Topik : Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan Perbandingan Air dan
Bubuk
Kelompok : C8
Tgl. Praktikum : 06 Februari 2020
Pembimbing : Soebagio, drg., M.Kes.
Penyusun :
3. HASIL PRAKTIKUM
Catatan : pada saat melakukan praktikum, suhu ruangan sebesar 28 derajat
celcius. Pada saat melakukan praktikum, air yang digunakan bersuhu 28
derajat celcius.
Dalam praktikum ini, kami melakukan praktikum mengenai setting
expansion gipsum bonded, dan melakukan percobaan dengan tiga rasio
W:P yang berbeda, yang pertama adalah 14 ml:40 gram, yang kedua 14
ml:45 gram, dan yang ketiga 14 ml:50 gram. Interval yang digunakan
selama 10 menit, sehingga perhitungan angka pada ekstensometer
dilakukan setiap 10 menit. Kami melakukan perhitungan selama 50 menit,
dan memperoleh angka akhir pada ekstensometer percobaan pertama
sebesar 21, percobaan kedua sebesar 24, dan percobaan ketiga sebesar 25.
(gr)
1 40 0 0,015 0,1 0,16 0,2 0,21
2 45 0 0,02 0,14 0,21 0,23 0,24
3 50 0 0,05 0,15 0,21 0,24 0,25
Grafik 3.1. Hasil Pengukuran Ekstensometer
0.25 0.25
0.24 0.24
0.23
0.21 0.21
0.2 0.2
0.16
0.15 0.15
0.14
0.1 0.1
0.05 0.05
0.02
0.02
00
Menit ke-0 Menit ke-10 Menit ke-20 Menit ke-30 Menit ke-40 Menit ke-50
4. TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Pengertian Gipsum
Gipsum adalah mineral yang diperoleh dari proses
penambangan. Secara kimiawi, gipsum yang digunakan untuk
kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat (CaSO4, 2H2O)
murni. Bidang kedokteran gigi menggunakan gipsum untuk
membuat model kerja dari rongga mulut serta struktur maksilo fasial
dan sebagai bahan pembuatan protesa gigi pada pekerjaan
laboratorium kedokteran gigi. (Annusavice, 2013, hal. 182)
4.2. Penggolongan Gipsum
Menurut ADA No. 25 terdapat 5 jenis gipsum yaitu:
Impression plaster (tipe I), model plaster (tipe II), dental stone (tipe
III), dental stone high strength low expansion (tipe IV) dan dental
stone high strength high expansion (tipe V) (Annusavice, 2013, hal.
190-1)
4.3. Gipsum Tipe III
Gipsum tipe III merupakan hasil dari gipsum yang dipanaskan
pada temperature 125oC di bawah tekanan atmosfer sehingga
mengalami dehidrasi dan kandungan airnya akan berkurang,
senyawa yang dihasilkan dari proses tersebut yaitu α-hemihidrat
yang terdiri dari kristal yang padat, bentuknya teratur, kurang
berporus, dan kristal dengan bentuk prismatik. Karakteristik yang
dimiliki oleh α-hemihidrat menyebabkan gipsum ini membutuhkan
jumlah air yang lebih sedikit dan memiliki kekuatan lebih besar
dibandingkan dengan gipsum tipe II, sehingga gipsum tipe III sering
digunakan sebagai bahan pembuatan model kerja (Sakaguchi &
Powers, 2012, hal. 113). Komposisi gipsum tipe III adalah calcium
sulphate a- hemihydrate, zat pewarna, potassium sulfate (K2SO4)
sebagai aselerator dan borak (Na2B4O7) sebagai retarder.
(Franhouver, dental material at a glance, 8-9)
4.4. Setting expansion
Setting expansion adalah hasil dari pertumbuhan kristal inti
yang saling berkaitan satu sama lain sehingga tercipta tekanan keluar
oleh kristal gipsum. Setiap tipe gipsum memiliki setting expansion
yang berbeda, bergantung pada komposisi gipsum. Pada gipsum tipe
III, setting expansion setelah 2 jam yaitu sebesar 0,00% sampai
0,20%. (Annusavice, 2013, hal.186-90)
Tabel 4.1. Karakteristik Lima Tipe Produk Gipsum
5. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, kami melakukan percobaan mengenai setting
expansion gipsum tipe III, kami melakukan percobaan dengan tiga rasio
W:P yang berbeda, yang pertama 14 ml : 40 gram , yang kedua 14 ml : 45
gram, dan yang ketiga 14 ml : 50 gram. Menurut teori dari Anusavice
(2013), setting expansion maksimum dari gipsum tipe III adalah 0,20%.
Namun, dalam percobaan yang kami lakukan, baik percobaan I,
percobaan II, maupun percobaan III, didapatkan hasil yang berbeda
dengan teori dari Anusavice (2013) yang menyatakan bahwa setting
expansion maksimum gipsum tipe III adalah 0.20%. Hasil dari
pengukuran ekstensometer ketiga percobaan tersebut menunjukkan setting
expansion yang melebihi dari setting expansion maksimum,. Hasil dari
pengukuran ekstensometer percobaan pertama menunjukkan setting
expansion sebesar 0,21 mm, percobaan kedua sebesar 0,24 mm, dan
percobaan ketiga sebesar 0,25 mm.
Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan, diperoleh hasil
yang menunjukkan bahwa semakin besar rasio W:P maka semakin rendah
setting expansion. Hal ini sesuai dengan teori yang sudah ada yang
menyatakan bahwa semakin besar rasio W:P maka semakin sedikit inti
kristalisasi per unit volume yang ada dan dapat dianggap bahwa ruangan
antar-inti lebih besar pada keadaan tersebut, sehingga pertumbuhan
interaksi kristal-kristal dihidrat akan semakin sedikit dan menyebabkan
penurunan setting expansion. (Annusavice et al, 2013, hal. 187)
Ketidaksesuaian antara hasil yang diperoleh dengan teori yang ada
disebabkan karena adanya gangguan pada extensometer yang berfungsi
kurang optimal dan gangguan ketika penggunaan vibrator yang kurang
sesuai dengan waktu seharusnya karena alat yang terbatas sedangkan
jumlah penggunanya banyak sehingga harus bergantian. Ekstensometer
yang berfungsi kurang optimal menyebabkan angka pengukuran kurang
sesuai dan penggunaan vibrator kurang lama menyebabkan adonan gipsum
masih porus sehingga memengaruhi hasil setting expansion. Selain itu, ada
juga faktor human error yaitu lamanya proses pengadukan adonan gipsum
dan ketidaktelitian pada saat pengukuran ekstensometer sehingga hasil
praktikum kurang akurat dan kurang sesuai.
6. KESIMPULAN
Gipsum tipe III dengan w:p ratio 14 ml : 50 gram memiliki setting
expansion yang lebih tinggi daripada gipsun tipe III dengan w:p ratio 14
ml : 45 gram. Sedangkan gipsum tipe III dengan w:p ratio 14 ml : 40
gram memiliki setting expansion yang lebih rendah daripada gipsum tipe
III dengan w:p ratio 14 ml : 45 gram. Sehingga semakin rendah w:p ratio
gipsum tipe III semakin tinggi pula setting expansion-nya. Dalam
percobaan yang kami lakukan, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan
teori setting expansion untuk gipsum tipe III. Dimana dalam teori
Anusavice (2013), disebutkan bahwa setting expansion untuk gipsum tipe
III adalah 0,00%-0,20%. Berbeda dengan hasil percobaan kami, dimana
ketiga percobaan yang kami lakukan menunjukkan hasil setting
expansion yang melebihi 0,20%. Ketidaksesuaian ini disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti gangguan pada ekstensometer, kurangnya waktu
dalam penggunaan vibrator dan juga faktor human error.
7. DAFTAR PUSTAKA
Annusavice, KJ 2013, Philips’ Science of Dental Materials, 12th edn,
Missouri, Elsevier Saunders, p. 182-91.
Powers, JM & Wataha, JC 2013, Dental Materials : Properties and
Manipulation, 10th edn, Missouri, Elsevier Mosby, p. 114
Sakaguchi, RL & Powers, JM 2012, Craig’s Restorative Dental Material,
13th edn, Philadelphia, Elsevier Mosby, p.113; 303-4.