Proposal Tugas Akhir Evaluasi Penyanggaan PDF
Proposal Tugas Akhir Evaluasi Penyanggaan PDF
PENDAHULUAN
Analisis geomekanika merupakan salah satu analisis yang dapat digunakan untuk
menganalisis kestabilan lubang bawah tanah. Melalui berbagai uji laboratorium
yang dilakukan terhadap sampel batuan dengan berbagai metode serta prosedur,
kestabilan dari lubang bawah tanah dapat dianalisis. Selain untuk menganalisis
kestabilan lubang bawah tanah, analisis geomekanika juga dapat digunakan untuk
menetukan perlakuan penyanggaan terhadap lubang bawah tanah. Penyanggaan
sendiri didefinisikan sebagai sistem yang membantu batuan agar dapat menopang
dirinya sendiri sehingga mencapai keseimbangan setelah padanya diberikan
1
gangguan berupa lubang bukaan. pembahasan mengenai sistem penyanggaan
batuan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pembahasan
mengenai metode penambangan bawah tanah. Pembahasan ini menjadi sangat
penting mengingat karakteristik batuan yang berbeda-beda dan memungkinkan
munculnya bidang lemah batuan yang menyebabkan terjadinya runtuhan,
menghambat kerja perusahaan dan berakibat pada terhambatnya pencapaian
tingkat produksi yang diinginkan pula.
2
b. Penelitian ini menggunakan klasifikasi massa batuan Q System sebagai
(Barton et al, 1974)
c. Penelitian ini hanya mengevaluasi efektivitas penyangga yang digunakan dan
memberikan rekomendasi penyanggan yang sesuai namun faktor
keekonomiannya tidak dipertimbangkan.
3
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
4
mulai didapati adanya kekar, dari yang kerapatan kekarnya jauh hingga kerapatan
kekar yang sangat dekat.
Struktur ini terdapat pada batuan yang dekat dengan permukaan maupun pada
tempat yang dalam (lihat Gambar 2.1). Efek ukuran pada batuan yang terkekarkan
dengan kuat akan lebih jelas daripada batuan dengan kekar sedikit, karena efek
tersebut lebih dominan pada tarikan yang rekahannya terbuka dibandingkan
dengan rekahan yang tertutup. Faktor penting lain yang mempengaruhi massa
batuan adalah kemenerusan kekar. Semua faktor tersebut terdapat dalam bidang
diskontinu dan hal tersebut dapat mempengaruhi kekuatan dari massa batuan yang
terdapat di alam dan juga dibidang pertambangan, adanya bidang diskontinu
berpengaruh sekali terhadap stabilitas lereng pada tambang terbuka maupun
stabilitas terowongan pada tambang dalam.
Kekuatan dan kondisi suatu massa batuan yang terdapat di alam dapat diketahui
dan dikelompokkan kedalam kelas-kelas massa batuan dari lemah hingga sangat
kuat. Kelas massa batuan tersebut didapatkan dari hasil pengklasifikasian massa
batuan dengan beberapa metode klasifikasi seperti RMR dan GSI.
5
Secara sederhana klasifikasi massa batuan dapat digunakan sebagai check list
untuk memastikan apakah seluruh informasi penting mengenai massa batuan
sudah dimasukkan kedalam desain. Jika semua informasi telah tersedia, maka
klasifikasi massa batuan dapat dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi
spesifik lapangan.
Tujuan dari klasifikasi massa batuan (Bieniawski, 1989) adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi parameter terpenting yang mempengaruhi perilaku dari setiap
massa batuan.
2. Membagi berbagai massa batuan ke dalam kelompok yang memiliki perilaku
yang sama.
3. Memberikan pengertian dasar tentang karakteristik dari setiap kelas massa
batuan.
4. Menghubungkan pengalaman-pengalaman tentang kondisi batuan pada suatu
lokasi kepada kondisi dan pengalaman yang ditemukan di lokasi lain.
5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa
(engineering design).
6. Menyediakan sebuah dasar umum dalam komunikasi di antara engineer dan
geologis.
6
pertama yang mengutamakan rating klasifikasi untuk pembobotan yang relatif
penting dari klasifikasi. Klasifikasi Geomekanika (RMR-sistem) yang diusulkan
oleh Bieniawski (1973) dan Q-sistem yang diusulkan oleh Barton, Lien, dan
Lunde (1974), telah dikembangkan secara independen dan keduanya menyediakan
data kuantitatif untuk memilih tindakan perkuatan terowongan yang modern,
misalnya dengan menggunakan rockbolt, shotcrete, dan steel shets.
Q-sistem dikembangkan secara khusus untuk terowongan dan ruang bawah tanah.
Sedangkan klasifikasi geomekanika (RMR-sistem), walaupun pada awalnya
dikembangkan untuk terowongan, juga dapat diaplikasikan untuk lereng batuan
dan pondasi, penilaian ground rippability, dan masalah pertambangan lainnya.
RMR-sitem pada awalnya dikembangkan dari masalah pada teknik sipil, oleh
karena itu untuk penerapannya pada industri pertambangan harus dilakukan
modifikasi agar lebih relevan. Laubscher (1977) melakukan modifikasi dengan
menambahkan faktor penyesuaian terhadap peledakan, kondisi tegangan insitu,
dan keberadaan bidang diskontinu. Aplikasi lebih lanjut dari klasifikasi massa
batuan diusulkan oleh Bieniawski (1978) yang dihubungkan dengan
deformabilitas massa batuan yang diperlukan untuk studi numeric tegangan dan
distribusi perpindahan di sekitar bukaan bawah tanah (Hoek dan Brown, 1980).
Agar dapat digunakan secara baik dan cepat maka klasifikasi massa batuan harus
mempunyai beberapa sifat antara lain:
1. Sederhana, mudah diingat dan dimengerti.
2. Sifat sifat massa batuan yang penting harus disertakan.
3. Parameter dapat diukur dengan mudah dan murah.
4. Pembobotan dilakukan secara relatif.
5. Menyediakan data-data kuantitatif.
7
3. Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif pada suatu
proyek.
Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi menjadi seksi-seksi menurut
struktur geologi dan masing-masing seksi diklasifikasikan secara terpisah. Batas-
batasnya umumnya berupa struktur geologi mayor seperti patahan atau perubahan
jenis batuan. Massa batuan dengan jenis yang sama terkadang harus dibagi
menjadi seksi-seksi karena perubahan yang signifikan dalam spasi atau
karakteristik bidang discontinue.
Selama bertahun-tahun (1974, 1975, 1976 dan 1989) sistem ini telah diperbaiki
dengan semakin banyaknya studi kasus yang dikumpulkan. Bieniawski
melakukan perbaikan signifikan untuk rating bagi parameter-parameternya.
Berikut ada lima parameter utama dan 1 parameter pengontrol yang digunakan
untuk mengklasifikasikan massa batuan dengan sistem RMR :
1. Kuat tekan uniaksial batuan utuh
2. Rock quality designation (RQD)
3. Spasi bidang diskontinu
4. Kondisi bidang diskontinu
5. Kondisi air tanah
6. Koreksi dapat dilakukan bila diperlukan untuk orientasi diskontinuitas
8
parameter nantinya akan dijumlahkan untuk memperoleh bobot total massa
batuan. Melalui total bobot kelima parameter tersebut massa batuan nantinya akan
dibagi menjadi lima kelas.
Hubungan antara kuat tekan dengan index Franklin menurut Bieniawski (1975)
untuk diameter 50 mm adalah
c = 18 23 Is
sedangkan untuk diameter lainnya:
c = (14 + 0.175 D) x Is
9
Jika Is = 1 MPa maka indeks tersebut tidak dapat digunakan untuk menentukan
kekuatan batuan. Selain Bieniawski, beberapa penelitian juga menyebutkan
hunbungan antara kuat tekan dengan point load strength index (index franklin).
Hubungan tersebut dapat dilihat pada tabel (tabel 2.1) berikut:
Tabel 2.1
Hubungan Kuat Tekan dengan Indeks Franklin
Gambar 2.1
Kurva Tegangan- Regangan
(Sumber : Kramadibrata, 2014)
10
2. Rock Quality Designation (RQD)
Pada tahun 1964, Deere mengusulkan penggunaan istilah Rock Quality
Designation (RQD) untuk memperoleh perkiraan secara kuantitatif terhadap
massa batuan berdasar hasil inti pengeboran. RQD sendiri merupakan presentase
dari bagian inti yang utuh dengan panjang lebih dari 10 cm terhadap total
kedalaman lubang bor (core run).
Deere (1989) memberikan ilustrasi untuk mengukur dan menghitung RQD. Hal
tersebut dapat dilihat pada gambar (lihat gambar 2.2).
Gambar 2.2
Prosedur Pengukuran dan Perhitungan RQD
(Sumber : After Deer, 1989)
Pada tahun 1976, Priest dan Hudson memberikan hubungan antara nilai RQD
dengan jarak antar bidang diskontinu yang ada di dalam massa batuan (joint
spacing /Js) dengan persamaan sebagai berikut
11
Keterangan:
Js = jarak antar diskontinu, meter
= frekuensi diskontinu per meter
Jarak antar diskontinu merupakan parameter penting dalam menilai struktur massa
batuan. Semakin banyak kehadiran diskontinu akan berakibat mengurangi
kekuatan massa batuan. Kualitas batuan berdasarkan pada nilai RQD ini telah
diusulkan oleh Deere (1964) dengan klasifikasi pada tabel (lihat tabel 2.2) berikut:
Tabel 2.2
Kualitas Batuan Berdasarkan RQD
3. Spasi Diskontinuitas
Adanya kekar pada massa batuan cenderung akan memperburuk karakteristik
mekanik massa batuan bergantung pada frekuensi atau jarak serta orentasinya.
Spasi bidang diskontinu adalah jarak tegak lurus antara bidang-bidang
diskontinuitas yang mempunyai kesamaan arah (satu keluarga) yang berurutan
sepanjang garis pengukuran (scanline) yang dibuat sembarang. Ilustrasi dari
pengukuran kekar dapat dilihat pada gambar (lihat gambar 2.3 dan gambar 2.4).
Gambar 2.3
Pengukuran Bidang Diskontinuitas dengan metode Scanline
(Sumber : Kramadibrata, 2014)
12
Gambar 2.4
Prosedur Pengukuran Kekar
(Sumber : Kramadibrata, 2014)
Priest (1985) memberikan persamaan untuk menghitung spasi rata-rata antar
bidang diskontinu:
+ +1
++1 = ++1 cos( )
2
cos = cos( ) cos n cos s + sin n sin x
< 180 = + 180
> 180 = 180
= 90
Keterangan:
++1 = jarak sebenarnya antara dua kekar yang berurutan dalam satu set (meter)
++1 = jarak semu antara dua kekar yang berurutan dalam satu set (meter)
= sudut normal (...)
= arah dip dari garis normal (N...E)
n = dip dari garis normal (...)
= arah dip dari kekar (N...E)
= dip dari kekar (...)
= arah dip scanline (N...E)
s = dip dari scanline(...)
13
Tabel 2.3
Pemerian Spasi Kekar
14
Selain tabel di atas kekasaran juga dapat ditentukan seperti dalam tabel (lihat tabel
2.5) berikut:
Tabel 2.5
Kekasaran Permukaan Bidang Geser
b. Separation
Merupakan jarak antara kedua kekar permukaan bidang diskontinu. Jarak ini
biasanya diisi oleh material lainnya (filling material) atau bias juga diisi oleh air.
Semakin besar jarak ini, semakin lemah bidang diskontinu tersebut. Pembobotan
pemisahan dapat ditentukan melalui tabel (lihat tabel 2.6).
Tabel 2.6
Pemerian pemisahan Kekar
15
c. Continuity
Continuity merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinu atau panjang
dari suatu bidang diskontinu. Kemenerusan bidang diskontinu dapat diukur secara
kasar dengan mengamati panjang kemenerusan bidang pada batuan yang
tersingkap. Deskripsi mengenai kemenerusan dapat dilihat pada tabel (lihat tabel
2.7) berikut:
Tabel 2.7
Klasifikasi Kemenerusan
d. Weathering
Seberapa besar tingkat pelapukan yang dialami oleh batuan dapat ditentukan
dengan melihat perubahan warna pada butir batuan dengan bantuan alat palu
geologi. Deskripsi tingkat pelapukan dapat dilihat pada tabel (lihat tabel 2.8)
berikut
Tabel 2.8
Pemerian Tingkat Pelapukan Batuan
16
e. Infilling (gouge)
Filling atau material pengisi antara dua permukaan bidang diskontinu
mempengaruhi stabilitas bidang diskontinu dikarenakan oleh faktor ketebalannya,
konsisten atau tidaknya dan sifat mengembang bila terkena air dan berbutir sangat
halus akan menyebabkan bidang diskontinu menjadi lemah.
Data arah kekar didapat dari pengukuran kekar di lapangan dengan kompas
geologi. Data yang didapat diolah dengan metode stereograifs untuk menetukan
arah umum kekar. Arah umum biasa dinyatakan dengan strike/dip atau dip/dip
direction.
17
Gambar 2.5
Grafik Hubungan Antara Span, Stand-up Time, dan RMR
(Sumber : Bieniawski, 1989)
18
2.1.3. Modified Rock Mass Rating (MRMR)
Sistem RMR pada dasarnya dibuat dari kasus pada pekerjaan teknik sipil. Oleh
karena itu, perlu dilakukan beberapa modifikasi untuk dapat diterapkan secara
tepat. Laubscher (1977) telah membuat sistem klasifikasi Modified Rock Mas
Rating (MRMR). MRMR menggunakan dasar dari nilai RMR dan melakukan
penyesuaian terhadap peledakan, kondisi tegangan insitu, dan keberadaan bidang
diskontinu. Nilai MRMR lebih sesuai digunakan untuk menentukan penyanggaan.
Gambar 2.6
Prosedur Klasifikasi MRMR
19
(Sumber : Laubscher, 1977)
Tabel 2.10
Rock Mass Rating Parameters
20
Tabel 2.11
Blasting Adjustment Factors
Tabel 2.12
Joint Adjustment Factors
Tabel 2.13
Shear Zones Adjustment Factors
Orientation Of Shear Zones At An Adjustment
Angle To The Development
0-15 76%
16-45 84%
46-75 92%
21
2.1.5. Q System Classification
Klasifikasi batuan Q-System dikenal juga dengan istilah Rock Tunneling Quality
Index untuk keperluan perancangan penyangga penggalian bawah tanah. Q-
System digunakan dalam klasifikasi massa batuan sejak tahun 1980 di Iceland.
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Barton, dkk di 1974 berdasarkan
pengalaman pembuatan terowongan terutama di Norwegia dan Finlandia.
Dalam sistem ini, diperhatikan diskontinuitas dan joints. Angka dari Q bervariasi
dari 0.001-1000
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Data primer yang diambil berupa data kekuatan batuan (UCS dan Is), data kekar
(spasi, arah umum, kondisi), RQD, dan kondisi air tanah. Data sekunder yang
diperoleh dari perusahaan berupa data profil perusahaan, peta lokasi penelitian,
peta geologi regional, dimensi lubang bukaan, karakteristik penyanggan yang
digunakan, metode pembongkaran, tegangan in situ di daerah penelitian.
22
JUDUL
PERBANDINGAN METODE KLASIFIKASI MRM DAN
Q SISTEM UNTUK MENGEVALUASI SISTEM PENYANGGAAN PADA
PENAMBANGAN EMAS DOZ
DI PT. FREEPORT INDONESIA
TUJUAN
a. Menganalisis hubungan karakteristik batuan dengan kestabilan lubang bawah tanah
melalui analisis geomekanika.
b. Mengidentifikasi perpindahan massa batuan yang terjadi di sekitar lubang bukaan
bawah tanah.
c. Menganalisis perpindahan yang dihasilkan tersebut untuk mengevaluasi kebutuhan dan
model baut batuan dan shotcrete yang tepat sebagai penyanggaan.
Hasil Penelitian
a. Tabel pemerian paremeter klasifikasi massa bautan
b. Nilai dan kelas massa batuan
c. Stand up time lubang bukaan
d. Rekomendasi penyanggaan
Pembahasan
a. Membandingkan hasil dari klasifikasi massa batuan terhadap klasifikasi yang digunakan
sebelumnya.
b. Memberikan rekomendasi penyanggaan agar penyanggan yang dipakai lebih efektif
terhadap kondisi batuan.
Kesimpulan
a. Batuan yang ada di daerah penelitian termasuk kelas batuan sesuai dengan klasifikasi
MRMR dan Q Sistem.
b. Penyangga yang dipakai sebaiknya menggunakan rekomendasi berdasarkan klasifikasi
MRMR dan Q - Sistem
Gambar 2.7
Diagram Alir Penelitian
23
BAB III
RENCANA PENYELESAIAN PENELITIAN
a. Melakukan pengujian Point Load Index dan pengujian Kuat Tekan Uniaksial
untuk mengetahui nilai kekuatan batuan.
b. Menghitung spasi kekar rata-rata sebenarnya dan menetukan arah umum kekar.
c. Menghitung RQD.
24
3.3. Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan dapat dilaksanakan pada 2 Mei 2015 hingga 2 Juni 2016.
Secara garis besar jadwal penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jadwal Penelitian
No. Waktu (Minggu)
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Registrasi
2 Safety Induction
3 Observasi Lapangan
4 Studi Literatur
5 Pengumpulan Data
6 Pengolahan dan analisis data
7 Penyusunan laporan
8 Evaluasi
25
DAFTAR PUSTAKA
2. Hoek, E., Kaiser, P.K., and Bawden, W.F., 1993, Support of Underground
Excavations in Hard Rock, Queens University, Canada.
5. Marinos, P., and Hoek, E., 2000. GSI: A Geologically Friendly Tool For
Rock Mass Strength Estimation. Journal, 1-5.
26