASIMASALAH KONDISIYANG ARAHKEBIJAKAN
DIPERLUKAN
63
IDENTIFIKASIMASALAH KONDISIYANG ARAHKEBIJAKAN
DIPERLUKAN
64
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORVI/MPR/2000
TENTANG
PEMISAHANTENTARANASIONALINDONESIADAN
KEPOLISIANNEGARAREPUBLIKINDONESIA
65
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
NOMORVI/MPR/2000
TENTANG
PEMISAHANTENTARANASIONALINDONESIA
DANKEPOLISIANNEGARAREPUBLIKINDONESIA
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
Menimbang : a. bahwa salah satu tuntutan reformasi dan tantangan masa depan adalah
dilakukannya demokratisasi, maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi
AngkatanBersenjataRepublikIndonesia;
b. bahwa dengan adanya kebijakan dalam bidang pertahanan/ keamanan telah
dilakukan penggabungan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara,
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Angkatan Bersenjata
RepublikIndonesia;
c. bahwa sebagai akibat dari penggabungan tersebut terjadi kerancuan dan
tumpang tindih antara peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagai
kekuatan pertahanan negara dengan peran dan tugas Kepolisian Negara
RepublikIndonesiasebagaikekuatankeamanandanketertibanmasyarakat;
d. bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia menyebabkan tejadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara
NasionalIndonesiadanKepolisianNegaraRepublikIndonesiayangberakibat
tidak berkembangnya sendisendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa,
bernegara,danbermasyarakat;
e. bahwaberdasarkanpertimbangansebagaimanadimaksuddalamhurufa,b,c,
dandmakaperluadanyaKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyattentang
PemisahanOrganisasiTentaraNasionalIndonesiadanOrganisasiKepolisian
NegaraRepublikIndonesia
Mengingat : 1. Pasal1,Pasal2,Pasal3,Pasal10,Pasal11,Pasal12,danPasal30Undang
UndangDasar1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999tentangPeraturanTataTertibMajelisPermusyawaratanRakyat
RepublikIndonesia;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IV/MPR/1999tentangGarisgarisBesarHaluanNegaraTahun19992004;
66
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang
Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia;
MEMUTUSKAN
Pasal1
TentaraNasionalIndonesiadanKepolisianNegaraRepublikIndonesiasecarakelembagaan
terpisahsesuaidenganperandanfungsimasingmasing.
Pasal2
(1) TentaraNasionalIndonesiaadalahalatnegarayangberperandalampertahanannegara.
(2) KepolisianNegaraRepublikIndonesia adalahalat negara yangberperan dalam memelihara
keamanan.
(3) Dalamhalterdapatketerkaitankegiatanpertahanandankegiatankeamanan.TentaraNasional
IndonesiadanKepolisianNegaraRepublikIndonesiaharusbekerjasamadansalingmembantu.
Pasal3
(1) PeranTentaraNasionalIndonesiadanperanKepolisianNegaraRepublikIndonesiaditetapkan
denganKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat.
(2) Halhal yang menyangkut Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara lengkap dan terperinci diatur lebih lanjut dalam undangundang secara
terpisah.
67
Pasal4
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal18Agustus2000
68
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORVII/MPR/2000
TENTANG
PERANTENTARANASIONALINDONESIADAN
PERANKEPOLISIANNEGARAREPUBLIKINDONESIA
69
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORVII/MPR/2000
TENTANG
PERANTENTARANASIONALINDONESIA
DAN
PERANKEPOLISIANNEGARAREPUBLIKINDONESIA
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
Menimbang : a. bahwauntukmelindungisegenapbangsadanseluruhtumpahdarahIndonesia,
memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia guna mencapai tujuan nasional, diperlukan
sistem petahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berWawasanNusantara;
e. bahwadalamkehidupanmasyarakatdiperlukanaparatkeamanandanketertiban
yang memberikan perlindungan dan penegakan hukum berupa Kepolisian
NegaraRepublikIndonesia;
f. bahwaseiringdenganprosesdemokratisasidanglobalisasi,sertamenghadapi
tuntutan masa depan, perlu peningkatan kinerja dan profesionalisme aparat
pertahanan dan aparat keamanan melalui penataan kembali Peran Tentara
NasionalIndonesiadanPeranKepolisianNegaraRepublikIndonesia;
70
h. bahwaberdasarkanpertimbangansebagaimanadimaksuddalamhurufa,b,c,d,
e, f dan g maka perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara
RepublikIndonesia.
Mengingat : 1. Pasal1,Pasal2,Pasal3,Pasal10,Pasal11,Pasal12,danPasal30Undang
UndangDasar1945;
MEMUTUSKAN
71
BABI
TENTARANASIONALINDONESIA
Pasal1
JatidiriTentaraNasionalIndonesia
(1) TentaraNasionalIndonesiamerupakanbagiandarirakyat,lahirdanberjuangbersamarakyat
demimembelakepentingannegara.
(2) Tentara Nasional Indonesia berperan sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan
Negara.
(3) TentaraNasionalIndonesiawajibmemilikikemampuandanketerampilansecaraprofesional
sesuaidenganperandanfungsinya.
Pasal2
PeranTentaraNasionalIndonesia
(1) Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan
NegaraKesatuanRepublikIndonesia.
(2) Tentara Nasional Indonesia, sebagai Alat Pertahanan Negara, bertugas pokok menegakkan
kedaulatannegara,keutuhanwilayahNegaraKesatuanRepublikIndonesiayangberdasarkan
Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpahdarahIndonesiadariancamandangangguanterhadapkeutuhanbangsadannegara.
(3) TentaraNasionalIndonesiamelaksanakantugasnegaradalampenyelenggaraanwajibmiliter
bagiwarganegarayangdiaturdenganundangundang.
Pasal3
SusunandanKedudukanTentaraNasionalIndonesia
(1) TentaraNasionalIndonesiaterdiriatasAngkatanDarat,AngkatanLaut,danAngkatanUdara
yangorganisasinyadisusunberdasarkankebutuhanyangdiaturdenganundangundang.
(2) TentaraNasionalIndonesiaberadadibawahPresiden.
(3) TentaraNasionalIndonesiadipimpinolehseorangPanglimayangdiangkatdandiberhentikan
olehPresidensetelahmendapatpersetujuanDewanPerwakilanRakyat.
(4) a. PrajuritTentaraNasionalIndonesiatundukkepadakekuasaanperadilanmiliterdalamhal
pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal
pelanggaranhukumpidanaumum.
b.Apabilakekuasaanperadilanumumsebagaimanadimaksudpadaayat(4a)pasalinitidak
berfungsimakaprajuritTentaraNasionalIndonesiatundukdibawahkekuasaanperadilan
yangdiaturdenganundangundang.
Pasal4
TugasBantuanTentaraNasionalIndonesia
(1) TentaraNasionalIndonesiamembantupenyelenggaraankegiatankemanusian(civicmission).
(2) TentaraNasionalIndonesiamemberikanbantuankepadaKepolisianNegaraRepublikIndonesia
dalamrangkatugaskeamananataspermintaanyangdiaturdalamundangundang.
72
(3) TentaraNasionalIndonesiamembantusecaraaktiftugaspemeliharanperdamaiandunia(peace
keepingoperation)dibawahbenderaPerserikatanBangsaBangsa.
Pasal5
KeikutsertaanTentaraNasionalIndonesia
DalamPenyelenggaraanNegara
(1) KebijakanpolitiknegaramerupakandasarkebijakandanpelaksanantugasTentaraNasional
Indonesia.
(2) TentaraNasionalIndonesiabersikapnetraldalamkehidupanpolitikdantidakmelibatkandiri
padakegiatanpolitikpraktis.
(3) TentaraNasionalIndonesiamendukungtegaknyademokrasi,menjunjungtinggihukumdanhak
asasimanusia.
(4) Anggota Tentara Nasional Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.
Keikutsertaan Tentara Nasional Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional
disalurkanmelaluiMajelisPermusyawaratanRakyatpalinglamasampaidengantahun2009.
(5) Anggota Tentara Nasional Indonesia hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah
mengundurkandiriataupensiundaridinasketentaraan.
73
BABII
KEPOLISIANNEGARAREPUBLIKINDONESIA
Pasal6
PeranKepolisianNegaraRepublikIndonesia
(1) KepolisianNegaraRepublikIndonesiamerupakanalatnegarayangberperandalammemelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan
pelayanankepadamasyarakat.
(2) Dalammenjalankanperannya,KepolisianNegaraRepublikIndonesiawajibmemilikikeahlian
danketerampilansecaraprofesional.
Pasal7
SusunandanKedudukanKepolisianNegaraRepublikIndonesia
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan Kepolisian Nasional yang organisasinya
disusunsecaraberjenjangdaritingkatpusatsampaitingkatdaerah.
(2) KepolisianNegaraRepublikIndonesiaberadadibawahPresiden.
(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara
RepublikIndonesiayangdiangkatdandiberhentikanolehPresidendenganpersetujuanDewan
PerwakilanRakyat.
(4) AnggotaKepolisianNegaraRepublikIndonesiatundukpadakekuasaanperadilanumum.
Pasal8
LembagaKepolisianNasional
(1) PresidendalammenetapkanarahkebijakanKepolisianNegaraRepublikIndonesiadibantuoleh
lembagakepolisiannasional.
(2) LembagakepolisiannasionaldibentukolehPresidenyangdiaturdenganundangundang.
(3) LembagakepolisiannasionalmemberikanpertimbangankepadaPresidendalampengangkatan
danpemberhentianKepalaKepolisianNegaraRepublikIndonesia.
Pasal9
TugasBantuanKepolisianNegaraRepublikIndonesia
(1) Dalam keadaan darurat Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan bantuan kepada
TentaraNasionalIndonesia,yangdiaturdalamundangundang.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia turut secara aktif dalam tugastugas penanggulangan
kejahataninternasionalsebagaianggotaInternationalCriminalPoliceOrganizationInterpol.
(3) KepolisianNegaraRepublikIndonesiamembantusecaraaktiftugaspemeliharaanperdamaian
dunia(peacekeepingoperation)dibawahbenderaPerserikatanBangsaBangsa.
74
Pasal10
KeikutsertaanKepolisianNegaraRepublikIndonesia
dalamPenyelenggaraanNegara
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak
melibatkandiripadakegiatanpolitikpraktis.
(2) AnggotaKepolisianNegaraRepublikIndonesiatidakmenggunakanhakmemilihdandipilih.
Keikutsertaan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menentukan arah kebijakan
nasionaldisalurkanmelaluiMajelisPermusyawaratanRakyatpalinglamasampaidengantahun
2009.
75
BABIII
PENUTUP
Pasal11
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan undang
undang.
Pasal12
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal18Agustus2000
76
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORVI/MPR/2001
TENTANG
ETIKAKEHIDUPANBERBANGSA
77
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORVI/MPR/2001
TENTANG
ETIKAKEHIDUPANBERBANGSA
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
e. bahwasehubungandenganpertimbanganpadahurufa,b,c,dand,perluadanya
KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiatentangEtika
KehidupanBerbangsa.
Mengingat : 1. UndangUndangDasarNegaraRepublikIndonesiaTahun1945;
2. KetetapanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublik IndonesiaNomor
II/MPR/1999tentangPeraturanTataTertibMajelisPermusyawaratanRakyat
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Ketetapan
MajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaNomorV/MPR/2001;
78
Memperhatikan : 1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
5/MPR/2001tentangJadwalAcaraSidangTahunanMajelisPermusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
6/MPR/2001 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis
PermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaTahun2001;
4. PutusanRapatParipurnake7(lanjutan2)tanggal9November2001Sidang
TahunanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KETETAPANMAJELISPEMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIK
INDONESIATENTANGETIKAKEHIDUPANBERBANGSA.
Pasal1
Ketetapaninidisusundengansistematikasebagaiberikut:
BabI : Pendahuluan
BabII : PokokpokokEtikaKehidupanBerbangsa
BabIII : ArahKebijakan
BabIV : KaidahPelaksanaan
BabV : Penutup.
Pasal2
Isi dan rincian sebagaimana termaktub pada Pasal 1 diuraikan dalam naskah terlampir dan
menjadibagianyangtidakterpisahkandariKetetapanini.
Pasal3
MerekomendasikankepadaPresidenRepublikIndonesiadanlembagalembagatingginegara
serta masyarakat untuk melaksanakan Ketetapan ini sebagai salah satu acuan dasar dalam
penyelenggaraankehidupanberbangsa.
79
Pasal4
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal9November2001
80
BABI
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
BangsaIndonesiadiciptakanAllah,TuhanYangMahaKuasa,sebagaibangsamajemukatas
dasar suku, budaya, ras dan agama. Anugerahtersebut patut disyukuri dengan cara menghargai
kemajemukanyanghinggasaatinitetapdapatterusdipertahankan,dipelihara,dandikembangkan.
Semuaagamaturutmemperkokohintegrasinasionalmelaluiajaranajaranyangmenekankan
rasa adil, kasih sayang, persatuan, persaudaraan, dan kebersamaan. Selain itu, nilainilai luhur
budayabangsayangdimanifestasikanmelaluiadatistiadatjugaberperandalammengikathubungan
batinpadadirisetiapwargabangsa.
Kesadaran kebangsaan yang mengkristal yang lahir dari rasa senasib dan sepenanggungan,
akibatpenjajahan,telahberhasilmembentukwawasankebangsaanIndonesiasepertiyangtertuang
dalamSumpahPemudapadatahun1928,yaitutekadbertanahairsatudanberbangsasatuserta
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Tekad bersatu ini kemudian dinyatakan secara
politiksebagaibangsayangmerdekadanberdaulatdalamproklamasi17Agustus1945.Akantetapi,
sejakterjadinyakrisismultidimensional,munculancamanyangseriusterhadappersatuanbangsa
dan terjadinya kemunduran dalam pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari
konfliksosialyangberkepanjangan,berkurangnyasopansantundanbudiluhurdalampergaulan
sosial,melemahnyakejujurandansikapamanahdalamkehidupanberbangsa,pengabaianterhadap
ketentuanhukumdanperaturan,dansebagainyayangdisebabkanolehberbagaifaktoryangberasal
baikdaridalammaupunluarnegeri.
Faktor yang berasal dari dalam negeri, antara lain, (1) masih lemahnya penghayatan dan
pengamalanagamadanmunculnyapemahamanterhadapajaranagamayangkelirudansempit,serta
tidakharmonisnyapolainteraksiantaraumatberagama;(2)sistemsentralisasipemerintahandimasa
lampauyangmengakibatkanterjadinyapenumpukankekuasaandiPusatdanpengabaianterhadap
kepentingandaerahdantimbulnyafanatismekedaerahan;(3)tidakberkembangnyapemahamandan
penghargaan atas kebinekaan dan kemajemukan dalam kehidupan berbangsa; (4) terjadinya
ketidakadilanekonomidalamlingkupluasdandalamkurunwaktuyangpanjang,melewatiambang
bataskesabaranmasyarakatsecarasosialyangberasaldarikebijakanpublikdanmunculnyaperilaku
ekonomiyangbertentangandenganmoralitasdanetika; (5)kurangnyaketeladanandalamsikap
danperilakusebagianpemimpindantokohbangsa;(6)tidakberjalannyapenegakanhukumsecara
optimal,danlemahnyakontrolsosialuntukmengendalikanperilakuyangmenyimpangdarietika
yangsecaraalamiahmasihhidupditengahtengahmasyarakat;(7)adanyaketerbatasankemampuan
budaya lokal, daerah, dan nasional dalam merespons pengaruh negatif dari budaya luar; (8)
meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian, serta pemakaian, peredaran, dan
penyelundupanobatobatterlarang.
Faktorfaktor yang berasal dari luar negeri meliputi, antara lain, (1) pengaruh globalisasi
kehidupanyangsemakinmeluasdenganpersainganantarbangsayangsemakintajam;(2)makin
kuatnyaintensitasintervensikekuatanglobaldalamperumusankebijakannasional.
Faktorfaktor penghambat dan yang sekaligus merupakan ancaman tersebut dapat
mengakibatkan bangsa Indonesia mengalami kemunduran dan ketidakmampuan dalam
mengaktualiasikansegenappotensiyangdimilikinyauntukmencapaipersatuan,mengembangkan
kemandirian, keharmonisan dan kemajuan. Oleh sebab itu, diperlukan upaya sungguhsungguh
untukmengingatkankembaliwargabangsadanmendorongrevitalisasikhazanahetikadanmoral
yang telah ada dan bersemi dalam masyarakat sehingga menjadi salah satu acuan dasar dalam
kehidupanberbangsa.
81
B. Pengertian
EtikaKehidupanBerbangsamerupakanrumusanyangbersumberdariajaranagama,khususnya
yangbersifatuniversal,dannilainilailuhurbudayabangsayangtercermindalamPancasilasebagai
acuandasardalamberpikir,bersikapdanbertingkahlakudalamkehidupanberbangsa.
C. MaksuddanTujuan
Rumusan tentang Etika Kehidupan Berbangsa ini disusun dengan maksud untuk membantu
memberikanpenyadarantentangartipentingtegaknyaetikadanmoraldalamkehidupanberbangsa.
Etika Kehidupan Berbangsa dirumuskan dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk
meningkatkankualitasmanusiayangberiman,bertakwadanberakhlakmuliasertaberkepribadian
Indonesiadalamkehidupanberbangsa.
82
BABII
POKOKPOKOKETIKAKEHIDUPANBERBANGSA
Denganmencermatiadanyaberbagaikondisimasalaludanmasakinisertatantanganmasa
depan,diperlukanpokokpokoketikakehidupanberbangsayangmengacukepadacitacitapersatuan
dankesatuan,ketahanan,kemandirian,keunggulandankejayaan,sertakelestarianlingkunganyang
dijiwaiolehnilainilaiagamadannilainilailuhurbudayabangsa.
Pokokpokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah,
keteladanan,sportifitas,disiplin,etoskerja,kemandirian,sikaptoleransi,rasamalu,tanggungjawab,
menjagakehormatansertamartabatdirisebagaiwargabangsa.
AdapunuraianEtikaKehidupanBerbangsaadalahsebagaiberikut:
1. EtikaSosialdanBudaya
EtikaSosialdanBudayabertolakdarirasakemanusiaanyangmendalamdenganmenampilkan
kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan
saling menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa. Sejalan dengan itu, perlu
menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang
bertentangan dengan moral agama dan nilainilai luhur budaya bangsa. Untuk itu, juga perlu
ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para
pemimpinbaikformalmaupuninformalpadasetiaplapisanmasyarakat.
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali kehidupan
berbangsa yang berbudaya tinggi denganmenggugah, menghargai, dan mengembangkanbudaya
nasional yangbersumberdari budaya daerahagarmampumelakukanadaptasi,interaksi dengan
bangsa lain, dan tindakan proaktif sejalan dengan tuntutan globalisasi. Untuk itu, diperlukan
penghayatandanpengamalanagamayangbenar,kemampuanadaptasi,ketahanandankreativitas
budayadarimasyarakat.
83
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang
toleran,tidakberpurapura,tidakarogan,jauhdarisikapmunafiksertatidakmelakukankebohongan
publik,tidakmanipulatifdanberbagaitindakanyangtidakterpujilainnya.
3. EtikaEkonomidanBisnis
EtikaEkonomidanBisnisdimaksudkanagarprinsipdanperilakuekonomidanbisnis,baikoleh
perseorangan, institusi, maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan
kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong
berkembangnyaetoskerjaekonomi,dayatahanekonomidankemampuansaing,danterciptanya
suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui
kebijakan secara berkesinambungan. Etika ini mencegah terjadinya praktikpraktik monopoli,
oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme,
diskriminasi yang berdampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan keadilan, serta
menghindarkanperilakumenghalalkansegalacaradalammemperolehkeuntungan.
4. EtikaPenegakanHukumyangBerkeadilan
EtikaPenegakanHukumyangBerkeadilandimaksudkanuntukmenumbuhkankesadaranbahwa
tertibsosial,ketenangandanketeraturanhidupbersamahanyadapatdiwujudkandenganketaatan
terhadaphukumdanseluruhperaturanyangberpihakkepadakeadilan.Keseluruhanaturanhukum
yangmenjamintegaknyasupremasidankepastianhukumsejalandenganupayapemenuhanrasa
keadilanyanghidupdanberkembangdidalammasyarakat.
Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak
diskriminatif terhadap setiap warga negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan
hukumsecarasalahsebagaialatkekuasaandanbentukbentukmanipulasihukumlainnya.
5. EtikaKeilmuan
Etika Keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilainilai kemanusiaan, ilmu
pengetahuandanteknologiagarwargabangsamampumenjagaharkatdanmartabatnya,berpihak
kepadakebenaranuntukmencapaikemaslahatandankemajuansesuaidengannilainilaiagamadan
budaya.Etikainidiwujudkansecarapribadiataupunkolektifdalamkarsa,cipta,dankarya,yang
tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif, dalam kegiatan membaca,
belajar, meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu
pengetahuandanteknologi.
Etika Keilmuan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan
memanfaatkanwaktu,disiplindalamberpikirdanberbuat,sertamenepatijanjidankomitmendiri
untukmencapaihasilyangterbaik.Disampingitu,etikainimendorongtumbuhnyakemampuan
menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan dalam kehidupan, mampu mengubah tantangan
menjadipeluang,mampumenumbuhkankreativitasuntukpenciptaankesempatanbaru,dantahan
ujisertapantangmenyerah.
6. EtikaLingkungan
EtikaLingkunganmenegaskanpentingnyakesadaranmenghargaidanmelestarikanlingkungan
hidupsertapenataantataruangsecaraberkelanjutandanbertanggungjawab.
84
BABIII
ARAHKEBIJAKAN
Arah kebijakan untuk membangun etika kehidupan berbangsa diimplementasikan sebagai
berikut:
1. Mengaktualisasikan nilainilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan pribadi,
keluarga,masyarakat,bangsa,dannegaramelaluipendidikanformal,informaldannonformal
dan pemberian contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan
pemimpinmasyarakat.
2. Mengarahkanorientasipendidikanyangmengutamakanaspekpengenalanmenjadipendidikan
yangbersifatterpadudenganmenekankanajaranetikayangbersumberdariajaranagamadan
budayaluhurbangsasertapendidikanwatakdanbudipekertiyangmenekankankeseimbangan
antarakecerdasanintelektual,kematanganemosionaldanspritual,sertaamalkebijakan.
3. Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan keseluruhan aktivitas kehidupan
berbangsa dijiwai oleh nilainilai etika dan akhlak mulia, baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan,maupunevaluasi.
BABIV
KAIDAHPELAKSANAAN
Kebijakan untuk internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa dilakukan secara
sungguhsungguhdengankaidahkaidahsebagaiberikut:
1. Internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa tersebut menggunakan pendekatan
agamadanbudaya.
2. Internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa dilakukan melalui pendekatan
komunikatif,dialogisdanpersuasif,tidakmelaluicaraindoktrinasi.
3. Mendorong swadaya masyarakat secara sinergis dan berkesinambungan untuk melakukan
internalisasidansosialisasietikakehidupanberbangsa.
4. Mengembangkan dan mematuhi etikaetika profesi: etika profesi hukum, politik, ekonomi,
kedokteran,guru,jurnalistik,danprofesilainnyasesuaidenganpokokpokoketikakehidupan
berbangsa.
5. Internalisasidansosialisasisertapengamalanetikakehidupanberbangsamerupakanbagiandari
pengabdiankepadaAllah,TuhanYangMahaKuasa.
BABV
PENUTUP
Etika kehidupan berbangsa ini disusun untuk diamalkan oleh seluruh warga bangsa.
85
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORVII/MPR/2001
TENTANG
VISIINDONESIAMASADEPAN
86
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORVII/MPR/2001
TENTANG
VISIINDONESIAMASADEPAN
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
Mengingat : 1. PembukaanUndangUndangDasarNegaraRepublikIndonesiaTahun1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999tentangPeraturanTataTertibMajelisPermusyawaratanRakyat
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Ketetapan
MajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaNomorV/MPR/2001;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IV/MPR/1999tentangGarisGarisBesarHaluanNegaraTahun19992004;
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
V/MPR/2000tentangPemantapanPersatuandanKesatuanNasional.
87
Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
6/MPR/2001 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis
PermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaTahun2001;
2. KeputusanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublik IndonesiaNomor
7/MPR/2001 tentang Pembentukan dan Tugas Komisi Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis
PermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaTahun2001;
3. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tanggal 1 sampai dengan 9 November 2001 yang
membahas usul Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
RepublikIndonesiatentangVisiIndonesiaMasaDepan;
4. PutusanRapatParipurnake7(lanjutan2)tanggal9November2001Sidang
TahunanMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia.
MEMUTUSKAN
Pasal1
VisiIndonesiaMasaDepanterdiridaritigavisi,yaitu:
(1) Visi Ideal, yaitu citacita luhur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UndangUndang
DasarNegaraRepublikIndonesiaTahun1945;
(2) VisiAntara,yaituVisiIndonesia2020yangberlakusampaidengantahun2020;
(3) VisiLimaTahunan,sebagaimanatermaktubdalamGarisGarisBesarHaluanNegara.
Pasal2
Ketetapan ini menguraikan Visi Indonesia 2020 sebagai bagian dari Visi Indonesia Masa
Depanyangdisusundengansistematikasebagaiberikut:
BabI : Pendahuluan
BabII : CitacitaLuhurBangsaIndonesia
BabIII : TantanganMenjelangTahun2020
BabIV : VisiIndonesia2020
BabV : KaidahPelaksanaan
BabVI : Penutup
Pasal3
IsidanrinciansebagaimanatersebutdalamPasal2yangterdapatdalamnaskahVisiIndonesia
2020menjadibagianyangtidakterpisahkandariketetapanini.
Pasal4
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
88
DitetapkandiJakarta
padatanggal9November2001
89
BABI
PENDAHULUAN
1. LatarBelakang
Dalamupayamewujudkancitacitareformasiuntukmenyelesaikanmasalahbangsadan
negara,MajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiamenetapkanKetetapanMajelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/ 2000 tentang Pemantapan
PersatuandanKesatuanNasionalmenugasiBadanPekerjaMajelisPermusyawaratanRakyat
RepublikIndonesiauntukmerumuskanEtikaKehidupanBerbangsadanVisiIndonesiaMasa
Depan.
Dengan adanya rumusan Visi Indonesia Masa Depan diharapkan penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya, dan pelaksanaan rekonsiliasi nasional
untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional pada khususnya, lebih berlandaskan
pemahamanVisiIndonesiaMasaDepan.
Rumusan Visi Indonesia Masa Depan diperlukan untuk memberikan fokus pada arah
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang lebih baik.
Dalam menjaga kesinambungan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara
diperlukan rumusan Visi Antara yang menjelaskan visi di antara citacita luhur bangsa
sebagaimanatermaktubdalamPembukaanUndangUndangDasarNegaraRepublikIndonesia
Tahun 1945, dengan visi lima tahunan yang dirumuskan dalam GarisGaris Besar Haluan
Negara.VisiAntaraituadalahVisiIndonesia2020.
2. PengertianVisi
Visiadalahwawasankedepanyangingindicapaidalamkurunwaktutertentu.Visibersifat
kearifan intuitif yang menyentuh hati dan menggerakkan jiwa untuk berbuat. Visi tersebut
merupakan sumber inspirasi, motivasi, dan kreativitas yang mengarahkan proses
penyelenggaraankehidupanberbangsadanbernegaramenujumasadepanyangdicitacitakan.
Penyelenggaraankehidupanberbangsadanbernegaradiorientasikankearahperwujudanvisi
tersebut,padahakikatnyahalitumerupakanpenegasancitacitabersamaseluruhrakyat.
BagibangsaIndonesia,VisiIndonesiadidasaridandiilhamiolehcitacitaluhuryangtelah
digariskan para pendiri negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UndangUndang
DasarNegaraRepublikIndonesiaTahun1945.Untuklebihmenjelaskanupayapencapaiancita
citaluhurbangsa,perludirumuskansebuahvisiantarayangdisebutVisiIndonesia2020.Visi
Indonesia 2020 mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dengan
memperhatikan tantangan yang dihadapi saat ini dan masa yang akan datang, serta
memperhitungkankecenderunganterlaksananyasecaraterukurpadatahun2020.
3. MaksuddanTujuan
Visi Indonesia 2020 dirumuskan dengan maksud menjadi pedoman untuk mewujudkan
citacitaluhurBangsaIndonesiasebagaimanadinyatakandalamPembukaanUndangUndang
DasarNegaraRepublikIndonesiaTahun1945.
VisiIndonesia2020dirumuskandengantujuanagarmenjadisumberinspirasi,motivasi,
kreativitas,sertaarahkebijakanpenyelenggaraankehidupanberbangsadanbernegarasampai
dengantahun2020.
90
BABII
CITACITALUHURBANGSAINDONESIA
CitacitaluhurbangsaIndonesiatelahdigariskanolehparapendirinegarasepertidicantumkan
dalamalineakeduaPembukaanUndangUndangDasarNegaraRepublikIndonesiaTahun1945,
sebagaiberikut:
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaanNegaraIndonesiayangmerdeka,bersatu,berdaulat,adildanmakmur.
DalamalineakeempatPembukaanUndangUndangDasarNegaraRepublikIndonesiaTahun
1945,disebutkanpula:
KemudiandaripadaituuntukmembentuksuatuPemerintahNegara Indonesiayang
melindungisegenapbangsaIndonesiadanseluruhtumpahdarahIndonesiadanuntukmemajukan
kesejahteraanumum,mencerdaskankehidupanbangsadanikutmelaksanakanketertibanduniayang
berdasarkanKemerdekaanperdamaianabadidankeadilansosial,makadisusunlahKemerdekaan
KebangsaanIndonesiaitudalamsuatuUndangUndangDasarNegara Indonesia,yangterbentuk
dalamsuatususunanNegaraRepublikIndonesia,yangberkedaulatanrakyatdenganberdasarkepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
denganmewujudkansuatukeadilansosialbagiseluruhrakyatIndonesia.
Citacita luhur tersebut adalah citacita sepanjang masa yang harus selalu diupayakan
pencapaiannya.Dalamrangkamewujudkannya,disusunlahVisiIndonesia2020.
91
BABIII
TANTANGANMENJELANGTAHUN2020
DalammewujudkanVisiIndonesia2020,bangsadannegaramenghadapitantangankeadaan
danperubahansaatinidanmasadepan,baikdaridalammaupunluarnegeri.
Pertama,pemantapanpersatuanbangsadankesatuannegara
Kemajemukansuku,ras,agama,danbudayamerupakankekayaanbangsayangharusditerima
dan dihormati. Pengelolaan kemajemukan bangsa secara baik merupakan tantangan dalam
mempertahankan integrasi dan integritas bangsa. Penyebaran penduduk yang tidak merata dan
pengelolaanotonomidaerahyangmenggunakankonsepnegarakepulauansesuaidenganWawasan
Nusantara merupakantantanganpembangunandaerahdalam lingkupNegara KesatuanRepublik
Indonesia. Di samping itu, pengaruh globalisasi juga merupakan tantangan bagi pemantapan
persatuanbangsadankesatuannegara.
Kedua,sistemhukumyangadil
Semuawarganegaraberkedudukansamadidepanhukumdanberhakmendapatkankeadilan.
Hukum ditegakkan untuk keadilan dan bukan untuk kepentingan kekuasaan ataupun kelompok
kepentingan tertentu. Tantangan untuk menegakkan keadilan adalah terwujudnya aturan hukum
yang adil serta institusi hukum dan aparat penegak hukum yang jujur, profesional, dan tidak
terpengaruh oleh penguasa. Supremasi hukum ditegakkan untuk menjamin kepastian hukum,
keadilan,danpembelaanhakasasimanusia.
Ketiga,sistempolitikyangdemokratis
Tantangan sistem politik yang demokratis adalah terwujudnya kedaulatan di tangan rakyat,
partisipasi rakyat yang tinggi dalam kehidupan politik, partai politik yang aspiratif dan efektif,
pemilihanumum yangberkualitas. Sistem politikyangdemokratisditopangolehbudayapolitik
yang sehat, yaitu sportivitas, menghargai perbedaan, santun dalam perilaku, mengutamakan
kedamaian, dan antikekerasan dalam berbagai bentuk. Semua itu diharapkan melahirkan
kepemimpinannasionalyangdemokratis,kuatdanefektif.
Keempat,sistemekonomiyangadildanproduktif
Tantangansistemekonomiyangadildanproduktifadalahterwujudnyaekonomiyangberpihak
pada rakyat serta terjaminnya sistem insentif ekonomi yang adil, dan mandiri. Sistem ekonomi
tersebutberbasispadakegiatanrakyat,yangmemanfaatkansumberdayaalamsecaraoptimaldan
berkesinambungan, terutama yang bersumber dari pertanian, kehutanan, dan kelautan. Untuk
merealisasikan sistem ekonomi tersebut diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dan
mekanismeekonomiyangmenyeraptenagakerja.Disampingitu,negaramengembangkanekonomi
denganmengolahsumberdayadanindustrilainnya,termasukindustrijasa.
Kelima,sistemsosialbudayayangberadab
Tantangan terwujudnya sistem sosial yang beradab adalah terpelihara dan teraktualisasinya
nilainilai universal yang diajarkan setiap agama dan nilainilai luhur budaya bangsa sehingga
terwujud kebebasan untuk berekspresi dalam rangka pencerahan, penghayatan, dan pengamalan
agamasertakeragamanbudaya.Sistemsosialyangberadabmengutamakanterwujudnyamasyarakat
yang mempunyai rasa saling percaya dan saling menyayangi, baik terhadap sesama masyarakat
92
maupun antara masyarakat dengan institusi publik. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
mencakup peningkatan mutu pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja,
peningkatanpenghasilanrakyat,rasaaman,danunsurunsurkesejahteraanrakyatlainnya.
Keenam,sumberdayamanusiayangbermutu
Tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia yang bermutu adalah terwujudnya
sistempendidikanyangberkualitasyangmampumelahirkansumberdayamanusiayangandaldan
berakhlakmulia,yangmampubekerjasamadanbersaingdieraglobalisasidengantetapmencintai
tanahair.Sumberdayamanusiayangbermututersebutmemilikikeimanandanketakwaanserta
menguasaiilmupengetahuandanteknologi,memilikietoskerja,danmampumembangunbudaya
kerjayangproduktifdanberkepribadian.
Ketujuh,globalisasi
Tantanganmenghadapiglobalisasiadalahmempertahankaneksistensidanintegritasbangsadan
negara serta memanfaatkan peluang untuk kemajuan bangsa dan negara. Untuk menghadapi
globalisasidiperlukankemampuansumberdayamanusiadankelembagaan,baikdisektornegara
maupundisektorswasta.
93
BABIV
VISIINDONESIA2020
VisiIndonesia2020adalahterwujudnyamasyarakatIndonesiayangreligius,manusiawi,
bersatu,demokratis,adil,sejahtera,maju,mandiri,sertabaikdanbersihdalampenyelenggaraan
negara.
Untuk mengukur tingkat keberhasilan perwujudan Visi Indonesia 2020 dipergunakan
indikatorindikatorutamasebagaiberikut:
1. Religius
a. terwujudnyamasyarakatyangberiman,bertakwa,berakhlakmuliasehinggaajaranagama,
khususnyayangbersifatuniversaldannilainilailuhurbudaya,terutamakejujuran,dihayati
dandiamalkandalamperilakukesehariannya;
b. terwujudnyatoleransiantardanantaraumatberagama;
c. terwujudnyapenghormatanterhadapmartabatkemanusiaan.
2. Manusiawi
a. terwujudnyamasyarakatyangmenghargainilainilaikemanusiaanyangadildanberadab;
b. terwujudnya hubungan harmonis antar manusia Indonesia tanpa membedakan latar
belakangbudaya,suku,ras,agamadanlainlain;
c. berkembangnya dinamika kehidupan bermasyarakat ke arah peningkatan harkat dan
martabatmanusia;
d. terwujudnya keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam perilaku kehidupan
bermasyarakat,berbangsa,danbernegara.
3. Bersatu
a. meningkatnyasemangatpersatuandankerukunanbangsa;
b. meningkatnyatoleransi,kepedulian,dantanggungjawabsosial;
c. berkembangnyabudaya dan perilaku sportif serta menghargai dan menerima perbedaan
dalamkemajemukan;
d. berkembangnyasemangatantikekerasan;
e. berkembangnya dialog secara wajar dan saling menghormati antar kelompok dalam
masyarakat.
4. Demokratis
a. terwujudnyakeseimbangankekuasaanantaralembagapenyelenggaranegaradanhubungan
kekuasaanantarapemerintahannasionaldandaerah;
b. menguatnya partisipasi politik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat melalui pemilihan
umumyangjujur,adil,langsung,umum,bebas,danrahasia,efektifitasperandanfungsi
partaipolitikdankontrolsosialmasyarakatyangsemakinmeluas;
c. berkembangnyaorganisasisosial,organisasikemasyarakatan,danorganisasipolitikyang
bersifatterbuka;
94
d. terwujudnyamekanismekontroldidalamkehidupanberbangsadanbernegara;
e. berkembangnyabudayademokrasi:transparansi,akuntabilitas,jujur,sportif,menghargai
perbedaan;
f. berkembangnyasistemkepemimpinanyangregaliterdanrasional.
5. Adil
a. tegaknyahukumyangberkeadilantanpadiskriminasi;
b. terwujudnyainstitusidanaparathukumyangbersihdanprofesional;
c. terwujudnyapenegakanhakasasimanusia;
d. terwujudnyakeadilangender;
e. terwujudnyabudayapenghargaandankepatuhanterhadaphukum;
f. terwujudnyakeadilandalamdistribusipendapatan,sumberdayaekonomidanpenguasaan
asetekonomi,sertahilangnyapraktekmonopoli;
g. tersedianyapeluangyanglebihbesarbagikelompokekonomikecil,pendudukmiskindan
tertinggal.
6. Sejahtera
a. meluasnya kesempatan kerja dan meningkatnya pendapatan penduduk sehingga bangsa
Indonesiamenjadisejahteradanmandiri;
b. meningkatnyaangkapartisipasimurnianakusiasekolah;
c. terpenuhinya sistem pelayanan umum, bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk
pelayanan kepada penyandang cacat dan usia lanjut, seperti pelayanan transportasi,
komunikasi,penyediaanenergidanairbersih;
d. tercapainyahakatashidupsehatbagiseluruhlapisanmasyarakatmelaluisistemkesehatan
yang dapat menjamin terlindunginya masyarakat dari berbagai risiko yang dapat
mempengaruhikesehatandantersedianyapelayanankesehatanyangbermutu,terjangkau
danmerata;
e. meningkatnya indeks pengembangan manusia (human development index), yang
menggambarkankeadaanekonomi,pendidikandankesehatansecaraterpadu;
f. terwujudnya pengelolaan danpemanfaatan sumber daya alam yang adil, merata, ramah
lingkungandanberkelanjutan;
g. terwujudnyakeamanandanrasaamandalammasyarakat.
7. Maju
a. meningkatnyakemampuanbangsadalampergaulanantarbangsa;
b. meningkatnya kualitas SDM sehingga mampu bekerjasama dan bersaing dalam era
globalisasi;
c. meningkatnya kualitas pendidikan sehingga menghasilkan tenaga yangkompetensesuai
denganstandarnasionaldaninternasional;
d. meningkatnyadisiplindanetoskerja;
e. meningkatnya penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi serta
pembudayaannyadalammasyarakat;
f. teraktualisasikannyakeragamanbudayaIndonesia.
95
8. Mandiri
a. memilikikemampuandanketangguhandalammenyelenggarakankehidupanberbangsadan
bernegaraditengahtengahpergaulanantarbangsaagarsejajardenganbangsabangsalain;
b. terwujudnyapolitikluarnegeriyangberkepribadiandanbebasaktif;
c. terwujudnyaekonomiIndonesiayangbertumpupadakemampuansertapotensibangsadan
negaratermasukmenyelesaikanhutangluarnegeri;
d. memiliki kepribadian bangsa dan identitas budaya Indonesia yang berakar dari potensi
budayadaerah.
9.BaikdanBersihdalamPenyelenggaraanNegara
a. terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel, memiliki
kredibilitasdanbebasKKN;
b. terbentuknya penyelenggara negara yang peka dan tanggap terhadap kepentingan dan
aspirasirakyatdiseluruhwilayahnegaratermasukdaerahterpencildanperbatasan;
c. berkembangnya transparansi dalam budaya dan perilaku serta aktivitas politik dan
pemerintahan.
BABV
KAIDAHPELAKSANAAN
1. MenugaskankepadasemuapenyelenggaranegarauntukmenggunakanVisiIndonesia2020
sebagai pedoman dalam merumuskan arah kebijakan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Visi Indonesia 2020 perlu disosialisasikan sehingga dipahami dan dipergunakan oleh
masyarakatsebagaiacuandasardalamkehidupanberbangsadanbernegara.
BABVI
PENUTUP
Dengan Visi Indonesia 2020 diharapkan secara bertahap akan dapat diwujudkan citacita
luhurbangsaIndonesia,yaitumasyarakatadildanmakmuryangdiberkatiTuhanYangMahaEsa.
96
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORVIII/MPR/2001
TENTANG
REKOMENDASIARAHKEBIJAKANPEMBERANTASANDAN
PENCEGAHANKORUPSI,KOLUSI,DANNEPOTISME
97
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORVIII/MPR/2001
TENTANG
REKOMENDASIARAHKEBIJAKAN
PEMBERANTASANDANPENCEGAHAN
KORUPSI,KOLUSIDANNEPOTISME
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
Menimbang : a. bahwa permasalahan korupsi, kolusi dan nepotisme yang melanda bangsa
Indonesiasudahsangatserius,danmerupakankejahatanyangluarbiasadan
menggoyahkansendisendikehidupanberbangsadanbernegara;
e. bahwasehubungandenganpertimbangansebagaimanadimaksuddalamhuruf
a,b,danc,dandperluadanyaKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat
RepublikIndonesiatentangRekomendasiArahKebijakanPemberantasandan
PencegahanKorupsi,Kolusi,danNepotisme.
Mengingat : 1. Pasal1ayat(2),Pasal2,Pasal3,Pasal23,Pasal28Dayat(1)danPasal33
UndangUndangDasarNegaraRepublikIndonesiaTahun1945;
98
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Ketetapan
MajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaNomorV/MPR/2001;
MEMUTUSKAN
Pasal2
Arahkebijakanpemberantasankorupsi,kolusi,dannepotismeadalah:
1. Mempercepatproseshukumterhadapaparaturpemerintahterutamaaparatpenegakhukumdan
penyelenggara negara yang diduga melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta
dapatdilakukantindakanadministratifuntukmemperlancarproseshukum.
2. Melakukanpenindakanhukumyanglebihbersungguhsungguhterhadapsemuakasuskorupsi,
termasukkorupsiyangtelahterjadidimasalalu,danbagimerekayangtelahterbuktibersalah
agardijatuhihukumanyangseberatberatnya.
3. Mendorongpartisipasimasyarakatluasdalammengawasidanmelaporkankepadapihakyang
berwenang berbagai dugaan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan oleh
pegawainegeri,penyelenggaranegaradananggotamasyarakat.
99
4. Mencabut,mengubah,ataumenggantisemuaperaturanperundangundangansertakeputusan
keputusanpenyelenggaranegarayangberindikasimelindungiataumemungkinkanterjadinya
korupsi,kolusi,dannepotisme.
5. Merevisi semua peraturan perundangundangan yang berkenaan dengan korupsi sehingga
sinkrondankonsistensatudenganyanglainnya.
6. MembentukUndangundangbesertaperaturanpelaksanaannyauntukmembantupercepatandan
efektivitaspelaksanaanpemberantasandanpencegahankorupsiyangmuatannyameliputi:
a. KomisiPemberantasanTindakPidanaKorupsi;
b. PerlindunganSaksidanKorban;
c. KejahatanTerorganisasi;
d. KebebasanMendapatkanInformasi;
e. EtikaPemerintahan;
f. KejahatanPencucianUang;
g. Ombudsman.
7. PerlusegeramembentukUndangundanggunamencegahterjadinyaperbuatanperbuatankolusi
dan/ataunepotismeyangdapatmengakibatkanterjadinyatindakpidanakorupsi.
Pasal3
RekomendasiArahKebijakaniniditujukankepadaPresidenRepublikIndonesiadan
lembagalembagatingginegaralainnyauntukdilaksanakansesuaidenganperan,tugasdanfungsi
masingmasing, dan dilaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan
RakyatRepublikIndonesia.
Pasal4
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal9November2001
100
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPANMAJELISPERMUSYAWARATANRAKYAT
REPUBLIKINDONESIANOMORIX/MPR/2001
TENTANG
PEMBARUANAGRARIADAN
PENGELOLAANSUMBERDAYAALAM
101
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
NOMORIX/MPR/2001
TENTANG
PEMBARUANAGRARIA
DAN
PENGELOLAANSUMBERDAYAALAM
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATREPUBLIKINDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sumber daya agraria/sumber daya alam meliputi bumi, air, ruang
angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai Rahmat
TuhanYangMahaEsakepadabangsaIndonesia,merupakankekayaannasional
yangwajibdisyukuri.Olehkarenaituharusdikeloladandimanfaatkansecara
optimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dalam rangka
mewujudkanmasyarakatadildanmakmur;
b. bahwaMajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiamempunyaitugas
konstitusionaluntukmenetapkanarahdandasarbagipembangunannasional
yang dapat menjawab berbagai persoalan kemiskinan, ketimpangan dan
ketidakadilansosialekonomirakyatsertakerusakansumberdayaalam;
c. bahwapengelolaansumberdayaagraria/sumberdayaalamyangberlangsung
selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan
struktur penguasaan pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta
menimbulkanberbagaikonflik;
d. bahwa peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pengelolaan
sumberdayaagraria/sumberdayaalamsalingtumpangtindihdanbertentangan;
e. bahwa pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam yang adil,
berkelanjutan, dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara
terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta
masyarakatsertamenyelesaikankonflik;
f. bahwa untuk mewujudkan citacita luhur bangsa Indonesia sebagaimana
tertuangdalamPembukaanUndangUndangDasarNegaraRepublikIndonesia
Tahun 1945, diperlukan komitmen politik yang sungguhsungguh untuk
memberikandasardanarahbagipembaruanagrariadanpengelolaansumber
dayaalamyangadil,berkelanjutandanramahlingkungan;
g. bahwasehubungandenganpertimbangansebagaimanadimaksuddalamhuruf
a,b,c,d,e,danfperluadanyaKetetapanMajelisPermusyawaratanRakyat
tentangPembaruanAgrariadanPengelolaanSumberDayaAlam.
102
Mengingat : 1. Pasal1ayat(2),Pasal2,Pasal3,Pasal18,Pasal18A,Pasal18B,Pasal25E,
Pasal28A,Pasal28Cayat(1),Pasal28Dayat(1),Pasal28G,Pasal28H,Pasal
28I, Pasal 28J, Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik
IndonesiaTahun1945;
MEMUTUSKAN
Pasal1
103
KetetapanMajelis PermusyawaratanRakyat RepublikIndonesia tentang PembaruanAgraria
danPengelolaanSumberDayaAlammerupakanlandasanperaturanperundangundanganmengenai
pembaruanagrariadanpengelolaansumberdayaalam.
Pasal2
Pembaruanagrariamencakupsuatuprosesyangberkesinambunganberkenaandenganpenataan
kembalipenguasaan,pemilikan,penggunaandanpemanfaatansumberdayaagraria,dilaksanakan
dalamrangkatercapainyakepastiandanperlindunganhukumsertakeadilandankemakmuranbagi
seluruhrakyatIndonesia.
Pasal3
Pengelolaansumberdayaalamyangterkandungdidaratan,lautdanangkasadilakukansecara
optimal,adil,berkelanjutandanramahlingkungan.
Pasal4
Pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam harus dilaksanakan sesuai dengan
prinsipprinsip:
a. memeliharadanmempertahankankeutuhanNegaraKesatuanRepublikIndonesia;
b. menghormatidanmenjunjungtinggihakasasimanusia;
c. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi
hukum;
d. mensejahterakanrakyat,terutamamelaluipeningkatankualitassumberdayamanusiaIndonesia;
e. mengembangkandemokrasi,kepatuhanhukum,transparansidanoptimalisasipartisipasirakyat;
f. mewujudkankeadilantermasukkesetaraangenderdalampenguasaan,pemilikan,penggunaan,
pemanfaatan,danpemeliharaansumberdayaagraria/sumberdayaalam;
g. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi
sekarangmaupungenerasimendatang,dengantetapmemperhatikandayatampungdandaya
dukunglingkungan;
h. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial
budayasetempat;
i. meningkatkanketerpaduandankoordinasiantarsektorpembangunandanantardaerahdalam
pelaksanaanpembaharuanagrariadanpengelolaansumberdayaalam;
j. mengakui,menghormati,danmelindungihakmasyarakathukumadatdankeragamanbudaya
bangsaatassumberdayaagraria/sumberdayaalam;
k. mengupayakankeseimbanganhakdankewajibannegara,pemerintah(pusat,daerahprovinsi,
kabupaten/kota,dandesaatauyangsetingkat),masyarakatdanindividu;
l. melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah
provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan
pengelolaansumberdayaagraria/sumberdayaalam.
Pasal5
104
(1) Arahkebijakanpembaruanagrariaadalah:
a. melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang
berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi
terwujudnya peraturan perundangundangan yang didasarkan pada prinsipprinsip
sebagaimanadimaksudkanPasal4Ketetapanini.
b. melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk
rakyat.
c. menyelenggarakanpendataanpertanahanmelaluiinventarisasidanregistrasipenguasaan,
pemilikan,penggunaandanpemanfaatantanahsecarakomprehensifdansistematisdalam
rangkapelaksanaanlandreform.
d. menyelesaikankonflikkonflikyangberkenaandengansumberdayaagrariayangtimbul
selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna
menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsipprinsip
sebagaimanadimaksudPasal4Ketetapanini.
e. memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan
pembaruanagrariadanmenyelesaikankonflikkonflikyangberkenaandengansumberdaya
agrariayangterjadi.
f. mengupayakan dengan sungguhsungguh pembiayaan dalam melaksanakan program
pembaharuanagrariadanpenyelesaiankonflikkonfliksumberdayaagrariayangterjadi.
(2) Arahkebijakandalampengelolaansumberdayaalamadalah:
a. melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan
antarsektoryangberdasarkanprinsipprinsipsebagaimanadimaksudPasal4Ketetapanini.
b. Mewujudkanoptimalisasipemanfaatanberbagaisumberdayaalammelaluiidentifikasidan
inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi pembangunan
nasional.
c. memperluaspemberianaksesinformasikepadamasyarakatmengenaipotensisumberdaya
alamdidaerahnyadanmendorongterwujudnyatanggungjawabsosialuntukmenggunakan
teknologiramahlingkungantermasukteknologitradisional.
d. memperhatikansifatdankarakteristikdariberbagaijenissumberdayaalamdanmelakukan
upayaupayameningkatkannilaitambahdariproduksumberalamtersebut.
e. menyelesaikan konflikkonflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini
sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin
terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsipprinsip sebagaimana
dimaksudPasal4Ketetapanini.
f. mengupayakanpemulihanekosistemyangtelahrusakakibateksploitasisumberdayaalam
secaraberlebihan.
g. menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasi
manfaatdenganmemperhatikanpotensi,kontribusi,kepentinganmasyarakatdankondisi
daerahmaupunnasional.
Pasal6
Menugaskan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama Presiden Republik
Indonesia untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan
sumber daya alam serta mencabut, mengubah dan/atau mengganti semua undangundang dan
peraturanpelaksanaannyayangtidaksejalandenganKetetapanini.
Pasal7
105
Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera melaksanakan Ketetapan
MajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiatentangPembaruanAgrariadanPengelolaan
Sumber Daya Alam serta melaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis
PermusyawaratanRakyatRepublikIndonesia.
Pasal8
Ketetapaninimulaiberlakupadatanggalditetapkan.
DitetapkandiJakarta
padatanggal9November2001
106