PEMBAHASAN
penting dari perusahaan dimana informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar
sehingga dapat diperoleh informasi bagi perencanaan dan memberikan telaah terinci.
1. Menilai apakah kebijakan dan prosedur yang berlaku dalam perusahaan atas
2. Menilai apakah fungsi pengelolaan persediaan telah dilakukan secara efektif dan
efisien.
pendahuluan untuk memperoleh informasi mengenai apa saja yang terjadi dalam
63
pelaksanaan fungsi pengelolaan persediaan PT Indomarco Adi Prima. Prosedur yang
dan data-data apa saja yang nantinya akan dibutuhkan untuk membantu proses
Sejarah perusahaan
supply
dan mengamati secara langsung bagaimana proses kerja dan cara kerja dari setiap
64
6. Membuat daftar pertanyaan berupa kuisioner yang bersangkutan dengan
yang terkait.
7. Melihat secara langsung tata letak dan cara penyimpanan produk-produk yang
ada di gudang.
Dari hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan, diperoleh data dan informasi antara
lain :
1. Gambaran umum mengenai latar belakang, sejarah, visi dan misi perusahaan
serta supplier atau principal perusahaan sebagai hasil dari wawancara dengan
dan sekaligus merupakan bagian dari grup Indofood. Selain itu, diketahui juga
sudah menjalin kerja sama dengan PT Indomarco Adi Prima beserta dengan
3. Dari hasil wawancara dengan branch manager dan logistic manager, diperoleh
65
persediaan yang sedang berjalan sampai saat ini secara keseluruhan. Dimana
untuk fungsi pengelolaan persediaan itu sendiri dibagi menjadi 5 prosedur yang
saling terintegrasi menjadi satu prosedur utuh atas fungsi pengelolaan persediaan,
Dimana untuk metode sentralisasi pada umumnya lebih banyak digunakan untuk
umumnya lebih banyak digunakan untuk produk yang diproduksi oleh principal
4. Dari hasil wawancara dengan godown supervisor, diperoleh informasi yang lebih
detil yang sifatnya untuk memperjelas gambaran umum yang sudah diketahui
ada di dalam fungsi pengelolaan persediaan. Selain itu juga diperoleh informasi
bahwa keluar masuknya barang menggunakan metode FIFO (First In First Out).
5. Dari hasil pengamatan yang dilakukan ke gudang dan kantor perusahaan yang
bersangkutan, diketahui bahwa gudang yang dimiliki perusahaan cukup luas dan
juga terdapat gudang khusus untuk barang rusak. Fasilitas yang ada di gudang
yang cukup (penerangan yang ada menjangkau semua sektor atau area di
gudang), dan ventilasi udara yang cukup. Dari hasil pengamatan tersebut,
diketahui juga bahwa penyimpanan produk sudah dilakukan sesuai dengan denah
atau layout gudang yang sebelumnya sudah dibuat dan ditentukan oleh para
66
godown master dan penempatan produk dikelompokkan berdasarkan 3 tahap
berat, dan jenis serta yang ketiga kelompok produk fast moving dan slow moving.
Dari hasil pengamatan terhadap proses kerja dan cara kerja setiap karyawan,
bagian atau personil yang langsung satu tingkat diatasnya dan setiap transaksi
terkait yang sudah diperiksa dan disahkan oleh pihak yang berwenang.
perpetual dan metode penilaian persediaan yang digunakan adalah metode FIFO.
persediaan di PT Indomarco Adi Prima, maka penulis melakukan analisa dan evaluasi
bahwa sebenarnya perusahaan sudah memiliki sistem pengendalian intern yang cukup
baik. Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, dari hasil kuisioner dapat
disimpulkan bahwa PT Indomarco Adi Prima pada dasarnya sudah memiliki sistem dan
prosedur yang cukup memadai dimana dari jawaban yang diperoleh mengindikasikan
persediaan.
67
Dengan memiliki sistem pengendalian yang baik, bukan berarti tidak ada atau
dalam sistem pengelolaan persediaan yang selama ini diterapkan perusahaan. Adapun
3. Tidak ada jadwal yang teratur terhadap pengiriman barang rusak dari stock
point ke depo
5. Pengisian kartu bin (stock) tidak lengkap (dalam arti tidak sesuai dengan
6. Masih sering ditemukan selisih stock yang cukup besar ( lebih dari Rp.
20.000).
dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti. Dalam memperoleh bahan bukti
yang kompeten dan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan ekonomis pelaksanaan
pengelolaan persediaan yang diterapkan oleh PT Indomarco Adi Prima, maka ditetapkan
68
1. Pemeriksaan atas kebijakan pengelolaan persediaan
Prosedur audit :
Prosedur audit :
69
Melakukan wawancara terhadap godown supervisor untuk mengetahui
desentralisasi).
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah produk atau
barang yang diterima sudah sesuai dengan pesanan dilihat dari segi jumlah,
jenis, dan ukuran atau berat barang sehingga proses penerimaan persediaan
Prosedur audit :
70
Melakukan wawancara terhadap godown supervisor untuk
diterapkan perusahaan.
Barang).
terjadi.
71
4. Pemeriksaan atas penyimpanan dan tata letak persediaan
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah barang atau
Prosedur audit :
berdasarkan rasa, ukuran atau berat, dan jenis barang atau produk.
slow moving.
72
Membuat kesimpulan audit.
Prosedur audit :
persediaan dilakukan.
sudah dibuat sesuai dengan dokumen yang sah (Faktur Penjualan atau
SJI).
yaitu barang yang lebih dulu diterima harus keluar lebih dulu dengan
atau SJI.
73
Melakukan evaluasi terhadap prosedur pengeluaran persediaan yang
terjadi.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa stock opname
sudah dilaksanakan secara efektif dan efisien agar dapat menekan kerugian
perusahaan akibat barang yang rusak serta menilai apakah penanganan terhadap
Prosedur audit :
persediaan dilakukan.
kartu bin.
Melihat dan mengecek jadwal stock opname harian yang dibuat untuk
74
kelompok principal yang ada sehingga tidak ada produk dari
apakah hasil catatan atau laporan stock opname harian yang telah
signifikan.
terjadi.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menilai apakah metode pencatatan
Prosedur audit :
75
Melakukan pengujian secara sampling atas pelaksanaan pencatatan
buku besar dengan jumlah barang rusak yang ada maupun jumlah
Dari hasil evaluasi dan analisa terhadap hasil wawancara, pengamatan, dan
kuisioner yang dilakukan di PT Indomarco Adi Prima yang telah disajikan sebelumnya,
persediaan yang tidak efektif, tidak efisien, dan tidak ekonomis yaitu sebagai berikut :
Seperti yang sudah tertulis pada prosedur pengawasan fisik persediaan dimana
pengiriman barang rusak dari stock point ke depo harus disertai dengan dokumen resmi
(dokumen pengiriman barang rusak) untuk dicek nantinya oleh pihak depo apakah
barang rusak yang dikirim sudah sesuai dengan yang tertera atau tercatat pada dokumen
PBR (Pengiriman Barang Rusak). Lalu dari depo barang rusak tersebut dikirim ke
76
Setelah itu penulis meninjau langsung ke depo untuk melihat bagaimana cara
kerja mereka dan sewaktu mereka mengecek barang rusak yang dikirim tersebut,
ditemukan dokumen PBR yang dikirim dari stock point tidak sesuai dengan jumlah fisik
barang bahkan ditemukan juga barang rusak yang dikirim tersebut ternyata kondisinya
masih baik (masih layak untuk dijual), seperti contohnya pada dokumen PBR tanggal 3
Juni 2009 tercatat jumlah produk Indomie rasa Soto yang rusak (bad stock) sebanyak 21
bungkus, jumlah produk Indomie rasa Ayam Bawang (bad stock) sebanyak 13 bungkus,
jumlah produk Susu Cair rasa Cokelat 1000ml (bad stock) sebanyak 17 kotak, dan
jumlah produk Susu Kental Manis rasa Cokelat (bad stock) sebanyak 9 kaleng, lalu
setelah dilakukan pemeriksaan kembali oleh pihak depo ternyata yang benar-benar rusak
(tidak layak jual) untuk produk Indomie rasa Soto hanya sebanyak 16 bungkus, untuk
produk Indomie rasa Ayam Bawang sebanyak 10 bungkus, untuk produk Susu Cair rasa
Cokelat sebanyak 13 kotak dan untuk produk Susu Kental Manis rasa Cokelat sebanyak
6 kaleng. Hal seperti ini merupakan bukti adanya inefisiensi karena bila kesalahan
seperti ini tidak terdeteksi oleh pihak depo maka perusahaan bisa mengalami kerugian.
Kriteria dari temuan atau kondisi ini sudah jelas bahwa seharusnya barang rusak
yang dikirim dari SP ke depo benar-benar sudah sesuai dengan apa yang tercatat di
dokumen PBR, baik secara fisik barang maupun jumlah barang yang ada sehingga pihak
depo tidak harus kembali lagi ke SP untuk mengirimkan kembali barang yang secara
fisik masih layak jual. Dari sini juga dapat dilihat bahwa seharusnya pihak SP lebih teliti
dalam melakukan pengecekan terhadap barang rusak yang ada sebelum nantinya dibawa
Selain itu penulis juga langsung meninjau ke stock point untuk menyelidiki
penyebab kesalahan yang terjadi. Dan dari hasil peninjauan ke stock point tersebut,
77
diketahui yang menjadi penyebab terjadinya masalah tersebut adalah kelalaian karyawan
stock point dalam mengecek dan menghitung jumlah barang rusak yang ada sebelum
dikirim ke depo karena jumlah barang rusak yang cukup banyak dan yang melakukan
pengecekan hanya 1 orang. Dari sini dapat dilihat bahwa pengendalian intern pada stock
point masih tidak berjalan dengan baik sebagaimana mestinya karena para petugas SP
terutama SPO tidak melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.
Akibat dari ketidaksesuaian antara dokumen PBR dengan fisik barang yang ada
yaitu terjadi selisih stock antara jumlah barang yang terdata di komputer dengan jumlah
barang yang ada secara fisik. Selain itu, inefektifitas dan inefisiensi dari segi waktu juga
terjadi dimana pihak depo mau tidak mau harus kembali ke stock point untuk
mengembalikan barang yang kondisinya masih layak jual tersebut sehingga waktu yang
ada untuk mengirimkan barang rusak ke gudang cabang menjadi terbuang. Dan seperti
yang sudah disebutkan di atas bahwa apabila pihak depo tidak mendeteksi adanya
Untuk menekan seminim mungkin terjadinya kesalahan yang sama dan dalam
perusahaan untuk memberikan arahan dengan tegas mengenai kedisiplinan dan ketelitian
khususnya kepada semua petugas stock point pada saat melakukan pemeriksaan kondisi
fisik dan jumlah barang rusak yang ada dan juga harus ada penambahan jumlah orang
yang mengecek barang rusak dimana semua petugas SP yang bersangkutan harus ikut
membantu proses pengecekan barang rusak yang ada sebelum nantinya dikirim ke depo
sehingga kesalahan yang sama tidak terulang kembali atau paling tidak memperkecil
dan efisiensi.
78
2. Pengiriman barang rusak tanpa disertai dokumen resmi
Seperti yang sudah tertulis pada prosedur pengawasan fisik persediaan dimana
pengiriman barang rusak dari stock point ke depo harus disertai dengan dokumen resmi
(dokumen pengiriman barang rusak) untuk dicek nantinya oleh pihak depo apakah
barang rusak yang dikirim sudah sesuai dengan yang tertera atau tercatat pada dokumen
Setelah penulis meninjau langsung ke stock point untuk melihat bagaimana cara
kerja mereka dan melakukan wawancara terhadap SPO (Stock Point Officer) untuk
menanyakan secara langsung bagaimana penanganan terhadap barang rusak yang ada di
stock point, maka diketahui bahwa masih sering ditemukan pengiriman barang rusak ke
depo dengan dokumen manual yang ditulis tangan (bukan dokumen resmi yang dibuat
menggunakan komputer dari hasil update jumlah stock yang terdata di komputer stock
point).
Kriteria dari temuan atau kondisi ini adalah setiap pengiriman barang rusak harus
selalu disertai dengan dokumen resmi hasil cetak komputer, bukan sekedar dokumen
Dari hasil wawancara dan observasi itu juga, diketahui ada 3 hal yang menjadi
penyebab, yaitu pertama karena setiap barang rusak yang datang ke stock point dari retur
outlet ataupun yang ditemukan di stock point itu sendiri, tidak langsung dilakukan
sehingga pada saat pihak depo datang mengirimkan barang sekaligus untuk membawa
barang rusak yang ada, pihak stock point terburu-buru menghitung, menjumlahkan, dan
mengecek barang rusak yang menumpuk dan tidak sempat meng-update ke komputer
lalu dicetak menjadi dokumen PBR, hanya mencatat secara manual di kertas. Dari sini
79
penulis dapat melihat adanya inefektifitas dan inefisiensi dalam mengelola barang rusak
yang ada di stock point dimana barang rusak yang ada dibiarkan menumpuk sampai pada
akhirnya mobil pengangkut dari pihak depo datang, baru dilakukan pengecekan dan
dilakukan tanpa persiapan dan terburu-buru apalagi dengan jumlah barang rusak yang
cukup besar dan jenisnya pun beragam sehingga akhirnya pembuatan dokumen PBR
hanya sempat dilakukan secara manual. Inefisiensi dari segi waktu juga terjadi karena
proses pengecekan dan penghitungan yang memakan waktu lama. Kemudian penyebab
kedua yaitu bisa saja dikarenakan listrik padam sehingga tidak dapat di-update ke
komputer dan hanya mencatat secara manual di kertas. Lalu penyebab ketiga yaitu bisa
Akibat dari pengiriman barang rusak tanpa disertai dokumen resmi (PBR) yaitu,
terjadi perbedaan antara jumlah stock yang tercatat di komputer dengan jumlah stock
secara fisik. Oleh karena itu, penulis memberikan rekomendasi dimana apabila
ditemukan barang rusak harus langsung dilakukan pengecekan saat itu juga dan
langsung dicatat secara manual sebagai acuan dan catatan sementara misalnya seperti di
sebuah memo sehingga pada saat akan dikirim, SPO bisa langsung meng-update ke
komputer berdasarkan catatan atau memo yang sudah dibuat tanpa harus terburu-buru
mengecek dan menghitung barang rusak yang ada sehingga bisa lebih menghemat waktu
dan nantinya SPO bisa langsung mencetak dokumen PBR untuk disertakan dalam
pengiriman barang rusak ke depo. Sedangkan untuk mengatasi penyebab kedua dan
barang rusak manual (yang ditulis tangan) rangkap 2 (bisa dengan difotokopi atau
dicatat ulang di kertas lain) yang nantinya lembar pertama tentu untuk diberikan ke
80
pihak depo dan lembar kedua disimpan di stock point sebagai arsip atau dokumen
sementara untuk dijadikan acuan nantinya pada saat akan diupdate ke komputer.
Diharapkan dengan adanya rekomendasi ini, tidak terjadi lagi atau menekan seminim
mungkin terjadinya pengiriman barang rusak yang hanya disertai dokumen manual,
sehingga aktifitas operasional perusahaan dapat tetap berjalan dengan efektif dan efisien.
3. Tidak ada jadwal yang teratur terhadap pengiriman barang rusak dari stock
point ke depo
Seperti yang tertulis pada prosedur pengawasan fisik persediaan dimana semua
barang rusak yang ada di SP baik itu yang ditemukan di SP maupun yang diretur dari
outlet nantinya akan dikirim ke depo disertai dengan dokumen pengiriman barang rusak
(PBR) yang dibuat oleh SPO (Stock Point Officer). Namun pengiriman barang rusak ke
depo dilakukan sendiri oleh pihak depo yang pada saat itu juga mengirim barang atau
produk ke SP. Dari sini dapat dilihat bahwa pengiriman barang rusak dari SP ke depo
hanya dilakukan apabila ada pihak dari depo yang datang mengirimkan barang ke SP,
dengan kata lain pengiriman barang rusak harus menunggu kedatangan dari pihak depo
dan SP tidak memiliki jadwal yang teratur untuk melakukan pengiriman barang rusak ke
depo. Selain itu dari hasil wawancara dan kuisioner terhadap petugas SP yang terkait
diperoleh informasi bahwa dalam kurun waktu 1 minggu tidak selalu ada pengiriman
barang dari depo ke SP (kedatangan depo ke SP), karena itu semua juga tergantung
Karena tidak ada jadwal teratur terhadap pengiriman barang rusak dan hanya
padahal ukuran SP relatif lebih kecil dibandingkan dengan depo apalagi gudang cabang
dan tidak memiliki tempat atau ruang khusus untuk menyimpan barang rusak. Hal ini
81
juga menyebabkan inefektifitas dan inefisiensi dari segi operasional dimana barang
rusak yang menumpuk tersebut sangat mengganggu aktifitas operasional yang ada di SP,
terlebih lagi sangat memakan tempat untuk barang atau produk lain (bukan bad stock).
Agar pengiriman barang rusak dapat berjalan lebih efektif dan efisien sehingga
perusahaan untuk membuat suatu jadwal pengiriman barang rusak yang teratur dimana
dalam setiap minggunya, SPO harus mengontrol jumlah barang rusak yang ada di SP,
apabila dirasa bahwa jumlah barang rusak yang ada sudah makin menumpuk maka
sehari sebelum barang rusak dikirim, SPO langsung menghubungi pihak depo dan
meminta pihak depo datang keesokan harinya untuk mengambil barang rusak di SP dan
dikirimkan ke depo. Dengan begitu diharapkan tidak terjadi lagi penumpukan barang
yang ada di SP dikirim ke depo oleh pihak depo, lalu di depo dilakukan pengecekan
antara kondisi dan jumlah fisik barang rusak yang dikirim dengan dokumen PBR.
Apabila sudah sesuai dengan dokumen PBR, maka barang rusak tersebut langsung
terhadap barang rusak hanya dilakukan di depo karena pada saat barang rusak telah
82
sampai di gudang cabang tidak dilakukan pengecekan atau pemeriksaan kembali dan
Dengan tidak adanya prosedur pengecekan dan pencocokan oleh pihak gudang
cabang terhadap barang rusak yang datang dari depo dengan mengacu pada dokumen
PBR yang disertakan, maka tidak menutup kemungkinan bahwa ternyata dari sekian
banyak barang rusak yang datang dari depo masih saja terdapat beberapa barang yang
kondisinya masih baik atau layak jual sehingga terjadi inefisiensi yang dapat memicu
atau menyebabkan kerugian pada perusahaan, karena bisa saja pada saat di depo juga
terjadi kelalaian oleh petugas depo sewaktu melakukan pemeriksaan terhadap barang
rusak tersebut. Selain itu penulis juga melihat adanya kemungkinan indikasi lain yang
dapat menyebabkan terjadinya inefisiensi, dimana jumlah barang rusak yang datang ke
gudang cabang dari depo belum tentu sesuai atau sama jumlahnya dengan dokumen
PBR karena tidak ada lagi pengecekan dan pencocokan kembali oleh pihak gudang
cabang.
Jelas dalam hal ini bahwa rekomendasi yang diusulkan oleh penulis kepada
perusahaan agar dapat meningkatkan efisiensi yaitu diadakan prosedur pemeriksaan dan
pencocokan oleh pihak gudang cabang terhadap barang rusak yang datang dari depo
dengan mengacu pada dokumen PBR sebelum barang rusak tersebut dimasukkan ke
gudang khusus barang rusak sehingga dengan begini diharapkan bahwa semua barang
yang dimasukkan ke gudang khusus barang rusak adalah benar-benar barang rusak yang
sudah tidak layak jual dan jumlahnya sudah sesuai dengan yang tertera atau tercantum
5. Pengisian kartu bin (stock) tidak lengkap (dalam arti tidak sesuai dengan yang
83
Seperti yang sudah tertulis pada prosedur penerimaan persediaan dimana
sebelum barang dimasukkan ke dalam gudang terlebih dahulu diperiksa kuantitas, jenis,
dan masa kadaluarsa untuk setiap produknya (per karton) dan di cross-check antara
barang yang masuk ke gudang dengan BPB yang ada oleh pick-packer. Kemudian
barang yang masuk ke gudang fisik dicatat ke kartu bin oleh pick-packer, setiap pick-
packer menangani beberapa kartu bin dimana setiap kartu bin mewakili 1 jenis item atau
produk. Setelah itu BPB yang diterima oleh pihak gudang fisik nantinya dikembalikan
Kriteria dari temuan atau kondisi ini adalah setiap barang yang masuk ke gudang
fisik harus selalu dicatat ke kartu bin oleh pick-packer tanpa ada yang terlewatkan agar
tidak terjadi perbedaan atau selisih stock pada saat dilakukan stock opname.
maka dapat diketahui bahwa penyimpangan tersebut terjadi karena kelalaian pick-packer
dimana pada saat memposting kartu bin tidak dilakukan dengan teliti dan masih
diposting tanpa melihat atau menyesuaikan dengan BPB yang terlampir pada saat barang
secara fisik terhadap barang atau produk yang masuk ke gudang sehingga kesalahan
penghitungan barang yang masuk dan kesalahan pencatatan ke kartu bin bisa terjadi.
Dapat dilihat juga bahwa pengendalian intern masih tidak dilakukan dengan baik karena
kurangnya pengawasan dari godown keeper terhadap para pick-packer yang merupakan
anak buahnya.
Akibatnya pada saat dilakukan stock opname ditemukan jumlah fisik barang
yang ada di gudang berbeda dengan jumlah stock yang tercatat di kartu bin.
84
Rekomendasi yang dapat diberikan penulis kepada perusahaan untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi adalah dengan memberikan arahan yang tegas
kepada setiap petugas gudang fisik terutama kepada godown keeper dan pick-packer,
masing-masing selama proses bongkar muat barang atau loading, dan setiap godown
keeper harus selalu mengawasi cara kerja pick-packer dalam pengertian bahwa pick-
packer harus selalu melakukan pengecekan dan penghitungan barang berdasarkan BPB
yang dilampirkan. Apabila ditemukan kartu bin tidak lengkap atau tidak sesuai dengan
jumlah barang secara fisik di gudang, maka yang harus bertanggungjawab adalah
6. Masih sering ditemukan selisih stock yang cukup besar (lebih dari Rp. 20.000)
godown master, dan pick-packer, diperoleh informasi bahwa ternyata masih sering
ditemukan selisih stock yang cukup besar di gudang cabang dimana jika dinilai secara
nominal selisihnya bisa mencapai lebih dari Rp. 20.000,- per jenis item atau produk
stock point juga ternyata memang ditemukan perbedaan atau selisih yang signifikan
antara jumlah barang secara fisik di gudang dengan jumlah yang terdata di komputer.
Kriteria dari temuan atau kondisi ini adalah seharusnya jumlah stock yang terdata di
komputer sesuai atau sama dengan jumlah barang atau stock yang ada di gudang fisik,
karena jika terjadi selisih kurang dalam arti jumlah stock di gudang lebih sedikit
85
daripada yang terdata jumlahnya di komputer, maka perusahaan dapat mengalami
Setelah menelaah lebih jauh dan melakukan wawancara terhadap pihak gudang
yang bersangkutan baik yang ada di gudang fisik maupun bagian administrasi gudang,
terjadinya selisih stock yang cukup besar. Salah satu penyebabnya adalah karena masih
gudang langsung meng-update jumlah stock di komputer sebelum pihak gudang fisik
bagian administrasi gudang atau bisa juga karena pada hari itu gudang sudah penuh
sehingga barang yang diterima pada hari itu juga tidak dapat dimasukkan dulu ke
komputer terlebih dahulu. Penyebab lainnya adalah karena masih sering ditemukan
kesalahan atau penyimpangan dimana barang rusak yang dikirim dari SP ke depo hanya
disertai dengan dokumen manual secara tertulis sehingga terjadi perbedaan antara
jumlah stock yang terdata dikomputer dengan jumlah stock secara fisik.
Untuk menekan seminim mungkin selisih stock yang terjadi dan dalam rangka
meningkatkan efisiensi, maka hal pertama yang harus dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah dengan menciptakan pengendalian intern yang lebih baik terhadap lingkungan
pengendalian yaitu dengan cara, sewaktu pihak gudang fisik sudah selesai memasukkan
barang ke gudang maka BPB beserta surat jalan atau SPB langsung dikembalikan oleh
pihak gudang fisik ke godown supervisor, nantinya godown supervisor akan langsung
memberikan BPB dan surat jalan atau SPB tersebut ke admin gudang atau godown clerk
untuk diupdate ke komputer agar stock yang terdata di komputer sama atau sesuai
86
dengan stock di gudang fisik. Jika admin gudang belum menerima BPB dan surat jalan
atau SPB dari godown supervisor, maka admin gudang tidak boleh sembarangan
melakukan update stock ke komputer. Hal berikutnya yang harus dilakukan adalah pihak
gudang cabang harus memberikan arahan bahwa apabila terdapat barang rusak di SP
yang datang dari retur outlet harus segera dilakukan pengecekan dan pencatatan hari itu
juga ke sebuah memo atau catatan kecil sehingga pada saat barang rusak tersebut akan
dikirim ke depo, SPO bisa langsung meng-update ke komputer berdasarkan catatan kecil
atau memo yang sudah dibuat sebelumnya dan mencetak dokumen PBR untuk
87