Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan Perbandingan Air dan
Bubuk
Kelompok : C8
Tgl. Praktikum : 06 Februari 2020
Pembimbing : Soebagio, drg., M.Kes.

Penyusun :

No. Nama NIM

1. Theodora Valensia 021911133146

2. Christopher Bryan V 021911133149

3. Nishfa Azizah 021911133150

4. Phara Aster Chandra A 021911133151

5. Stefani Tiarma Junita M 021911133152

6. Salsabilavi Soffarina 021911133153

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
ISI LAPORAN
1. TUJUAN
a. Melakukan manipulasi gipsum tipe III serta dapat mengukur dan
mengamati perubahan setting expansion dengan tepat
b. Mengukur dan mengamati perubahan setting expansion dengan
variasi perubahan rasio perbandingan air dan bubuk dengan tepat.
2. CARA KERJA
2.1. Bahan
a. Bahan tanam tuang gipsum tipe III
b. Air PDAM
c. Vaselin
2.2. Alat
a. Spatula
b. Mangkuk karet
c. Gelas ukur
d. Stopwatch
e. Timbangan
f. Ekstensometer
g. Vibrator
2.3 Cara Kerja
1) Persiapan alat
a. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum
dipersiapkan terlebih dahulu
b. Bagian dalam cetakan ekstensometer diolesi dengan vaselin
secara merata
c. Alat uji ekstensometer disiapkan, kemudian dial indicator
dipasang pada posisi yang tepat dengan jarum menunjukkan
angka nol
2) Mencampur gipsum
a. Bubuk gipsum tipe III ditimbang sebanyak 40 gram, 45 gram,
dan 50 gram. Air diambil sebanyak 14 ml diukur dengan gelas
ukur.
b. Air yang telah diukur dimasukkan ke dalam mangkuk karet
terlebih dahulu, kemudian bubuk gipsum dimasukkan sedikit
demi sedikit ke dalam mangkuk karet terlebih dahulu,
kemudian bubuk gipsum dimasukkan sedikit demi sedikit ke
dalam mangkuk karet dan dibiarkan mengendap selama 30
detik untuk menghilangkan gelembung udara
c. Campuran gipsum dan air dalam mangkuk karet diaduk sampai
homogen menggunakan spatula dengan Gerakan memutar
searah dengan jarum jam, sebanyak 120 putaran per menit
bersamaan dengan itu mangkuk karet diputar berlawanan
dengan jarum jam secara perlahan-lahan, kemudian ditaruh di
atas vibrator dengan kecepatan rendah.
Gambar 2.1. Proses pengadukan adonan gipsum

d. Adonan gipsum dituangkan ke dalam cetakan pada alat


ekstensometer di atas vibrator dan vibrator dihidupkan untuk
menghilangkan udara yang terjebak, kemudian permukaan
cetakan pada ekstensometer yang terisi adonan gipsum
diratakan dan dirapikan (sisa gipsum dibersihkan)
3) Mengukur setting expansion
a. Adonan gipsum dituangkan ke dalam cetakan ekstensometer
tanpa mengubah posisi cetakan pada jarum dial indicator,
kemudian permukaan menggunakan spatula gip diratakan.
b. Perubahan panjang cetakan gipsum pada alat ekstensometer
diukur setiap 10 menit, ekspansi yang terjadi pada petunjuk
micrometer di dial indicator selama 50 menit diamati dan
dicatat.
Gambar 2.2. Pengamatan terhadap alat ekstensometer

3. HASIL PRAKTIKUM
Catatan : pada saat melakukan praktikum, suhu ruangan sebesar 28 derajat
celcius. Pada saat melakukan praktikum, air yang digunakan bersuhu 28
derajat celcius.
Dalam praktikum ini, kami melakukan praktikum mengenai setting
expansion gipsum bonded, dan melakukan percobaan dengan tiga rasio
W:P yang berbeda, yang pertama adalah 14 ml:40 gram, yang kedua 14
ml:45 gram, dan yang ketiga 14 ml:50 gram. Interval yang digunakan
selama 10 menit, sehingga perhitungan angka pada ekstensometer
dilakukan setiap 10 menit. Kami melakukan perhitungan selama 50 menit,
dan memperoleh angka akhir pada ekstensometer percobaan pertama
sebesar 21, percobaan kedua sebesar 24, dan percobaan ketiga sebesar 25.

Tabel 3.1. Hasil Pengukuran Ekstensometer


Percobaan Berat Menit ke-
Ke - Gipsum 0 10 20 30 40 50

(gr)
1 40 0 0,015 0,1 0,16 0,2 0,21
2 45 0 0,02 0,14 0,21 0,23 0,24
3 50 0 0,05 0,15 0,21 0,24 0,25
Grafik 3.1. Hasil Pengukuran Ekstensometer
0.25 0.25
0.24 0.24
0.23
0.21 0.21
0.2 0.2

0.16
0.15 0.15
0.14

0.1 0.1

0.05 0.05

0.02
0.02
00
Menit ke-0 Menit ke-10 Menit ke-20 Menit ke-30 Menit ke-40 Menit ke-50

w:p = 14:40 w:p = 14:50 w:p = 14:45

4. TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Pengertian Gipsum
Gipsum adalah mineral yang diperoleh dari proses
penambangan. Secara kimiawi, gipsum yang digunakan untuk
kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat (CaSO4, 2H2O)
murni. Bidang kedokteran gigi menggunakan gipsum untuk
membuat model kerja dari rongga mulut serta struktur maksilo fasial
dan sebagai bahan pembuatan protesa gigi pada pekerjaan
laboratorium kedokteran gigi. (Annusavice, 2013, hal. 182)
4.2. Penggolongan Gipsum
Menurut ADA No. 25 terdapat 5 jenis gipsum yaitu:
Impression plaster (tipe I), model plaster (tipe II), dental stone (tipe
III), dental stone high strength low expansion (tipe IV) dan dental
stone high strength high expansion (tipe V) (Annusavice, 2013, hal.
190-1)
4.3. Gipsum Tipe III
Gipsum tipe III merupakan hasil dari gipsum yang dipanaskan
pada temperature 125oC di bawah tekanan atmosfer sehingga
mengalami dehidrasi dan kandungan airnya akan berkurang,
senyawa yang dihasilkan dari proses tersebut yaitu α-hemihidrat
yang terdiri dari kristal yang padat, bentuknya teratur, kurang
berporus, dan kristal dengan bentuk prismatik. Karakteristik yang
dimiliki oleh α-hemihidrat menyebabkan gipsum ini membutuhkan
jumlah air yang lebih sedikit dan memiliki kekuatan lebih besar
dibandingkan dengan gipsum tipe II, sehingga gipsum tipe III sering
digunakan sebagai bahan pembuatan model kerja (Sakaguchi &
Powers, 2012, hal. 113). Komposisi gipsum tipe III adalah calcium
sulphate a- hemihydrate, zat pewarna, potassium sulfate (K2SO4)
sebagai aselerator dan borak (Na2B4O7) sebagai retarder.
(Franhouver, dental material at a glance, 8-9)
4.4. Setting expansion
Setting expansion adalah hasil dari pertumbuhan kristal inti
yang saling berkaitan satu sama lain sehingga tercipta tekanan keluar
oleh kristal gipsum. Setiap tipe gipsum memiliki setting expansion
yang berbeda, bergantung pada komposisi gipsum. Pada gipsum tipe
III, setting expansion setelah 2 jam yaitu sebesar 0,00% sampai
0,20%. (Annusavice, 2013, hal.186-90)
Tabel 4.1. Karakteristik Lima Tipe Produk Gipsum

4.5. Rasio W:P


Rasio W:P atau perbandingan air dan bubuk gipsum
menentukan sifat dari produk akhir gipsum. Setiap gipsum memiliki
rasio W:P yang berbeda bergantung pada kristal kalsium sulfat
hemihidrat pembentukannya. Semakin tinggi rasio W:P, semakin
lama waktu pengerasan dibutuhkan dan semakin lemah kekuatannya.
Gipsum tipe III memiliki rasio W:P antara 28 sampai 30 dengan 100
gram bubuk gipsum. (Annusavice, 2013, hal. 189-90)
4.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Setting Expansion
1) Rasio W:P
Rasio W:P yang lebih besar akan menyebabkan penurunan
setting expansion karena semakin besar rasio W:P maka semakin
sedikit inti kristalisasi per unit volume yang ada dan karena dapat
dianggap bahwa ruangan antar-inti lebih besar pada keadaan
tersebut, sehingga pertumbuhan interaksi kristal-kristal dihidrat
akan semakin sedikit, demikian juga dengan dorongan keluar
Oleh karena itu, rasio W:P perlu diperhatikan sesuai dengan
aturan pabrik, contohnya rasio W:P untuk gipsum tipe III yaitu
28 ml sampai 30 ml air : 100 gram gipsum. (Annusavice, 2013,
hal. 187-90)
2) Lama Pengadukan
Sebagian kristal gipsum akan terbentuk secara langsung
ketika gipsum berkontak dengan air. Ketika pengadukan dimulai,
pembentukan kristal-kristal ini meningkat. Semakin lama waktu
pengadukan, maka akan meningkatkan jumlah nukleus
kristalisasi dari partikel dihidrat. Akibatnya, ikatan kristalin
yang terbentuk akan semakin banyak, pertumbuhan internal dan
dorongan keluar dari kristal dihidrat terebut akan meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan terjadinya setting ekspansi.
(Anusavice, 2013, hal. 185).
3) Penambahan Retarder dan Accelerator
accelerator merupakan bahan kimia yang dapat
mempercepat reaksi pengerasan. Penambahan accelerator
membuat dihidrat kurang larut dibandingkan hemihidrat yang
menyebabkan reaksi pengerasan bergerak menuju dihidrat
sehingga reaksi pengerasan menjadi lebih cepat. Potassium
sulfate (K2SO4) adalah sebagai accelerator yang biasa di pakai
pada gipsum tipe III. Sedangkan retarder merupakan bahan
kimia yang dapat memperlambat reaksi pengerasan. Penambahan
retarder membuat hemihidrat sedikit kurang larut dibanding
dihidrat. Contoh dari retarder yang biasa di pakai pada gipsum
tipe III yaitu boraks (Na2B4O7). (Powers & Wataha, 2013,
hal.114)
4) Temperatur Ruangan dan Air
Perubahan suhu ruangan dan suhu air dapat memberikan
pengaruh pada gipsum selama proses pengerasan. Peningkatan
suhu ruangan dan suhu air dapat menyebabkan pergerakan ion
kalsium dan ion sulfat meningkat sehingga setting time menjadi
lebih singkat. Peningkatan suhu ruangan yang berawal 20oC
menjadi 37oC dapat meningkatkan kecepatan reaksi pengerasan
sehingga setting time menjadi lebih singkat dan setting
expansion menjadi lebih besar, tetapi suhu yang meningkat diatas
37oC dapat menurunkan kecepatan reaksi pengerasan dan setting
time menjadi lebih lama, serta setting expansion menjadi lebih
kecil. (Sakaguchi & Powers, 2012, hal 303-4)

5. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, kami melakukan percobaan mengenai setting
expansion gipsum tipe III, kami melakukan percobaan dengan tiga rasio
W:P yang berbeda, yang pertama 14 ml : 40 gram , yang kedua 14 ml : 45
gram, dan yang ketiga 14 ml : 50 gram. Menurut teori dari Anusavice
(2013), setting expansion maksimum dari gipsum tipe III adalah 0,20%.
Namun, dalam percobaan yang kami lakukan, baik percobaan I,
percobaan II, maupun percobaan III, didapatkan hasil yang berbeda
dengan teori dari Anusavice (2013) yang menyatakan bahwa setting
expansion maksimum gipsum tipe III adalah 0.20%. Hasil dari
pengukuran ekstensometer ketiga percobaan tersebut menunjukkan setting
expansion yang melebihi dari setting expansion maksimum,. Hasil dari
pengukuran ekstensometer percobaan pertama menunjukkan setting
expansion sebesar 0,21 mm, percobaan kedua sebesar 0,24 mm, dan
percobaan ketiga sebesar 0,25 mm.
Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan, diperoleh hasil
yang menunjukkan bahwa semakin besar rasio W:P maka semakin rendah
setting expansion. Hal ini sesuai dengan teori yang sudah ada yang
menyatakan bahwa semakin besar rasio W:P maka semakin sedikit inti
kristalisasi per unit volume yang ada dan dapat dianggap bahwa ruangan
antar-inti lebih besar pada keadaan tersebut, sehingga pertumbuhan
interaksi kristal-kristal dihidrat akan semakin sedikit dan menyebabkan
penurunan setting expansion. (Annusavice et al, 2013, hal. 187)
Ketidaksesuaian antara hasil yang diperoleh dengan teori yang ada
disebabkan karena adanya gangguan pada extensometer yang berfungsi
kurang optimal dan gangguan ketika penggunaan vibrator yang kurang
sesuai dengan waktu seharusnya karena alat yang terbatas sedangkan
jumlah penggunanya banyak sehingga harus bergantian. Ekstensometer
yang berfungsi kurang optimal menyebabkan angka pengukuran kurang
sesuai dan penggunaan vibrator kurang lama menyebabkan adonan gipsum
masih porus sehingga memengaruhi hasil setting expansion. Selain itu, ada
juga faktor human error yaitu lamanya proses pengadukan adonan gipsum
dan ketidaktelitian pada saat pengukuran ekstensometer sehingga hasil
praktikum kurang akurat dan kurang sesuai.

6. KESIMPULAN
Gipsum tipe III dengan w:p ratio 14 ml : 50 gram memiliki setting
expansion yang lebih tinggi daripada gipsun tipe III dengan w:p ratio 14
ml : 45 gram. Sedangkan gipsum tipe III dengan w:p ratio 14 ml : 40
gram memiliki setting expansion yang lebih rendah daripada gipsum tipe
III dengan w:p ratio 14 ml : 45 gram. Sehingga semakin rendah w:p ratio
gipsum tipe III semakin tinggi pula setting expansion-nya. Dalam
percobaan yang kami lakukan, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan
teori setting expansion untuk gipsum tipe III. Dimana dalam teori
Anusavice (2013), disebutkan bahwa setting expansion untuk gipsum tipe
III adalah 0,00%-0,20%. Berbeda dengan hasil percobaan kami, dimana
ketiga percobaan yang kami lakukan menunjukkan hasil setting
expansion yang melebihi 0,20%. Ketidaksesuaian ini disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti gangguan pada ekstensometer, kurangnya waktu
dalam penggunaan vibrator dan juga faktor human error.

7. DAFTAR PUSTAKA
Annusavice, KJ 2013, Philips’ Science of Dental Materials, 12th edn,
Missouri, Elsevier Saunders, p. 182-91.
Powers, JM & Wataha, JC 2013, Dental Materials : Properties and
Manipulation, 10th edn, Missouri, Elsevier Mosby, p. 114
Sakaguchi, RL & Powers, JM 2012, Craig’s Restorative Dental Material,
13th edn, Philadelphia, Elsevier Mosby, p.113; 303-4.

Anda mungkin juga menyukai