Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK ( SNH )

Disusun Oleh :

SAMROH
(P17420211O92)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2013

KONSEP DASAR STROKE NON HEMORAGIK ( SNH )

I. STROKE NON HEMORAGIK ( SNH )


A. PENGERTIAN
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system
suplai arteri otak
Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008)

B. KLASIFIKASI
Menurut Tarwoto, dkk (2007) Stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan
berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
a) TIA (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan
gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defisit)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1
minggu dan maksimal 3 minggu.
c) Stroke in Volution (progresif)
Perkembangan stroke terjadi perlahan lahan sampai akut, munculnya gejala
makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam atau beberapa
hari.
d) Stroke Komplit
Merupakan Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama
periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut. Gangguan neurologist
yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak awal serangan dan sedikit
tidak ada perbaikan

C. ETIOLOGI
Stroke Non Hemorajik dapat di klasfikasikan menjadi 2 bagian di tinjau dari
penyebabnya Yaitu:
a) Stroke embolik
Stroke embolik adalah bekuan atau gumpalan darah yang terbawa aliran darah
bagian lain tubuh ke dalam otak sumber embolik selebral yang paling sering
adalah jantung dan arteri karotis riwayat penyakit demam reumatik, fibrirasi
atrium ( tersering) infrark miokardium dan kelainan katup jantung biasanya rentan
terkena stroke embolik khususnya bila mereka mengalami kelainan irama jantung
( arit Mia) (Thomas DJ 1996)
b) Sroke trombotik
Trombotik selebral dapat menjadi akibat proses penyempitan ( arterioskleosis).
Pembuluh nadi otak dengan derajat yang sedang / berat dan adanya perlambatan
sirkulasi selebral keadaan ini sangat berhubungan erat dengan usia, tetapi dapat
pula di timbulkan oleh tekanan darah tinggi dan resiko lainnya seperti diabetes
beserta kadar lemak termasuk kolesterol yang tinggi dalam darah.

Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab Stroke non hemoragik diakibatkan


oleh:
a) Thrombosis (pembekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) yang terjadi
pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia
jaringan otak yang dapat menimbulkanoedema dan kongesti disekitarnya.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak:
Ateroskelosis, hiperkoagulasi pada polisetimia, arthritis dan emboli
b) Embolisme Serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Menurut Arif Muttaqin (2008) faktor faktor
resiko stroke non hemoragik adalah: Hipertensi, Diabetes Mellitus, merokok,
minum alkohol, strees dan gaya hidup yang salah, Kontrasepsi oral (khususnya
dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), Kolesterol
tinggi, Penyalahgunaan obat (kokain), makanan lemak dan faktor usia.

D. FAKTOR RISIKO STROKE


Pernah terserang stroke

Hipertensi

Penyakit jantung

Sudah ada manifestasi aterosklerosis secara klinis, gangguan pembuluh darah


koroner, gangguan pembuluh dara

h karotis, klaudikasio intermiten ( nyeri yang hilang timbul), denyut nadi perifer
tidak ada

Diabetes melitus

Polisitemia (banyak sel-sel darah)


Kadar lemak darah yang tinggi

Hematrokit tinggi

Merokok

Obesitas

Kadar asam urat tinggi serta kurang olahraga

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001) menjelaskan ada enam tanda dan
gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
a) Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari
otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu
sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises
(kelemahan salah satu sisi tubuh)
b) Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan
bicara.
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
c) Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang
paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat
kehilangan penglihatan
d) Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
e) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal,
mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu.
Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
f) Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.

F. PATHOFISIOLOGI
Adanya aterotrombosis atau emboli dapat memutuskan aliran darah otak
(cerebral blood flow/CBF). Nilai normal CBF adalah 53 ml/100 mg jaringan
otak/menit, Jika CBF < 30 ml/100 mg/menit maka dapat mengahkibatkan terjadinya
iskemik, Dan jika CBF < 10 ml/100 mg/menit maka otak kekurangan oksigen lalu
terjadi proses fosforilasi oksidatif terhambat dan produksi ATP (energi) berkurang
mengahkibatkan pompa Na-K-ATPase tidak berfungsi, hal ini memicu depolarisasi
membran sel saraf berupa pembukaan kanal ion Ca disertai kenaikan influks Ca secara
cepat yang berakibat gangguan Ca homeostasis (Ca merupakan signalling molekul
yang mengaktivasi berbagai enzim) dapat memicu proses biokimia yang bersifat
eksitotoksik dimana dapat terjadi kematian sel saraf (nekrosis maupun apotosis),
gejala yang timbul tergantung pada saraf mana yang mengalami kerusakan/kematian.

G. PATHWAY

Menurut Lumbantobing (1994), Price dan Wilson (1996):

Multifaktor penyebab dan predisposisi stroke

Arteri menyempit oleh trombus, embolus dan penguapan.

Arteri menyempit tersumbat

Suplay darah ke otak berkurang


ISKEMIK

Gangguan Kelumpuhan Area pada Terkena pada


penglihatan, area motorik di pusat bicara syaraf ke VII
disorientasi: otak (Nervus VII)
motoris
ataksia (fasialis)
Kelumpuhan
Gangguan Kerusakan
anggota gerak
persepsi komunikasi Fungsi
badan/tubuh
sensori verbal pengecap
menurun

Terkena pada
saraf ke-12
Ansietas Harga diri Imobilitas Defisit
(Hipoglosus)
rendah fisik perawatan
Menelan diri
Kurang
terganggu/
pengetahuan
tidak simetris

Ketidak seimbangan nutrisi kurang


darikebutuhan tubuh

H. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan
luasnya area cidera (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001, hlm. 2137)
a) Hipoksia serebral
Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
b) Penurunan darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral.
c) Luasnya area cidera
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak dan selanjutnya menurunkan menurunkan aliran darah serebral.
Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian
thrombus lokal.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan diagnostik
a) CT scan (Computer Tomografi Scan) : Pembidaian ini memperlihatkan secara
spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
b) MRI (Magnatik Resonan Imaging) untuk menunjukkan area yang mengalami
infark, hemoragik.
c) Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
d) Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke.
e) Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
f) Elektro Encephalografi (EEG) Mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

2. Pemeriksaan laboratorium
a) Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan tidak
mengandung darah atau jernih.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. (Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.)
d) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

J. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
b) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan
c) Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d) Bed rest
e) Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik
i) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
j) Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
k) Penatalaksanaan spesifik berupa:
Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat
hemoragik
Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah, seak nafas muabahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna
D.Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus (Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.

7) Pola-pola fungsi kesehatan


a) Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut.
b) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
c) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
d) Pola tidur dan istirahat
e) Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
l) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2. Pemeriksaan integument
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda -
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis .
Rambut : umumnya tidak ada kelainan

3. Pemeriksaan kepala dan leher


Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
reflex batuk dan menelan.
5. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine
7. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

8. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
- Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
- Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
- Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan reflex patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

c. Analisa Data

N Data Fokus Etiologi Problem


o
1. Ds : Nyeri kepala, kejang, Ketidak efektifan Ketidak
penurunan kesadaran. sirkulasi darah ke otak seimbangan perfusi
Do : Hipertensi, ku lemah jaringan
2. Ds : Obstruksi jalan nafas Pola nafas tidak
Do : Dipsnoe, RR : 24-36x/ efektif
menit
3. Ds : Ketidak mampuan Ketidak
Do : Mual, muntah pemasukan, susah seimbangan nutrisi
menelan. kurang dari
kebutuhan tubuh.
4. Ds : Kelemahan anggota Kerusakan Kerusakan
gerak badan sebelah / neuromuskuler mobilitas fisik.
kelumpuhan separoh.
Do : Kekuatan otot volunter
0-1
5. Ds : Gangguan Gangguan
Do : Bicara pelo dan tidak neuromuskuler komunikasi verbal.
dapat berkomunikasi.
6. Ds : Bau badan Kelemahan fisik Devisit perawatan
Do : Kelemahan fisik diri
7. Ds :Keluarga bertanya Kurang informasi Kurang
mengenai penyakit pengetahuan
pasien
Do : Keluarga nampak belum
paham mengenai kondisi
pasien
8. Ds : Badrest total Risiko injury
Do : Badrest

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak seimbangan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan ketidak


efektifan sirkulasi darah ke otak

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan pemasukan, susah menelan.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler

6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

7. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya berhubungan


dengan kurang informasi

8. Risiko injury berhubungan dengan badrest total

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx 1 : Ketidak seimbangan perfusi jaringan jaringan serebral berhubungan dengan


berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah ke otak

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan


efektif.

NOC : Perfusi jaringan : serebral


Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda tanda peningkatan TIK (skala 4 )
- Tanda tanda vital dalam batas normal (skala 4 )
- Tidak adanya penurunan kesadaran (skala 4 )

NIC : Peningkatan perfusi serebral


Intervensi
1. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini
dan untuk penetapan tindakan yang tepa
2. Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
Rasional : Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien sebagai pengukur
3. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
Rasional : Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien sebagai pengukur
4. Pantau tekanan darah
Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran
5. Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran
6. Pantau suhu lingkungan
Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran
7. Pantau intake, output, turgor
Rasional : untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien
8. Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
9. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
Rasional : untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien
10. Tinggikan kepala 15-45 derajat
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena
dan memperbaiki sirkulasi serebral
11. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : agar mudah bernafas
12. Kolaborasi obat sesuai indikasi
Rasional : Agar tidak ada sumbatan dalam pembuluh darah yang dapat
memperparah kondisi

Dx 2 : Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat


pernapasan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharrapkan pola
nafas efektif.
NOC : Airway patency
Kriteria hasil:
- RR 16-24 x permenit (Sala 4)
- Ekspansi dada normal (Sala 4)
- Sesak nafas hilang / berkurang (Sala 4)
- Tidak suara nafas abnormal (Sala 4)

NIC : Airway manageman


Intervensi :
1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
2. Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
3. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
Rasional : agar pasien nyaman
4. Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Rasional : untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien
5. Berikan oksigenasi sesuai advis
Rasional : agar mudah dalam bernafas
6. Kolaborasi obat sesuai indikasi
Rasional : agar tidak terjadi konmplikasi
Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan pemasukan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi adekuat.
NOC : Status nutrisi
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi penurunan berat badan (skala 4)
b. Asupan nutrisi adekuat (skala 4)
c. Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi (skala 5)
NIC : Manajemen nutrisi
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi pasien.
Rasional : Untuk memudahkan dalam pemberian nutrisi yang dibutuhkan
2. Ketahui makanan kesukaan pasien.
Rasional : memudahkan dalam pemberian nutrisi
3. Timbang berat badan pada interval yang tepat.
Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan berat badan
4. Anjurkan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : agar nutrisi tetap terpenuhi
5. Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik.
Rasional : menggugah selera makan
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat.
Rasional : agar pemberian nutrisi yang dibutuhkan tepat
7. Berikan informasi kepada keluarga tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
untuk memenuhinya
Rasional : agar tidak salah dalam pemberian nutrisi

Dx 4 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan
mobilisasi.
NOC:
- Mobility Level
- Self care : ADLs
Kriteria Hasil:
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik (skala 4)
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas (skala 4)
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah (skala 4)
- Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker) (skala 4)

NIC :
Latihan : gerakan sendi (ROM)
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik
2. Jelaskan kepada klien dan keluarga manfaat latihan
3. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk program latihan
4. Kaji lokasi nyeri/ ketidaknyamanan selama latihan
5. Jaga keamanan klien
6. Bantu klien untuk mengoptimalkan gerak sendi pasif manpun aktif.
7. Beri reinforcement positif setipa kemajuan

Terapi latihan : kontrol otot


1. Kaji kemampuan aktifitas fisik pasien
Rasional : mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
2. Evaluasi fungsi sensorik
Rasional : mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan
3. kaji dan catat kemampuan klien untuk keempat ekstremitas, ukur vital sign
sebelum dan sesudah latihan
rasional : Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
4. Kolaborasi dengan fisioterapi
Rasional : peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisiotherapis.
5. Beri reinforcement positif setipa kemajuan
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi

Dx 5 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan


neuromuskuler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kemampuan
komunikasi verbal meningkat.
NOC: Kemampuan komunikasi: penerimaan
Kriteria Hasil :
- menggunaan isyarat nonverbal (skala 4 )
- Penggunaan bahasa tulisan, gambar (skala 4 )
- Peningkatan bahasa lisan (skala 4 )

NIC :
Mendengar aktif:
1. Kaji kemampuan berkomunikasi
2. Jelaskan tujuan interaksi
3. Perhatikan tanda nonverbal klien
4. Klarifikasi pesan bertanya dan feedback.
5. Hindari barrier/ halangan komunikasi

Peningkatan komunikasi: Defisit bicara


1. Libatkan keluarga untuk memahami pesan klien
Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
2. Sediakan petunjuk sederhana
Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
3. Perhatikan bicara klien dengan cermat
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi
4. Gunakan kata sederhana dan pendek
Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
5. Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat tangan.
Rasional : Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
komunikasi
6. Beri reinforcement positif
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi
7. Dorong keluarga untuk selalu mengajak komunikasi dengan klien
Rasional : Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi
yang efektif
8. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
Rasional : Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan
benar

Dx 6 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan klien dapat melakukan
perawatn diri secara optimal.
NOC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
- Klien terbebas dari bau badan (skala 4)
- Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
(skala 4)
- Dapat melakukan ADLS dengan bantuan (skala 4)

NIC : Self-care assistant : ADLs


Intervensi
1. Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari hari
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan kebutuhan klien.
2. Sediakan kebutuhan yang diperlukan untuk ADL
Rasional : Agar pasien tetap terjaga kebersihan dirinya
3. Bantu ADL sampai mampu mandiri.
Rasional : Agar upaya meningkatkan kemandirian dalam higine tercapai
4. Latih klien untuk mandiri jika memungkinkan.
Rasional : Agar kemandirikan pasien terlatih
5. Anjurkan, latih dan libatkan keluarga untuk membantu memenuhi
kebutuhan klien sehari-hari
Rasional : Agar pasien tetap terjaga kebersihan dirinya
6. Berikan reinforcement positif atas usaha yang telah dilakukan klien.
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi

Dx 7 : Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya


berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan keluarga
klien meningkat.
NOC : Knowledge : disease process
Kriteria Hasil :
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan. (skala 4 )
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar. (skala 4 )
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya. ( skala 4 )

NIC : Teaching : disease process


Intervensi
1. Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga dan klien
2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit
Rasional : agar pasien memahami kondisi penyakitnya
3. Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan
Rasional : agar pasien memahami kondisi penyakitnya
4. Identifikasi penyebab penyakit
Rasional : agar pasien mengetahui penyebab penyakitnya
5. Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi
penyakit.
Rasional : agar pengetahuan klien meningkat
6. Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy
yang diberikan.
Rasional : mengurangi kecemasan klien dan keluaraga
7. Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan
pengobatan lain yang lebih baik.
8. Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan
Rasional : mengurangi kecemasan klien dan keluaraga

Dx 8 : Resiko tinggi injuri berhubungan dengan badrest total


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan tidak terjadi injury.
NOC : Status risiko
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami injury
NIC : Kontrol risiko
Intervensi
1. Berikan posisi dengan kepala lebih tinggi.
Rasional : agar pasien nyaman
2. Kaji tanda-tanda penurunan kesadaran.
Rasional : agar tidak terjadi penurunan kesadaran
3. Observasi TTV
Rasional : sebagai tolak ukur pemeriksaan
4. Atur posisi pasien untuk menghindari kerusakan karena
tekanan.
Rasional : agar pasien nyaman
5. Beri bantuan untuk melakukan latihan gerak.
Rasional : agar pasien merasa semangat dalam latihan
6. Bantu untuk miring kanan miring kiri
Rasional : mencegah terjadinya injury

Keterangan skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

D. EVALUASI

DX I
- Tidak ada tanda tanda peningkatan TIK (skala 4 )
- Tanda tanda vital dalam batas normal (skala 4 )
- Tidak adanya penurunan kesadaran (skala 4 )
DX II
- RR 16-24 x permenit (Sala 4)
- Ekspansi dada normal (Sala 4)
- Sesak nafas hilang / berkurang (Sala 4)
- Tidak suara nafas abnormal (Sala 4)

DX III
- Tidak terjadi penurunan berat badan (skala 4)
- Asupan nutrisi adekuat (skala 4)
- Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi (skala 4)

DX IV
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik (skala 4)
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas (skala 4)
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah (skala 4)
- Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker) (skala 4)

DX V
- menggunaan isyarat nonverbal (skala 4 )
- Penggunaan bahasa tulisan, gambar (skala 4 )
- Peningkatan bahasa lisan (skala 4 )

DX VI
- Klien terbebas dari bau badan (skala 4)
- Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
(skala 4)
- Dapat melakukan ADLS dengan bantuan (skala 4)
DX VII
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan. (skala 4 )
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar. (skala 4 )
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya. ( skala 4 )

DX VIII
- Pasien tidak mengalami injury (skala 4)

DAFTAR PUSTAKA

Bruner, Sudarnth.2002.Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta:EGC

Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid2.Jakarta.Media Aesculapius

Mutaqin, Arif.2008.Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System

Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.

Tarwoto,Wartonah.2007.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan System

Persarafan.Jakarta:Sagung Seto

NANDA. 2008. Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Yogyakarta : Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai