Anda di halaman 1dari 6

http://yosefw.wordpress.

com/2009/03/20/profil-farmakokinetika-pemberian-
obat-melalui-infus/

PROFIL FARMAKOKINETIKA PEMBERIAN OBAT MELALUI INFUS

Posted on March 20, 2009 by farmakoterapi-info


Nama penyusun:
Mayland Yee Sewa (06-087)
Ni Nyoman Manik U. ( 06-091)

Pemberian melalui infus diartikan sebagai pemberian obat secara perlahan-lahan dengan jangka
waktu lama, sehingga didapatkan keseimbangan antara kecepatan masuknya obat ke sirkulasi
sistemik dengan kecepatan eliminasi obat. Tujuan dari pemberian obat melalui infus terutama
adalah agar didapatkan kadar terapetik yang terpelihara (konstan), yang memang diperlukan pada
keadaan keadaan tertentu. Untuk itu, perlu dibedakan pemberian obat bersama infus atau
pemberian obat secara perlahan-lahan. Pada saat akan dimulainya pemberian suatu obat secara
infus, kadar obat dalam tubuh adalah nol. Kemudian diberikan infus, maka kadar obat akan naik,
setelah waktu tertentu proses eliminasi akan seimbang dengan kecepatan masuknya obat,
sehingga didapatkan keadaan yang disebut steady state atau plateau. Steady state ini dapat
dipertahankan, apabila kecepatan infus diatur sedemikian rupa sehingga seimbang dengan
kecepatan eliminasi (lihat Gambar 5).
Dengan demikian, secara matematis jumlah obat yang berada dalam tubuh (Ass) dan
kadar obat dalam darah (Css) pada keadaan steady state (=tunak) dapat diprediksi dengan
formula:
Ro
a) Css = atau Ass = Css x Vd
Kel

Ro
b) Css =
CL
Keterangan :
Css adalah kadar obat pada keadaan tunak
Ro adalah kecepatan infus
CL adalah klirens tubuh total
Ass adalah jumlah obat yang berada dalam tubuh pada keadaan tunak.

Waktu untuk mencapai keadaan tunak pada pemberian obat melalui infus.

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan tunak? Bila infus diberikan dengan
kecepatan yang sama dengan kecepatan eliminasinya, maka keadaan tunak akan tercapai dalam
waktu 3,3 x T 1/2. Pada keadaan tertentu, mungkin waktu ini terlalu lama. Untuk itu, pencapaian
keadaan tunak dapat dipercepat dengan pemberian bolus, yaitu sejumlah dosis obat yang
diberikan secara cepat. Pemberian bisa dilakukan dengan cara mempercepat tetesan infus selama
waktu tertentu, bisa dengan memberikan sejumlah dosis per injeksi intravena (lihat Gambar 6a,
6b, 6c).
Apabila kadar obat selama infus dipertahankan supaya tidak berubah, maka setelah infus
dihentikan, kadar obat akan menurun, mengikuti pola kinetika eliminasi yang dimiliki oleh obat
tersebut (lihat Gambar 7

Contoh obat yang dapat diberikan melalui infus.

Contoh obat yang dapat diberikan melalui infus yaitu metronidazol ( 500 mg metronidazol dalam
100 ml infus). Metronidazol bekerja sebagai bakterisid, amubisid dan trikomonasid.

Farmakokinetik

Absorpsi

Setelah pemberian infus IV selama 1 jam dengan dosis 15 mg/kgBB kemudian diikuti dengan
pemberian infus IV metronidazol Hcl selama 1 jam dengan dosis 7,5 mg/kgBB setiap 6 jam pada
orang dewasa sehat, konsentrasi puncak metronidazol dalam plasma rata-rata 26 g/ml dan
konsentrasi yang mantap dalam plasma rata-rata 18 g/ml. Dalam satu studi crossover pada
orang dewasa, daerah bawah kurva (AUCs = area under the concentration time curves) tidak
ada perbedaan secara signifikan pada pemberian dosis metronidazol tablet 500 mg dengan dosis
infus IV tunggal 500 mg metronidazol HCl yang diberikan selama 20 menit.
Distribusi

Metronidazol didistribusikan secara luas ke dalam jaringan dan cairan tubuh termasuk tulang,
empedu, air liur, cairan pleural, cairan peritoneal, cairan vagina, cairan seminal, cairan
serebrospinal (CSF = cerebrospinal fluid), dan abses hati dan otak. Distribusi pada pemberian
oral maupun pemberian infus IV adalah sama. Konsentrasi metronidazol dalam cairan
serebrospinal dilaporkan sebanyak 43% dari konsentrasi metronidazol dalam plasma, pada
pasien dengan uninflamed meninges serta sebanding atau lebih besar dari konsentrasi
metronidazol dalam plasma pada pasien dengan inflamed meninges. Metronidazol juga
didistribusi ke dalam eritrosit. Ada data yang menduga bahwa volume distribusi metronidazol
menurun pada pasien geriatrik dibandingkan pasien usia muda, hal ini mungkin merupakan
akibat dari menurunnya ambilan metronidazol oleh eritrosit pada pasien geriatrik. Metronidazol
terikat kurang dari 20% pada protein plasma. Metronidazol melewati plasenta, didistribusikan ke
dalam ASI dengan konsentrasi yang sama dengan konsentrasi metronidazol dalam plasma.

Eliminasi:

Waktu paruh dalam plasma dari metronidazol dilaporkan 6-8 jam pada orang dewasa dengan
fungsi ginjal dan hepar normal. Suatu studi dengan menggunakan metronidazol HCl yang
dilabel, waktu paruh dari metronidazol bentuk utuh rata-rata 7,7 jam dan waktu paruh dari
radioaktivitas total rata-rata 11,9 jam. Waktu paruh metronidazol dalam plasma tidak
dipengaruhi oleh perubahan fungsi ginjal, akan tetapi waktu paruh dapat lebih panjang pada
pasien gangguan fungsi hepar. Studi pada orang dewasa dengan penyakit hepar alkoholik dan
gangguan fungsi hepar memperlihatkan bahwa waktu paruh rata-rata 18,3 jam (kisaran: 10,3-
29,5 jam).

Inkompatibilitas obat melalui infus.

Ada obat yang tidak kompatibel dengan kandungan larutan infus. Contoh khas adalah natrium
bikarbonat dengan Ringer laktat atau Ringer asetat. Untuk mencegah inkompatibilitas, penting
dipikirkan bagaimana obat bisa berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika harus mencampur
suatu obat, selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana larutan
yang bisa ditambahkan ke pemberian piggy back; dan larutan bilas apa yang harus
digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk lain untuk menghindari kejadian-
kejadian, seperti pengendapan di dalam selang infus (sebagai Contoh, jangan pernah
memberikan fenitoin ke dalam infus jaga yang mengandung dekstrosa, atau jangan campur
amphotericin B dengan normal saline). Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya
elektrolit (misal. kalium klorida) yang dicampur ke infus kontinyu, misal pada sistem piggyback.
Jika ingin mencampur obat dalam spuit untuk pemberian bolus, pastikan obat - obat ini
kompatibel di dalam spuit. Selain itu perlu waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat
inkompatibilitas bila berkontak dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin
(Dilantin), heparin, midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan dalam
campuran IV.

Daftar Pustaka
Anonim, 2008, Kepentingan Pendidikan Farmakologi Klinik dan Terapetika dan Pengertian
Farmakologi Klinik, www.farklin.com/images/multirow4008d7d67ef72.pdf, diakses
tanggal 18 Maret 2009.
Anonim, 2008, Formulasi steril, http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/pendahuluan-
infus.html, diakses tanggal 18 Maret 2009.
Anonim, 2009, Fladex
Infus,http://www.dexamedica.com/ourproduct/prescriptionproducts/detail.php?
id=67&idc=7, diakses tanggal 18 Maret 2009.
Darmawan, I., 2008, Interaksi Obat : Apa Yang Patut Anda Ketahui, http://www.otsuka.co.id/?
content=article_detail&id=48=id, diakses tanggal 18 Maret 2009.
Arifianto, 2008, Tata Laksana Pemberian Infus,
http://keluargasehat.wordpress.com/2008/03/29/tata-laksana-pemberian-infus/, diakses
tanggal 18 Maret 2009.

Anda mungkin juga menyukai