sehat didefinisikan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, tidak hanya
bebas dari penyakit dan kelemahan. Selanjutnya, definisi sehat mengalami
perkembangan dan perubahan, seperti tertera dalam UU Kesehatan RI No. 23 Tahun
1992, yang menyatakan bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik,
mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya baik secara produktif
sosial maupun ekonomi.
Pender NJ. Health promotion in nursing practice. 4th ed. New Jersey, USA:
Prentice Hall; 2002.
Perceived
susceptibility to Perceived threat of disease Likelihood of taking
disease recommended
Perceived preventive health
seriousness action
(severity) of Cues to action
disease
Mass media campaigns
Advice from others
Reminder postcard from physician or
dentist
Illness of family member/ friend
Newspaper or magazine article
2.11.1. Pengetahuan
Notoatmojo (2005) menyatakan pengetahuan merupakan hasil dari tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Penginderaan tersebut
dapat dilakukan melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa maupun
peraba terhadap suatu objek.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Oleh karena itu, sebelum seseorang mengadopsi
perilaku, maka sebaiknya mengetahui terlebih dahulu apa arti dan manfaat
perilaku tersebut bagi dirinya, sehingga dibutuhkan pengetahuan sebelum
berperilaku (Notoatmojdo, 2003).
Menurut Notoatmojdo (2005) Pengetahuan dibagi menjadi 6 tingkatan yang
tercakup dalam domain kognitif, yaitu:
a. Tahu (know), berarti mengingat memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati atau mempelajari sesuatu. Tahu merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah sebab dalam tahap ini hanya sebatas mengingat (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari.
b. Memahami (comprehension), kemampuan seseorang untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahuinya. Bukan hanya sekedar tahu
terhadap objek tersebut, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpetasikan
secara benar.
c. Aplikasi (aplication) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari atau mengaplikaikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang sebenarnya.
d. Analisis (analysis) yaitu kemampuan untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan materi atau suatu objek, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui.
e. Sintesis (synthesis) yaitu kemampuan untuk merangkum atau meletakkan
dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang
dimiliki. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi suatu
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian tersebut berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
2.11.2. Sikap
Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk bertindak
dalam cara yang konsisten tentang objek atau situasi tertentu. Sikap belum
merupakan sebuah tindakan atau aktivitas, sikap masih berupa kesiapan
seseorang untuk bereaksi atau memutuskan terhadap suatu objek atau situasi
tertentu. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, maka proses
selanjutnya adalah menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut
(Notoatmodjo, 2005).
Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan
motif tertentu. Sikap belum merupakan tindakan, akan tetapi merupakan
pemungkin (predisposing) tindakan terhadap perilaku.
Alport dalam Notoatmodjo (2003), mengelompokkan 3 komponen pokok dalam
sikap, yaitu:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Lalu ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pemikiran,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Dalam Notoatmodjo (2005), terdapat 4 tingaktan dalam menilai sikap, yaitu.
a. Menerima (recieving), merupakan tingkatan sikap yang terendah. Menerima
yaitu bahwa seseorang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
b. Menanggapi (responding), ditandai dengan sikap seseorang yang sudah mau
menerima suatu ide dan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing), yaitu seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau timulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain atau
bahkan mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk mengerjakan.
d. Bertanggung Jawab (responsible), merupakan tingkatan sikap yang tertinggi.
Seseorang mau mengerjakan dan bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dipilihnya dengan segenap risikonya.
2.11.3. Perilaku
Berdasarkan teori determinan kesehatan HL. Blum dalam Notoatmodjo
(2003) perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Menurut
Notoatmodjo (2003), perilaku bila dilihat dari segi biologis diartikan sebagai
suatu aktivitas atau kegiatan organisme (makhluk hidup). Oleh karena itu, dapat
dikatakan yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak luar.
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme kemudian mendapat respon.
Perubahan perilaku baru membutuhkan waktu yang relatif lama. Menurut
Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku seseorang melewati tiga tahap antara
lain:
a. Pengetahuan: Sebelum mengadopsi perilaku, seseorang harus tahu manfaat
dan keuntungan dari perubahan perilaku tersebut.
b. Sikap: Setelah seseorang mengetahui manfaat dan keuntungan maka proses
selanjutnya adalah menilai stimulus tersebut.
c. Praktek: Proses selanjutnya adalah melaksanakan apa yang telah diketahui
dan dinilainya.
Perubahan perilaku sangat bervariasi bentuknya, WHO dalam
Notoatmodjo (2003) mengelompokkan perubahan perilaku menjadi tiga
sesuai bentuknya antara lain:
a. Perubahan alamiah (natural change), terjadi karena perubahan lingkungan
sosial dan kejadian alamiah lainnya yang membuat seseorang mengadopsi
perilaku baru.
b. Perubahan terencana (planned change), biasanya sudah direncanakan
sebelumnya setelah mengetahui manfaat atau mendapatkan dampak buruk
dari perilaku yang sebelumnya.
c. Kesediaan untuk berubah (Readdinness to change), terjadi karena ada
inovasi-inovasi atau program pembangunan dalam masyarakat.
Becker (2005) memuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan, dan
membedakannya menjadi tiga, yaitu:
a. Perilaku sehat, adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan upaya mempertahankan dan mengingatkan kesehatan,
antara lain: makan dengan menu seimbang, kegiatan fisik secara teratur dan
cukup, tidak merokok dan minum-minuman keras serta menggunakan
narkoba, istirahat yang cukup, pengendalian atau manajemen stres, perilaku
atau gaya hidup positif.
b. Perilaku sakit, adalah berkaitan dengan kegiatan seseorang yang sakit dan
atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk
mencari penyembuhan, atau mengatasi masalah kesehatan yang lain. Ada
beberapa perilaku yang muncul: didiamkan saja (no action),