Anda di halaman 1dari 2

Pathogenesis dan gejala klinik

Trematoda usus

A. Chlonorchiasis
Penyakit chlonorchiasis yang akan terjadi proliferasi epitel dan reaksi radang
pada tempat melekat cacing, kemudian disini dibentuk jaringan fibrois.
Ternyata penyakit ini sebanyak 9% menimbulkan cirrhosis hepatis dan 6%
obstrucsi ductus biliaris communed oleh cacing dewasa atau oleh batu yang
terbentuk karena adanya parasit ini, atau oleh keduanya. Mungkin cacing
menginfiltrasi jaringan hati sehingga terjadi destruksi parenkim hati.

Gejala chlonorchiasis dibagi dalam tiga stadium, yaitu stadium (1) Ringan
biasanya tanpa gejala (asimptomatik), (2) progresif, dengan nafsu makan
yang tidak menentu, perut terasa penuh, diare, edema, dan hepatomegali,
(3) Berat, dengan sindrom yang berhubungan dengan cirrhosis portal. Ikterus
tidak selalu ditemukan. Juga terjadi gejala toksemia akibat cacing dan
produknya berupa palpitasi jantung dan takikardi, vertigo, tremor, kram, dan
depresi mental. Terjadi hepatomegali lunak, sedikit ikterik pada sclera. Dapat
terjadi juga splenomegali dan eosinopili pada 10-40%. Kematian biasanya
disebabkan oleh penyakit kandung empedu atau hepatis sekunder.

B. Dicrocoeliasis
Mirip oleh fasciola hepatica, pada binatang parasit ini menimbulkan
pembesaran duktusbiliaris, hiperplasi epitel bilier, diikuti pembentukan
jaringan ikat di daerah periduktal, atropi sel hati dan akhirnya pada infeksi
berat akan terjadi portal sirosis. Perubahan pada hati biasanya hanya terjadi
infeksi ringan. Gejala pada manusia meliputi gangguan saluran pencernaan
makanan, fltulens, muntah, kolik bilier, konstipasi kronik atau diare,
sedangkan gejala keracunan lebih jarang dari fascioliasis.

C. Opisthorchiasis
Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut opisthorchiasis. Cacing
dewasa akan merangsang terjadinya reaksi radang serta proliferasi sel epitel
saluran empedu. Perubahan ini dilanjutkan dengan dibentuknya jaringan
fibrosis. Pada infeksi berat, proses akan merembet ke bagian proksimal
saluran empedu, kandung empedu, dan terjadi fibrosis periportal. Beratnya
penyakit tergantung dar jumlah cacing serta lama infeksi. Jumlah cacing 50-
60 ekor menimbulkan gejala ringan, pada jumlah cacing beberapa ratus
sampai 1000 ekor, menimbulkan gejala sedang berupa nyeri pembesaran
hati serta bendungan pasif pada lien, disertai ikterus dan eosinofili lokal pada
dinding usus. Pada penyakit berat, cacing akan menyerbu pancreas dengan
disertai gangguan pencernaan makanan. Batu empedu dapa tterbentuk
sekeliling telur cacing yang bertindak sebagai inti batu tersebut, disertai
cholecystitis dengan kolik. Timbul gejala penurunan nafsu mmakan, edema
muka, dan ekstremitas serta asistes.
D. Fasciola hepatica
Metacercaria dalam perjalanannya sampai menembus kapsula Glissoni, tidak
menimbulkan keluhan akan tetapi trauma dan lesi nekrotik timbul selama
migrasi melintasi parenkim hati. Terbentuk lesi dengan diameter 1 cm atau
lebih, diinfiltrasi sel eosinofil, ditengahnya terdapat cacing muda. Terjadi
hyperplasia dari ductus biliaris disertai reaksi radang dengan perubahan pada
epitel disertai pembentukan jaringan fibrosis. Jika proses berlanjut, terjadi
atropi parenkim hati disertai periductal fibrosis. Pada infeksi berat, epitel
terkikis dan cacing uda akan mengembara kembali ke parenkim hati
membentuk kantung abses dan jaringan hati diinfiltrat telur cacing.

Gejala yang mungkin timbul antara lain kolik dan ikterus obstruktiva, denga
batuk disertai muntah, kaku abdomen, nyeri akut epigastrik, urtikaria,
leukositosis dan eosinofili sampai diatas 60%. Demam tidak menentu, dengan
atau diare persisten. Akhirnya muncul gejala anemi, jarang henoglobinuri.
Kolelitiasis merupakan komplikasi yang sering terjadi.

Dapus
Natadisastra, D. 2013. Parasitologi Kedokteran. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai