Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH KONSTRUKSI KAIN DAN PENYEMPURNAAN TOLAK AIR MENGGUNAKAN

ELASGUARD DK-610 DAN ANTI API MENGGUNAKAN PYROGUARD FP-710 TERHADAP


ABSORPSI SUARA PADA KAIN POLIESTER 100% SEBAGAI MATERIAL AKUSTIK

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Praktikum Teknologi Penyempurnaan 2

Kelompok 4
Nama : 1. Ridho Abdurrahman W (14020057)
2. Fathiya Hanif (14020069)
3. Ruth Kinanti Palupi (14020079)
4. Ramzy Alam Abdulhaq (14020125)
Dosen : M. Widodo, AT, M. Tech., P.hD
Asisten Dosen : 1. Ir. Elly K, Bk. Teks, M. Pd
2. Yayu E. Y., S.ST.

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2016
ABSTRAK
Kebisingan tertentu dapat menimbulkan masalah kesehatan dan menjadi salah satu polutan
yang serius dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi beberapa orang yang perlu perlakuan
khusus seperti orang yang sedang sakit dan sebagainya. Maka pada penelitian ini akan
membahas mengenai kemampuan kain dalam menyerap suara yang nantinya dapat
diaplikasikan pada kain tirai pada rumah sakit.
Penelitian ini difokuskan pada pengaruh konstruksi kain kemudian pemberian resin anti api,
tolak air dan penyempurnaan kain keras menggunakan PVA terhadap tingkat kemampuan
absorpsi suara kain poliester 100%. Pengujian absorpsi suara dilakukan menggunakan tabung
impedansi untuk mencari nilai koefisiesn absorpsi suaranya. Hasilnya menunjukan bahwa kain
poliester dengan konstruksi yang berbeda memiliki kemampuan absorpsi suara pada frekuensi
yang sama, yaitu pada frekuensi 710 Hz dengan nilai koefisien absorpsi yang berbeda.

Kata kunci: absorpsi, tekstil akustik, frekuensi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebisingan merupakan bunyi yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kegiatan
manusia.Dalam waktu dan tingkat tertentu, kebisingan tersebut dapat menjadi sumber
masalah bagi makhluk hidup.Masalah yang ditimbulkan dapat berupa masalah
kesehatan fisik maupun masalah psikologi, diantaranya adalah gangguan dalam
berkomunikasi, gangguan dalam pendengaran, gangguan emosional, merasa tidak
nyaman, stress, dan lain-lain.Masalah-masalah tersebut dapat menurunkan
produktivitas manusia dalam beraktivitas.
Untuk mencegah dan mengurangi masalah kebising tersebut dapat dilakukan dengan
cara melakukan pengendalian kebisingan. Ada banyak cara untuk melakukan
pengendalian kebisingan, salah satunya adalah dengan cara melemahkan kebisingan
dengan bahan penyerap suara atau peredam suara dan menghalangi merambatnya
suara (penghalang).
Beberapa material tekstil diketahui dapat menjadi salah satu bahan yang dapat
menyerap suara.Oleh karena itu, untuk mengetahui kemampuan kain dalam menyerap
suara, maka dipilih satu jenis bahan tekstil berupa kain dari jenis poliester untuk
dikarakterisasi kemampuannya dalam bertindak sebagai material akustik.Untuk
mengetahui pengaruh dari gramasi kain maka digunakan kain poliester dengan gramasi
yang berbeda untuk diketahui pengaruhnya dalam menyerap suara.Selain itu, dilakukan
juga karakterisasi kain poliester yang telah diberi PVA dan resin antiair serta antiapi
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap absorpsi suara.

1.2 Identifikasi Masalah


- bagaimana pengaruh kontruksi kain terhadap absorbsi suara?
- Bagaimanma pengaruh PVA, resin anti api dan resin tolak air?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud
1. Melakukan karakterisasi kain poliester 100% dengan gramasi yang berbeda
terhadap kemampuan dalam bertindak sebagai tekstil akustik.
2. Melakukan penyempurnaan antiair dan antiapi pada kain poliester 100%.
Tujuan
1. Untuk mengetahui gramasi kain yang sesuai untuk mendapatkan kain yang
dapat bertindak sebagai tekstil akustik.
2. Untuk mengetahui pengaruh resin antiair dan antiapi pada kain poliester
terhadap kemampuan dalam mengabsorpsi suara.
1.4 Hipotesa
1. Kain poliester dapat menjadi bahan material akustik yang dapat menyerap suara.
2. Ketebalan kain memengaruhi absorbsi suara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bunyi
Bunyi, secara harafiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang kita dengar.Bunyi adalah
suatu gelombang berupa getaran dari molekulmolekul zat yang saling beradu satu
dengan yang lainnya secara terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan
meneruskan energi serta sebagian dipantulkan kembali. Media yang dilalui mempunyai
massa yang elastic sehingga dapat mengantarkan bunyi tersebut. (Sarwono,
2002).Bunyi atau suara didefenisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat
dari suara sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan udara
(Gabriel, 1996).
Syarat Terjadinya Suatu Bunyi/Suara :
1. Ada sumber bunyi (benda yang bergetar).
2. Ada medium yang digunakan untuk merambat.
3. Adanya penerima atau pendengar di dalam jangkauan sumber bunyi. (Dafid,
2013).
Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki, kebisingan yaitu bunyi yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH
No.48 Tahun 1996) atau semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-
alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran (KepMenNaker No.51 Tahun 1999).
Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang
berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona:
(Mukono, 2006) :
1. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35-45 dB.
2. Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Tingkat kebisingan
berkisar 45-55 dB.
3. Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar. Tingkat
kebisingan sekitar 50-60 dB.
4. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus.
Tingkat kebisingan sekitar 60-70 dB.
Kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara (Chandra, 2007). Beberapa cara
pengendalian kebisingan yaitu :
1. Mengurangi vibrasi sumber kebisingan, berarti mengurangi tingkat kebisingan
yang dikeluarkan sumbernya.
2. Menutupi sumber suara.
3. Melemahkan kebisingan dengan bahan penyerap suara atau peredam suara.
4. Menghalangi merambatnya suara (penghalang).
5. Melindungi ruang tempat manusia atau makhluk lainnya berada dari suara.
6. Melindungi telinga dari suara (Doelle, 1993)
2.2 Sifat Akustik
Kata akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu akoustikos, yang artinya segala sesuatu
yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat
mempengaruhi mutu bunyi.
Fenomena suara yang terjadi akibat adanya berkas suara yang bertemu atau
menumbuk bidang permukaan bahan, maka suara tersebut akan dipantulkan (reflected),
diserap (absorb), dan diteruskan (transmitted) atau ditransmisikan oleh bahan tersebut.
Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas.Frekuensi
gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara 20 Hz sampai dengan 20 kHz,
atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar (audible range).
2.3 Material Akustik
Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah untuk menyerap
suara/bising.Material akustik adalah suatu bahan yang dapat menyerap energi suara
yang datang dari sumber suara.Pada dasarnya semua bahan dapat menyerap energi
suara, namun besarnya energi yang diserap berbeda-beda untuk tiap bahan.Energi
suara tersebut dikonversi menjadi energi panas, yang merupakan hasil dari friksi dan
resistansi dari berbagai material untuk bergerak dan berdeformasi. Sama halnya dengan
besar energi suara yang sangat kecil bila dilihat dalam satuan Watt, energi panas yang
dihasilkan juga sangat kecil sehingga secara makrokopis tidak akan terlalu terasa
perubahan temperatur pada bahan tersebut.
2.4 Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Suara
1. Ukuran serat
Koizumi et al. (2002) melaporkan bahwa meningkatnya koefisien serap bunyi diikuti
dengan menurunnya diameter serat. Ini disebabkan ukuran serat yang kecil akan
lebih mudah untuk berpropagasi dibandingkan dengan serat yang lebih besar pada
gelombang suara.
2. Resistensi Aliran Udara.
Salah satu kualitas yang sangat penting yang dapat mempengaruhi karakteristik dari
material berserat adalah spsefik resistensi aliran udara per unit tebal
material.Karakteristik impedansi dan propagasi konstan, yang mana menggambarkan
sifat akustik material berpori.
3. Porositas (rongga pori)
Jumlah, ukuran, dan tipe rongga pori adalah faktor yang penting ketika mempelajari
mekanisme penyerapan suara pada material berpori. Untuk memungkinkan disipasi
suara dengan gesekan, gelombang suara harus dimasukkan ke material dengan
rongga (berpori). Ini berarti harus ada pori yang cukup pada permukaan material
untuk dilewati oleh gelombang suara dan diredam.
Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara
yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya. Adanya pori-pori
menyebabkan gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi
suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya,
pada umumnya diubah ke energi kalor.
4. Ketebalan
Beberapa studi yang berhubungan dengan penyerapan bunyi pada material berpori
menghasilkan kesimpulan bahwa absorbs suara frekuensi rendah memiliki hubungan
langsung dengan ketebalan. Sebuah studi oleh Ibrahim et al. (1978) menunjukkan
meningkatnya penyerapan bunyi pada frekuensi rendah dengan meningkatnta
ketebalan material.Namun, pada frekuensi tinggi ketebalan material tidak terlalu
berpengaruh pada penyerapan bunyi.
2.5 Pengujian Penyerapan Suara Metoda Tabung Impedansi
Pengujian sampel untuk mengetahui berapa koefisien absorbsinya dengan mengunakan
metode tabung impedansi. Metode tabung impedansi merupakan salah satu cara untuk
mengukur absorpsi bahan terhadap gelombang bunyi. Penggunaan metode ini
berdasarkan dua standar, yaitu ISO 10534-2:1998 and American Standart for Testing
Materials (ASTM) E1050-98.
Prinsip dasar metode Tabung Impedansi adalah refleksi, absorpsi dan transmisi
gelombang bunyi oleh permukaan bahan pada suatu ruang tertutup, dimana bahan
tersebut digunakan untuk melapisi permukaan dinding ruang tertutup [Lam, Y.M. 1995].

Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga (koefisien penyerapan
bahan terhadap bunyi).Semakin besar maka semakin baik digunakan sebagai
peredam suara. Nilai berkisar antara 0 sampai 1, jika bernilai 0, artinya tidak ada
bunyi yang diserap, sedangkan jika bernilai 1 artinya 100% bunyi yang datang diserap
oleh bahan.
2.6 Penyempurnaan Anti api
Kain mudah terbakar (flammable) adalah kain yang akan terus terbakar meski tanpa
dibantu bila terkena api. Sebaliknya adalah kain tahan api (non-flammable) yang tidak
terbakar bila dikenai api. Flame retardant adalah istilah yang dipakai untuk
menerangkan sifat tidak mudah terbakar pada kain, dimana pembakaran berlangsung
lambat dan api akan mati dengan sendirinya bila sumber api ditiadakan.
Prinsip Pengujian Antiapi
Prinsip pengujian penyempurnaan antiapi cara vertikal dilakukan dengan cara
membakar kain yang dijepit rangka dan diletakan vertikal selama waktu tertentu. Diukur
waktu dari saat api diambil sampai nyala padam, waktu dari saat nyala padam sampai
bara padam, dan panjang sobekan pada contoh uji karena sobekan dengan gaya
tertentu.
2.7 Penyempurnaan tolak air
Cara untuk mendapatkan sifat antiair pada bahan tekstil adalah dengan
mengadsorpsikan atau mendekomposisikan zat-zat yang bersifat tolak air pada
permukaan bahan, seperti garam-garam alumunium, lilin, parafin, silikon, atau senyawa
fluorokarbon.
Prinsip Pengujian tolak air (Uji Siram)
Prinsip pengujian uji antiair dengan cara uji siram adalah dengan cara menyiramkan air
pada permukaan kain dengan kondisi tertentu sehingga menghasilkan pola kebasahan
pada permukaan kain yang ukurannya relatif bergantung pada sifat tolak air kain.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pola kebasahan kain dengan gambar pada
penilaian uji siram standar.
Nilai Siram :
Nilai Keterangan
0 : Pembasahan pada seluruh permukaan atas dan bawah.
Terbasahi seluruh permukaan yang disiram/pembasahan seluruh
50 (ISO 1) :
permukaan atas.
70 (ISO 2) : Terbasahi setengah permukaan yang disiram/permukaan atas.
Terbasahi hanya pada daerah kecil yang jelas, yang disiram pada
80 (ISO 3) : beberapa area kecil terpisah/pembasahan permukaan atas pada titik-
titik tetesan.
Tidak ada pembasahan tetapi ada tetesan kecil yang menempel pada
90 (ISO 4) :
permukaan yang disiram/permukaan atas.
Tidak ada pembasahan dan tidak ada penempelan tetesan kecil pada
100 (ISO 5) :
permukaan yang disiram/permukaan atas.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian

Pemilihan Kain Poliester

Pengujian Konstruksi Kain (Gramasi


dan Ketebalan Kain)

Kain dengan Gramasi Kecil Kain dengan Gramasi Sedang


47 g/m2 155 g/m2

Pengaplikasian Resin Pengaplikasian PVA pada Pengaplikasian PVA,


Antiair dan Antiapi Kain Poliester Resin antiair, dan Antiapi

Pengujian Ketebalan Kain

Pengujian Daya Tembus Udara

Pengujian Antiair

Pengujian Antiapi

Pengujian Absorpsi Suara


3.2 Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
Aplikasi Resin Antiair, Antiapi, dan PVA 1. Kain poliester 100%
1. Mesin stenter a. Gramasi kecil : 47 g/m2
2. Mesin padder b. Gramasi sedang : 155 g/m2
3. Gelas piala 500 ml 2. Resin tolak air (Elasguard DK-610)
4. Nampan 3. Resin anti api (Pyroguard FP-710)
Pengujian Tekstil Akustik 4. Polivinyl alkohol (PVA)
1. Tabung impedansi, yang terdiri dari : 5. Air suling
2. Akrilik
Pengujian Konstruksi Kain
1. Neraca
2. Penggaris
Pengujian Ketebalan Kain
1. Teclock SM-112
Pengujian Daya Tembus Udara
1. FX 3300 Lab Air
Pengujian Antiair (Uji Siram)
1. AATCC spray tester
2. Labu ukur 250 ml
Pengujian Antiapi (Uji Vertikal)
1. Alat uji antiapi vertikal
2. Penjepit kain
3. Stopwatch
4. Penggaris
3.3 Resep dan Perhitungan PVA
Resep
Polivinyl Alkohol = 20 g/L
Katalis = 20% (dari kebutuhan PVA)

Perhitungan
Kebutuhan larutan = 100 ml
20
PVA = x 100 ml = 2 gram
1000
20
Katalis = x 2 gram = 0.4 gram
100

3.4 Resep dan Perhitungan Resin Antiair dan Antiapi


Resep
Resin Antiair (Elasguard DK-610) = 3%
Resin Antiapi (Pyroguard FP-710) = 15%

Perhitungan
Kebutuhan larutan = 100 ml
3
Resin Antiair (Elasguard DK-610) = x 100 ml = 3 ml
100
15
Resin Antiapi (Pyroguard FP-710) = x 100 ml = 15 ml
100

Air = 100 ml-(3+15) ml = 82 ml

3.5 Cara Kerja


3.3.1 Pengujian Konstruksi Kain
Kain contoh uji dipotong dengan ukuran 10 cm x 10 cm kemudian ditimbang.
3.3.2 Pengujian Ketebalan Kain
Ketebalan kain diukur menggunakan fabric thickhness gauge dari Teclock SM-112.
3.3.3 Pengaplikasian PVA pada Kain Poliester
1. PVA dilarutkan dalam 100 ml air panas sambil diaduk.
2. Ditambahkan katalis MgCl2sebanyak kebutuhan PVA.
3. Kain poliester direndam dalam larutan PVA kemudian dipadd dengan WPU 70%.
4. Kain kemudian dilakukan pengeringan awal dengan suhu 100C.
5. Setelah kain kering, dicuring selama 2 menit pada suhu 160C.
3.3.4 Pengaplikasian Resin Antiair dan Antiapi pada Kain Poliester
1. Resin dihitung dan ditimbang sesuai kebutuhan.
2. Kain direndam dalam larutan yang telah mengadung resin dan dipadd dengan
WPU 60%.
3. Kain kemudian dikeringkan pada suhu 100C selama 2 menit.
4. Setelah kain kering, kain dicuring selama 1 menit pada suhu 160C
3.3.5 Pengujian Daya Tembus Udara
1. Kain ditempatkan pada tempat yang telah ditentukan.
2. Alat penguji ditekan setelah kain dimasukkan.
3. Secara otomatis alat penguji akan menampilkan harga daya tembus udara dari
kain contoh uji.
3.3.6 Pengujian Antiair
1. Kain contoh uji dipasang pada simpai bordir sampai tidak terdapat kerutan-
kerutan.
2. Simpai beserta kain contoh uji diletakan pada penyangga sehingga titik tengah
penyemprot tepat di atas titik tengah simpai.
3. 250 ml air suling suhu 271 C dituangkan ke dalam corong penyemprot dan air
dibiarkan menyemprot contoh uji selama 25-30 detik. Waktu menuang air, gelas
piala jangan menyentuh corong.
4. Simpai bordir diambil dengan memegangnya pada satu sisi dan sisi lain diketukan
pada benda keras dengan permukaan kain menghadap ke bawah satu kali. Putar
simpai 180 dan ketukan sekali pada sisi yang semula dipegang.
3.3.7 Pengujian Antiapi
1. Kain dipotong dengan ukuran 75 mm x 300 mm dengan arah lusi dan arah pakan.
2. Kain contoh uji pasang pada penjepit dengan rata dan dipasang pada tempat
penjepit contoh uji di dalam alat uji tahan api.
3. Nyala api diatur sehingga tingginya 38 mm.
4. Bunsen digeser ke bawah kain contoh uji dan kain dibakar selama 12 detik
kemudian bunsen diambil atau dipandamkan apinya. Adanya lelehan atau tetesan
diamati.
5. Waktu nyala diukur, yaitu sejak api diambil sampai nyala padam, dan waktu bara,
yaitu sejak nyala padam sampai bara padam.
6. Kain contoh uji didinginkan kemudian panjang arang diukur dengan cara
melubangi salah satu sudut dengan jarak 0.6 mm dari tepi bawah contoh uji
kemudian diberi beban sesuai berat kain, sudut sebelahnya dipegang dan
diangkat ke atas sehingga bagian kain yang dibakar akan sobek. Panjang sobekan
tersebut diukur sampai 3 mm terdekat.
3.3.8 Pengujian Absorpsi Suara
1. Kain dibentuk lingkaran dengan diameter 10.5 cm, kemudian kain dibingkai
dengan akrilik berbentuk lingkaran dengan diameter yang sama dengan kain dan
menutupi lingkaran kain setebal 0.5 cm.
2. Sampel uji dipasang pada tabung tanpa celah.
3. Mikrofon dikalibrasi terlebih dahulu dengan CA115 sound calibrator kemudian
dipasangkan pada tabung impedansi, kemudian kabel dipasang pada MC3242
dengan posisi chanel yang benar.
4. BSWA Audio Amplifier SWA-100 dan white noise source dinyalakan dengan
software.
5. Tombol measurement ditekan untuk memulai pengukuran.
6. Posisi kedua mikrofon ditukar kemudian tekan tombol run.
7. Tombol result ditekan untuk mendapatkan hasil pengukuran kemudian simpan
hasil pengukuran.

3.6 Diagram Alir Proses Aplikasi Resin

Persiapan Alat dan Bahan

100 ml air + 15% Pyroguard FP-710 + 3% Elasguard DK-610

Padding (2dip-2nip) WPU 60%

Predrying 100C, 2 menit

Curing 160C, 1 menit


BAB IV
DATA HASIL PENGUJIAN
4.1 Pengujian Ketebalan Kain, Daya Tembus Udara, dan Koefisien Absorpsi
Tempat pengujian: LaboratoriumEvaluasi Fisika Politeknik STTT Bandung

No. Sample Tebal Kain Daya Tembus Udara

1. Blanko 47 g/m2 0.08 mm 67.7 cm3/cm2/s

2. Blanko 155 g/m2 0.32 mm 38.9 cm3/cm2/s

3. Blanko 47 g/m2 +PVA 0.08 mm 59.1 cm3/cm2/s

4. Blanko 155 g/m2 +PVA 0.35 mm 36.5 cm3/cm2/s

Blanko 47 g/m2 + Resin Antiair


5. 0.08 mm 55.0 cm3/cm2/s
dan Antiapi
Blanko 155 g/m2 + Resin
6. 0.32 mm 32.6 cm3/cm2/s
Antiair dan Antiapi
Blanko 47 g/m2 +PVA + Resin
7. 0.08 mm 55.8 cm3/cm2/s
Antiair dan Antiapi
Blanko 155 g/m2 +PVA +
8. 0.32 mm 34.3 cm3/cm2/s
Resin Antiair dan Antiapi
4.2 Pengujian Absorpsi Suara
Tempat pengujian: LaboratoriumFisika Bangunan Fakultas Teknik Industri Institut
Teknologi Bandung

No. Sample Koefisien Absorpsi Suara

1. Blanko 47 g/m2 0.53

2. Blanko 155 g/m2 0.81

3. Blanko 47 g/m2 +PVA 0.75

4. Blanko 155 g/m2 +PVA 0.72

5. Blanko 47 g/m2 + Resin Antiair dan Antiapi 0.79

6. Blanko 155 g/m2 + Resin Antiair dan Antiapi 0.4

7. Blanko 47 g/m2 +PVA + Resin Antiair dan Antiapi 0.7

8. Blanko 155 g/m2 +PVA + Resin Antiair dan Antiapi 0.65

4.3 Pengujian Antiapi


Tempat pengujian : Laboratorium Evaluasi Kimia Politeknik STTT Bandung
Gramasi Resin
Blanko Resin Antiapi
Antiapi+Antiair
0 detik
47 g/m2 (kain terbakar cepat dan habis 0 detik 2 detik
terbakar)

0 detik
155 g/m2 (kain terbakar cepat dan habis 2 detik 31 detik
terbakar)
4.4 Pengujian Antiair
Tempat pengujian : Laboratorium Evaluasi Kimia Politeknik STTT Bandung

Gramasi Blanko Resin Antiair Resin Antiapi+Antiair


80
Terbasahi hanya pada
daerah kecil yang 50
0
jelas, yang disiram Terbasahi seluruh
2
Pembasahan pada
47 g/m pada beberapa area permukaan yang
seluruh permukaan
kecil disiram/pembasahan
atas dan bawah
terpisah/pembasahan seluruh permukaan atas
permukaan atas pada
titik-titik tetesan
80
Terbasahi hanya pada
daerah kecil yang 50
0
jelas, yang disiram Terbasahi seluruh
Pembasahan pada
155 g/m2 pada beberapa area permukaan yang
seluruh permukaan
kecil disiram/pembasahan
atas dan bawah
terpisah/pembasahan seluruh permukaan atas
permukaan atas pada
titik-titik tetesan
BAB V
HASIL DAN DISKUSI

5.1 Pengaruh Konstruksi Kain Terhadap Koefisiesn Absorbsi Suara


Pada penelitian ini, kain yang dikarakterisasi kemampuan akustiknya merupakan kain
poliester 100% yang memiliki konstruksi yang berbeda. Kain poliester pertama
merupakan kain dengan gramasi 47 gram/m2dengan ketebalan dan daya tembus udara
masing-masing sebesar 0.08 mm dan 67.7 cm3/cm2/s. Sementara kain poliester kedua
merupakan kain dengan gramasi 155 gram/m2 dengan ketebalan dan daya tembus
udara masing-masing sebesar 0.32 mm dan 38.9 cm3/cm2/s.
Berdasarkan pengujian menggunakan tabung impedansi untuk mengetahui koefisien
absorpsi suara yang telah dilakukan terhadap kain contoh uji menunjukan bahwa
koefisien absorbsi suara paling tinggi berada pada frekuensi 710 Hz. Hal tersebut
menunjukan bahwa kedua kain poliester yang dikarakterisasi kemampuan akustiknya
memiliki kemampuan mengabsorpsi suara pada frekuensi sedang.

Pengaruh Konstruksi Kain Pengaruh Tebal Kain Terhadap


Terhadap Koefisien Absorpsi Koefisien Absorpsi Suara
Suara 0.9
Koefisien absorpsi suara

1 0.8
Koefisien absorpsi suara

0.7
0.8 0.81 0.6
0.5
0.6
0.53 0.4
0.4 0.3
0.2
0.2
0.1
0 0
Blanko 47 g/m2 Blanko 155 g/m2 0.08 mm 0.32 mm
Konstruksi kain Tebal kain

Hasil pengujian terhadap kain dengan gramasi 47 gram/m2menunjukan bahwa kain


memiliki koefisien absorpsi yang lebih rendah dibandingkan dengan kain dengan
gramasi 155 gram/m2 pada frekuensi yang sama. Hal tersebut dapat dipengaruhi karena
kain poliester dengan gramasi 155g/m2 memiliki ketebalan kain yang lebih besar
dibandingkan dengan kain dengan gramasi 47 gram/m2. Pada frekuensi sedang,
semakin tebal material akustik (kain) semakin besar juga absorpsi
suaranya.Peningkatan nilai koefisien absorpsi suara ini disebabkan karena getaran
bunyi yang masuk pada kain yang semakin tebal masih menyerap suara sehingga
penyerapannya semakin besar.Kain yang tebal juga dapat memberikan sifat isolasi
terhadap suara yang lebih baik dibandingkan dengan kain yang lebih tipis.

5.2 Pengaruh PVA dan Resin Antiair serta Antiapi Terhadap Koefisien Absorbsi Suara
Dolle (1986) dalam penelitiannya menyatakan bahwa karakteristik material penyerap
berpori lebih efisien menyerap bunyi pada frekuensi tinggi dibandingkan frekuensi
rendah.Semakin berpori suatu material akustik, maka semakin besar penyerapan bunyi
pada material tersebut.Adanya pori-pori menyebabkan gelombang suara dapat masuk
kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan
menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor.

Pengaruh PVA, Resin Antiair dan Resin Antiapi


Terhadap Koefisiesn Absorpsi Suara
0.9 0.81
0.8 0.72
Koefisien absorpsi suara (a)

0.7 0.65
0.6
0.5
0.4
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Blanko 155 Blanko 155 Blanko 155 Blanko 155
g/m2 g/m2 +PVA g/m2 + Resin g/m2 +PVA +
Antiair dan Resin Antiair
Antiapi dan Antiapi

Pada kain dengan gramasi 155 g/m2pengaplikasian resin antiair dan antiapi, atau
pengaplikasian PVA, maupun pengaplikasian keduanya menghasilkan penurunan nilai
koefisien absorpsi suaranya. Hal tersebut dapat disebabkan karena, resin tersebut atau
PVA yang diaplikasikan pada kain menutupi pori-pori yang terdapat pada kain sehingga
suara lebih sulit masuk ke pori-pori kain sehingga suara yang dipantulkan akan lebih
banyak daripada suara yang diserap oleh kain.
Pengujian daya tembus udara menunjukan bahwa kain yang telah diresin antiair dan
antiapi, atau kain yang telah dilapisi PVA, maupun keduanya menunjukan nilai daya
tembus udara yang lebih kecil dibandingkan dengan kain yang tidak dilakukan
penyempurnaan apapun. Sehingga dapat diketahui bahwa pori-pori kain yang telah
dilakukan proses penyempurnaan memang mengalami sedikit penutupan oleh resin
maupun PVA.

Pengaruh PVA, Resin Antiair dan Resin Antiapi


Terhadap Koefisien Absorpsi Suara
0.9
0.79
0.8 0.75
0.7
Koefisien absorpsi suara

0.7
0.6 0.53
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Blanko 47 Blanko 47 Blanko 47 Blanko 47
g/m2 g/m2 +PVA g/m2 + Resin g/m2 +PVA +
Antiair dan Resin Antiair
Antiapi dan Antiapi

Pada kain dengan gramasi 47 g/m2 menunjukan kenaikan nilai absorpsi suara setelah
dilakukan penyempurnaan tolak air anti api dan pelapisan resin PVA. Hal ini dapat
terjadi karena kain dengan gramasi 47 g/m2 memiliki pori-pori yang lebih besar akibat
konstruksi kainnya yang lebih renggang, maka dimungkinkan walaupun kain telah diberi
resin masih terdapat rongga terbuka pada pori-pori kain yang mengakibatkan kain
dengan gramasi 47 g/m2 lebih mudah meresap suara.
5.3 Penyempurnaan Antiair dan Antiapi
Berdasarkan pengujian antiair terhadap kedua kain poliester contoh uji menggunakan uji
siram, kain contoh uji yang hanya melalui proses penyempurnaan antiair dengan resin
Elasguard DK-610 menghasilkan kain yang terbasahi hanya pada daerah kecil atau
mengalami pembasahan permukaan atas pada titik-titik tetesan saja. Hal tersebut terjadi
pada kedua kain poliester dengan gramasi yang berbeda.Meskipun kain poliester
bersifat hidrofob, pada uji siram kain poliester mengalami pembasahan pada seluruh
permukaan atas dan bawahnya.
Sementara pengujian antiapi menggunakan alat uji vertikal, kain poliester contoh uji
tanpa penyempurnaan dengan resin antiapi memiliki waktu nyala 0 detik tetapi kain
terbakar habis.Kain poliester dengan gramasi 47g/m2 juga memiliki waktu nyala 0 detik,
tetapi kain tidak terbakar banyak.Sementara kain poliester dengan gramasi 155
g/m2memiliki waktu nyala 2 detik tetapi kain tidak terbakar habis.
Pengujian antiair dan antiapi pada kain yang diaplikasikan resin antiair dan antiapi
secara bersamaan menghasilkan kain dengan ketahanan terhadap air dan api yang
kurang baik. Hasil pengujian antiair menunjukan bahwa kain yang dilakukan
penyempurnaan antiair dan antiapi secara bersamaan menunjukan bahwa kain
terbasahi seluruh permukaan atasnya. Sementara pengujian antiapi menunjukan bahwa
kain mempunyai waktu nyala selama 2 detik pada kain dengan gramasi 47 g/m 2dan 31
detik pada kain dengan gramasi 155 g/m2.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa :
1. Semakin besar gramasi yang dimiliki kain maka semakin besar pula koefisien
absorbsi suaranya.
2. Semakin tebal kain maka semakin besar pula koefisien absorbsi suaranya.
3. Pemberian resin penyempurnaan pada kain akan mempengaruhi nilai koesfisien
absorbs suara.
4. Pada kain dengan konstruksi rapat kemudian diberi resin penyempurnaan maka
nilai koefisien absorbsi suaranya akan semakin kecil.
5. Pada kain dengan konstruksi lebih renggang kemudian diberi resin penyempurnaan
maka nilai koefisien absorbsi suaranya akan semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hitariat, N.M Susyami dkk. Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil III (Evaluasi Kain).
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. 2005.
2. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41013/4/Chapter%20II.pdf (Diakses
tanggal 25 Desember 2016)
3. Buchari. Kebisingan. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program, 2007 USU
Repository. http://library.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf (Diakses tanggal 25
Desember 2016)
4. Seddeq, Hoda S. 2009. Factors Influencing Acoustic Performance of Sound Absorptive
Materials. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 3(4): 4610-4617, 2009
ISSN 1991-8178.
5. Meemon, Hafeezullah dkk. 2015. Consideration While Designing Acoustic HomeTectile :
A Review. Journal Textile and Apparel, Technology and Management Volume 9, Issue3,
2015.
6. Baheramsyah, Alam dan Adib Setyawan. Studi Pemanfaatan Pencampuran Jerami dan
Sabut Kelapa Sebagai Bahan Dasar Sekat Absorpsi Bunyi Antar Ruangan di Kapal.
7. Tugas Kebisingan. http://nanudz.blog.uns.ac.id/files/2011/09/tugas-kebisingan.pdf
(Diakses tanggal 25 Desember 2016)

Anda mungkin juga menyukai