Anda di halaman 1dari 3

Kerasionalan pengobatan adalah pengobatan yang tepat secara rekam medik dan memenuhi

persyaratan. Pada penelitian kerasionalan pengobatan yang terjadi yaitu sebesar 93,33%. Hal ini
dikarekan adanya ketidaktepatan pada pemberian dosis, dimana dosis yang diberikan terlalu rendah
atau undersoses. Penggunaan obat yang rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai
dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu dan
dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. (WHO,2011).
Tepat diagnosis adalah penentuan jenis penyakit yang didasarkan pada keluhan pasien,
keadaan pasien dan hasil laboratorium. Dikatakan tepat diagnosis jika keluhan dan hasil laboratorium
sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan. (Kemenkes, 2011).
Tepat indikasi penyakit adalah pemberian obat dengan indikasi yang di lihat dari keluhan
(diagnosis) penyakit.Menurut Kemenkes RI (2014), tepat indikasi penyakit merupakan setiap obat
memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya di indikasikan untuk infeksi bakteri.
Dengan demikian, pemberian obat ini hanya di anjurkan untuk pasien yang mempunyai gejala adanya
infeksi bakteri.
Tepat pemilihan obat adalah terapi yang diberikan setelah diagnosis ditegakkan dengan benar
oleh dokter. Obat harus memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.
Tepat dosis adalah kesesuaian dosis obat yang di berikan sesuai range terapi pada pasien.
Menurut Kemenkes RI (2011), dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut.
Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi
kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien
dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu. Menurut Kemenkes RI (2011), dosis, cara dan
lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan,
khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek
samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang
diharapkan.
Tepat cara pemberian adalah cara mengkomsumsi obat yang tepat agar menimbulkan efek
terapi, oleh karena itu sangat penting untuk memberikan cara minum obat yang baik dan benar . Tepat
cara pemberian adalah ketepatan pemilihan cara yang diberikan sesuai dengan diagnosa, kondisi
pasien dan sifat obat. Misalnya peroral (melalui mulut), pervaginal (melalui vagina), perenteral
(melalui suntikan, intravena, intramuscular, subkutan) atau topical (dioleskan dikulit, seperti krim,
gel, salep) (Nasif dkk, 2013). Rute pemberian obat berpengaruh terhadap kecepatan efek yang akan
timbul setelah penggunaan obat.
Tepat interval waktu pemberian adalah aturan pakai interval waktu yang diberikan dalam
mengkomsumsi obat. Tepat interval waktu dapat dilihat dicatatan rekam medik pasien yang dilihat
dari jarak antara waktu obat yang diberikan dengan aturan pakai yang diminum oleh pasien. Tepat
interval waktu pemberian adalah aturan pakai interval waktu yang diberikan dalam mengkomsumsi
obat. Tepat interval waktu dapat dilihat dicatatan rekam medik pasien yang dilihat dari jarak antara
waktu obat yang diberikan dengan aturan pakai yang diminum oleh pasien.
Tepat lama pemberian adalah agar obat dapat memberikan efek terapi yang tepat. Pemberian
obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya, akan mempengaruhi hasil
pengobatan (Kemenkes,2011).
Rasional Terapi
Tata laksana dengue sesuai dengan perjalanan penyakit yang terbagi atas 3 fase yaitu fase
demam,fase kritis, dan fase Penyembuhan/konvalesen. Pada fase demam yang diperlukan
hanya pengobatan bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan( Cairan rumatan
adalah cairan dan elektrolit yang dibutuhkan dalam 24 jam dengan memperhitungkan
cairan yang keluar, baik dalam bentuk uap air saat bernapas, keringat, dan urine) perlu
diberikan.
Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, larutan gula-
garam,jus buah, susu, dan lain-lain.

Peningkatan nilai hematokrit (Ht) 10-20% menandakan pasien memasuki fase kritis dan
memerlukan pengobatan cairan intravena apabila tidak dapat minum oral. Pasien harus
dirawat dan diberikan cairan sesuai kebutuhan. Tanda vital, hasil laboratorium, asupan dan
luaran cairan harus dicatat dalam lembar khusus. Penurunan hematorkrit merupakan tanda-
tanda perdarahan.Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum karena
anoreksia atau dan muntah.
Cairan intravena diberikan apabila terlihat adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan
peningkatan Ht 10-20% atau pasien tidak mau makan dan minum melalui oral. Cairan yang
dipilih adalah golongan kristaloid (ringer laktat dan ringer asetat). Selama fase kritis pasien
harus menerima cairan rumatan ditambah defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang. Pada
pasien dengan berat badan lebih dari 40 kg, total cairan intravena setara dewasa, yaitu 3000
ml/24 jam. Pada pasien obesitas, perhitungkan cairan intravena berdasarkanberat badan idéal.
Pada kasus non syok, untuk pasien dengan berat badan (BB) 40 kg, cairan cukup diberikan
dengan tetesan 3-4 ml/kg/jam.
Setelah masa kritis terlampaui, pasien akan masuk dalam fase penyembuhan, yaitu saat
keadaan overload mengancam. Pada pasien DBD, cairan intravena harus diberikan dengan
seksama sesuai kebutuhan agar sirkulasi intravaskuler tetap memadai. Apabila cairan yang
diberikan berlebihan maka kebocoran terjadi ke dalam rongga pleura dan abdominal yang
selanjutnya menyebabkan distres pernafasan. Tetesan intravena harus disesuaikan berkala
dengan mempertimbangkan tanda vital, kondisi klinis (penampilan umum, pengisian kapiler),
laboratoris (hemoglobin, hematokrit, lekosit, trombosit), serta luaran urin. Pada fase ini sering
dipergunakan antipiretik yang tidak tepat dan pemberian antibiotik yang tidak perlu. Cairan
intravena tidak perlu diberikan sebelum terjadinya kebocoran plasma. Penderita DD
umumnya tidak perlu diberikan cairan intravena.
Baca tabel : sebutkan dapusnya dari buku update penatalksanaan penyakit menular dan
gangguan gastrointerstinal , pada halaman 43-45 tentang Pemilihan Terapi Cairan untuk
Demam Berdarah Dengue.
1. Siti Khadijah, Yunilda Rosa,Masnir Alwi. GAMBARAN KERASIONALAN PENGOBATAN PADA
PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUANG RAWAT INAP RSI PALEMBANG TAHUN
2017. Jurnal Kesehatan : Jurnal Ilmiah Multi Science. 2019 : Vol 9 No.01
2. Rezeki S, Kadim H, Devaera Y, Salamia N, Cahyani I, Ambarsari G, et al. Update Management of
Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders [Internet].2016: 43-45p . Available from:
https://fk.ui.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Buku-PKB-63.pdf

Anda mungkin juga menyukai