Oleh:
1. Ayu Budiarti (120110201062)
2. Mia Ratna Sari (120110201077)
3. Octa Margaretta (120110201090)
4. Anajilan Maulida (120110201091)
5. Istiqfariyanti Nur Afifa (120110201096)
6. Iyut Sri Wahyuni (120110201111)
1
2
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah Analisis Struktural dalam Naskah Drama Nyonya-
Nyonya karya Wisran Hadi. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan tugas mata kuliah Kajian Drama Indonesia I.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh Karena itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis
3
DAFTAR ISI
PRAKATA.......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1...................................................................................................Latar
belakang masalah...................................................................... 1
1.2...................................................................................................Permasa
lahan.......................................................................................... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Umum/ Manfaat ................................................
.......................................3
1.3.2 Tujuan Khusus/Tujuan .................................................. 3
1.4...................................................................................................Tinjauan
Pustaka....................................................................................... 3
1.5 Landasan Teori
1.5.1 Judul ............................................................................... 4
1.5.2 Wawancang dan Kramagung........................................... 4
1.5.3 Babak dan Adegan.......................................................... 4
1.5.4 Tema................................................................................ 4
1.5.5 Penokohan dan Perwatakan............................................. 5
1.5.6 Konflik.............................................................................. 5
1.5.7 Alur.................................................................................. 5
1.5.8 Latar................................................................................ 6
1.5.9 Teknik Dialog................................................................... 6
1.5.10 Tipe Drama..................................................................... 6
BAB II ANALISIS
2.5.1 Judul....................................................................................... 8
2.5.2 Wawancang dan Kramagung.................................................. 8
2.5.3 Babak dan Adegan................................................................. 9
2.5.4 Tema....................................................................................... 14
2.5.5 Penokohan dan Perwatakan................................................... 15
2.5.6 Konflik.................................................................................... 17
2.5.7 Alur......................................................................................... 19
4
2.5.8 Latar....................................................................................... 22
2.5.9 Teknik Dialog.......................................................................... 25
5
BAB I PENDAHULUAN
6
Tetangga (1977), Sandi Ba Sandi (1977), Payung Kuning (1977),
Simpang (1977), Astaga (1977), Anggun Nan Tongga (1977), Cindua
Mato (1977), Malin Kundang (1978), Malin Deman (1978), Perguruan
(1978), Putri Bungsu (1979), Tuanku Yayai (1979), Imam Bonjol
(1980), Terminal (operet, 1980), Kemerdekaan (1980), Baeram
(Kumpulan sandiwara: Baeram, Nilam sari, Nilonali, Sutan Pamenan,
Sabai, dan Isteri Kita, 1981), Pewaris (1981), Nurani (1981), Titian
(1982), Perantau Pulau Puteri (1982), Nyonya-nyonya (1982),
Tuanku nan Renceh (1982), Sabai Nan Aluih (naskah randai 1982),
Paimbang Dunia (naskah randai, 1982), Makan Pajamba (naskah
randai, 1983), Manjau Ari (naskah randai, 1984), Dara Jingga (1984),
Penyebrangan (1984), Senandung Semenanjung (1985), Jalan Lurus
(1985), Drama Perjuangan (1985), Teater Elektronik (1985), Kebun
Tuan (1985), Ibu Suri (1988), Matri Lini (1988), Salonsong (1988),
Ceramah Alamiah (1988), Mandi Angin (1999), Empat Sandiwara
Orang Melayu (2000).
Dari sekian banyak naskah drama karya Wisran Hadi, penulis
memilih naskah drama yang berjudul Nyonya-Nyonya (1982). Dari
naskah drama tersebut, penulis akan menggunakan kajian analisis
objektif atau yang sering disebut dengan analisis struktural.
Menurut Nurgiyantoro (2005:37) Analisis struktural karya sastra,
yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur
intrinsik fiksi yang bersangkutan. Dengan demikian, pada dasarnya
analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi
dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara
bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan.
7
1.2 Permasalahan
Bagaimana keterkaitan antar unsur struktural dalam naskah drama
Nyonya-nyonya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum/ Manfaat
Dengan adanya makalah analisis naskah drama ini, dapat
menambah wawasan serta pengetahuan kita akan bagaimana
cara menganalisis sebuah karya prosa dengan menggunakan
analisis struktural.
1.3.2 Tujuan Khusus/ Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini, agar kita semua dapat
mengetahui bagaimana cara menganalisis
sebuah karya prosa dengan menggunakan analisis struktural.
8
direpresentasikan dalam dialog naskah drama Nyonya-nyonya
karya Wisran Hadi tersebut.
9
Tema merupakan ide pokok pengarang dalam menuliskan
ceritanya. Tema menurut Stanton dan Kenny (dalam
Nurgiyantoro 2005:67) adalah makna yang dikandung oleh
sebuah cerita. Menurut Nurgiyantoro (2005:82) membagi
tema menjadi dua yaitu tema mayor dan tema minor. Tema
mayor ialah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau
gagasan dasar umum karya itu. dan makna-makna tambahan
inilah yang dapat disebut sebagai tema minor. Menurut Esten
(dalam Maslikatin 2007:25) untuk menentukan tema mayor
ada tiga cara yaitu: menentukan persoalan mana yang
menonjol, menentukan persoalan mana yang paling banyak
menimbulkan konflik, menentukan persoalan mana yang
membutuhkan waktu penceritaan.
1.5.5 Penokohan dan Perwatakan
Penokohan dan perwatakan merupakan istilah yang berbeda.
Penokohan merupakan cara pengarang dalam menentukan
tokoh-tokohnya dalam cerita tersebut. Sedangkan perwatakan
merupakan cara pengarang dalam menentukan watak atau
karakter pada setiap tokoh dalam cerita tersebut. Menurut
Maslikatin (2007:25) tokoh merupakan unsur yang sangat
penting dalam karya sastra. Tanpa tokoh cerita, karya sastra
(prosa tidak bisa berjalan, karena tokohlah yang bertugas
menyampaikan cerita (informasi/amanat) kepada pembaca.
Berdasarkan tingkat kepentingannya dalam cerita, tokoh
dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan.
Tokoh utama ialah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam karya sastra. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian. Sedangkan tokoh bawahan ialah tokoh yang
keberadaannya mendukung tokoh utama. (Nurgiyantoro,
2005:176).
1.5.6 Konflik
Konflik merupakan sebuah pertentangan antar tokoh dalam
sebuah karya sastra prosa. Menurut Wellek & Warren (dalam
10
Nurgiyantoro 2005:122) konflik adalah sesuatu yang dramatik,
mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang
seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.
Stanton (dalam Maslikatin, 2007:126) membagi konflik
menjadi tiga yaitu konflik internal (internal conflict), konflik
eksternal (external conflict), central conflict. Konflik Internal
adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik
eksternal merupakan konflik yang terjadi antara seseorang
dan segala sesuatu di luar dirinya, bisa orang atau alam. Dari
kedua konflik itu muncul konflik sentral. Konflik sentral dapat
berasal dari konflik internal, konflik eksternal, atau perpaduan
antara konfik internal dan eksternal.
1.5.7 Alur
Alur merupakan urutan kejadian atau peristiwa dalam sebuah
cerita karya sastra prosa. Menurut Maslikatin (2007:39) alur
merupakan susunan cerita. Setiap pengarang mempunyai cara
untuk menyusun ceritanya. Dalam drama alur memegang
peranan penting. Karena naskah drama baru dianggap selesai
kalau sudah dipentaskan, maka alur cerita harus tergambar
jelas di naskah dan harus bisa dipentaskan. (Maslikatin,
2007:129).
1.5.8 Latar
Latar merupakan tempat,keadaan atau kondisi dalam cerita
yang digambarkan oleh pengarang. Menurut Abrams (dalam
Nurgiyantoro, 2005:216) Latar atau setting yang disebut juga
sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Unsur latar dapat
dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat,
waktu, dan sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi. Latar waktu merupakan latar yang berhubungan dengan
masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang
11
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Sedangkan latar sosial
menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. (Nurgiyantoro, 2005:227-233).
1.5.9 Teknik Dialog
Teknik dialog merupakan sebuah cara pengarang
menggambarkan atau menyampaikan jalan ceritanya.
Maslikatin (2007:139) menyatakan dialog merupakan bqgian
yang sangat penting dalam naskah drama karena naskah
drama merupakan deretan-deretan dialog. Menurut Boulton
(dalam Maslikatin, 2007:139) membagi teknik dialog menjadi
dua bagian, yaitu: pertama the technique of dialogue
individuals: teknik dialog sendiri (monolog) dan the technique
of dialogue conversation: teknik percakapan, dialog antara
tokoh satu dan tokoh lain.
1.5.10 Tipe Drama
Tipe drama merupakan karakter atau sifat yang pengarang
terapkan dalam naskahnya. Menurut Boulton (dalam
Maslikatin, 2007:141) membagi drama menjadi 17 macam,
yaitu (1) drama tragedi, (2) melodrama, (3) heroic play (drama
kepahlawanan), (4) problem play (drama problema), (5)
comedy (komedi), (6) comedy of errors (komedi kekeliruan
atau kesalahan), (7) comedy of manners (komedi bergaya
aneh), (8) sentimental comedy (komedi sentimental), (9)
comedy of character/humor (komedi watak/humor), (10) farce
(lawak), (11) drama of ideas (drama ide), (12) didaktic play
(drama didaktik), (13) history play (drama sejarah), (14)
drama tragedi-komedi, (15) symbolic play (drama simbolik),
(16) drama tari, dan (17) pantomime (pantomim).
12
BAB II PEMBAHASAN
2.5.1 Judul
Judul merupakan sebuah inti keseluruhan cerita yang ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca.
Dari karya sastra bergenre drama yang penulis analisis,
naskah drama yang berjudul Nyonya-Nyonya karya Wisran
Hadi, judul tersebut sangat jelas sekali menunjukkan tokoh
utamanya. Sehingga penulis menyimpulkan, judul dari naskah
drama tersebut menunjukkan tokoh utama yaitu Nyonya.
13
2.5.3 Babak dan Adegan
Menurut Sumardjo dan Saini (dalam Maslikatin 2007:114)
Babak merupakan bagian dari naskah drama yang
menerangkan semua peristiwa yang terjadi di suatu tempat,
pada urutan waktu tertentu atau kesatuan peristiwa yang
terjadi pada suatu urutan waktu. Sedangkan Adegan ialah
bagian dari babak yang batasnya ditentukan oleh perubahan
peristiwa yang disebabkan oleh datang dan perginya seorang
atau lebih tokoh.
Babak dalam naskah drama nyonya-nyonya, terbagi dalam
empat babak. Yaitu:
a. Babak pertama terjadi di teras.
Data:
- Nyonya : (MEMATIKAN TAPE RECORDER DAN
DATANG DENGAN BERANG MENEMUI TUAN) Bagus
sekali, Tuan! Bagus. Tentu Tuan sudah menyusun alasan
pula untuk dapat berdiri di teras rumahku ini. Hari telah
malam, taksi tidak ada yang lewat, ramalan TV meleset,
dan sebagainya, dan sebagainya! Apa kata orang-orang
itu nanti, kalau mereka melihat Tuan terus berdiri disini.
Kalau disangka Tuan sedang bermain drama ya...
mungkin tidak apa-apa. Tapi, kalau mereka menyangka
Tuan sedang mengintai saya yang sedang berdanda di
kamar kan susah. Ekor persoalannya, Tuan. Ekornya.
(hal.116)
- Nyonya : Tuan mengira teras rumahku ini halte bus!
Tak useh, ye! Ayo, pergi! Jangan berdiri di situ! Pergi!
Namauku tidak boleh cacat di mata umum. Berapa kali
harus kukatakan pada Tuan! Namaku, namaku! Apa
semua pedagang barang antik selalu tuli! (hal.117)
14
- Tuan : Duduk di kursi makan tanpa memakan sesuatu
maka fungsi kursi makan sebagai kursi makan telah kita
abaikan. Setidak-tidaknya ada minum lah, atau
makanan ringan. (hal.163)
- Tuan : (MARAH SEKALI DAN BERDIRI DI ATAS KURSI)
Nyonya ini bagaimana?! Saya sudah membeli kursi,
Nyonya tahu, sekarang sayalah pemilik kursi ini. Soal
akan saya gunakan untuk kursi makan atau untuk
berdiri, itu persoalan saya sebagai pemilik. Nyonya
jangan coba-coba mengusir seorang yang sedang berdiri
di atas miliknya. Nyonya bisa ke pengadilan! Ke
pengadilan, Nyonya!
(TURUN DARI KURSI)
Ah, Nyonya telah membangkitkan nafsu amarah saya.
Maaf.
(DUDUK LAGI)
Adegan 2:
15
Ketika Ponakan A datang, terjadi adu argumen antara
Nyonya dan Ponakan A. Dimana Ponakan A menagih uang
tanah pusaka kepada Nyonya. Data:
Nyonya : Jadi, kamu menganggap uang itu digunakan
datukmu untuk keperluanku?
Ponakan A: Kalau tidak, ke mana larinya uang sebanyak
itu? beli mobil, tidak. Pakaian mewah, tidak. Naik
haji, belum! Kawin lagi, juga tidak.
Nyonya : tanyakan saja pada datukmu.
(hal.130)
Adegan 2:
Ketika istri tiba-tiba datang dan marah-marah pada Tuan.
Data:
Istri : (NAIK PITAM) Apa halooo! Apa sayaaang! Nasi
sudah dingin gara-gara menunggumu! Katanya,
kau akan pulang cepat! Nyatanya parkir disini!
Lalu, kau bilang, Halo sayang. Bilang saja,
Halo babu!, Halo kucing dapur! Sudah
beranak tujuh masih bilang sayang hah... ! Di
rumah orang lagi!
(hal.147)
Adegan 3:
Ponakan B dan C mendatangi rumah Nyonya. Data:
Ponakan B : Ini rumahnya! Uh! Lebih mewah daripada
rumah kepala imigrasi!
Ponakan C : Baru lagi! Besar dan mewah.
Ponakan B : O, pantas! Uang pusaka kita dihabiskan
Datuk untuk membangun rumah ini!
(hal.151)
Adegan 4:
Nyonya datang dan Ponakan B dan Ponakan C merubah
sikapnya, ketiga tokoh saling beradu argumen. Data:
16
Ponakan C : Kami punya bukti yang cukup.
Ponakan B : (MENGELUARKAN SELEMBAR KERTAS DARI
DALAM TASNYA). Ini. Bukti tertulis.
Pengakuan datuk kami.
Nyonya : Jadi, dia mengakui? Apa yang diakuinya?
Ponakan B : (MEMBACA KERTAS ITU BERBISIK-BISIK)
Pokoknya, uang tanah pusaka lebih
diserahkan pada istrinya.
hal.155)
Adegan 5:
Ketika ponakan A tiba-tiba datang dengan membawa pisau
mengancam Nyonya dan lainnya. Data:
Nyonya : Nah, itu dia! Itu dia! Uang marmerku!
Uang marmerku!
Ponakan C : Kau mau apa kesini! Pergi! Pembagianmu
sudah kau terima sendiri, kan?
Ponakan A : Siapa yang bicara akan kubungkam.
Nyonya : (MENANGIS) Uang marmerku. Uang
marmerku.
Ponakan A : Bagianku mana!?!
Ponakan C : Bagian apa lagi?
Ponakan A : Kalaau tidak dibagi rata, tak seorang pun
yang bisa selamat keluar dari rumah ini.
(hal.160)
Adegan 2:
Ketika tiba-tiba ketiga ponakan masuk rumah.
Data:
Ponakan A : Tidak ada orang! Sialan!
Ponakan B : (TERUS MERATAP) O... datukku. Datuk
telah malang. Dapat isteri, tapi... .
Ponakan A : Jangan terus meratap. Tidak ada orang!
(hal.168)
17
Adegan 1:
Ketika Nyonya berada di dalam kamar, lalu Tuan datang
dan tiba-tiba masuk.
Data:
Nyonya : Keterlaluan! Keluar!
Tuan : Maaf, Nyonya.
Nyonya : Ini kamarku, Tuan!
(hal.170)
Adegan 2:
Ketika ketiga Ponakan memasuki rumah dengan meratap.
Data:
Ponakan A : O, datukku. Datukku. Ini kemenakanmu.
Ini. Percayalah, Datuk. Istrimu tidak ada
gunanya, tidak ada artinya lagi... .
Ponakan B : O, datukku yang malang. Kau meninggal
tanpa didampingi istrimu. O, nasib Datuk,
malang sepaling malang... .
Ponakan C : O, Datuk. Kami hanya bisa meratap.
Dengan ratapan, kau ku antar ke
kuburan... .
(hal.175)
Adegan 3:
Ketika Istri tiba-tiba datang. Data:
Istri : Aku punya bukti cukup. Suamiku telah berbuat...
ah malu aku. Suamiku tentu berada di rumah ini.
O, kekasih hatiku. Pulanglah dikau. Kucing
dapurmu datang memanggil... .
(hal.176)
Adegan 4:
Ketika Nyonya mempertahankan untuk berdiri. Data:
Tuan : Nyonya, apa Nyonya kira tidak ada akibatnya
kalau berdiri terlalu lama? Lutut Nyonya bisa
bengkak dan kecantikan Nyonya akan berkurang.
Apa gunanya wajah cantik, tapi berlutut besar.
(hal.177)
Adegan 5:
Ketika para Ponakan dan Istri terkejut melihat Tuan dan
Nyonya.
Ponakan A : Tuan!
Ponakan B : Tuan!
Ponakan C : O, kau sialan! Ekornya. Ekornya.
Istri : (DATANG TERGESA) Suamiku! Suami!
Suamiku, suamiku, suami, suam, suam... .
18
(TERGELETAK). (PINGSAN MELIHAT TUAN
BERPELUKAN DENGAN NYONYA).
(hal.181)
2.5.4 Tema
Tema merupakan ide pokok pengarang dalam menuliskan
ceritanya. Dalam analisis ini, penulis menggunakan landasan
teori dari Burhan Nurgiyantoro (2005:82) yang membagi tema
menjadi dua yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor
ialah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan
dasar umum karya itu. dan makna-makna tambahan inilah
yang dapat disebut sebagai tema minor.
Tema mayor dalam naskah drama Nyonya-nyonya:
Orang-orang munafik yang saling menjaga nama baik
Data:
Tuan : Terserah Nyonya, kata saya. Masuk penjara dan
nama baikk Nyonya hancur atau...? (MENYERAHKAN
UANG DENGAN PAKSA)
Nyonya : (MENERIMA UANG DENGAN GUGUP) Ya Tuhan.
(MENCIUM UANG ITU BEBERAPA KALI) Jadi, Tuan tidak
akan mengatakannya pada siapa pun juga, bukan?
(halaman 127, babak 1)
Ponakan C : Dengan uang ini, nama kita sebagai
kemenakan akan pulih kembali. Kita bayar semua
ongkos rumah sakitnya!
Ponakan A : Ya. Dengan begitu, tidak ada seorang pun
lagi yang menuding kita. Kita harus buktikan bahwa
sampai sekarang para kemenakan masih setia dan
hormat pada datuknya.
Ponakan B : Ya. Bila ongkos rumah sakit telah kita
bayar, orang-orang tidak lagi menuduh kita tidak tahu
adat.
(halaman 161, babak 2)
19
Ponakan A : Ternyata sekarang Datuk belum juga
boleh bicara?
Nyonya : Soal datukmu dapat bicara atau tidak, itu
urusan lain. Tapi, perlu kujelaskan padamu bahwa aku
sebagai istrinya telah berbuat. lebih dari segalanya.
Kalau suamiku itu punya banyak kemenakan, coba
mana kemenakannya yang datang atau ikut membantu
biaya perawatannya? Tidak seorang pun! Hanya kamu
sendirilah yang datang, itu pun untuk urusan tentang
uang tanah pusakamu! Tapi benar juga, suamiku
menganggap bahwa kemenakannya yang banya itu
hanya tahu pada hak tapi tidak pada kewajiban. Sudah
begitu besarnya pengorbananku, aku malah dicurigai.
Ekornya nanti. Ekor persoalan begini tidak baik.
(halaman 131-132, babak 1)
Istri : (NAIK PITAM) Apa halooo! Apa sayaaang! Nasi
sudah dingin gara-gara menunggumu! Katanya, kau
akan pulang cepat! Nyatanya parkir di sini! Lalu, kau
bilang, Halo sayang. Bilang saja, Halo babu!, Halo
kucing dapur!. Sudah beranak tujuh masih bilang
sayang hah... ! Di rumah orang lagi!
Tuan : Sabar. Sabar, sayang. Kau harus mengerti
bagaimana peliknya dunia bisnis. Berkali-kali hal seperti
ini kukatakan, tapi kau tidak kunjung paham. Aku baru
saja terlibat pertengkaran. Masa kursi begini dikatakan
harganya enam ratus ribu?
(halaman 147, babak 1)
- Keserakahan terhadap harta dapat menimbulkan
perselisihan.
Data:
Nyonya : (TERUS MENGHITUNG UANG, MENANGIS)
Tidak. Tidak. Aku tidak akan menjualnya. Nanti suamiku
akan kehilangan kursi. Ibuku akan jatuh pingsan karena
tidak punya kursi lagi.
Tuan : Ingat, Nyonya. Pembatalan secara sepihak
dalam perdagangan bisa dituntut di pengadilan.
(halaman 146, babak 2)
Nyonya : Aku? Aku? Serupiah pun aku tidak
menerima uang itu.
Ponakan B : Tapi, rumah mewah ini? Dengan kursi-
kursinya?
Nyonya : Ibuku yang membelinya.
Nyonya : Tidak mungkin.
(halaman 156, babak 2)
20
Penokohan dan perwatakan merupakan istilah yang berbeda.
Penokohan merupakan cara pengarang dalam menentukan
tokoh-tokohnya dalam cerita tersebut. Sedangkan perwatakan
merupakan cara pengarang dalam menentukan watak atau
karakter pada setiap tokoh dalam cerita tersebut.
Dalam Naskah Drama Nyonya-nyonya pengarang menentukan peran
masing-masing tokoh, berikut :
1. Nyonya
Seorang perempuan masih muda dan cantik yang mempunyai sifat
materialistis, ceroboh, serakah, munafik,dan penakut.
Data:
Nyonya : Ha? Gedung pertunjukan? Masa bodoh! Tapi kan
cukup mahal, Tuan! Terasnya dari marmer! Tuan tahu harga
tempat tuan berdiri saat ini? (halaman 123, babak 1)
Nyonya : Khusus teras, lima ratus ribu!
Tuan : Lima ratus ribu? Bohong! Nyonya jangan terlalu
banyak mengambil keuntungan untuk rumah Nyonya sendiri.
(halaman 123, babak 1)
2. Tuan
Seorang pedagang barang antik yang tidak mempunyai sopan santun,
boros, munafik dan berani.
Data:
TUAN DATANG DAN LANGSUNG DUDUK DI KURSI.
DIA DUDUK DENGAN SANGAT ENAK. SEMENTARA
ITU, NYONYA DATANG TERENGAH-ENGAH. DIA
KESAL SEKALI KARENA TIDAK BERHASIL MENGEJAR
PONAKAN A. DIA TERKEJUT MELIHAT TUAN SUDAH
DUDUK DI RUANG TAMU. LALU, SEMUA
KEKESALANNYA ITU DILAMPIASKAN KEPADA TUAN.
( halaman 139, babak 2)
Tuan : Jangan mengalihkan persoalan, Nyonya. Kalau Nyonya
tidak mematuhi undang-undang perdagangan, saya akan pergi
ke pengadilan sekarang juga! Nyonya akan saya tuntut telah
berbuat seenaknya terhadap konsumen. Nama Nyonya akan
jatuh. Nyonya akan di penjarakan! Bahkan, nama suami
Nyonya sendiri akan dilibatkan. Rumah ini akan disita. Apa
Nyonya mau risiko begitu? (halaman 125, babak 1)
Istri : Semua orang pasti berusaha mempertahankannya.
Apalagi kursi seperti ini. (DUDUK) Empuk lagi. Berapa
harganya?
Tuan : Enam ratus ribu.
Istri : Berapa kau tawar?
Tuan : Kubayar tujuh ratus ribu.
(halaman 148, babak 2)
21
3. Ponakan A
Keponakan Datuk (suami Nyonya) yang materialistis dan munafik.
Data:
Nyonya : Karenanya, kamu tidak berhak mencurigai harta
bendaku.
Ponakan A : Tapi, berhak mengetahui di mana uang tanah
pusaka itu disimpan datukku.
(halaman 131, babak 1)
Ponakan A : Aku tidak perlu uangmu, tapi uang penjualan
tanah pusaka.
Nyonya : Apa pun namanya, ini tetap uang dan nilainya
sama. (MEMASUKKAN UANG KE DALAM TAS
PONAKAN A)
Ponakan A : (MEMBIARKAN TASNYA BEGITU SAJA)
Tidak mau!
Nyonya : Ini. Lagi. (MEMASUKKAN LAGI SEJUMLAH
UANG KE DALAM TAS PONAKAN A)
Ponakan A : (MEMBIARKAN TASNYA BEGITU SAJA)
Tidak mau.
Nyonya : Ini. Lagi.
Ponakan A : Tidak mau.
Nyonya : Ini. Lagi.
Ponakan A : (MERASA MENANG DAN MERABA-
RABA TASNYA)
(halaman 137, babak 1)
4. Ponakan B
Keponakan Datuk (suami Nyonya) yang materialistis dan munafik.
Data:
Ponakan B : Kalau uang masih berada di bank, harus segera
dikeluarkan.
(halaman 154, babak 2)
Ponakan B : Kalau tidak karena siasatku, belum tentu kita
berhasil.
(halaman 157, babak 2)
5. Ponakan C
Keponakan Datuk (suami Nyonya) yang materialistis dan munafik.
Data:
Ponakan C : Uang itu harus didapatkan!
(halaman 154, babak 2)
Nyonya : Ini uangnya.
Ponakan C : Berapa?
Nyonya : Tujuh ratus ribu.
Ponakan C : Hanya segini? (MENGAMBIL UANG ITU
DARI TANGAN NYONYA)
2.5.6 Konflik
22
Konflik merupakan sebuah pertentangan antar tokoh dalam
sebuah karya sastra prosa. Stanton (dalam Maslikatin,
2007:126) membagi konflik menjadi tiga yaitu konflik internal
(internal conflict), konflik eksternal (external conflict), central
conflict.
a. Konflik Eksternal
Dibagi menjadi dua, yaitu:
a.1. Konflik Fisik
Konflik manusia dengan alam. Data:
Tuan : Drastis! Perubahan cuaca memang sulit
dipastikan, walaupun televisi setiap malam
mengumumkan ramalannya. Sulitnya disini,
mereka meramal tanpa memperhitungkan kondisi-
kondisi lain. akibatnya, yang jadi korban selalu
saja orang-orang seperti saya. Berdiri berjam-jam
sejak senja, taksi tidak ada yang lewat, dan
malam tiba-yiba saja turun!
Mestinya pedagang barang antik seperti saya ini
harus dilindungi dari bencana alam yang datang
mendadak. Bukan hanya karena langkahnya
pedagang barang antik itu sendiri yang sudah
langka sekarang.
Tetapi, ah! Orang-orang itu! jangankan untuk
melindungi saya, mereka datang kesini maunya
hanya duduk, berderet-deret dalam gelap lagi-
berbisik mengunjingkan saya dan menunggu-
nunggu tindakan apa lagi yang akan saya lakukan.
(halaman 115, babak 1)
23
ini sekiranya, Nyonya, saya berada di dalam
rumah Nyonya, pantas Nyonya curiga.
(halaman 117, babak 1)
- Nyonya : Tutup mulutmu! Bagaimanapun
juga, aku istrinya. Tercinta dan terpercaya.
Ponakan A : Aku kemenakannya. Yang selalu
setia menjaga tanah pusaka!
Nyonya : Baiklah. Lalu, kamu mau apa?
Ponakan A : Serahkan uang penjualan tanah
pusaka kami.
Nyonya : (JENGKEL SEKALI) Kemenakan
suamiku yang terhormat, tidak serupiah pun
uangmu disimpan disini!
Ponakan A : Pasti ada. Pasti! Sudah
kutanyakan pada dukun-dukun, dan dan
jawabannya sama!
Nyonya : Dukun? O, tidak. Tidak. Tidak
ada disini!
Ponakan A : Pasti. Kalau tidak... .
(MENGELUARKAN PISAU DARI DALAM TAS DAN
MENGANCAM) Ini!
Nyonya : (GUGUP SEKALI) Ekornya...
ekornya tidak baik. Namaku nanti hancur.
Ponakan A : Ekor kamu pun akan kutusuk!
Aku tidak segan-segan melakukannya biar di
depan orang ramai sekalipun!
Nyonya : Ekornya... ekornya... simpanlah.
Simpan.
(halaman 136, babak 1)
b. Konflik Internal
Dalam naskah drama yang penulis analisis kali ini, penulis tidak
menemukan adanya konflik internal dalam masing-masing
tokoh.
2.5.7 Alur
Naskah drama Nyonya-Nyonya karya Wisran Hadi menggunakan
alur maju. Drama ini terdiri dari empat babak. Dari setiap
babak ke babak berikutnya merupakan kelanjutan cerita dari
babak sebelumnya. Kejadian yang terjadi pada babak kedua
sebagai sebab-akibat dari kejadian di babak pertama, begitu
seterusnya.
24
Menceritakan Nyonya yang terganggu karena Tuan tidak juga
pergi dari depan tersanya. Nyonya takut nama baiknya akan
tercemar karena Tuan tidak cepat pergi dari depan rumahnya.
Dialog Nyonya:
Nyonya : Nama baikku, Tuan. Nama baikku nanti rusak.
Hingga Tuan membeli marmer tempatnya berdiri
agar tidak diusir oleh Nyonya. Marmer milik
Nyonya terpaksa harus dijual karena adanya
tawar-menawar harga mermer dan nyonya tidak
bisa menolak menjual marmernya karena Tuan
akan mengadukan ke pengadilan yang dapat
membuat nama baiknya tercemar.
Dialog Tuan :
Tuan : Baiklah. Pembangunan rumah Nyonya ini
memang tidak saya ketahui secara persis
biayanya. Nah, coba Nyonya jelaskan berapa
harga marmer, pemasangan, fondasi, atapnya,
dan... .
....
Tuan : Jangan mengalihkan persoalan, Nyonya. Kalau Nyonya tidak
mematuhi undang-undang perdagangan, saya akan pergi ke
pengadilan sekarang juga! Nyonya kan saya tuntut telah berbuat
seenaknyaterhadap konsumen. Nama Nyonya akan jatuh.
Nyonya akan dipenjarakan! Bahkan, nama suami Nyonya
sendiri akan dilibatkan. Rumah ini akan disita. Apa Nyonya
mau risiko begitu?
25
Dialog Ponakan A
Ponakan A : Datuk berjanji akan membagi-bagikan uang itu
kepada kami. Setelah setahun ditunggu, berita
saja tidak... apalagi pembagian uang. Tentu
datukku telah menghabiskannya sendiri.
...
Ponakan A: Pasti. Kalau tidak... .
(MENGELUARKAN PISAU DARI DALAM TAS DAN
MENGANCAM) Ini!
Dialog Ponakan B
Ponakan B : Apakah uang itu ada, dan berada di mana.
Dialog Nyonya
Nyonya : (MENJERIT SEKUAT-KUATNYA)
Aaaiiii! Ya ampun. Bagaimana ini? Kalian akan mengadukan
aku ke pengadilan? Ekornya. Ekor persoalan ini tidak baik. Ya,
ampun. Jadi kedatangan kalian berdua hanya untuk itu? bukan
untuk melihat Datukmu yang lagi sakit? Apa kalian tega
mengadukan istri Datukmu sendiri ke pengadilan?
...
Nyonya : Pengadilan? Ya ampun? Namaku ekornya.
(KETAKUTAN) Baik. Baiklah. Ya, ya aku ikut mengakui
sesuai dengan pengakuan suamiku. Ya, ya uang itu ada di sini.
Biar kuambil (LARI KE DALAM)
...
Nyonya : Ini uangnya.
26
Menceritakan Nyonya yang lagi-lagi terganggu dengan ulah
Tuan yang duduk dengan enak di atas kursi makan. Terjadi jual
beli kursi makan, dengan alasan yang tetap sama yaitu agar Tuan segera pergi
dari Ruang makan dan nama baik Nyonya tidak tercemar.
Dialog Nyonya
Nyonya : Tuan, haruskah aku menjual kursi yang Tuan duduki itu agar
Tuan tidak lagi di situ?
...
Nyonya : Tuan mau beli kursi itu atau tidak?
...
Nyonya : Kalau Tuan tidak mau membelinya, pergi!
Dialog Tuan
Tuan : Jadi, saya dipaksa untuk membeli kursi Nyonya?
...
Tuan : Baik. Berapa?
...
Tuan : Itu bukan alasan perdagangan, Nyonya. Kalau mau mengusir
saya, kan ada polisi. Tapi ekornya Nyonya, ekornya. Polisi akan
menyeret kita ke pengadilan. Nyonya tidak ingin merusak nama
Nyonya sendiri, bukan? Coba Nyonya, apa alas an Nyonya yang
tepat?
...
Tuan : Jadi, harganya tetap seratus ribu,kan?
Dialog
Nyonya :Segala sesuatunya Tuan hubungkan dengan fungsi. Apa Tuan
akan menyeretku lagi agar menjual tempat tidur itu?
Tuan : Tidak hanya tempat tidur, Nyonya
Nyonya : Tidak hanya tempat tidur? Tempat dudukku ini juga Tuan
beli? Tidak bisa, Tuan! Tidak bisa.
Tuan : Dalam perdagangan semuanya bisa terjadi, Nyonya. Asal ada
persetujuan. Kalau Nyonya mau menjualnya, ini misalnya saja
Nyonya seharga tujuh ratus dua puluh lima ribu dan saya pun
setuju membayarnya maka apa yang Nyonya katakan tidakn
bisa akan menjadi bisa
27
Nyonya :Apa sebenarnya yang Tuan inginkan?
Tuan : Hanya mengikuti kecendurngan saya sebagai pedagang.
Membeli segala sesuatu yang mungkin dibeli dan
memungkinkan memperoleh sedikit keuntungan
Nyonya : Bila kujual kursiku ini dan tempat tidur itu, nanti Tuan tentu
akan membeli yang lain lagi
Tuan : Tergantung pada peluang yang Nyonya sediakan. Tapi hari ini
tidak, Nyonya. Jika Nyonya mau menjual kursi dan tempat tidur
Nyonya, itulah usaha bisnis terakhir saya hari ini
Nyonya : Terakhir?
Tuan : Ya. Tidak percaya? Tanya istri saya
Nyonya : Baik, agar Tuan segera angkat kaki dari kamar ini, kursi dan
tempat tidur itu akan kujual sebagaimana yang Tuan inginkan.
Berapa?
...
Nyonya : Tuan, bagaimana caranya agar Tuan tidak memegangi kakiku
lagi?
Tuan : Sebagaimana siasat Nyonya selama ini
Nyonya : Jadi, Tuan juga akan membeli tumitku
Tuan : Daripada darah Nyonya naik ke kepala!?
Nyonya : Baik, bila Tuan telah menyerahkan uangnya segera lepaskan
kakiku
Tuan : Ya, Nyonya
2.5.8 Latar
Latar merupakan tempat,keadaan atau kondisi dalam cerita
yang digambarkan oleh pengarang. Nurgiyantoro membagi
unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat,
waktu, dan sosial.
a. Latar Tempat
Merupakan penggambaran lokasi terjadinya peristiwa
dalam sebuah karya sastra.
Dalam drama Nyonya-nyonya karya Wisran Hadi ini,
penggambaran latar banyak terjadi di berbagai tempat.
1) Di Teras ( Perdebatan antara Tuan dengan nyonya
tentang barang antik ) data:
Nyonya : Tuan mengira terus rumahku ini halte bus !
Tak useh, ye! Ayo, pergi! Jangan berdiri disitu! Pergi!
Namaku tidak boleh cacat dimata umum. Berapa kali
harus kukatakan pada tuan! Namaku, namaku! Apa
semua pedagang barang antik selalu tuli !
Tuan : Tenggang rasa sedikit, Nyonya. Saya hanya
sebentar saja. (hal.117)
2) Di Ruang Tamu.
Data:
28
- Tuan : Sangat tahu Nyonya. Tapi, kalau kursi
ini dinamakan kursi tamu tentu semua tamu berhak
duduk disini. (hal.140)
- Nyonya : Apa? Tuan mau meminjam kursi ini?
Membawanya keluar? Tuan! Bila kursi ini tidak
berada lagi di ruang tamu, namanya bukan kursi
tamu lagi. Tuan jangan coba-coba mengubah nama
barang-barang yang berada di rumahku ini. (hal.142)
3) Di Ruang Makan.
Data:
- Tuan : Duduk di kursi makan tanpa memakan
sesuatu maka fungsi kursi makan sebagai kursi
makan telah kita abaikan. Setidak-tidaknya ada
minum lah, atau makanan ringan. (hal.163)
- Tuan : (MARAH SEKALI DAN BERDIRI DI ATAS
KURSI) Nyonya ini bagaimana?! Saya sudah membeli
kursi, Nyonya tahu, sekarang sayalah pemilik kursi
ini. Soal akan saya gunakan untuk kursi makan atau
untuk berdiri, itu persoalan saya sebagai pemilik.
Nyonya jangan coba-coba mengusir seorang yang
sedang berdiri di atas miliknya. Nyonya bisa ke
pengadilan! Ke pengadilan, Nyonya!
(TURUN DARI KURSI)
Ah, Nyonya telah membangkitkan nafsu amarah
saya. Maaf.
(DUDUK LAGI)
b. Latar Waktu
Merupakan penggambaran kapan terjadinya peristiwa
dalam sebuah karya sastra.
Latar waktu dalam naskah drama Nyonya-nyonya:
1) Sore hari. Data:
Tuan : Drastis! Perubahan cuaca memang sulit
dipastikan, walaupun televisi setiap malam
mengumumkan ramalannya. Sulitnya disini,
mereka meramal tanpa memperhitungkan
kondisi-kondisi lain. akibatnya, yang jadi korban
selalu saja orang-orang seperti saya. Berdiri
29
berjam-jam sejak senja, taksi tidak ada yang
lewat, dan malam tiba-yiba saja turun!
Mestinya pedagang barang antik seperti saya ini
harus dilindungi dari bencana alam yang datang
mendadak. Bukan hanya karena langkahnya
pedagang barang antik itu sendiri yang sudah
langka sekarang.
Tetapi, ah! Orang-orang itu! jangankan untuk
melindungi saya, mereka datang kesini maunya
hanya duduk, berderet-deret dalam gelap lagi-
berbisik mengunjingkan saya dan menunggu-
nunggu tindakan apa lagi yang akan saya
lakukan. (halaman 115, babak 1)
2) Malam hari. Data:
Tuan : Hari sudah malam. Taksi belum ada yang lewat.
Kalau saya berdiri di halaman, pasti orang akan
mengatakan saya ini penjaga rumah Nyonya. Apalagi
saya mengidap penyakit malaria. (hal.121)
c. Latar sosial
Merupakan penggambaran kehidupan sosial dalam
sebuah karya sastra.
Latar sosial dalam naskah drama Nyonya-nyonya
merupakan penggambaran kehidupan sosial masyarakat
Minangkabau. Dimana ada penyebutan datuk yang
berarti bapak dari orang tua kita, kakek.
Data:
Ponakan A : Diam kamu! Datukku itu seorang
bangsawan, tahu! Kamu mau dikawininya karena
kamu ingin bersuamikan seorang bangsawan. Uh!
Apa kamu kira seorang bangsawan harus membayar
kamar seorang gundik? (hal.135)
Nyonya : Kejam atau tidak, yang penting aku
harus menjaga nama baikku. Coba Tuan pikir. Ibukku
sedang tidak ada di rumah. Suamiku sedang dirawat
di rumah sakit. Bila seorang istri sendirian lalu
didatangi lelaki, Tuan tentu tahu ekaornya, bukan?
(hal.118)
30
technique of dialogue individuals, dan the technique of
dialogue conversation.
Teknik dialog dalam naskah drama Nyonya-nyonya ini banyak menggunakan
the technique of dialogue conversation atau teknik percakapan. Teknik dialog
monolog hanya ada pada babak pertama ketika Tuan berdialog sendiri.
31
datukmu akan dioperasi? Katakan cepat.Saya cemas sekali
dengan kedatanganmu yang tiba-tiba begini.
Ponakan A : Aku tergesa karena memerlukan sesuatu.(hal.129)
32
BAB III KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
Maslikatin, Titik. 2007. Kajian Sastra: Prosa, Puisi, Drama. Jember: Jember
University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Grasindo, 2005. 5 Naskah Drama. Jakarta: PT Grasindo.
34
LAMPIRAN:
1. SINOPSIS
Seorang Tuan pedagang barang antik sedang berdiri di teras depan rumah seorang
Nyonya sambil menggerutu sendiri. Nyonya tersebut mengomel karena Tuan berdiri
di terasnya. Ia khawatir keberadaan Tuan di teras rumahnya akan menimbulkan
pandangan negatif dari masyarakat. Ia juga mengusir Tuan agar lekas pergi dari teras
rumahnya. Tuan mengelak kekhawatiran Nyonya dengan mengemukakan banyak
alasan. Akhirnya Tuan membeli empat buah marmer tempat dia berdiri agar ia bisa
bebas berdiri di sana tanpa didesak-desak untuk pergi oleh Nyonya. Kemudian
Ponakan Akeponakan suami Nyonyadatang menagih uang hasil penjualan tanah
pusaka. Tanah pusaka milik keluarga mereka telah diserahkan kepada Datuk, suami
Nyonya, untuk dijual, namun uang hasil penjualannya tidak dibagi-bagikan kepada
keponkan-keponakannya. Karena itu Ponakan A menuntut bagi hasil. Ia juga
mencurigai Nyonya menggunakan harta pusaka itu untuk membangun rumahnya yang
mewah. Ponakan A kemudian mengeluarkan pisau dari dalam tasnya dan mengancam
Nyonya agar memberikan uang. Nyonya kemudian memberikan uang hasil penjualan
empat buah mermernya kepada Ponakan A. Nyonya yang tidak berhasil mengejar
Ponakan A kembali ke ruang tamu dan terkejut mendapati Tuan sudah duduk enak-
enakan duduk di kursi ruang tamunya. Ia marah karena Tuan masuk dan duduk di
ruang tamunya tanpa izin. Tuan membela diri dengan berbagai macam alasan.
Akhirnya Tuan membeli kursi ruang tamu Nyonya agar Nyonya tidak mendesak-
desaknya keluar dari ruang tamu. Istri Tuan kemudian datang sembari marah-marah.
Ia memarahi Tuan yang tak kunjung pulang, apalagi ketika ia mengetahui suaminya
itu membeli sebuah kursi bekas dengan harga yang menurutnya sangat mahal. Dua
pasangan suami istri itu terus bertengkar dan pergi. Ponakan B dan Ponakan C datang
menemui Nyonya. Sama seperti Ponakan A, mereka juga menuntut pembagian uang
penjualan tanah pusaka. Mereka juga menuduh Nyonya seperti tuduhan Ponakan A.
Nyonya akhirnya memberikan sejumlah uang hasil penjualan kursinya kepada
Ponakan B dan Ponakan C. Uang itu segera dibagi jadi dua, tapi bagian Ponakan C
lebih besar. Ponakan B tidak terima, ia menuntut pembagian yang rata. Kemudian
Ponakan A datang menuntut pembagian uang itu. Ia mengancam dengan pisau di
tangannya. Ponakan C tidak terima, ia juga mengeluarkan pisau yang lebih besar.
Demikian juga dengan Ponakan B, ia juga mengeluarkan piasu yang lebih besar lagi
dari pisau Ponakan C. Nyonya berteriak-teriak, mencegah agar mereka tidak
35
berbunuhan. Ia ketakutan dan masuk kerumahnya. Sepeninggalnya Nyonya, ketiga
Ponakan lega dan saling bersalaman. Mereka juga tertawa cekikikan. Ponakan A
berkata bahwa dengan uang itu, mereka dapat membayar ongkos rumah sakit
Datuknya sehingga mereka tidak lagi dituduh sebagai orang yang tak tahu adat. Tuan
datang dan segera duduk di kursi makan. Nyonya yang datang tak berapa lama
kemudian merasa terkejut. Mereka kembali beradu argumen. Akhirnya Tuan membeli
kursi makan tersebut. Ia membayar kursi itu separuh harga dan berjanji akan melunasi
sisanya besok pagi. Tuan akhirnya keluar sambil bernyanyi-nyanyi senang. Nyonya
sedang berdandan di kamar. Ia duduk di kursi riasnya, tiba-tiba Tuan masuk.
Nyonya memarahi Tuan yang seenaknya memasuki kamarnya. Tuan beralasan bahwa
ia ingin melunasi hutangnya. Ia mengeluarkan sejumlah uang tapi Nyonya tak peduli.
Tuan kemudian menghitung uang itu sambil duduk di atas tempat tidur. Matanya
terpaku pada tubuh Nyonya yang sedang berdandan. Nyonya menyuruh Tuan keluar
tapi Tuan mengelak dengan berbagai alasan. Tuan mulai menawar harga tempat tidur
dan kursi rias. Setelah menyerahkan uang, Tuan tak langsung pergi. Ia mengatakan
bahwa kursi rias itu telah menjadi miliknya, maka Nyonya tidak berhak menempati
milik orang. Nyonya akhirnya berdiri. Di luar kamar, ketiga ponakan datang sambil
meratap tentang kemalangan Datuknya. Kemudian istri Tuan juga datang dan ketiga
ponakan itu pun berhenti meratap. Di dalam kamar, Tuan segera bangkit dan langsung
berjongkok di dekat kaki Nyonya. Tuan mengkhawatirkan lutut Nyonya yang bisa
bengkak karena kelamaan berdiri. Namun Nyonya tak peduli, ia tetap berdiri. Nyonya
kemudian menjual tumitnya agar Tuan tidak lagi memegang kakinya. Tuan mulai
menawar, tapi Nyonya meminta harganya naik. Dan setiap Nyonya meminta kenaikan
harga, pegangan Tuan naik ke atas. Nyonya kemudian berteriak tertahan, dan nyonya-
nyonya yang berada di luar kamar ikut berteriak. Nyonya dan Tuan segera sadar
bahwa ada orang lain di teras. Keduanya tersentak dan saling berusaha melarikan diri,
tapi tidak tahu mau lari ke mana. Akhirnya, mereka berangkulan dan saling
melepaskan lagi, kemudian berangkulan lagi. Nyonya-nyonya di luar mengintip dan
tercengang. Mereka marah dan mengejar Tuan dan Nyonya ke dalam sambil
menghunus pisau masing-masing. Istri Tuan kemudian datang tergesa dan ketika
melihat Tuan dan Nyonya berpelukan, ia kemudian pingsan.
36