Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1

GIPSUM

SEMESTER GENAP

TAHUN AKADEMIK 2017/2018

BLOK BIOMATERIAL DAN


TEKNOLOGI KEDOKTERAN GIGI

Oleh Kelompok 8 :

1. Chintya Monica Amelinda (161610101060)


2. Samahi Arrahma (161610101061)
3. Novia Dwi Yanti (161610101062)
4. Ulfa Mayasari (161610101063)
5. Dina Zakiyatul Ummah (161610101064)
6. Shobrina Wahyuni (161610101065)
7. Luthfi Meiga Sari (161610101066)
8. Qonita Nafilah Febi (161610101067)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun laporan
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam laporan ini berisi pembahasan
mengenai Gipsum. Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk laporan tutorial
skenario 1 Blok Biomaterial dan Teknologi Kedokteran Gigi.
Dalam penyusunan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Drg. Nadie Fatimatuzzahro MD.Sc selaku pembimbing dan fasilitator pada
saat tutorial serta membimbing kami sehingga terselesaikannya laporan
tutorial ini.
2. Anggota kelompok 8 yang turut serta aktif dalam pembuatan laporan
tutorial ini dan memberikan pendapat dalam proses tutorial.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada laporan ini. Oleh
karena itu penulis berharap pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun penulis. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan laporan tutorial selanjutnya.
Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Jember, 3 Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………………... i

KATA PENGANTAR…………………………………………………..... ii

DAFTAR ISI…………………………………………………................... iii

SKENARIO………………………………………………………………. 1

STEP 1……………………………………………………………………. 2

STEP 2……………………………………………………………………. 3

STEP 3…………………………………………………………………… 3

STEP 4…………………………………………………………………… 7

STEP 5……………………………………………………………………. 7

STEP 7…………………………………………………………………… 8

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 24
SKENARIO 1

Gipsum

Mahasiswa semester IV Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember sedang


melakukan skill lab manipulasi gipsum. Pelaksanaan skill lab kali ini terbagi dalam 3
kelompok. Kelompok I manipulasi gipsum plaster of paris, kelompok II manipulasi
gipsum dental stone, dan kelompok III manipulasi gipsum dental stone hight strength.
Semua tahapan manipulasi mulai pencampuran, initial setting sampai final
setting harus dilakukan dengan benar agar hasilnya tidak porous. Catat setting
time untuk masing-masing gipsum tanpa penambahan bahan retarder dan bahan
akselerator.
STEP 1

1. Dental stone high strength :


Bisa disebut juga dengan die strength yang memiliki ciri-ciri tahan terhadap
abrasi, lebih kuat daripada dental stone (tipe III). Digunakan untuk die stone
karena cocok untuk membuat pola dari malam dalam cast restoration.
2. Gipsum:
Berasal dari bahasa yunani ‘Gypsos’ yang artinya kapur, merupakan suatu mineral
CaSO42H2O yang terdapat di alam yang dipanaskan dan dikeluarkan airnya dari
proses kristalisasi gipsum dan dipakai sebagai bahan gips putih kalsium
hemihidrat.
3. Initial setting:
Dihitung setelah pengadukan selama 1 menit, gipsum tidak hancur tapi bisa
dipotong, loss of gloss (tidak mengkilat) serta mengeluarkan panas akibat reaksi
eksoterm.
4. Skill lab:
Tempat dimana mengetahui skill baru yang dapat dipraktikkan dan dievaluasi
sesuai kemauan.
5. Final setting:
Merupakan waktu yang dibutuhkan gipsum untuk bereaksi secara lengkap dari
kalsium sulfat dihidrat, tandanya adalah kekerasan belom maksimal, kekuatan
belum maksimal, dan dapat dilepas dari cetakan tanpa distorsi.
6. Manipulasi gipsum:
Kegiatan rekayasa dengan penambahan atau pengurangan pada gipsum untuk
mengubah bentuk sesuai dengan yang diinginkan.
7. Gipsum plaster of paris:
Merupakan gipsum tipe II yang terdiri dari β-hemihidrat dengan ukuran dan jarak
partikel yang besar irreguler sehingga penambahan air lebih banyak, lebih lembut
dari yang lain namun mudah pecah serta mudah porus. Digunakan sebagai
edentulous.
8. Porus:
Rongga udara yang terjebak akibat pengadukan kurang sempurna .
9. Gipsum dental stone:
Merupakan tipe gipsum yang memiliki ciri-ciri lebih keras dan kuat, lebih awet
karna rasio w/p lebih rendah daripada tipe II, warnanya lebih kuning serta lebih
kuat karena dipanaskan suhu dibawah atmosfer.
10. Bahan retarder:
Bahan tambahan yang digunakan untuk memperlambat proses pengerasan gipsum,
contohnya adalah boraks, natrium sitrar dan CaSO4.
11. Bahan aselerator:
Bahan tambahan yang digunakan untuk mempercepat proses pengerasan gipsum,
contohnya potassium sulfat.
12. Setting time:
Waktu yang dihitung mulai sejak gipsum berkontak dengan air hingga menjadi
keras.

STEP 2
1. Jelaskan klasifikasi, karakteristik serta kegunaan gipsum!
2. Apa saja tahap manipulasi gipsum yang baik dan benar?
3. Bagaimana teknik pencampuran bubuk gipsum dan air yang tepat?
4. Berapa setting time yang baik bagi setiap klasifikasi gipsum agar tidak porus?
5. Kapan bahan aselerator dan retarder dicampurkan pada manipulasi gipsum?
6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dari manipulasi gipsum?

STEP 3

1. Klasifikasi gipsum serta karakteristik dan kegunaannya


a. Impression plaster
Merupakan tipe I yang mengandung kalsium sulfat terkalsinasi dan bahan
pewarna. Digunakan untuk bahan cetak edentulous yang memiliki ciri-ciri mudah
patah, ekspansi kecil, rasio air dan bubuk tinggi biasanya 50-75 ml : 100 gr serta
kekuatan kompresi rendah.
b. Plaster of paris
Merupakan tipe II yang mengandung β-hemihidrat dimana kristal tidak teratur
dengan jarak partikel yang besar. Digunakan untuk model studi dan penanaman
model dalam kuvet yang memiliki ciri-ciri rasio air dan bubuk biasanya 45-50 ml :
100 gr, ekspansi tinggi disbanding tipe I dan kekuatan kompresi lebih tinggi
daripada tipe II.
c. Dental stone
Merupakan tipe III yang mengandung α-hemihidrat dimana partikel kristal yang
lebih kecil dan teratur dalam bentuk prisma dan zat tambahan untuk mengontrol
setting time, serta zat pewarna. Digunakan sebagai full/partial denture memiliki
karakteristik berwarna kuning serta rasio air dan bubuk biasanya 28-30 ml : 100
gr.
d. Dental stone high strength
Merupakan tipe IV yang terdiri dari densit kuboidal yang digunakan dalam pola
malam dalam cetakan restorasi yang memiliki ciri-ciri tahan pada abrasi dan rasio
air dan bubuk biasanya 22-24 ml : 100 gr.
e. Dental stone high strength high expansion
Merupakan tipe V yang proses pembuatannya sama seperti tipe IV namun ukuran
partikel lebih kecil dan lebih kuat ekspansinya. Rasio air dan bubuk biasanya 18-
22 ml : 100 gr serta memiliki setting time yang lebih lama.

2. Tahap manipulasi gipsum


a. Pemilihan.
Pemilihan bahan atau tipe gipsum disesuaikan dengan kebutuhan serta
kegunaannya.
b. Perbandingan air dan bubuk.
Perbandingan air dan bubuk tiap klasifikasi berbeda, tipe I 50-75 ml : 100 gr, tipe
II 45-50 ml : 100 gr, tipe III 28-30 ml : 100 gr, tipe IV 22-24 ml : 100 gr dan tipe
V 18-22 ml : 100 gr.
c. Pengadukan.
Pengadukan yang baik dan tepat agar hasil gipsum tidak porus, dapat
menambahkan bahan separator seperti melapisi vaselin pada cetakan sebelum
menuang campuran gipsum pada air.
d. Vibrasi.
Menggunakan alat vibrator untuk menuang adonan ke cetakan untuk
meminimalisir gelombang udara.
e. Initial setting dan final setting.
Catat waktu yang dibutuhkan menggunakan stopwatch.
f. Dikeluarkan dari cetakan dan haluskan menggunakan amplas.

3. Setting time bagi setiap tipe gipsum.


Initial setting time yang dibutuhkan pada semua tipe bervariasi antara 8 menit
sampai dengan 16 menit dihitung dari pencampuran pertama. Pada tahap final
setting time gipsum sudah mudah dilepaskan dari cetakan tanpa terjadi perubahan
dimensi atau fraktur.

4. Bahan aselerator dan retarder.


Bahan aselerator dan retarder salah satunya dipengaruhi oleh kekuatan kompresi
atau tekan pada masing-masing tipe gipsum. Kekuatan kompresi atau tekan tiap
tipe gipsum sebagai berikut:
a. Tipe I = 4 MPa
b. Tipe II = 9 MPa
c. Tipe III = 20,7 MPa
d. Tipe IV = 34,5 Mpa
e. Tipe V = 48,3 Mpa
Maka jika kekuatan kompresi semakin rendah akan ditambahkan aselerator.
Sedangkan apabila kekuatan kompresi tinggi maka ditambahkan retarder.

5. Faktor yang mempengaruhi manipulasi gipsum.


a. Waktu dan kecepatan mengaduk
Pengadukan merupakan proses mencampur antara air dan bubuk gipsum. Semakin
lama dan cepat diaduk maka waktu pengerasan (setting time) semakin pendek.
b. Bahan retarder dan aselerator
Bahan retarder yang digunakan adalah boraks, natrium sitrat dan CaSO4,
sedangkan untuk bahan aselerator adalah potassium sulfat.
c. Rasio bubuk dan air
Semakin besar rasio maka jumlah unit nuklei per volume akan semakin kecil
sehingga setting time akan berjalan lambat dan akan mempengaruhi tahapan
manipulasi gipsum.
d. Penyimpanan dan kontaminasi
Penyimpanan bubuk gipsum yang telah digunakan sebaiknya disimpan dalam
kontainer tertutup karena akan mempengaruhi manipulasi gipsum
e. Suhu dan atmoster
Pada suhu 0-50oC maka perubahan setting time tidak signifikan, sedangkan pada
suhu >50 oC perubahan setting time akan melambat, dan apabila suhu 100 oC maka
setting time tidak akan terjadi.
STEP 4

GIPSUM SYARAT
GIPSUM

TIPE I

TIPE GIPSUM TIPE II

TIPE III

KOMPOSISI TIPE IV
GIPSUM
REAKSI SETTING
INSTRUMEN GIPSUM

MANIPULASI SETTING
GIPSUM EKSPANSI

WAKTU SETTING:
MEMPERCEPAT
ATAU
SIFAT MEMPERLAMBAT
GIPSUM

APLIKASI
GIPSUM

STEP 5
1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan sifat, bentuk/tipe
dan komposisi gipsum.
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan manipulasi gipsum
(instrument yang digunakan) dan faktor yang mempengaruhi.
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan setting time gipsum.
4. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan aplikasi gipsum di
bidang kedokteran gigi.
STEP 7

1. Sifat, bentuk/tipe dan komposisi gypsum


Gipsum merupakan mineral yang berasal dari alam yang telah dikenal selama
berabad-abad. Gipsum terbentuk secara alamiah dari hasil penguapan air di
pedalaman perairan kuno yang mengendap. Gipsum atau kalsium sulfat dihidrat
yang murni berwarna putih transparan, namun terkadang dapat berwarna abu-abu,
coklat atau merah muda dan memiliki struktur kimia CaSO4.2H2O. Ketika
dipanaskan, gipsum kehilangan sekitar tiga perempat kadar air dan menjadi
gipsum hemihidrat (CaSO4.½H2O), yang lembut dan dapat dengan mudah
dihancurkan yang disebut plaster of paris. Kegunaan gipsum secara umum dapat
dijadikan sebagai bahan bangunan, selain itu dapat juga digunakan di bidang
kedokteran dan kedokteran gigi. Gipsum banyak dipakai di bidang kedokteran
gigi karena memiliki sifat mudah untuk dimanipulasi, dimensi yang stabil dan
kompatibilitas dengan bahanbahan lainnya (Pangestika, Augina Era. 2015).
Sifat dari gipsum dental dalam kedokteran gigi (Anusavice, 2004) adalah
- Memiliki sifat kompatibel dengan bahan cetak dengan tujuan menghindari
adanya interaksi antara permukaan cetakan dan bahan model.
- Tidak toksik

Menurut Supriatna, S, 1997, adapun sifat fisis gipsum adalah :


1. Warna putih, kuning, abu & abu, merah jingga, hitam bila tidak murni.
2. Massa jenis : 2,31 – 2,35 g/cm3.
3. Keras seperti mutiara terutama permukaan.
4. Bentuk mineral : kristalin, serabut dan masif.
5. Kilap seperti sutera.
6. Konduktivitasnya rendah.
Adapun sifat kimia gipsum adalah:
1. Pada umumnya mengandung SO3 = 46,5 % ; CaO = 32,4 % ; H2O = 20,9 %
2. Kelarutan dalam air adalah 2,1 gram tiap liter pada suhu 400C ; 1,8 gram tiap
liter air pada 0oC ; 1,9 gram tiap liter pada suhu 70 & 90oC.
3. Kelarutan bertambah dengan penambahan HCL atau HNO3.

Sifat gipsum secara umum

a. Kekuatan tekan (compressive strength)


Kekuatan tekan adalah apabila suatu benda diberi beban sedikit demi sedikit
secara sekuensial sampai menjadi patah. Kekuatan tekan gipsum terbagi menjadi 2
macam yaitu kekuatan basah dan kekuatan kering. Kekuatan basah adalah
kekuatan yang diperoleh bila kelebihan air yang dibutuhkan untuk hidrasi
hemihidrat. Bila kelebihan air dikeringkan maka kekuatan yang diperoleh adalah
kekuatan kering. Gipsum tipe III memiliki kekuatan tekan 3000 psi (Anusavice,
2003)
b. Waktu Pengerasan
Waktu pengerasan adalah waktu yang dibutuhkan gypsum mulai dari menyiapkan
bubuk gypsum, menyiapkan bubuk gipsum, menyiapkan bubuk gipsum,
menyiapkan air pada mangkok karet, menuangkan bubuk gipsum pada mangkok
karet yang berisi air . mengaduk dan menempatkan pada replica negatif sampai
dengan adonan tersebut mengeras (Anusavice, 2003). Waktu pengerasan dibagi
menjadi 2 bagian yaitu sebagai berikut: initial setting time dan final setting time.
Initial setting time yaitu waktu yang dibutuhkan gipsum untuk mancapai suatu
tingkat perubahan kekerasan tertentu dalam proses pengerasannya yaitu saat
dimana air di permukaan adonan diabsorbsi ke dalam adonan hingga adonan
menjadi kristal, ditandai dengan adonan semi keras yang telah melewati tahap
waktu kerja tapi belum mencapai waktu pengerasan akhir. Durasi waktu yang
dibutuhkan dari proses di atas bervariasi antara 8 menit sampai dengan 16 menit
dihitung mulai dari pencampuaran pertama. Final setting time atau waktu
pengerasan akhir merupakan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi lengkap, yaitu
suatu reaksi dimana akan dihasilkan suatu konsistensi yang jenuh berupa kristal
dihidrat. Pada tahap ini gipsum mudah dilepaskan dari cetakan tanpa terjadi
perubahan dimensi ataupun fraktur (Craig & Power, 2002).
Kecepatan waktu setting dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketidakmurnian
(impurity), kehalusan, rasio W:P, pengadukan, temperatur serta perlambatan dan
percepatan. Ketidakmurnian (impurity) adalah masih terdapat partikel kalsium
sulfat dihidrat pada proses pengapuran yang tidak sempurna sehingga waktu
pengerasan akan diperpendek karena pembentukan kristal nukleus terhalang.
Kehalusan adalah ukuran partikel hemihidrat. Semakin kecil ukuran partikel
hemihidrat semakin cepat adonan mengeras. Semakin banyak air yang digunakan
untuk pengadukan maka semakin sedikit jumlah nukleus pada unit volume
sehingga waktu pengerasan akan lebih panjang. Pengadukan adalah proses
mencampur antara air dan bubuk gipsum. Semakin lama dan cepat diaduk maka
waktu pengerasan akan semakin pendek. Kenaikan suhu air akan mempercepat
waktu pengerasan gypsum. Perubahan kecil terjadi apabila suhu air berkisar antara
0-50oC. Suhu air yang melebihi 50oC maka waktu pengerasan gypsum akan
perlahan-lahan melambat dan bila suhu air mencapai 100oC maka reaksi
pengerasan tidak terjadi, hal ini dikarenakan pada suhu 100 oC kelarutan
hemihidrat sama dengan dihidrat. Aselerator merupakan suatu bahan kimia yang
ditambahkan pada gypsum dan berguna untuk mempercepat setting time. Bahan
aselerator yang dapat digunakan adalah kalium sulfat, natrium klorida, dan
natrium sulfat. Retarder merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada
gypsum dan berguna untuk memperlambat setting time. Bahan retarder yang dapat
digunakan adalah sitrat, asetat, dan borat (Anusavice, 2003).
c. Kekuatan tarik (Tensile Strength)
Kekuatan tarik (tensile strength) adalah apabila suatu benda diberi tarikan sampai
menjadi patah. Gypsum harus mempunyai kekuatan Tarik yang cukup agar tahan
terhadap daya yang mengenainya. Kekuatan Tarik penting untuk menahan dari
kekuatan lateral seperti dalam pelepasan model (Craig & Power, 2002).
d. Detail Reproduksi (Reproduction of Detail)
Detail reproduksi adalah gypsum dapat mengisi cetakan secara detail tanpa terjadi
bentukan porusitas atau gelembung udara. Jumlah dari gelembung udara yang
terdapat didalamnya berhubungan dengan proses pencampuran, yaitu seberapa
banyak gypsum yang tidak tercampur oleh air dengan baik. Jumlah gelembung
udara dapat diminimalisir dengan vibrasi dan vibrasi ini untuk meningkatkan
reproduksi detail dari model yang dihasilkan (Craig & Power, 2002).

Tipe-tipe gipsum

Standar ISO terakhir untuk produk-produk gypsum kedokteran gigi menetapkan


lima tipe material sebagai berikut (Craig, 2006):
Tipe 1 : Plaster gigi, impresi
Tipe 2 : Plaster gigi, model
Tipe 3 : Stone gigi, die, model
Tipe 4 : Stone gigi, die, kekuatan (strength) tinggi, daya ekspansi rendah
Tipe 5 : Stone gigi, die, kekuatan (strength) tinggi, daya ekspansi tinggi

Menurut spesifikasi American Dental Association (ADA) nomor. 25, produk


gypsum dapat dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu (Anusavice, 2004 dan
McCabe, 2014):
1. Impression Plaster (Tipe I)
Gips tipe I (Impression Plaster) memiliki kalsium sulfat hemihidrat terkalsinasi
sebagai bahan utamanya dan ditambahkan kalsium sulfat, borax dan bahan
pewarna. Gips tipe ini jarang digunakan untuk mencetak dalam kedokteran gigi
sebab telah digantikan oleh bahan yang tidak terlalu kaku seperti hidrokoloid dan
elastomer, sehingga gips tipe I terbatas digunakan untuk cetakan akhir, atau wash,
untuk rahang gipsum (Anusavice, 2004).
2. Model Plaster (Tipe II)
Gips tipe II (Model Plaster) terdiri dari kalsium sulfat terkalsinasi/ β- hemihidrat
sebagai bahan utamanya dan zat tambahan untuk mengontrol setting time. β-
hemihidrat terdiri dari partikel gipsum ortorombik yang lebih besar dan tidak
beraturandengan lubang-lubang kapiler sehingga partikel β-hemihidrat menyerap
lebih banyakair bila dibandingkan dengan α-hemihidrat. Pada masa sekarang, gips
tipe II digunakan terutama untuk pengisian kuvet dalam pembuatan gigitiruan
dengan pengerasan tidak begitu penting dan kekuatan yang dibutuhkan cukup,
sesuai batasan yang disebutkan dalam spesifikasi. Selain itu, gips tipe II dapat
digunakan sebagai model studi (Combe, 1986).
3. Dental Stone (Tipe III)
Gips tipe III (Dental Stone) terdiri dari hidrokal/ α-hemihidrat dan zat tambahan
untuk mengontrol setting time, serta zat pewarna untuk membedakan dari bahan
plaster yang umumnya berwarna putih. α-hemihidrat terdiri dari partikel yang
lebih kecil dan teratur dalam bentuk batang atau prisma dan bersifat tidak porous
sehingga membutuhkan air yang lebih sedikit ketika dicampur bila dibandingkan
dengan β-hemihidrat. Gips tipe III ideal digunakan untuk membuat model kerja
yang memerlukan kekuatan dan ketahanan gipsum yang tinggi seperti pada
konstruksi protesa dan model ortodonsi. (Anusavice, 2004 dan McCabe, 2014).
Kekuatan kompresi gips tipe III berkisar antara 20,7 Mpa (3000 psi) – 34,5 Mpa
(5000 psi) (McCabe, 2014 dan Scheller, 2010).
4. Dental Stone, High-Strength (Tipe IV)
Gips tipe IV (Dental Stone, High Strength) terdiri dari densit yang memiliki
bentuk partikel kuboidal dengan daerah permukaan yang lebih kecil sehingga
partikelnya paling padat dan halus bila dibandingkan dengan β-hemihidrat dan
hidrokal. Gips tipe IV sering dikenal sebagai die stone sebab gips tipe IV ini
sangat cocok digunakan untuk membuat pola malam dari suatu restorasi,
umumnya digunakan sebagai die pada inlay, mahkota dan jembatan gigi tiruan.
Diperlukan permukaan yang keras dan tahan abrasi karena preparasi kavitas diisi
dengan malam dan diukir menggunakan gypsum tajam hingga selaras dengan
tepi-tepi die (McCabe, 2014)
5. Dental Stone, High Strength, High Expansion (Tipe V)
Adanya penambahan terbaru pada klasifikasi produk gypsum ADA dikarenakan
terdapat kebutuhan dental stone yang memiliki kekuatan serta ekspansi lebih
tinggi. Pembuatan gips tipe V sama seperti gips tipe IV namun gips tipe V.

Komposisi gipsum
Bahan plaster dan stone gigi mengandung kalsium sulfat hemihidrat yang
merupakan hasil pengapuran sulfat dihidrat. Secara komersial, gipsum dihaluskan
dan dipaparkan terhadap temperatur 110-120 C (230-250 F) untuk mengeluarkan
air dari kristalisasi yang disebut sebagai kalsinasi (Anusavice, 2004). Kalsinasi
merupakan proses pemanasan gipsum untuk mendehidrasinya (sebagian ataupun
seluruhnya) untuk membentuk kalsium sulfat hemihidrat. Proses kalsinasi yang
menentukan kekuatan suatu bahan gips. Perbedaan dalam tipe-tipe gips
berhubungan dengan jumlah air yang dihilangkan dimana akan menghasilkan
densit yang beragam dan ukuran partikel bahan gips yang berbeda. Proses
kalsinasi yang berbeda akan menghasilkan tipe gips yang berbeda, seperti yang
ditunjukkan sebagai berikut (Wijaya, Cindy Denhara. 2014):
Kandungan utama plaster dan stone gigi adalah kalsium sulfat hemihidrat
(CaSO4)2H20 (atau Ca SO41/2H2O). Bergantung pada metode pengapuran,
bentuk hemihidrat yang berbeda dapat diperoleh. Berupa α-hemihydrat atau β-
hemihydrat. Penggunaan awalan α β menunjukkan 2 fase dari sudut pandang
aturan fase, tetapi tidak ada perbedaan kandungan mineral di keduanya.
Perbedaannya adalah hasil dalam ukuran kristal, daerah permukaan, dan derajat
kesempurnaan kisi-kisi. Untuk bentuk β merupakan agregasi fibrus dari kristal
halus dengan pori kapiler, sementara bentuk α terdiri dari fragmen dan kristal
yang mengelupas dalam bentuk tongkat/prisma (Anusavice, 2004).

A. Partikel kristal β-hemihydrate B. Partikel kristal α-hemihydrate


(Anusavice, 2013)

2. Manipulasi gipsum dan faktor yang mempengaruhi

Alat yang digunakan adalah mangkok karet, spatula, pensil tinta, neraca, pisau
gips, pisau model, gelas ukur, penggaris, vibrator, stopwatch, cetakan. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah gips, air, vaselline, kertas gosok

Menurut Anusavice, 2004 cara manipulasi gipsum yaitu:


1. Pemilihan
Untuk proses awal, dilakukan pemilihan gips berdasarkan aplikasi yang akan
dibuat. Sebagai contoh dental plaster dipilih karena rendahnya kebutuhan fisik dan
biaya yang digunakan dalam proses manipulasi. Namun ada kalanya kita memilih
dental stone karena dibutuhkan kekuatan dan akurasi yang bagus dalam working
castnya.
2. Menakar
Perbandingan W:P dalam manipulasi gips sangat penting. Kekuatan suatu jenis
gips (contoh: stone gips) secara tidak langsung sebanding dengan rasio W:P nya,
dan sangat penting untuk mempertahankan jumlah air serendah mungkin. Namun,
jangan terlalu rendah sehingga adukan tidak mengalir ke dalam setiap detail
cetakan.
3. Pengadukan
Beberapa syarat menurut Anusavice, 2004 :
- Mangkuk pengaduk berbentuk parabolik, halus, dan tahan terhadap abrasi
- Spatula harus memiliki bilah yang kaku serta pegangan yang nyaman untuk
dipegang
- Terjebaknya udara dalam adukan harus dihindari untuk mencegah porous yang
dapat menyebabkan kelemahan dan ketidakakuratan permukaan
Langkah-langkah pengadukan menggunakan tangan (Anusavice, 2004) :
a. Air yang sudah diukur jumlahnya ditempatkan dalam mangkuk pengaduk, dan
bubuk yang sudah ditimbang ditaburkan
b. Adukan kemudian diputar dengan cepat, dengan secara periodik menyapu
spatula ke dalam mangkuk pengaduk untuk menjamin pembasahan semua
bubuk serta memecahkan endapan/gumpalan
c. Pengadukan terus berlangsung sampai diperoleh adukan yang halus, biasanya
dalam 1 menit. Kebiasaan menambahkan air dan bubuk berulang-ulang untuk
mencapai konsistensi yang tepat harus dihindari, karena dapat menyebabkan
ketidakseragaman pengerasan dalam massa adukan, menghasilkan kekuatan
yang rendah dan distorsi.
4. Vibrasi
Menuang cetakan model menggunakan vibrator untuk membantu mengalirkan
adonan ke dalam cetakan dan mempermudah pelepasan udara untuk mencegah
porous.
5. Initial setting
Setelah dicampur selama 1 menit, working time dimulai. Selama viscositas dari
campuran bertambah, bahan tidak lagi mengalir dan mulai megeruh. Saat mulai
mengeruh berarti campuran telah mencapai initial setting. Atau bisa dilihat pada
awal campuran dimana bahan menjadi kaku tetapi tidak keras dan tidak dapat
dibentuk serta terjadi ekspansi termis atau adanya panas. Pada umumnya, initial
setting terjadi selama 8 –10 menit mulai dari awal pengadukan
6. Final setting
Saat final setting reaksi kimia selesai dan model terasa dingin saat disentuh. Final
setting time harus:
o Aman untuk dimanipulasi
o Kekerasan dan ketahanan abrasi minimal
o Reaksi kimia sempurna
o Dingin bila dipegang permukaannya

Reaksi pengerasan :
Reaksi pengerasan pada produk gips di bidang kedokteran gigi dapat dituliskan
sebagai berikut :
CaSO4·2H2O → (CaSO4)2·H2O +3H2O → 2CaSO4.2H2O + panas.
Gipsum → Produk gypsum + air → Gipsum mengeras + panas
Dihidrat → Hemihidrat + air → Dihidrat

Berbagai hidrat memiliki kelarutan gypsum rendah dengan perbedaan nyata dalam
kelarutan hemihidrat dan dihidrat. Hemihidrat 4 kali lebih larut dalam air
dibandingkan dihidrat, sehingga reaksi pengerasan dapat di tuliskan sebagai
berikut :
 Ketika hemihidrat diaduk dengan air, terbentuk suatu gipsum cair dan
dapat dimanipulasi.
 Hemihidrat melarut sampai terbentuk larutan jenuh.
 Larutan jenuh hemihidrat ini sangat jenuh dengan dihidrat sehingga
dihidrat mengendap.
 Begitu dihidrat mengendap, larutan tidak lagi jenuh dengan hemihidrat,
jadi terus melarut. Kemudian proses berlanjut yaitu pelarutan hemihidrat
dan pengendapan dihidrat terjadi baik dalam bentuk gypsum baru. Reaksi
terus berlanjut sampai tidak ada lagi dihidrat mengendap dari larutan.
Ketika bubuk hemihidrat dicampur dengan air pada perbandingan yang tepat akan
membentuk campuran yang kental. Hemihidrat dapat larut dengan sedikit air
(6,5g/L pada suhu 20Oc). Pencampuran merupakan 2 tahap gipsum dari partikel
16 hemihidrat di dalam larutan jenuh. Hidrat yang stabil pada suhu dibawah 40oC
adalah dihidrat (gipsum) dimana kurang larut (2,4 g/L pada suhu 20oC) gypsum
hemihidrat. Fase larutan ini karena terjadi kejenuhan terhadap dihidrat, yang
mengkristal tepat pada nucleation centers dalam gypsum ini (Anusavice, 2003).
Pusat nukleasi ini dapat tercemar (misalnya oleh partikel gipsum residual),
partikel gipsum ditambahkan zat untuk mempercepat pengerasan, atau daerah
tegangan pada partikel hemihidrat terlarut.Akibat terjadinya pengurangan ion
kalsium dan sulfat pada fase cairan memungkinkan lebih banyak hemihidrat yang
masuk dalam larutan dan kemudian menggumpal sebagai gypsum. Proses
pengerasan terjadi karena pengkristalan kembali nukleasi secara heterogen yang
ditandai dengan berlanjutnya larutan hemihidrat, difusi ion kalsium dan sulfat ke
pusat nukleasi, dan menggumpalnya gipsum gypsum yang mikroskopik. Reaksi
pengerasan ini adalah kebalikan dari tahap pertama dari dehidrasi dan juga
eksotermik (Scheller, 2010).

7. Bersihkan alat dan daerah yang telah digunakan (desinfeksi)


Pada saat prosedur pengambilan cetakan dilakukan, darah dan saliva akan
menempel pada hasil cetakan sehingga memungkinkan terdapat mikroorganisme
patogen yang berasal dari mulut. Dokter gigi, asisten, dan laboran beresiko untuk
mengalami transmisi mikroorganisme patogen tersebut sehingga dapaf
menimbulkan berbagai penyakit infeksi. Infeksi penyakit seperti Herpes,
Hepatitis, Tuberculosis (TBC), Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS),
dan penyakit infeksi lainnya dapat menular melalui bahan cetak. Berdasarkan
anjuran ADA (American Dental Association), membersihkan darah dan saliva
dari hasil cetakan menggunakan larutan desinfektan sebelum dilakukan pengisian
gips di laboratorium sangatlah penting.
Desinfeksi dapat dilakukan dengan tindakan fisik maupun kimiawi. Tindakan fisik
seperti dry heat pada suhu 160° hingga 180°C selama 2 jam dan wet steam pada
suhu 121°C selama 15 menit (autoclaving) dapat mengakibatkan kenaikan suhu
yang menyebabkan kerusakan pada cetakan. Bahan cetak difesinfeksi secara
kimoawi sangat dianjurkan. Bahan kimiawi yang sering digunakan diantaranya
glutaraldehyde, alkohol, solusi yodium, fenol sintesis, dan sodium hypochlorite.
Proses desinfeksi harus tepat, tetapi tidak menimbulkan efek yang merugikan
untuk kestabilan dimensi atau detail permukaan dari hasil cetakan. Pengaplikasian
bahan desinfektan bisa dengan cara disemprotkan pada permukaan hasil cetakan
selama 10 menit atau dengan cara dicampur dengan gips namun dalam konsentrasi
yang rendah.

Faktor yang mempengaruhi manipulasi gipsum adalah


a. Rasio bubuk dan air
Semakin besar rasio (air yang banyak) maka jumlah unit nuklei per volume akan
semakin kecil sehingga setting time akan berjalan lambat dan akan mempengaruhi
tahapan manipulasi gipsum dan gipsum menjadi lunak.
b. Penyimpanan
Simpan bubuk pada tempat tertutup karena akan mempengaruhi dari manipulasi
gipsum.
c. Hindari dari terjebaknya udara
d. Akselerator dan retarder
Akselerator berfungsi untuk mempercepat setting time sedangkan retarder untuk
memperlambat seting time
e. Suhu dan kelembaban
Pada suhu 0-50oC maka perubahan setting time tidak signifikan, sedangkan pada
suhu >50 oC perubahan setting time akan melambat, dan apabila suhu 100 oC maka
setting time tidak akan terjadi
f. Waktu dan kecepatan pengadukan
Pengadukan memiliki efek pada waktu pengerasan dan ekspansi pengerasan dari
bahan. Dalam batasan praktik, peningkatan dalam jumlah spatulasi atau
pengadukan (baik kecepatan pengadukan atau waktu ataupun keduanya) akan
memperpendek waktu pengerasan (Craig, 2012).
g. Temperatur dan lingkungan
Setelah memanipulasi gips, keadaan temperatur dan lingkungan sekitar
berpengaruh terhadap kekerasan gipsum. Penting untuk semua jenis gipsum
disimpan dalam atmosfer (keadaan) kering. Hal ini dikarenakan, produk gipsum
agak peka terhadap perubahan kelembaban relatif dari lingkungan. Bahkan
kekerasan permukaan dari model plaster dan stone mungkin berfluktuasi sedikit
dengan kelembaban atmosfer relatif, ditambah lagi permukaan gipsum yang
dibuat dengan adukan yang encer nampak berpengaruh lebih banyak (lebih lama
mengeras) dibanding dengan rasio W:P yang baik. Hemihidrat gipsum mengambil
air dari udara dengan mudah. Bila kelembaban relatif melebihi 70%, plaster
mengambil uap air secukupnya untuk memulai reaksi pengerasan (Anusavice,
2004).

3. Setting time gipsum


Setting time adalah waktu yang diperlukan gips untuk menjadi keras, dihitung
sejak gips kontak dengan air. Setting time ada 2 yakni :
a) Initial setting time
Adalah rentang waktu antara mulainya pencampuran gypsum dengan air sampai
mencapai tahap semi-hard. Pada proses ini diindikasikan bahwa proses konversi
kalsium sulfat hemihidrat menjadi kalsium sulfat dihidrat telah terjadi, namun
belum selesai. Selain itu, pada tahap ini terjadi kenaikan temperatur gypsum
dikarenakan proses konversi tersebut merupakan reaksi eksotermik. Pada tahap ini
gypsum belum bisa dipisahkan dari impression. Secara visual dapat ditandai
dengan “loss of gloss” yakni kehilangan kekilauan (Sakaguchi, 2012).

b) Final setting time


Adalah waktu saat gipsum dapat dipisahkan dari impression tanpa distorsi atau
patah. Pada proses ini diindikasika bahwa proses konversi kalsium sulfat
hemihidrat menjadi kalsium sulfat dihidrat telah selesai (Sakaguchi, 2012).

Ada dua cara mengidentifikasi setting time :


a. Menggunakan Vicat Penetrometer
Biasa digunakan untuk mengukur wakti initial setting dari bahan gypsum. Alat ini
terdiri dari batang dengan berat 300 g dengan jarum berdiameter 1 mm. Wadah
lingkaran yang berada di bawahnya diisi dengan bahan gypsum yang akan dihitung
initial setting timenya. Batang tersebut diletakkan sampai berkontak dengan
permukaan bahan gypsum. Saat jarum gagal untuk menembus permukaan gypsum,
maka bahan gypsum tersebut telah mencapai vicat atau initial setting time
(Sakaguchi, 2012).

b. Menggunakan Jarum Gillmore


Jarum gillmore memiliki 2 jarum yakni jarum kecil dan jarum besar. Untuk
mengukur initial setting time, digunakan jarum kecil. Jika jarum kecil ditusukkan
ke bahan gypsum dan tidak meninggalkan jejas maka bahan gypsum tersebut telah
memasuki initial setting. Sedangkan jarum yang lebih berat digunakan untuk
mengukur final setting time. Jika jarum yang lebih berat ditusukkan ke bahan tidak
bisa menembus dan meninggalkan sedikit jejas, maka bahan gypsum tersebut
memasuki final setting time (Gladwin, 2013)

Hal yang dapat meningkatkan (memperlama) setting time (Gladwin, 2013) :

a. Mengurangi waktu pencampuran


b. Besarnya W/P rasio (menghasilkan bahan yang encer)
c. Menambahkan bahan retarder contohnya borax
d. Koloid dapat memperpanjang waktu setting, contohnya : alginat, darah, saliva,
agar

Hal yang dapat mengurangi (mempercepat) setting time (Gladwin, 2013) :

a. Menambah waktu pencampuran (semakin lama pencampuran, setting time


lebih cepat)
b. Rendahnya W/P rasio (menghasilkan bahan yang pekat)
c. Menambahkan bahan akselerator contohnya potasium sulfat

Setting time tipe-tipe gypsum (Anusavice, 2013):


Setting Ekspansi

Reaksi terbalik terjadi ketika produk gips/kalsium sulfat hemihidrat diberi air. Ia akan
kembali ke bentuk Gypsite. Setelah pusat jarum kristal-kristal berkembang, akan
terbentuk Spherulite. Pertumbuhan inilah yang disebut setting ekspansi. Setting
ekspansi tiap jenis gipsum berbeda-beda, sebagai berikut:

4. Aplikasi gipsum di bidang kedokteran gigi


a. Digunakan sebagai bahan cetak
Yaitu jenis impression plaster atau gipsum tipe 1 yang terdiri dari plaster of
paris yang diberi tambahan zat pengatur waktu setting dan pengatur ekspansi
pengerasan. Namun untuk saat ini tipe ini sudah jarang digunakan untuk bahan
cetak, karena telah digantikan dengan bahan yang lebih elastis, seperti
hidrokoloid dan elastomer. Bahan cetak menghasilkan bentuk negatif dari
jaringan rongga mulut yang selanjutnya digunakan sebagai “mold” untuk
membuat hasil positifnya (Anusavice, 2003).
b. Digunakan sebagai model
Yaitu gipsum yang digunakan untuk mengecor mold untuk menghasilkan
model positif dari jaringan rongga mulut. Terdapat dua jenis model yaitu
model studi dan model kerja. Model studi adalah model dari rongga mulut
dan struktur maksilo-facial yang dibuat untuk mempelajari morfologi kasus,
mendirikan diagnosis, mengatur rencana perawatan, dan merencanakan
perawatan protesa / ortodonsi dan menggunakan gipsum tipe β hemihidrat yang
digunakan untuk mendiagnosa (Harty & Ogston, 2012). Sedangkan model
kerja menggunakan gipsum tipe α-hemihidrat karena dibutuhkan kekerasan
yang lebih tinggi dalam penggunaannya (Anusavice, 2003).
c. Mounthing
Adalah memasang model gips pada artikulator (Anusavice, 2003).
d. Packing
Yaitu pengisian mould yang terbuang dari gips yang terdapat dalam kuvet
logam menggunakan bahan plastis yang selanjutnya di proses untuk pembuatan
protesa (Anusavice, 2003).
e. Bahan tanam
Bila gipsum jenis plaster diaduk dengan silica maka dikenal dengan bahan
tanam gigi. Bahan tanam tersebut digunakan untuk membentuk cetakan guna
mengecor restorasi gigi dengan logam yang dicairkan (Anusavice, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice Kenneth J., Shen Chiayi, Rawls Ralph H. 2013. PHILIPS SCIENCE OF
DENTAL MATERIALS -12th edition. Missouri: Elsevier.

Anusavice KJ. Philips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2004, hal.103-13, 155-60, 169-72

Anusavice KJ. Phillips Science Of Dental Material. 11th Ed, 2003; hal. 256 – 257

Combe EC. Notes on dental materials. 5th ed. New York: Longman Group Limited;
1986, pp. 299-308

Craig RG. Restorative dental materials. 13 th Ed.Michigan :Departement of Biologic


and Material Sciences; 2012.p.336-46

Craig, R.G., &Power, J,M. 2002. Restorative Dental Materials. 11th Ed., Mosby Inc.,
St. Louis.

Gladwin, Marcia dan Bagby, Michael. 2013. Clinical Aspects of Dental Materials:
Theory, Practice, and Cases 4th edition . Philadhelpia: Lippincot Williams and
Wilkins
Harty, F.J., dan Ogston, R., 2012, Kamus Kedokteran Gigi. Alih Bahasa: Narlan
Sumawinata dari “Concise Illustrated Dental Dictionary”. Jakarta: EGC.

McCabe John F, Walls Angus W. G. 2014. Bahan Kedokteran gigi edisi 9. Jakarta:
EGC

Pangestika, Augina Era. 2015. Skripsi: Perbedaan Kekuatan Kompresi Gipsum Tipe
III Pabrikan, Gipsum Tipe III Daur Ulang dengan dan Tanpa Penambahan
Larutan Garam Dapur 1,5% sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan. Medan:
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Powers. JM. Craig’s Restorative Dental Material, Twelfth edition. United states
ELSEVIER: 2006. Hal.207-279.

Sakaguchi RL, Powers JM. 2012. Craig’s restorative dental materials. 13th ed.,
Philadelphia: Elsevier.,

Schller C, Sheridan. Basic guide to dental materials. Oxford: WileyBlackwell; 2010,


p.232

Supriatna Suhala dan M. Arifin. 1997. Bahan Galian Industri. PPTM. Bandung

Wijaya, Cindy Denhara. 2014. Skripsi: Perbedaan Kekuatan Kompresi Gips Tipe III
Pabrikan Dan Daur Ulang Untuk Pembuatan Model Kerja. Medan: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai