Literatur
Literatur
Lestari Ningrum Tritondo. C54103048. Komposisi Hasil Tangkapan Udang dan Laju Tangkap
Pukat Udang di Perairan Arafura (Studi kasus PT Irian Marine Product Development).
Dibimbing oleh RONNY IRAWAN WAHYU
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan kegiatan penangkapan udang di Perairan Arafura dan
mengetahui komposisi hasil tangkapan pukat udang. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan perhitungan laju tangkap untuk menduga tingkat pemanfaatan stok udang. Metode
yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif jenis studi kasus. Penelitian berlangsung pada
bulan April 2007 sampai bulan Juli 2007, pengambilan data dilakukan pada tanggal 11 sampai 14
Mei 2007 dan 28 sampai 3 Juni 2007 dengan cara pengisian kuisioner oleh nakhoda kapal pukat
udang.
Hasil tangkapan utama pukat udang secara keseluruhan dikelompokkan kedalam 4 spesies, yaitu
udang jerbung (Penaeus merguiensis), udang windu (Penaeus monodon), udang dogol (Penaeus
latisulcatus) dan udang campuran. Hasil tangkapan dominan berasal dari jenis udang windu sebesar
3.320,73 ton atau 40,6% dari total hasil tangkapan. Volume produksi tertinggi selama 10 tahun terjadi
pada tahun 1997 sebesar 1.057,43 ton/tahun. Hasil tangkapan terbesar terjadi pada waktu peralihan
setelah musim timur (September-November) dengan nilai tertinggi pada bulan September tahun 2001
sebesar 112,7 ton. Rata-rata laju tangkap tahun 2007 sebesar 2,8 kg/jam pada pengoperasian di
kedalaman 9-40 m. Laju tangkap udang windu berada pada posisi tertinggi dengan nilai 7,5 kg/jam.
Kedalaman terbaik untuk penangkapan semua jenis udang berkisar pada kedalaman 15-22 meter
dengan jumlah hasil tangkapan sebesar 30,79 kg/setting. Pada malam hari jenis tangkapan
didominasi oleh udang dogol dengan nilai laju tangkap sebesar 10,2 kg/jam. Sedangkan untuk siang
hari hasil tangkapan didominasi jenis udang jerbung dengan nilai laju tangkap sebesar 7,1 kg/jam.
Kata kunci : Pukat udang, udang penaeid, laju tangkap
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Desember 1985 dari pasangan
Tritondo Adyman dan Marminingrum. Penulis merupakan putri pertama dari
dua bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Akbar
(1990-1991) dan dilanjutkan ke SD Bina Insani Bogor (1991-1997) dan SLTP
Bina Insani Bogor pada Tahun 2000.
Tahun 2000-2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 2 Bogor. Melalui Jalur USMI (Ujian
Seleksi Masuk IPB) tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Selama menjalani perkuliahan penulis aktif dalam kepanitian acara dan
berorganisasi yaitu sebagai Bendahara Departemen Pengembangan Minat dan
Bakat HIMAFARIN periode 2004-2005, Bagian Pemasaran PSP NEWS periode
2004-2005, dan Ketua Departemen Kesekretariatan HIMAFARIN periode 2005-
2006. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis
melakukan penelitian dengan judul Komposisi Hasil Tangkapan Udang dan Laju
Tangkap Pukat Udang di Perairan Arafura (Studi kasus PT Irian Marine Product
Development) dan penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian skripsi yang
diselenggarakan oleh Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor pada tanggal 19
November 2007.
KATA PENGANTAR
Skripsi berjudul Komposisi Hasil Tangkapan Udang dan Laju Tangkap Pukat Udang di
Perairan Arafura (Studi Kasus PT Irian Marine Product Development) diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi bahan informasi mengenai kegiatan perikanan pukat udang di Perairan
Arafura. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2007 Juli 2007 di PT Irian Marine Product
Development.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai komposisi hasil tangkapan
udang dan mengestimasi produktivitas serta laju tangkap pukat udang pada setiap kedalaman dengan
waktu setting yang berbeda. Dalam penelitian ini hasil tangkapan utama dikelompokkan kedalam 4
spesies, yaitu udang jerbung (Penaeus merguiensis), udang windu (Penaeus monodon), udang dogol
(Penaeus latisulcatus) dan udang campuran. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan jenis studi kasus. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis catch per
unit effort (CPUE) dan perhitungan laju tangkap.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka segala kritik dan
masukan yang bersifat membangun bagi penyempurnaan skripsi ini akan diterima. Semoga penelitian
ini dapat bermanfaat di kemudian hari.
Bogor,
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang merupakan potensi sumberdaya hayati yang memegang peranan penting dalam komoditi
ekspor. Nilai jual udang yang tinggi menyebabkan banyaknya permintaan dari luar negeri dan
menjadikan ekspor udang sebagai penghasil devisa terbesar dari bidang perikanan. Tujuan ekspor
utama udang adalah pasar Amerika Serikat kemudian Jepang. Pada periode tahun 2005 Ekspor
Udang Indonesia ke Jepang mencapai 11.657 ton atau senilai Yen 10.689 juta (www.dkp.go.id,
2006).
Jenis udang penaeid merupakan udang yang memiliki potensi cukup tinggi di Perairan Indonesia.
Daerah penyebaran udang cukup merata dari mulai kawasan perairan sebelah barat hingga ke
kawasan Indonesia bagian timur meliputi perairan: Jawa, Sumatera, Papua, sebagian Maluku,
Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Untuk pengembangan penangkapan udang lebih dikhususkan
pada kawasan Indonesia timur, karena perairan tersebut memiliki sumberdaya ikan yang cukup
potensial.
Udang penaeid dan sejenisnya yang termasuk sumberdaya demersal, hidup didasar perairan.
Menurut Subani dan Barus (1989), sumberdaya udang dapat diusahakan dengan alat tangkap,
seperti : pukat udang (trawl udang) dan jaring tiga lapis atau jatilap (trammel net). Sejak tahun
tujuh puluhan perikanan udang dilakukan secara komersial di Perairan Arafura dengan
menggunakan alat tangkap trawl. Namun pada perkembangannya terdapat berbagai dampak
negatif terhadap kelestarian sumberdaya dan sumber mata pencaharian untuk nelayan tradisional
sehingga diberlakukan Keppres no. 39 tahun 1980 tentang pelarangan operasi penangkapan
udang dengan menggunakan trawl. Sebagai penggantinya, trawl dimodifikasi menjadi alat
tangkap pukat udang yang lebih selektif dalam pengoperasiannya. Secara umum bentuk dan
konstruksi alat hampir sama, hanya terdapat perbedaan pada bagian kantong. Pada pukat udang
dipasang alat tambahan berupa bingkai jeruji yang terletak diantara badan (body) dan kantong
(cod end)
jaring disebut by-catch excluder device (BED). By-catch excluder device berfungsi sebagai
penyaring antara hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkap
PT Irian Marine Product Development (IMPD) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam perikanan industri pukat udang di Laut Arafura dan memiliki fishing base di Sorong.
Karena belum adanya studi mengenai hasil tangkapan dan laju tangkap di perusahaan tersebut,
Die et al. vide Aziz (1996) diacu dalam Diniah (2001) menyatakan bahwa ditemukan 81
jenis udang penaeid di seluruh perairan Indonesia, 46 jenis diantaranya sering tertangkap oleh
nelayan. Naamin (1984) menyatakan bahwa ada sembilan jenis udang yang bernilai niaga tinggi
1) Kelompok udang Jerbung atau udang putih, diantaranya Penaeus merguiensis, P. indicus
dan P. chinensis,
2) Kelompok udang windu atau tiger prawn, diantaranya P. monodon dan P. semisulcatus,
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Series : Eumalacostraca
Superorder : Eucarida
Order : Decapoda
Suborder : Natantia
Infraorder : Penaeidea
Superfamily : Penaeoidea
Family : Penaeidae
Genus : Penaeus
Jenis Penaeidae memiliki dua ciri utama, yaitu pada pinggir kulit bagian depan pada segmen
kedua ditutupi oleh kulit pada segmen pertama, dan tiga kaki jalan pertama (periopod) mempunyai
capit (chelae) dengan ukuran yang hampir sama besar.
Genus Penaeus mempunyai rostrum dengan gigi-gigi pada bagian ventral (ventral rostral teeth)
dan pada bagian distral (last or distral rostral teeth). Genus Parapenaeus tidak memiliki ventral
rostral teeth pada rostrum, telson mempunyai sepasang duri tetap (fixed spines) dekat ujung. Genus
Metapenaeus tidak memiliki ventral rostral teeth pada rostrum, tidak terdapat sepasang duri tetap
(fixed spines) pada telson, jika terdapat duri pada telson, duri tersebut dapat bergerak (movable
spines), tidak terdapat exopod (kaki kecil tambahan yang muncul pada pangkal kaki udang) pada ruas
kaki ke-5. Genus Parapenaeopsis tidak memiliki ventral rostral teeth pada rostrum, jika terdapat duri
pada telson merupakan movable spines, terdapat exopod pada ruas kaki kelima (Grey et al, 1983
diacu dalam Nelly, 2005).
Gambar 1. Anatomi Udang Penaeid
Sumber : www.indian-ocean.org, 2006
2.1.2 Daur Hidup Udang Penaeid
Menurut Naamin (1984), daur hidup udang Penaeid dibagi menjadi dua fase, yaitu fase lautan
dan fase muara sungai. Udang betina memijah di lautan terbuka.
Telur dilepaskan setelah 24 jam menetas menjadi larva tingkat pertama yang disebut nauplius
yang bergerak pasif dari daerah pemijahan ke arah pantai. Setelah mengalami delapan kali ganti kulit
(moulting), nauplius berubah menjadi protozoa. Kemudian protozoa berubah menjadi mysis setelah
tiga kali ganti kulit. Tingkatan ini masih bersifat planktonis. Setelah ganti kulit tiga kali mysis
berubah menjadi pasca-larva. Pasca-larva merupakan tingkatan yang sudah mencapai daerah asuhan
di pantai dan mulai menuju ke dasar perairan.
Pada nursery ground (daerah asuhan), pasca-larva secara bertahap berubah menjadi yuwana
setelah beberapa kali ganti kulit. Yuwana makan dan tumbuh di daerah asuhan selama tiga sampai
empat bulan, kemudian setelah berubah menjadi udang muda mulai beruaya ke laut. Sampai di laut
udang menjadi dewasa kelamin, bereproduksi kemudian memijah.
Secara skematis, daur hidup udang tersebut disajikan pada gambar berikut :
Estuaria/Muara Sungai Laut
Gambar 2. Daur Hidup Udang Penaeid
Sumber : www.irn.org, 2006
2.1.3 Tingkah Laku Udang Penaeid
Menurut Penn (1984) diacu dalam Nelly (2005), berdasarkan pola tingkah laku terhadap
lingkungannya terdapat 3 tipe udang :
a. Tipe 1 merupakan udang penaeid yang aktif pada malam hari, hidup pada perairan yang jernih
dan memiliki tingkah laku senang membenamkan diri terutama karena pengaruh suhu dan
peredaran bulan.
b. Tipe 2 adalah udang yang aktif mencari makan pada malam hari tetapi memiliki tingkah laku
membenamkan diri secara dangkal, hidup pada perairan yang agak keruh berlumpur serta
terdapat tumbuh-tumbuhan.
c. Tipe 3 adalah udang penaeid yang aktif mencari makan pada siang hari, tidak meliang dan
hidup pada dasar perairan yang keruh.
Menurut Dall et al. vide Suman (1999) diacu dalam Diniah (2001), pemijahan udang jerbung
biasanya terjadi pada malam hari. Juvenil yang hidup di daerah estuaria menguburkan diri selama
siang hari di dasar perairan yang lunak untuk menghindari gangguan predator sampai tumbuh
menjadi udang muda. Udang muda akan mencapai kematangannya di laut yang lebih dalam di
perairan pantai, selanjutnya akan bertelur. Naamin (1984), mengemukakan bahwa udang penaeid
hidup normal selama 12 bulan, namun kadang-kadang mencapai dua tahun. Daerah penyebaran
udang penaeid hampir terdapat di sepanjang pantai di perairan Indonesia, terutama di daerah yang
masih dipengaruhi oleh muara sungai sampai kedalaman 30- 40 meter dengan dasar perairan
berlumpur dan berpasir.
2.3 Daerah Penangkapan Udang Menurut Garcia and Le Reste diacu dalam Subagyo (2005),
distribusi atau daerah penangkapan udang penaeid berhubungan dengan kondisi lingkungan dan pada
umumnya banyak berkonsentrasi pada sedimen yang lembek atau lunak dengan kandungan lumpur
dan sisa-sisa organik, serta berhubungan dan bertoleransi dengan kondisi hidrologi, khususnya
bertoleransi dengan variasi salinitas atau faktor-faktor hidrologi lainnya. Untuk daerah penangkapan
udang penaeid muda banyak terdapat dan berkonsentrasi di sekitar pantai dan untuk udang penaeid
dewasa terdapat dan berkonsentrasi di perairan yang lebih dalam kurang lebih pada kedalaman 15
40 meter. Penyebaran udang meliputi seluruh wilayah perairan, dari pantai barat Sumatera sampai
Pulau Aru, perairan Arafura dan pantai barat Papua. Menurut survei Naamin dan Unar (1970) diacu
dalam Arhus (1981), banana prawn hidup lebih dominan di perairan Arafura dibandingkan Teluk
Bintuni, karena kondisi perairan yang lebih baik dan lebih luas sehingga cocok untuk daur hidup
udang.
Perairan Arafura merupakan wilayah perairan yang terletak diantara Australia dan Pulau Papua,
di Samudra Pasifik. Luasnya 650.000 km dengan kedalaman maksimalnya 3,68 km
(www.papuamerdeka.co.id, 2006). Posisi geografis perairan Arafura yaitu pada sebelah utara
berbatasan langsung dengan pantai barat Papua, bagian timur dan selatan berbatasan dengan garis
batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), sedangkan pada bagian barat berada pada batas
timur Wilayah Pengelolaan Perikanan 5 (WPP 5) dan batas timur Wilayah Pengelolaan Peraturan 9
(WPP 9) atau terletak pada garis bujur 132 30 BT (Aziz, 1998).
Pukat udang industri banyak dioperasikan di Kawasan Indonesia Timur (KTI) khususnya di
perairan sekitar Pulau Papua, seperti di perairan Arafura, Selat Sele dan Teluk Bintuni. Daerah
pengoperasiannya dibatasi pada koordinat 130 kearah timur kecuali di perairan pantai dari masing
masing pulau yang terdapat di sekitar Laut Arafura dan dibatasi oleh garis isobath sedalam 10 m.
Upaya penangkapan udang
terdapat di Perairan Dolak, Kaimana, Mimika, Kepulauan Aru, Teluk Bintuni, Sele, selat
Membramo di bagian utara Papua. Untuk penangkapan komersial dilakukan pada kedalaman 10 30
m, di sebelah timur Kepulauan Aru 40 50 m, sekitar 40 mil dari pantai (Naamin, 1989). Peta
prakiraan daerah penangkapan periode 7 -10 Juni 2007 di Perairan Arafura dapat dilihat pada
Gambar 3. Peta batas daerah penangkapan PT Irian Marine Product Development dapat dilihat pada
Lampiran 3.
intensitas cahaya dipermukaan rendah dan akan kembali ke dasar perairan menjelang pagi hari
(Nybakken, 1988). Munro (1975) diacu dalam Naamin (1984) menyebutkan bahwa di seluruh
zonasi udang jerbung terlihat sama aktif pergerakannya pada siang dan malam hari. Rata-rata
hasil tangkapan udang jerbung per setting lebih besar pada siang hari dibandingkan dengan
malam hari karena biasanya udang jerbung dewasa membentuk kelompok semi pelagis yang
padat di waktu siang hari dan termasuk udang dengan tingkah laku tipe ketiga dengan ciri
memiliki kemampuan tertangkap yang tinggi, tidak membenam ke substrat, menyukai perairan
keruh dan termasuk penangkapan siang hari. Pada Perairan Teluk Bintuni hasil tangkapan yang
paling banyak yaitu pada saat tiga hari sebelum dan tiga hari setelah separuh bulan purnama atau
Udang termasuk kelompok hewan air yang memiliki sifat nocturnal (aktif pada malam
hari) dengan mengandalkan indera peraba untuk mencari makanan. Munro (1975) diacu dalam
Naamin (1984) menyatakan bahwa jenis udang windu dan udang dogol lebih sering keluar dari
substrat dasar perairan pada malam hari, berbanding terbalik dengan kebiasaan udang jerbung
yang tidak suka membenamkan diri. Pada malam hari biasanya larva udang yang melakukan
ruaya secara vertikal berkaitan dengan siklus harian dan fase bulan, namun tingkah laku ini akan