18, JAKARTA
LAPORAN SURVEY
ASSESSMENT
Pekerjaan :
November 2015
DOC. NO A
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................1
i
JOB. NO
REV
DOC. NO A
BAB 4 PELAT LANTAI CWP 1-4 DAN PONDASI POMPA D & H .................................. 30
4.6.7 PEMBAHASAN....................................................................................... 49
BAB 5 KESIMPULAN .............................................................................................. 51
ii
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Daftar Gambar
Gambar 1-2 Bangunan fasilitas (a) CWP 1-4 (b) Stacker-Reclaimer ST/RE 01 ...............2
Gambar 2-3 Korelasi antara angka pantul terhadap perkiraan kuat tekan beton ............8
Gambar 2-6 Ultrasonic Pulse Velocity (a) TICO-Proceq (b) metoda pengujian ............. 11
Gambar 2-8 Metoda indirect uji UPV (mengetahui kedalaman retak) .......................... 12
Gambar 3-1 Kondisi aktual rel (dari posisi junction house E ke stopper 2) ................... 17
Gambar 3-2 Kondisi aktual rel (posisi junction house E ke stopper 2) ......................... 18
Gambar 3-3 Kondisi aktual rel (posisi stopper 2 ke additional stiffener) ...................... 19
Gambar 3-4 Kondisi aktual rel (posisi additional stiffener ke stopper 1) ...................... 20
Gambar 3-5 Kondisi aktual rel (posisi additional stiffener ke stopper 1) ...................... 21
iii
JOB. NO
REV
DOC. NO A
iv
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Daftar Tabel
Tabel 2-1 Korelasi angka pantul terhadap kualitas permukaan beton ............................7
Tabel 2-2 Hubungan cepat rambat gelombang terhadap kualitas beton (metoda direct)
BS, 1881, 1983 ....................................................................................................... 12
Tabel 3-1 Hasil pengujian UTG pada pelat badan rel ................................................. 23
Tabel 3-2 Tingkat bahaya korosi berdasarkan laju korosi (Andrande and Alonso 1996) 24
Tabel 3-3 Hasil pengujian UTG pada pelat tambahan (additional stiffener) ................. 24
Tabel 4-2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Sampel Core Drill ............................................ 35
Tabel 4-6 Limit Value for Velocity Vi for Evaluation of Short-Time Loading Effect on
Structures............................................................................................................... 41
Tabel 4-7 Limit Value for Velocity Vr for Evaluation for Normal Sensitivity Type of
Buildings ................................................................................................................ 41
v
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Tabel 4-18 Hasil Pengukuran pada Lantai Mesin D-1C (1) .......................................... 44
Tabel 4-19 Hasil Pengukuran pada Lantai Mesin D-1C (2) .......................................... 44
Tabel 4-28 Hasil Pengukuran pada Lantai Mesin H-1C (1) .......................................... 47
Tabel 4-29 Hasil Pengukuran pada Lantai Mesin H-1C (2) .......................................... 47
Tabel 4-30 Hasil Pengukuran pada Pompa Mesin H-1H (1) ........................................ 47
Tabel 4-31 Hasil Pengukuran pada Pompa Mesin H-1H (2) ........................................ 47
vi
JOB. NO
REV
DOC. NO A
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu jenis energi yang memiliki peran vital dalam kehidupan manusia adalah
energi listrik. Energi listrik pasti dan akan digunakan oleh manusia setiap hari selama 24
jam. Untuk itu energi listrik harus terus dijaga agar selalu tersedia.Satu diantara
pendukung dari ketersediaan energi ini adalah suplai dari pembangkit listrik.Dari sekian
banyak pembangkin listrik, pembangkit listrik Suralaya merupakan yang terbesar di
Indonesia dan mensuplai kebutuhan listrik nasional hingga 20%.
Seperti yang ditunjukkan padaGambar 1-1, PLTU Suralaya yang terletak di Jl. Komplek
PLTU Suralaya Merak, Desa Suralaya, Kec. Pulo Merak, Kec. Cilegon, Banten merupakan
pembangkit, yang terhubung dalam sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (JAMALI)
melalui transmisi SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) 500 Kv. PLTU
Suralaya merupakan pembangkit berbahan bakar batubara terbesar di Indonesia yang
mempunyai total kapasitas 3.400 MW. PLTU Suralaya memasok energi listrik ke Propinsi
Banten sekitar 25% dari keseluruhan energi listrik di sistem interkoneksi Jawa-Madura-
Bali.
1
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Dengan mempertimbangan usia layan yang sudah menginjak 30 tahun, PLTU Suralaya
diharapkan untuk dapat beroperasi sehingga mampu mensuplai kebutuhan listrik
nasional. Untuk itu diperlukan maintenance yang baik dan management operation yang
bagus sehingga effisiensi PLTU sendiri tetap terjaga dan bahkan
meningkat.Maintenance diperlukan tidak hanya pada mesin-mesin di unit pembangkit
tapi juga bangunan fasilitas pendukung.
Dari berbagai banyak bangunan fasilitas yang terdapat di PLTU Suralaya, CWP 1-4 dan
ST/RE 01 seperti yang disajikkan pada Gambar 1.2 memerlukan perhatian saat ini
mengingat kondisi eksisting bangunan tersebut.
Gambar 1-2 Bangunan fasilitas (a) CWP 1-4 (b) Stacker-Reclaimer ST/RE 01
Bangunan CWP 1-4 merupakan bangunan yang terbuat dari baja struktural untuk pada
struktur kolom, balok dan kuda-kuda.Sedangkan pelat lantai merupakan pelat beton
bertulang dengan dinding struktur beton bertulang sebagai tumpuan pelat. Permasalah-
permasalahan yang terdapat pada bangunan fasilitas ini adalah berupa keretakan pada
pelat lantai dan juga vibrasi yang berlebihan pada struktur pedestal pompa.
Sedangkan pada lokasi ST/RE 01, permasalahan yang terjadi lebih kearah permasalahn
material dimana struktur rel ST/RE dengan tipe R50 menggalami korosi baik pada
penampang rel maupun sistem sambungannya.
2
JOB. NO
REV
DOC. NO A
1.2 TUJUAN
1.3 SASARAN
i) Persiapan
ii) Penelusuran data-data teknis konstruksi eksisting
iii) Pemeriksaan lapangan:
a. Pemeriksaan geometris dan konfigurasi sistem / komponen struktur.
b. Pemeriksaan dan pemetaan kondisi kerusakan secara visual
c. Pengujian kualitas beton dan kerusakan material beton, meliputi :
Pengujian kuat tekan permukaan beton dengan metoda core drill (DT)
dan Hammer test (NDT).
Pengujian kedalaman retak beton dengan metoda Ultrasonic Pulse
Velocity (UPV) yang dikombinasikan dengan metoda chipping-core drill
(NDT DT)
3
JOB. NO
REV
DOC. NO A
4
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Untuk pekerjaan assessment struktur lantai CWP 1-4 dan pondasi pompa D dan H,
jenis-jenis pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Investigasi visual
Hammer test
Pengambilan sampel beton inti dan uji tekan
Pengukuran ketebalan selimut beton dengan metoda cover meter
Pengukuran kedalaman retak dengan metoda ultrasonic pulse velocity
Pengujian dinamik
Sedangkan untuk pekerjaan assessment rel ST/RE 01, jenis-jenis pengujian yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Investigasi visual
Pengukuran ketebalan material baja dengan metoda ultrasonic thickness gauge
(UTG)
Pengyelidikan tanah dengan metoda cone penetration test (CPT) Sondir
Metoda pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban impak (tumbukan) pada
permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan
memberikan suatu besaran energi yang telah ditentukan. Nilai pantul (rebound number)
yang timbul setelah terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji
menggambarkan kekerasan atau kepadatan permukaan beton yang diuji. Kekerasan
atau kepadatan permukaan beton yang didapat melalui rebound hammer test dapat
digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kualiatas permukaan beton.
Secara umum, semakin tinggi angka pantul pada suatu permukaan beton yang didapat
melalui rebound hammer test menggambarkan tingginya kekerasan atau kepadatan
permukaan beton.Hal ini dapat mengindikasikan kualitas permukaan beton dan juga
dapat juga digunakan sebagai penilaian kualitas selimut beton.Perlu dicatat bahwa
kualitas selimut beton memegang peranan penting dalam aspek durabilitas struktur
beton khususnya pada bangunan yang berada dilingkungan salt laden environment.
5
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Jenis hammer yang umum dipakai untuk pengujian ini adalah jenis Schmidt hammer
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2-1. Alat ini sangat berguna untuk mengetahui
keseragaman material beton pada struktur.Karena kesederhanaannya, pengujian
dengan menggunakan alat ini dapat dilakukan dengan cepat, sehingga dapat mencakup
area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat.
Namun demikian, alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan
beton, misalkan keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat
permukaan.Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali pembacaan di
sekitar lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan. Umumnya, untuk
mendapatkan data yang baik, dilakukan pengambilan antara 9 sampai 25 kali
pembacaan untuk setiap daerah pengujian seluas maksimum 300 mm2 (jarak antara
dua lokasi pengukuran tidak boleh kurang dari 20 mm).
Hasil perhitungan rebound hammer test tergantung pada posisi atau arah penempatan
alat Schmidt hammer pada permukaan elemen struktur. Pada pelaksanaan terdapat
lima cara penempatan alat hammer dalam pengambilan data pantulan. Kelima cara
penempatan alat hammer ditunjukkan pada Gambar 2-2 berikut ini.
6
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, nilai angka pantul yang didapat melalui
pengujian Schmidt hammer dapat digunakan untuk menjustifikasi kualitas selimut dan
selimut beton. Tabel 2-1menunjukkan korelasi antara angka pantul dan kualitas
permukaan dan selimut beton.
7
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Lebih jauh, secara teori hasil pengujian hammer test dapat digunakan untuk memprediksi
kualitas beton (kuat tekan beton). Metoda yang digunakan untuk memprediksi kuat tekan
beton adalah dengan mengkonversi nilai angka pantul hammer test melalui grafik berikut
ini:
Gambar 2-3 Korelasi antara angka pantul terhadap perkiraan kuat tekan beton
Ukuran core bit yang umumnya digunakan untuk mendapatkan sampel beton inti
adalah 3 in dan 4 in dan terkadang dapat juga menggunakan core bit dengan ukuran
yang lebih besar maupun lebih kecil dari ukuran yang telah disebutkan. Hal ini pada
dasarnya bergantung pada ukuran elemen struktur dan ukuran agregat yang
digunakan. Penggunaan core bit dengan ukuran yang cukup besar relatif terhadap
ukuran elemen struktur dikhawatirkan dapat memberikan kerusakan yang cukup
berdampak pada kapasitas elemen struktur tersebut. Tidak hanya volume kerusakan
relatif besar yang ditimbulkan akibat penggunaan core bit dengan ukuran yang relatif
8
JOB. NO
REV
DOC. NO A
besar, memiliki resiko kerusakan lainnya seperti terputusnya tulangan pada elemen
struktur tersebut pada saat proses pengambilan beton ini.
Di lain pihak penggunaan ukuran core bit yang terlalu kecil relatif terhadap ukuran
aggregat juga dikhawatirkan tidak merepresentasikan kondisi beton sebenarnya karena
besar kemungkinan beton inti yang didapat didominasi oleh agregat dengan ukuran
yang relatif besar.Dari sampel beton tersebut selanjutnya dapat dilakukan beberapa
pengujian seperti pengujian kuat tekan yang bertujuan untuk mendapatkan kuat tekan
aktual dari struktur bangunan eksisting.
Pengujian kuat tekan beton inti yang didapat melalui pekerjaan core drill ditunjukkan
pada Gambar 2.5. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5, sampel beton inti yang
sudah dipersiapkan diletakan di mesin uji tekan lalu di aplikasikan beban tekan secara
bertahap hingga beton inti mengalami kegagalan. Beban pada saat beton inti
mengalami kegagalan adalah beban ultimit yang selanjutnya digunakan untuk
mengevaluasi mutu beton eksiting dengan menggunakan persamaan berikut:
dimana:
9
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Selain itu sample beton inti dapat juga digunakan untuk memeriksa kandungan klorida
pada komponen struktur beton maupun pengujian kedalaman karbonasi pada material
beton.
Gambar 2-6(a) menunjukkan perlatan UPV yang digunakan dalam invetigasi ini. Secara
umum terdapat tiga cara dalam pelaksanaan pengujian UPV. Ketiga cara tersebut
adalah direct, semi direct dan indirect seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2-6(b).
Metoda direct, pada umumnya digunakan untuk mengetahui mechanical properties
beton seperti perkiraan kuat tekan dan modulus elastic dinamik.Selain itu, pengujian
UPV dapat juga digunakan untuk menilai kualitas beton eksisting melalui pengamatan
cepet rambat gelombang ultrasonik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2-7.
10
JOB. NO
REV
DOC. NO A
(a) (b)
Gambar 2-6 Ultrasonic Pulse Velocity (a) TICO-Proceq (b) metoda pengujian
T R
= /
Di lain pihak, pengaplikasian metoda indirect pada pengujian UPV digunakan untuk
mengetahui kedalaman retak yang terjadi pada komponen struktur beton baik akibat
internal load maupun external load seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2-8.
11
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Tabel 2-2 Hubungan cepat rambat gelombang terhadap kualitas beton(metoda direct) BS, 1881, 1983
2x 2x
x x
T2 T1 R1 R2
Kedalaman retak beton dihitung melalui persamaan berikut (panduan manual TICO):
(4t12 t 22 )
h = x 2
(t 2 t12 )
dimana:
x : Jarak antara transmitter terhadap receiver (mm)
t1 : Waktu rambat gelombang ultrasonik transmitter (T1) - receiver (R1) (s)
t2 : Waktu rambat gelombang ultrasonik transmitter (T2) - receiver (R2) (s)
12
JOB. NO
REV
DOC. NO A
13
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Uji Dinamik dilakukan untuk mengetahui properti dinamik struktur (modal parameter
testing).Dari properti ini dapat diperkirakan perilaku struktur akibat beban
dinamik.Dapat diketahui juga besaran-besaran struktur yang menunjukkan tingkat
keamanan dan kenyamanan dari struktur sesuai peraturan (code) yang lazim digunakan
sebagai acuan.Uji dinamik ini dilakukan menggunakan accelerometer seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2-10.
Dari accelerometer ini didapatkan respon tipikal yang dapat digunakan untuk
menentukan modal parameter, diantaranya adalah frekuensi natural dan rasio redaman
dari struktur.Dari modal parameter dari struktur yang ditinjau, dapat diperkirakan
frekuensi resonansi yang berpotensi terjadi pada sistem struktur.
Post processing dari hasil pengukuran respon struktur dilakukan pada time domain dan
juga pada frequency domain. Pada tahapan pekerjaan dalam proposal ini akan
dilaporkan hasil dari modal parameter testing dan rekomendasi perbaikan yang
dibutuhkan oleh struktur Pondasi Pompa D dan H CWP UNIT 4.
Pelaksanaan pengujian ketebalan material baja yang digunakan sebagai rel ST/RE 01
dilakukan dengan menggunakan ultrasonic thickness gauge seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2-11.
14
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Membersikan permukaan material baja yang akan diukur dari debu, kotoran dan
produk korosi lainnya.
Meratakan permukaan material baja jika terdapat lekukan akibat proses korosi
Melakukan kalibrasi alat sebelum digunkan
Melakukan pengukuran dan pencatatan data
Sondir adalah suatu metoda penyelidikan tanah di lapangan guna mengetahui nilai
konus dan jumlah hambatan lekat pada setiap perubahan kedalaman sedalam 20 cm.
Hasil pengujian sondir dapat digunakan untuk menentukan dan memperkirakan daya
dukung dari kondisi tanah setempat
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2-12, cara kerja alat ini adalah dengan cara
memasang alat sondir yang diikat dengan angkur. Kemudian menekankan batang pada
sondir pada setiap interval 20 cm yang kemudian dilakukan pembacaan nilai konus (C).
Jika batang ditekan terus, maka pembacaan pada manometer akan terbaca sebesar
C+F dan pekerjaan ini diulang sampai mencapai lapisan tanah keras dimana angka
pembacaan pada manometer menunjukkan angka > 175 kg/cm2 atau hingga nilai total
friksi mencapai angka > 2000 kg/cm.
15
JOB. NO
REV
DOC. NO A
16
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Gambar 3-1 s/d Gambar 3-5 menyajikan kondisi aktual rel pada saat dilakukan survei
dan pengujian lapangan.
Gambar 3-1 Kondisi aktual rel (dari posisi junction house E ke stopper 2)
17
JOB. NO
REV
DOC. NO A
18
JOB. NO
REV
DOC. NO A
19
JOB. NO
REV
DOC. NO A
20
JOB. NO
REV
DOC. NO A
21
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3-1 s/d Gambar 3-5, permasalahan yang terjadi
pada rel adalah korosi. Korosi terjadi di seluruh penampang rel seperti kaki, kepala dan
pelat badan rel. Selain itu, korosi pun terjadi pada baut-baut sambungan rel dan
penambat terhadap bantalan rel. Terlihat adanya produk korosi yang cukup tebal yang
sudah terlepas dari penampang rel, hal ini mengindikasikan bahwa korosi yang terjadi
sudah berlangsung lama.
Permasalahan korosi pada material baja, pada dasarnya dapat diprediksi sebelumnya
bahkan pada saat proses desain awal. Hal ini dikarenakan kan material baja secara
umum akan mengalami korosi jika terdapat supply O2 dan H2O pada lokasi di mana rel
berada. Laju korosi pada material baja pada rel akan semakin besar mengingat lokasi
rel berada dekat dengan air laut sehingga uap air yang mengandung ion Cl- akan
melekat pada rel.
22
JOB. NO
REV
DOC. NO A
bekerja pada titik sambungan las, sedangkan untuk lokasi yang tidak di las,
diperkirakan tidak memikul beban akibat adanya gap atau celah antara pelat tambahan
dan rel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-6.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-6, sistem sambungan las yang digunakan las
sudut.Dikhawatirkan jika terjadi kegagalan pada sistem las, maka pelat tambahan
tersebut tidak lagi dapat berfungsi sebagai penampang tambahan yang berkontribusi
pada kekuatan maupun kekakuan.
1 13.93 15 0.040
2 13.27 15 0.064
3 13.16 15 0.068
4 12.57 15 0.090
5 11.79 15 0.119
6 11.37 15 0.134
7 11.04 15 0.147
8 13.05 15 0.072
9 12.52 15 0.092
10 12.22 15 0.103
stopper 1
Daerah
11 10.80 15 0.156
dekat
12 10.65 15 0.161
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3-1, ketebalan eksiting pelat badan rel adalah
bervariasi antara 10.65 mm hingga 13.93 mm. Dengan mengetahui bahwa ketebalan
awal pelat badan rel R50 adalah 15 mm dan umur layan yang telah terlampaui adalah
27 tahun maka laju korosi pada pelat badan adalah sebagai berikut:
Selanjutnya Tabel 3-2, menyajikan tingkat bahaya korosi berdasarkan laju material
baja.Dengan membandingkan laju korosi yang didapat melalui pengukuran fisik
terhadap tingkat bahaya korosi diketahui bahwa secara umum korosi yang berlangsung
pada pelat badan rel adalah berbahaya karena memiliki laju korosi yang tinggi.
23
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Tabel 3-2 Tingkat bahaya korosi berdasarkan laju korosi (Andrande and Alonso 1996)
Laju korosi (A/cm2) Bahaya korosi
< 0.1 Dapat diabaikan
0.1 - 0.5 Rendah
0.5 - 1.0 Menengah
>1 Tinggi
Sedangkan hasil pengujian UTG untuk pelat tambahan (additional stiffener) ditunjukkan
pada Tabel 3-3.Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3-3, ketebalan pelat telah
mengalami reduksi yang diperkirakan terjadi akibat korosi.
Tabel 3-3 Hasil pengujian UTG pada pelat tambahan (additional stiffener)
Lokasi No. Ketebalan aktual pelat badan (mm) Ketebalan awal pelat badan (mm) Laju Korosi (mm/tahun)
1 8.45 9 0.275
2 8.78 9 0.110
3 8.80 9 0.100
4 8.78 9 0.110
5 8.77 9 0.115
6 8.64 9 0.180
7 8.64 9 0.180
8 8.90 9 0.050
Pelat stiffener
9 8.61 9 0.195
10 8.60 9 0.200
11 9.00 9 0.000
12 8.84 9 0.080
13 8.89 9 0.055
14 8.65 9 0.175
15 8.61 9 0.195
16 9.00 9 0.000
17 9.00 9 0.000
18 9.00 9 0.000
19 8.85 9 0.075
20 8.80 9 0.100
Dengan mengetahui bahwa ketebalan awal pelat adalah 9 mm, maka laju penurunan
ketebalan pelat akibat korosi adalah sebagai berikut:
Hasil penyelidikan tanah dengan metoda cone penetration test di area ST/RE 01
disajikan secara lengkap pada Gambar 3-9dan Gambar 3-10di bawah ini untuk lokasi-
lokasi pengujian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-7dan Gambar 3-8.
24
JOB. NO
REV
DOC. NO A
25
JOB. NO
REV
DOC. NO A
26
JOB. NO
REV
DOC. NO A
27
JOB. NO
REV
DOC. NO A
28
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa untuk lokasi uji titik 1 pada kedalaman
sekitar 3 meter lapisan tanah berupa lempung lanauan dengan nilai konus berkisar
antara 12 hingg 18 kg/cm2. Lapisan tanah berikutnya mulai dari kedalaman sekitar 3
meter merupakan lapisan tanah lanau pasiran, dimana nilai konus berkisar antara 40
hingga 60 kg/cm2. Lapisan ini memiliki ketebalan sekitar 2.5 meter. Lapisan tanah keras
yang diperkirakan berupa lapisan pasir lanau yang padat memiliki nilai konus antara 60
hingga 200 kg/cm2terdapat pada kedalaman 6.8 meter dari muka tanah setempat.
29
JOB. NO
REV
DOC. NO A
30
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Secara visual, celah retak pada umunya telah terisi oleh debu dan kotoran-
kotoran yang berasal dari aktifitas di gedung CWP 1-4.Material-material selain
cementitious material yang mengisi celah retak dapat berdampak negatif
terhadap durabilitas material beton.Diperkirakan pH beton telah mengalami
penurunan sehingga dikhawatirkan permasalah korosi tulangan dapat timbul
akibat retak ini.
31
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Selanjutnya dari hasil pekerjaan pengambilan beton inti dengan metoda core drill
diketahui bahwa propagasi retak tidak hanya terjadi pada vertikal tapi juga pada
arah horizontal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-3.
Dari Gambar 4-3terlihat bahwa propagasi terjadi tidak hanya pada arah vertikal
tapi juga pada arah horizontal.Untuk kondisi dimana propagasi retak terjadi pada
arah vertikal, retak tersebut umumnya disebabkan oleh beban eksternal. Namun
jika melihat bahwa retak terjadi pada permukaan atas struktur pelat,
diperkirakan bahwa beban eksternal tersebut didominasi oleh beban arah lateral
misalnya akibat vibrasi mesin yang menyebabkan timbulnya momen negatif pada
pelat lantai.
Sedangkan untuk propagasi retak arah lateral beberapa faktor berikut dapat
menjadi penyebab retak dengan arah tersebut:
Ketiga faktor penyebab tersebut sangat mungkin terjadi pada struktur pelat CWP
1-4.Cold joint umumnya terjadi pada masa konstruksi dimana terjadi
ketidakmonolitan material beton akibat adanya jeda pada saat pengecoran.Pada
32
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Korosi dapat juga menyebabkan timbulnya celah atau gap baik dalam arah
horizontal maupun vertikal. Tekanan yang timbula akibat terbentukya produk
korosi akan menyebabkan munculnya retak pada sekitar tulangan baik dalam
arah vertical maupun horizontal.
33
JOB. NO
REV
DOC. NO A
dimiliki oleh beton terhadap tulangan (passive layer) akan rusak dan korosi akan
berlangsung cepat.
Tabel 4-1menyajikan secara lengkap hasil pengujian hammer test di struktur pelat CWP
1-4.Dari Tabel 4-1, terlihat bahwa keseragaman mutu beton terpasag di struktur pelat
adalah seragam dengan perkiraan kualitas permukaan (selimut) beton adalah baik.
Kualitas permukaan (selimut) beton dalam kasus ini memiliki makna yaitu tingkat
kekerasan dan kepadatan beton. Dalam kondisi yang baik seperti hanya pada pelat
lantai CWP 1-4 memberikan nilai tambah dari sudut pandang durabilitas beton yang
pada akhirnya usia layan bangunan dapat terjaga.
34
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Hasil pengujian kuat tekan sampel beton inti yang didapat dengan metoda core drill
disajikan pada Tabel 4-2. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4-2, keseragaman beton
inti yang terpasang pada pelat lantai adalah baik dengan nilai standar deviasi sebesar 2
MPa. Hal ini pada dasarnya telah terlihat dari hasil pengujian hammer test. Sedangkan
nilai rata-rata kuat tekan beton inti adalah sebesar 20 MPa.
1 Pelat Pompa C 11.7 953.0 6.9 1.70 7,500 200.57 0.98 1.00 196 19.2
2 Pelat Pompa D 10.4 853.0 6.9 1.51 7,750 207.26 0.96 1.00 199 19.5
3 Pelat Pompa F 1-1 7.9 677.0 6.9 1.14 8,500 227.32 0.91 1.00 207 20.2
4 Pelat Pompa F 1-2 7.6 688.0 6.9 1.10 8,250 220.63 0.90 1.00 198 19.4
5 Pelat Pompa F 2 8.6 730.0 6.9 1.25 9,500 254.06 0.93 1.05 247 24.2
6 Pelat Pompa H 11.8 966.0 6.9 1.71 7,250 193.89 0.98 1.00 189 18.6
Hasil pengukuran ketebalan selimut beton ditunjukkan pada Tabel 4-3. Dari Tabel 4-3
diketahui bahwa ketebalan selimut beton rata-rata sebesar 100 mm.
35
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Kualitas dan ketebalan selimut beton yang baik tidak hanya mampu menambah
kapasitas beban yang mampu dipikul oleh suatu elemen struktur beton tapi juga dapat
menjaga durabilitas beton.
Hasil pengujian kedalaman retak beton dengan menggunakan metoda ultrasonic pulse
velocity (UPV) ditunjukkan pada Tabel 4-4.
Seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas, rata-rata kedalaman retak yang terjadi
adalah sebesar 101.7 mm. Dengan mempertimbangkan bahwa tebal selimut beton rata-
rata pada struktur pelat adalah sebesar 100 mm dapat dipastikan bahwa retak yang
terjadi telah mencapai level tulangan.
36
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Laporan ini berisikan rangkuman dari pengukuran vibrasi pada pondasi mesin pompa di
Indonesia Power, Cilegon.Pengukuran dilakukan untuk melihat pengaruh dari vibrasi
mesin terhadap pondasi dan pelat disekitar struktur.Hasil pengukuran selanjutnya
dbandingkan dengan ketentuan dari standar (code) yang digunakan (DIN4150 dan
SN640).
4.6.2 INSTRUMENTASI
Di setiap lokasi pengukuran, vibrasi yang terjadi diukur dengan menggunakan sensor
yanag berupa uniaksial akselerometer. Jumlah channel pengukuran pada satu lokasi
pengukuran adalah 6 channel dengan berbagai konfigurasi. Spesifikasi akselerometer
yang digunakan yaitu ARF-20A
Data akselerasi di time domain dicatat dengan Kyowa (DCS-100A) 16 channels logger.
Kecepatan sampel dari pengukuran yang dilakukan yaitu 50 Hz, 100 Hz, dan 200 Hz;
dangan durasi variabel pengukuran 30 detik.
37
JOB. NO
REV
DOC. NO A
1) Baseplate
MESIN
MESIN POMPA
PEDESTAL BETON
CH-1 CH-3
CH-5
MESIN
MESIN POMPA
CH-2
CH-4 CH-6
PEDESTAL BETON
38
JOB. NO
REV
DOC. NO A
2) Pedestal
PEDESTAL BETON
MESIN
MESIN POMPA
CH-1 CH-3
CH-2 MESIN
MESIN POMPA CH-5
CH-4 CH-6
BASE PLATE BAJA
PEDESTAL BETON
39
JOB. NO
REV
DOC. NO A
3) Pelat Lantai
PEDESTAL BETON
MESIN
MESIN POMPA
PELAT LANTAI
a) Occurrence of loading
Short-time loading is have bigger limit than the continuous loading
b) Frequency of vibrations source
Higher frequency of load will reduce the possibility to vibrate with natural
frequency of structure
c) Category of the building
A sensitive structure will have lower limit value
d) Measuring point
Limit values at the foundation is set lower as the limit on the top floor.
40
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Tabel 4-6 Limit Value for Velocity Vi for Evaluation of Short-Time Loading Effect on Structures
SN 640 312a provided the limit value of resultant velocity vR . The explicit limit
value is defined only for normal sensitivity of building. The other value is
determined from the type of building and occurrence of loading.
Tabel 4-7 Limit Value for Velocity Vr for Evaluation for Normal Sensitivity Type of Buildings
Empfindlichkeitsklasse Hufigkeitsklasse Maximalwert vR in mm/s
(1) sehr wenig gelegentlich bis zu den 3-fachen entsprechenden Werten der
empfindlich hufig Empfindlichkeitsklasse
permanent (3)
(2) Wenig empfindlich gelegentlich bis zu den 2-fachen entsprechenden Werten der
hufig Empfindlichkeitsklasse
permanent (3)
(3) normal empfindlich <30 Hz (3060) Hz > 60 Hz
gelegentlich 15 20 30
hufig 6 8 12
permanent 3 4 6
(4) Erhht empfindlich gelegentlich zwischen den Richtwerten der Klasse (3) und der
hufig Hlfte davon
permanent
41
JOB. NO
REV
DOC. NO A
MESIN D:
42
JOB. NO
REV
DOC. NO A
43
JOB. NO
REV
DOC. NO A
MESIN D, FLOOR:
44
JOB. NO
REV
DOC. NO A
MESIN H:
45
JOB. NO
REV
DOC. NO A
46
JOB. NO
REV
DOC. NO A
MESIN H, FLOOR:
MESIN H, POMPA:
47
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Beberapa hasil pengukuran melewati batas yang diijinkan seperti yang tertera dalam
peraturan yang digunakan (DIN dan Swiss standard). Besaran yang digunakan sebagai
pembanding adalah kecepatan.
Diagram stabilisasi dari proses estimasi state space ditunjukkan pada gambar sampai
dengan gambar
Nilai frekuensi natural yang kerap muncul dari setiap orde estimasi state space model
dapat dianggap sebagai estimasi frekuensi natural struktur.Dalam hal ini, estimasi
frekuensi natural struktur dengan besaran sekitar 4.9 Hz tidak dimasukkan sebagai nilai
48
JOB. NO
REV
DOC. NO A
estiimasi. Hal ini disebabkan frekuensi eksitasi yang bekerja pada struktur adalah
getaran harmonic pompa dengan frekuensi 294 rpm (4.9 Hz). Estimasi besar frekuensi
natural struktur untuk mode 1 adalah sebesar 2.5 Hz.
Dalam laporan ini tidak dilakukan pemodelan ulang struktur pondasi pompa, hal ini
disebabkan minimnya data baik perhitungan atau gambar dari desain pompa
sebelumnya.
Respon struktur untuk setiap sensor terpasang dalam time domain dan frequency
domain disajikan pada lampiran dari laporan ini.
4.6.7 PEMBAHASAN
Beberapa hasil pengukuran menunjukkan nilai yang melebihi batas yang diatur dalam
standar vibrasi yang digunakan (DIN-4150 dan SN-640-312a).
Kecepatan maksimum yang terjadi adalah sebesar 53 mm/s pada arah vertikal. Besar
kecepatan ini didapat dari pengukuran pada base plate pompa. Pengukuran pada
pedestal pondasi pompa menghasilkan kecepatan maksimum sebesar 34 mm/s pada
arah vertikal. Besar kecepatan ini melebihi batas kecepatan ijin pada DIN-4150 sebesar
30 mm/s. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan struktural minor pada pondasi
pompa.
Retaknya lantai pondasi dapat disebabkan oleh performa mesin pompa yang telah
menurun sehingga mengakibatkan getaran berlebih akibat besar unbalanced mass
pompa yang telah berubah pada saat beroperasi. Hal ini dapat disumpulkan dari hasil
pengukuran kecepatan yang dihasilkan.
49
JOB. NO
REV
DOC. NO A
Meninjau estimasi frekuensi natural yang dihasilkan yaitu sebesar +2.5 Hz dari hasil
pengukuran di lapangan, getaran berlebih dapat disebabkan oleh resonansi pada saat
mesin mulai dihidupkan.Fase startup ini dapat mengakibatkan resonansi antara mesin
pompa dengan struktur pondasi untuk nilai frekuensi natural pondasi mesin yang
dibawah +4.9 Hz. Fase ini juga dapat terulang pada saat mesin pompa dimatikan
(shutdown).
Perbaikan pada struktur pondasi dapat dilakukan dengan melakukan grouting pada
retakan yang terjadi pada struktur pondasi untuk mengembalikan kekakuan dari
struktur.
Perbaikan mesin pompa sebaiknya segera dilakukan untuk meminimalkan efek vibrasi
dari performa mesin pompa yang menurun.
50
JOB. NO
REV
DOC. NO A
BAB 5 KESIMPULAN
5.1 RAIL ST/RE 01
51