Topik :
- (Topik 5) Setting expansion gypsum tipe III berdasarkan W : P ratio
- (Topik 6) Setting expansion bahan tanam gypsum bonded berdasarkan W : P ratio
Kelompok : C11
Tanggal Praktikum : 8 Maret 2018
Pembimbing : Dr. Elly Munadziroh,drg.,Msi
Penyusun :
TOPIK 5
Bahan tanam tuang adalah material yang digunakan untuk menanam (investing)
model malam guna mendapatkan mould, selanjutnya dengan bantuan casting machine, mould
tersebut dituangi logam cair dan menghasilkan logam hasil tuangan. Berdasarkan titik cair
logam, bahan tanam tuang dibagi menjadi beberapa jenis yaitu gypsum-bonded, phosphate
bonded, dan silica bonded. Bahan tanam tuang gypsum bonded digunakan untuk penuangan
logam campur pada pembuatan inlays, onlays, crowns, dan fixed partial dentures (untuk
logam dengan titik cair dibawah 12000 C). Bahan tanam tuang phosphate bonded digunakan
untuk penuangan logam campur pada pembuatan framework untuk metal-ceramic prostheses
dan base metal alloy (untuk logam dengan titik cair diatas 12000 C). Bahan tanam tuang
silica-bonded digunakan untuk penuangan pada pembuatan removable partial dentures
dengan base metal alloy yaitu cobalt-based atau nickel-based alloy (untuk logam diatas 1200 0
C).
Bahan tanam tuang gypsum bonded dapat mengalami setting expansion oleh karena
pertumbuhan kristal gypsum. Setting expansion normal dari bahan tanam tuang dapat diukur
seperti pada dental plaster (gip lunak), yaitu mengukur perubahan dimensi linier yang terjadi
pada bahan tanam tuang. Setting expansion juga dapat diatur dengan menambahkan retarder
atau accelerator. Pada dasarnya setting expansion normal bahan tanam tuang dapat terjadi
secara tidak terbatas. Salah satu hal yang mempengaruhi setting expansion adalah w p ratio,
makin rendah perbandingan air dan bubuk atau makin sedikit air campran bahan tanam tuang,
maka makin besar setting expansion, perbandingan air dan bubuk makin tinggi (air lebih
banyak) maka setting expansion makin kecil.
II. TUJUAN
TOPIK 5
a. Melakukan manipulasi gypsum tipe III serta dapat mengukur dan mengamati perubahan
setting expansion dengan tepat.
b. Mengukur dan mengamati perubahan setting expansion dengan variasi perubahan rasio
perbandingan air dan bubuk dengan tepat.
TOPIK 6
III.2. Alat
a. Mangkuk karet
b. Spatula
c. Gelas ukur
d. Stopwatch
e. Timbangan analitik
f. Vibrator
g. Ekstensometer
Persiapan alat
a. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum dipersiapkan terlebih dahulu
b. Bagian dalam cetakan ekstensometer diulasi dengan vaselin secara merata.
c. Alat uji ekstensometer disiapkan, kemudian dial indicator dipasang pada posisi yang
tepat dengan jaru menunjukkan ke angka nol.
Mencampur gypsum
a. Bubuk gypsum tipe III ditimbang sebanyak 50 gram. Air diambil sebanyal 14 ml
diukur dengan gelas ukur (dilakukan pada waktu praktikum).
b. Air yang telah diukur dimasukkan ke dalam mangkuk karet terlebih dahulu, kemudian
bubuk gypsum dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam mangkuk karet dan
dibiarkan mengendap selama 30 detik untuk menghilangkan gelembung udara
c. Campuran gypsum dan air dalam mangkuk karet diaduk sampai homogen
menggunakan spatula dengan gerakan memutar searah dengan jarum jam, sebanyak
120 putaran per menit bersamaan dengan itu mangkuk karet diputar berlawanan
dengan jarum jam secara perlahan-lahan, kemudian ditaruh diatas vibrator dengan
kecepatan rendah.
d. Adonan gypsum dituangkan ke dalam cetakan pada alat ekstensometer diatas vibrator
dan vibrator dihidupkan dengan kecepatan rendah untuk menghilangkan udara yang
terjebak, kemudian permukaan cetakan pada ekstensometer yang terisi adonan
gypsum diratakan dan dirapikan (sisa-sisa gypsum dibersihkan)
e. Mengulang kembali tahapan diatas dengan menggunakan bubuk gypsum tipe III
sebanyak 45 dan 55 gram
4.1.Bahan :
4.2.Alat :
a. Spatula gypsum
b. Mangkuk karet
c. Gelas ukur
d. Stopwatch
e. Timbangan
f. Ekstensometer
g. Dial indicator
h. Kaca penutup ekstensometer
i. Pisau gypsum
j. Pisau model
k. Pisau malam
l. Sonde
m. Vibrator
4.3.Cara kerja :
V.1. Topik 5
V.2. Topik 6
Gipsum
Pertambahan Panjang
bonded Air
(mm)
(gr) (ml)
30 mnt 60 mnt
30 11 0,18 0,115
30 12 0,35 0,53
30 13 0,10 0,26
VI.2. Topik 6
Gypsum bonded tersedia dalam bentuk bubuk dan air yang terdiriatas campuran silika
(SiO2) dan kalsium hemihidrat (McCabe and Walls, 2008, hal. 47).
Gypsum bonded terdiri dari tiga tipe (McCabe and Walls, 2008, hal. 48) :
1. ekspansi termal, untuk casting inlay dan crowns
2. Ekspansi higroskopik, untuk casting inlay dan mahkota
3. pengecoran basis gigi tiruang maupun lengkap
Gypsum bonded mengandung gypsum sehingga proses setting yang terjadi juga
sama seperti gipsum pada umumnya. Karena ketika sampai pada suhu tertentu gypsum
bonded mengalami penyusutan, maka dilakukan hygroscopic expansion untuk
mengimbangi penyusutan yang terjadi pada material tersebut. Hygroscopic expansion
terjadi karena air tertarik ke dalam ruang antara kristal gypsum yang disebabkan oleh
daya kapiler. Besar hygroscopic expansion pada gypsum bonded sebagai bahan tanam
lebih besar dari pada gipsum pada umumnya. (McCabe and Walls 2008, hal 48)
Setting hygroscopic expansion merupakan kelanjutan dari setting ekspansi biasa
karena air yang dicampurkan menggantikan air yang mengalami hidrasi sehingga
mencegah penahanan pada kristal yang tumbuh dengan tegangan permukaan air yang
berlebihan (Anusavice, 2013, hal. 204)
VII. Pembahasan
VII.1. Topik 5
Gypsum yang digunakan dalam praktikum ini adalah gypsum tipe III. Karena gypsum
tipe III sangat sesuai apabila digunakan untuk membuat model kerja. Model kerja sendiri
seharusnya memiliki syarat keras, bebas porus, bebas distorsi, dan harus detail.
Setting Expansion pada gypsum III dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu pengadukan,
suhu, akselerator, retarder, W/P ratio, cara penyimpanan, expired dari bahan yang
digunakan, dll. Berdasarkan hasil praktikum kami, terdapat kesalahan pada hasil
praktikum. Seharusnya semakin besar W/P ratio maka semakin kecil setting expansion.
Antara praktikum 1 dan 2 sudah sesuai, karena denga W/P ratio 14/45 dan 14/50 maka
yang memiliki setting expansion lebih besar adalah yang memiliki W/P ratio 14/50.
Hanya saja antara praktikum 2 dan 3, apabila sesuai teori maka seharusnya setting
expansion pada 14/55 lebih besar daripada 14/50. Tapi dalam praktikum kami lebih besar
pertambahan panjang pada W/P ratio 14/50 daripada 14/55.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu waktu pengadukan yang tidak
terkontrol, cara penyimpanan bahan yang digunakan praktikum, alat praktikum yang
tidak sama, kurangnya vaseline yang ditambahkan sebagai separator pada alat atau bisa
disebabkan bahan yang digunakan sudah expired.
W/P ratio yang sesuai digunakan untuk model kerja adalah 14/50. Karena setting
expansion nya lebih kecil dari 14/45 tetapi tidak terlalu keras seperti 14/55. Karena
apabila terlalu keras seperti 14/55 dapat mengakibatkan porus serta tidak detail saat
digunakan untuk membuat model kerja.
7.2.Topik 6
Teori yang sudah ada menjelaskan bahwa semakin besar W/P ratio maka semakin
kecil setting expansion nya, karena keduanya memiliki hubungan berbanding terbalik.
Pada praktikum kami seharusnya urutan setting expansion dari yang terbesar adalah
11/30, 12/30, dan 13/30. Hanya saja praktikum gypsum bonded (Gypsum tipe IV) yang
kami melakukan kurang sesuai dengan teori tersebut. Berdasarkan hasil praktikum kami,
urutan setting expansion dari yang terbesar adalah 12/30, 13/30, dan 11/30. Jadi, terdapat
kesalahan hasil praktikum pada percobaan dengan W/P ratio 11/30.
Ada banyak hal yang dapat menyebabkan kesalahan praktikum tersebut. Pengadukan
yang tidak terkontrol merupakan salah satunya. Karena dengan mengaduk berarti kita
mematahkan kristal yang mengikat antara gypsum dan air. Apabila pengadukan
dilakukan dengan benar dan terkontrol maka kemungkinan kecil akan terjadi kesalahan
seperti hasil praktikum ini.
VIII. Kesimpulan
Semakin besar W/P ratio pada gypsum tipe III maupun gypsum tipe IV maka semakin
kecil setting expansion yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
McCabe, JF and Walls, AWG 2008, Applied Dental Materials 9th ed., Victoria: Blackwell,
Inc., p.32-7, 47-8
Anusavice, KJ. 2013. Philips’ Science of Dental Materials, 12th ed.. Elsevier Inc. St. Louis
Missouri, p.204