Anda di halaman 1dari 24

MODEL HARGA ASET

Teori Pasar Modal

Dibangun atas teori portofolio dengan menguji bagaimana harga asset ditentukan. Asumsi yang diperlukan
untuk menderivasi teori pasar modal. Menggambarkan penilaian asset modal dalam praktiknya
(marketplace)

Capital Asset Pricing Model (CAPM)

CAPM dikembangkan pertama kali pada tahun 1960 oleh William F Sharpe, Lintner dan Mossin.
Weston, Besley dan Brigham (1996: 193) mendefinisikan CAPM sebagai berikut : A Model based on the
proposition that any stocks required rate of return is equal to the risk free of return plus a risk premium,
where risk reflect diversification. CAPM merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat pendapatan
yang diharapkan dari suatu aset yang berisiko dengan risiko dari aset tersebut pada kondisi pasar yang
seimbang.
Menurut teori CAPM tingkat pendapatan yang diharapkan dari suatu sekuritas dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
E(Ri) = RF + i [E(RM) RF]
Keterangan:
E(Ri) = Tingkat pendapatan yang diharapkan dari sekuritas i yang mengandung risiko
RF = Tingkat pendapatan bebes risiko
E(RM) = Tingkat pendapatan yang diharapkan dari portofolio pasar.
i = Tolak ukur risiko yang tidak bisa terdiversifikasi dari surat berharga yang ke-i.
Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta, bisa digunakan market model. Rumus dari persamaan
market model adalah sebagai berikut:
Ri = i + i RM + ei
Keterangan:
Ri =Tingkat pendapatan sekuritas i
RM = Tingkat pendapatan indeks pasar
i = Slope (beta)
i = Intersep
ei = random residual error
Pendapatan sesungguhnya (actual return) adalah pendapatan yang telah diterima para investor dari
selisih harga saham pada periode t dengan harga saham pada periode t-1.
Pendapatan yang diharapkan (expected return) adalah pendapatan masing-masing saham yang
diharapkan oleh para investor pada masa yang akan datang, yang diukur dengan menggunakan model
CAPM.
Pendapatan pasar (market return) adalah pendapatan yang diperoleh dari selisih indeks harga saham
gabungan (IHSG) pada periode t dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada periode t-1 di Bursa
Efek Indonesia (BEI).

Arbitrage Pricing Theory (APT)

Capital Asset Pricing Model bukanlah satu-satunya teori yang mencoba menjelaskan bagaimana suatu
aktiva ditentukan harganya oleh pasar. Ross (1976) merumuskan suatu teori yang disebut sebagai
Arbitrage Pricing Theory (APT). Seperti halnya CAPM, APT menggambarkan hubungan antara risiko
dan pendapatan, tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda. Tiga asumsi yang
mendasari model Arbitrage Pricing Theory (APT) adalah: (Reilly, 2000); (1) Pasar Modal dalam kondisi
persaingan sempurna, (2) Para Investor selalu lebih menyukai kekayaan yang lebih daripada kurang dengan
kepastian, (3) Hasil dari proses stochastic artinya bahwa pendapatan asset dapat dianggap sebagai K model
faktor.
Dari asumsi yang menyatakan investor percaya bahwa pendapatan sekuritas akan ditentukan oleh sebuah
model faktorial dengan k faktor risiko. Dengan demikian, dapat ditentukan pendapatan aktual untuk
sekuritas i dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Ri,t = ai + bi1F1t + bi2F2t + + bikFkt + eit
Keterangan :
Ri,t =Tingkat pendapatan sekuritas i pada periode t
ai = Konstanta
bik = Sensitivitas pendapatan sekuritas i terhadap faktor k
Fkt = Faktor k yang mempengaruhi pendapatan
eit = random error.
Untuk menghitung pendapatan sekuritas yang diharapkan pada model APT dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
E(Ri,t) = ai + bi1F1t + bi2F2t + + bikFkt
Keterangan :
E(Ri,t) = Tingkat pendapatan yang diharapkan sekuritas i pada periode t
ai = Konstanta
bik = Sensitivitas pendapatan sekuritas i terhadap faktor k pada periode t.
Fkt = Faktor k yang mempengaruhi pendapatan pada periode t
eit = random error
Pendapatan yang diharapkan (expected return) adalah pendapatan yang diharapkan diterima oleh
investor pada masa yang akan datang, yang dihutung dengan mengunakan rumus:
E ( Rit) = a + b1F1t + b2F2t + b3F3t
Keterangan :
E (Rit) = Pendapatan yang diharapkan saham i pada periode t
a = Konstanta
b1,2,3,4 = Sensitivitas return saham terhadap premi risiko untuk masing- masing faktor.
F1t = Tingkat suku bunga yang tidak diharapkan (unexpected intrest rate) pada periode t.
F2t = Tingkat inflasi yang tidak diharapkan (unexpected inflation) pada periode t.
F3t = Tingkat perubahan kurs yang tidak diharapkan pada periode t.
Tingkat suku bunga yang tidak diharapkan (unxpected interest rate) adalah selisih tingkat suku bunga
sesungguhnya dengan tingkat suku bunga yang diharapkan. Tingkat suku bunga yang diharapkan dihitung
dengan menggunakan metode ARIMA.
Tingkat inflasi yang tidak diharapkan (unexpected inflation) adalah selisih tingkat inflasi sesungguhnya
dengan tingkat inflasi yang diharapkan. Tingkat inflasi yang diharapkan dihitung dengan menggunakan
metode ARIMA.
Tingkat perubahan kurs yang tidak diharapkan (unexpected exchange rate fluctuation) adalah selisih
tingkat perubahan kurs sesungguhnya dengan tingkat perubahan kurs yang diharapkan. Tingkat perubahan
kurs yang diharapkan dihitung dengan menggunakan metode ARIMA.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data bulanan berupa
harga saham perusahaan yang termasuk dalam industri Manufaktur yang dijadikan sampel, Indeks harga
saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta, suku bunga deposito bulanan bank pemerintah, tingkat inflasi,
kurs (nilai tukar) rupiah dengan dollar Amerika yang berasal dari Laporan Bank Indonesia dan Biro
Pusat Statistik (BPS).
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Teknik ini mengacu
pada tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Ketentuan sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Saham perusahaan-perusahaan Manufaktur yang secara terus menerus terdaftar di BEI dari tahun 1991-
2001.Perusahaan-perusahaan Manufaktur yang secara terus-menerus menerbitkan laporan
keuangannya dari tahun 1991-2001.
2. Berdasarkan kriteria penentuan sampel di atas, maka diperoleh 16 perusahaanManufaktur.
Teknik analisis dalam penelitian ini mempunyai beberapa tahap, diantaranya adalah sebagai berikut (1)
Menentukan periode estimasi (estimation Period) yang akan digunakan untuk mengestimasi parameter alpha
dan beta tiap-tiap saham. Periode estimasi dalam penelitian ini dari januari 1991 sampai dengan Desember
1993. (2) Menetukan periode uji (test period), yaitu periode pengamatan keakuratan kedua model tersebut
dalam memprediksi pendapatan saham. Periode uji yang digunakan untuk menguji perbedaan keakuratan
model CAPM dan APT sebelum dan semasa krisis ekonomi adalah dari Januari 1994 sampai dengan Juni
1997 (sebelum krisis ekonomi) dan Juli 1997 sampai dengan Desember 2001 (semasa krisis ekonomi). (3)
Menghitung pendapatan saham yang sesungguhnya (Aktual) perusahaan- perusahaan Manufaktur. (4)
Menghitung pendapatan pasar (market return) (5) Menghitung beta () dengan menggunakan rumus market
model yang meregresikan antara pendapatan saham yang sesungguhnya (actual return) dengan pendapatan
pasar (market return). (6) Setelah beta () masing-masing perusahaan diperoleh kemudian membentuk
sebuah model persamaan berdasarkan model CAPM. (7) Menghitung a, b1, b2, b3 dan b4 untuk model APT
multi index model pada perusahaan- perusahaan Manufaktur. (8) Melakukan uji asumsi-asumsi klasik
(Heterokedasti- sitas, Multikolinieritaas, dan otokorelasi) terhadap model yang diperoleh. (9) Menghitung
pendapatan saham yang diharapkan (expected return) dengan menggunakan model CAPM dan APT yang
telah dihasilkan dari langkah (6) dan (7)., (10) Menghitung rata-rata penyimpangan absolut (Mean
Absolut Deviation (MAD) (11) Menguji hipotesis. Pengujian dilakukan untukmengetahui apakah ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata penyimpangan absolut model CAPM (MADCAPM) dengan rata-
rata penyimpangan absolut model CAPM (MADAPT) untuk pendapatan saham industri Manufaktur.

Systematic Risk & Beta

Risiko suatu asset dapat dibagi menjadi dua yaitu risiko sistematis (systematic risk) dan risiko tidak
sistematis (unsystematic risk). Unsystematic risk suatu asset dapat dihilangkan dengan diversifikasi,
sementara systematic risk tidak dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi. Di sisi lain, investor berhak
mendapatkan reward jika dia mampu menanggung risiko sistematik.
Reward yang diterima investor adalah karena kemampuannya menanggung risiko, dan besar reward
tergantung pada besarnya systematic risk suatu investasi. Karena unsystematic risk dapat
dihilangkan pada suatu tingkat biaya tertentu (melalui diversifikasi), maka investor pada dasarnya tidak
mendapatkan reward atas menanggung unsystematic risk. Dengan singkat, prinsip risiko sistematis adalah:
jumlah expected return suatu asset tergantung pada besarnya systematic risk (the expected return on an asset
depends on its systematic risk).
Indikator systematic risk adalah beta coefficient (), yang menunjukkan seberapa besar risiko sistematis
suatu asset terhadap rata-rata asset secara relative. Beta coefficient dari suatu asset sebesar 0.5 artinya asset
tersebut memiliki systematic risk sebesar 0.5 kali dari rata-rata aset. Demikian pula, suatu asset dengan beta
2.0 artinya asset tersebut memiliki systematic risk sebesar 2 kali rata-rata asset tersebut.
Hal yang penting adalah expected return dan risk premium berkaitan pula dengan systematic risk. Asset
dengan beta coefficient yang lebih besar, berarti memiliki systematic risk yang lebih besar pula, dan sebagai
konsekuensinya, asset tersebut memiliki expected return yang lebih besar pula.
Contoh analisis total risk dan beta
StandardDeviatio Beta
SecurityA 40% 0.5
SecurityB 20% 1.50
Security A memiliki total risk yang lebih besar dibanding Security B, tetapi Security A memiliki risiko
sistematis yang lebih rendah. Karena total risiko merupakan penjumlahan dari systematic dan unsystematic
risk, maka Security A mestinya memiliki unsystematic risk yang lebih besar (prinsip systematic risk di atas
berlaku). Security B mestinya memiliki risk premium dan expected return yang lebih besar, meskipun asset
tersebut memiliki total risk yang lebih rendah.
Portofolio Beta
Derajat risiko suatu portofolio tidak memiliki hubungan langsung dengan risiko beberapa asset individual
yang tergabung dalam suatu portofolio. Sebaliknya, beta portofolio dapat dihitung sebagaimana perhitungan
expected return. Misal, investasi yang dilakukan seorang investor adalah50% pada AT&T dan 50% pada
General Motors. Bagaimana perhitungan beta coefficient atauportofolio beta jika diketahui risiko
individual AT&T adalah 0.9 dan General Motors adalah 1.15. Maka perhitungan portofolio beta, p adalah:
p = .50 x AT&T + .50 x GM
p = .50 x 0.9 + .50 x 1.15
p = 1.025
Security Market Line (SML)

SML digunakan untuk menganalisa bagaimana investor mendapat reward atas kemampuannya
menanggung risiko investasi. Garis ini menunjukkan hubungan antara risiko sistematik dengan expected
return pada pasar sekuritas.
Misalnya jika seorang investor memiliki Asset A dengan expected return sebesar E(RA)= 20% dengan
beta sebesar A = 1.6. Diketahui pula bahwa risk-free rate Rf = 8%. Perlu diingat, suatu asset yang
mengandung risk-free rate tidak memiliki systematic risk ataupun unsystematic risk, dengan demikian
asset tersebut memiliki beta sebesar nol.
Jika investor membentuk portofolio yang terdiri dari Asset A dan asset dengan risk-free rate, dan
investasi pada Asset A sebesar 25% dari total investasi, maka expected return portofolio adalah:
E(Rp) = .25 x E(RA) + (1-.25) x Rf
E(Rp) = .25 x 20% + .75 x 8%
E(Rp) = 11%
Demikian pula, beta portofolio dihitung dengan cara:
p = .25 x A + (1-.25) x 0
p = .25 x 1.6
p = .40
Apakah dimungkinkan jika misalnya investasi pada Asset A melebihi 100%? Ya, jika investor
meminjam dana pada tingkat bunga sama sebesar risk-free rate, kemudian menginvestasikannya pada Asset
A. Contoh, jika investor memiliki $100 dan meminjam dana sebagai tambahan modal investasi sebesar $50
pada tingkat bunga 8%. Total investasi pada Asset A menjadi $150 atau 150% dari total kekayaan investor.
Maka perhitungan expected return portofolio tersebut menjadi:
E(Rp) = 1.50 x E(RA) + (1-1.50) x Rf
E(Rp) = 1.50 x 20% + 50% x 8%
E(Rp) = 26%
Demikian pula, beta portofolio dihitung dengan cara:
p = 1.50 x A + (1-1.50) x 0
p = 1.50 x 1.6
p = 2.4
Dengan pola perhitungan yang sama berikut ini adalah kemungkinan expected return dan beta portofolio
dari Asset A dan aset bebas risiko.
% AssetA ExpectedReturnPortofoli BetaPortofolio
0% 8% 0.0
25 11 0.4
50 14 0.8
75 17 1.2
100 20 1.6
125 23 2.0
150 26 2.4
Kombinasi tersebut jika digambarkan dalam grafik menjadi garis lurus.

Besarnya slope dihitung dari 12%/1.6 = 7.5%; atau dengan menggunakan rumus berikut ini.
Perhatikan bahwa slope dihitung dengan cara membagi risk premium atas Asset A dengan risiko Asset A
(beta). sering disebut sebagai market risk premium untuk menunjukkan risiko premium atas suatu market
portofolio. Dengan demikian, Asset A menawarkan reward-to-risk ratio sebesar 7.5%, atau dengan kata lain,
Asset A memiliki risiko premium sebesar 7.5% untuk setiap unit risiko sistematik.
Jika misalnya terdapat Asset B, dengan beta 1.2 dan expected return 16%. Investasi mana yang lebih
baik, Asset A atau Asset B? Untuk menganalisis ini, hitung terlebih dahulu expected returns dan beta untuk
portofolio yang terdiri dari asset B dan risk-free asset, sebagaimana perhitungan pada Asset A.
E(Rp) = 0.25 x E(RB) + (1-0.25) x Rf
E(Rp) = 0.25 x 16% + 0.75% x 8%
E(Rp) = 10%
Demikian pula, beta portofolio dihitung dengan cara:
p = 0.25 x B + (1-0.25) x 0
p = 0.25 x 1.2
p = 0.3
Kemungkinan yang bisa terjadi dengan berbagai proporsi investasi pada Asset B.
% AssetB ExpectedReturnPortofoli BetaPortofolio
0% 8% 0.0
25 10 0.3
50 12 0.6
75 14 0.9
100 16 1.2
125 18 1.5
150 20 1.8
Dengan membandingkan antara Asset A dan Asset B, garis yang menunjukkan kombinasi expected
returns dan beta untuk Asset A lebih tinggi dibandingkan dengan expected return dan beta untuk Asset B.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat systematic risk tertentu (diukur dengan beta), kombinasi Asset A
dan risk-free asset selalu memberikan return yang lebih besar. Asset A lebih baik
16 8
slope= =6.67
1.2
Asset B memiliki reward-to0risk ratio sebesar 6.67%, yaitu lebih rendah dibandingkan ratio serupa
untuk asset A yaitusebesar 7.5%

Garis Pasar Modal

Garis Pasar Modal (Capital Market Line = CML) adalah kombinasi linear dari aset bebas risiko dan
portofolio pasar. Portofolio dibawah CML adalah jelek (inferior)
a. CML menentukan asset efisien baru
b. Semua investor akan memilih portofolio pada CML
PENILAIAN SAHAM

Saham merupakan surat berharga sebagai bukti tanda kepemilikan individu maupun organisasi atas suatu
perusahaan yang dapat diperjualbelikan. Surat berharga dalam bentuk saham di terbitkan oleh suatu
perusahaan yang bertujuan untuk memperoleh modal tambahan dalam mengembangkan usahanya. Dalam
penilaian saham terdapat tiga nilai yang perlu dipertimbangkan, diantaranya:
1. Nilai buku/book value merupakan nilai yang tertera pada pembukuan perusahaan
total ekuitas
nilai buku perlembar saham=
jumlah saham beredar
2. Niali pasar/market value merupakan nilai yang dibentuk oleh penawaran dan permintaan pasar yang
akan berubah setiap saat.
3. Nilai intrinsik merupakan nilai yang sebenarnya
Terdapat dua analisis yang dapat digunakan untuk mencari nilai yang sebenarnya
a. Analisis fundamental merupakan analisis keuangan perusahaan
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan, diantaranya:
1. Present Value Approach/pendekatan nilai sekarang
Pendekatan ini didasarkan pada argumen bahwa nilai dari suatu perusahaan tergantung dari
prospek perusahaan di masa depan dan prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan aliran kas di masa depan, maka nilai perusahaan dapat ditentukan dengan
mendiskontokan nilai arus kas di masa depan menjadi nilai sekarang.
Arus Kas
NPo=
(1+ k )
Arus kas adalah arus dividen yang diterima oleh investor. Jika investor yang membeli saham,
biasanya bermaksud menyimpan saham tersebut sampai waktu tertentu, maka harga saham atau
nilai saham dapat dihitung dengan model diskonto di bawah ini:
D1 D1 Dn
Po= 1
+ 2
++
(1+ Ks) (1+ Ks) (1+ Ks)t
Dt
Po= 1
(1+ Ks)
dimana :
Po : harga saham yang diharapkan
Dt : deviden periode t
Ks : tingkat keuantungan yang disyaratkan oleh investor pada saham
Agar dapat menghitung nilai saham, investor harus memprediksi dividen saham biasa
menggunakan tiga pendekatan berikut:
Model pertumbuhan nol
Penggunaan model ini saat dividen yang dibayarkan perusahaan tidak mengalami pertumbuhan.
Do
Po=
Ks
P0 : nilai instrinsik saham
D0 : dividen
Ks : tingkat return yang disyaratkan
Model pertumbuhan konstan
Penggunaan model ini saat dividen yang dibayarkan perusahaan mengalami pertumbuhan secara
konstan dalam waktu tertentu.
Do(1+ g) D1
Po= =
Ksg Ksg
P0 : nilai instrinsik saham
D0 : dividen
Ks : tingkat return yang disyaratkan
g : tingkat pertumbuhan perusahaan
Model pertumbuhan tidak konstan
Penggunaan model ini saat dividen yang dibayarkan perusahaan mengalami pertumbuhan secara
tidak konstan tetapi berubah sesuai dengan daur hidup perusahaan.
2. Price Earning Ratio Approach/pendekatan rasio harga saham terhadap laba
Rasio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari
earnings.
harga saham
PER=
EPS
Dalam menganalisis PER suatu perusahaan, investor sebaiknya membandingkan antara dua
perusahaan yang berbeda industri atau dua perusahaan yang satu industri. Dengan melakukan
perbandingan ini, investor dapat memperluas pengetahuan tentang undervalued atau overvalued
atas saham suatu perusahaan.
b. Analisis teknikal merupakan analisis pergerakan harga saham.
ANALISIS DAN STRATEGI SAHAM

Tandelillin (2001:199-200) mengatakan bahwa dalam pembentukan portofolio sahan terdapat dua macam
strategi yang dapat diterapkan, diantaranya
1. Strategi aktif merupakan startegi yang aktif dalam memilih dan menjual beli saham, mengikuti waktu
dan pergerakan harga saham, mencari informasi untuk menghasilkan return abnormal. Strategi aktif
menggunakan dua pendekatan, diantaranya:
a. Analisis fundamental
b. Analisis teknikal
Sedangkan strategi yang dapat digunakan yaitu:
a. Pemilihan saham
Investor secara aktif melakukan analisis dan pemilihan saham-saham terbaik yaitu saham yang
memberikan hubungan tingkat return-risiko yang terbaik dibanding alternatif lainnya. Pemilihan
tersebut dilakukan dengan berdasar pada analisis fundamental guna mengetahui prospek saham
tersebut di masa datang. Investor akan membeli saham yang nilai intrinsiknya di atas harga pasar
(undervalued) dan menjual saham-saham yang nilai intrinsiknya di bawah harga pasar (overvalued).
b. Rotasi sektor
Strategi ini biasanya dilakukan oleh investor yang berinvestasi pada saham-saham di dalam negeri
saja. Dalam hal ini investor bisa melakukan dua cara:
Melakukan investasi pada saham-saham perusahaan yang bergerak pada sektor tertentu untuk
mengantisipasi perubahan siklis ekonomi di kemudian hari.
Melakukan modifikasi atau perubahan terhadap bobot portofolio saham-saham pada sektor industri
yang berbeda-beda, untuk mengantisipasi perubahan siklis ekonomi, pertumbuhan dan nilai saham
perusahaan.
c. Strategi momentum harga
Strategi ini berdasarkan kenyataan bahwa pada waktu-waktu tertentu harga pasar saham akan
merefleksikan pergerakan earning ataupun pertumbuhan perusahaan.Dalam strategi ini investor akan
mencari momentum atau waktu yang tepat, pada saat perubahan harga yang terjadi bisa memberikan
keuntungan bagi investor melalui tindakan menjual atau membeli saham. Berbagai teknik untuk
mencari momentum yang tepat:
Membuat peta (chart) pergerakan harga saham.
Menggunakan komputer untuk menentukan waktu yang paling tepat untuk membeli atau menjual
saham.
2. Strategi pasif merupakan strategi yang hanya fokus pada pergerakan indeks pasar dengan asumsi bahwa
harga pasar saat ini mencerminkan nilai intrinsik perusahaan tersebut. Strategi yang digunakan dalam
strategi pasif yaitu:
a. Stategi beli dan tahan (buy and hold strategy)
Investor membeli sejumlah saham kemudian memegangnya untuk beberapa waktu.
b. Strategi mengikuti indeks (indexing strategy)
bisa digambarkan sebagai pembelian instrumen reksadana oleh investor. Dengan membeli instrumen
reksadana, investor berharap bahwa kinerja investasinya merupakan duplikasi dari kinerja indeks
pasar.
Pendekatan untuk Menganalisis dan Memilih Saham
Terdapat dua pendekatan yang biasa dipakai dalam menganalisis dan memilih saham, diantaranya:
1. Pendekatan top-down
Pemilihan saham menggunakan pendekatan top-down berawal dari analisis tren makroekonomi
kemudian analisis sektor/industri dan selanjutnya analisis emiten/saham. Dengan melihat pada indikator
makroekonomi seperti inflasi, suku bunga, nilai tukar mata uang, dll. dapat mencerminkan kondisi dan
kekuatan ekonomi negara tersebut. Langkah selanjutnya yatu menentukan sektor mana yang unggul. Dan
langkah terakhir adalah menganalisis pergerakan indeks harga saham, dengan fundamental maupun
teknikal
2. Pendekatan bottom-up
Berbeda dengan pendekatan sebelumnya, pendekatan bottom-up menghiraukan analisis tren
makroekonomi dan lebih focus pada analisis masing-masing saham. Dalam pengambilan keputusan
harus melakukan analisis mendalam mengenai emiten tersebut seperti layanan, produk, utang, kas, dll.
Kerangka Kerja Analisis Fundamental
terbagi menjadi empat bagian, diantaranya:
1. Analisis kondisi ekonomi secara keseluruhan, contohnya neraca perdagangan, inflasi, suku bungan, nilai
tukar mata uang, uang beredar.
2. Analisis kondisi industry secara keseluruhan, contohnya kenaikan/penurunan harga komoditas
(nikel/emas/timah) dan kebijakan pemda
3. Analisis kondisi perusahaan, contohnya menggunakan rasio keuangan untuk mencerminkan kondisi
keuangan perusahaan.
4. Analisis nilai saham perusahaan, contohnya mencari nilai sebenarnya dari saham perusahaan.
EFISIENSI PASAR

A. Konsep Pasar Efisien


Untuk bidang keuangan, konsep pasar efisien adalah pasar di mana harga semua sekuritas yang
diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Konsep pasar efisien menyiratkan
adanya suatu proses penyesuaian harga sekuritas menuju harga keseimbangan yang baru, sebagai
respons atas informasi baru yang masuk ke pasar. Harga yang terbentuk tidak bias dengan estimasi harga
keseimbangan. Harga keseimbangan akan terbentuk setelah investor sudah sepenuhnya menilai dampak
dari informasi tersebut. Lamanya waktu penyesuaian yang dibutuhkan pada proses tersebut tidak dapat
diperkirakan dengan pasti sebelumnya. Perubahan harga yang terjadi hari ini tidak tergantung kepada
perubahan harga yang terjadi di waktu yang lalu karena harga baru tersebut berdasarkan pada reaksi
investor terhadap informasi yang baru yang terjadi secara random. Konsep pasar efisien merupakan
konsep dasar yang dapat memebantu kita memahami bagaimana sebenarnya mekanisme harga yang
terjadi di pasar.

B. Bukti-bukti atas Efisiensi Pasar


Untuk memudahkan penelitian tentang efisien pasar, Fama (1970) mengklasifikasikan bentuk pasar yang
efisien ke dalam tiga efficient market hypothesis (EMH), sebagai berikut:
1. Efisien dalam bentuk lemah (weak form)
Harga sekuritas saat ini mencerminkan semua informasi masa lalu (historis), oleh karena itu
informasi historis tersebut tidak bisa lagi digunakan untuk memprediksi perubahan harga di masa
yang datang karena sudah tercermin pada harga saat ini.
2. Efisien dalam bentuk setengah kuat (semi strong)
Harga sekuritas saat ini mencerminkan semua informasi masa lalu (historis) dan informasi yang
dipublikasikan saat ini. Return tak normal hanya terjadi di seputar pengumuman (publikasi) suatu
peristiwa sebagai representasi dari respon pasar terhadap pengumuman tersebut.
3. Efisien dalam bentuk kuat (strong form)
Harga sekuritas saat ini mencerminkan semua informasi masa lalu (historis), informais yang
dipublikasikan saat ini, da informais yang tidak terpublikasi. Tidak akan ada seorang investor pun
yang bisa memperoleh return tak normal.

C. Implikasi Hipotesis Pasar Efisien


Implikais hipotesis pasar efisien terhadap investor yang berinvestasi di pasar modal bisa dilihat dari
implikasinya terhadap investor yang menerapkan analisis teknikal maupun analisis fundamental dalam
penilaian dan pemilihan saham
Bagi investor yang menerapkan analisis teknikal, mereka pada dasarnya percaya bahwa pergerakan
harga saham di masa datang bisa diprediksi dari data pergerakan harga saham di masa lampau. Dalam
situasi seperti ini, jika hipotesis pasar efisien dalam bentuk lemah benar maka tindakan investor yang
melakukan analisis teknikal sudah tidak akan memberi nilai tambah lagi bagi investor, karena harga
pasar saham yang terjadi sudah mencerminkan semua informasi pergerakan harga dan volume saham
historis.
Sedangkan bagi investor yang menerapkan analisis fundamental, yaitu analsisi saham yang dilakukan
dengan mengestimasikan nilai intrinsik saham berdasarkan informasi fundamental yang telah
dipublikasikan perusahaan untuk menentukan menjual atau membeli saham, apabila hipotesis pasar
efisien dalam bentuk setengah kuat adalah benar maka tindakan investor yang melakukan analisis
fundamental untuk memperoleh tak normal return juga sudah tidak bermanfaat lagi.

D. Bukti-bukti Anomali Pasar


Hipotesis efisiensi pasar menyatakan bahwa harga sekuritas sudah mencerminkan seluruh informasi
yang ada sehingga tidak ada peluang bagi investor untuk memperoleh pengembalian abnormal secara
konsisten (Fama, 1970). Sehinggga seharusnya pergerakan harga saham tidak dapat diprediksi, tidak
berpola, dan bersifat random-walk. Namun pada kenyataannya pasar tidak selalu menunjukkan efisiensi.
Yakni berdasarkan berbagai penelitian, ditemukan kesimpulan yang tidak konsisten dengn konsep
efisiensi pasar. Para periset melihat inkonsistensi hasil tersebut sebagai anomali pasar efisien. Beberapa
contoh dari anomali tersebut diantaranya Monday Effect, Intraday Effect, January Effect, Size Effect, dan
Market Overreaction. Berikut penjelasan dari masing-masing anomaly pasar:
1) Monday Effect
Pola perbedaan pengembalian dari berbagai hari dalam waktu satu minggu, dimana terdapat
kecenderungan pengembalian di hari Senin yang lebih rendah dibandingkan empat hari perdagangan
lainnya.
2) Intraday Effect
Pola perbedaan pengembalian saham dalam hitungna menit dalam sesi perdagangan aktif di pasar
modal.
3) January Effect
Pola pengembalian saham di bulan Januari relative lebih tinggi dibandingkan pengembalian di bula-
bulan lainnya.
4) Size Effect
Perusahaan yang berskala lecil akan memperolah tingkat pengembalian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang berskala besar.
5) Market Overreaction.
Saham-saham yang pada awalnya memeberikan tingkat pengembalian yang rendah, di periode
berikutnya akan memberikan pengembalian yang tinggi dan saham-saham yang awalnya
memberikan tingkat pengembalian yang tinggi di periode berikutnya akan memberikan
pengembalian yang rendah.

E. Beberapa Kesimpulan Tentang Efisiensi Pasar


Konsep ini membahas bagaimana pasar merespons informasi-informasi yang masuk, dan bagaimana
informasi tersebut selanjutnya bisa mempengaruhi pergerakan harga sekuritas menuju harga
keseimbangan yang baru. Konsep efisiensi pasar dan konsep modle-modle keseimbangan merupakan
dua buah konsep yang saalin terkait, karena konsep model-model keseimbangan memebahas tentang
kondisi pasar yang seimbang, dan konsep efisiensi pasar menjelaskan tentang bagaimana proses yang
terjadi dipasar dalam pembentukan harga keseimbangan yang baru. Efisiensi dalam konteks investasi
juga bisa diartikan dalam kalimat tidak seorang investor pun bisa mengambil untung dari pasar atau
diistilahkan sebagai no one can beat the market. Artinya jika pasar efisien dan semua informasi bisa
diakses secara mudah dan dengan biaya yang murah oleh semua pihak di pasar, maka harga yang
terbentuk adalah harga keseimbangan, sehingga tidak seorang investor pun bisa memperoleh keuntungan
tak normal dengan memanfaatkan informasi yang dimilikinya.
BOND YIELDS AND PRICES

Obligasi adalah surat tanda bukti bahwa investor memberikan pinjaman kepada emiten penerbit obligasi.
Emiten penerbit obligasi akan memberikan kompensasi berupa kupon (bunga) yang dibayar secara
periodik dan pelunasan obligasi saat jatuh tempo.
Jenis-jenis obligasi yang biasa diperdagangkan meliputi:
1. Obligasi dengan jaminan
2. Obligasi tanpa jaminan
3. Obligasi konversi
4. Obligasi yang disertai warrant
5. Obligasi tanpa kupon (zero coupon bond)
6. Obligasi dengan tingkat bunga mengambang (floating rate bond)
7. Putable bond
8. Junk bond

a. Bond Yields
Ada dua istilah yang terkait dengan pendapatan sutau obligasi, yaitu yield obligasi dan kupon (bunga)
obligasi. Yield obligasi merupakan ukuran pendapatan obligasi yang akan diterima investor, yang
bersifat tidak tetap layaknya bunga (kupon) obligasi karena yield obligasi berkaitan dengan tingkat
return yang disyaratkan investor, sedangkan bunga (kupon) obligasi merupakan pendapatan yang akan
diterima investor dalam jumlah tetap dan diterima hingga tanggal jatuh tempo. Terdapat lima bentuk
yield obligasi, diantaranya:
1. Nominal yield
Penghasilan bunga (kupon) tahunan yang dibayarkan pada pemegang obligasi yang berguna untuk
mengukur tingkat kupon.
penghasilan bunga tahunan
Nominal yield=
nilai nominal
Misalkan suatu obligasi memberikan kupon sebesar 10% berarti nominal yield obligasi tersebur
adalah 10%
2. Current yield
Penghasilan bunga (kupon) tahunan dibagi dengan harga pasar obligasi yang berguna untuk
mengukur tingkat pendapatan sekarang.
penghasilan bunga tahunan
Current yield=
harga pasar obligasi
Misalkan suatu obligasi dengan nilai parnya Rp 1000 dan tingkat kuponnya adalah 18%,
diasumsikan obligasi tersebut saat ini dijual dengan harga di bawah nilai parnya yaitu sebesar Rp
917,69
180
Current yield= =19,61%
917,69
3. Yield to Maturity (YTM)
Mengukur tingkat return yang diharapkan jika obligasi disimpan sampai waktu jatuh tempo. YTM
bisa dihitung dengan rumus:
2n
C /2 P
P= i t
+ p
t=1 ( (1+YTM)/2 ) ( (1+YTM)/2 )2
n

Keterangan:
P = harga obligasi pada saat ini (t=0)
n = jumlah tahun sampai dengan jatuh tempo obligasi
Ci = pembayaran kupon untuk obligasi/setiap tahunnya
YTM = yield to maturity
Pp = nilai par dari obligasi
Rumus tersebutmenggunakan metode trial and error hingga ditemukan tingkat bunga (YTM) yang
sama antara sisi kanan dan sisi kiri. Selain itu juga terdapat rumus berikut:
Pp -P
Ci +
n
YTM=
Pp +P
2
Misalkan suatu obligasi yang tidak callable akan jatuh tempo 10 tahun lagi, nilai parnya Rp 1000 dan
tingkat kuponnya adalah 18%. Diasumsikan obligasi tersebut saat ini dijual dengan harga di bawah
nilai parnya yaitu sebesar Rp 917,69
1000-917,69
180+
10 180+8,213
YTM= = =19,73%
1000-917,69 953,845
2
4. Yield to Call (YTC)
Mengukur tingkat return yang diharapkan jika obligasi dilunasi/dibeli kembali (callable) sebelum
jatuh tempo. YTC dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2c
C /2 Pc
P= i t
+
t=1 ( ( 1+YTC ) /2 ) ( ( 1+YTC ) /2 )2
c

Keterangan:
P = harga obligasi pada saat ini (t=0)
c = jumlah tahun sampai dengan jatuh tempo obligasi
Ci = pembayaran kupon untuk obligasi /setiap tahunnya
YTC = yield to call
Pc = nilai par dari obligasi
Rumus tersebutmenggunakan metode trial and error hingga ditemukan tingkat bunga (YTC) yang
sama antara sisi kanan dan sisi kiri. Selain itu juga terdapat rumus berikut:
P c -P
Ci +
c
YTC=
Pc +P
2
Misalkan suatu obligasi yang callable akan jatuh tempo 20 tahun lagi, nilai parnya Rp 1000 dan
tingkat kuponnya adalah 18%. Diasumsikan obligasi tersebut saat ini dijual dengan harga di atas nilai
parnya yaitu sebesar Rp 1419,5. Kemungkinan obligasi tersebut akan dilunasi oleh emiten 5 tahun
lagi dengan call price sebesar Rp 1180.
1180-1419,5
180+
5 180+ ( -47,9 )
YTC= = =10,16%
1180-1419,5 1299,75
2
5. Realized (horizon) Yield
Mengukur tingkat return yang diharapkan jika obligasi dijual sebelum jatuh tempo. Yield ini dihitung
dengan asumsi tingkat reinvestasi dan harga jual obligasi. RY dapat dihitung dengan rumus sebgai
berikut:
2h
C /2 P
P= i t
+ f
t=1 ( (1+RY ) /2 ) ( ( 1+RY ) /2 ) 2
h

Keterangan:
P = harga obligasi pada saat ini (t=0)
h = jumlah tahun sampai dengan jatuh tempo obligasi
Ci = pembayaran kupon untuk obligasi /setiap tahunnya
RY = realized yield
Pf = nilai par dari obligasi
Rumus tersebutmenggunakan metode trial and error hingga ditemukan tingkat bunga (RY) yang
sama antara sisi kanan dan sisi kiri. Selain itu juga terdapat rumus berikut:
P -P
Ci + f
h
YTC=
Pf +P
2
Misalkan suatu obligasi dengan jatuh tempo 20 tahun lagi, nilai parnya Rp 1000 dan tingkat
kuponnya adalah 16%. Diasumsikan obligasi tersebut saat ini dijual dengan harga di bawah nilai
parnya yaitu sebesar Rp 750. Investor mengestimasikan dua tahun mendatang suku bunga akan turun
sehingga harga obligasi akan naik. Estimasi harga obligasi dua tahun mendatang sebesar Rp 900
900-750
160+
2 160+75
RY= = =28,48%
900-750 825
2

b. Bond Price
Dengan membandingkan antara tingkat bunga yang disyaratkan dan tingkat kupon, harga obligasi dapat
dikelompokkan menjadi tiga tipe:
1. Jika tingkat bunga yang disyaratkan sama dengan tingkat kupon, harga obligasi akan sama dengan
nilai parnya, atau obligasi dijual sebesar nilai par.
2. Jika tingkat bunga yang disyaratkan sama lebih tinggi daripada tingkat kupon, harga obligasi akan
lebih rendah dari nilai parnya, atau obligasi dijual dengan diskon.
3. Jika tingkat bunga yang disyaratkan sama lebih rendah daripada tingkat kupon, harga obligasi akan
lebih tinggi dari nilai parnya, atau obligasi dijual dengan premi.
4. Hubungan antara harga dan yield tidak berbentuk garis lurus tetapi berbentuk kurva cekung
Hubungan antara harga dan yield obligasi dapat dilihat pada table berikut, untuk obligasi dengan umur
20 tahun dan kupon 16%
Yield Harga Obligasi
(%) (Rp)
8 1791,44 c. Perubahan Harga Obligasi
10 1514,72 Perubahan harga obligasi akibat perubahan tingkat bunga pasar,
16 1000 dipengaruhi oleh maturitas dan tingkat kupon obligasi. Bila terjadi
18 892,56 kenaikan (penurunan) tingkat bunga maka harga obligasi yang
mempunyai maturitas lebih lama akan mengalami penurunan (kenaikan)
20 804,32
harga yang lebih besar dibandingkan dengan obligasi yang mempunyai
24 670,52 maturitas yang lebih pendek, ceteris paribus. Berikut dapat dilihat contoh
dari perubahan harga obligasi pada berbagai tingkat bunga pasar, berbagai maturitas , dank upon 16%:
OPTIONS
a. Pengertian Options
Suatu perjanjian/kontrak antara penjual opsi (seller/writer) dengan pembeli opsi (buyer). Penjual opsi
menjamin adanya hak (bukan suatu kewajiban) dari pembeli opsi untuk membeli atau menjual saham
tertentu pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Berdasarkan hak yang diberikan opsi, maka opsi
bisa diklasifikasikan menjadi:
1. Opsi beli (call option)
Opsi yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli saham dalam jumlah tertentu pada
waktu dan harga yang telah ditentukan.
2. Opsi jual (put option)
Opsi yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual saham dalam jumlah tertentu pada
waktu dan harga yang telah ditentukan.
Beberapa istilah dalam perdagangan opsi diantaranya:
1. Exercise/strike price, harga per lembar saham yang dijadikan patokan pada saat jatuh tempo.
2. Expiration date, batas waktu dimana opsi tersebut dapat dilaksanakan.
3. Premi opsi, harga yang dibayarkan oleh pembeli opsi kepada penjual opsi.
Pada perdagangan opsi, ada sejenis lembaga kliring opsi (Option Clearing Corporation/OCC) yang
berfungsi sebgaai perantara antara broker yang mewwakili pembeli dengan pihak yang menjual opsi

b. Payoff dan Profit dari Posisi Options Dasar


Untuk menjelaskan karakteristik risk dan return opsi, akan digunakan contoh empat posisi dasar opsi
yaitu:
1 Pembeli call option

2 Penjual call option

3 Pembeli put option

4 Penjual put option


c. Beberapa Strategi Dasar Opsi
Dalam startegi perdagangan opsi, apabila harga saham diperkirakan akan mengalami kenaikan, maka
investor akan membeli call option dan/atau menjual put option, sedangkan apabila harga saham
diperkirakan akan mengalami penurunan, maka investor akan membeli put option dan/atau menjual call
option.
Ada banyak startegi perdagangan opsi yang bisa dilakukan investor, tetapi strategi-strategi tersebut pada
dasarnya bisa dikelompokkan menjadi lima, yaitu:
1. Naked strategy
Strategi perdagangan opsi yang memilih satu dari empat posisi dalam perdagangan opsi, yaitu
sebagai pembeli call, penjual call, pembeli put, atau penjual put option.
Prakiraan kondisi pasar Strategi
Sangat baik Membeli call option
Agak baik Menjual put option
Agak buruk Menjual call option
Sangat buruk Membeli put option
2. Hedge strategy
Strategi perdagangan opsi yang memilih satu dari empat posisi dalam perdagangan opsi dan juga
mengambil posisi lain dalam perdagangan saham yang dijadikan patokan dalam opsi tersebut dengan
tujuan untuk mengurangi kerugian jika terjadi pergerakan harga tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
Covered call writing strategy
Protevtive put buying strategy
3. Straddle strategy
Strategi perdagangan opsi yang dilakukan dengan cara membeli atau menjual, baik berupa call
option maupun put option yang mempunyai saham patokan, expiration date, dan strike price yang
sama. Penerapan strategi ini akan melibatkan dua opsi yang memiliki karakteristik yang sama, tetapi
di antara kedua opsi tersebut, salah satunya adalah call option dan yang lainnya adalah put option.
Long straddle strategy
Short straddle strategy
Strip strategy
Strap strategy
4. Strategi kombinasi
Strategi perdagangan opsi yang dilakukan dengan cara membeli atau menjual, baik berupa call
option maupun put option yang mempunyai saham patokan yang sama, tetapi expiration date dan
strike price yang berbeda.
5. Spread strategy
Spread horizontal
Spread vertical

d. Penilaian Opsi
Penilaian terhadap sebuah opsi perlu dilakukan untuk mengestimasikan nilai intrinsik opsi yang
digunakan untuk menenntukan harga opsi. Terkadang harga premi opsi melebihi nilai intrinsik opsi,
kelebihan tersebut disebut nilai waktu atau premi waktu.
Premi waktu=harga opsi-nilai intrinsik
Nilai intrinsic opsi adalah nilai ekonomis jika opsi tersebut dilaksankan. Jika tidak ada nilai ekonomis
yang positif dari suatu opsi maka nilai intrinsic opsi tersebut adalah nol.
Harga saham>strike price
Nilai intrinsik istilahnya Call option Put option
Positif (harga saham-strike nol
price)
Harga saham<strike price
Nilai intrinsik istilahnya Call option Put option
nol Positif (harga saham-strike
price)
Harga saham=strike price
Nilai intrinsik istilahnya Call option Put option
nol nol
Harga sebuah opsi dipengaruhi oleh enam faktor diantaranya:
1. Harga saham yang dijadikan patokan
2. Strike price yang ditetapkan
3. Expiration date dari opsi
4. Volatilitas harga saham yang diharapkan selama umur opsi
5. Tingkat suku bunga jangka pendek salama umur opsi
6. Dividen yang diharapkan diberikan oleh saham yang dijadikan patokan dalam opsi selama umur opsi
tersebut.
Dampak dari enam factor tersebut dapat dilihat pada table berikut
Dampak adanya peningkatan pada masing-masing
faktor terhadap
Harga call option Harga put option
Harga saham meningkat menurun
Strike price menurun meningkat
Expiration date meningkat meningkat
Volatilitas harga yang diharapkan meningkat meningkat
Tingkat suku bunga jangka pendek meningkat menurun
Dividen yang diharapkan menurun meningkat
FUTURES

a. Bursa Futures
Indonesia futures market atau bursa berjangka Indonesia merupakan pasar produk-produk kontrak
berjangka di Indonesia dimana investor menjual atau membeli kontrak berjangka melalui perantara
perdagangan atau broker futures.

Ada dua Indonesia futures exchange yaitu Bursa Berjangka Jakarta dan Bursa Komoditi dan Derivatif
Indonesia (BKDI).

PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau dikenal dengan Jakarta Futures Exchange (JFX) secara resmi
didirikan pada tanggal 19 Agustus 1999 di Jakarta oleh 29 perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas
(PT) sesuai PP No 9/99. Mereka berasal dari 4 perkebunan sawit, 7 penyulingan sawit, 8 eksportir kopi,
8 perusahaan pialang pasar modal dan 2 perusahaan dagang. JFX memperoleh izin operasi tanggal 21
November 2000 dan mulai melakukan perdagangan pertamanya sejak tanggal 15 Desember 2000

Sementara BKDI atau Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) berusia lebih muda
karena baru berdiri di tahun 2009. Izin operasi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(BAPPEBTI) keluar pada tanggal 23 Juni 2009.

Munculnya BKDI sebagai bursa berjangka berjangka komoditi setidaknya menempuh perjalanan yang
cukup panjang. Dimulai tahun 2006 dari wacana beberapa tokoh yang peduli terhadap perdagangan
berjangka komoditi primer. Kemudian, wacana itu mengerucut dengan mendirikan badan hukum BKDI
pada tahun 2007.

Sebagaimana dipersyaratkan Undang-Undang No.10 Tahun 2011, tentang perdagangan berjangka


komoditi, pendirian sebuah bursa berjangka harus didukung atau dipromotori setidaknya sebanyak 11
perusahaan yang tidak terafiliasi. Dari akta pendirian BKDI, diketahui masing-masing perusahaan
promotor ini menyetor modal awal senilai Rp 1 miliar. Atau masing-masing mengantongi saham sebesar
8,3 persen.

Sementara itu, untuk melengkapi infrastruktur perdagangan berjangka, BKDI mendirikan lembaga
kliring yakni PT Indonesia Clearing House (ICH). Saham atau kepemilikan lembaga kliring ini 100
persen dimiliki BKDI.

Di Bursa Futures Indonesia ada bermacam-macam produk futures Indonesia diperdagangkan, mulai dari
komoditi pertanian seperti minyak kelapa sawit mentah (crude palm oli/CPO), kopi dan coklat.
Sementara di logam ada emas dan timah. Produk futures Indonesia merupakan salah satu cara investasi
uang sehingga kekayaan Anda akan berkembang.

Harga produk futures Indonesia ditentukan dari faktor fundamental yaitu ditentukan oleh faktor suplai
dan permintaan. Perkembangan data produksi CPO akan menentukan naik turunnya harga CPO di bursa
futures Indonesia. Demikian pula naik turunnya permintaan dari negara importir CPO akan menentukan
harga CPO.

Lalu, bagaimana seorang trader atau investor ingin bertransaksi di kedua bursa berjangka ini? Mereka
harus mendaftar dulu menjadi nasabah broker futures yang terdaftar resmi di BAPPEBTI.

Hal ini agar mereka mendapat jaminan keamanan dan kenyamana saat bertransaksi. Dengan bertransaksi
di broker resmi, dana investasi terjamin aman karena dana ditempatkan di rekening terpisah.

Kriteria ini ada di salah satu broker forex di Indonesia, yaitu PT. Monex Investindo Futures.
Di Monex dana nasabah ditempatkan di rekening terpisah. Rekening ini adalah rekening yang
kegunaannya ditujukan hanya untuk keperluan transaksi nasabah yang terpisah dari rekening operasional
perusahaan broker forex.

Penggunaan rekening terpisah diatur dan diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (BAPPEBTI).

Nasabah Monex akan merasa nyaman karena Monex siap melayani transaksi nasabah dengan dukungan
back office aktif selama 24 jam hari kerja.

b. Struktur Bursa Futures

c. Mekanisme Trading
Secara umum mekanisme perdagangan dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu multilateral dan bilateral.
Multilateral adalah suatu mekanisme transaksi (jual/beli) antara banyak pihak dengan banyak pihak
dengan sistem tawar-menawar secara terbuka di bursa. Sedangkan bilateral adalah transaksi yang hanya
dilakukan oleh satu pihak dengan satu pihak yang biasanya terjadi di luar bursa atau dikenal
dengan over-the-counter (OTC).
Mekanisme multilateral diterapkan di dalam perdagangan berjangka bertujuan untuk proses
pembentukan harga (price discovery), aktivitas lindung nilai (hedging), serta manfaat ekonomi lainnya.
Mekanisme ini umumnnya dapat dilakukan serah terima fisik komoditi. Sementara mekanisme di luar
bursa (OTC) atau dikenal dengan istilah Sistem Perdagangan Alternatif (SPA) diselenggarakan hanya
untuk tujuan spekulasi dan penyelesaiannya dilakukan secara tunai.
MULTILATERAL BILATERAL
Dalam bursa Luar bursa (SPA)
Aturan bursa Aturan penyelenggara SPA
Sistem bursa (JAFeTS,J-Trader) Sistem penyelenggara
Lawan tidak tetap Lawan tetap
Umumnya Order Driven Semuanya Quote Driven
Bisa tidak ada harga Pasti ada harga
Bisa antri Harus makan harga yang ada
Harga sama untuk satu kontrak Spread berbeda-beda
Bursa netral Motivasi untung

Alur Perdagangan Multilateral

Keterangan: N = Nasabah (Client)

Alur Perdagangan Bilateral


d. Kontrak Futures
Kontrak futures adalah sebuah perjanjian atau komitmen dua pihak, untuk mengirimkan atau menerima
instrumen finansial atau komoditas pada tanggal tertentu di masa datang, dengan harga yang telah
ditentukan pada waktu penandatanganan kontrak. Pihak yang telah setuju untuk mengirim sesuatu
dinamakan pihak yang menjual kontrak atau go short. Sedangkan pihak lain yang setuju untuk
menerima dinamakan pihak yang membeli kontrak atau go long.

e. Financial Futures
EVALUASI KINERJA INVESTASI

A. Kerangka Kerja untuk Mengevaluasi Kinerja Portofolio


Evaluasi kinerja portofolio diperlukan untuk menjawab dua pertanyaan berikut:
1. Mengevaluasi apakah return portofolio yang telah dibentuk mampu memberikan return di atas return
portofolio yang dijadikan benchmark
2. Mengevaluasi apakah return yang diperoleh sesuai dengan tingkat risiko yang harus ditanggung.
Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi kinerja investasi, yaitu :
1. Tingkat risiko, Semakin tinggi return, maka semakin tinggi risiko. Sehingga untuk mengevaluasi
portofolio, investor harus mempertimbangkan apakah return yang diperoleh investor sudah menutup
risiko yang diterima.
2. Periode waktu, panjang dan pendeknya jangka waktu portofolio akan mempengaruhi tingkat return
yang diperoleh investor.
3. Penggunaan patok duga (benchmark), Patok duga (benchmark) merupakan portofolio lain yang
sejenis atau sama dengan portofolio yang akan kita evaluasi untuk dibandingkan dengan portofolio
yang kita evaluasi.
4. Tujuan investasi, masing-masing investor mempunyai tujuan yang berbeda, maka pengelolaan
kinerja portofolio juga berbeda.

B. Pertimbangan Return dan Risiko


Untuk mengevaluasi kinerja investasi biasanya dimulai dengan menghitung tingkat return yang akan
diperoleh investor. Metode sederhana yang biasanya dipakai dengan menghitung semua aliran kas yang
diterima (dividen + capital gain), dan selanjutnya dibagi dengan nilai pasar portofolio pada awal periode.
Walaupun metode tersebut sederhana, tetapi mengandung kelemahan karena hanya sesuai untuk
portofolio yang statis, yaitu portofolio yang tidak mempunyai aliran kas keluar maupun masuk dari
investor sehingga diperlukan metode alternatif sebagai berikut:
a. Metode time-weighted rate of return (TWR)
Metode perhitungan return yang besarnya tidak dipengaruhi oleh penambahan dan penarikan dana
yang dilakukan oleh investor. Pihak yang sesuai untuk menggunakan metode TWR adalah manajer
investasi, karena TWR menunjukkan besarnya return yang ditawarkan oleh portofolio.
Rumus:
TWR = (1,0 + S 1 ) (1,0 + S 2 )(1,0 + S N ) 1,0
Keterangan:
S : merupakan return yang diperoleh setiap periode
Contoh Soal:
Suatu portofolio yang diamati selama 5 tahun terdiri dari 3 sub periode aliran kas yang masing-
masing memberikan return berturut-turut sebesar 5%; 8%; dan 10%.
Jawab:
TWR = (1,0 + 0,05) (1,0 + 0,08) (1,0 + 0,1) 1,0
= (1,05) (1,08) (1,1) 1,0
= 0,247 atau 24,7%.

b. Metode dollar weight rate of return (DWR)


Metode perhitungan return yang besarnya dipengaruhi oleh penambahan dan penarikan dana yang
dilakukan oleh investor. Pihak yang sesuai untuk menggunakan metode DWR adalah investor,
karena DWR menunjukkan besarnya return yang diterima oleh investor.
Rumus:
n n
D1 W1 nilai akhir portofolio
Nilai awal portofolio = (1+r ) 1 + (1+r)1 + (1+r)1
t=1 t=1

Keterangan:
Dt : penambahan dana pada saat t
Wt : penarikan dana pada saat t
n : jumlah penambahan selama periode perhitungan
M : jumlah penarikan selama periode perhitungan
r : tingkat bunga. r merupakan tingkat return yang dihitung dengan metode TWR
Contoh Soal:
Anggap Ibu Haryati menginvestasikan Rp100 juta pada awal periode pertama ketika dia membeli
suatu portofolio saham. Pada akhir periode pertama, Ibu Haryati mendapat dividen sebesar Rp7 juta.
Pada akhir periode terakhir, Ibu Haryati menjual portofolio sahamnya dan menerima Rp120 juta.
Dengan demikian, Ibu Haryati mempunyai arus kas berikut:
Waktu 0 1 2
Arus Kas -Rp 100 juta Rp 7 juta Rp 120 juta
Jawab:
Untuk menghitung DWR, Ibu Haryati mencari tingkat diskonto atau tingkat bunga yang akan
menyamakan arus kas mendatang dengan nilai sekarangnya:
Rp 7 juta Rp 120 juta
Rp 100 juta= +
( 1+ )1 ( 1+ )2

Tingkat bunga, r, dapat dicari dengan proses coba-coba atau dengan bantuan kalkulator finansial atau
komputer. Pada kasus ini, tingkat bunga yang akan mendiskonto arus kas mendatang adalah 13,10
persen.

C. Ukuran Kinerja yang Telah Disesuaikan dengan Risiko


Kinerja sebuah portofolio tidak hanya dilihat dari tingkat returnnya saja, tetapi juga harus
memperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat risikonya. Terdapat tiga ukuran kinerja portofolio yang
sudah memasukkan tingkat risikonya, diantaranya:
1. Indeks Sharpe
mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai patok
duga, yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio dengan standar deviasinya. Dalam indeks
sharpe, risiko yang dimasukkan adalah total risiko, yaitu risiko sistematis ditambah dengan risiko
non sistematis. Semakin tinggi indeks sharpe portofolio, maka semakin baik kinerja portofolio
tersebut.
Rumus:
R pRF
Sp =
TR
Keterangan:
S p : indeks sharpe portofolio
Rp : rata-rata return portofolio
RF : rata-rata return bebas risiko
TR : standar deviasi return portofolio
2. Indeks Treynor
Asumsi bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang relevan adalah
risiko sistematis (beta) Semakin tinggi indeks treynor, maka semakin baik kinerja portofolio tersebut.
Rumus:
R pRF
Tp = p

Keterangan:
T p : indeks treynor portofolio

Rp : rata-rata return portofolio


RF : rata-rata return bebas risiko
p : risiko sistematis (beta) portofolio
3. Indeks Jensen
menunjukkan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return
yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal. Dalam indeks Jensen sama
seperti indeks treynor dimana risiko yang dimasukkan hanya risiko sistematis. Jika indeks Jensen
bernilai positif maka akan memberikan return aktual yang lebih besar dari return harapannya dan
return tersebut lebih tinggi dari tingkat risiko sistematisnya, dan sebaliknya.
Rumus:
J p = R p [RF + ( R M RF ) p

Keterangan:
J p : indeks Jensen portofolio
Rp : rata-rata return portofolio
RF : rata-rata return bebas risiko
p : risiko sistematis (beta) portofolio

Anda mungkin juga menyukai