Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

GAMBARAN CHEST X RAY PADA BERBAGAI


DIAGNOSIS HEMOPTISIS

Disusun Oleh

Winda Saraswati I11109046


Yusdita Oktavia I11110030
Isma Resti Pratiwi I11111029

Pembimbing:
Letkol (CKM) dr. I Wayan Agus P., Sp. P

KEPANITERAAN KLINIK PULMONOLOGI


RUMAH SAKIT TK. II 03.05.01 DUSTIRA CIMAHI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Referat dengan judul:


Gambaran Chest X-ray pada Berbagai Diagnosis Hemoptisis

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Pulmonologi
Rumah Sakit Tk. II 03.05.01 Dustira Cimahi

Cimahi, Januari 2017


Pembimbing Responsi, Disusun oleh

Letkol (CKM) dr. I Wayan Agus P., Sp. P Penulis

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Responsi Kepaniteraan Klinik Pulmonologi
yang berjudul Gambaran Chest X-ray pada Berbagai Diagnosis Hemoptisis.
Responsi ini disusun penulis sebagai salah satu tugas dalam menempuh
Kepaniteraan Klinik Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
Pontianak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Letkol (CKM) dr. I Wayan Agus P., Sp. P selaku pembimbing dalam
menjalankan Kepaniteraan Klinik Pulmonologi di Rumah Sakit Tk. II Dustira
Cimahi
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam penyelesaian responsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan responsi ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi perbaikan responsi ini kemudian hari. Semoga
responsi ini dapat menjadi bahan informasi bagi berbagai pihak.

Cimahi, Januari 2017

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Hemoptisis merupakan masalah klinis yang sering ditemui, terjadi pada 7-


15% pasien dengan keluhan paru-paru. Namun, gejala yang tidak spesifik ini
dapat terjadi pada lebih dari 100 kondisi klinis yang berbeda. Keluarnya dahak
dengan sedikit darah dapat menjadi gejala yang serius dan dapat menjadi penanda
dari berbagai penyakit yang berbahaya, contohnya karsinoma bronkogenik. Di sisi
lain, hempotisis yang masif dapat pula menjadi kegawatdaruratan yang
mengancam nyawa. Sehingga, hemoptisis, pada derajat apapun, membutuhkan
evaluasi yang menyeluruh. Tujuan dari evaluasi pada hemoptisis adalah untuk
menemukan kausa sehingga dapat diobati dengan tepat dan cepat.
Hempotisis masif yang tidak diterapi memiliki angkat mortaliti >50% dan
perlu dicari sumber perdarahannya sehingga terapi definitif dapat dilakukan untuk
menghentikan perdarahan. Hemoptisis masif sering terjadi pada bronkiektasis,
bekas tuberkulosis, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis aktif, kistik fibrosis,
malformasi arterivena, dan lain sbeagainya. Pemeriksaan penunjang yang
diperlukan dalam tatalaksana hemoptisis adalah foto thoraks, CT-scan dan
bronkoskopi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemoptisis
2.1.1 Definisi
Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat
perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang
keluar melalui saluran napas bawah laring. Hemoptisis lebih sering
merupakan tanda atau gejala penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari
melalui pemeriksaan yang lebih teliti. (1)

4
Hemoptisis merupakan salah satu bentuk kegawatan paru yang
paling sering terjadi di antara bentuk-bentuk klinis lainnya. Tingkat
kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh 3 faktor: (2)
a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam
saluran pernapasan. Terjadinya asfiksia ini tidak tergantung pada
jumlah perdarahan yang terjadi, akan tetapi ditentukan oleh reflek
batuk yang berkurang atau terjadinya efek psikis dimana pasien takut
dengan perdarahan yang terjadi.
b. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik (hypovolemic shock). Bila
perdarahan yang terjadi cukup banyak, maka hemoptisis tersebut
digolongkan ke dalam hemoptisis masif walaupun terdapat beberapa
kriteria, antara lain:
1) Kriteria Yeoh (1965) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi
apabila jumlah perdarahan yang terjadi adalah sebesar 200 cc/24
jam.
2) Kriteria Sdeo (1976) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi
apabila jumlah perdarahan yang terjadi lebih dari 600 cc/24 jam.
c. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa
jam atau beberapa hari setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan
keadaan yang gawat, oleh karena baik bagian jalan napas maupun
bagian fungsional paru tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
akibat terjadinya obstruksi total.

2.1.2 Epidemiologi
Pada tahun 1930-1960 penyebab batuk darah tersering di Amerika
adalah bronkiektasis dan tuberkulosis (TB) paru. Smiddy dan Elliot
melakukan pengamatan dengan pemeriksaan BSOL (Bronkoskop Serat
Optik Lentur) pada tahun 1971-1972 menemukan penyebab tersering
batuk darah adalah bronkitis kronik atau bronkiektasis diikuti dengan
karsinoma bronkus.
Di beberapa negara berkembang penyebab batuk darah tersering
masih didominasi oleh penyakit infeksi. Lim dkk melakukan penelitian

5
sejak tahun 1993-1998 pada sebuah rumah sakit di Singapura, menemukan
penyebab batuk darah massif dengan laju perdarahan> 150 ml dalam 24
jam adalah TB paru (40%), kanker paru (10%), bronkiektasis (8%) dan
sekuenstrasi paru (2%).
Di RS Persahabatan, Retno dkk pada penelitiannya terhadap 32
penderita batuk darah mendapatkan penyabab tersering adalah TB paru
(64,43%) dan bronkiektasis (16,71%) sedangkan kanker paru sejumlah
3,4%. Hadiarto dkk mendapatkan penyebab tersering adalah TB paru
(50%), karsinoma bronkus (32%), bronkitis (8%) dan bronkiektasis (5%).

2.1.3 Etiologi
Upaya menduga etiologi hemoptisis dapat dilakukan dari
pendekatan masif atau tidak masifnya hemoptisis. Pada dasarnya semua
penyebab hemoptisis dapat menyebabkan hemoptisis masif, akan tetapi
penyebab terseringnya adalah infeksi (terutama tuberkulosis),
bronkietaksis, dan keganasan. Untuk mencari etiologi hemoptisis, secara
rutin perlu dilakukan evaluasi anamnesis, pemeriksaan fisik, hemogram
darah perifer lengkap, urinalisis, tes koagulasi, elektrokardiografi, dan foto
thorax. Kecuali pada kasus atau diduga kasus emboli paru, fistula
aortapulmonar dan gagal jantung, bronkoskopi perlu dilakukan pada
kasus-kasus hemoptisis, bila sarana memungkinkan. (3)
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas: (2)
a. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne
oleh karena jamur dan sebagainya.
b. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
c. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
d. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
e. Benda asing di saluran pernapasan.
f. Faktor-faktor ekstra hepatik dan abses amuba.
g. Penyebab lain.
Berdasarkan usia penderita, Pursel membagi batuk darah menjadi: (2)

6
a. Anak-anak dan remaja:
1) Bronkiektasis
2) Stenosis mitral
3) Tuberkulosis
b. Umur 20 40 tahun:
1) Tuberkulosis
2) Bronkiektasis
3) Stenosis mitral
c. Umur lebih dari 40 tahun:
1) Karsinoma bronkogen
2) Tuberkulosis
3) Bronkiektasis

2.1.4 Diagnosis banding batuk darah disertai tampilan Chest X-Ray5


a. Infeksi
Tuberkulosis
Hemoptisis dapat menunjukkan proses aktif dari tuberkulosis hingga
pada 10% kasus. Keringat malam, demam, penurunan berat badan,
serta adanya gambaran kavitas pada chest x-ray pasien merupakan hal-
hal yang menunjang diagnosis.

Gambar 2.1 Chest X-ray pada pasien dengan TB Paru

7
Gambar 2.2 Gambaran Foto Thoraks pada pasien Post TB Paru Primer. Foto thoraks
menunjukkan adanya opasitas bilateral dari paru lobus atas dengan adanya kavitasi
(ditunjukkan panah), menujukkan tuberkulosis primer
Mycetoma
Mycetoma adalah konglomerasi dari jamur mycelia, sel inflamasi,
fibrin, mukus, dan debris jaringan, yang biasanya akan menimbulkan
kavitas pada paru. Aspergillus spp merupakan agen etiologi tersering.
Mycetoma dapat dilihat menggunakan foto rontgen thoraks dengan
ditemukannya massa intrakavitas dikelilingi oleh udara (Monad sign)
yang menunjukkan aspergilloma yang berkembang pada kavitas yang
telah ada sebelumnya. Gambaran air crescent dapat dilihat pada
aspergilosis invasif fase penyembuhan. Aspergiloma biasanya timbul
sebagai jaringan lunak berbentuk bulat atau oval yang menempati
massa terletak di sekitar kavitas, dan dibatasi oleh udara (crescent of
air Monad sign).

8
Gambar 2.3 Jaringan lunak berbentuk bulat yang menyerupai massa terletak di
kavitas sekitar. Gambaran crescent air ditunjukkan oleh panah kuning

9
b. Non Infeksi
Neoplasma
Hemoptisis dapat menunjukkan adanya keganasan paru, pada 7-10%
kasus dan biasanya ringan. Mekanisme terutama akibat adanya
nekrosis dan inflamasi lokal dari pembuluh darah tumor. Pasien
perokok, dengan berat badan turun disertai gambaran opak pada foto
thoraksnya mendukung ke diagnosis ini.

Gambar 2.4 Bronkoalveolar Karsinoma

Kista Fibrosis
Episode hemoptisis ringan berat biasanya terjadi pada 60% pasien
dengan kista fibrosis.

Gambar 2.5 Bronkiektasis sentral dengan infeksi sekunder

10
Bronkitis
Bronkitis merupakan inflamasi pada saluran napas besar (bronkus).
Bronkitis kronik merupakan batuk produktif lebih dari tiga bulan
dengan dieksklusikannya penyebab lain dari batuk seperti tuberkulosis,
kanker paru dan gagal jantung.

Gambar 2.6 Bronkitis

Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan penyebab sering dari episode hemoptisis
ringan hingga berat. Diagnosis ini seringkali berhubngan dengna batuk
kronis yang disertai dahak. Gambaran radiologis Chest X-Ray bisanya
abnormal, namun inadekuat untuk diagnosis atau kuantisasi dari
bronkiektasis. Opasitas tram-track dapat dilihat pada bronkiektasis
silindris. Gambaran ini meliputi peningkatan bronkovaskular dan
bronkus di terminal yang terlihat seperti cincin bayangan (ring
shadows).

11
Gambar 2.7. Bilateral Bronkiektasis

Emboli Paru
Hemoptisis merupakan gejala dari trombo-embolisme vena pulmonal
akut dan merupakan hasil dari infark pulmonal. Nyeri dada pleuritik dn
sesak tiba-tiba tanpa disertai demam dapat menjadi ciri khas dari
diagnosis ini.

Gambar2.8 Paru-paru dan rongga pleura jernih. Ditemukan kongesti pulmonal


sedang. Tidak ada gambaran pneumothoraks dan udara pada subdiafragma. Arteri
pulmonal inferior kanan yang membesar (Fishers sign) dengan adanya perubahan
kaliber (Changs sign) menunjukkan gambaran emboli paru

12
Aneurisma Pulmonal dan Pseudo Aneurisma
Kasus ini jarang dan berrhubungan dengan penyakit jantung bawaan
atau hipertensi arteri pulmonal. Pseudo aneurisma pulmonal biasanya
berkaitan dengan proses infeksius (seperti tuberkulosis, pneumonia
nekrotis, abses paru septikemia, endokarditis) atau infeksi jamur.
Pseudo aneurisma pulmonal yang berkaitan dengan vaskulitis (contoh:
Behcet disease) juga dapat terjadi. Gambaran foto rontgen thoraks
pada pasien ini tidak spesifik dan biasanya muncul sebagai pelebaran
hillus atau adanya nodul pada paru.

Kontusio Pulmonal
Kontusio pulmonal adalah cedera pada alveolus tanpa adanya laserasi.
Biasanya terjadi sebagai efek sekunder dari trauma tidak tembus. Pada
gambaran foto rontgen thoraks pertama biasanya tampak normal.
Namun sehari setelah trauma, biasanya terjadi konsolidasi geografis di
area yang terasa nyeri/sakit pada gambaran klinis.

Gambar 2.9. Opasitas di zona perifer kiri bawah, fraktur iga ke-7 anterolateral kiri

c. Kardiovaskuler
Penyakit Jantung Kongenital

13
Episode dari hemoptisis dapat berhubungan dengan penuyakit jantung
bawaan, terutama sindrom Eisenmenger, hemoptisisnya biasa ringan.
Sumber perdarahan berhubungan dengan pulmoner atau keterlibatan
arteri bronkial atau nonbronkial sistemik.

Gambar 2.10 Foto rontgen thoraks menunjukkan kardiomegali disertai pemendekan


arteri pulmonal, sesuai dengan Sindrom Eisenmenger

Mitral stenosis
Mitral stenosis adalah stenosis pada katup mitral di jantung,
dikarakteristikkan dengan restriksi aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri akibat menyempitnya jalur mitral. Gambaran
radiologisnya meliputi kardiomegali, adanya double contour (akibat
membesarnya atrium kiri dan atrium kanan normal), sudut subkarinal
miring (>120 derajat).

14
Gambar 2.11 Pasien yang mengalami stenosis mitral. Garis merah menunjukkan
pembesaran atrial. Garis kuning menunjukkan siluet jantung (atrium kanan, ventrikel
kanan dan ventrikel kiri)

d. Lain-lain
Benda Asing
Benda asing di jalan napas biasanya terjadi pada anak-anak, di mana
kebanyakan kasus adalah organik (contoh: biji-bijian atau kacang).
Benda asing nonorganik misalnya koin, krayon, gigi, dan sebagainya.
Gambaran radiologi biasanya normal pada 30-40% pasien. Emipsema
unilateral atau ateletaksis juga salah satu gambaran yang paling sering
ditemukan; gambaran benda asing radioopak kadang-kadang dapat
tampak.

Gambar 2.12. Kedua paru mengembang sempurna dan tidak ada kolaps fokal
maupun konsolidasi. Terdapat sedikit peningkatan densitas pada hilus kiri.

Sindrom Goodpasteur
Pasien dengan sindrom Goodpasture biasanya mengalami perdarahan
pulmonar. Gambaran radiologi berupa adanya opasifikasi rongga udara
yang menyebar luas di kedua paru, dan tampak air bronkogram.

15
Gambar 2.13 Goodpasteur Syndrome

Abses Paru
Abses paru merupakan kumpulan nanah di dalam paru yang
terlokalisir. Abses primer biasanya terjadi akibat infeksi primer dari
paru, misalnya aspirasi, pneumonia nekrosis, atau tuberkulosis paru.
Gambaran foto rontgen thoraks meliputi adanya kavitas yang berisi air-
fluid level. Secara umum, abses baisanya berbentuk bulat yang akan
tampak sama bila dilihat dari proyeksi frontal maupun lateral. Batas
biasanya tegas namun kadang adanya konsolidasi membuat batas tidak
terlalu tampak. Gambaran ini yang membedakan abses pulmonal
dengan empiema.

Gambar 2.14. Gambaran opasitas dengan adanya air fluid level pada segmen
posterobasal pada paru kiri bawah, sesuai dengan gambaran abses.

16
Granulomatosis dengan Poliangitis
Granulomatosis dengan Poliangiitis, biasanya dikernal sebagai
Wegener granulomatosis merupakan nekrosis multisistem sistemik
granulomatosa vaskulitis yang mengenai arteri kecil hingga sedang,
kapoler, dan vena, dengan predileksi di sistem pernapasan dan urinaria.
Gambaran foto rontgen thoraks meilputi nodul multipel atau massa
yang bervariasi ukurannya. Kavitas dapat tampak pada < 50% kasus.
Opasitas rongga udara dapat tampak apabila terjadi peradarahan atau
konsolidasi pulmonal.

Gambar 2.15 Wegeners granulomatosis

Malformasi arteriovena pulmonal


Kelainan ini jarang terjadi, dimana pembuluh darah yang berdilatasi
akan membuat saluran antara arteri dan vena pulmonal. Gambaran
radiologi foto rontgen thoraks yang mungkin tampak yaitu adanya
massa jaringan lunak nonspesifik, yang merupakan pembuluh darah
yang berdilatasi.

17
BAB IV

KESIMPULAN

Hemoptisis merupakan suatu kedaruratan medis yang memerlukan


penanganan khusus agar tidak berakibat fatal dengan angka mortalitas hemoptisis
masif >75% disebabkan asfikisia dan 70% penyebab hemoptisis di Indonesia
adalah tuberkulosis. Riwayat penyakit yang menyertai keluhan tersebut antara lain
bronkitis, bronkiektasis, abses paru, emboli paru, infark, atau adanya penyakit
pendahulu seperti kardiak-renal, dapat menjadi petunjuk dalam penegakkan
diagnosis dari hemoptisis. Pemeriksaan fisik menyeluruh dapat mengarahkan ke
diagnosis. Foto rontgen thoraks, meskipun kadang menunjukkan tampilan normal,
merupakan pemeriksaan esensial dalam evaluasi diagnosis dari hemoptisis karena
dapat menunjukkan lesi massa, bronkiektasis, dan penyakit parenkim fokal atau
difus. Namun, perlu dilakukan uji diagnostik klinis lain sesuai hasil pemeriksaan
fisik seperti uji sitologi dahak untuk sel malignan, bronkoskopi, dan CT scan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff, Hood. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga


University Press, 2009.

2. Arief, Nirwan. Kegawatdaruratan Paru. Jakarta : Departemen Pulmonologi


dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI, 2009.

3. Pitoyo, Ceva W. Hemoptisis. [book auth.] Aru W. Sudoyo, et al. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V. Jakarta : InternaPublishing, 2009, pp.
294 - 296.

4. Clinical Assessment and Management of Massive Hemoptysis. Jean-Baptiste,


Eddy. 5, s.l. : Crit Care Med, 2001, Vol. 28, pp. 1642-7.

https://radiopaedia.org/articles/haemoptysis-1

19

Anda mungkin juga menyukai