Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN TUMOR PARU DI RUANG ANTURIUM


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh
Amanda Putri Anugerah, S.Kep
NIM 122311101065

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus berikut dibuat oleh:

Nama : Amanda Putri Anugerah, S.Kep


NIM : 122311101065
Judul : LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN TUMOR PARU DI RUANG ANTURIUM RSD dr.
SOEBANDI JEMBER

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, ......................... 2017

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

__________________________ _________________________
NIP.............................................. NIP............................................
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR PARU

A. Definisi
Tumor adalah pertumbuhan jaringan tubuh dimana terjadi proliferasi yang
abnormal dari sel-sel. Sinonim dari tumor yaitu neoplasma. Paru merupakan organ
elastis berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada. Jenis tumor paru
dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan
NSLC (Non Small Cell Lung Cancer) atau karsinoma skuamosa, adenokarsinoma,
serta karsinoma sel besar.
Tumor paru adalah suatu jenis tumor yang sulit disembuhkan, tumor ini
tumbuh di organ paru-paru. Tumor paru diakibatkan oleh sel yang membelah dan
tumbuh tidak terkendali di bagian organ paru-paru. Proses keganasan pada epitel
bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada
masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan
bentuk epitel dan menghilangnya silia. Pada umumnya tumor paru terbagi atas
tumor jinak antara lain adenoma, hamartoma dan tumor ganas adalah karsinoma
bronkogenik. Menurut Hood Alsagaff, dkk (1993), karsinoma bronkogenik adalah
tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas.

B. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum
diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen
merupakan factor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan
predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis.
Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah rokok.
1. Pengaruh Rokok
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat
karsinogen terhadap organ tubuh. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C),
kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah
dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan zat yang bersifat
karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat mengakibatkan perubahan
epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.
Menurut Guidotti (2007) yang dikutip oleh Irawan (2008), rokok
yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel yang
berbahaya. Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan
dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini
bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa
oksigen ke jantung. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulant
dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam tembakau ini
sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan system saraf. Efek jangka
panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak untuk
mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan
kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan.
Tar mengandung zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan
menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak
polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar
dapat membuat system pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah
pembengkakan selaput mucus.
2. Pengaruh paparan industri
Yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen, seperti:
a. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos
dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
b. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium
mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada
populasi umum.
c. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
3. Pengaruh Genetik dan status imunologis
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam
kanker paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding
enzyme. Teori Onkogenesis menjelaskan bahwa terjadinya kanker paru
didasari dari tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen).
Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan
pasangan basanya, tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan
dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara
alamiahprogrammed cell death) Pcrubahan tampilan gen kasus ini
menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel
kanker dengansifat pertumbuhan yang otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler
menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit,
tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi
umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan
lebih cepat meninggal (Alsagaff & Mukty, 2002).
4. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang
menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan
jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A
yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
5. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi
tumor paru melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu
dari karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan
parut tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9%
dari kasus karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186
karsinoma parut tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut
dicatat bahwa data ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden
tuberkulosis paru hanya 0,015% atau 1/20 insiden tuberkulosis di
Indonesia (Alsagaff & Mukty, 2002).

C. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor
lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko
terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang
bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel.
Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu
timbulnya penyakit tumor. Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik
atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar
dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan
yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya
tumor, hal ini berlangsung lama meingguan sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak
terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil
umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan
adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli.
Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga
mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokarsinoma
prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.

D. Pathway
-Asap rokok
-Polusi Udara
-Pemajanan Okupasi

Iritasi mukosa Bronkus

Peradangan Kronik

Pembelahan sel yang tidak terkendali

Karsinoma paru
Iritasi oleh massa tumor Adanya massa dalam paru
Nyeri Peningkatan Kerusakan membran alveoli
Sekresi mukus Gangguan pertukaran gas
Penurunan ekspansi paru
Batuk Sesak nafas

Pola nafas tidak


efetkif

Bersihan jalan nafas tidak efektif malaise


Intoleran aktivitas

E. Tanda dan Gejala klinis


Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan
infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2
minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea,
hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang sudah
berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava
superior syndroma).
Rata rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal
25 tahun. Alasannya adalah pada saat kanker paru terdiagnosa, sudah metastase
ke daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien lansia dan pasien dengan kondisi
penyakit lain, lama hidup mungkin lebih pendek.

F. Klasifikasi/Pentahapan Klinik (Clinical staging)


Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T : T0 : tidak tampak tumor primer
T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis,
namun berjarak lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi
pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah
dekat karina dan atau disetai efusi pleura.
2. N : N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau
kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M : M0 : tidak terdapat metastase jauh
M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ organ lain.

G. Test Diagnostik
1. Chest x ray, tomografi dada dan CT scanning merupakan pemeriksaan awal
sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan
bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian
hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga
untuk menilai doubling time. Dilaporkan bahwa, kebanyakan kanker paru
mempunyai doubling time antara 37-465 hari. Bila doubling time > 18 bulan,
berarti tumoraya benigna. Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi
berbentuk bulat konsentris, solid dan adanya klasifikasi yang tegas.
Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat
menunjang kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto dada biasa
tidak dapat memastikan keberadaan tumor. Pemeriksaan penunjang radiologis
lain yang kadang-kadang diperlukan juga adalah bronkografi, fluoroskopi,
superior vena cavografi, ventilation/perfusion scanning, ultrasound
sonography.
Pemeriksaan CT Scan pada torak, lebih sensitif daripada pemeriksaan foto
dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter
minimal 3 mm, walaupun positif palsu untuk kelainan sebesar itu mencapai
25-60%. Bila fasilitas ini memungkinkan, pemeriksaan CT Scan bisa sebagai
pemeriksaan skrining kedua setelah foto dada biasa. Pemeriksaan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan, karena ia hanya terbatas
untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi kedalam vertebra, medula
spinal, mediastinum, di samping biayanya juga cukup mahal.
Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan torak.
Saat ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni
Positron Emission Tomography (PET) yang dapat membedakan tumor jinak
dan ganas berdasarkan perbedaan biokimia dalam metabolisme zat-zat seperti
glukosa, oksigen, protein, asam nukleat. Contoh zat yang dipakai: methionine
11C dari F-18 Jluorodeoxyglucose (FD6).
Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil
tersebut kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan spesifisitas cara
PET ini dilaporkan 83-93% sensitif dan 60-90% spesifik. Beberapa positif
palsu untuk tanda mahgnan ditemukan juga pada lesi inflamasi dan infeksi
seperti aspergilosis dan tuberkulosis. Dari beberapa studi diketahui
pemeriksaan PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada pemeriksaan
CT Scan.
2. Bone scanning
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang.
Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLQ ke tulang dilaporkan sebesar
15%.
3. Tes laboratorium
Pengumpulan sputum untuk sitologi, bronkoskopi dengan biopsi, hapusan dan
perkutaneus biopsy. Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila
pasien ada keluhan batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil
positif karena ia tergantung dari: Letak tumor terhadap bronkus, Jenis tumor,
Teknik mengeluarkan sputum, Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan
pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut, Waktu pemeriksaan sputum (sputum harus
segar).
Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa.
Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining
untuk diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan diagnosis
dini pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb dengan antibodi
624H untuk antigen SCLC (small cell lung cancer) dan antibodi 703 D. untuk
antigen NSCLC (non small cell lung cancer). Laporan dari National Cancer
Institute USA tehnik ini memberikan hasil 91% sensitif dan 88% spesifik.
Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada
cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan dan
sikatan bronkus pada bronkoskopi.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Manajemen umum : terapi radiasi
Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang
tidak bisa dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal dan
hanya menyembuhkan sedikit diantaranya Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis,
batuk, sesak napas atau nyeri local.
2. Pembedahan : Lobektomi, pneumonektomi, dan reseksi.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya <
25% kasus yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya (5% dari semua kasus)
yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3% pada
lobektomi dan 6% pada pneumonektomi.
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara
total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada
kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2
N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLS. Luas reseksi atau pembedahan
tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan paliatif
mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian
kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik. Prinsip
pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan
KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumoktomi. Segmentektomi
atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi.
Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas
sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi
sistematis, serta diperiksa secara patologis anatonis (PDPI, 2003).
3. Terapi obat : kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil
(KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk
kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian
kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang
diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai
penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK sebagai
upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal maupun bersama
modiliti lain, yaitu radioterapi dan atau pembedahan. Indikasi pemberian
kemoterapai pada kanker paru ialah:
a. Penderita kanker paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau dengan
gejala.
b. Penderita kanker jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB dan IV), jika memenuhi syarat dikombinasi dengan
radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.
c. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil stage I, II, dan III yang telah dibedah.
d. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan
beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini
kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.
Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikus, bila penderita
menunjukkan respon yang memadai. Evaluasi respon terus dilakukan dengan
melihat perubahan ukuran tumor pada foto thorax PA setelah pemberian (siklus)
kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah
4 kali pemberian.
4. Terapi endobronkia, seperti kemoterapi, terapi laser atau penggunaan stent
dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit
endobronkial yang signifikan.
5. Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dispnea.
Steroid membantu mengurangi gejala non spesifik dan memperbaiki selera
makan.

I. Pengkajian
1. Keadaan umum: lemah, sesak yang disertai dengan nyeri dada.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
- Sesak nafas, nyeri dada
- Batuk produktif tak efektif
- Suara nafas: mengi pada inspirasi
- Serak, paralysis pita suara.
b. Sistem kardiovaskuler
1. tachycardia, disritmia
2. menunjukkan efusi (gesekan pericardial)
c. Sistem gastrointestinal: Anoreksia, disfagia, penurunan intake
makanan, berat badan menurun.
d. Sistem urinarius: Peningkatan frekuensi/jumlah urine.
e. Sistem neurologis
1. Perasaan takut/takut hasil pembedahan
2. Kegelisahan
3. Kebutuhan dasar
1) Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin, dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).

2) Sirkulasi
Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial
(menunjukkan efusi), Takikardi/ disritmia, Jari tabuh.
3) Integritas ego
Gejala : Perasaan takut. Takut hasil pembedahan,Menolak kondisi yang
berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang ulang.
4) Eliminasi
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid)
5) Makanan/ cairan
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan
cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema
wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
6) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau
adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang timbul.
7) Pernafasan
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu
industri, Serak, paralysis pita suara, Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja. Peningkatan fremitus taktil
(menunjukkan konsolidasi). Krekels/ mengi pada inspirasi atau
ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap;
pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
8) Keamanan
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)
9) Seksualitas
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar). Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma
sel kecil)
10) Penyuluhan
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis,
Kegagalan untuk membaik.

J. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi sputum yang berlebih
2) Nyeri akut b.d agen cedera
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis
4) Intoleran aktivitas b.d ketidaksimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen

K. Intevensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Ketidak NOC: NIC:
1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
efektifan - respiratory status:
2. Berikan terapi O2
bersihan ventilation 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas
jalan - respiratory status: dalam
airway patency 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
nafas b.d
- aspiration control ventilasi
produksi Setelah dilakukan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sputum asuhan keperawatan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas. Catat adanya suara
yang 1x24 jam pasien
tambahan
berlebih menunjukkan 8. Berikan bronkodilator
keefektifan jalan nafas 9. Monitor status dinamik
10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
dengan kriteria hasil:
- mendemonstrasikan lembab
11. Atur intake untuk ciran mengoptimalkan
batuk efektif dan suara
keseimbangan
nafas yang bersih, 12. Monitor respirasu dan status O2
tidak ada sianosis dan 13. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk

dyspneu mengencerkan sekret


- menunjukkan jalan 14. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang

nafas yang paten penggunaan peralatan: suction, O2, inhalasi


- saturasi O2 dalam
batas normal

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Nyeri NOC : NIC : PAIN MANAGEMENT
akut b.d - Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- pain control,
agen - comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
injury Setelah dilakukan kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
(fisik) tindakan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
keperawatan selama 1 x menemukan dukungan
24 jam nyeri dapat 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
berkurang, dengan seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
kriteria hasil: 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Mampu intervensi
mengontrol nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam,
(tahu relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- penyebab nyeri, 8. Tingkatkan istirahat
9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
mampu
nyeri
menggunakan
Kolaborasi :
tehnik
1. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri bila perlu
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
- Tanda vital dalam
rentang normal
- Tidak mengalami
gangguan tidur

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Ketidak NOC: NIC: NUTRITION MANAGEMENT
seimbang - Nutritional status: 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
an nutrisi adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori yang di butuhkan
kurang - Nutrional status: food pasien
and fluaid intake 2. Monitor adanya penurunan berat badan
dari
- Weight control 3. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
kebutuha
Setelah dilakukan protein, Hb dan kadar Ht
n tubuh 4. Monitor mual dan muntah
b.d faktor tindakan keperawatan 5. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
biologis selama.... nutrisi kuran jaringan konjungtiva
6. Monitor intake nutrisi
teratasi dengan kriteria
7. Atur posisi semi fowler atau fowler selama
hasil:
makan
- Albumin serum 8. Anjurkan banyak minum
9. Pertahankan terapi iv line
- Albumin serum
10. Beri makan sedikit tapi sering
- Hematokrit 11. Kolaborasi pemberian antiemetik: Ranitidin
- Hemoglobin
- Total iron binding
capasity
- Jumlah limfosit
- Tidak terjadi penurunan
berat badan

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Intoleran NOC: NIC:
- Self care: ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
aktivitas
- Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
b.d - Konservasi energi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
ketidaksi Setelah dilakukan
kelelahan
mbangan asuhan keperawatan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
antara selama 3x24 jam. adekuat
Pasien bertoleransi 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
suplai
5. Monitor respon kardiovaskuler terhadap
dan terhadap aktivitas
aktivitas
kebutuha dengan kriteria hasil: 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
- Berpartisipasi dalam
n oksigen pasien
aktivitas fisik tanpa 7. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
disertai peningkatan yang mampu dilakukan
tekanan darah, nadi, 8. Bantu untuk memiih aktivitas konsisten yang

dan RR sesuai dengan kemampuan fisik


- Mampu melakukan 9. Bantu kien/keluarga untuk mengidentifikasi

aktivitas sehari-hari kekurangan dalam aktivitas


10. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
secara mandiri
- Keseimbangan spiritual
aktivitas dengan
istirahat

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC


Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih
bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih
bahasa Suharyati S, volume 1, EGC, Jakarta
Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 Volume 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai