Modul 4
Modul 4
MODUL : IV
PERTEMUAN : MINGGU KE 5
3. KETERSEDIAAN AIRTANAH
4. KEBUTUHAN AIR
5. KUALITAS AIR
3) Ketersediaan Airtanah:
4) Kebutuhan Air
5) Kualitas Air:
67
B. PERTANYAAN/perintah diskusi (pertanyaan yang mengarahkan masalah
yang didiskusikan)
C. MATERI
Rumus :
Et = ( P ) x (( 0,9 + (P2/Eo2))0,5 ) -1
Langkah-langkah perhitungan
68
Perhitungan evapotranspirasi (Et)mm/th
Ketersediaan air DAS yang mantap (Pa) =((P-Et) x A)x 30% (m3//th)
69
Gambar 4.1. Ilustrasi Proses Terbentuknya Aliran Permukaan
Metoda Mock
Hasil penaksiran atau perkiraan debit limpasan (run of) tidak bisa
menggantikan dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana sangat
dibutuhkan tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya penaksiran atau
perkiraan. Ada banyak metoda untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari
masing-masing metoda tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan data
yang tersedia. Salah satu metoda tersebut adalah Metoda Mock. Metoda Mock
adalah suatu metoda untuk memperkirakan keberadaan air berdasarkan konsep
water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini adalah besarnya debit suatu
daerah aliran sungai. Data yang digunakan untuk memperkirakan debit ini berupa
data klimatologi dan karakteristik daerah aliran sungai. Metoda Mock
dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur hidrologi. Metoda Mock
merupakan salah satu dari sekian banyak metoda yang menjelaskan hubungan
rainfal-runoff. Secara garis besar model rainfall-runoff bisa dilihat pada Gambar
4.2. Metoda Mock dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Data-
70
Gambar 4.2. Bagan Alir Model Rainfall-Runoff
data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan Metoda Mock ini adalah
data klimatologi, luas dan penggunaan lahan dari catchment area.
Perhitungan Evapotranspirasi
Potensial (Metode Penman)
Perhitungan Evapotranspirasi
Aktual
(
Perhitungan Water Surplus
( 71
Perhitungan Baseflow, Direct
Runoff, Storm Runoff
Gambar 4.3. Bagan alir perhitungan debit dalam Metoda Mock.
Parameter Mock
a. Koefisien refleksi (r), yaitu perbandingan antara jumlah radiasi matahari yang
dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang
dinyatakan dalam persen. Koefisien refleksi ini berbeda-beda untuk tiap
permukaan bumi. Menurut Mock, rata-rata permukaan bumi mempunyai
harga koefisien refleksi sebesar 40%. Mock telah mengklasifikasikan tiap
permukaan bumi dengan nilai koefisien refleksinya masing-masing.
b. Exposed surface (m), yaitu asumsi proporsi permukaan luar yang tidak
tertutupi tumbuhan hijau pada musim kering dan dinyatakan dalam persen.
Besarnya harga m ini, tergantung daerah yang diamati. Mock
mengklasifikasikan menjadi tiga bagian daerah, yaitu hutan primer atau
sekunder, daerah tererosi dan daerah ladang pertanian. Besarnya harga
exposed surface ini berkisar antara 0% sampai 50% dan sama untuk tiap
bulan.
72
dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami
infiltrasi.
d. Konstanta resesi aliran (K), yaitu proporsi dari air tanah bulan lalu yang
masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K cenderung lebih besar,ini
berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relatif lebih
besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah.
Metode Thornthwaite-Matter
Data yang diperlukan:
Peta Topografi atau Rupa Bumi
73
Langkah-langkah perhitungan:
1. Hitung hujan (P) bulanan
2. Hitung evapotranspirasi (EP) bulanan
3. Hitung (P EP)
4. Hitung Accumulation of Potential Water Loss (APWL)
5. Hitung Water Holding Capacity (WHC) maksimum DAS
6. Hitung Storage (St) bulanan
7. Hitung St bulanan
8. Hitung Aktual Evapotranpirasi (AE), bila (PPE) maka AE=PE dan bila
(P<PE) maka AE= P + St
9. Hitung defisit (D) = PE AE
10. Hitung Surplus (S) = (P-EP) (St)
11. Hitung Runoff / Debit bulanan
Rumus-rumus yang digunakan:
T = 0.006 (Z1 Z2)
EP = f x EPx
EPx = 16 [ (10T)/I ]a
I =i , i = ( T/5 ) 1.514
a = 0.675 x 10 -6 I3 0.77 x 10 -4 I2 +
0.01792 I + 0.49239
St = Sto . e {(-APWL)/Sto}
Keterangan Notasi Rumus:
T : temperatur
74
Sto : Water Holding Capacity (WHC) maksimum DAS
Definisi airtanah
75
Airtanah (groundwater) adalah air yang bergerak dan berada di bawah
permukaan tanah di dalam zona jenuh (saturation zone) dimana tekanan
hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer. Vadose water adalah
air yang terdapat pada zone aerasi. Zonasi vertikal air yang berada di bawah
permukaan tanah disajikan pada Gambar 4.4. Kandungan airtanah suatu daerah
dapat dipengaruhi oleh :
a. Iklim/musim
b. Imbuh air (water recharge)
c. Kondisi geomorfologi
d. Kondisi geologi (macam batuan dan setiap batuan)
e. Aktivitas manusia
f. Vegetasi
Sebagian besar airtanah berasal dari air hujan yang meresap masuk ke
dalam tanah, airtanah tersebut disebut air meteorik. Selain air meteorik ada air lain
yaitu juvenile water (merupakan air yang baru), dapat diklasifikasikan menurut
asalnya yaitu magnetic water, volcanic water yang biasanya panas atau hangat
dan mempunyai kandungan sulfur yang tinggi dan cosmic water (berasal dari
ruang angkasa bersama dengan meteorit).
Rejuvenad water adalah air yang berasal dari proses geologi seperti
kompaksi, metamorfosa dan sedimentasi. Selain itu, ada dua jenis airtanah yaitu
metamorphic water dan connater water yaitu air yang terperangkap dalam formasi
batuan sewaktu terjadi proses pengendapan (air ini biasanya berasa payau sampai
asin).
76
Gambar 4.4. Bagian-bagian Air Dibawah Permukaan Tanah (Todd, 1959)
a. Akuifer (aquifer)
b. Akuiklud (aquiclude)
Akuiklud adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan air, tetapi tidak
dapat meloloskan air dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, shale, tuf
halus, silt.
77
c. Akuitar (aquitard)
Akuitar adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air
tetapi hanya dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas.
d. Akuifug (aquifuge)
Akuifug adalah lapisan atau formasi batuan yang tidak dapat menyimpan
dan meloloskan air. Contoh : granit dan batuan yang kompak dan padat.
Tipe-tipe akuifer
Gambar 4.5. menunjukkan beberapa tipe akuifer atas dasar sifat lapisan
batuan pembatasnya. Akuifer bebas adalah akuifer yang bagian bawahnya dibatasi
oleh lapisan oleh kedap air (impermeabel atau impervious) dan bagian atas
dibatasi oleh muka airtanah airtanah. Permukaan airtanah dari akuifer ini disebut
permukaan phreatic atau water table. Akuifer tertekan (confined aquifer) adalah
akuifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air dan
mempunyai tekanan hidrostatik yang lebih besar dari tekanan atmosfer. Sumur
dibuat pada akuifer ini bersifat artesis (air sumur ada yang keluar sendiri atau
flowing well) dan ada yang tidak sampai mengalir keluar. Gambar 4.6.
menunjukkan macam-macam akuifer. Krusseman (1991) menjelaskan mengenai
akuifer yang kompleks dan terdiri dari perlapisan batuan yang berbeda sifat
terhadap air (permeabel, semi kedap air (bocor) dan kedap air, sehingga secara
keseluruhan disebut multi-layered leaky aquifer) .
78
Gambar 4.5. Penampang Geologi dan Tipe Akuifernya (Todd, 1959)
79
Gambar 4.6. Akuifer Bocor dan akuifer berlapis (Krusseman, 1991)
80
4) fluvio volcanic foot plain
5) fluvio volcanic plain
Pada struktur volkan muda juga dijumpai beberapa sabuk mataair (spring
belt) pada setiap perubahan satuan geomorfologi gunungapi. Wilayah yang
berbatuan beku seperti lava sedimen yang consolidated (breksi) dan metamorfik
tidak mempunyai potensi airtanah, kalau ada airtanah biasanya bersifat lokal. Di
wilayah ini banyak dijumpai mata air yang berasal dari retakan batuan (fracture),
Joint dan patahan. Batu gamping seperti yang banyak terdapat di zone selatan
pulau Jawa mempunyai akuifer namun keberadaan airnya sulit dilacak. Namun
demikian tidak berarti bahwa daerah batu gamping tidak ada airnya, air banyak
dijumpai pada lubang-lubang sekunder hasil pelarutan dan keberadaannya sukar
dilacak.
Keterdapatan airtanah di suatu daerah ditentukan oleh faktor-faktor curah
hujan, evapotranspirasi, topografi, batuan dan kedudukan/struktur perlapisan
batuan, vegetasi, dan morfologi daerahnya. Berdasarkan atas faktor tersebut di
atas, maka suatu daerah dapat dibedakan menjadi beberapa wilayah satuan
airtanah. Menurut Badrudin Machbub (1984) Indonesia dapat dibedakan menjadi
lima kawasan satuan airtanah yaitu :
1. Kawasan yang terdiri atas batuan berumur Pre-Tersier dan Tersier terdiri dari
sedimen yang berliat kuat dan batuan kristalin. Pada daerah ini potensi
airtanah umumnya rendah karena sifat batuan dengan permeabilitas yang
rendah.
2. Beberapa cekungan sedimen di Indonesia mengandung airtanah disamping
minyak bumi. Air itu terperangkap selama proses sedimentasi dan pemadatan
sedimen. Jenis ini merupakan air fosil atau connate water yang merupakan
sumberdaya yang tidak terbarukan dan dapat habis setelah ditambang.
81
3. Di daerah yang dibentuk oleh satuan batugamping, sering dan bahkan sama
sekali tidak dijumpai air permukaan. Batugamping mempunyai porositas
sekunder sehingga secara setempat dapat menghasilkan air dalam jumlah
besar, Contoh : kawasan batugamping (karst) adalah Gunungkidul, Gombong,
dan Maros
4. Disekeliling lereng gunungapi yang tersebar luas di Indonesia dapat dijumpai
cadangan airtanah yang sangat kaya. Daerah gunungapi biasa mempunyai
curah hujan tinggi dan batuannya mempunyai permeabilitas tinggi. Lereng
gunungapi dengan permeabilitas batuan yang tinggi sebagai daerah imbuh air
untuk daerah di bawahnya. Pada teluk lereng (break of slope) sering muncul
mata air, lebih kearah lereng bawah pada topgrafi yang mulai datar dijumpai
akuifer yang sangat produktif.
5. Kawasan airtanah pada batuan dataran aluvial yang tersebar di Indonesia.
Kawasan ini terdiri dari sedimen klastik dataran pantai maupun cekungan
antara pegunungan berumur kuarter.
Kondisi airtanah di Daerah Istimewa Yogyakarta pernah diteliti oleh
MacDonald & Partners (1984) bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan
Umum. Hasil penelitiannya adalah bahwa airtanah di Daerah Istimewa Yogyakarta
dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan airtanah. Airtanah potensial
dijumpai di satuan Gunungapi Merapi dan airtanah potensi rendah dijumpai di
Pegunungan Kulon Progo dan Pegununungan Baturagung. Sementara Gambar
4.9. menunjukkan konsep akuifer di bentang lahan hasil pelarutan (solusional).
82
Gambar 4.8. Konsep Akuifer di Daerah Wates dan Bantul Selatan
(MacDonald & Partners ,1984)
83
Gambar 4.9. Pengaruh Retakan dan Solusi Batuan Sedimen Pada
Pemunculan Mataair (Todd, 1980)
Permukaan Airtanah dan Fluktuasi
Akuifer dengan recharge (input) yang besar dan tetap biasanya mempunyai
fluktuasi rendah dan daerah dengan recharge tidak tetap biasanya mempunyai
fluktuasi besar. Gambar 3.7. menunjukkan grafik fluktuasi airtanah untuk akuifer
dan lingkungan yang berbeda, sumur Balong (No. 3) berada di satuan Gunungapi
Merapi sedang sumur Karangjati berada di Perbukitan Sentolo.
84
b. Fluktuasi Muka Freatik Harian
Untuk akuifer unconfined, maka freatik dapat mengalami fluktuasi harian.
Fluktuasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan evapotranspirasi pada wakktu
malam dan siang (evapotranspirasi pada waktu malam lebih besar dari pada siang
hari). Gambar 3.8 menunjukkan fluktuasi muka freatik harian. Fluktuasi ini sangat
nyata apabila diamati pada waktu musim kemarau (input hujan tidak ada),
sehingga datanya dapat dipakai untuk menghitung evapotranspirasi bila diketahui
nilai spesifik yield akuifernya.
85
Gambar 4.10. Fluktuasi Muka airtanah Freatik pada dua formasi yang
berbeda (MacDonald & Partners ,1984)
86
Gambar 4.11. Fluktuasi Muka Freatik Harian (Todd, 1959)
Qet = Sy (24 h S)
87
Akibat dari pemakaian (pemompaan) airtanah yang berlebihan atau
melebihi hasil aman-nya (safe yield), permukaan airtanah dapat mengalami
penurunan. Oleh karena itu pembuatan sumur bor harus mempertimbangkan
pengaruh pemompaan agar tidak terjadi dampak negatif (sebagai contoh : intrusi
air laut pada akuifer pantai dan penurunan muka tanah/land subsidence).
h2o h2 w
Q = K --------------
lnro/rw
Keterangan :
Q = debit pemompaan m3/hari (pada akondisi aliran tetap atau steady flow)
ho = jarak muka freatik awal sampai pada lapisan kedap air (meter)
hw = jarak muka freatik dalam sumur sampai pada lapisan kedap air (meter)
88
Gambar 4.12 Aliran pada sumur Unconfined Aquifer (Todd, 1980)
Q = K ----------------
ln (r1 / rw)
h1 = jarak muka freatik sampai lapisan kedap air pada sumur 1 (sumur
pengamatan) dalam meter
K = ------------------
(h12 hw2)
89
Selain uji pemompaan, nilai K dapat diperkirakan dengan menggunakan
tabel, setiap batuan mempunyai nilai K (Tabel 4.2.); uji di laboratorium atas
contoh material akuifer; dan menggunakan pelacak (larutan penunjuk).
- Pasir 30 - 40 5 - 40
- Konglomerat 10 - 25 5 - 15
- Loess 25 - 50 = 0,1
d1
Keterangan :
90
K = permeabilitas akuifer
Sebagai hasil dari proses diendapkan dan jenis materialnya, maka sistem
akuifer hampir tidak pernah seragam dalam ciri-ciri hidrauliknya. Proses aliran
airtanah merupakan suatu gerakan yang didorong oleh gaya berat dan ditahan oleh
gesekan pada medium porous. Persamaan dasar untuk menjelaskan aliran dan
debit airtanah adalah hukum Darcy dan hukum kontinuitas. Perlakuan matematis
dari aliran airtanah mempunyai asumsi-asumsi dan generalitasasi sebagai berikut
(Dam, 1966 dan Seyhan, 1977) 1990).
91
6. Pelepasan air dari simpanannya adalah seketika.
7. Mintakat kapiler diabaikan.
Gambar 4.14 Penentuan Arah Aliran Airtanah dengan Three Point Problem
(Todd, 1959)
92
Gambar 4.15 Kontour Muka Freatik atau Equipotential (ILRI, 1972)
V = Q/A
Tanda (-) menyatakan bahwa aliran berada dalam arah bagian atas yang menurun
Keterangan :
Q = debit jenis (q = Q/A)
A = luas penampang
K = permeabilitas material akuifer
dh/dl = gradien hidraulic
= porositas batuan
V = kecepatan aliran airtanah
Debit Aliran
93
Debit airtanah dapat diperkirakan dengan dua cara, yaitu :
Gambar 4.16. Sketsa Ilustrasi Debit Aliran Airtanah per Satuan Lebar
(2) Analisis kontour muka airtanah (equipotential line). Untuk menghitung debit
airtanah menurut Todd (1959) sebagai berikut:
i = dh/dl
dq = K x dh/d1 x dm
Untuk satuan tebal. Untuk bujur sangkar dari jaringan aliran maka :
94
d1 = dm
sehingga :
dq = K dh
Untuk seluruh jaringan aliran, total beda tinggi yang dibatasi oleh garis
aliran, maka total aliran menjadi :
Kmh
Q = m dq = ----------------
Gambar 4.17 Bagian dari Jaringan Aliran Orthogonal yang Dibentuk oleh Aliran
dan Kontour Muka Freatik (equipotential line) (Todd, 1980)
95
Macam-macam pendekatan yang digunakan:
a. Pendekatan statis:
b. Pendekatan dinamis
96
IV.5. Kebutuhan Air
Kebutuhan air secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yaitu kebutuhan air
yang digunakan untuk keperluan irigasi dan kebutuhan air yang digunakan untuk
keperluan non irigasi. Untuk kebutuhan air non irigasi sendiri masih dibagi
menjadi kebutuhan air untuk keperluan domestik, non domestik, industri,
peternakan, perikanan dan penggelontoran/perawatan sungai. Untuk
memperkirakan kebutuhan air untuk keperluan-keperluan tersebut, digunakan
pendekatan berdasarkan batas administrasi.
Perhitungan Kebutuhan Air Domestik
Data yang dipergunakan :
- Tingkat pertumbuhan penduduk ( %)
- Jumlah penduduk desa ( jiwa)
- Jumlah penduduk kota (jiwa)
- Baku kebutuhan air domestik penduduk kota (liter/kapita/hari)
- Baku kebutuhan air domestik penduduk desa (liter/kapita/hari)
Bagaimana baku kebutuhan air domestik dihitung?
- survey dengan kuesioner
- sampel: stratified random; strata tingkat sosial-ekonomi penduduk, ketersediaan
air.
Qdom = 365 hari x (qu/1000 x Pu) + (qr/1000 x Pr)
Keterangan :
Qdom = Kebutuhan air domestik ( m/th)
qu = Baku kebutuhan air domestik penduduk kota
(liter/kapita/hari)
97
qr = Baku kebutuhan air domestik penduduk desa
(liter/kapita/hari)
Pu = Jumlah penduduk kota
Pr = Jumlah penduduk desa
Keterangan :
Qi = Kebutuhan air untuk irigasi (m/tahun)
A = Luas sawah (ha)
98
qs = Baku kebutuhan air untuk sawah (1 liter/detik/ha)
atau dihitung dengan program cropwat.
Ft = Frekwensi tanam dalam setahun
Tahapan Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi:
1. EVAPORASI (Eo, dalam mm/hari): Dihitung dengan rumus Penman
2. Consumtive use ( Cu); Cu = kc x Eo , dalam mm/hari,kc : crop
factor ( tabel)
3. Farm water requirement (CWR), dalam mm/hari
CWR = (Cu + In) Pef
In : infiltrasi (mm/hari)
Pef : hujan efektif (hujan yang bermanfaat utuk tanaman)
4. Project Water Requirement (PWR): dalam l/det
PWR = f x (CWR x A) x ( Eir -1)
Keterangan:
A = luas tanam (ha)
Eir = irrigation efficiency
f = faktor konversi mm/hari /ha ke satuan debit;
1mm/hari/ha =0,11574 l/dt/ha
PWR = liter/det atau m3/det
Tabel 4.5.
Koefisien Tanaman (kc) menurut FAOdan Nedeco/Prosida (PT. Indra arya,2003)
tanaman
Prosida 0,5 1 1,5 2 2.5 3 3.5 4
Padi
- LV 1,2 1,2 1,32 1,4 1,35 1,24 1,12 0
- HYV 1,2 1,27 1,33 1,3 1,3 0 0 0
FAO
Padi:
- LV 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,05 0,95 0
- HYV 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 0 0
Palawija:
-kedelai 0,5 0,75 1 1 0,82 0,45 0 0
- Jagung 0,5 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95 0 0
- kac.tnh 0,5 0,51 0,66 0,85 0,85 0,95 0,95 0
99
IR = M ( e k) ( e k 1) -1
IR = Kebutuhan air di petak sawah
M = kebutuhan air untu mengganti evaporasi dan perkolasi
M = Eo + In
k = M x ( T/S )
T = Jangka waktu persiapan lahan (hari)
S = Penjenuhan air dan tebal genangan (mm)
100
yang dipelihara. Jenis ikan gurami (Osphronemus gouramy) dan karper
(Cyprinus) membutuhkan penggantian air minimal 1 kali dalam seminggu,
sedangkan ikan lele dumbo (Clarias glariepinus) hanya membutuhkan minimal
1 bulan sekali. Estimasi besarnya kebutuhan air untuk perikanan ditentukan sesuai
dengan studi yang dilakukan oleh FIDP. Ditetapkan bahwa untuk kedalaman
kolam ikan kurang lebih 70 cm, banyaknya air yang diperlukan per hektar adalah
35-40 mm/hari, air tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk
engaliran/pembilasan. Namun karena air tersebut tidak langsung dibuang, tetapi
kembali lagi, maka besar kebutuhan air untuk perikanan yang diperlukan hanya
sekitar 1/5 hingga 1/6 dari kebutuhan yang seharusnya, dan ditetapkan angka
sebesar 7 mm/hari/ha sebagai kebutuhan air untuk perikanan.
Rumus yang digunakan:
Qfp = 365 ( qfp/1000) x Afp x 10000
Keterangan :
Qfp = Kebutuhan air untuk perikanan (m/th)
Qfp = Kebutuhan air untuk pembilasan ( 7 mm/hari/ha)
Afp = Luas kolam ikan ( ha )
Kondisi kualitas air di suatu tempat tentu berbeda dengan kondisi kualitas
air di tempat lain. Kondisi kualitas air terpengaruh oleh faktor-faktor yang secara
umum dapat dikategorikan menjadi faktor alami dan non-alami (manusia), yang
secara rinci diuraikan sebagai berikut :
a. Iklim
Curah hujan dan kualitasnya yang jatuh ke permukaan bumi dan
merupakan bagian dari siklus hidrologi sangat berpengaruh terhadap kualitas air
di suatu wilayah. Sebagai contoh, kualitas air hujan di daerah pantai tentunya
berbeda dengan kualitas air hujan di pegunungan. Contoh lain adalah hujan yang
101
jatuh di daerah beriklim tropis akan berbeda pula dengan hujan yang jatuh di
daerah dengan iklim kutub.
b.Batuan / geologi
Komposisi kimia air, terutama airtanah merupakan kombinasi dari air
hujan yang jatuh ke dalam tanah dan terjadinya reaksi-reaksi kimia antara air dan
mineral batuan penyusun akuifer tempat air berada. Beberapa proses kimia antara
air sebagai media pelarut dan mineral batuan dapat membuat komposisi kimia air
berubah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sebagai contoh adalah kualitas air
di daerah karst Gunung Sewu mengandung lebih banyak unsur karbonat
dibanding airtanah di daerah vulkan Merapi.
c.Waktu
Komposisi kimia air juga tergantung dari waktu tinggal (residence time)
air di dalam media untuk bereaksi dengan mineral batuan. Semakin lama air
berada di dalam tanah, maka semakin lama pula air bereaksi dengan mineral
batuan. Akibatnya, jumlah unsur yang terlarut dalam air akan semakin banyak dan
mempengaruhi komposisi kimia air. Sebagai contoh adalah airtanah yang terdapat
pada cekungan (basin) yang sangat luas dimana gerakan airtanah sangat lambat,
komposisi unsur terlarutnya sudah sangat jenuh dan kadang-kadang terasa asin.
Hal ini diakibatkan lamanya waktu kontak airtanah dan mineral batuan.
d. Vegetasi
Tumbuhan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas air suatu
wilayah. Akar tumbuhan yang menyerap air dan kemudian ditranspirasikan
menurut Appelo dan Postma (1993) ternyata tidak menyerap semua ion yang ada
dalam air sehingga tentu saja merubah komposisi kimia dalam air. Selain itu
vegetasi juga menyerap gas dari atmosfer, sebagai contoh (SO 2, NH3, dan NO2)
sehingga akan merubah pula komposisi air hujan sebagai komponen utama air
yang ada di bumi (Jankowski, 201).
e. Manusia
Faktor ini dapat dikategorikan sebagai faktor non-alami. Akhir-akhir ini,
faktor manusia ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi
102
kualitas air di suatu wilayah. Adanya polusi air seperti nitrat dari limbah rumah
tangga, hujan asam, limbah industri dan tempat pembuangan sampah merupakan
contoh paling mutakhir bahwa aktivitas manusia mampu merupah komposisi
kualitas air secara cepat. Perlu diingat bahwa faktor-faktor penentu kualitas air
seperti yang diuraikan di atas tidak berdiri sendiri, melainkan dapat terjadi
bersama-sama, sehingga tidak ada faktor yang paling dominan. Secara detail
Appelo dan Postma (1993) mengilustrasikan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas air seperti yang disajikan pada Gambar 4.19.
1. Evaporation
1 2. Tra10nspiration
3. Selective Uptake
34 2 by Vegetation
5 67 4. Oxidation/ Reduction
5. CatioE nxchange
1 9 6. Dissolution of Mineral
1 7. Precipitation
7 of Seco1ndary Mineral
clay 8 11
8. Mix11 ing of Water
8 h 9. Leaching
fres of Fertilisers, Manure
5 salt 10. Pollution
1. Evaporation 11. Lake/Sea
7. Precipitation 11. LakBe/Sea l Processes
iologica
2. Transpiration Biological Processes
3. Selective Uptake of Secondary Mineral
by Vegetation 8. Mixingof Water
4. Oxidation/ Reduction 9. Leaching
5. Cation Exchange of Fertilisers, Manure
6. Dissolution of Mineral 10. Pollution
Gambar 4.19. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air dalam siklus
hidrologi (Appello dan Postma, 1993)
103
5.2. Komposisi kimia air di bumi
Komposisi kimia air di bumi yang merupakan bagian dari siklus hidrologi
tentu saja terpengaruh oleh proses-proses seperti yang diilustrasikan pada Gambar
4.7. Selanjutnya, Tabel 47. membandingkan komposisi kimia air (air laut, air
hujan, air sungai, air danau, dan airtanah serta air tercemar).
mg/l
Air hujan oceanic island 5,8 12,2 1,5 0,5 0,6 0,4 4,7 0,5 4,0
Air hujan terpolusi Central 7,2 161,8 11,5 8,6 22,0 4,3 34,8 60,0 18,1
Europa
Air laut Samudera Pasific 1050 320 364 1220 113 2410 1961
0 1
Air sungai Sungai Amazon 1,6 1,8 5,4 0,5 17,9 0,8 2,6
(Brasil)
166 6,1 148 81 256 794 24
Air sungai Sungai Colorado
(USA)
Air danau (tawar) Blue Lake 0,5 0,2 0,2 0,1 0,5 0,9 0,4
(Australia)
433 5,0 23 25 220 79 615
Air danau (payau) Lake
George (Australia)
104
Sumber : Jankowski (2001) (* cetak tebal menunjukkan ion positif dan negatif
yang dominan
Dari Tabel 4.7. terindikasi bahwa air laut mempunyai komposisi kimia
unsur yang didominasi ion natrium dan klorida dengan jumlah yang sangat besar,
selain itu kandungan unsur-unsur yang lain juga sangat tinggi dan jauh diatas jenis
air lainnya. Dari laut, air menguap dan terbawa angin keatas daratan dan
kemudian jatuh ke bumi sebagai hujan. Pada masa tersebut, air dapat terpengaruh
oleh kandungan gas di atmosfer. Selain itu kualitas air hujan sangat bervariasi dan
tergantung dari kontaminasi pada atmosfer. Hujan pada daerah yang dekat laut
mempunyai kandungan unsur Cl-, SO4-, Na+, dan Mg2+ yang lebih tinggi daripada
hujan yang jatuh di daratan yang luas.
5
.3. Parameter-Parameter Kualitas Air Alami
5.3.1. Kadar Keasinan
Kadar keasinan air dapat diukur berdasarkan dua kriteria yaitu: Total
Dissolved Solids (TDS) dan Daya Hantar Listrik (DHL).
TDS = (anion + kation + silika + unsur minor + metal + unsur terlarut lain)
105
5.3.1.2.Daya Hantar Listrik (DHL)
Selanjutnya, karena gerakan ion dalam air terpengaruh oleh suhu, maka
nilai DHL akan semakin tinggi dengan meningkatnya temperatur air. Di lapangan,
semua pengukuran DHL harus di sesuaikan dengan temperatur normal, yaitu 25 o
C. Apabila temperatur pengukuran tidak pada 250 C maka perlu dikoreksi dengan
rumus :
Keterangan :
106
Sumber : http://waterquality.montana.edu/docs/methane
Dari Gambar 4.20. terlihat bahwa antara nilai DHL dan TDS mempunyai
korelasi yang sangat positif (mendekati 1). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak jumlah ion yang terlarut dalam air, maka akan semakin tinggi
pula nilai TDS dan EC-nya.
Aktivitas ion hidrogen dalam air dapat dikenali dari nilai pH yang
merupakan unit logaritmik, pada suhu sekitar 25oC. Dalam Bahasa Indonesia pH,
lebih dikenal sebagai derajat kebasaan/derajat keasaman. Skala asam-basa ini
mempunyai variasi nilai 0 14. Tabel 4.8. berikut ini menyajikan klasifikasi
tingkat asam-basa airtanah.
107
Tabel 4.8. Klasifikasi Nilai pH dalam airtanah
Nilai pH Kategori
<5 asam
57 agak asam
7 netral
79 agal basa
>9 basa
Sumber :http://www.fs.fed.us/r6/colville/waterfest/images/phdiagram.gif
108
ion tambahan merupakan indikasi terjadinya proses reduksi. Reaksi reduksi dan
oksidasi tidak dapat berdiri sendiri karena tidak mungkinterdapat ion yang bebas
dalam air. Nilai Eh merupakan nilai potensial reksi reduksi-oksidasi yang
dinyatakan dalam satuan milivolt (mV). Jika nilai Eh = + maka reaksi yang
dominan terjadi adalah oksidasi, sebaliknya jika nilai Eh = - maka reaksinya
adalah reduksi, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.22.
Reaksi Oksidasi
Reaksi Reduksi
Air hujan yang masuk ke tanah melalui infiltrasi merupakan larutan yang
sangat teroksidasi dengan kandungan oksigen yang berlebih. Airtanah dalam pada
akuifer tertekan biasanya didominasi oleh proses reduksi dimana jumlah O 2 sangat
sedikit. Sementara itu airtanah yang terkontaminasi oleh limbah berpotensi
memicu proses reduksi.
Dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai oksigen yang terlarut dalam air.
Parameter ini penting untuk mengetahui banyak tidaknya O2 yang terlarut dalam
air. Jika banyak O2 yang terlarut, maka air yang dievaluasi tentu saja sering
kontak dengan udara, sebagai contoh airtanah dangkal. Sebaliknya airtanah dalam
pada akuifer tertekan mengandung O2 yang lebih sedikit. Pada airtanah yang
tercemar, kandungan O2 biasanya lebih sedikit dibanding air yang tidak tercemar.
Ion mayor dikenal sebagai ion yang mempunyai prosentase terbesar yang
dapat larut dalam air. Ion mayor diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
109
Kalsium
Kalsium merupakan ion dominan yang berada pada semua mineral di bumi
yang mengandung metal. Ion ini sangat penting untuk kelangsungan hidup
tumbuhan dan hewan. Dalam air yang masih bersifat alami ion ini mempunyai
prosentase yang cukup besar. Sebagai contoh, pada air tawar jumlah kalsium
biasanya kurang dari 100 mg/l, dan pada air laut dapat mencapai 400 mg/lt,
sementara pada air payau hasil proses evaporasi dapat mencapai 75000 mg/l
(Jankowski, 2001). Kalsium mempunyai notasi Ca 2+ yang berarti mempunyai
muatan positif berjumlah 2. berat atom kalsium adalah 40,078. Dalam air, kalsium
dapat berupa larutan, gas, maupun padatan tegantung dari fase/tingkat reaksi
kimia yang terjadi.
Di alam, sumber kalsium terbesar adalah dari batuan beku terutama yang
menandung meineral-mineral silikat, piroxin, amphibol, dan feldspar (Hem,
1985). Mineral penghasil kalsium terbesar jika larut oleh air adalah batuan
karbonat yang dapat mengandung mineral kalsit, aragonite dan dolomite. Unsur
kalsium terdapat pula pada mineral di batuan sediment yang berasosisi dengan
sulfat, gypsum dan anhidrit (Hem, 1985). Selanjutnya, Tabel 4.9. menunjukkan
mineral yang sering dijumpai mengandung kalsium. Di air, mineral yang
mengandung kalsium dapat mengahsilkan rekasi pelarutan yang dapat membentuk
padatan dan ada pula yang tidak.
110
Tabel 4.9. Mineral batuan yang mengandung kalsium
1 Kalsit CaC03
2 Aragonit CaCO3
3 Dolomit CaMg(CO3)2
4 Ca-feldspar CaAl2Si2O8
5 Fluoroapathite Ca(PO4)3F
7 Anhydrite CaSO4
9 Glauberite CaSO4.Na2SO4
Magnesium
111
Tabel 4.10. Mineral batuan yang mengandung Magnesium
1 Dolomit CaMg(C03)2
2 Forsterit Mg2SiO4
3 Magnesit MgCO3
4 Brucit Mg(OH)2
6 Chlorit Mg5Al2Si3O10(OH)2
7 Biotit KMg3AlSi3O10(OH)2
Natrium
Dalam bahasa Inggris dikenal sebagi sodium dengan notasi Na+ (satu
muatan positif). Berat atom natrium adalah sebesar 22,99. Konsentrasi yang biasa
larut dalam airtawar adalah sebesar kurang dari 200 mg/l, sementara air laut
mengandung lebih dari 10000 mg/l (Jankowski, 2001). Tabel 4.11 menyajikan
jenis-jenis mineral batuan yang mengadung natrium.
112
No Mineral Rumus kimia
1 Halite NaCl
4 Thenardite Na2SO4
8 Dawstone NaAlCO3(OH)2
Kalium
Sumber utama dari kalium adalah mineral dari batuan yang mengandung
silica seperti ortoclas dan mikrokline. Di alam, mineral yang mengandung kalium
mudah untuk dilarutkan oleo air (Jankowski, 2001). Dalam air jumlah kalium
biasanya tidak lebih dari 10 mg/l, sementara di laut sekitar 380 mg/l. Beberapa
jenis mineral batuan yang mengandung kalium disajikan pada Tabel 4.12.
113
1 Silvit KCl
3 Mika KAlSi3O8
4 Biotit KMg3AlSi3O10(OH)2
Klorida
Klorida atau lebih dikenal sebagai chloride merupakan salah satu ion
(anion) negatif terpenting di alam. Klorida mempunyai muatan negatif berjumlah
satu dengan notasi Cl- dan berat atom = 35,453. Sumber utama Cl- di bumi adalah
dari air laut yang terbawa angin ke darat setelah diuapkan oleh sinar matahari dan
jatuh ke bumi. Jumlah kandungan klorida dalam air sekitar 25 mg/l dan di laut
dapat mencapai 350000 mg/l.
114
1 Halit NaCl
2 Silvit KCl
Unsur ini mempunyai notasi S 2- dengan berat atom 32,066. Di air, sulfur
biasanya terdapat pada fase oksidasi dengan jumlah muatan bervariasi dari S 2-
sampai S6+. Pada suatu akuifer yang mengandung banyak oksigen (lingkungan
oksidasi), sulfur akan membentuk formasi dengan 4 oksigen membentuk suatu
anion yang dikenal sebagai sulfat (SO42-) dengan berat atom sebesar 96,062.
Sulfur tersebar merata sebagai reduksi yang dikenal sebagai sulfida pada
batuan sedimen dan beku. Sebagai contoh adalah mineral pirit yang selalu ada
pada batuan sedimen dan terdiri dari besi dan sulfur dan mudah larut di airtanah
menghasilkan sulfida. Sulfat tersebar merata pada batuan beku, tetapi lebih
banyak lagi ditemukan pada sedimen yang terevaporasi. Kalsium sulfat sebagai
gipsum merupakan suatu contohnya. Mineral di alam yang merupakan sumber
utama sulfur dan sulfat ditunjukkan pada Tabel 4.14.
115
Gipsum CaSO4 . 2 H2O
Anhidrit CaSO4
Thenardit Na2SO4
Pirit FeS2
Galena PbS
Sphalerit ZnS
Alkalinitas
Pada lingkungan air alami, alkalinitas adalah hasil dari produksi pelarutan
karbondioksida, bikarbonat, dan karbonat. Pada buku ini akan dibahas lebih detail
kepada bikarbonat sebagai anion dengan notasi HCO3- dengan berat atom 60,008.
Kalsit CaCO3
116
Dolomit CaMg(CO3)2
Siderit FeCO3
Magnesit MgCO3
Otavit CdCO3
Strontianit SrCO3
Nahkolit NaHCO3
Dawsonit NaAlCO3(OH)2
Unsur minor
Unsur ini biasanya juga terlarut pada hampir semua air di bumi, hanya
jumlahnya tidak sebanyak unsur mayor. Tetapi kadang-kadang jumlah yang
terlarut dalam air dapat mencapai konsentrasi yang sama dengan unsur mayor.
Pengukuran unsur minor yang terlarut dalam air penting dilakukan untuk
keperluan tertentu terutama yang menyangkut aspek penggunaan air untuk
keperluan domestik. Aktivitas yang lain yang mensyaratkan distribusi untuk minor
terlarut dalam air misalnya: irigasi, perikanan, air untuk industri, ekosistem
akuatis, dll). Unsur minor yang biasanya dianalisis adalah : nitrat, fluorid, fosfat,
amoniak, besi, mangaan, dan aluminium dan logam berat (seng, timbal, nikel, dll).
Konsentrasi massa
Ada dua cara untuk mengekspresikan konsentrasi massa dari unsur yang
terlarut di air, yaitu (1) satuan berat/berat dan (2) satuan berat/volume.
117
Satuan berat per berat merupakan dimensi dari perbandingan berat unsur
terlarut dan berat dari larutan, biasanya dikalikan dengan faktor 10 6 dikenal
sebagai parts per millions (ppm) dan jika dikalikan 109 dikenal sebagai parts of
billions (ppb). Satuan ini menguntungkan jika digunakan sebagai penanda
konsentrasi massa kualitas air karena mempunyai keuntungan tidak terpengaruh
oleh perubahan suhu ataupun tekanan pada air.
118
jika kerapatan airtawar = 1,00 g/cm3 ; air laut 1,025 g/cm3, maka pada p = 1
kg/liter
Molalitas
Molaritas
Molaritas atau konsentrasi molar (M) adalah angka yang menunjukkan jumlah
mol dari unsur pada 1m3 larutan. Satuan internasional dari molaritas adalah
mol/m3. Satuan yang sering dipakai adalah mmol/liter yang setara dengan 1
mol/m3 . Mol/liter dengan simbol mol/lt sering dipakai dalam merepresentasikan
data dalam studi airtanah dan penting untuk menghitung termodinamika air.
Contoh : pada air terdapat Na+ terlarut sebesar 125 mg/lt, maka molalitasnya
adalah
Berat Ekuivalen
119
meq /l = (mg/l) / berat atom /valensi dari ion
atau
Contoh : pada air terdapat Mg2+ terlarut sebesar 80 mg/lt, maka berat ekuivalen-
nya adalah :
(dimana 24.305 adalah berat atom unsur Mg2+ dan 2 adalah jumlah ion valensi Na)
1. Diagram
120
dibedakan dan diposisikan pada sebelah kiri atau kanan yang dibatasi oleh garis
vertikal di tengah.
121
Gambar 4.23. Diagram Bar Vertikal (from Hem, 1985))
122
Gambar 4.24. Diagram Lingkaran (Hem, 1985)
Ditemukan pertama kali oleh Stiff (1951). Diagram ini mempunyai pola
yang berbeda dengan diagram-diagram diatas dan banyak digunakan dalam
analisis tipe kimia air. Diagram ini memplot kation di sebelah kiri dan anion di
sebelah kanan yang dikelompokkan secar khusus dan berpasangan pada suatu
123
garis horisontal yang paralel dengan nilai 0 berada di garis vertikal di tengah-
tengan anion dan kation (Gambar 4.26) Satuan yang digunakan adalah meq/l.
Diagram Trilinier-Piper
Diagram ini mengasumsikan bahwa bahwa semua air di alam mempunyai
total konsentrasi yang mendekati jumlah anion dan kation unsur mayor
(asumsi=100%). Jika satuan yang dipakai adalah meq/l makan asumsinya
komposisi kimia air dapat diplot pada tiga trilinier segitiga Piper seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 4.27.
124
Gambar 4.27. Diagram Piper (Freeze and Cherry, 1979)
Dari Gambar 4.27 terlihat bahwa ion mayor diplot pada dua segitiga
dibawah dan diproyeksikan menuju segitiga yang diatas untuk menganalisis
hubungan antara total ion yang ada. Diagram ini sangat efektif untuk
memperkirakan tipe kimia airtanah serta menghitung adanya proses mixing
(percampuran) antara dua jenis sampel air.
Selain beberapa cara representasi data kualitas air diatas, ada beberapa
cara yang dilakukan diantaranya adalah : diagram plot komulatif, diagram
semilog, diagram Durov (Gambar 4.28) expanded, diagram vektor, dll. Selain
itu, ada pula beberapa cara untuk menggambarkan data kimia kualitas air secara
spasial atupun data cross section kualitas air.
125
Gambar 4.28 Diagram Durov-expanded
D. LATIHAN
a. Kajian keserasian
kependudukan dan lingkungan hidup DIY;
126
Daftar Pustaka
ILRI. 1974. Drainage Principles and Applications, Volume III. ILRI, Wageningen
The Netherlands
Thornth Waite C.W. and Mather J.R. 1957. Instructions and Tables for Computing
Potential Evapotranspiration and Water Balance. Centerton, New Jersey.
Van Dam J.C., Raaf W.R. and Volker A. 1972. Veldboek Volume D: Climatology.
ILRI: Wageningen, The Netherlands.
127