Penyusun :
2.2 Bahan
a. Bubuk alginate merk Heraplast HD
b. Air dingin 130C
c. Air pada suhu kamar 230C
d. Air hangat 330C
Gambar 10. Timbangan Gambar 11. Gelas plastik Gambar 12. Gelas ukur 250
digital cc
Gambar 13. Gelas ukur Gambar 14. Wadah air Gambar 15. Spatula
3. CARA KERJA
1. Alat dan bahan yang dibutuhkan dipersiapakan.
2. Cetakan berbentuk cincin diletakan di atas lempengan kaca sebagai alat uji setting
time.
3. Timbangan digital diletakan pada permukaan yang datar hingga gelembung yang
muncul pada ujung timbangan terletak di tengah lingkaran merah.
4. Gelas plastik kecil diletakan diatas timbangan digital. Timbangan digital terlebih
dahulu dinyalakan, ditunggu hingga muncul angka nol.
5. Tombol mode ditekan untuk merubah satuan berat menjadi gram.
6. Sebagian bubuk alginat dalam kemasan dipindahkan ke dalam wadah/toples
kemudian dikocok agar alginat tidak menggumpal dan memudahkan dalam
pengambilan.
7. Bubuk alginat diambil menggunakan sendok takar yang telah disediakan oleh pabrik
bubuk alginat tanpa memampatkan sentok takar ke dinding wadah, lalu permukaan
sendok takar diratakan menggunakan spatula bagian yang lurus secara tegak lurus
terhadap bibir sendok takar satu kali.
8. Gelas plastik kecil didekatkan wadah bubuk alginat agar tidak tumpah, alginat dalam
sendok takar dituangkan ke dalam gelas plastik kecil.
9. Bubuk alginat dalam gelas plastik kecil ditimbang. Berat alginat dalam gelas plastik
kecil dipastikan 9 gram. Jika kurang maka ditambahkan kembali bubuk alginat dalam
gelas plastik kecil, jika lebih maka dilakukan sebaliknya.
10. Air dituangkan ke dalam gelas ukur yang telah disediakan oleh pabrik hingga
mencapai garis pertama dilihat sebidang dengan mata.
11. Air dipindahkan ke dalam gelas ukur 250 cc untuk dipastikan volume air tepat pada
19 ml. Air dipindahkan lagi ke dalam gelas ukur yang telah disediakan oleh pabrik.
12. Suhu air yang akan digunakan dalam praktikum ini ada 3. Suhu normal (sesuai
aturan pabrik bubuk alginate), suhu lebih dingin, dan suhu lebih hangat. Suhu air
diukur menggunakan termometer digital sambil mengaduknya. Untuk percobaan
pada suhu normal, pastikan suhu air mencapai 23 derajat Celcius mengikuti aturan
pabrik pembuat alginat. Untuk percobaan suhu lebih dingin, gelas ukur berisi air
dicelupkan ke dalam air es bersamaan dengan mengukur suhu air hingga
menunjukkan suhu 13 derajat celcius. Begitu pula jika dengan percobaan suhu lebih
hangat, gelas ukur berisi air dicelupkan ke dalam air hangat hingga temperatur
menunjuk suhu 33 derajat celcius.
13. Air yang telah diukur suhunya terlebih dahulu kedalam bowl, kemudian bubuk
alginat yang telah diukur dituangkan. Stopwatch mulai dinyalakan.
14. Bubuk alginate dan air dalam bowl diaduk hingga tercampur.
15. Bubuk alginat dan air didalam bowl menggunakan spatula diaduk membentuk angka
8 hingga 180 derajat, adonan ditekan ke dinding bowl agar homogen terjebak selama
30 detik.
16. Setelah 30 detik, pengadukan dihentikan. Adonan dikumpulkan menggunakan
spatula dan dipindahkan adonan ke dalam cetakan berbentuk cincin yang telah
disiapkan, ditekan hingga terisi penuh dan rata.
17. Pengujian adonan telah setting, adonan pada cetakan yang berbentuk cincin ditekan
menggunakan alat uji batang akrilik setiap 5 detik sekali. Area kerja pada cetakan
berbentuk cincin terbatas, maka ditekan terlebih dahulu setiap 5 detik sekali pada
adonan yang masih tersisa menggunakan spatula yang diletakan diatas bowl. Sisa
adonan ditekan hingga bekas tekanan mulai tidak muncul. Saat tekanan mulai hilang,
dilakukan penekanan dengan batang akrilik pada adonan yang terletak pada cetakan
berbentuk cincin.
18. Ketika adonan ditekan dan tidak muncul bekas tekanan, maka adonan telah setting.
19. Alat dan bahan yang telah digunakan dibersihkan.
4. HASIL PRAKTIKUM
Pada praktikum ini dilakukan 6 kali percobaan untuk mengamati perbedaan waktu setting
berdasarkan variasi suhu air.
Tabel 4.1. Setting time material cetak alginat yang dimanipulasi dengan air bersuhu 23C
Tabel 4.2. Setting time material cetak alginat yang dimanipulasi dengan air bersuhu 13C
No. Jumlah Alginat (g) Volume Air (ml) Setting Time (s)
1 9 19 3 menit
2 9 19 3 menit 35 detik
Rata-rata 2 menit 17,5 detik
Tabel 4.3. Setting time material cetak alginat yang dimanipulasi dengan air bersuhu 33C
No. Jumlah Alginat (g) Volume Air (ml) Setting Time (s)
1 9 19 2 menit 5 detik
2 9 19 2 menit
Rata-rata 2 menit 2,5 detik
Percobaan ini dilakukan menggunakan bubuk alginat dengan produk jenis Heraplast HD
merek Heraeus dengan tipe regular set. Variabel kontrol dari percobaan ini yaitu volume air
yang sebanyak 19 ml, massa bubuk alginat seberat 9 gram, dan waktu pengadukan selama 30
detik. Variabel bebas yang digunakan meliputi air dengan suhu yang bervariasi. Percobaan ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu terhadap waktu setting material cetak alginat.
Pada tabel 4.1. menunjukkan setting time material cetak alginat dimanipulasi dengan air
yang bersuhu 230C. Percobaan ini dilakukan sebanyak dua kali. Berdasarkan hasil kedua
percobaan tersebut dapat dihitung rata rata waktu settingg material cetak alginat yaitu selama 2
menit 22,5 detik.
Pada tabel 4.2. menunjukkan setting time material cetak alginat yang dimanipulasi
dengan suhu air yang diturunkan dari suhu air yang pertama yaitu air yang bersuhu 13 0C.
Percobaan ini juga dilakukan sebanyak dua kali. Berdasarkan kedua hasil percobaan yang
didapatkan rata rata setting time material cetak alginat dengan suhu 130C selama 2 menit 17,5
detik.
Pada tabel 4.3 menunjukkan setting time material cetak alginat yang dimanipulasi dengan
suhu air yang dinaikkan dari suhu yang pertama yaitu air yang bersuhu 33 0C. Percobaan dengan
menggunakan air panas ini dilakukan sebanyak dua kali. Berdasarkan setting time yang
didapatkan dari kedua rata rata setting time material cetak alginat yaitu selama 2 menit 2,5
detik.
5. PEMBAHASAN
5.1 Kajian Teori
Material cetak digunakan untuk menghasilkan bentuk dan hubungan dari gigi dan
jaringan mulut. Hidrokoloid dan polimer elastomer sintesis adalah salah satu material yang
paling umum digunakan untuk membuat cetakan dari berbagai area gigi. Masing-masing
material memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemahaman mengenai karakteristik dari masing-
masing material diperlukan untuk kesuksesan dalam kedokteran gigi (Sakaguchi &
Powers,2012,p.278).
Biasanya material cetak dimasukkan ke dalam mulut dalam keadaan unset dengan
sendok cetak dan di letakkan di area yang akan diberikan perawatan. Ketika material cetak sudah
set, material cetak dilepaskan dari mulut. Cetakan dibuat dengan mengisi material cetak dengan
badan model (Sakaguchi & Powers,2012,p.278).
Gambar 5.1.1.. Cetakan alginat (A) dan model gypsum (B) (Sakaguchi & Powers,2012,p.279).
Berbagai sendok cetak digunakan untuk membuat cetakan. Sendok cetak diletakkan di
dalam mulut sehingga kontak dengan jaringan mulut, kemudian ditahan tanpa gerakan sampai
material cetak sudah set. Sendok cetak dengan material cetak kemudian dilepas dari mulut dan
material cetak siap untuk didesinfeksi dan diisi bahan model untuk menghasilkan model positif
(Sakaguchi & Powers,2012,p.279) .
Sifat- sifat yang diperlukan dari material cetak dapat diringkas sebagai berikut :
1. Bau, rasa dan warna yang dapat diterima
2. Tidak adanya bahan beracun atau bahan yang mengiritasi
3. Shelf life yang baik untuk penyimpanan
4. Secara ekonomi sepadan dengan hasil yang diperoleh
5. Mudah digunakan dengan peralatan yang minim
6. Karakterisik setting memenuhi persyaratan klinis
7. Konsistensi dan tekstur yang memuaskan
8. Mudah membasahi jaringan mulut
9. Sifat-sifat elastis yang memungkinkan pelepasan yang mudah dari mulut
10. Kekuatan yang memadai untuk menghindari kerusakan ketika pelepasan dari mulut
11. Stabilitas dimensi dari suhu dan kelemababn yang terdapat pada proses klinik dan
laboratorium
12. Kompatibilitas dengan bahan model
13. Akurasi di penggunaan klinik
14. Mudah didesinfeksi tanpa kehilangan akurasi
15. Tidak ada pelepasan gas atau produk sampingan ketika proses setting material cetak dan
bahan model (Sakaguchi & Powers,2012,p.279-280)
Sistem koloid terdiri dari 2 fase terpisah, fase terdispersi dan fase pendispersi. Jika fase
pendispersi dalam sistem koloid adalah air maka disebut hidrokoloid. Ukuran dari partikel koloid
bervariasi dari 1 hingga 200 nm (Anusavice, 2012,p.168).
Material cetak alginat berubah dari fase sol ke fase gel karena reaksi kimia. Ketika proses
gelasi sudah selesai, material tidak dapat kembali menjadi sol. Hidrokoloid ini disebut
hidrokoloid irreversible (Sakaguchi & Powers,2012,p.280).
Setting dari alginat hidrokoloid merupakan proses alginic acid dengan ion kalsium.
Alginate acid yang diekstrasi dari ganggang coklat adalah kopolimer liner dari asam
Bahan aktif utama di dalam material cetak alginat adalah salah satu materi alginat yang
dapat larut, seperti sodium, pottasium, atau alginat trietanolamin. Salah satu unsur bubuk
material cetak alginat adalah diatomaceous earth yang digunakan sebagai filler dengan tujuan
meningkatkan kekuatan dan kekakuan gel alginat, dan menghasilkan tekstur yang halus. Seng
oksida juga bertindak sebagai filler dan memiliki pengaruh terhadap sifat fisik dan setting time
gel. Kalsium sulfat dihidrate umumnya digunakan sebagai reaktor. Retarder ditambahkan untuk
mengontrol setting time. Florida ditambahkan sebagai akselerator dan disebut juga sebagai
pengeras permukaan ( Annusavice, 2013, p 171-172).
Alginat merupakan viscoelastic material , oleh karena itu tear strength meningkat ketika
material cetak diambil secara vertikal. Kecepatan pengambilan material cetak harus seimbang
antara gerakan cepat dan secara lebih perlahan agar nyaman untuk pasien. Biasanya, material
cetak alginat tidak menempel pada oral tissue , jadi lebih mudah untuk mengambil material cetak
alginat secara cepat ( Annusavice, 2013, p 174).
Tabel 5.1.1 Komposisi material cetak alginat (Sakaguchi & Powers, 2012,p. 283)
Potassium dan garam natrium dari asam alginat memiliki sifat yang membuat potassium
dan garam alginat pantas digunakan untuk material cetak kedokteran gigi. Asam alginat, yang
dibuat dari tumbuhan laut, adalah high-molecular-weight block copolymer dari anhydro--d-
mannuronic acid dan anhydro--d-guluronic acid. Sifat alginat bergantung pada derajat
polimerisasi dan rasio antara guluronan dan manuronan blok dalam molekul polimer. Bagian
yang mengandung mannuronan fleksibel dan datar, sedangkan pada bagian guluronan kurang
fleksibel. Sebagian besar bagian guluronan akan terikat dengan Ca 2+. Oleh karena itu, alginat
yang mengandung banyak guluronan akan lebih kuat dan brittle gels, sedangkan yang
mengandung banyak manuronan akan lebih lemah dan gel lebih elastis (Sakaguchi & Powers,
2012,p. 281).
Gambar 5.1.1 Struktur kimia material cetak alginat (Sakaguchi & Powers, 2012,p. 281-282)
Pada pencampuran dan pengadukan bubuk dan air, suatu sol alginat terbentuk. Natrium
fosfat, ada dalam bubuk, mudah larut dalam air sementara gypsum hanya larut sedikit (kelarutan
sekitar 0,2%). (McCabe JF & Walls AWG, 2008, p. 159)
Gambar 5.1.2a. Rumus struktur natrium alginat
Gambar 5.1.2b Struktur yang disederhanakan untuk guna memperjelas setting reaction.
(McCabe JF & Walls AWG, 2008, p. 159)
Gambar 5.1.3. Natrium alginat mudah bereaksi dengan ion kalsium yang berasal dari
gypsum yang larut untuk membentuk kalsium alginat
Setting time pada alginat memiliki rata rata dari 1 sampai 5 menit. ANSI/ADA
(American National Standards Insti- tute/American Dental Association) spesifikasi No. 18 (ISO
[International Organization for Standard- ization] 1563) mensyaratkan untuk mencantum setting
time oleh produsen dan setidaknya 15 detik lebih lama dari working time. Memperpanjang
setting time lebih baik dengan cara mengurangi temperatur air yang digunakan untuk mencampur
alginat daripada mengurangi proporsi bubuk alginat. Mengurangi rasio bubuk dan air akan
mengurangi kekuatan dan akurasi dari alginat. Memilih alginat dengan setting time yang berbeda
akan lebih baik daripada mengubah rasio air dan bubuk alginat. Reaksi setting alginat adalah
reaksi kimia dan reaksinya dapat ditingkatkan dengan peningkatan suhu 10 C. Namun,
menggunakan air yang lebih dingin dari 18 C atau lebih hangat dari 24 C dari aturan pabrik
tidak dianjurkan karena akan mengurangi tackiness dari permukaan alginat (Sakaguchi &
Powers, 2012,p. 283-284).
Dalam reaksi kimia, energy barrier adalah jumlah energy yang dibutuhkan oleh partikel
ketika bertumbukan untuk bereaksi. Batas energy ini, disebut energy aktivasi, pertama kali
dicetuskan pada 1888 oleh Svante Arrhenius, seorang ilmuwan kimia Swedia (1859-1927;Hadiah
Nobel dibidang Kimia 1903). Energi aktivasi adalah energy minimum yang dibutuhkan agar
reaksi terjadi. Molekul yang bereaksi harus memiliki energy yang cukup untuk mengatasi tolakan
elektrostatis, dan sejumlah energy dibutuhkan untuk memutus ikatan kimia sehingga ikatan baru
dapat dibentuk. Molekul yang bertabrakan dengan energy dibawah batas akan berpantulan tanpa
ada perubahan kimia yang terjadi, hanya arah dan kecepatannya yang berubah akibat tumbukan.
Molekul yang dapat melampaui batas energy akan dapat bereaksi dan membentuk susunan atom
yang disebut activated complex atau keadaan transisi dari reaksi. Ativated complex bukanlah
reaction intermediate; keadaan ini tidak berlangsung cukup lama untuk dapat dideteksi (Saylor,
2014).
Gambar 5.1.4 Pengaruh temperatur terhadap kecepatan molekul (Saylor, 2014, p. 942.)
Untuk reaksi dasar A + B, semua faktor yang mempengaruhi laju reaksi dapat diringkas
dalam satu hubungan(Saylor, 2014,.p. 1324-1325)
Arrhenius menggunakan hubungan ini untuk sampai pada persamaan yang menghubungkan
besarnya konstanta laju reaksi dengan suhu, energi aktivasi, dan konstanta, A, yang disebut
faktor frekuensi (Saylor, 2014,p. 1324-1325).
K = Ae-Ea/RT
(Saylor, 2014,p. 1324-1325)
5.2 Analisis Hasil Praktikum
Pada praktikum kali ini, ditentukan variabel bebas yaitu suhu air untuk dimanipulasi dengan
material cetak alginat dan variabel terikat yaitu, rasio W/P (water/powder), sumber air, cara
pengadukan dan waktu pengadukan, merk alginat, serta variabel kontrol adalah setting time.
Suhu air yang digunakan adalah 33oC, 23oC, dan 13oC. Suhu 23oC adalah anjuran pabrik dan
percobaan dilakukan sebanyak 2 kali pada setiap perlakuan.
Setting dapat di control lebih lanjut dengan mengatur suhu air yg digunakan. Penggunaan air
hangat dapat mengurangi working time dan setting time, dengan mempercepat akselerasi
natrium fosfat yang di pakai Dan dengan bertahap meningkatkan rata2 reaksi pencampuran.
Penggunaan air yang dingin memiliki efek yang berkebalikan(McCabe, 2008 , 159). Dari
percobaan degan suhu air berbeda-beda ,pada suhu air 33C, molekul yang bertumbukan dalam
reaksi tersebut menjadi lebih cepat, yang menyebabkan meningkatnya energi kinetik. Energi
kinetik yang meningkat ini membuat reaksi mencapai nilai energi aktivasi lebih cepat, dan
molekul yan bertumbukan diatas energi aktivasi yang diperlukan semakin banyak. Artinya, reaksi
tersebut akan lebih lebih cepat bereaksi, sehingga setting time lebih cepat tercapai.Sedangkan
pada suhu air 13C, didapatkan setting time lebih lambat, karena dengan menurunkan suhu air,
akan memperlambat gerakan molekul yang bertumbukan, sehingga energi kinetik untuk
mencapai nilai energi aktivasi kurang. Dengan demikian reaksi lebih lambat berjalan, dan setting
time menjadi lebih lambat.
Adanya perbedaan setting time dalam perlakuan dengan suhu air yang sama dimungkinkan
karena ada sedikit kesalahan dalam mixing adonan, sehingga adonan tidak homogen dengan
sempurna dan juga kesalahan sedikit pada pengukuran W/P. Selain itu, suhu air juga bisa berubah
karena perbedaan suhu air dengan bowl sehingga mengakibatkan sedikit perubahan pada suhu air
yang menyebabkan setting time menjadi berbeda.
6. KESIMPULAN
Setting time material cetak alginat yang dimanipulasi dengan suhu air yang lebih panas
akan lebih cepat diandingkan dengan suhu air normal. Setting time material cetak alginat
yang dimanipulasi dengan suhu air yang lebih dingin akan lebih lama dibandingkan dengan
suhu air normal.
DAFTAR PUSTAKA
Annusavice,K. J., 2013, Phillips Science of Dental Materials 11th, Florida : Elsevier Saunders.
pp. 152, 240-242.
McCabe JF, and Walls AWG, 2008, Applied Dental Materials, 9th ed,. Australia,Blackwell
Publishing L.td, pp 154, 159
Sakaguchi, R. L. and Powers, J.M., 2012, Craigs Restorative Dental Materials 13th edition,
Philadelphia:Elsevier Mosby, pp. 281-284
Saylor, General Chemistry Principles, Patterns, and Applications, 2014, pp. 941-942, 1321,
1324-1325