Batu gamping adalah batuan sedimen yang utamanya tersusun oleh kalsium karbonat (CaCO3)
dalam bentuk mineral kalsit. Di Indonesia, batu gamping sering disebut juga dengan istilah batu
kapur, sedangkan istilah luarnya biasa disebut "limestone". Batu gamping paling sering terbentuk di
perairan laut dangkal.
Batu gamping (batu kapur) kebanyakan merupakan batuan sedimen organik yang terbentuk dari
akumulasi cangkang, karang, alga, dan pecahan-pecahan sisa organisme. Batu gamping juga dapat
menjadi batuan sedimen kimia yang terbentuk oleh pengendapan kalsium karbonat dari air danau
ataupun air laut.
Pencarian lainnya yang berhubungan dengan artikel ini : batu kapur, batu gamping, jenis batu
gamping, deskripsi batu gamping, jenis batu kapur, asal batu kapur, pemanfaatan batu kapur,
kegunaan batu kapur, pembentukan batu kapur.
Pada prinsipnya, definisi batu gamping mengacu pada batuan yang mengandung setidaknya 50%
berat kalsium karbonat dalam bentuk mineral kalsit. Sisanya, batu gamping dapat mengandung
beberapa mineral seperti kuarsa, feldspar, mineral lempung, pirit, siderit dan mineral-mineral
lainnya. Bahkan batu gamping juga dapat mengandung nodul besar rijang, nodul pirit ataupun nodul
siderit.
Kandungan kalsium karbonat dari batugamping memberikan sifat fisik yang sering digunakan untuk
mengidentifikasi batuan ini. Biasanya identifikasi batugamping dilakukan dengan meneteskan 5%
asam klorida (HCl), jika bereaksi maka dapat dipastikan batuan tersebut adalah batugamping.
Produk sisa organisme tersebut juga dapat berkontribusi untuk pembentukan sebuah massa
sedimen. Batugamping yang terbentuk dari sedimen sisa organisme dikelompokan sebagai batuan
sedimen biologis. Asal biologis mereka sering terlihat oleh kehadiran fosil.
Beberapa batugamping dapat terbentuk oleh pengendapan langsung kalsium karbonat dari air laut.
Batugamping yang terbentuk dengan cara ini dikelompokan sebagai batuan sedimen kimia.
Batugamping ini dianggap kurang melimpah dibandingkan batugamping biologis.
Ketika air menguap, setiap kalsium karbonat yang dilarutkan dalam air akan tersimpan di langit-
langit gua. Seiring waktu, proses penguapan ini dapat mengakibatkan akumulasi seperti es kalsium
karbonat di langit-langit gua, deposit ini dikenal sebagai stalaktit. Jika tetesan jatuh ke lantai dan
menguap serta tumbuh/berkembang ke atas (dari lantai gua) depositnya disebut dengan stalakmit.
Batu gamping yang membentuk formasi gua ini dikenal sebagai "travertine" dan masuk dalam
kelompok batuan sedimen kimia.
Beberapa jenis batugamping banyak digunakan karena sifat mereka yang kuat dan padat dengan
sejumlah ruang/pori. Sifat fisik ini memungkinkan batugamping dapat berdiri kokoh walaupun
mengalami proses abrasi. Meskipun batugamping tidak sekeras batuan berkomposisi silikat, namun
batugamping lebih mudah untuk ditambang dan tidak cepat mengakibatkan keausan pada peralatan
tambang maupun crusher (alat pemecah batu).
a. Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap suatu
abrasi. Kekerasan batuan dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari mineral
batuan dan dapat juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang
diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada batuan.
b. Kekuatan
Kekuatan mekanik batuan adalah sifat kekuatan atau ketahanan terhadap gaya
luar, kekuatan batuan tergantung pada komposisi mineralnya. Diantara mineral-
mineral yang terkandung di dalam batuan, kuarsa adalah mineral terkompak
dengan kuat tekan mencapai lebih 500 MPa. Biasanya semakin tinggi kandungan
mineral kuarsa dalam batuan maka semakin tinggi kekuatan batuan tersebut.
Kekerasan dan kekuatan batuan diklasifikasikan dengan skala Fredrich Van Mohs
(1882), seperti pada tabel berikut
Tabel 1
c. Elastisitas
d. Plastisitas
Tabel 2
Modulus
Batuan Porositas
elastisitas Nisbah Poisson
Sedimen
104 x (Mpa)
Dolomit 1,96 8,24 0,08 0,2 0,27 4,10
Limestone 0,98 7,85 0,1 0,2 0,27 4,10
Sandstone 0,49 8,43 0,066 0,125 1,62 26,40
Shale 0,8 3,0 0,11 0,54 20,00 50,00
e. Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan untuk menggores permukaan material lain, ini
merupakan suatu parameter yang mempengaruhi keausan (umur) mata bor dan
batang bor. Kandungan kuarsa dari batuan biasanya dianggap sebagai petunjuk
yang dapat dipercaya untuk mengukur keausan mata bor. Faktor yang berpengaruh
terhadap abrasivitas batuan adalah :
Bentuk butir, bila bentuk butir tersebut tidak teratur lebih abrasiv dibandingkan
dengan yang berbentuk bulat.
Ukuran butir
Porositas batuan
Tabel 3
g. Struktur Geologi
h. Karakteristik Pecahan