Anda di halaman 1dari 25

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1. Survei Pendahuluan

Pelaksanaan audit operasional di PT Indomarco Adi Prima dimulai dengan survei

pendahuluan yang bertujuan untuk memperoleh pembahasan mengenai latar belakang

perusahaan dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan semua aspek

penting dari perusahaan dimana informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar

dalam menyusun tahap-tahap audit berikutnya, dan mengetahui gambaran mengenai

pengelolaan persediaan barang serta mengidentifikasikan masalah-masalah yang terjadi

sehingga dapat diperoleh informasi bagi perencanaan dan memberikan telaah terinci.

Tujuan pelaksanaan audit operasional atas pengelolaan persediaan pada PT

Indomarco Adi Prima adalah sebagai berikut :

1. Menilai apakah kebijakan dan prosedur yang berlaku dalam perusahaan atas

fungsi pengelolaan persediaan ditaati dan dijalankan sebagaimana mestinya oleh

semua pihak yang bersangkutan.

2. Menilai apakah fungsi pengelolaan persediaan telah dilakukan secara efektif dan

efisien.

3. Menilai pelaksanaan prosedur pengelolaan persediaan guna mendeteksi adanya

kelemahan-kelemahan yang terjadi dan memberikan solusi dalam memperbaiki

kelemahan fungsi pengelolaan persediaan.

Adanya indikasi mengenai permasalahan yang dihadapi perusahaan dalam

pelaksanaan fungsi pengelolaan persediaan, untuk itu perlu dilakukan survei

pendahuluan untuk memperoleh informasi mengenai apa saja yang terjadi dalam

63
pelaksanaan fungsi pengelolaan persediaan PT Indomarco Adi Prima. Prosedur yang

dilakukan pada survei pendahuluan adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pembicaraan dan permintaan izin terlebih dahulu kepada branch

manager Indomarco cabang Tangerang dan sekaligus untuk menjelaskan tujuan

dan data-data apa saja yang nantinya akan dibutuhkan untuk membantu proses

pemeriksaan atau pelaksanaan skripsi.

2. Mengumpulkan data dan informasi mengenai :

Sejarah perusahaan

Visi dan misi perusahaan

Struktur organisasi perusahaan

Tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian yang terkait

Daftar principal atau supplier perusahaan beserta produk-produk yang di-

supply

3. Melakukan wawancara langsung dengan logistic manager dan godown

supervisor untuk memperoleh informasi yang bersangkutan dengan kebijakan

dan prosedur perusahaan yang dimulai dari prosedur pemesanan, penerimaan,

penyimpanan dan tata letak, pengeluaran, dan pengawasan fisik persediaan.

4. Melihat secara langsung ke gudang dan kantor perusahaan yang bersangkutan

dan mengamati secara langsung bagaimana proses kerja dan cara kerja dari setiap

karyawan, khususnya terhadap karyawan bagian logistik.

5. Mempelajari informasi yang diperoleh dari hasil wawancara mengenai prosedur

pemesanan, penerimaan, penyimpanan dan tata letak, pengeluaran, dan

pengawasan fisik persediaan.

64
6. Membuat daftar pertanyaan berupa kuisioner yang bersangkutan dengan

prosedur pemesanan, penerimaan, penyimpanan dan tata letak, pengeluaran, dan

pengawasan fisik persediaan yang nantinya akan diberikan kepada pihak-pihak

yang terkait.

7. Melihat secara langsung tata letak dan cara penyimpanan produk-produk yang

ada di gudang.

8. Mengevaluasi hasil wawancara, kuisioner dan hasil pengamatan.

9. Membuat ringkasan atas temuan-temuan yang diperoleh.

Dari hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan, diperoleh data dan informasi antara

lain :

1. Gambaran umum mengenai latar belakang, sejarah, visi dan misi perusahaan

serta supplier atau principal perusahaan sebagai hasil dari wawancara dengan

branch manager. Dimana dari hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa PT

Indomarco Adi Prima merupakan perusahaan dagang yang bergerak di bidang

jasa pendistribusian consumer products, khususnya produk dari grup Indofood

dan sekaligus merupakan bagian dari grup Indofood. Selain itu, diketahui juga

informasi mengenai beberapa principal atau supplier sebagai pemasok yang

sudah menjalin kerja sama dengan PT Indomarco Adi Prima beserta dengan

sejumlah produk yang mereka supply ke PT Indomarco Adi Prima.

2. Dari hasil wawancara dengan branch manager, diketahui juga informasi

mengenai struktur organisasi perusahaan berikut dengan tugas dan tanggung

jawab masing-masing bagian yang terkait.

3. Dari hasil wawancara dengan branch manager dan logistic manager, diperoleh

informasi mengenai gambaran umum kebijakan dan prosedur pengelolaan

65
persediaan yang sedang berjalan sampai saat ini secara keseluruhan. Dimana

untuk fungsi pengelolaan persediaan itu sendiri dibagi menjadi 5 prosedur yang

saling terintegrasi menjadi satu prosedur utuh atas fungsi pengelolaan persediaan,

yakni prosedur pemesanan persediaan, penerimaan persediaan, penyimpanan dan

tata letak, pengeluaran, dan pengawasan fisik persediaan. Disamping itu,

diperoleh juga informasi bahwa untuk prosedur pemesanan dan penerimaan

persediaan, digunakan 2 sistem atau metode yaitu sentralisasi dan desentralisasi.

Dimana untuk metode sentralisasi pada umumnya lebih banyak digunakan untuk

produk dari grup Indofood. Sedangkan untuk metode desentralisasi pada

umumnya lebih banyak digunakan untuk produk yang diproduksi oleh principal

atau supplier selain grup Indofood.

4. Dari hasil wawancara dengan godown supervisor, diperoleh informasi yang lebih

detil yang sifatnya untuk memperjelas gambaran umum yang sudah diketahui

saat dilakukan wawancara dengan logistic manager mengenai 5 prosedur yang

ada di dalam fungsi pengelolaan persediaan. Selain itu juga diperoleh informasi

bahwa keluar masuknya barang menggunakan metode FIFO (First In First Out).

5. Dari hasil pengamatan yang dilakukan ke gudang dan kantor perusahaan yang

bersangkutan, diketahui bahwa gudang yang dimiliki perusahaan cukup luas dan

juga terdapat gudang khusus untuk barang rusak. Fasilitas yang ada di gudang

juga cukup memadai yakni tersedianya alat pemadam kebakaran, penerangan

yang cukup (penerangan yang ada menjangkau semua sektor atau area di

gudang), dan ventilasi udara yang cukup. Dari hasil pengamatan tersebut,

diketahui juga bahwa penyimpanan produk sudah dilakukan sesuai dengan denah

atau layout gudang yang sebelumnya sudah dibuat dan ditentukan oleh para

66
godown master dan penempatan produk dikelompokkan berdasarkan 3 tahap

yaitu kelompok berdasarkan principal, kelompok berdasarkan rasa, ukuran atau

berat, dan jenis serta yang ketiga kelompok produk fast moving dan slow moving.

Dari hasil pengamatan terhadap proses kerja dan cara kerja setiap karyawan,

diketahui bahwa masing-masing bagian bertanggungjawab langsung terhadap

bagian atau personil yang langsung satu tingkat diatasnya dan setiap transaksi

pengeluaran dan penerimaan barang tetap berdasarkan berkas atau dokumen

terkait yang sudah diperiksa dan disahkan oleh pihak yang berwenang.

6. Dari hasil wawancara dengan bagian accounting, diperoleh informasi bahwa

metode pencatatan persediaan yang digunakan adalah sistem persediaan

perpetual dan metode penilaian persediaan yang digunakan adalah metode FIFO.

IV.2. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Atas Pengelolaan Persediaan

Dalam melakukan penilaian sistem pengendalian intern atas pengelolaan

persediaan di PT Indomarco Adi Prima, maka penulis melakukan analisa dan evaluasi

terhadap hasil wawancara, kuisioner, dan pengamatan yang dilakukan.

Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung yang dilakukan, diketahui

bahwa sebenarnya perusahaan sudah memiliki sistem pengendalian intern yang cukup

baik. Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, dari hasil kuisioner dapat

disimpulkan bahwa PT Indomarco Adi Prima pada dasarnya sudah memiliki sistem dan

prosedur yang cukup memadai dimana dari jawaban yang diperoleh mengindikasikan

adanya kebaikan-kebaikan maupun kelemahan-kelemahan dalam sistem pengelolaan

persediaan.

67
Dengan memiliki sistem pengendalian yang baik, bukan berarti tidak ada atau

tidak terjadi kelemahan-kelemahan atau bahkan penyimpangan yang mungkin terjadi

dalam sistem pengelolaan persediaan yang selama ini diterapkan perusahaan. Adapun

kelemahan atau penyimpangan yang ditemukan dalam sistem pengelolaan persediaan PT

Indomarco Adi Prima adalah sebagai berikut :

1. Ketidaksesuaian antara dokumen PBR dengan fisik barang.

2. Pengiriman barang rusak tanpa disertai dokumen resmi.

3. Tidak ada jadwal yang teratur terhadap pengiriman barang rusak dari stock

point ke depo

4. Tidak ada pemeriksaan terakhir di gudang cabang terhadap barang rusak

yang dikirim dari depo.

5. Pengisian kartu bin (stock) tidak lengkap (dalam arti tidak sesuai dengan

yang ada di gudang secara fisik).

6. Masih sering ditemukan selisih stock yang cukup besar ( lebih dari Rp.

20.000).

IV.3. Prosedur Audit Operasional Atas Pengelolaan Persediaan

Prosedur audit merupakan rincian langkah-langkah yang dilakukan oleh auditor

dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti. Dalam memperoleh bahan bukti

yang kompeten dan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan ekonomis pelaksanaan

pengelolaan persediaan yang diterapkan oleh PT Indomarco Adi Prima, maka ditetapkan

tujuan dan prosedur audit sebagai berikut :

68
1. Pemeriksaan atas kebijakan pengelolaan persediaan

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menilai apakah kebijakan

pengelolaan persediaan yang ditetapkan oleh pihak manajemen perusahaan

telah cukup memadai sehingga memungkinkan pelaksanaan pengelolaan

persediaan yang efektif, efisien, dan ekonomis.

Prosedur audit :

Melakukan wawancara dengan branch manager dan logistic manager

untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki kebijakan pengelolaan

persediaan yang tertuang secara lisan dan tulisan.

Dari hasil wawancara itu, dilakukan evaluasi terhadap kebijakan

pengelolaan persediaan yang diterapkan perusahaan dan mendeteksi

kelemahan-kelemahan yang ada dalam kebijakan tersebut yang

menyebabkan pelaksanaan pengelolaan persediaan menjadi tidak efektif

dan tidak efisien.

Membuat kesimpulan audit.

2. Pemeriksaan atas pemesanan persediaan

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah prosedur

pemesanan persediaan sudah berjalan secara efektif, efisien, dan ekonomis

sehingga tidak menyebabkan terjadinya overstock dan understock.

Prosedur audit :

Melakukan wawancara terhadap branch manager dan logistic manager

sehingga diperoleh informasi bahwa perusahaan menggunakan 2

metode atau sistem untuk proses pemesanan persediaan yaitu metode

atau sistem sentralisasi dan desentralisasi.

69
Melakukan wawancara terhadap godown supervisor untuk mengetahui

lebih rinci bagaimana prosedur pemesanan persediaan dilakukan dan

perbedaan antara metode atau sistem sentralisasi dan desentralisasi.

Dari hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa pemesanan

persediaan dilakukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang

dibedakan berdasarkan metode yang digunakan (sentralisasi dan

desentralisasi).

Diperoleh informasi bahwa dari hasil pertimbangan yang ada maka

diterbitkan dokumen resmi oleh pihak logistic yang nantinya akan

dikirim ke pihak principal atau supplier untuk diperiksa dan disahkan.

Melakukan evaluasi terhadap prosedur pemesanan persediaan yang

diterapkan perusahaan untuk mendeteksi kelemahan yang dapat terjadi.

Membuat kesimpulan audit.

3. Pemeriksaan atas penerimaan persediaan

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah produk atau

barang yang diterima sudah sesuai dengan pesanan dilihat dari segi jumlah,

jenis, dan ukuran atau berat barang sehingga proses penerimaan persediaan

dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Prosedur audit :

Melakukan wawancara terhadap branch manager dan logistic

manager sehingga diperoleh informasi bahwa perusahaan

menggunakan 2 metode atau sistem untuk proses penerimaan

persediaan yaitu metode atau sistem sentralisasi dan desentralisasi.

70
Melakukan wawancara terhadap godown supervisor untuk

mengetahui lebih rinci bagaimana prosedur penerimaan persediaan

dilakukan dan perbedaan antara metode atau sistem sentralisasi dan

desentralisasi dalam proses penerimaan persediaan.

Melakukan observasi ke gudang untuk melihat apakah karyawan atau

petugas di gudang sudah melakukan prosedur penerimaan yang sudah

diterapkan perusahaan.

Mencocokkan (cross-check) antara surat jalan dengan surat pesanan

(sistem sentralisasi) dan mencocokkan antara SPB (Surat Pengiriman

Barang) dengan CWO atau CMO (sistem desentralisasi).

Mencocokkan kuantitas, jenis barang dan sekaligus memeriksa masa

kadaluarsa barang untuk disesuaikan dengan BPB (Bukti Penerimaan

Barang).

Memeriksa apakah yang dicatat ke kartu bin sudah sesuai dengan

jumlah dan jenis barang yang sudah masuk di gudang.

Memeriksa apakah bagian administrasi gudang selalu meng-update ke

komputer sesuai dengan BPB yang diberikan oleh pihak gudang.

Melakukan evaluasi terhadap prosedur penerimaan persediaan yang

diterapkan perusahaan untuk mendeteksi kelemahan yang dapat

terjadi.

Membuat kesimpulan audit.

71
4. Pemeriksaan atas penyimpanan dan tata letak persediaan

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah barang atau

produk telah disimpan sebagaimana mestinya dan didukung dengan fasilitas

gudang yang memadai.

Prosedur audit :

Melakukan wawancara terhadap godown supervisor dan para godown

master untuk mengetahui lebih rinci bagaimana prosedur

penyimpanan dan tata letak persediaan dilakukan.

Memeriksa apakah barang atau produk yang ada di gudang sudah

diletakkan sesuai dengan denah atau layout gudang yang sebelumnya

sudah dibuat oleh para godown master.

Memeriksa apakah barang atau produk sudah disimpan atau

ditempatkan sesuai dengan pengelompokan yang ada, yaitu dimulai

dari pengelompokan berdasarkan principal. Kedua, pengelompokan

berdasarkan rasa, ukuran atau berat, dan jenis barang atau produk.

Lalu yang ketiga pengelompokan berdasarkan produk fast moving dan

slow moving.

Memeriksa apakah barang atau produk sudah disusun sesuai dengan

aturan yang tertera pada tiap karton produk.

Melihat apakah barang atau produk non-food sudah diletakkan

berjauhan dengan produk lain dan sudah disekat.

Melakukan evaluasi terhadap prosedur penyimpanan dan tata letak

persediaan yang diterapkan perusahaan untuk mendeteksi kelemahan

yang dapat terjadi.

72
Membuat kesimpulan audit.

5. Pemeriksaan atas pengeluaran persediaan

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah proses

pengeluaran persediaan sudah berjalan dengan efektif dan efisien.

Prosedur audit :

Melakukan wawancara terhadap godown supervisor dan godown

keeper untuk mengetahui lebih rinci bagaimana prosedur pengeluaran

persediaan dilakukan.

Meninjau ke gudang untuk melihat apakah semua karyawan gudang

yang terkait sudah melakukan prosedur pengeluaran persediaan sesuai

dengan kebijakan dan aturan yang telah diterapkan perusahaan.

Melihat apakah barang atau produk yang akan dikeluarkan dari

gudang sudah disertai dengan dokumen yang sah.

Memeriksa dan mencocokkan apakah RKB (Rekap Keluaran Barang)

sudah dibuat sesuai dengan dokumen yang sah (Faktur Penjualan atau

SJI).

Memeriksa dan memastikan apakah FIFO sudah berjalan dengan baik

yaitu barang yang lebih dulu diterima harus keluar lebih dulu dengan

mengacu pada BPB.

Melihat dan mengecek apakah barang atau produk yang dimasukkan

ke mobil-mobil pengangkut sudah diatur berdasarkan faktur penjualan

atau SJI.

73
Melakukan evaluasi terhadap prosedur pengeluaran persediaan yang

diterapkan perusahaan untuk mendeteksi kelemahan yang dapat

terjadi.

Membuat kesimpulan audit.

6. Pemeriksaan atas pengawasan fisik persediaan

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa stock opname

sudah dilaksanakan secara efektif dan efisien agar dapat menekan kerugian

perusahaan akibat barang yang rusak serta menilai apakah penanganan terhadap

barang rusak sudah berjalan secara efektif dan efisien.

Prosedur audit :

Melakukan wawancara terhadap godown supervisor untuk

mengetahui lebih rinci bagaimana prosedur pengawasan fisik

persediaan dilakukan.

Meninjau langsung ke gudang cabang dan stock point serta

melakukan wawancara terhadap godown keeper dan pick-packer

untuk melihat apakah proses stock opname sudah dilaksanakan sesuai

dengan kebijakan dan prosedur yang diterapkan perusahaan.

Melakukan penyesuaian dan pengecekan antara hasil perhitungan

fisik persediaan dengan jumlah yang tercatat di kartu bin.

Melakukan penyesuaian dan pengecekan antara kartu gudang dengan

kartu bin.

Melihat dan mengecek jadwal stock opname harian yang dibuat untuk

memastikan apakah jadwal tersebut sudah tersusun rapi sesuai dengan

74
kelompok principal yang ada sehingga tidak ada produk dari

principal yang terlewatkan.

Meninjau langsung proses stock opname harian yang dilakukan

godown keeper atau pick-packer untuk mengecek dan memastikan

apakah hasil catatan atau laporan stock opname harian yang telah

dibuat sudah sesuai dengan fisik barang.

Melakukan penyelidikan terhadap selisih jumlah persediaan yang

signifikan.

Melakukan pengamatan langsung terhadap cara atau prosedur

perusahaan dalam menindaklanjuti atau memproses apabila

ditemukan barang rusak.

Melakukan evaluasi terhadap prosedur pengawasan fisik persediaan

yang diterapkan perusahaan untuk mendeteksi kelemahan yang dapat

terjadi.

Membuat kesimpulan audit.

7. Pemeriksaan atas pencatatan persediaan

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menilai apakah metode pencatatan

dan penilaian persediaan yang diterapkan perusahaan dapat mendukung

terciptanya pengelolaan persediaan yang efisien, efektif, dan ekonomis.

Prosedur audit :

Melakukan wawancara dengan bagian accounting untuk mengetahui

metode pencatatan persediaan dan penilaian persediaan yang

diterapkan oleh perusahaan.

75
Melakukan pengujian secara sampling atas pelaksanaan pencatatan

persediaan yang dilakukan oleh bagian accounting untuk memastikan

bahwa mereka telah mengikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku.

Melakukan perbandingan antara jumlah persediaan yang tercatat di

buku besar dengan jumlah barang rusak yang ada maupun jumlah

yang tercatat dalam kartu bin.

Melakukan evaluasi terhadap metode pencatatan dan penilaian

persediaan yang diterapkan perusahaan untuk mendeteksi kelemahan

yang dapat terjadi.

Buat kesimpulan audit.

IV.4. Pelaporan atas Temuan Permasalahan dan Rekomendasi Perbaikan

Dari hasil evaluasi dan analisa terhadap hasil wawancara, pengamatan, dan

kuisioner yang dilakukan di PT Indomarco Adi Prima yang telah disajikan sebelumnya,

penulis menemukan adanya beberapa temuan permasalahan mengenai pengelolaan

persediaan yang tidak efektif, tidak efisien, dan tidak ekonomis yaitu sebagai berikut :

1. Ketidaksesuaian antara dokumen PBR dengan fisik barang

Seperti yang sudah tertulis pada prosedur pengawasan fisik persediaan dimana

pengiriman barang rusak dari stock point ke depo harus disertai dengan dokumen resmi

(dokumen pengiriman barang rusak) untuk dicek nantinya oleh pihak depo apakah

barang rusak yang dikirim sudah sesuai dengan yang tertera atau tercatat pada dokumen

PBR (Pengiriman Barang Rusak). Lalu dari depo barang rusak tersebut dikirim ke

gudang cabang untuk ditampung di gudang khusus barang rusak.

76
Setelah itu penulis meninjau langsung ke depo untuk melihat bagaimana cara

kerja mereka dan sewaktu mereka mengecek barang rusak yang dikirim tersebut,

ditemukan dokumen PBR yang dikirim dari stock point tidak sesuai dengan jumlah fisik

barang bahkan ditemukan juga barang rusak yang dikirim tersebut ternyata kondisinya

masih baik (masih layak untuk dijual), seperti contohnya pada dokumen PBR tanggal 3

Juni 2009 tercatat jumlah produk Indomie rasa Soto yang rusak (bad stock) sebanyak 21

bungkus, jumlah produk Indomie rasa Ayam Bawang (bad stock) sebanyak 13 bungkus,

jumlah produk Susu Cair rasa Cokelat 1000ml (bad stock) sebanyak 17 kotak, dan

jumlah produk Susu Kental Manis rasa Cokelat (bad stock) sebanyak 9 kaleng, lalu

setelah dilakukan pemeriksaan kembali oleh pihak depo ternyata yang benar-benar rusak

(tidak layak jual) untuk produk Indomie rasa Soto hanya sebanyak 16 bungkus, untuk

produk Indomie rasa Ayam Bawang sebanyak 10 bungkus, untuk produk Susu Cair rasa

Cokelat sebanyak 13 kotak dan untuk produk Susu Kental Manis rasa Cokelat sebanyak

6 kaleng. Hal seperti ini merupakan bukti adanya inefisiensi karena bila kesalahan

seperti ini tidak terdeteksi oleh pihak depo maka perusahaan bisa mengalami kerugian.

Kriteria dari temuan atau kondisi ini sudah jelas bahwa seharusnya barang rusak

yang dikirim dari SP ke depo benar-benar sudah sesuai dengan apa yang tercatat di

dokumen PBR, baik secara fisik barang maupun jumlah barang yang ada sehingga pihak

depo tidak harus kembali lagi ke SP untuk mengirimkan kembali barang yang secara

fisik masih layak jual. Dari sini juga dapat dilihat bahwa seharusnya pihak SP lebih teliti

dalam melakukan pengecekan terhadap barang rusak yang ada sebelum nantinya dibawa

oleh pihak depo.

Selain itu penulis juga langsung meninjau ke stock point untuk menyelidiki

penyebab kesalahan yang terjadi. Dan dari hasil peninjauan ke stock point tersebut,

77
diketahui yang menjadi penyebab terjadinya masalah tersebut adalah kelalaian karyawan

stock point dalam mengecek dan menghitung jumlah barang rusak yang ada sebelum

dikirim ke depo karena jumlah barang rusak yang cukup banyak dan yang melakukan

pengecekan hanya 1 orang. Dari sini dapat dilihat bahwa pengendalian intern pada stock

point masih tidak berjalan dengan baik sebagaimana mestinya karena para petugas SP

terutama SPO tidak melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

Akibat dari ketidaksesuaian antara dokumen PBR dengan fisik barang yang ada

yaitu terjadi selisih stock antara jumlah barang yang terdata di komputer dengan jumlah

barang yang ada secara fisik. Selain itu, inefektifitas dan inefisiensi dari segi waktu juga

terjadi dimana pihak depo mau tidak mau harus kembali ke stock point untuk

mengembalikan barang yang kondisinya masih layak jual tersebut sehingga waktu yang

ada untuk mengirimkan barang rusak ke gudang cabang menjadi terbuang. Dan seperti

yang sudah disebutkan di atas bahwa apabila pihak depo tidak mendeteksi adanya

kesalahan tersebut maka perusahaan dapat mengalami kerugian.

Untuk menekan seminim mungkin terjadinya kesalahan yang sama dan dalam

rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi, maka penulis merekomendasikan kepada

perusahaan untuk memberikan arahan dengan tegas mengenai kedisiplinan dan ketelitian

khususnya kepada semua petugas stock point pada saat melakukan pemeriksaan kondisi

fisik dan jumlah barang rusak yang ada dan juga harus ada penambahan jumlah orang

yang mengecek barang rusak dimana semua petugas SP yang bersangkutan harus ikut

membantu proses pengecekan barang rusak yang ada sebelum nantinya dikirim ke depo

sehingga kesalahan yang sama tidak terulang kembali atau paling tidak memperkecil

kemungkinan kesalahan tersebut terulang kembali dan dapat meningkatkan efektifitas

dan efisiensi.

78
2. Pengiriman barang rusak tanpa disertai dokumen resmi

Seperti yang sudah tertulis pada prosedur pengawasan fisik persediaan dimana

pengiriman barang rusak dari stock point ke depo harus disertai dengan dokumen resmi

(dokumen pengiriman barang rusak) untuk dicek nantinya oleh pihak depo apakah

barang rusak yang dikirim sudah sesuai dengan yang tertera atau tercatat pada dokumen

PBR (Pengiriman Barang Rusak).

Setelah penulis meninjau langsung ke stock point untuk melihat bagaimana cara

kerja mereka dan melakukan wawancara terhadap SPO (Stock Point Officer) untuk

menanyakan secara langsung bagaimana penanganan terhadap barang rusak yang ada di

stock point, maka diketahui bahwa masih sering ditemukan pengiriman barang rusak ke

depo dengan dokumen manual yang ditulis tangan (bukan dokumen resmi yang dibuat

menggunakan komputer dari hasil update jumlah stock yang terdata di komputer stock

point).

Kriteria dari temuan atau kondisi ini adalah setiap pengiriman barang rusak harus

selalu disertai dengan dokumen resmi hasil cetak komputer, bukan sekedar dokumen

yang dicatat secara manual (tulis tangan) oleh SPO.

Dari hasil wawancara dan observasi itu juga, diketahui ada 3 hal yang menjadi

penyebab, yaitu pertama karena setiap barang rusak yang datang ke stock point dari retur

outlet ataupun yang ditemukan di stock point itu sendiri, tidak langsung dilakukan

pengecekan terlebih dahulu dan menyebabkan terjadinya penumpukan barang rusak

sehingga pada saat pihak depo datang mengirimkan barang sekaligus untuk membawa

barang rusak yang ada, pihak stock point terburu-buru menghitung, menjumlahkan, dan

mengecek barang rusak yang menumpuk dan tidak sempat meng-update ke komputer

lalu dicetak menjadi dokumen PBR, hanya mencatat secara manual di kertas. Dari sini

79
penulis dapat melihat adanya inefektifitas dan inefisiensi dalam mengelola barang rusak

yang ada di stock point dimana barang rusak yang ada dibiarkan menumpuk sampai pada

akhirnya mobil pengangkut dari pihak depo datang, baru dilakukan pengecekan dan

penghitungan. Inefektifitas terjadi karena proses pengecekan dan penghitungan

dilakukan tanpa persiapan dan terburu-buru apalagi dengan jumlah barang rusak yang

cukup besar dan jenisnya pun beragam sehingga akhirnya pembuatan dokumen PBR

hanya sempat dilakukan secara manual. Inefisiensi dari segi waktu juga terjadi karena

proses pengecekan dan penghitungan yang memakan waktu lama. Kemudian penyebab

kedua yaitu bisa saja dikarenakan listrik padam sehingga tidak dapat di-update ke

komputer dan hanya mencatat secara manual di kertas. Lalu penyebab ketiga yaitu bisa

saja dikarenakan komputer sedang error.

Akibat dari pengiriman barang rusak tanpa disertai dokumen resmi (PBR) yaitu,

terjadi perbedaan antara jumlah stock yang tercatat di komputer dengan jumlah stock

secara fisik. Oleh karena itu, penulis memberikan rekomendasi dimana apabila

ditemukan barang rusak harus langsung dilakukan pengecekan saat itu juga dan

langsung dicatat secara manual sebagai acuan dan catatan sementara misalnya seperti di

sebuah memo sehingga pada saat akan dikirim, SPO bisa langsung meng-update ke

komputer berdasarkan catatan atau memo yang sudah dibuat tanpa harus terburu-buru

mengecek dan menghitung barang rusak yang ada sehingga bisa lebih menghemat waktu

dan nantinya SPO bisa langsung mencetak dokumen PBR untuk disertakan dalam

pengiriman barang rusak ke depo. Sedangkan untuk mengatasi penyebab kedua dan

ketiga, penulis memberikan rekomendasi yaitu dengan dibuat dokumen pengiriman

barang rusak manual (yang ditulis tangan) rangkap 2 (bisa dengan difotokopi atau

dicatat ulang di kertas lain) yang nantinya lembar pertama tentu untuk diberikan ke

80
pihak depo dan lembar kedua disimpan di stock point sebagai arsip atau dokumen

sementara untuk dijadikan acuan nantinya pada saat akan diupdate ke komputer.

Diharapkan dengan adanya rekomendasi ini, tidak terjadi lagi atau menekan seminim

mungkin terjadinya pengiriman barang rusak yang hanya disertai dokumen manual,

sehingga aktifitas operasional perusahaan dapat tetap berjalan dengan efektif dan efisien.

3. Tidak ada jadwal yang teratur terhadap pengiriman barang rusak dari stock

point ke depo

Seperti yang tertulis pada prosedur pengawasan fisik persediaan dimana semua

barang rusak yang ada di SP baik itu yang ditemukan di SP maupun yang diretur dari

outlet nantinya akan dikirim ke depo disertai dengan dokumen pengiriman barang rusak

(PBR) yang dibuat oleh SPO (Stock Point Officer). Namun pengiriman barang rusak ke

depo dilakukan sendiri oleh pihak depo yang pada saat itu juga mengirim barang atau

produk ke SP. Dari sini dapat dilihat bahwa pengiriman barang rusak dari SP ke depo

hanya dilakukan apabila ada pihak dari depo yang datang mengirimkan barang ke SP,

dengan kata lain pengiriman barang rusak harus menunggu kedatangan dari pihak depo

dan SP tidak memiliki jadwal yang teratur untuk melakukan pengiriman barang rusak ke

depo. Selain itu dari hasil wawancara dan kuisioner terhadap petugas SP yang terkait

diperoleh informasi bahwa dalam kurun waktu 1 minggu tidak selalu ada pengiriman

barang dari depo ke SP (kedatangan depo ke SP), karena itu semua juga tergantung

permintaan suplai barang dari SP.

Karena tidak ada jadwal teratur terhadap pengiriman barang rusak dan hanya

menunggu kedatangan pihak depo, maka di SP terjadi penumpukan barang rusak,

padahal ukuran SP relatif lebih kecil dibandingkan dengan depo apalagi gudang cabang

dan tidak memiliki tempat atau ruang khusus untuk menyimpan barang rusak. Hal ini

81
juga menyebabkan inefektifitas dan inefisiensi dari segi operasional dimana barang

rusak yang menumpuk tersebut sangat mengganggu aktifitas operasional yang ada di SP,

terlebih lagi sangat memakan tempat untuk barang atau produk lain (bukan bad stock).

Agar pengiriman barang rusak dapat berjalan lebih efektif dan efisien sehingga

tidak mengganggu aktifitas operasional di SP, maka penulis merekomendasikan

perusahaan untuk membuat suatu jadwal pengiriman barang rusak yang teratur dimana

dalam setiap minggunya, SPO harus mengontrol jumlah barang rusak yang ada di SP,

apabila dirasa bahwa jumlah barang rusak yang ada sudah makin menumpuk maka

sehari sebelum barang rusak dikirim, SPO langsung menghubungi pihak depo dan

meminta pihak depo datang keesokan harinya untuk mengambil barang rusak di SP dan

dikirimkan ke depo. Dengan begitu diharapkan tidak terjadi lagi penumpukan barang

rusak di SP sehingga efektifitas dan efisiensi operasional perusahaan khususnya di SP

dapat tetap berjalan dengan efektif dan efisien.

4. Tidak ada pemeriksaan terakhir di gudang cabang terhadap barang rusak

yang dikirim dari depo

Dalam prosedur pengawasan fisik persediaan, dituliskan bahwa barang rusak

yang ada di SP dikirim ke depo oleh pihak depo, lalu di depo dilakukan pengecekan

antara kondisi dan jumlah fisik barang rusak yang dikirim dengan dokumen PBR.

Apabila sudah sesuai dengan dokumen PBR, maka barang rusak tersebut langsung

dikirim ke gudang cabang yang nantinya ditindaklanjuti dengan proses pemusnahan

barang rusak. Kemudian setelah dikonfirmasikan ke godown master, godown keeper,

godown supervisor, dan logistic manager, ternyata memang pengecekan terakhir

terhadap barang rusak hanya dilakukan di depo karena pada saat barang rusak telah

82
sampai di gudang cabang tidak dilakukan pengecekan atau pemeriksaan kembali dan

langsung ditampung di gudang khusus barang rusak.

Dengan tidak adanya prosedur pengecekan dan pencocokan oleh pihak gudang

cabang terhadap barang rusak yang datang dari depo dengan mengacu pada dokumen

PBR yang disertakan, maka tidak menutup kemungkinan bahwa ternyata dari sekian

banyak barang rusak yang datang dari depo masih saja terdapat beberapa barang yang

kondisinya masih baik atau layak jual sehingga terjadi inefisiensi yang dapat memicu

atau menyebabkan kerugian pada perusahaan, karena bisa saja pada saat di depo juga

terjadi kelalaian oleh petugas depo sewaktu melakukan pemeriksaan terhadap barang

rusak tersebut. Selain itu penulis juga melihat adanya kemungkinan indikasi lain yang

dapat menyebabkan terjadinya inefisiensi, dimana jumlah barang rusak yang datang ke

gudang cabang dari depo belum tentu sesuai atau sama jumlahnya dengan dokumen

PBR karena tidak ada lagi pengecekan dan pencocokan kembali oleh pihak gudang

cabang.

Jelas dalam hal ini bahwa rekomendasi yang diusulkan oleh penulis kepada

perusahaan agar dapat meningkatkan efisiensi yaitu diadakan prosedur pemeriksaan dan

pencocokan oleh pihak gudang cabang terhadap barang rusak yang datang dari depo

dengan mengacu pada dokumen PBR sebelum barang rusak tersebut dimasukkan ke

gudang khusus barang rusak sehingga dengan begini diharapkan bahwa semua barang

yang dimasukkan ke gudang khusus barang rusak adalah benar-benar barang rusak yang

sudah tidak layak jual dan jumlahnya sudah sesuai dengan yang tertera atau tercantum

pada dokumen PBR.

5. Pengisian kartu bin (stock) tidak lengkap (dalam arti tidak sesuai dengan yang

ada di gudang secara fisik)

83
Seperti yang sudah tertulis pada prosedur penerimaan persediaan dimana

sebelum barang dimasukkan ke dalam gudang terlebih dahulu diperiksa kuantitas, jenis,

dan masa kadaluarsa untuk setiap produknya (per karton) dan di cross-check antara

barang yang masuk ke gudang dengan BPB yang ada oleh pick-packer. Kemudian

barang yang masuk ke gudang fisik dicatat ke kartu bin oleh pick-packer, setiap pick-

packer menangani beberapa kartu bin dimana setiap kartu bin mewakili 1 jenis item atau

produk. Setelah itu BPB yang diterima oleh pihak gudang fisik nantinya dikembalikan

lagi ke bagian administrasi gudang untuk di-update ke dalam komputer.

Kriteria dari temuan atau kondisi ini adalah setiap barang yang masuk ke gudang

fisik harus selalu dicatat ke kartu bin oleh pick-packer tanpa ada yang terlewatkan agar

tidak terjadi perbedaan atau selisih stock pada saat dilakukan stock opname.

Dari hasil peninjauan ke gudang dan wawancara langsung dengan pick-packer,

maka dapat diketahui bahwa penyimpangan tersebut terjadi karena kelalaian pick-packer

dimana pada saat memposting kartu bin tidak dilakukan dengan teliti dan masih

diposting tanpa melihat atau menyesuaikan dengan BPB yang terlampir pada saat barang

masuk ke gudang, jadi hanya berdasarkan penghitungan dan pengecekan langsung

secara fisik terhadap barang atau produk yang masuk ke gudang sehingga kesalahan

penghitungan barang yang masuk dan kesalahan pencatatan ke kartu bin bisa terjadi.

Dapat dilihat juga bahwa pengendalian intern masih tidak dilakukan dengan baik karena

kurangnya pengawasan dari godown keeper terhadap para pick-packer yang merupakan

anak buahnya.

Akibatnya pada saat dilakukan stock opname ditemukan jumlah fisik barang

yang ada di gudang berbeda dengan jumlah stock yang tercatat di kartu bin.

84
Rekomendasi yang dapat diberikan penulis kepada perusahaan untuk

memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan tersebut dan dalam rangka

meningkatkan efektifitas dan efisiensi adalah dengan memberikan arahan yang tegas

kepada setiap petugas gudang fisik terutama kepada godown keeper dan pick-packer,

dimana setiap godown keeper harus mengontrol atau mengendalikan pick-packernya

masing-masing selama proses bongkar muat barang atau loading, dan setiap godown

keeper harus selalu mengawasi cara kerja pick-packer dalam pengertian bahwa pick-

packer harus selalu melakukan pengecekan dan penghitungan barang berdasarkan BPB

yang dilampirkan. Apabila ditemukan kartu bin tidak lengkap atau tidak sesuai dengan

jumlah barang secara fisik di gudang, maka yang harus bertanggungjawab adalah

godown keeper sehingga kedisiplinan terhadap pengendalian intern dapat terbentuk

antara godown keeper dan pick-packer.

6. Masih sering ditemukan selisih stock yang cukup besar (lebih dari Rp. 20.000)

Setelah dilakukan wawancara terhadap logistic manager, godown supervisor,

godown master, dan pick-packer, diperoleh informasi bahwa ternyata masih sering

ditemukan selisih stock yang cukup besar di gudang cabang dimana jika dinilai secara

nominal selisihnya bisa mencapai lebih dari Rp. 20.000,- per jenis item atau produk

sehingga dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian dan disini terlihat

adanya inefisiensi. Sewaktu melakukan peninjauan langsung ke gudang cabang dan

stock point juga ternyata memang ditemukan perbedaan atau selisih yang signifikan

antara jumlah barang secara fisik di gudang dengan jumlah yang terdata di komputer.

Kriteria dari temuan atau kondisi ini adalah seharusnya jumlah stock yang terdata di

komputer sesuai atau sama dengan jumlah barang atau stock yang ada di gudang fisik,

karena jika terjadi selisih kurang dalam arti jumlah stock di gudang lebih sedikit

85
daripada yang terdata jumlahnya di komputer, maka perusahaan dapat mengalami

kerugian apalagi jika selisihnya cukup besar.

Setelah menelaah lebih jauh dan melakukan wawancara terhadap pihak gudang

yang bersangkutan baik yang ada di gudang fisik maupun bagian administrasi gudang,

ditemukan beberapa indikasi yang besar kemungkinan dapat menjadi penyebab

terjadinya selisih stock yang cukup besar. Salah satu penyebabnya adalah karena masih

sering terjadi kesalahan atau penyimpangan prosedur dimana bagian administrasi

gudang langsung meng-update jumlah stock di komputer sebelum pihak gudang fisik

membongkar dan memasukkan barang ke gudang dan mengembalikan BPB tersebut ke

bagian administrasi gudang atau bisa juga karena pada hari itu gudang sudah penuh

sehingga barang yang diterima pada hari itu juga tidak dapat dimasukkan dulu ke

gudang sedangkan bagian administrasi gudang sudah meng-update jumlah stock ke

komputer terlebih dahulu. Penyebab lainnya adalah karena masih sering ditemukan

kesalahan atau penyimpangan dimana barang rusak yang dikirim dari SP ke depo hanya

disertai dengan dokumen manual secara tertulis sehingga terjadi perbedaan antara

jumlah stock yang terdata dikomputer dengan jumlah stock secara fisik.

Untuk menekan seminim mungkin selisih stock yang terjadi dan dalam rangka

meningkatkan efisiensi, maka hal pertama yang harus dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah dengan menciptakan pengendalian intern yang lebih baik terhadap lingkungan

pengendalian yaitu dengan cara, sewaktu pihak gudang fisik sudah selesai memasukkan

barang ke gudang maka BPB beserta surat jalan atau SPB langsung dikembalikan oleh

pihak gudang fisik ke godown supervisor, nantinya godown supervisor akan langsung

memberikan BPB dan surat jalan atau SPB tersebut ke admin gudang atau godown clerk

untuk diupdate ke komputer agar stock yang terdata di komputer sama atau sesuai

86
dengan stock di gudang fisik. Jika admin gudang belum menerima BPB dan surat jalan

atau SPB dari godown supervisor, maka admin gudang tidak boleh sembarangan

melakukan update stock ke komputer. Hal berikutnya yang harus dilakukan adalah pihak

gudang cabang harus memberikan arahan bahwa apabila terdapat barang rusak di SP

yang datang dari retur outlet harus segera dilakukan pengecekan dan pencatatan hari itu

juga ke sebuah memo atau catatan kecil sehingga pada saat barang rusak tersebut akan

dikirim ke depo, SPO bisa langsung meng-update ke komputer berdasarkan catatan kecil

atau memo yang sudah dibuat sebelumnya dan mencetak dokumen PBR untuk

disertakan pada waktu pengiriman barang rusak ke depo.

87

Anda mungkin juga menyukai