Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENDEDERAN IKAN PATIN

DISUSUN OLEH

JUWITA (442022002)

ALIEFIA AZ-ZAHRA (442022006)

M.AKBAR (442022010)

ABDUL WAFI (442022008)

DOSEN PENGAMPU

MIRNA DWIRASTINA, S.Pi., M.Pi.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menuntun penulis untuk
menyelesaikan makalah dengan judul “Pendederan Ikan Patin”. Dimana makalah ini
merupakan dalam rangka penyelesaian tugas mata pelajaran Dasar-dasar Akuakultur.

Dalam makalah yang bertemakan tentang penjelasan tentang Pendederan ikan patin,
sampai dengan budidaya ikan patin, kami ingin mengulas dan membahas lebih jauh mengenai
budidaya ikan patin. Mengingat pentingnya pembelajaran tentang aspek-aspek tersebut untuk
membantu kedepannya dalam pengembangan lebih lanjut dari dari budidaya ikan patin di
indonesia.

Tentunya dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat celah kekurangan
dalam segi apa pun, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif
demi perkembangan yang progesif untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam masyarakat Indonesia maupun dunia.

Palembang, Juni 2023

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan patin adalah ikan perairan tawar yang termasuk ke dalam famili pangasidae dengan nama
umum adalah catfish. Populasi di alam ditemukan di sungai-sungai besar di daerah Sumatera,
Kalimantan, dan sebagian di Jawa. Di daerah penyebarannya tersebut di Indonesia, terdapat sekitar 14
jenis ikan patin, termasuk ikan patin. Selain di Indonesia, ikan patin juga banyak ditemukan di
kawasan Asia seperti di Vietnam, Thailand, dan China. Diantara beberapa jenis patin tersebut, yang
telah berhasil dibudidayakan, baik dalam pembenihan maupun pembesaran dalam skala usaha mikro,
kecil, dan menengah adalah 2 spesies, yakni ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus; nama latin
sebelumnya adalah P. sutchi) dan patin jambal (Pangasius djambal) (Tim Penelitian dan
Pengembangan Perkreditan dan UMKM, 2010).

Patin (Pangasius sp.) merupakan ikan penting dalam budidaya perairan atau akuakultur.
Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO (Food and Agriculture Organization) menempatkan patin
diurutan keempat setelah ikan mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus), lele (Clarias sp.)
dan gurami (Osphronemus gouramy). Ikan patin salah satu komoditas penting yang perlu dipacu
pengembangannya. Ikan ini memiliki karakteristik unik yang menjadikannya sebagai prioritas, yaitu :
1) fekunditas telur yang tinggi, 2) ukuran yang besar, 3) pertumbuhan relatif cepat, 4) kepadatan
tinggi dan survival rate 80-90%, 5) teknologi sederhana, 6) modal tidak terlalu tinggi dan usaha yang
menguntungkan, 7) lahan budidaya cukup luas dan 8) penyerapan tenaga kerja. Saat ini species patin
yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah patin siam (Pangasius hypophthalmus) atau
lele bangkok yang merupakan ikan introduksi dari Thailand, serta patin jambal (Pangasius djambal).
Usaha pembesaran ikan patin dapat dilakukan pada berbagai wadah pemeliharaan seperti kolam tanah,
kolam terpal dan daerah rawa-rawa (Asyari et al., 1997).

Dahulu pembudidayaan ikan hanya mengenal kolam tanah, tembok, dan keramba sebagai
wadah budidaya ikan. Seiring dengan perkembangan tekonlogi pertanian dan ketersediaan bahan
material, banyak peternak yang berimprovisasi menerapkan uji coba pemeliharaan ikan dikolam
alternatif. Salah satunya yang lagi ngetren adalah kolam terpal. Untuk menanggulangi besarnya biaya
produksi yang dikeluarkan, cara yang dilakukan oleh petani ikan salah satunya yaitu pembenihan ikan
lele di kolam terpal. Terpal merupakan bahan plastik kedap air, dimana sifat itu yang membuatnya
berguna sebagai lapisan penahan air di kolam. Kolam terpal pada umumnya sudah biasa dipakai
peternak ikan hias, tetapi pada peternak ikan konsumsi sangat jarang. Keunggulan penggunaan kolam
dari terpal antara lain kolam terpal mudah dibuat, suhu kolam lebih stabil dibandingkan kolam semen
(Trubus, September 2009) ; (Rosalina, 2014). Selain biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari media
lainnya, keterbatasan lahan juga tidak menjadi masalah. Kolam juga dapat dipindah-pindah sesuai
keinginan. Ikan patin dapat dibudidayakan di kolam tanah liat, kolam terpal, maupun kolam semen
atau beton.

Pada budidaya ikan patin, salah satu hal yang menjadi peluang bagi pembudidaya ikan patin
adalah masih kurang seimbangnya antara perbandingan jumlah poduksi dengan jumlah permintaan
ikan patin. Saat ini, jumlah produksi yang ada menunjukkan kecenderungan selalu lebih rendah dari
pada jumlah permintaan. Padahal dari sisi teknologi, sebenarnya sudah ditemukan beberapa teknik
budidaya ikan patin yang memungkinkan dilakukannya pembudidayaan ikan patin secara intensif di
berbagai media pemeliharaan (Khairuman dan Sudenda, 2002) ; (Komariah dan Aries, 2009) .

 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Kordik (2005), sistematika ikan patin diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spisies : Pangasius pangasius

Djariah (2001) mengemukakan bahwa Ikan Patin memiliki warna tubuh putih keperak-perakan dan
punggung kebiru-biruan, bentuk tubuh memanjang, kepala relatif kecil. Ujung kepala terdapat mulut
yang dilengkapi dua pasang sungut pendek. Susanto dan Amri (2002) menambahkan, pada sirip
punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di
sebelah belakangnya. Sirip ekor membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak
mempunyai sisik, sirip dubur relatif panjang yang terletak di atas lubang dubur terdiri dari 30-33 jari-
jari lunak sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada mempunyaii 12-13 jari-
jari lunak dan sebuah jarijari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil. Di bagian
permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil.

Di Indonesia, ada dua macam ikan patin yang dikenal yaitu patin lokal (Pangasius pangasius) atau
sering pula disebut jambal (Pangasius djambal) dan patin Bangkok atau patin Siam (Pangasius
hypophtalamus sinonim P. sutchi). Patin jambal memiliki sungut rahang atas jauh lebih panjang dari
setengah panjang kepala dan hidung sedikit menonjol kemuka serta mata agak ke bawah.

2.2 Persyaratan Hidup

Dalam pembudidayaannya, terdapat beberapa kondisi yang harus dipenuhi : 1) Kualitas air untuk
pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu keruhdan tidak tercemar bahan-bahan kimia
beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan maksimal yang aman bagi ikan adalah 128NTU. 2)
Suhu air yang baik untuk pembudidayaan ikan patin adalah antara 25 oC–30oC. Pada daerah-daerah
yang suhu airnya relatif rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang relatif
stabil. 3) Keasaman air berkisar antara: 6 –8 (Ranu, 2014).

2.3 Persyaratan Lokasi

Sebelum membuat kolam terpal terlebih dahulu ditentukan dahulu lokasi yang tepat dalam
membuatnya. Yang harus diperhatikan tingkat kemiringan lahan, sehingga dapat dengan mudah untuk
mengalirkan air ke lahan pertanian. Kolam terpal sebaiknya dibangun di atas lahan yang agak tinggi
dan tidak jauh dari sumber air. Dasar tanah untuk peletakan kolam terpal yang dibangun diatas
permukaan tanah harus rata, begitu pula dengan kerangka yang digunakan hendaknya tidak berbahan
tajam karena dapat merobek terpal. Bila tanah tidak rata, sebaiknya diberi lapisan dan pelepah batang
pisang atau sekam padi. Selain berfungsi meratakan tanah, kedua bahan ini dapat menstabilkan suhu.
Ukuran lokasi berbentuk segi empat menurut ukuran terpal, jika ukuran terpal berukuran 7 x 9 m
maka ukuran dasamnya yang harus dibuat adalah 6 x 8 m dikurang dengan ketinggian terpal 1 m.

2.4 Persiapan Alat

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, yaitu parang, gergaji, palu, cangkul, sekop, terpal, kayu
patok, aerator, dinding bambu berukuran 1m x 6m sebanyak 2 buah, pipa paralon diameter 2-3 inchi,
dengan panjang 25 cm, paku dan tali nilon (Cahyono, 2001).

2.5 Menurut Cahyono (2001), Teknik Pembuatan Kolam, adalah :

 Siapkan bambu dan terpal yang akan digunakan. Kebutuhan terpal untuk masing-masing
ukuran adalah sebagai berikut :
 Kolam ukuran 2x3x1 m membutuhkan luas terpal 4×6 m.
 Kolam ukuran 4x5x1 m membutuhkan luas terpal 6×8 m.
 Pasang bambu tersebut dengan model seperti gambar dibawah ini
 Kolam terpal sendiri bisa dibuat dalam ukuran 2x3x1 m, 4x5x1 m atau 4x6x1 m, kemudian
pasang terpal yang telah dilubangi bagian tepinya dan diberi ring logam supaya tidak
gampang robek.
 Kemudian ikat terpal pada kerangka bambu.
 Kemudian terakhir adalah memasang pipa atau selang untuk saluran pembuangan air apabila
kolam kelebihan air, cara memasang pipa atau selang bisa melihat gambar dibawah ini.

(Hedi, 2013).

2.6 Teknik Pendederan

Pendederan adalah satu kegiatan pemeliharaan patin dalan stadia larva sampai ukuran 1-2 inci (2,5-5
cm). Berikut tahap kegiatan pendederan:

 Menurut Hernowo (2001), penebaran benih meliputi :


 Pengisian air kolam

Dilakukan pada 1-2 hari sebelum penebaran benih. Untuk tahap awal ketinggian air sekitar 15-20 cm
saja. Selanjutnya pada hari ke-5 air ditambah sedikit demi sedikit.

 Penebaran benih

Untuk kolam ukuran 2x1x0,5 m dapat dipelihara sebanyak 15000-20000 ekor.

 Pemeliharaan 1-7 hari

Benih patin pada tahap pendederan satu ini dipelihara selama 3-4 minggu. Hari kedua atau ketiga
setelah menetas diberia pakan artemia sampai hari ketujuh setiap 1-2 jam sekali. Menurut (Khairuman
dan Amri, 2001) ; (Komayrah dan Aries, 2009), bahwa kecepatan laju pertumbuhan ikan sangat
dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pakan Yang diberikan serla kondisi lingkungan. Apabila pakan
yang diberikan berkualitas baik secara jumlahnya mencukupi serta kondisi lingkungan mendukung
dapat dipastikan laju pertumbuhan ikan akan menjadi lebih cepat sesuai yang diharapkan.
 Pemeliharaan setelah hari ke-7

Diberi pakan kutu air (Daphnia) atau cacing sutra yang di cacah terlebih dahulu dan didesinfektan
dengan direndam dilarutan kunyit dan temulawak.

 Pemeliharaan setelah hari ke-14

Sudah bisa dikasih pelet dalam bentuk tepung. Pemberian pelet setiap 3-4 jam sekali. Usahakan pakan
yang diberikan sesuai kebutuhan benih. Pakan yang tersisa harus disifon.

 Pemanenan

Dilakukan dengan cara dikrakat. Selanjutnya di packing menggunakan kantong plastik berukuran
40×60 cm dan diberi oksigen. Perbandingan oksigen dan air 50:50. Kantong ukuran ini bisa
menampung 500 ekor benih ukuran 2 inci dengan lama perjalanan 5-6 jam.

Selama pemeliharaan hari ke-4 samapi ke-14 dilakukan sirkulasi.

 Meringkan kolam beberapa hari untuk membunuh bibit penyakit.


 Isi bak dengan air bersih setinggi 20-50 cm, lalu biarkan selama sehari.
 Berikan pakan 3-4 jam sekali, berupa pelet.
 Penggantian air sebaiknya dilakukan setiap hari, yakni pagi dan sore hari. Penggantian air
dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit.
 Panen dilakukan setelah berukuran 2 inci dengan lama pemeliharaan sekitar 3 minggu.

2.7 Teknik Pembesaran

Kegiatan pembesaran (fattening) dilakukan untuk menghasilkan patin ukuran konsumsi atau ukuran


pasar (marketable size). Patin yang diperjualbelikan sebagai ikan konsumsi, ukurannya mulai dari
300-1.000 g/ekor. Produksi patin yang ditujukan untuk menghasilkan fillet, ukurannya minimal 1.000
g/ekor. Benih patin yang dibutuhkan untuk pembesaran sebaiknya telah mencapai ukuran 10 g/ekor.
Padat penebaran benih antara 10-15 ekor/meter persegi. Kedalaman air untuk pembesaran 100-120
cm. Patin diberi pelet sebanyak 3-4% bobot biomass ikan dan diberikan 4-5 kali sehari. Pelet yang
diberikan kepada patin minimal mengandung protein 20%. Pakan dengan kandungan protein 25-27%
cukup memadai untuk memacu pertumbuhan patin.

Sebelum mulai pastikan terpal tidak bocor. Selain itu sebaiknya disekitar kolam tidak ada pohon besar
yang dapat menghambat sinar matahari masuk. Jika benih ang ditebar berasal dari tempat lain,
sebaiknya pengangkutan benih dilakukan pada saat pagi atau sore hari dengan menggunakan plastik
yang diberi oksigen. Sebelum benih ditebar lakukan aklimatisasi terlebih dahulu dengan cara
membiarkan kantong plastik berisi benih tarapung apung diatas permukaan air selama 10-15 menit.
Setelah itu buka plastik dan biarkan benih keluar dengan sendirinya.padat tebar patin untuk
pembesaran ukuran 2,5 inci umumnya 5-10 ekor per m 2 . benih yang baik adalah benih yang
kondisinya sehat, tidak cacat dan ukuran seragam. Untuk mempercepat pertumbuhan patin, selama
dipelihara dikolam terpal, berikan pakan buatan sperti pelet komersil, maupun pakan alternatif. Untuk
menyiasati harga pelet yang semakin mahal, umumnya pembudidaya menggunakan pelet komersil
untuk tahap awal pemeliharaan yakni kurang lebih selama sebulan. Selanjutnya mereka mengganti
dengan pakan racikan sendiri. Selain itu ikan patin juga bisa diberi pakan alternatif berupa roti atau
mie bekas, sosis atau nugget kadaluarsa dan makanan sisa lainnya (National Research Conuncil,
1993). Menurut Halver (1998), agar membuat ikan kebal terhadap panyakit, dapat digunakan vitamin
C dosis 250-500 mg/kg berat tubuh selama beberapa hari. Atau menggunakan probiotik sebagai
imunostimulan, misalnya lipo polisakarida 10 mg/1 untuk mempertahankan stamina ikan.
Sebagaimana pendederan, kolam terpal pada pembesaran juga harus dijaga kebersihannya sehingga
tidak menjadi sarang penyakit. Sisa pakan dan kotoran ikan di dasa kolam terpal secara rutin
dibersihkan dengan melakukan penyifonan tiap 20-30 hari sekali.

2.8 Pemanenan

Panen pada akhir pembesaran setelah 6-8 bulan pemeliharaan, sejak pendederan sampai pembesaran.
Umumnya berat patin yang diinginkan pasar sekitar 250 gram.

 
 

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Budidaya ikan patin di kolam terpal ini sangat mudah, efisien dan tidak memerlukan biaya
yang cukup mahal karena menggunakan alat dan bahan yang sederhana. Dalam
pembudidayaan ini terbagi dalam 4 tahap, yaitu pendederan, pembenihan, pembesaran dan
pemanenan.

3.2 Saran

Lebih dikembangkan lagi teknologinya, gunakan alat-alat yang modern agar tidak
menghambat proses pembudidayaan.

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Asyari, Z. Arifin, dan A.D. Utomo. 1997. Pembesaran Ikan Patin (Pangasius Pangasius)
dalam Sangkar di Sungai Musi Sumatera Selatan.”Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia III
(2)

Cahyono, B. 2001. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Djariah, A.S. 2001. Budi Daya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta. Hal 87.

Dwi Rosalina. 2014. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal di Desa
Namang Kabupaten Bangka Tengah. Maspari Journal, 6 (1)  20-24

Halver, J.E. 1998. Fish Nutrition. Academic Press lnc. New York

Hedi Hermawan. 2013. Teknologi Budidaya Ikan Sistem Terpal Pada KRPL. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. (BPTP) Jambi.

Hernowo, 2001. Pembenihan Patin. Cetakan I. Penerbit Penebar: Swadaya, Jakarta.

Khairuman dan K. Amri. 2001. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka.
Tangerang

Khairuman dan D. Sudenda. 2002. Budidaya Ikan Patin Secara Intensif. Penerbit Agro Media
Pustaka. Depok.

Komaryah, Aries Indra Sertiawan. 2009. Pengaruh Penambahan Berbagai Dosis Minyak
Ikan Yang Berbeda Pada Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Ikan Patin (Pangasius
pangasius). PENA Akuatika, 1 (1)

National Research Council (NRC), 1993. Nutrient Requirement of Fish. National Academy of
science. Whasington D.C.

Ranu Adi Aldaka, Dosen Pembimbing I : Ir. M. Julius ST, MS. , Dosen Pembimbing II : Ir.
Nurrussa’adah MT. 2014. Sistim Otomatis Pengkondisian Suhu, pH dan Kejernihan Air
Kolam Pada Pembudidayaan Ikan Patin. Jurnal Seminar Hasil

Susanto, H dan Amri, K. 2002. Budi Daya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 90

Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM. 2010. Pola Pembiayaan Usaha
Kecil (PPUK), Pembenihan Ikan Patin. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Biro
Pengembangan BPR dan UMKM. Jakarta Pusat

Anda mungkin juga menyukai