Anda di halaman 1dari 61

NO.

MODUL : IV

PERTEMUAN : MINGGU KE 5

POKOK BAHASAN : 1. KETERSEDIAAN AIR ATMOSFERIK

2. KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN

3. KETERSEDIAAN AIRTANAH

4. KEBUTUHAN AIR

5. KUALITAS AIR

A. KATA KUNCI (Peristilahan yang terdapat dalam setiap pokok bahasan)

1) Ketersediaan Air Atmosferik

2) Ketersediaan Air Permukaan

3) Ketersediaan Airtanah:

1.1. Definisi Airtanah

1.2. Metode Perhitungan Ketersediaan Airtanah

1.3 Pencemaran Airtanah

4) Kebutuhan Air

4.1. Kebutuhan Air Domestik

4.2. Kebutuhan Air Non Domestik

5) Kualitas Air:

5.1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air

5.2. Komposisi Kimia Air di Bumi

5.3. Parameter-parameter Kualitas Air Alami

5.4. Representasi Data Kualitas Air

5.5. Metode Pengambilan Sampel Air

67
B. PERTANYAAN/perintah diskusi (pertanyaan yang mengarahkan masalah
yang didiskusikan)

1) Apakah yang dimaksud dengan ketersediaan air?


2) Jelaskan beberapa metode perhitungan ketersediaan air!
3) Apa yang dimaksud dengan airtanah?
4) Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap potensi airtanah di suatu
wilayah?
5) Bagaimana konsep pergerakan airtanah?
6) Apa yang dimaksud dengan kerentanan airtanah?
7) Apakah yang dimaksud dengan kebutuhan air?
8) Bagaimana cara menghitung kebutuhan air domestik dan non domestik?
9) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kualitas air?
10) Bagaimana cara merepresentasikan dan menganalisis data kualitas air?

C. MATERI

IV.1 Ketersediaan Air Atmosferik

Data yang dipergunakan :

a. Elevasi stasiun klimatologi (mdpal)

b. Elevasi stasiun hujan (mdpal)

c. Suhu udara rata-rata tahunan stasiun klimatologi (0C)

d. Curah hujan tahunan (mm)

Rumus :

Eo = 325 + 21T + 0,9 T2 ; T = Suhu Udara 0C

Et = ( P ) x (( 0,9 + (P2/Eo2))0,5 ) -1

Ro = P Et; Volume RO = ( P ET) x A

Ketersediaan air mantap = (Volume R0) x (0,25 sdg 0,35)

Pendekatan Ketersediaan Air Atmosferik digunakan apabila tidak tersedia data


debit sungai.

Langkah-langkah perhitungan

Perhitungan hujan rata-rata DAS (P)mm/th

68
Perhitungan evapotranspirasi (Et)mm/th

Perhitungan neraca air DAS

Ketersediaan air mantap di DAS (Ro);

Rata-rata tahunan, perubahan simpanan air dianggap nol

Luas DAS ( A dalam km2)

Ketersediaan air tahunan rata-rata jangka panjang.

Total ketersediaan air DAS (Ro) = (P Et) x A x 1000 m3 dalam m3/th

Ketersediaan air DAS yang mantap (Pa) =((P-Et) x A)x 30% (m3//th)

IV.2. Ketersediaan Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang mengalir secara berkesinambungan atau


dengan terputus-putus dalam alur sungai atau saluran dari sumbernya yang
tertentu,dimana semua ini merupakan bagian dari sistem sungai yang menyeluruh.
Ilustrasi dari proses terbentuknya aliran permukaan disajikan pada Gambar 4.1.
Aliran yang terukur di sungai atau saluran maupun danau merupakan potensi
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan
Kekeringan di Pulau Jawa debit air permukaan, begitu halnya dengan air yang
mengalir ke dalam tanah, kandungan air yang tersimpan dalam tanah merupakan
potensi debit air tanah.
Dari ketiga sumber air tersebut di atas, yang mempunyai potensi paling
besar untuk dimanfaatkan adalah sumber air permukaan dalam bentuk air di
sungai, saluran, danau/waduk dan lainnya. Perhitungan ketersediaan air
permukaan dihitung dari data debit aliran, apabila tidak terdapat data maka perlu
diestimasi debit aliran dengan model hidrologi. Beberapa model hidrologi yaitu
Thornthwaite-Matter, Mock dan Model Tangki.

69
Gambar 4.1. Ilustrasi Proses Terbentuknya Aliran Permukaan

Metoda Mock

Hasil penaksiran atau perkiraan debit limpasan (run of) tidak bisa
menggantikan dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana sangat
dibutuhkan tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya penaksiran atau
perkiraan. Ada banyak metoda untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari
masing-masing metoda tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan data
yang tersedia. Salah satu metoda tersebut adalah Metoda Mock. Metoda Mock
adalah suatu metoda untuk memperkirakan keberadaan air berdasarkan konsep
water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini adalah besarnya debit suatu
daerah aliran sungai. Data yang digunakan untuk memperkirakan debit ini berupa
data klimatologi dan karakteristik daerah aliran sungai. Metoda Mock
dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur hidrologi. Metoda Mock
merupakan salah satu dari sekian banyak metoda yang menjelaskan hubungan
rainfal-runoff. Secara garis besar model rainfall-runoff bisa dilihat pada Gambar
4.2. Metoda Mock dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Data-

70
Gambar 4.2. Bagan Alir Model Rainfall-Runoff

data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan Metoda Mock ini adalah
data klimatologi, luas dan penggunaan lahan dari catchment area.

Pada prinsipnya, Metoda Mock memperhitungkan volume air yang masuk,


keluar dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk
adalah hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang dominan adalah
akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan Metoda
Penmann. Sementara soil storage adalah volume air yang disimpan dalam pori-
pori tanah, hingga kondisi tanah menjadi jenuh. Secara keseluruhan perhitungan
debit dengan Metoda Mock ini mengacu pada water balance, dimana volume air
total yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi dan distribusinya yang
bervariasi. Proses perhitungan yang dilakukan dalam Metoda Mock dijelaskan
secara umum dalam Gambar 4.3. berikut ini.

Perhitungan Evapotranspirasi
Potensial (Metode Penman)

Perhitungan Evapotranspirasi
Aktual

(
Perhitungan Water Surplus

( 71
Perhitungan Baseflow, Direct
Runoff, Storm Runoff
Gambar 4.3. Bagan alir perhitungan debit dalam Metoda Mock.

Parameter Mock

Secara umum, parameter-parameter yang dijelaskan berikut ini mempengaruhi


besarnya evapotranspirasi, infiltrasi, groundwater storage dan storm run off.

a. Koefisien refleksi (r), yaitu perbandingan antara jumlah radiasi matahari yang
dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang
dinyatakan dalam persen. Koefisien refleksi ini berbeda-beda untuk tiap
permukaan bumi. Menurut Mock, rata-rata permukaan bumi mempunyai
harga koefisien refleksi sebesar 40%. Mock telah mengklasifikasikan tiap
permukaan bumi dengan nilai koefisien refleksinya masing-masing.

b. Exposed surface (m), yaitu asumsi proporsi permukaan luar yang tidak
tertutupi tumbuhan hijau pada musim kering dan dinyatakan dalam persen.
Besarnya harga m ini, tergantung daerah yang diamati. Mock
mengklasifikasikan menjadi tiga bagian daerah, yaitu hutan primer atau
sekunder, daerah tererosi dan daerah ladang pertanian. Besarnya harga
exposed surface ini berkisar antara 0% sampai 50% dan sama untuk tiap
bulan.

c. Koefisien infiltrasi (if), adalah koefisien yang didasarkan pada kondisi


porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Koefisien infiltrasi
mempunyai nilai yang besar jika tanah bersifat porous, sifat bulan kering dan
kemiringan lahannya tidak terjal. Karena dipengaruhi sifat bulan maka if ini
bisa berbeda-beda untuk tiap bulan. Harga minimum koefisien infiltrasi bisa

72
dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami
infiltrasi.

d. Konstanta resesi aliran (K), yaitu proporsi dari air tanah bulan lalu yang
masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K cenderung lebih besar,ini
berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relatif lebih
besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah.

e. Percentage factor (PF), merupakan persentase hujan yang menjadi limpasan.


Digunakan dalam perhitungan storm run off pada total run off.
Storm run of hanya dimasukkan kedalam total run off bila P lebih kecil dari
nilai maksimum soil moisture capacity. Besarnya PF oleh Mock disarankan
berkisar 5%-10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat
secara tidak beraturan sampai harga 37,3%.

Metode Thornthwaite-Matter
Data yang diperlukan:
Peta Topografi atau Rupa Bumi

Peta Penggunaan Lahan / Land Use (panjang zona perakaran)

Peta Jenis Tanah ( tekstur tanah )

Curah Hujan Bulanan (Rata-Rata DAS)

Evapotranspirasi Bulanan Rata-Rata DAS

Temperatur Udara Rata-Rata Bulanan

Persyaratan yang diperlukan dalam Metode Thornthwaite-Matter:


Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada DAS yang luas ( > 300 km2 )
50% dari surplus air yang masuk ke dalam tanah akan keluar menjadi
runoff dibulan berikutnya.
Letak Lintang dari DAS untuk penentuan standard koreksi 30 hari dan 12
jam
Hasil perhitungan Water Holding Capacity maksimum dari DAS (Tabel
WHC di MS-WORD)
Perhitungan dimulai dari awal musim hujan

DAS belum banyak dipengaruhi kegiatan manusia.

73
Langkah-langkah perhitungan:
1. Hitung hujan (P) bulanan
2. Hitung evapotranspirasi (EP) bulanan
3. Hitung (P EP)
4. Hitung Accumulation of Potential Water Loss (APWL)
5. Hitung Water Holding Capacity (WHC) maksimum DAS
6. Hitung Storage (St) bulanan
7. Hitung St bulanan
8. Hitung Aktual Evapotranpirasi (AE), bila (PPE) maka AE=PE dan bila
(P<PE) maka AE= P + St
9. Hitung defisit (D) = PE AE
10. Hitung Surplus (S) = (P-EP) (St)
11. Hitung Runoff / Debit bulanan
Rumus-rumus yang digunakan:
T = 0.006 (Z1 Z2)
EP = f x EPx
EPx = 16 [ (10T)/I ]a
I =i , i = ( T/5 ) 1.514
a = 0.675 x 10 -6 I3 0.77 x 10 -4 I2 +
0.01792 I + 0.49239
St = Sto . e {(-APWL)/Sto}
Keterangan Notasi Rumus:
T : temperatur

Z1 dan Z2 : Elevasi stasiun 1 dan 2

I : indeks panas tahunan dan indeks panas bulanan (i)

EPx : Evapotranspirasi Standard dengan jumlah hari bulanan


(30) dan panas harian (12 jam)
f : faktor koreksi letak Lintang

74
Sto : Water Holding Capacity (WHC) maksimum DAS

Metode Tangki (Tank Method)

Diagram Perhitungan Ketersediaan Air Metode Tangki

IV.3. Ketersediaan Airtanah

Definisi airtanah

75
Airtanah (groundwater) adalah air yang bergerak dan berada di bawah
permukaan tanah di dalam zona jenuh (saturation zone) dimana tekanan
hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer. Vadose water adalah
air yang terdapat pada zone aerasi. Zonasi vertikal air yang berada di bawah
permukaan tanah disajikan pada Gambar 4.4. Kandungan airtanah suatu daerah
dapat dipengaruhi oleh :

a. Iklim/musim
b. Imbuh air (water recharge)
c. Kondisi geomorfologi
d. Kondisi geologi (macam batuan dan setiap batuan)
e. Aktivitas manusia
f. Vegetasi
Sebagian besar airtanah berasal dari air hujan yang meresap masuk ke
dalam tanah, airtanah tersebut disebut air meteorik. Selain air meteorik ada air lain
yaitu juvenile water (merupakan air yang baru), dapat diklasifikasikan menurut
asalnya yaitu magnetic water, volcanic water yang biasanya panas atau hangat
dan mempunyai kandungan sulfur yang tinggi dan cosmic water (berasal dari
ruang angkasa bersama dengan meteorit).
Rejuvenad water adalah air yang berasal dari proses geologi seperti
kompaksi, metamorfosa dan sedimentasi. Selain itu, ada dua jenis airtanah yaitu
metamorphic water dan connater water yaitu air yang terperangkap dalam formasi
batuan sewaktu terjadi proses pengendapan (air ini biasanya berasa payau sampai
asin).

76
Gambar 4.4. Bagian-bagian Air Dibawah Permukaan Tanah (Todd, 1959)

Sifat Batuan Terhadap Airtanah


Berdasarkan kemampuan batuan menyimpan dan meloloskan air, batuan dapat
dibedakan menjadi :

a. Akuifer (aquifer)

Akuifer adalah lapisan pembawa air, lapisan batuan in mempunyai


susunan sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam
jumlah yang cukup berarti di bawah kondisi lapang. Batuan dari akuifer ini
bersifat permeabel, contoh batuan permeabel adalah pasir, kerikil, batupasir yang
retak-retak dan batu gamping yang berlubang-lubang.

b. Akuiklud (aquiclude)

Akuiklud adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan air, tetapi tidak
dapat meloloskan air dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, shale, tuf
halus, silt.

77
c. Akuitar (aquitard)

Akuitar adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air
tetapi hanya dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas.

d. Akuifug (aquifuge)

Akuifug adalah lapisan atau formasi batuan yang tidak dapat menyimpan
dan meloloskan air. Contoh : granit dan batuan yang kompak dan padat.

Tipe-tipe akuifer

Akuifer dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu :

unconfined aquifer ( akuifer bebas atau water table aquifer)


semi unconfined aquifer
semi confined aquifer
confined aquifer
perched aquifer (akuifer menggantung/bertengger)

Gambar 4.5. menunjukkan beberapa tipe akuifer atas dasar sifat lapisan
batuan pembatasnya. Akuifer bebas adalah akuifer yang bagian bawahnya dibatasi
oleh lapisan oleh kedap air (impermeabel atau impervious) dan bagian atas
dibatasi oleh muka airtanah airtanah. Permukaan airtanah dari akuifer ini disebut
permukaan phreatic atau water table. Akuifer tertekan (confined aquifer) adalah
akuifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air dan
mempunyai tekanan hidrostatik yang lebih besar dari tekanan atmosfer. Sumur
dibuat pada akuifer ini bersifat artesis (air sumur ada yang keluar sendiri atau
flowing well) dan ada yang tidak sampai mengalir keluar. Gambar 4.6.
menunjukkan macam-macam akuifer. Krusseman (1991) menjelaskan mengenai
akuifer yang kompleks dan terdiri dari perlapisan batuan yang berbeda sifat
terhadap air (permeabel, semi kedap air (bocor) dan kedap air, sehingga secara
keseluruhan disebut multi-layered leaky aquifer) .

78
Gambar 4.5. Penampang Geologi dan Tipe Akuifernya (Todd, 1959)

Akuifer biasanya dapat dijumpai pada bentuk lahan sebagai berikut :


1. Water cources, materialnya terdiri dari alur sungai sebagai dataran banjir
(flood plain). Materi penyusunnya biasanya berupa pasir sampai keraksi.
2. Buried valleys, merupakan lembah bekas alur sungai, material terdiri dari
material lepas (unconsolidated) berupa pasir halus sampai kasar.
3. Intermountain valleys, berupa lembah diantara dua pegunungan, materialnya
berasal dari hasil erosi dan gerak massa batuan dari pegunungan sekitarnya.
Materialnya ada yang material lepas sampai material yang mulai lapuk.

79
Gambar 4.6. Akuifer Bocor dan akuifer berlapis (Krusseman, 1991)

Kondisi airtanah di suatu daerah dapat diperkirakan berdasarkan tipe


batuan, pelapisan/stratigrafi batuan, satuan geomorfologi dan curah hujan. Batuan
sedimen yang belum mengalami konsolidasi atau unconsilodated seperti pasir,
pada topografi datar biasanya mempunyai cadangan airtanah tinggi. Struktur
volkan muda (seperti gunungapi Merapi, Kelud, dll) yang materialnya pada
umumnya masih unconsolidated atau belum mengalami pelapukan lanjut dan
topografinya bervariasi dari curam sampai datar mempunyai kondisi airtanah yang
bervariasi. Pada bagian puncak (cone dan volcanic slope), tidak dijumpai airtanah,
pada satuan geomorfologi dibawahnya baru dijumpai airtanah. Secara umum,
fisiografi gunungapi dapat dibedakan menjadi (Gambar 4.7.):
1) volcanic cone
2) volcanic slope
3) volcanic foot

80
4) fluvio volcanic foot plain
5) fluvio volcanic plain

Gambar 4.7. Pembagian fisiografi suatu gunungapi.

Pada struktur volkan muda juga dijumpai beberapa sabuk mataair (spring
belt) pada setiap perubahan satuan geomorfologi gunungapi. Wilayah yang
berbatuan beku seperti lava sedimen yang consolidated (breksi) dan metamorfik
tidak mempunyai potensi airtanah, kalau ada airtanah biasanya bersifat lokal. Di
wilayah ini banyak dijumpai mata air yang berasal dari retakan batuan (fracture),
Joint dan patahan. Batu gamping seperti yang banyak terdapat di zone selatan
pulau Jawa mempunyai akuifer namun keberadaan airnya sulit dilacak. Namun
demikian tidak berarti bahwa daerah batu gamping tidak ada airnya, air banyak
dijumpai pada lubang-lubang sekunder hasil pelarutan dan keberadaannya sukar
dilacak.
Keterdapatan airtanah di suatu daerah ditentukan oleh faktor-faktor curah
hujan, evapotranspirasi, topografi, batuan dan kedudukan/struktur perlapisan
batuan, vegetasi, dan morfologi daerahnya. Berdasarkan atas faktor tersebut di
atas, maka suatu daerah dapat dibedakan menjadi beberapa wilayah satuan
airtanah. Menurut Badrudin Machbub (1984) Indonesia dapat dibedakan menjadi
lima kawasan satuan airtanah yaitu :
1. Kawasan yang terdiri atas batuan berumur Pre-Tersier dan Tersier terdiri dari
sedimen yang berliat kuat dan batuan kristalin. Pada daerah ini potensi
airtanah umumnya rendah karena sifat batuan dengan permeabilitas yang
rendah.
2. Beberapa cekungan sedimen di Indonesia mengandung airtanah disamping
minyak bumi. Air itu terperangkap selama proses sedimentasi dan pemadatan
sedimen. Jenis ini merupakan air fosil atau connate water yang merupakan
sumberdaya yang tidak terbarukan dan dapat habis setelah ditambang.

81
3. Di daerah yang dibentuk oleh satuan batugamping, sering dan bahkan sama
sekali tidak dijumpai air permukaan. Batugamping mempunyai porositas
sekunder sehingga secara setempat dapat menghasilkan air dalam jumlah
besar, Contoh : kawasan batugamping (karst) adalah Gunungkidul, Gombong,
dan Maros
4. Disekeliling lereng gunungapi yang tersebar luas di Indonesia dapat dijumpai
cadangan airtanah yang sangat kaya. Daerah gunungapi biasa mempunyai
curah hujan tinggi dan batuannya mempunyai permeabilitas tinggi. Lereng
gunungapi dengan permeabilitas batuan yang tinggi sebagai daerah imbuh air
untuk daerah di bawahnya. Pada teluk lereng (break of slope) sering muncul
mata air, lebih kearah lereng bawah pada topgrafi yang mulai datar dijumpai
akuifer yang sangat produktif.
5. Kawasan airtanah pada batuan dataran aluvial yang tersebar di Indonesia.
Kawasan ini terdiri dari sedimen klastik dataran pantai maupun cekungan
antara pegunungan berumur kuarter.
Kondisi airtanah di Daerah Istimewa Yogyakarta pernah diteliti oleh
MacDonald & Partners (1984) bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan
Umum. Hasil penelitiannya adalah bahwa airtanah di Daerah Istimewa Yogyakarta
dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan airtanah. Airtanah potensial
dijumpai di satuan Gunungapi Merapi dan airtanah potensi rendah dijumpai di
Pegunungan Kulon Progo dan Pegununungan Baturagung. Sementara Gambar
4.9. menunjukkan konsep akuifer di bentang lahan hasil pelarutan (solusional).

82
Gambar 4.8. Konsep Akuifer di Daerah Wates dan Bantul Selatan
(MacDonald & Partners ,1984)

83
Gambar 4.9. Pengaruh Retakan dan Solusi Batuan Sedimen Pada
Pemunculan Mataair (Todd, 1980)
Permukaan Airtanah dan Fluktuasi

Permukaan airtanah dari unconfined aquifer disebut muka freatik


(pheratic surface) atau water table, sedang untuk confined aquifer disebut
piezometric surface (bersifat imajiner). Muka airtanah berfluktuasi tergantung dari
pengaruh luar seperti tekanan udara, gempa bumi, pasang surut, perubahan
recharge (input air), perubahan discharge (output air, dapat akibat pemompaan
airtanah). Selanjutnya, perubahan simpanan (storage) airtanah adalah hasil dari
perbedaan antara recharge dan discharge.

a. Variasi Musim dan Sekular


Variasi sekular dari permukaan airtanah adalah fluktuasi permukaan
airtanah dalam kurun waktu cukup panjang beberapa tahun. Sekular variasi ini
disebabkan karena variasi iklim terutama disebabkan oleh variasi curah hujan.
Sedang variasi musiman adalah fluktuasi permukaan tanah dalam kurun waktu
satu tahun, variasi musim hubungannya erat dengan variasi musim (musim hujan
dan kemarau). Fluktuasi airtanah dapat diamati melalui pengamatan permukaan
air sumur. Data fluktuasi ini dapat digunakan untuk menetapkan hasil yang aman.

Akuifer dengan recharge (input) yang besar dan tetap biasanya mempunyai
fluktuasi rendah dan daerah dengan recharge tidak tetap biasanya mempunyai
fluktuasi besar. Gambar 3.7. menunjukkan grafik fluktuasi airtanah untuk akuifer
dan lingkungan yang berbeda, sumur Balong (No. 3) berada di satuan Gunungapi
Merapi sedang sumur Karangjati berada di Perbukitan Sentolo.

84
b. Fluktuasi Muka Freatik Harian
Untuk akuifer unconfined, maka freatik dapat mengalami fluktuasi harian.
Fluktuasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan evapotranspirasi pada wakktu
malam dan siang (evapotranspirasi pada waktu malam lebih besar dari pada siang
hari). Gambar 3.8 menunjukkan fluktuasi muka freatik harian. Fluktuasi ini sangat
nyata apabila diamati pada waktu musim kemarau (input hujan tidak ada),
sehingga datanya dapat dipakai untuk menghitung evapotranspirasi bila diketahui
nilai spesifik yield akuifernya.

85
Gambar 4.10. Fluktuasi Muka airtanah Freatik pada dua formasi yang
berbeda (MacDonald & Partners ,1984)

86
Gambar 4.11. Fluktuasi Muka Freatik Harian (Todd, 1959)

Qet = Sy (24 h S)

Qet = Evapotranspirasi dari airtanah (mm/hari)

Sy = Specific yield (hasil jenis)

h dan s = lihat dalam Gambar

Selanjutnya, nilai Sy dapat diperkirakan dengan menggunakan tabel dan


contoh material untuk mengetahui macam materialnya. Tabel 4.3. Menunjukkan
nilai specific yield pada berbagai macam material.

Tabel 4.1. Specific Yield dalam persen (Fetter, 1988)


Specific Yield
Material
Maximum Minimum Rata-rata
Clay 5 0 2
Sandy clay 12 3 7
Selt 19 3 18
Fine sand 26 10 21
Medium sand 32 15 26
Coarse sand 35 20 27
Gravelly sand 35 20 25
Fine gravel 35 31 25
Medium gravel 26 13 23
Coarse gravel 26 12 22

Penurunan Permukaan Airtanah

87
Akibat dari pemakaian (pemompaan) airtanah yang berlebihan atau
melebihi hasil aman-nya (safe yield), permukaan airtanah dapat mengalami
penurunan. Oleh karena itu pembuatan sumur bor harus mempertimbangkan
pengaruh pemompaan agar tidak terjadi dampak negatif (sebagai contoh : intrusi
air laut pada akuifer pantai dan penurunan muka tanah/land subsidence).

Gambar 4.12 menunjukkan penampang sumur pada unconfined aquifer,


sebagai akibat adanya pemompaan dengan debit Q sehingga terjadi depresi muka
freatik . Seberapa jauh jari-jari lingkaran pengaruh akibat pemompaan (R0) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (Todd, 1959).

h2o h2 w

Q = K --------------
lnro/rw

Keterangan :

Q = debit pemompaan m3/hari (pada akondisi aliran tetap atau steady flow)

K = koefisien permeabilitas m3/hari/m2

ho = jarak muka freatik awal sampai pada lapisan kedap air (meter)

hw = jarak muka freatik dalam sumur sampai pada lapisan kedap air (meter)

rw = jari-jari sumur (meter)

ro = jari-jari lingkaran pengaruh (meter)

88
Gambar 4.12 Aliran pada sumur Unconfined Aquifer (Todd, 1980)

Selanjutnya, nilai K/permeabilitas dapat diperoleh dengan cara melakukan


uji pemompaan (pimping test) dengan dua sumur (satu sumur untuk pompa dan
satu sumur untuk observasi penurunan muka freatik). Pemompaan dilakukan
sampai diperoleh keadaan yang steady yaitu debit (Q) tetap dan muka freatik
tetap.

Rumusnya sebagai berikut :


h21 - h2-w

Q = K ----------------

ln (r1 / rw)

h1 = jarak muka freatik sampai lapisan kedap air pada sumur 1 (sumur
pengamatan) dalam meter

r1 = jarak sumur pompa dengan sumur pengamatan (sumur 1 dalam meter)


Q ln (r1/ rw)

K = ------------------

(h12 hw2)
89
Selain uji pemompaan, nilai K dapat diperkirakan dengan menggunakan
tabel, setiap batuan mempunyai nilai K (Tabel 4.2.); uji di laboratorium atas
contoh material akuifer; dan menggunakan pelacak (larutan penunjuk).

Tabel 4.2. Porositas dan Permeabilitas Batuan


Koefisien
Tipe Batuan Porositas permeabilitas
(m3/hari/m2)
- Kerikil 25 - 25 100 - 100

- Pasir 30 - 40 5 - 40

- Konglomerat 10 - 25 5 - 15

- Loess 25 - 50 = 0,1

- Batu pasir (poros) 5 - 20 5 - 20

- Batu pasir dengan lipatan dan Hingga 40 . 50


retakan
- Batu gamping dengan permeabilitas 20 - 35 = 25
primer
- Batu gamping dengan permeabilitas > 35 >> 25
sekunder
(Seyhan, 1977)

Penentuan permeabilitas akuifer dapat dilakukan dengan menggunakan


larutan penunjuk. Bahan larutan penunjuk yang dapat digunakan adalah zat
pewarna, garam, dan radioaktif. Larutan penunjuk digunakan untuk menentukan
kecepatan aliran, sumur bagian hilir tempat mengamati larutan penunjuk (Gambar
4.13). Dengan mengetahui gradient hidraulik dari muka freatik, kecepatan rata-
rata larutan penunjuk dan porositas material akuifer, maka permeabilitas dihitung
dengan menggunakan persama Darcy (Seyhan, 1977).
(Vt) dh
K = ---------------

d1

Keterangan :

90
K = permeabilitas akuifer

Vt = kecepatan rata-rata larutan penunjuk

= porositas material akuifer


dh/dl = gradient hydraulic muka freatik (beda tinggi muka freatik sumur hulu
dengan hilir per jarak sumur)

Gambar 4.13. Skema Sumur Percobaan Perhitungan Permeabilitas dengan


Larutan Penunjuk (Todd, 1980)

IV.4. Aliran Airtanah dan Debit

Sebagai hasil dari proses diendapkan dan jenis materialnya, maka sistem
akuifer hampir tidak pernah seragam dalam ciri-ciri hidrauliknya. Proses aliran
airtanah merupakan suatu gerakan yang didorong oleh gaya berat dan ditahan oleh
gesekan pada medium porous. Persamaan dasar untuk menjelaskan aliran dan
debit airtanah adalah hukum Darcy dan hukum kontinuitas. Perlakuan matematis
dari aliran airtanah mempunyai asumsi-asumsi dan generalitasasi sebagai berikut
(Dam, 1966 dan Seyhan, 1977) 1990).

1. Akuifer haruslah homogen dan isotrofik (permeabilitas dalam arah x, y, dan z


adalah sama).
2. Lapisan semi-tembus mempunyai ketahanan hidraulik yang seragam.
3. Koefisien permeabilitas mempunyai invarian waktu.
4. Transbilitas akuifer bebas adalah konstan.
5. Koefisien simpanan (storage coeffient) adalah konstan.

91
6. Pelepasan air dari simpanannya adalah seketika.
7. Mintakat kapiler diabaikan.

Arah Aliran Airtanah

Arah aliran airtanah untuk unconfined aquifer dapat ditentukan dengan


metode three point problem (Todd, 1959). Sehubungan dengan hak itu, diperlukan
pengukuran elevasi muka freatik dari 3 sumur yang diketahui posisinya secara
tepat. Gambar 4.14 menunjukkan penentuan arah aliran airtanah dengan
menggunakan 3 titik (three point problem). Arah aliran airtanah dapat juga
ditentukan melalui peta kontur muka freatik, karena arah aliran airtanah akan
memotong tegak lurus (90o) kontur airtanahnya (Gambar 4.15)

Gambar 4.14 Penentuan Arah Aliran Airtanah dengan Three Point Problem
(Todd, 1959)

92
Gambar 4.15 Kontour Muka Freatik atau Equipotential (ILRI, 1972)

Kecepatan Aliran Airtanah

Kecepatan aliran airtanah (V) dapat ditentukan dengan persamaan : (Seyhan,


1977)

V = Q/A

Q = - K dh/dl, aliran melalui media porus


1
Maka
V = ------- (- K dh/dl)

Tanda (-) menyatakan bahwa aliran berada dalam arah bagian atas yang menurun

Keterangan :
Q = debit jenis (q = Q/A)
A = luas penampang
K = permeabilitas material akuifer
dh/dl = gradien hidraulic

= porositas batuan
V = kecepatan aliran airtanah

Debit Aliran

93
Debit airtanah dapat diperkirakan dengan dua cara, yaitu :

(1). Rumus Q = TIL


Keterangan :
Q = debit airtanah m3/hari) per satuan lebar L
T = transmisibilitas m2/hari
=KxD
D = tebal akuifer (m)
K = permeabilitas akuifer (m3/hari/m2)
I = dh/dl = gradient hidraulic

Gambar 4.16. Sketsa Ilustrasi Debit Aliran Airtanah per Satuan Lebar

(2) Analisis kontour muka airtanah (equipotential line). Untuk menghitung debit
airtanah menurut Todd (1959) sebagai berikut:

Mempertimbangkan arah aliran dalam Gambar 4.15, maka hydraulic gradient


(1) adalah :

i = dh/dl

dan aliran tetap dq antara dua jenis aliran airtanah adalah :

dq = K x dh/d1 x dm

Untuk satuan tebal. Untuk bujur sangkar dari jaringan aliran maka :

94
d1 = dm

sehingga :

dq = K dh

Untuk seluruh jaringan aliran, total beda tinggi yang dibatasi oleh garis
aliran, maka total aliran menjadi :
Kmh
Q = m dq = ----------------

Gambar 4.17 Bagian dari Jaringan Aliran Orthogonal yang Dibentuk oleh Aliran
dan Kontour Muka Freatik (equipotential line) (Todd, 1980)

3.2. Ketersediaan Airtanah


Data yang diperlukan:
- peta sistem akuifer - tebal akuifer (D)
- luas akuifer (Aa) - material akuifer atau nilai
permeabilitas satuan
- porositas batuan - nilai specific Yield batuan (Sy)
- fluktuasi muka airtanah (F) - flow net airtanah

95
Macam-macam pendekatan yang digunakan:
a. Pendekatan statis:

Volume airtanah (VAT):


VAT = Volume Akuifer x porositas
VAT = ( D x Aa) x (porositas)
Volume airtanah yang dapat diturap secara aman (VATa):
VATa = (F x Aa) x (Sy)

b. Pendekatan dinamis

Gambar 4.18. Pendekatan Dinamis

Tabel 4.3.Tabel Rata-rata Prorositas, Specific Yield, dan Permeabilitas pada


Berbagai Material Tanah (Todd, 1980)

96
IV.5. Kebutuhan Air

Kebutuhan air secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yaitu kebutuhan air
yang digunakan untuk keperluan irigasi dan kebutuhan air yang digunakan untuk
keperluan non irigasi. Untuk kebutuhan air non irigasi sendiri masih dibagi
menjadi kebutuhan air untuk keperluan domestik, non domestik, industri,
peternakan, perikanan dan penggelontoran/perawatan sungai. Untuk
memperkirakan kebutuhan air untuk keperluan-keperluan tersebut, digunakan
pendekatan berdasarkan batas administrasi.
Perhitungan Kebutuhan Air Domestik
Data yang dipergunakan :
- Tingkat pertumbuhan penduduk ( %)
- Jumlah penduduk desa ( jiwa)
- Jumlah penduduk kota (jiwa)
- Baku kebutuhan air domestik penduduk kota (liter/kapita/hari)
- Baku kebutuhan air domestik penduduk desa (liter/kapita/hari)
Bagaimana baku kebutuhan air domestik dihitung?
- survey dengan kuesioner
- sampel: stratified random; strata tingkat sosial-ekonomi penduduk, ketersediaan
air.
Qdom = 365 hari x (qu/1000 x Pu) + (qr/1000 x Pr)
Keterangan :
Qdom = Kebutuhan air domestik ( m/th)
qu = Baku kebutuhan air domestik penduduk kota
(liter/kapita/hari)

97
qr = Baku kebutuhan air domestik penduduk desa
(liter/kapita/hari)
Pu = Jumlah penduduk kota
Pr = Jumlah penduduk desa

Perhitungan Kebutuhan Air Non Domestik


1. Kebutuhan Air untuk Industri
Qid = Hk {(Pk x 0,5m/kap/hari)}+Up
Keterangan :
Qid = Kebutuhan air untuk industri (m/th)
Hk = Jumlah hari kerja per tahun
Pk = Jumlah karyawan
Up = Kebutuhan air untuk proses industri (m3/th)
Up tergantung dari jenis industri, ada indutri yang banyak menggunakan air dan
ada yg sedikit.
Tabel 4.4. Kebutuhan Air Industri

2. Kebutuhan Air untuk Irigasi


Air irigasi digunakan untuk:
1. Mengganti air hilang untuk evaporasi
2. Mengganti air hilang untuk transpirasi
3. Mengganti air hilang untuk infiltrasi (perkolasi)
4. Air untuk penggenangan
5. Mengganti air hilang di saluran irigasi
Rumus umum Kebutuhan Air Irigasi
Qi = A x (qs/1000) x (Ft x 100 hari) x 24 jam x 3600 detik

Keterangan :
Qi = Kebutuhan air untuk irigasi (m/tahun)
A = Luas sawah (ha)

98
qs = Baku kebutuhan air untuk sawah (1 liter/detik/ha)
atau dihitung dengan program cropwat.
Ft = Frekwensi tanam dalam setahun
Tahapan Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi:
1. EVAPORASI (Eo, dalam mm/hari): Dihitung dengan rumus Penman
2. Consumtive use ( Cu); Cu = kc x Eo , dalam mm/hari,kc : crop
factor ( tabel)
3. Farm water requirement (CWR), dalam mm/hari
CWR = (Cu + In) Pef
In : infiltrasi (mm/hari)
Pef : hujan efektif (hujan yang bermanfaat utuk tanaman)
4. Project Water Requirement (PWR): dalam l/det
PWR = f x (CWR x A) x ( Eir -1)
Keterangan:
A = luas tanam (ha)
Eir = irrigation efficiency
f = faktor konversi mm/hari /ha ke satuan debit;
1mm/hari/ha =0,11574 l/dt/ha
PWR = liter/det atau m3/det

Tabel 4.5.
Koefisien Tanaman (kc) menurut FAOdan Nedeco/Prosida (PT. Indra arya,2003)

tanaman
Prosida 0,5 1 1,5 2 2.5 3 3.5 4
Padi
- LV 1,2 1,2 1,32 1,4 1,35 1,24 1,12 0
- HYV 1,2 1,27 1,33 1,3 1,3 0 0 0
FAO
Padi:
- LV 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,05 0,95 0
- HYV 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 0 0
Palawija:
-kedelai 0,5 0,75 1 1 0,82 0,45 0 0
- Jagung 0,5 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95 0 0
- kac.tnh 0,5 0,51 0,66 0,85 0,85 0,95 0,95 0

3. Kebutuhan Untuk Penyiapan Lahan


Kebutuhan untuk penyiapan lahan (van de Goor dan Zijlsstra):

99
IR = M ( e k) ( e k 1) -1
IR = Kebutuhan air di petak sawah
M = kebutuhan air untu mengganti evaporasi dan perkolasi
M = Eo + In
k = M x ( T/S )
T = Jangka waktu persiapan lahan (hari)
S = Penjenuhan air dan tebal genangan (mm)

4. Kebutuhan Air untuk Ternak


Rumus yang digunakan:
Qt = 0.365 { ( qskk x Pskk) + ( qkd x Pkd) + (qb x Pb) + ( qun x
Pun)}
Keterangan :
Qt = Kebutuhan air untuk ternak ( m/th)
qskk = Kebutuhan air untuk ternak sapi, kuda, kerbau ( lt/kepala/hari)
qkd = Kebutuhan air untuk ternak kambing atau domba (lt/kepala/hari)
qb = Kebutuhan air untuk ternak babi ( lt/kepala/hari)
qun = Kebutuhan air untuk ternak unggas (lt/kepala/hari)
Psk = jumlah ternak sapi, kuda. kerbau
Pkd = jumlah ternak kambing atau domba
Pb = jumlah ternak babi
Pun = jumlah ternak unggas
0,365 = Angka konversi satuan (365 hari/ 1000 lt)

Tabel 4.6. Kebutuhan Baku Air unutk Ternak

JENIS TERNAK KEBUTUHAN AIR


(Lt/Kep./hari)
Sapi / Kerbau / 40,0
Kuda
Kambing / Domba 5,0
Babi 6,0
Unggas 0,6
Sumber: PT. Indra Karya, 2003

Kebutuhan Air Untuk Perikanan


Banyak metoda yang dapat dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air
perikanan. Kebutuhan ini meliputi untuk mengisi kolam pada saat awal tanam dan
untuk penggantian air. Penggantian air bertujuan untuk memperbaiki kondisi
kualitas air dalam kolam. Intensitas penggantiannya tergantung pada jenis ikan

100
yang dipelihara. Jenis ikan gurami (Osphronemus gouramy) dan karper
(Cyprinus) membutuhkan penggantian air minimal 1 kali dalam seminggu,
sedangkan ikan lele dumbo (Clarias glariepinus) hanya membutuhkan minimal
1 bulan sekali. Estimasi besarnya kebutuhan air untuk perikanan ditentukan sesuai
dengan studi yang dilakukan oleh FIDP. Ditetapkan bahwa untuk kedalaman
kolam ikan kurang lebih 70 cm, banyaknya air yang diperlukan per hektar adalah
35-40 mm/hari, air tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk
engaliran/pembilasan. Namun karena air tersebut tidak langsung dibuang, tetapi
kembali lagi, maka besar kebutuhan air untuk perikanan yang diperlukan hanya
sekitar 1/5 hingga 1/6 dari kebutuhan yang seharusnya, dan ditetapkan angka
sebesar 7 mm/hari/ha sebagai kebutuhan air untuk perikanan.
Rumus yang digunakan:
Qfp = 365 ( qfp/1000) x Afp x 10000
Keterangan :
Qfp = Kebutuhan air untuk perikanan (m/th)
Qfp = Kebutuhan air untuk pembilasan ( 7 mm/hari/ha)
Afp = Luas kolam ikan ( ha )

IV.6. Kualitas Air

Analisis fisik dan kimia air mempunyai tujuan untuk memberikan


informasi tentang kondisi kualitas air untuk keperluan tertentu. Untuk keperluan
minum, air haruslah memiliki komposisi kimia dan sifat fisik yang sesuai dengan
standard yang ditetapkan, terutama dari aspek kesehatan.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air

Kondisi kualitas air di suatu tempat tentu berbeda dengan kondisi kualitas
air di tempat lain. Kondisi kualitas air terpengaruh oleh faktor-faktor yang secara
umum dapat dikategorikan menjadi faktor alami dan non-alami (manusia), yang
secara rinci diuraikan sebagai berikut :
a. Iklim
Curah hujan dan kualitasnya yang jatuh ke permukaan bumi dan
merupakan bagian dari siklus hidrologi sangat berpengaruh terhadap kualitas air
di suatu wilayah. Sebagai contoh, kualitas air hujan di daerah pantai tentunya
berbeda dengan kualitas air hujan di pegunungan. Contoh lain adalah hujan yang

101
jatuh di daerah beriklim tropis akan berbeda pula dengan hujan yang jatuh di
daerah dengan iklim kutub.

b.Batuan / geologi
Komposisi kimia air, terutama airtanah merupakan kombinasi dari air
hujan yang jatuh ke dalam tanah dan terjadinya reaksi-reaksi kimia antara air dan
mineral batuan penyusun akuifer tempat air berada. Beberapa proses kimia antara
air sebagai media pelarut dan mineral batuan dapat membuat komposisi kimia air
berubah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sebagai contoh adalah kualitas air
di daerah karst Gunung Sewu mengandung lebih banyak unsur karbonat
dibanding airtanah di daerah vulkan Merapi.
c.Waktu
Komposisi kimia air juga tergantung dari waktu tinggal (residence time)
air di dalam media untuk bereaksi dengan mineral batuan. Semakin lama air
berada di dalam tanah, maka semakin lama pula air bereaksi dengan mineral
batuan. Akibatnya, jumlah unsur yang terlarut dalam air akan semakin banyak dan
mempengaruhi komposisi kimia air. Sebagai contoh adalah airtanah yang terdapat
pada cekungan (basin) yang sangat luas dimana gerakan airtanah sangat lambat,
komposisi unsur terlarutnya sudah sangat jenuh dan kadang-kadang terasa asin.
Hal ini diakibatkan lamanya waktu kontak airtanah dan mineral batuan.

d. Vegetasi
Tumbuhan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas air suatu
wilayah. Akar tumbuhan yang menyerap air dan kemudian ditranspirasikan
menurut Appelo dan Postma (1993) ternyata tidak menyerap semua ion yang ada
dalam air sehingga tentu saja merubah komposisi kimia dalam air. Selain itu
vegetasi juga menyerap gas dari atmosfer, sebagai contoh (SO 2, NH3, dan NO2)
sehingga akan merubah pula komposisi air hujan sebagai komponen utama air
yang ada di bumi (Jankowski, 201).

e. Manusia
Faktor ini dapat dikategorikan sebagai faktor non-alami. Akhir-akhir ini,
faktor manusia ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi

102
kualitas air di suatu wilayah. Adanya polusi air seperti nitrat dari limbah rumah
tangga, hujan asam, limbah industri dan tempat pembuangan sampah merupakan
contoh paling mutakhir bahwa aktivitas manusia mampu merupah komposisi
kualitas air secara cepat. Perlu diingat bahwa faktor-faktor penentu kualitas air
seperti yang diuraikan di atas tidak berdiri sendiri, melainkan dapat terjadi
bersama-sama, sehingga tidak ada faktor yang paling dominan. Secara detail
Appelo dan Postma (1993) mengilustrasikan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas air seperti yang disajikan pada Gambar 4.19.

A Sc h emat ic Over view


o f Pr o cesses t h at Af f ect t h e Wat er Qual it y
in Th e Hyd r o l o g ic10al Cyc l e

1. Evaporation
1 2. Tra10nspiration
3. Selective Uptake
34 2 by Vegetation
5 67 4. Oxidation/ Reduction
5. CatioE nxchange
1 9 6. Dissolution of Mineral
1 7. Precipitation
7 of Seco1ndary Mineral
clay 8 11
8. Mix11 ing of Water
8 h 9. Leaching
fres of Fertilisers, Manure
5 salt 10. Pollution
1. Evaporation 11. Lake/Sea
7. Precipitation 11. LakBe/Sea l Processes
iologica
2. Transpiration Biological Processes
3. Selective Uptake of Secondary Mineral
by Vegetation 8. Mixingof Water
4. Oxidation/ Reduction 9. Leaching
5. Cation Exchange of Fertilisers, Manure
6. Dissolution of Mineral 10. Pollution

Gambar 4.19. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air dalam siklus
hidrologi (Appello dan Postma, 1993)

103
5.2. Komposisi kimia air di bumi
Komposisi kimia air di bumi yang merupakan bagian dari siklus hidrologi
tentu saja terpengaruh oleh proses-proses seperti yang diilustrasikan pada Gambar
4.7. Selanjutnya, Tabel 47. membandingkan komposisi kimia air (air laut, air
hujan, air sungai, air danau, dan airtanah serta air tercemar).

Tabel 4.7. Komposisi kimia air pada siklus hidrologi

Sample pH TDS Na+ K+ Ca2+ Mg2+ HC SO42- Cl-


O3-

mg/l

Air hujan oceanic island 5,8 12,2 1,5 0,5 0,6 0,4 4,7 0,5 4,0
Air hujan terpolusi Central 7,2 161,8 11,5 8,6 22,0 4,3 34,8 60,0 18,1
Europa

Air laut Samudera Pasific 1050 320 364 1220 113 2410 1961
0 1

Air sungai Sungai Amazon 1,6 1,8 5,4 0,5 17,9 0,8 2,6
(Brasil)
166 6,1 148 81 256 794 24
Air sungai Sungai Colorado
(USA)

Air danau (tawar) Blue Lake 0,5 0,2 0,2 0,1 0,5 0,9 0,4
(Australia)
433 5,0 23 25 220 79 615
Air danau (payau) Lake
George (Australia)

Airtanah sand dune 13 1 6 2 15 15 32


(Sydney)
1 1 68 56 438 29 3
Airtanah karst (Pensylvania,
USA)

Airtanah tercemar limbah 252 226 316 63 2382 10 376


domestic
16 206 388 286 95 14100 32
Airtanah tercemar limbah
uranium

104
Sumber : Jankowski (2001) (* cetak tebal menunjukkan ion positif dan negatif
yang dominan

Dari Tabel 4.7. terindikasi bahwa air laut mempunyai komposisi kimia
unsur yang didominasi ion natrium dan klorida dengan jumlah yang sangat besar,
selain itu kandungan unsur-unsur yang lain juga sangat tinggi dan jauh diatas jenis
air lainnya. Dari laut, air menguap dan terbawa angin keatas daratan dan
kemudian jatuh ke bumi sebagai hujan. Pada masa tersebut, air dapat terpengaruh
oleh kandungan gas di atmosfer. Selain itu kualitas air hujan sangat bervariasi dan
tergantung dari kontaminasi pada atmosfer. Hujan pada daerah yang dekat laut
mempunyai kandungan unsur Cl-, SO4-, Na+, dan Mg2+ yang lebih tinggi daripada
hujan yang jatuh di daratan yang luas.

Air permukaan yang tawar biasanya mengandung unsur terlarut yang


sedikit. Selanjutnya, airtanah secara umum memiliki kandungan mineral terlarut
yang lebih tinggi dibanding dengan air permukaan (sungai/danau). Hal ini terjadi
sebagai akibat adanya interaksi antara CO2 yang ada pada tanah dan batuan yang
larut oleh airtanah. Selain itu CO2 dapat bertambah karena adanya aktivitas pada
mikroorganisme tanah (Jankowski, 2001).

5
.3. Parameter-Parameter Kualitas Air Alami
5.3.1. Kadar Keasinan
Kadar keasinan air dapat diukur berdasarkan dua kriteria yaitu: Total
Dissolved Solids (TDS) dan Daya Hantar Listrik (DHL).

5.3.1.1. Total Dissolved Solids (TDS)

TDS menunjukkan banyaknya zat yang terlarut atau yang mengendap


(padat) dalam air. TDS biasanya diukur secara gravimetri, dan mempunyai satuan
mg/l. Keuntungan memakai parameter ini adalah bahwa TDS tidak tergantung
/independen terhadap suhu, dan tidak terpengaruh oleh jenis garam maupun
kombinasinya yang berasal dari sumber yang berbeda. Besarnya nilai TDS juga
tidak tergantung dari aspek fisik air yang lain.

Nilai TDS dapat diperoleh di laboratorium secara gravimetri atau secara


sederhana adalah sebagai berikut :

TDS = (anion + kation + silika + unsur minor + metal + unsur terlarut lain)

105
5.3.1.2.Daya Hantar Listrik (DHL)

Sering juga dikenal sebagai Electrical Conductivity (EC), yaitu


kemampuan air untuk menghantarkan arus listrik yang merupakan fungsi dari
konsentrasi larutan (air) termasuk didalamnya total valensi ion yang terlarut serta
tingkat ion yang dapat bergerak dalam air. Satuan dari DHL yang biasa dipakai
adalah mikrosiemens/cm (S/cm).

Selanjutnya, karena gerakan ion dalam air terpengaruh oleh suhu, maka
nilai DHL akan semakin tinggi dengan meningkatnya temperatur air. Di lapangan,
semua pengukuran DHL harus di sesuaikan dengan temperatur normal, yaitu 25 o
C. Apabila temperatur pengukuran tidak pada 250 C maka perlu dikoreksi dengan
rumus :

EC250 C = ECt (t x 0.02 x ECt)

Keterangan :

EC250 C = EC pada temperatur 250 C (terkoreksi)

ECt = EC pada temperatur t0 C (hasil pengukuran)

t = Selisih temperatur (t0 250) atau (250 t 0)

Secara umum, pengaruh temperatur terhadap EC pada kebanyakan ion


berkisar 2% kenaikan EC, untuk setiap kenaikan temperatur 10C (Hem, 1970).

Selanjutnya, DHL yang tinggi menunjukkan jumlah ion yang terlarut


tinggi. Air laut mempunyai nilai DHL mencapai 50000 S/cm, sementara air
tawar mempunyai DHL tidak lebih dari 1000 S/cm. Akibatnya, jika kita mencari
hubungan antara DHL dan TDS akan terlihat hubungan linier seperti yang
disajikan pada Gambar 4.20.

106
Sumber : http://waterquality.montana.edu/docs/methane

Gambar 4.20. Hubungan linier antara DHL dan TDS

Dari Gambar 4.20. terlihat bahwa antara nilai DHL dan TDS mempunyai
korelasi yang sangat positif (mendekati 1). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak jumlah ion yang terlarut dalam air, maka akan semakin tinggi
pula nilai TDS dan EC-nya.

5.3.2. pH (aktivitas ion hidrogen)

Aktivitas ion hidrogen dalam air dapat dikenali dari nilai pH yang
merupakan unit logaritmik, pada suhu sekitar 25oC. Dalam Bahasa Indonesia pH,
lebih dikenal sebagai derajat kebasaan/derajat keasaman. Skala asam-basa ini
mempunyai variasi nilai 0 14. Tabel 4.8. berikut ini menyajikan klasifikasi
tingkat asam-basa airtanah.

107
Tabel 4.8. Klasifikasi Nilai pH dalam airtanah

Nilai pH Kategori

<5 asam

57 agak asam

7 netral

79 agal basa

>9 basa

Sumber : Jankowski (2001)

Nilai pH dalam air (terutama airtanah) tidak independent dan dapat


berubah jika suhu berubah. Gambar 4.21. menunjukkan nilai pH dalam air.

Sumber :http://www.fs.fed.us/r6/colville/waterfest/images/phdiagram.gif

Gambar 4.21. nilai pH berbagai jenis dan penggunaan air di bumi

5.3.3. Eh (tingkat oksidasi-reduksi air)

Banyak sekali reaksi dalam air, terutama airtanah yang mengalami


perpindahan elektron antara zat cair, gas, maupun unsur terlarut. Kehilangan
elektron (ion negatif) berarti terjadi reaksi oksidasi, sedangkan unsur memperoleh

108
ion tambahan merupakan indikasi terjadinya proses reduksi. Reaksi reduksi dan
oksidasi tidak dapat berdiri sendiri karena tidak mungkinterdapat ion yang bebas
dalam air. Nilai Eh merupakan nilai potensial reksi reduksi-oksidasi yang
dinyatakan dalam satuan milivolt (mV). Jika nilai Eh = + maka reaksi yang
dominan terjadi adalah oksidasi, sebaliknya jika nilai Eh = - maka reaksinya
adalah reduksi, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.22.

Reaksi Oksidasi

- 400 300 -200 -100 0 + 100 + 200 + 300 +400 (mV)

Reaksi Reduksi

Gambar 4.22. Nilai Eh pada airtanah

Air hujan yang masuk ke tanah melalui infiltrasi merupakan larutan yang
sangat teroksidasi dengan kandungan oksigen yang berlebih. Airtanah dalam pada
akuifer tertekan biasanya didominasi oleh proses reduksi dimana jumlah O 2 sangat
sedikit. Sementara itu airtanah yang terkontaminasi oleh limbah berpotensi
memicu proses reduksi.

5.3.4. Dissolved Oxygen (DO)

Dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai oksigen yang terlarut dalam air.
Parameter ini penting untuk mengetahui banyak tidaknya O2 yang terlarut dalam
air. Jika banyak O2 yang terlarut, maka air yang dievaluasi tentu saja sering
kontak dengan udara, sebagai contoh airtanah dangkal. Sebaliknya airtanah dalam
pada akuifer tertekan mengandung O2 yang lebih sedikit. Pada airtanah yang
tercemar, kandungan O2 biasanya lebih sedikit dibanding air yang tidak tercemar.

5.3.5. Ion Mayor

Ion mayor dikenal sebagai ion yang mempunyai prosentase terbesar yang
dapat larut dalam air. Ion mayor diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

a. Ion yang mempunyai muatan negatif (anion); dan


b. Ion yang mempunyai muatan positif (cation)
Secara alami, dikenal 7 ion mayor yang dapat larut dalam air yaitu : Ca 2+
(kalsium), K+ (kalium), Mg2+ (magnesium), Na2+ (natrium), Cl- (klorida), HCO3-
(bikarbonat), dan sulfat (SO4-). Unsur atau ion mayor ini biasanya memiliki
konsentrasi diatas 1 mg/l dalam air.

109
Kalsium

Kalsium merupakan ion dominan yang berada pada semua mineral di bumi
yang mengandung metal. Ion ini sangat penting untuk kelangsungan hidup
tumbuhan dan hewan. Dalam air yang masih bersifat alami ion ini mempunyai
prosentase yang cukup besar. Sebagai contoh, pada air tawar jumlah kalsium
biasanya kurang dari 100 mg/l, dan pada air laut dapat mencapai 400 mg/lt,
sementara pada air payau hasil proses evaporasi dapat mencapai 75000 mg/l
(Jankowski, 2001). Kalsium mempunyai notasi Ca 2+ yang berarti mempunyai
muatan positif berjumlah 2. berat atom kalsium adalah 40,078. Dalam air, kalsium
dapat berupa larutan, gas, maupun padatan tegantung dari fase/tingkat reaksi
kimia yang terjadi.

Di alam, sumber kalsium terbesar adalah dari batuan beku terutama yang
menandung meineral-mineral silikat, piroxin, amphibol, dan feldspar (Hem,
1985). Mineral penghasil kalsium terbesar jika larut oleh air adalah batuan
karbonat yang dapat mengandung mineral kalsit, aragonite dan dolomite. Unsur
kalsium terdapat pula pada mineral di batuan sediment yang berasosisi dengan
sulfat, gypsum dan anhidrit (Hem, 1985). Selanjutnya, Tabel 4.9. menunjukkan
mineral yang sering dijumpai mengandung kalsium. Di air, mineral yang
mengandung kalsium dapat mengahsilkan rekasi pelarutan yang dapat membentuk
padatan dan ada pula yang tidak.

110
Tabel 4.9. Mineral batuan yang mengandung kalsium

No Mineral Rumus kimia

1 Kalsit CaC03

2 Aragonit CaCO3

3 Dolomit CaMg(CO3)2

4 Ca-feldspar CaAl2Si2O8

5 Fluoroapathite Ca(PO4)3F

6 Gypsum CaSO4. 2H2O

7 Anhydrite CaSO4

8 Ca- Ca0,33 Al4,67 Si7,33 O20


monmorilonit (OH)4

9 Glauberite CaSO4.Na2SO4

10 Tachyhydrite CaCl2. 2MgCl2 . 12H2O

Sumber: Jankowski, 2001

Magnesium

Magnesium mempunyai muatan 2+ dengam notasi Mg dan berat atom


24,305. Ion ini juga sangat penting untuk kelangsungan hidup makhluk hidup
(Hem, 1985). Sumber magnesium di alam menurut Jankowski (2001) sebagian
besar terkandung pada ferromagnesian mineral yang berwarna gelap seperti
olivine, piroksin, amphibol dan mika. Selain itu pada batuan sedimen ion ini
berasosiasi dengan ion-ion karbonat pada mineral magnesit dan hidromagnesit,
sementara pada batuan metamorf magnesium terkandung dalam chlorite dan
serpentin.Di air, konsentrasi magnesium biasanya kurang dari 50 mg/l, di laut
dapat mencapai 1350 mg/l. Tabel 4.10 menunjukkan mineral batuan yang
mengandung magnesium.

111
Tabel 4.10. Mineral batuan yang mengandung Magnesium

No Mineral Rumus kimia

1 Dolomit CaMg(C03)2

2 Forsterit Mg2SiO4

3 Magnesit MgCO3

4 Brucit Mg(OH)2

5 Talk Mg3Si4 O10(OH)2

6 Chlorit Mg5Al2Si3O10(OH)2

7 Biotit KMg3AlSi3O10(OH)2

8 Sepiolit Mg4Si6O15(OH)2 . 6H2O

9 Epsomit MgSO4. 7H2O

Sumber: Jankowski, 2001

Natrium

Dalam bahasa Inggris dikenal sebagi sodium dengan notasi Na+ (satu
muatan positif). Berat atom natrium adalah sebesar 22,99. Konsentrasi yang biasa
larut dalam airtawar adalah sebesar kurang dari 200 mg/l, sementara air laut
mengandung lebih dari 10000 mg/l (Jankowski, 2001). Tabel 4.11 menyajikan
jenis-jenis mineral batuan yang mengadung natrium.

Tabel 4.11 Mineral batuan yang mengandung natrium

112
No Mineral Rumus kimia

1 Halite NaCl

2 Albite (Na- NaAlSi3O8


feldspar)

3 Na-montmorilonit Na0,33 Al2,33 Si3,67 O10 (OH)2

4 Thenardite Na2SO4

5 Glauberite CaSO4 . Na2SO4

6 Mirabilite Na2SO4 . 10H2O

7 Trona NaHCO3 . Na2CO3 . 2H2O

8 Dawstone NaAlCO3(OH)2

Sumber: Jankowski, 2001

Kalium

Mempunyai notasi K+ dengan muatan ion positif = 1, dalam Bahasa


Inggris lebih dikenal sebagai potassium. Berat atom kaliumj adalah 39,098.
Jumlah kalium pada batuan beku lebih sedikit dibanding jumlah natrium. Tetapi
jumlah kalium pada batuan sediment lebih banyak (Hem, 1985).

Sumber utama dari kalium adalah mineral dari batuan yang mengandung
silica seperti ortoclas dan mikrokline. Di alam, mineral yang mengandung kalium
mudah untuk dilarutkan oleo air (Jankowski, 2001). Dalam air jumlah kalium
biasanya tidak lebih dari 10 mg/l, sementara di laut sekitar 380 mg/l. Beberapa
jenis mineral batuan yang mengandung kalium disajikan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Mineral batuan yang mengandung kalium

No Mineral Rumus kimia

113
1 Silvit KCl

2 Orthoclase (K- KAlSi3O8


feldspar)

3 Mika KAlSi3O8

4 Biotit KMg3AlSi3O10(OH)2

5 Karnalit KCl . MgCl2 . 6H2O

Sumber: Jankowski, 2001

Klorida

Klorida atau lebih dikenal sebagai chloride merupakan salah satu ion
(anion) negatif terpenting di alam. Klorida mempunyai muatan negatif berjumlah
satu dengan notasi Cl- dan berat atom = 35,453. Sumber utama Cl- di bumi adalah
dari air laut yang terbawa angin ke darat setelah diuapkan oleh sinar matahari dan
jatuh ke bumi. Jumlah kandungan klorida dalam air sekitar 25 mg/l dan di laut
dapat mencapai 350000 mg/l.

Sumber klorida yang utama adalah batuan sedimen terutama hasil


evaporasi. Pada batuan beku hampir tidak ditemukan unsur ini terlarut dalam air,
kecuali pada jumlah yang sangat kecil. Selain itu mineral utama penghasil klorida
adalah halite dan silvit. Secara spasial, jumlah klorida yang terlarut dalam air
semakin banyak kearah pantai. Beberapa jenis mineral batuan yang mengandung
klorida disajikan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Mineral batuan yang mengandung klorida

No Mineral Rumus kimia

114
1 Halit NaCl

2 Silvit KCl

3 Anarktitit CaCl2 . H2O

4 Biskofit MgCl2 . 6H2O

5 Karnalit KCl . MgCl2 . 6H2O

6 Tachyhidrit CaCl2 . 2MgCl2 . 12H2O

Sumber: Jankowski, 2001

Sulfur dan Sulfat

Unsur ini mempunyai notasi S 2- dengan berat atom 32,066. Di air, sulfur
biasanya terdapat pada fase oksidasi dengan jumlah muatan bervariasi dari S 2-
sampai S6+. Pada suatu akuifer yang mengandung banyak oksigen (lingkungan
oksidasi), sulfur akan membentuk formasi dengan 4 oksigen membentuk suatu
anion yang dikenal sebagai sulfat (SO42-) dengan berat atom sebesar 96,062.

Sulfur tersebar merata sebagai reduksi yang dikenal sebagai sulfida pada
batuan sedimen dan beku. Sebagai contoh adalah mineral pirit yang selalu ada
pada batuan sedimen dan terdiri dari besi dan sulfur dan mudah larut di airtanah
menghasilkan sulfida. Sulfat tersebar merata pada batuan beku, tetapi lebih
banyak lagi ditemukan pada sedimen yang terevaporasi. Kalsium sulfat sebagai
gipsum merupakan suatu contohnya. Mineral di alam yang merupakan sumber
utama sulfur dan sulfat ditunjukkan pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Sumber mineral sulfur dan sulfat

Mineral Rumus kimia

115
Gipsum CaSO4 . 2 H2O

Anhidrit CaSO4

Glauberit CaSO4 . Na2SO4

Thenardit Na2SO4

Mirabilit Na2SO4 . 10 H2O

Kieserit MgSO4 . H2O

Epsomit MgSO4 . 7H2O

Pirit FeS2

Galena PbS

Sphalerit ZnS

Sumber: Jankowski, 2001

Alkalinitas

Pada lingkungan air alami, alkalinitas adalah hasil dari produksi pelarutan
karbondioksida, bikarbonat, dan karbonat. Pada buku ini akan dibahas lebih detail
kepada bikarbonat sebagai anion dengan notasi HCO3- dengan berat atom 60,008.

Sumber utama dari alkalinitas adalah karbondioksida dari udara yang


terdapat pada zona aerasi/tak jenuh di bawah permukaan tanah di atas muka air
tanah. Pada batuan, sumber utamanya adalah batuan karbonat (gamping, dll).
Sumber reaksi yang lain adalah reduksi sulfat. Mineral di alam yang merupakan
sumber utama bikarbonat ditunjukkan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Sumber mineral bikarbonat

Mineral Rumus kimia

Kalsit CaCO3

116
Dolomit CaMg(CO3)2

Siderit FeCO3

Magnesit MgCO3

Otavit CdCO3

Strontianit SrCO3

Nahkolit NaHCO3

Trona NaHCO3 . Na2CO3 . 2H2O

Dawsonit NaAlCO3(OH)2

Sumber: Jankowski, 2001

Unsur minor

Unsur ini biasanya juga terlarut pada hampir semua air di bumi, hanya
jumlahnya tidak sebanyak unsur mayor. Tetapi kadang-kadang jumlah yang
terlarut dalam air dapat mencapai konsentrasi yang sama dengan unsur mayor.
Pengukuran unsur minor yang terlarut dalam air penting dilakukan untuk
keperluan tertentu terutama yang menyangkut aspek penggunaan air untuk
keperluan domestik. Aktivitas yang lain yang mensyaratkan distribusi untuk minor
terlarut dalam air misalnya: irigasi, perikanan, air untuk industri, ekosistem
akuatis, dll). Unsur minor yang biasanya dianalisis adalah : nitrat, fluorid, fosfat,
amoniak, besi, mangaan, dan aluminium dan logam berat (seng, timbal, nikel, dll).

REPRESENTASI DATA KUALITAS AIR


Secara umum tidak ada ketentuan yang standard mengenai cara untuk
merepresentasikan data atau konsentrasi unsur yang terlarut dalam air. Unit yang
digunakan lebih tergantung kepada situasi dan tujuan dari suatu kegiatan. Terdapat
beberapa cara dan tipe untuk merepresentasikan konsentrasi data kualitas air.

Konsentrasi massa

Ada dua cara untuk mengekspresikan konsentrasi massa dari unsur yang
terlarut di air, yaitu (1) satuan berat/berat dan (2) satuan berat/volume.

117
Satuan berat per berat merupakan dimensi dari perbandingan berat unsur
terlarut dan berat dari larutan, biasanya dikalikan dengan faktor 10 6 dikenal
sebagai parts per millions (ppm) dan jika dikalikan 109 dikenal sebagai parts of
billions (ppb). Satuan ini menguntungkan jika digunakan sebagai penanda
konsentrasi massa kualitas air karena mempunyai keuntungan tidak terpengaruh
oleh perubahan suhu ataupun tekanan pada air.

massa unsur terlarut (mg)


ppm =
massa larutan (kg)

massa unsur terlarut (g)


ppb =
massa larutan (kg)
Satuan berat per volume lebih banyak digunakan dewasa ini karena
kemudahan diukur di laboratorium (lebih mudah mengukur volume cairan
daripada berat cairan). Sehingga lebih dikenal sebagai satuan berat unsur terlarut
per volume larutan, yang dikenal sebagai satuan mgram/liter atau gram/liter.

massa unsur terlarut (mg)


mg/lt =
volume larutan (liter)

massa unsur terlarut (g)


g/lt =
volume larutan (kg)
Dua cara representasi konsentrasi massa kualitas air di atas mempunyai korelasi
sebagai berikut :

berat/volume=(berat/berat) x kerapatan larutan

sehingga, kerapatan larutan=massa larutan (kg)/volume larutan (liter)

118
jika kerapatan airtawar = 1,00 g/cm3 ; air laut 1,025 g/cm3, maka pada p = 1
kg/liter

ppm (mg/kg) = mg/liter

Molalitas

Konsentrasi pada molalitas ini sangat diperlukan dalam rangka pemodelan


hidrokimia airtanah, terutama untuk mencari kesetimbangan reaksi kimia yang
terjadi di air. Molalitas juga dapat dipakai untuk menjelaskan kecepatan reaksi
pelarutan mineral batuan di alam.

Molalitas = konsentrasi unsur terlarut / berat atomnya

Molaritas

Molaritas atau konsentrasi molar (M) adalah angka yang menunjukkan jumlah
mol dari unsur pada 1m3 larutan. Satuan internasional dari molaritas adalah
mol/m3. Satuan yang sering dipakai adalah mmol/liter yang setara dengan 1
mol/m3 . Mol/liter dengan simbol mol/lt sering dipakai dalam merepresentasikan
data dalam studi airtanah dan penting untuk menghitung termodinamika air.

Molaritas = (mg/liter) x 10-3 / berat atom

Milimol = (mg/liter) / berat atom

Contoh : pada air terdapat Na+ terlarut sebesar 125 mg/lt, maka molalitasnya
adalah

Mol = 125/22.99 = 5,458 mmol/lt

(dimana 22.99 adalah berat atom unsur Na+)

Berat Ekuivalen

Berat ekuivalen adalah satuan yang sering digunakan untuk merepresentasikan


data kualitas air karena semua reaksi dari reaktan yang bereaksi menghasilkan
produk akan mempunyai kesetimbangan berat ekuivalen. Satuan berat ekuivalen
yang biasa dipakai adalah miliekuivalen/liter (meq/l).

119
meq /l = (mg/l) / berat atom /valensi dari ion

atau

meq/l = (mmol/l) x valensi ion

Contoh : pada air terdapat Mg2+ terlarut sebesar 80 mg/lt, maka berat ekuivalen-
nya adalah :

Meq/l = (80 / 24,305) x 2

= 80/24,305 = 6,32 meq/lt

(dimana 24.305 adalah berat atom unsur Mg2+ dan 2 adalah jumlah ion valensi Na)

REPRESENTASI DATA UNTUK INTERPRETASI


Salah satu aspek penting dalam penelitian kualitas air adalah kompilasi,
interpretasi, dan presentasi dari data hidrokimia dalam format yang cocok untuk
keperluan analisis secara visual. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan metode
grafikal yang sesuai sehingga data kualitas air\dapat dibandingkan dari satu
tempat ke tempat lain. Selain itu grafikalpresentasi lebih menarik dan lebih efektif
dibandingkan data dengan format angka dalam sebuah tabel. Kebanyakan cara
grafis ini dimaksudkan untuk merepresentasikan total unsur terlarut dalam air dan
proporsinya untuk masing-masing kation maupun anion terlarut. Satuan/unit yang
biasa digunakan adalah mg/l, mmol/l, meq/l

1. Diagram

Diagram Bar Vertikal

Diagram bar vertikal ditunjukkan pada Gambar 4.23. Diagram yang


ditunjukkan pada Gambar 4.23 mengartikan bahwa tinggi total menunjukkan
prosentase dari konsentrasi anion dan kation. Biasanya, anion dan kation

120
dibedakan dan diposisikan pada sebelah kiri atau kanan yang dibatasi oleh garis
vertikal di tengah.

Diagram Lingkaran dan Radial

Diagram lingkaran dibuat untuk mengilustrasikan proporsi dari unsur


terlarut pada suatu lingkaran. Satuan yang biasa digunakan adalah meq/l, seperti
yang ditunjukan pada Gambar 4.24

Sementara itu diagram radial menggunakan skala dari konsentrasi ion


(meq/l) yang saling berpotongan pada satu titik seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.25.

121
Gambar 4.23. Diagram Bar Vertikal (from Hem, 1985))

122
Gambar 4.24. Diagram Lingkaran (Hem, 1985)

Gambar 4.25 Diagram Radial (Lloyd and Heathcote, 1985)

Diagram Pola (Stiff)

Ditemukan pertama kali oleh Stiff (1951). Diagram ini mempunyai pola
yang berbeda dengan diagram-diagram diatas dan banyak digunakan dalam
analisis tipe kimia air. Diagram ini memplot kation di sebelah kiri dan anion di
sebelah kanan yang dikelompokkan secar khusus dan berpasangan pada suatu

123
garis horisontal yang paralel dengan nilai 0 berada di garis vertikal di tengah-
tengan anion dan kation (Gambar 4.26) Satuan yang digunakan adalah meq/l.

Gambar 4.26 Diagram Stiff (Hem, 1985)

Diagram Trilinier-Piper
Diagram ini mengasumsikan bahwa bahwa semua air di alam mempunyai
total konsentrasi yang mendekati jumlah anion dan kation unsur mayor
(asumsi=100%). Jika satuan yang dipakai adalah meq/l makan asumsinya
komposisi kimia air dapat diplot pada tiga trilinier segitiga Piper seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 4.27.

124
Gambar 4.27. Diagram Piper (Freeze and Cherry, 1979)

Dari Gambar 4.27 terlihat bahwa ion mayor diplot pada dua segitiga
dibawah dan diproyeksikan menuju segitiga yang diatas untuk menganalisis
hubungan antara total ion yang ada. Diagram ini sangat efektif untuk
memperkirakan tipe kimia airtanah serta menghitung adanya proses mixing
(percampuran) antara dua jenis sampel air.

Selain beberapa cara representasi data kualitas air diatas, ada beberapa
cara yang dilakukan diantaranya adalah : diagram plot komulatif, diagram
semilog, diagram Durov (Gambar 4.28) expanded, diagram vektor, dll. Selain
itu, ada pula beberapa cara untuk menggambarkan data kimia kualitas air secara
spasial atupun data cross section kualitas air.

125
Gambar 4.28 Diagram Durov-expanded

D. LATIHAN

Identifikasi daerah rawan kekeringan di DIY

Buat kelompok (10 orang per kelompok)

Kumpulkan data dari sumber:

a. Kajian keserasian
kependudukan dan lingkungan hidup DIY;

b. Agihan geografis hujan di DIY (Suyono,1992);

c. Greater Yogyakarta, groundwater resource Study. Vol. 3. Ground


water.(MacDonald and Partners, 1984)

126
Daftar Pustaka

Todd, D. 1959. Groundwater Hydrology. John Willey & Sons Inc.

Jankowski, J., 2002. HYdrogeocgemistry, Short Course Note, School of Geology,


University Of New South Wales, Sydney, Australia
Fetter, C.W. 1988. Applied Hydrology 2nd Edition. Mexrill Publishing

Hem, J.D., 1985, Study and Interpretation of The Chemical Characteristics of


Natural Water-3rd edition. USGS Water Supply Paper 2254.

ILRI. 1974. Drainage Principles and Applications, Volume III. ILRI, Wageningen
The Netherlands

Nagle G, and K.Spencer. 1997. Advanced Geography.Oxford University


Press,New York.

Seyhan E. 1977. Fundamental Hydrology. Institut der Rijkuniversiteit Utrecht,


Netherland.

Seyhan E. 1977. Watershed as a Hydrological Unit Geografisch Institut der


Rijkuniversiteit Utrecht, Netherland.

Thornth Waite C.W. and Mather J.R. 1957. Instructions and Tables for Computing
Potential Evapotranspiration and Water Balance. Centerton, New Jersey.

Van Dam J.C., Raaf W.R. and Volker A. 1972. Veldboek Volume D: Climatology.
ILRI: Wageningen, The Netherlands.

127

Anda mungkin juga menyukai