Anda di halaman 1dari 23

HUBUNGAN TINGKAT SELF CARE DENGAN TINGKAT HbA1C PADA

KLIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP


DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Yulianti Kusniyah, Nursiswati, Urip Rahayu

ABSTRAK
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis berjangka panjang,
bila diabaikan terjadi komplikasi diabetik. Komplikasi tersering dialami klien DM
tahun 2010 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah (1) neuropati; (2)
retinopati; (3) coronary hearth disease; dan (4) nefropati diabetik. Self care
berperan penting dalam mencegah komplikasi diabetik. Pengelolaan DM sangat
diperlukan, pemeriksaan HbA1C digunakan untuk menilai status glikemik jangka
panjang dan menurunkan komplikasi.
Penelitian bertujuan mendapatkan gambaran hubungan tingkat self care
dengan tingkat HbA1C pada klien DM tipe 2. Rancangan penelitian yang
digunakan, deskriptif menggunakan studi korelasi. Sub variabel self care terdiri
dari pengontrolan gula darah, insulin dan perencanaan makan, olahraga, dan
penanganan hipoglikemik. Pengambilan sampel menggunakan teknik
consecutive sampling berjumlah 93 sampel. Teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner modifikasi self care inventory-revised (SCI-R). Analisis
univariat menggunakan kategori, sedangkan bivariat menggunakan korelasi
rank spearman.
Hasil penelitian menunjukkan 90% dapat diyakini bahwa terdapat
hubungan yang cukup berarti antara tingkat self care dengan tingkat HbA1C.
Nilai koefisien korelasi rank spearman rs = 0,601 (p < 0,001) dan berpola positif
artinya semakin tinggi tingkat self care maka semakin baik tingkat HbA1C-nya.
Peran perawat sebagai edukator, yaitu memberi dukungan dengan
pendidikan kesehatan tentang pentingnya self care dan pemeriksaan HbA1C
dalam mencegah komplikasi diabetik agar klien tahu, mau dan mampu
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Perawat juga sebagai advokat,
melindungi hak klien dan mengevaluasi hasil pemeriksaan HbA1C dalam rangka
meningkatkan self care klien DM.

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Self Care, HbA1C

ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a long-term chronic diseases, diabetic
complications occur if ignored. DM complications experienced by clients in 2010
in Dr. Hasan Sadikin is (1) neuropathy; (2) retinopathy; (3) coronary hearth
disease; and (4) diabetic nephropathy. Self care played an important role in
preventing diabetic complications. DM management is necessary, HbA1C
examination used to assess the long-term glycemic status and reduce
complications.
The research aims to obtain the level of self care relationship with HbA1C
levels in type 2 diabetic clients. The research design used, using descriptive

Halaman | 1
correlation study. Sub-variables self care consists of controlling blood sugar,
insulin and eating plan, exercise, and hypoglycemic treatment. Sampling using
consecutive sampling totaling 93 samples. Data collection techniques using
modified self care inventory questionnaire-revised (SCI-R). Univariate analysis
using the categories, while using the bivariate spearman rank correlation.
Results showed 90% believed that there can be a significant relationship
between level of self care with HbA1C levels. Value spearman rank correlation
coefficient rs = 0.601 (p < 0.001) and positive figured it means the higher level
of self care the better his HbA1C level.
The role of nurses as educators, namely to provide support with health
education about the importance of self care and examination of HbA1C in
preventing diabetic complications so that clients know, willing and able to apply
them in everyday life. Nurses as well as advocate, to protect the rights of
clients and evaluate the results of HbA1C in order to improve diabetes self care
clients.

Keywords : Diabetes Mellitus, Self Care, HbA1C

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN terpusat di negara yang


Diabetes melitus (DM) disebut juga penghasilannya kecil dan
the silent killer merupakan penyakit menengah. Dari angka tersebut
yang akan memicu krisis kesehatan berada di Asia, terutama India,
terbesar pada abad ke-21. Negara Cina, Pakistan, dan Indonesia.
berkembang seperti Indonesia Organisasi Kesehatan Dunia (WHO,
merupakan daerah yang paling 2003) menyatakan kasus diabetes di
banyak terkena DM. Indonesia Asia akan naik sampai 90% dalam
merupakan negara dengan jumlah 20 tahun ke depan.
penderita diabetes ke-4 terbanyak di Prevalensi DM di Indonesia
dunia setelah Cina, India dan meningkat dari 1,5% sampai
Amerika Serikat. Setiap tahun ada dengan 2,3% (Soegondo dkk.,
3,2 juta kematian yang disebabkan 2004). Dari prevalensi tersebut
langsung oleh DM. Itu berarti ada 1 dapat diperkirakan bahwa jumlah
orang per 10 detik atau 6 orang per penderita DM pada tahun 1994
menit yang meninggal akibat adalah 2,5 juta; tahun 1998
penyakit yang berkaitan dengan DM. sebanyak 3,5 juta; tahun 2000
Laporan statistik dari sebanyak 4 juta, yang merupakan
International Diabetes Federation 6% dari populasi dewasa; tahun
(IDF, 2006) menyebutkan, bahwa 2010 sebanyak 5 juta; tahun 2020
sekarang sudah ada sekitar 230 juta sebanyak 6,5 juta. Peningkatan
penderita DM di seluruh dunia. terbesar akan terjadi pada tahun
Angka ini terus bertambah hingga 3 2030 sebanyak 21,3 juta penderita
persen atau sekitar 7 juta orang diabetes (Soegondo dan Sukardji,
setiap tahunnya. Dengan demikian, 2008). Melihat tendensi kenaikan
jumlah penderita DM diperkirakan kekerapan diabetes secara global
akan mencapai 350 juta pada tahun yang terutama disebabkan oleh
2025, diantaranya 80% penderita karena peningkatan kemakmuran

Halaman | 2
suatu populasi, maka dengan DM merupakan penyakit yang
demikian dapat dimengerti bila berjangka panjang ditandai dengan
dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade dua defek metabolik (khususnya
yang akan datang kekerapan pada DM tipe 2) yaitu gangguan
diabetes melitus di Indonesia akan sekresi insulin pada sel beta di
meningkat dengan drastis. pankreas dan ketidakmampuan
Data Departemen Kesehatan jaringan perifer berespons terhadap
menyebutkan jumlah penderita DM insulin (resistensi insulin), maka bila
menjalani rawat inap dan jalan diabaikan komplikasi penyakit DM
menduduki urutan ke-1 di rumah dapat menyerang seluruh anggota
sakit dari keseluruhan pasien tubuh bahkan DM menempati
penyakit dalam (Prihatno, 2006). urutan ke enam yang menyebabkan
Menurut BAB ICD-X, distribusi kematian di Bandung, (SP2RS
pasien baru DM yang berobat jalan Dinkes Kota Bandung, 2007).
ke rumah sakit di Indonesia Komplikasi tersering yang dialami
berjumlah 45.368 orang dan jumlah pasien DM di RSUP Dr. Hasan
kunjungan sebanyak 180.926 orang Sadikin adalah (1) neuropati; (2)
dengan admission rate sebesar 3.99 retinopati; (3) coronary hearth
sedangkan distribusi pasien baru disease; dan (4) nefropati diabetik
yang rawat inap berjumlah 83.045 (medical record, 2010).
orang dan jumlah pasien yang Self care (perawatan diri)
meninggal berjumlah 5.585 orang memainkan peranan penting dalam
dengan angka Case Fatality Rate manajemen DM, terutama dalam
(CFR) sebesar 6.73% (Ditjen mencegah terjadinya komplikasi
Yanmed Depkes RI, 2009). diabetik. Komplikasi menjadikan
Jumlah pasien DM di Jawa penyakit DM semakin parah dan
Barat yang berobat ke rumah sakit memerlukan waktu yang lama untuk
mengalami peningkatan. Pasien DM sembuh, biaya untuk berobat pun
usia 4564 tahun yang berobat jalan semakin mahal. Di RSUP Dr. Hasan
berjumlah 21.168 orang atau Sadikin Bandung, rata-rata klien DM
4.91%. Sedangkan pasien DM usia komplikasi tanpa luka menjalani
4564 tahun menjalani rawat inap perawatan hingga 812 hari,
berjumlah 4.362 orang atau 5.20% sedangkan bagi klien DM komplikasi
(Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan luka mencapai 120 hari atau
2007). Di Poliklinik Endokrin RSUP 4 bulan. Untuk klien DM tanpa
Dr. Hasan Sadikin Bandung jumlah komplikasi, lama perawatan adalah
pasien yang berobat jalan rata-rata 5 hari. Bila terlalu lama dibiarkan,
setiap tahun kasus baru mencapai komplikasi diabetik dapat
500600 orang dimana jenis DM menimbulkan kecatatan hingga
terbanyak adalah DM Tipe 2 (90%). kematian. Kecatatan akan membuat
Begitu pula dengan pasien DM yang seseorang merasa tidak berguna
rawat inap mengalami peningkatan lagi dalam hidupnya karena
25% dari jumlah keseluruhan 300 keterbatasan fisik dan muncul
pasien rawat inap (Hasil perasaan harga diri rendah atau
Wawancara, 2010). kurang percaya diri. Keadaan
demikian disebabkan oleh banyak

Halaman | 3
hal diantaranya tidak adekuat insulin untuk menilai status glikemik jangka
dan perencanaan makan, upaya panjang dan berguna pada semua
menjalankan latihan fisik/olahraga, tipe penyandang DM.
pengontrolan gula darah teratur, Kendali glikemik yang baik
serta penanganan segera terhadap berhubungan dengan menurunnya
hipoglikemik. (La Greca et al, 2005). komplikasi DM. Temuan utama studi
Self care dapat meningkatkan diabetes, Diabetes control and
kualitas hidup seseorang yang complication trial (DCCT) telah
sangat dipengaruhi oleh menunjukkan pentingnya tes
pengetahuan/depresi, perilaku HbA1C. Studi menunjukkan bahwa
terhadap sakit, lama penyakit yang menurunkan angka HbA1C dapat
diderita, dan faktor ekonomi menunda atau mencegah komplikasi
(MinKyoung, 2010: 9398). Self kronis. Studi juga menunjukkan
care yang berkelanjutan pada bahwa menurunkan kadar
dasarnya dapat membentuk cara hemoglobin HbA1C agar tetap
hidup seseorang dalam mencegah, dalam kadar normal dapat
mengenali, dan mengelola penyakit meningkatkan peluang seseorang
yang dideritanya. Sehingga untuk tetap sehat. Pengendalian DM
diharapkan dengan self care akan tipe 1 dengan HbA1C yang baik
meningkatkan derajat kesejahteraan dapat mengurangi komplikasi kronik
seseorang dengan melaksanakan DM antara 2030%. Bahkan hasil
perawatan yang tepat sesuai dari the United Kingdom Prospective
dengan kondisi dirinya sendiri. Diabetes Study (UKPDS)
Tindakan pengendalian DM menunjukkan setiap penurunan 1%
sangat di perlukan, khususnya dari HbA1C (misal dari 9 ke 8%),
dengan mengusahakan tingkat gula akan menurunkan risiko komplikasi
darah sedekat mungkin dengan sebesar 35% (dalam Delamater,
normal, merupakan salah satu 2006).
usaha pencegahan yang terbaik Pada Juli 2009, the
terhadap kemungkinan International Expert Committee
berkembangnya komplikasi dalam merekomendasikan kriteria
jangka panjang (Sustrani Alam dan diagnostik tambahan dari hasil
Hadibroto, 2005). Adapun kriteria HbA1C 6,5% untuk diabetes
untuk menyatakan pengendalian dengan faktor yang
yang baik diantaranya: tidak mempengaruhinya adalah anemia
terdapat atau minimal glukosaria, berat, kehamilan, gagal ginjal dan
tidak terdapat ketonuria, tidak ada hemoglobinopati. Pemantauan
ketoasidosis, jarang sekali terjadi dengan menggunakan HbA1C
hipoglikemia, glukosa pp normal, merupakan standar emas
dan HbA1C (Glycated Hemoglobin pemeriksaan gula darah dibanyak
atau Glycosylated Hemoglobin) sentral, tes ini memberikan
normal. Dari keenam kriteria masukan yang penting untuk
tersebut, maka hasil pemeriksaan profesional perawatan kesehatan
HbA1C merupakan pemeriksaan dan klien. Karena itu, pemahaman
tunggal yang sangat akurat dari tes ini dan implikasinya
dibanding pemeriksaan yang lain terhadap risiko kesehatan jangka

Halaman | 4
panjang adalah sangat penting bagi mengangkut oksigen, tetapi kadar
klien. Kelebihan pemeriksaan ini HbA1C yang tinggi mencerminkan
adalah penanda paparan kumulatif kurangnya pengendalian diabetes.
kadar gula darah berlebih selama Setelah kadar normoglikemik
periode 2 3 bulan (dalam menjadi stabil, kadar HbA1C kembali
American Journal of Medicine, ke normal dalam waktu sekitar 3
2007). minggu.
Seseorang yang melakukan HbA1C terbentuk dari ikatan
tes harian pada glucometer dan glukosa dengan gugus amida pada
menunjukkan hasil yang tinggi asam amino valin di ujung rantai
merupakan implikasi dari nilai kadar beta dari globulin Hb dewasa normal
HbA1C yang tinggi pula. Hasil pada yang terjadi pada 2 tahap. Tahap
glucometer tinggi bila asupan pertama terjadi ikatan kovalen
makanan tidak sesuai dengan diet aldimin berupa basa Schiff yang
yang dianjurkan, tidak pernah bersifat stabil dan tahap kedua
melakukan olahraga, dan terjadi penyusunan kembali secara
sebagainya. Sedangkan kadar Amadori menjadi bentuk ketamin
HbA1C tinggi bila kadar gula darah yang stabil. Pada keadaan
terakumulasi secara berkepanjangan hiperglikemik akan meningkatkan
dari hasil pengukuran pada pembentukan basa Schiff antara
glucometer sebelumnya. HbA1C gugus aldehid glukosa dengan
terbentuk pasca-translasi yang residu lisin, arginin, dan histidin.
berlangsung lambat dan tidak Selain itu, produk glikosilasi kolagen
dipengaruhi oleh enzim sepanjang dan protein lain yang berumur
masa hidup eritrosit. Karena itu panjang dalam interstisium dan
pada eritrosit yang lebih tua dinding pembuluh darah mengalami
kadarnya lebih tinggi daripada serangkaian tata ulang untuk
eritrosit yang lebih muda. membentuk irreversible advanced
Hemoglobin bercampur glycosylation end products (AGE),
dengan larutan berkadar glukosa yang terus menumpuk di dinding
tinggi, rantai beta molekul pembuluh. AGE ini memiliki
hemoglobin mengikat satu gugus sejumlah sifat kimiawi dan biologik
glukosa secara ireversibel, maka yang berpotensi patogenik dan
proses ini dinamakan glikosilasi. diduga turut mendasari komplikasi
Glikosilasi terjadi secara spontan diabetik.
dalam sirkulasi dan tingkat Beberapa obat hipoglikemik
glikosilasi ini meningkat apabila oral (OHO) dapat menurunkan
kadar glukosa dalam darah tinggi. kadar HbA1C sebesar 0.52%
Pada orang normal, sekitar 46% bergantung cara kerja obat-obatan
hemoglobin mengalami glikosilasi tersebut, yang sebagian besar akan
menjadi hemoglobin glikosilat atau meningkatkan sekresi dan
HbA1C. Pada hiperglikemia yang sensitivitas terhadap insulin. Terapi
berkepanjangan, kadar HbA1C farmakologis saja tidak akan
dapat meningkat hingga 1820%. berhasil dalam pengobatan DM
Glikosilasi tidak mengganggu karena yang terpenting adalah cara
kemampuan hemoglobin merubah pola hidup seseorang

Halaman | 5
dengan self care sebagai pilihan sehingga dapat terus dipantau
yang terbaik untuk diterapkan. keberhasilan program perencanaan
Namun perlu diperhatikan pula perawatan diri (farmakologis
berbagai efek samping yang maupun non farmakologis). Bila
ditimbulkan, seperti hipoglikemia kadar gula darah sewaktu normal
dan klien perlu tahu bagaimana tetapi kadar HbA1C tinggi, berarti
mengatasi keadaan hipoglikemia kontrol belum baik yang
tersebut yang memang sebelumnya kemungkinannya antara lain karena
telah ada dalam perencanaan klien taat mengontrol gula darah di
perawatan diri. rumah, insulin dan perencanaan
Pemeriksaan HbA1C untuk makan yang ketat, olahraga teratur,
penyandang DM tipe I dilakukan 4 atau penanganan hipoglikemik yang
kali setahun, sedangkan untuk baik hanya beberapa hari sebelum
penyandang DM tipe 2 dianjurkan 2 datang ke Poliklinik untuk diperiksa.
kali. Di Poliklinik Endokrin RSUP Dr. Klien harus berusaha menerapkan
Hasan Sadikin, pemeriksaan HbA1C self care tersebut bukan sekedar
dilakukan jika memang terdapat ingin mendapatkan hasil
keluhan dari klien, gula darah pemeriksaan kadar gula darah
sewaktu dan 2 jam pp terus sewaktu yang normal tetapi kadar
meningkat, sehingga dokter pun HbA1C yang normal pula.
menganjurkan untuk pemeriksaan Hasil penelitian sebelumnya
HbA1C. Rata-rata kadar HbA1C pada menyatakan bahwa pengetahuan
klien DM di Poliklinik Endokrin tentang perawatan diri pada klien
berada pada kisaran 7%8% atau DM Tipe 2 di Poliklinik Endokrin
kadar HbA1C sedang dan paling RSUP Dr. Hasan Sadikin sudah
tinggi berada pada nilai 12,4% atau cukup baik (55%), baik (25%), dan
kadar HbA1C buruk (Hasil kurang baik (20%) (Haryati, 2003).
Wawancara, 2010). Hal tersebut menggambarkan klien
Self care merupakan usaha DM sudah mengetahui aktivitas
individu, tindakan tingkah laku yang yang harus dilakukan dalam
dipelajari dan merupakan tindakan perawatan diri tetapi belum
yang disengaja untuk maksimal penerapannya sehingga
mempertahankan dan meningkatkan mendorong untuk lebih tahu
status kesehatan dan hubungan antara meningkatnya
kesejahteraannya (Orem, 2001). kadar HbA1C dengan perawatan diri
Usaha individu dapat ditunjukkan yang dilakukan klien DM.
pada beberapa perilaku yang Hasil wawancara dengan 10
mencerminkan aktivitas self care, orang klien yang berobat jalan di
diantaranya pengontrolan gula Poliklinik Endokrin RSUP Dr. Hasan
darah, insulin dan perencanaan Sadikin, diantaranya 5 klien DM
makan, olahraga, dan penanganan terkontrol (HbA1C 7%) dan 5
hipoglikemik (La Greca, 2005). klien DM tak terkontrol (HbA1C >
Aktivitas tersebut bertujuan untuk 7%). Dari 5 klien DM terkontrol;
mencegah peningkatan kadar gula diperoleh 2 orang selalu mengecek
darah tidak hanya dalam jangka kadar gula darah di rumah, 3 orang
pendek tetapi jangka panjang kadang-kadang mengecek kadar

Halaman | 6
gula darah di rumah; 5 orang selalu berikutnya yang berkesinambungan.
teratur minum obat/menyuntikkan Dalam melaksanakan tugasnya
insulin; 3 orang selalu menerapkan sebagai pendidik, perawat
diet, 2 orang kadang-kadang tidak berkolaborasi dengan petugas
mematuhi diet; 5 orang selalu kesehatan lainnya untuk
teratur berobat jalan ke poliklinik; 3 memberikan penyuluhan disaat jam
orang selalu melakukan olahraga, 2 kunjungan klien ke Poliklinik dan
orang kadang-kadang melakukan materi penyuluhan disesuaikan
olahraga. Sedangkan 5 klien DM tak dengan apa yang dibutuhkan klien.
terkontrol; diperoleh 2 orang selalu Keterbatasan jumlah perawat di
mengecek kadar gula darah di Poliklinik Endokrin, yaitu 3 orang
rumah, 1 orang kadang-kadang terkadang membuat waktu untuk
mengecek kadar gula darah di penyuluhan menjadi berkurang.
rumah, 2 tidak pernah mengecek Alasan memilih tempat di
kadar gula darah di rumah; 5 orang RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung
hampir pernah terlewat minum karena merupakan Rumah Sakit
obat/menyuntikkan insulin; 2 orang rujukan tertinggi di Jawa Barat dan
selalu menerapkan diet nutrisi, 3 penyedia fasilitas pelayanan
orang kadang-kadang menerapkan pemeriksaan HbA1C, serta
diet nutrisi; 3 orang selalu teratur merupakan tempat dimana
berobat jalan ke poliklinik, 2 orang terdapatnya perkumpulan kelompok
jarang berobat jalan ke poliklinik; 1 penderita DM yang dikenal dengan
orang selalu melakukan olahraga, 1 Persatuan Diabetes Indonesia
orang jarang melakukan olahraga, 3 (PERSADIA) dan merupakan
orang tidak pernah melakukan PERSADIA pusat di kota Bandung
olahraga. Terdapat perbedaan dengan tujuan untuk memotivasi
perawatan diri pada masing-masing penderita untuk tetap hidup sehat
klien DM terkontrol maupun tak dengan selalu menerapkan kontrol
terkontrol. glikemik yang baik sehingga kualitas
Perlu penatalaksanaan medis hidup dapat tercapai dengan
dan keperawatan untuk mencegah maksimal.
komplikasi akut seperti ketoasidosis Self care yang berkelanjutan
dan sindrom koma hiperglikemik pada dasarnya dapat membentuk
hiperosmolar non ketotik yang dapat cara hidup seseorang dalam
menyebabkan koma, kematian dan mencegah, mengenali, dan
juga dapat menyebabkan komplikasi mengelola penyakit yang diderita.
kronis, seperti penyakit Namun dalam kenyataannya,
makrovaskuler dan mikrovaskuler. penerapan self care berbeda pada
Perawat sebagai pemberi asuhan masing-masing orang. Masih
keperawatan langsung kepada klien tingginya nilai HbA1C pada klien DM
ataupun sebagai pengelola di Poliklinik Endokrin RSUP Dr.
perawatan diharapkan dapat Hasan Sadikin Bandung
memberi dukungan dengan menggambarkan belum optimal
pendidikan kesehatan dan menjadi keyakinan dalam menerapkan self
advokat bagi klien dalam care padahal upaya pendidikan
merencanakan perawatan diri kesehatan tentang self care telah

Halaman | 7
dilakukan. Berdasarkan uraian mengacu pada kecenderungan
tersebut, penulis membuat rumusan bahwa variasi suatu variabel diikuti
masalah sebagai berikut: Adakah oleh variasi variabel yang lain
hubungan tingkat self care dengan (Nursalam, 2008). Adapun variabel
tingkat HbA1C pada klien diabetes dependen dalam penelitian ini
melitus tipe 2 di Poliklinik Endokrin adalah tingkat self care klien
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung?. diabetes melitus tipe 2. Sedangkan
Penelitian ini bertujuan untuk variabel independen adalah tingkat
mendapatkan gambaran hubungan HbA1C pada klien diabetes melitus
tingkat self care dengan tingkat tipe 2.
HbA1C pada klien diabetes melitus Self care menurut pandangan
tipe 2 di Poliklinik Endokrin RSUP Dr. Annette M. La Greca mencerminkan
Hasan Sadikin Bandung. praktik perawatan diabetes individu
meliputi: (1) pengontrolan gula
INSTRUMEN DAN PROSEDUR darah teratur; (2) insulin dan
PENELITIAN perencanaan makan; (3) upaya
Rancangan penelitian yang menjalankan latihan fisik/olahraga;
digunakan adalah deskriptif dengan dan (4) penanganan segera
menggunakan studi korelasi yaitu terhadap hipoglikemik (La Greca,
mencari, menjelaskan suatu 2005). Sedangkan HbA1C adalah
hubungan, memperkirakan, dan Pengujian laboratorium yang
menguji berdasarkan teori yang mengukur jumlah glycated
ada. Penelitian ini bertujuan untuk hemoglobin dalam darah.
mengungkapkan hubungan korelasi (Medlineplus: 2010 : 3640).
antarvariabel. Hubungan korelasi

Hipotesis Penelitian bulannya di Poliklinik Endokrin RSUP


Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Hipotesis nol (Ho:= 0) Penarikan sampel dilakukan dengan
Tidak adanya hubungan tingkat self teknik consecutive sampling, yaitu
care dengan tingkat HbA1C pada dengan memilih sampel yang
klien diabetes melitus di Poliklinik memenuhi kriteria penelitian sampai
Endokrin Perjan RSUP Dr. Hasan kurun waktu tertentu sehingga
Sadikin Bandung. jumlah sampel terpenuhi (Sugiyono,
Hipotesis alternatif (Ha:= 0) 2001). Dalam menentukan jumlah
Ada hubungan tingkat self care sampel, peneliti menggunakan
dengan tingkat HbA1C pada klien rumus slovin dengan tingkat
diabetes melitus di Poliklinik kemaknaan (level of significance)
Endokrin Perjan RSUP Dr. Hasan 90% maka jumlah sampel yang
Sadikin Bandung. digunakan menurut hasil
Populasi dalam penelitian ini perhitungan dan tabel dengan
adalah klien diabetes melitus tipe 2 menggunakan rumus dibawah ini
yang menjalani rawat jalan dan adalah 93 (hasil pembulatan dari
rata-rata berjumlah 1328 klien tiap 92.99) orang.

Halaman | 8
Adapun kriteria inklusi pada validity) dan konstruksi (construct
penelitian ini diantaranya: bersedia validity). Pengujian validitas isi
menjadi responden, klien dewasa mengenai butir-butir instrumen,
dengan usia 20 tahun, telah peneliti berkonsultasi dengan dosen
didiagnosa oleh dokter menderita ahli kemudian diuji cobakan kepada
diabetes melitus tipe 2, melakukan 20 responden. Setelah data
rawat jalan, memiliki data hasil terkumpul, peneliti melakukan uji
laboratorium HbA1C kurang lebih validitas konstruksi menggunakan
atau sama dengan 3 bulan terakhir rumus Pearson Product Moment.
sebelum dilaksanakan penelitian, Hasil dari analisis validitas
telah mendapat pendidikan konstruksi kuesioner menunjukkan
kesehatan, mampu menulis, skor total beberapa item tidak valid,
membaca dan berbahasa Indonesia. yaitu pertanyaan nomor 4 (minum
Sedangkan kriteria ekslusi obat/suntik insulin sesuai dosis
diantaranya: terdapat keadaan atau anjuran), nomor 13 (membawa
penyakit yang mengganggu kartu tanda pengenal diabetes
pengukuran maupun interpretasi melitus/ID DM), dan nomor 15 (bila
hasil, seperti keadaan anemia, menggunakan insulin:
kehamilan, gagal ginjal, dan menyesuaikan dosis insulin
hemoglobinopati. berdasarkan kadar gula darah, porsi
Instrumen yang digunakan makanan, dan aktivitas/olahraga).
adalah modifikasi dari instrumen self Setelah berkonsultasi kepada dosen
care inventory-Revised (SCIR) ahli, maka satu dari tiga pertanyaan
yang dikembangkan dari self care tadi (pertanyaan nomor 13)
inventory sebelumnya (La Greca et mengalami perubahan menjadi
al, 2005). Terdapat 15 pertanyaan membawa kartu berobat sebagai
dalam menilai tingkat self care pada pasien diabetes melitus karena di
klien dewasa dengan penyakit rumah sakit tempat penelitian
diabetes melitus tipe 2. Sedangkan sendiri, pasien DM belum diberikan
untuk tingkat HbA1C menggunakan kartu tanda pengenal (ID DM).
hasil laboratorium yang terdapat Untuk pertanyaan nomor 4 tetap
dalam medical record klien DM yang dipakai dan tidak mengalami
bersangkutan di Poliklinik Endokrin perubahan. Sedangkan pertanyaan
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. nomor 15 tetap dipakai tetapi hanya
Peneliti hanya melakukan uji untuk pasien yang menggunakan
coba instrumen hasil modifikasi dari insulin dan untuk analisa data di sub
self care inventory revised (SCI-R) bab berikutnya hanya dimasukkan
yang mengukur variabel self care. ke dalam perhitungan mean pasien
Sedangkan variabel HbA1C tidak yang menggunakan insulin
dilakukan pengujian karena sedangkan pasien yang
merupakan hasil laboratorium yang menggunakan obat tidak
sudah teruji validitas dan dimasukkan ke dalam perhitungan
reliabilitasnya. mean. Kemudian peneliti melakukan
Uji validitas dalam kuesioner uji coba validitas lagi ke 20
ini dilakukan dengan dua tahap, responden yang berbeda, dan
yaitu pengujian validitas isi (content didapatkan hasil uji coba yang

Halaman | 9
kedua semua item pertanyaan valid
(skor total korelasi terendah 0,444 Analisis Bivariat
dan tertinggi 0, 688). Untuk mengetahui ada
Dalam penelitian ini, koefisien tidaknya hubungan antara dua
reliabilitas Internal (Internal variabel, maka digunakan koefisien
Consistensy) dengan nilai = 0,872 Korelasi Rank-Spearman yaitu
adalah memiliki hubungan yang erat dengan menghitung koefisien
(reliabel) menggunakan rumus korelasi antara skor setiap item
Alpha Cronbach dengan kriteria pertanyaan dengan skor total
Guilford (1956). seluruh item.
Kedua variabel terdapat
Analisis Univariat hubungan atau signifikan
Variabel self care, terlebih berdasarkan hipotesis nol (Ho). Ho
dahulu di konversikan menjadi diterima jika Koefisien Korelasi
angka 0100. Skor tinggi Rank-Spearman (rs) hitung lebih
menunjukkan tingkat self care yang kecil dari rho tabel, dan Ho ditolak
tinggi. Perhitungan menggunakan jika Koefisien Korelasi Rank-
rumus (La Greca et al, 2005) : Spearman (rs) hitung lebih besar
atau sama dengan rho tabel.
Pedoman untuk memberikan
interpretasi koefisien korelasi, maka
dapat digunakan kriteria Guilford
Keterangan: (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1993 :
mean = nilai rata-rata 29) yang tertera di bawah ini :
xi = nilai maksimum 0,20 = Hubungan rendah
x = nilai minimum sekali
Kemudian, hasil perhitungan > 0,20 0,40= Hubungan rendah
dimasukkan dalam bentuk mean tapi pasti
SD (standar deviasi). Nilai yang > 0,40 0,70= Hubungan yang
diperoleh (La Greca et al, 2005) : cukup berarti
63 21 = tingkat self care tinggi > 0,70 0,90= Hubungan yang
(higher levels of self- kuat
care). > 0,90 = Hubungan yang
< 63 21= tingkat self care rendah sangat tinggi
(lower levels of self Pada penelitian ini didapatkan
care). nilai koefisien korelasi rank-
Variabel Hba1C, spearman rs = 0,601 adalah
dikategorikan ke dalam kadar memiliki hubungan yang cukup
HbA1C baik, sedang, dan buruk berarti.
berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium yang diperoleh, yaitu Lokasi Penelitian
(PERKENI, 2006) : Penelitian dilakukan di
< 6.5 % = baik atau terkendali Poliklinik Endokrin RSUP Dr. Hasan
6.58 % = sedang Sadikin Bandung pada tanggal 20
8% = buruk atau tak Mei - 20 Juni 2010.
terkendali

Halaman | 10
HASIL PENELITIAN

1. Tingkat Self Care Klien Diabetes Melitus Tipe 2


Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori
Tingkat Self Care (Juni, 2010)

No. Tingkat Self Care Mean SD Jumlah Persentase


1. Tinggi 63 21 41 44,09
2. Rendah < 63 21 52 55,91
Jumlah 93 100,0

Pada tabel di atas, (44,09%) memiliki nilai self


dapat diketahui bahwa care dengan tingkat yang tinggi. Hal
sebagian besar dari 93 ini menunjukkan bahwa lebih dari
responden yang dilakukan setengah jumlah responden yang
penelitian sebanyak 52 orang dijadikan sampel penelitian memiliki
(55,91%) memiliki nilai self nilai hasil perhitungan yang kecil
care dengan tingkat yang sehingga dapat dikategorikan ke
rendah dan sisanya 41 orang dalam tingkat self care rendah.

2. Tingkat HbA1C Klien Diabetes Melitus Tipe 2


Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori
Tingkat HbA1C (Juni, 2010)

No. Tingkat HbA1C Interval Jumlah Persentase


1. Baik < 6,5% 18 19,4
2. Sedang 6,5 8% 24 25,8
3. Buruk > 8% 51 54,8
Jumlah 93 100,0

Pada tabel di atas, merupakan tingkat HbA1C


dapat diketahui bahwa dari sedang, dan sebagian kecil
93 responden yang dilakukan atau 19,4% dengan kadar
penelitian memiliki tingkat HbA1C < 6,5% merupakan
HbA1C yang bervariasi yaitu: tingkat HbA1C baik. Hal ini
hampir lebih dari setengah menunjukkan bahwa
jumlah responden atau sebagian besar responden
54,8% dengan kadar HbA1C yang menjadi sampel
> 8% merupakan tingkat penelitian memiliki kadar
HbA1C buruk, seperempat HbA1C > 8% yang
jumlah responden atau dikategorikan ke dalam
25,8% dengan kadar HbA1C tingkat HbA1C buruk.
dalam rentang 6,5 8%

Halaman | 11
3. Hubungan Tingkat Self Care Dengan Tingkat HbA1C
Selanjutnya untuk tidak normal; maka Ho
mengetahui hubungan antara ditolak), berarti distribusi
tingkat self care dengan variabel self care berbentuk
tingkat HbA1C dilakukan tidak normal. Begitupun
dengan menggunakan dengan variabel HbA1C
analisis Korelasi Rank- menghasilkan nilai p (p value)
Spearman karena setelah sebesar 0,004 dan dapat
diuji kenormalan data dengan disimpulkan p value < nilai
uji Kolmogorov Sminorv, alpha (Ho ditolak), berarti
variabel self care distribusi variabel HbA1C
menghasilkan nilai p (p value) berbentuk tidak normal.
sebesar 0,055 < nilai alpha Selain kedua variabel
(bila Ho = distribusi self care tersebut berdistribusi tidak
berbentuk normal, Ha = normal, juga berskala ordinal.
distribusi self care berbentuk

Analisis Korelasi Rank-Spearman Hubungan Tingkat Self Care


Dengan Tingkat HbA1C (Juni, 2010)

Variabel rs p value Persamaan garis N


HbA1C 0,601 < 0,001 Self Care =18,784 + 0,600 * HbA1C 93

Dari tabel di atas dapat memiliki tingkat self care yang


diketahui bahwa terdapat rendah (55,91%). Self care sendiri
hubungan yang cukup berarti dapat dipengaruhi oleh
antara tingkat self care pengetahuan/depresi, perilaku
dengan tingkat HbA1C di terhadap sakit, lama penyakit yang
Poliklinik Endokrin RSUP Dr. diderita, dan faktor ekonomi
Hasan Sadikin Bandung. Nilai (MinkYoung, 2010: 93-98). Klien
koefisien korelasi rank- dengan self care yang rendah dapat
spearman yang didapat pada dipengaruhi oleh satu atau lebih dari
penelitian ini sebesar rs = faktor tersebut di atas.
0,601 (p < 0,001) dan Self care yang rendah pada
berpola positif artinya klien DM dapat memberikan dampak
semakin tinggi tingkat self buruk bagi kesehatan. Menurut
care maka semakin baik Sustrani Alam dan Hadibroto tahun
tingkat HbA1C-nya. 2005, bahwa salah satu usaha
pencegahan terbaik terhadap
kemungkinan berkembangnya
PEMBAHASAN komplikasi jangka panjang adalah
Gambaran Tingkat Self Care dengan mengusahakan tingkat gula
Sebagian besar responden darah sedekat mungkin dengan
(52 orang) di Poliklinik Endokrin normal. Jika tidak, maka komplikasi

Halaman | 12
jangka panjang berupa komplikasi Dengan alat yang dinamakan
makrovaskuler maupun glucometer, klien dapat dengan
mikrovaskuler dapat terjadi mudah mengetahui kadar gula
(Smeltzer, 2001). Komplikasi darah 2 jam pp maupun puasa di
tersering yang dialami di RSUP Dr. rumah. Hasil pemeriksaan kemudian
Hasan Sadikin adalah neuropati dicatat untuk dilaporkan kemudian
diabetik sebesar 27% dari 670 dievaluasi saat datang kontrol ke
kasus baru (medical record, 2009). Poliklinik, sehingga klien dan tenaga
Tingkat gula darah sedekat mungkin kesehatan dapat dengan mudah
dengan normal tidak bisa dikelola mengetahui perkembangan
hanya dengan terapi farmakologis, kenaikan/penurunan gula darah dari
tetapi juga perlu penatalaksanaan waktu ke waktu. Bagi sebagian
non farmakologis, yaitu dengan besar klien yang memerlukan
menerapkan aktivitas self care. insulin, pemeriksaan kadar gula
Self care pada klien DM darah sebanyak dua hingga 4 kali
menjadi aktivitas yang begitu sehari (biasanya pemeriksaan
penting. Hal ini sesuai dengan dilakukan sebelum makan dan pada
pernyataan bahwa self care pada saat akan tidur malam). Bagi pasien
pasien DM dapat mencegah yang menggunakan insulin sebelum
morbiditas dan kematian (La Greca makan, diperlukan sedikitnya tiga
et al, 2005). Aktivitas perawatan diri kali pemeriksaan per hari untuk
(self care) yang baik sedikitnya menentukan dosis yang aman.
terdiri dari 4 sub variabel yang Sedangkan pasien yang tidak
merupakan bagian dari therapeutic memakai insulin diperbolehkan
self care demand. Menurut La Greca untuk mengukur kadar gula
et al tahun 2005, seorang ahli darahnya minimal dua hingga tiga
psikologi, dan telah berkolaborasi kali per minggu.
dengan perawat dan ahli gizi, bahwa Insulin dan perencanaan
aktivitas self care yang terdapat makan sama pentingnya dengan
dalam self care inventory terdiri dari pengontrolan gula darah.
(1) pengontrolan gula darah; (2) Penyuntikan insulin sering dilakukan
insulin dan perencanaan makan; (3) dua kali per hari (atau bahkan lebih
olahraga; serta (4) penanganan sering lagi) untuk mengendalikan
terhadap hipoglikemik. Keempat hal kenaikan kadar gula darah sesudah
tersebut merupakan upaya yang makan dan pada malam hari.
dapat dilakukan klien DM dalam Karena dosis insulin yang diperlukan
meningkatkan self care. masing-masing pasien ditentukan
Pengontrolan gula darah atau oleh kadar gula darah, maka
lebih dikenal dengan istilah self pemantauan kadar gula darah yang
monitoring of blood glucose/SMBG, akurat sangat penting.
dapat dilakukan individu dalam Disamping insulin, terdapat
mengendalikan kadar glukosa darah pula obat hipoglikemik oral/OHO
secara optimal juga dapat dengan pinsip kerja dari masing-
mencegah terjadinya serangan masing obat tersebut berbeda,
hipoglikemik dengan atau tanpa diantaranya sebagai pemicu sekresi
gejala peringatan (Smeltzer, 2001). insulin, penambah sensitivitas

Halaman | 13
terhadap insulin, penghambat Diharapkan klien dapat mengikuti
glukoneogenesis, dan penghambat anjuran yang telah ditetapkan
absorpsi glukosa (Buku Panduan petugas kesehatan dengan baik dan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus benar.
FK UI, 2007). Maka melihat prinsip Prinsip olahraga pada klien
kerja OHO yang berbeda, perlu diabetes melitus seperti yang tertera
diagnosis dan dosis yang tepat bagi dalam Buku Panduan
klien dalam mencegah Penatalaksanaan Diabetes Melitus
berkembangnya penyakit. FK UI, tahun 2007 sama saja
Perencanaan makan/diet dengan prinsip olahraga secara
pada klien diabetes melitus umum berdasarkan frekuensi,
memerlukan tercukupinya intensitas, time (durasi), dan tipe
kebutuhan kalori dengan (jenis). Frekuensi (jumlah olahraga
menghitungnya menggunakan perminggu sebaiknya dilakukan
rumus Broca (seperti tertera pada secara teratur 3 5 kali per
bab II), dengan faktor yang minggu), intensitas (ringan dan
mempengaruhinya adalah jenis sedang yaitu 60 70% dikalikan
kelamin, umur, aktivitas fisik atau dengan MHR/Maximum Hearth Rate
pekerjaan, kehamilan/laktasi, yaitu 220 - umur, time (selama 30
adanya komplikasi, dan berat badan 60 menit), tipe (olahraga aerobik
(Buku Panduan Penatalaksanaan untuk meningkatkan kemampuan
Diabetes Melitus FK UI, 2007). kardiorespirasi seperti jalan,
Standar pelaksanaan diet di RSUP jogging, berenang, dan bersepeda).
Dr. Hasan Sadikin Bandung, setiap Senam diabetik yang rutin dilakukan
klien akan diberi petunjuk jumlah di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
kebutuhan bahan makanan setiap per minggunya masih belum optimal
kali makan dalam sehari. Frekuensi dengan dibuktikan peserta yang
makan pun, berbeda pada masing- mengikuti senam diabetik masih
masing klien sehingga perlu sedikit (rata-rata peserta yang
disesuaikan dengan kebiasaan jam mengikuti senam per berjumlah 80 -
makan klien untuk mencegah tidak 100 orang minggunya dari jumlah
nafsu makan. Diet pada beberapa keseluruhan pasien berjumlah 1328
klien, masih dirasakan sulit untuk yang melakukan rawat jalan).
diterapkan karena konsumsi Penanganan hipoglikemik
beberapa makanan harus dibatasi menjadi penting adanya sebelum
sehingga berakibat memengaruhi terjadi komplikasi yang lebih akut.
tingkat self care. Menurut ahli Gizi Terjadi akibat pemberian insulin
RSUP Dr. Hasan sadikin Bandung atau preparat oral yang berlebihan,
tahun 2010, diet pada klien diabetes konsumsi makanan yang terlalu
melitus tipe 2 diperuntukkan sedikit atau karena aktivitas fisik
membatasi penggunaan hidrat yang berat (Smeltzer, 2001). Dapat
arang, lemak, dan pembagian pula terjadi setiap saat pada siang
jumlah makanan sehari, serta cara atau malam hari. Kejadian ini bisa
memasak yang benar (mengukus, dijumpai sebelum makan,
mengungkep, menumis, khususnya jika waktu makan
memanggang atau membakar). tertunda atau bila pasien lupa

Halaman | 14
makan kudapan. Perlu penanganan Hasil penelitian
dengan segera karena bisa saja menggambarkan bahwa tingkat
yang awalnya menunjukkan gejala HbA1C pada klien diabetes melitus
hipoglikemik ringan berkembang di Poliklinik sebagian besar memiliki
menjadi hipoglikemik berat dengan tingkat HbA1C yang buruk (54,8%).
disertai koma. HbA1C terkandung dalam eritrosit
Klien dewasa dengan yang hidup sekitar 100120 hari,
diabetes melitus dapat mencapai maka tingkat HbA1C yang buruk
sejahtera/kesehatan yang optimal mencerminkan pengendalian
dengan melakukan perawatan yang metabolisme glukosa selama 34
tepat sesuai dengan kondisi dirinya bulan buruk (Price, 2005).
sendiri. Peran perawat menurut Pengendalian metabolisme glukosa
teori self care Orem tahun 1990 yang buruk ditandai dengan kadar
adalah sebagai pendukung didalam gula dalam darah terus
tingkat pencapaian kesehatan klien meningkat/hiperglikemia (Suyono,
dengan memberikan penyuluhan, 2007). Keadaan hiperglikemia
merencanakan program perawatan tersebut memberikan gambaran
di rumah, dan mengevaluasi apakah komplikasi diabetik yang terjadi
keseluruhan program yang telah akibat gangguan metabolisme.
direncanakan tadi berhasil atau Tingkat HbA1C yang buruk,
tidak, serta perawat senantiasa mencerminkan ketidakpatuhan klien
berkolaborasi dengan tenaga dalam menjalani terapi diabetik
kesehatan yang lain dalam (Suyono, 2007). Terapi diabetik
memberikan pelayanan terbaik dan merupakan terapi yang diberikan
profesional bagi klien. pada klien DM untuk menilai
Seorang klien harus manfaat pengobatan dan sebagai
memahami bahwa yang berhak atas pegangan penyesuaian diet, latihan
pengambilan keputusan mengenai jasmani, dan obat-obatan untuk
kesehatan mereka adalah diri mencapai kadar glukosa darah
mereka sendiri, sedangkan tenaga senormal mungkin, dan terhindar
kesehatan hanya memberi alternatif dari keadaan hiperglikemia ataupun
penyelesaian masalah berhubungan hipoglikemia. Efektif atau tidaknya
dengan kesehatan mereka. terapi diabetik yang diberikan
Seyogyanya dengan menerapkan bergantung pada hasil pemeriksaan
self care, mampu merubah cara HbA1C (Suyono, 2007).
pandang klien untuk mengikuti Derajat pengendalian jangka
anjuran dari petugas kesehatan panjang yang ingin dicapai pada
dalam merawat penyakit yang klien DM bergantung seberapa
dideritanya dan aktif menjalankan penting melakukan pemeriksaan
program-program yang sebelumnya HbA1C (Suyono, 2007). Untuk
telah direncanakan di rumah secara menyatakan kadar glukosa
mandiri sehingga dapat terkendali, tentunya tidak dapat
meningkatkan tingkat self care. bergantung pada hilangnya gejala
DM saja, tetapi harus dengan
Gambaran Tingkat HbA1C pemeriksaan HbA1C. Sedangkan
seseorang dengan kadar glukosa

Halaman | 15
tidak terkendali adalah mereka yang komplikasi (baik akut maupun
merasakan adanya gejala DM, tetapi kronik). Hal ini erat kaitannya
jarang ataupun sama sekali tidak dengan perlunya pengetahuan
melakukan pemeriksaan HbA1C. mengenai pemeriksaan HbA1C
Faktor-faktor yang dapat sebagai kendali glikemik jangka
mempengaruhi hal tersebut antara panjang.
lain tipe diabetes, jenis pengobatan, Sebanyak 25,8% responden
derajat pengendalian yang ingin memiliki kadar HbA1C dalam
dicapai, usia penyandang DM, rentang 6,5 8% merupakan
fasilitas yang tersedia, pengetahuan, tingkat HbA1C sedang. Perlu
dan motivasi penyandang DM diwaspadai kadar HbA1C berada
(Suyono, 2007). dalam rentang sedang karena dapat
Pemeriksaan HbA1C untuk berubah menjadi > 8% jika
penyandang DM tipe 1 dilakukan 4 memang tidak dikelola dengan baik.
kali setahun, sedangkan untuk Walau pemeriksaan HbA1C
penyandang DM tipe 2 dianjurkan 2 menggambarkan kondisi glikemik
kali (Suyono, 2007). Untuk jenis klien diabetes melitus dalam jangka
pengobatan apakah insulin atau waktu 3 bulan, perlu kriteria
obat hipoglikemik oral (OHO), pengendalian dalam merawat
bergantung indikasi dari masing- diabetes melitus setiap harinya
masing terapi tersebut sehingga dalam mencegah kadar glukosa
pengaruhnya dapat menurunkan terus meningkat. Hal ini sesuai
HbA1C menjadi tingkat yang lebih dengan yang dinyatakan oleh
baik. Sedangkan derajat Perkumpulan Endokrinologi
pengendalian yang ingin dicapai, Indonesia (PERKENI) tahun 2006,
usia penyandang DM berhubungan bahwa pengendalian DM dengan
dengan status metabolik yang pemeriksaan selain HbA1C perlu
kurang fungsional, dan fasilitas yang dilakukan dan dapat saling
tersedia berbeda pada masing- melengkapi.
masing klien. Sebagian kecil atau 19,4%
Ketidakakuratan dalam responden menunjukkan kadar
melakukan pemeriksaan glukosa HbA1C < 6,5% merupakan tingkat
darah dapat meningkatkan HbA1C HbA1C baik. Bila dibandingkan
yang dimanifestasikan dengan kadar dengan tingkat HbA1C buruk, maka
glukosa darah yang meningkat pula. tingkat HbA1C baik ini berada pada
Bila hasil evaluasi hasil pemeriksaan jumlah yang sangat minimal.
glukosa darah rutin menunjukkan Ketidak patuhan klien dalam
hasil yang terus tinggi, klien mengelola diabetes, membuat hasil
dianjurkan memeriksakan HbA1C pemeriksaan HbA1C lebih akurat
untuk melihat laju perkembangan dibanding pemeriksaan gula darah 2
komplikasi yang dikibatkan penyakit jam pp atau puasa, karena banyak
(Suyono, 2007). Begitu sangat dari klien yang menyatakan ketika
pentingnya mengetahui nilai HbA1C akan kontrol ke Poliklinik, klien
sebelum kondisi kesehatan berubah tersebut selalu menjaga makanan
menjadi penyakit yang sulit yang dimakan, 2 hari sebelumnya
disembuhkan akibat berkembangnya melakukan olahraga, obat selalu

Halaman | 16
diminum atau insulin disuntik selalu memenuhi kebutuhan dasar dengan
tepat waktu, dan tidak terjadi tujuan mempertahankan kehidupan,
hipoglikemik, sehingga didapatkan kesehatan, dan kesejahteraan
hasil pemeriksaan glukosa darah sesuai dengan keadaan sehat dan
normal, padahal jika tidak sakit. Sedangkan aktivitas self care
melakukan kontrol ke Poliklinik, klien menurut La Greca et al tahun 2005,
menyatakan terkadang kembali lagi terdapat empat hal penting yang
ke pola hidup yang tidak sehat. harus di terapkan oleh pasien
Tingkat HbA1C baik pada klien diabetes melitus, diantaranya
diabetes melitus mampu menjadi pengontrolan gula darah, insulin
motivasi untuk selalu merubah pola (termasuk obat hipoglikemik
hidup ke arah yang lebih baik lagi oral/OHO) dan perencanaan makan,
(Suyono, 2007). olahraga, serta penanganan segera
Bukti eksperimen dan klinis terhadap hipoglikemik.
yang ada mengisyaratkan bahwa Klien yang mengetahui
sebagian besar komplikasi diabetes aktivitas self care membuktikan
terjadi akibat gangguan lebih baik pengelolaan terhadap
metabolisme, terutama penyakit diabetes melitus (Heisler et
hiperglikemia (Kumar, 2007). Jika al, 2004). Klien yang tahu, mampu
HbA1C tidak dikelola dengan baik dan mau yang dapat menerapkan
maka berdampak akan semakin self care dengan baik. Klien tahu
tingginya hiperglikemia yang bahwa self care penting dalam
berakibat terjadinya komplikasi merawat penyakit yang dideritanya
diabetik, mikrovaskuler dan tetapi bila kemauan dan
makrovaskuler (Smeltzer, 2001). kemampuan klien kurang
Peran perawat disini adalah sebagai mendukung, maka self care
pendidik dan advokat, sehingga dilaksanakan tidak sepenuhnya baik
klien menjadi tahu dan yakin akan dan memberikan hasil bahwa self
pentingnya evaluasi terhadap hasil care mereka berada pada tingkat
pemeriksaan HbA1C sehingga yang rendah. Kemauan dan
kendali glikemik jangka panjang kemampuan klien dalam
dapat terpantau secara baik. menerapkan aktivitas self care dapat
ditingkatkan dengan cara
Hubungan Tingkat Self Care memberikan dukungan, rasa
Dengan Tingkat HbA1C percaya diri, dan motivasi positif
Terdapat hubungan yang dari lingkungan (termasuk petugas
cukup berarti antara tingkat self kesehatan, keluarga, dan sahabat
care dengan tingkat HbA1C pada terdekat).
klien diabetes melitus tipe 2 di Penelitian sebelumnya
Poliklinik Endokrin RSUP Dr. Hasan dilakukan di RSUP Dr. Kariadi
Sadikin Bandung. Semarang tahun 2004 menyebutkan
Self care menurut Orem bahwa terdapat hubungan antara
tahun 1990, merupakan bentuk jangka waktu lama menderita
pelayanan keperawatan dipandang diabetes melitus dengan terjadinya
dari suatu pelaksanaan kegiatan komplikasi retinopati diabetik.
dapat dilakukan individu dalam Dalam hal ini self care pada klien

Halaman | 17
DM berperan penting dalam yang tinggi pula, sehingga pada
pengelolaan DM, terutama dalam pelaksanaannya pun klien selalu
mencegah terjadinya komplikasi dianjurkan untuk melakukan
diabetik (La Greca et al, 2005). pemeriksaan HbA1C ini jika kadar
Tidak diketahui kapan pastinya gula darah terus meningkat
seseorang itu menderita DM, oleh bersamaaan dengan pemeriksaan
karena yang datang berobat adalah keton dan kimia darah serta urin
mereka yang sudah mengalami lainnya. Beberapa insulin dan OHO
komplikasi diabetik (Yulizal, 2007). dapat menimbulkan hipoglikemik
Pada penelitian ini, keterlambatan (insulin lebih mudah diprediksi
diagnosis mengenai lama penyakit untuk terjadinya hipoglikemik), dan
menjadikan klien tidak menerapkan beberapa insulin dan OHO memiliki
self care sejak awal. pengaruh untuk menurunkan tingkat
Aktivitas self care pada klien HbA1C dalam rentang 0,5 2 %.
diabetes melitus tipe 2 adalah Artinya, ketika selalu tepat dosis dan
mengusahakan tingkat gula darah tepat waktu minum OHO atau suntik
sedekat mungkin dengan normal. insulin, dapat menurunkan tingkat
Tingkat gula darah tidak akan efektif HbA1C (Smeltzer, 2001).
jika hanya dievaluasi dalam jangka Perencanaan makan pun, dilihat
pendek (beberapa hari). sebagai faktor yang berpengaruh,
Pengendalian glukosa perlu semakin seseorang tidak mematuhi
dievaluasi juga dalam jangka program diet, akan mengindikasikan
panjang (beberapa minggu hingga kadar gula darah terus meningkat
bulan) untuk memudahkan dan HbA1C pun akan naik. Olahraga
interpretasi. Untuk keperluan ini merupakan bentuk aktivitas rutin,
dilakukan pengukuran hemoglobin bila tidak melakukan olahraga maka
terglikosilasi dalam eritrosit atau pankreas tidak sensitif lagi dalam
juga dinamakan hemoglobin mengeluarkan insulin yang
glikosilat atau HbA1C. Kedua menyebabkan gula darah pun tetap
pemeriksaan kadar gula darah tinggi. Begitupun dengan
dalam jangka pendek dan panjang penanganan hipoglikemik, saat
merupakan pemeriksaan yang saling terjadi serangan hipoglikemik,
menunjang karena bisa saja pada terjadi penurunan kadar glukosa
beberapa hasil pemeriksaan darah secara drastis. Semakin sering
menunjukkan bahwa kadar gula terjadi hipoglikemik,
darah sesaat normal tetapi HbA1C menggambarkan bahwa kontrol
tinggi karena dipengaruhi oleh diabetes belum optimal. Perlu
berbagai hal. Hal yang penanganan segera sebelum
mempengaruhi diantaranya adalah terjadinya komplikasi ke arah yang
tidak taat dalam menerapkan self lebih akut.
care sehingga bila dibiarkan akan Berdasarkan hasil penelitian
berdampak pada hasil pemeriksaan dari the United Kingdom Prospective
HbA1C. Diabetes Study (UKPDS)
Idealnya hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa setiap
gula darah yang tinggi penurunan 1% dari HbA1C, akan
dimanifestasikan memiliki HbA1C menurunkan risiko komplikasi

Halaman | 18
sebesar 35% (dalam Delamater, glukosa darah dan mencegah
2006). Diharapkan bila klien berkembangnya komplikasi diabetik.
memeriksakan HbA1C akan dapat Dengan kata lain, semakin tinggi
mengontrol glukosa dalam jangka tingkat self care maka akan semakin
panjang, mengurangi terjadinya baik tingkat HbA1C.
komplikasi dan mengurangi
frekuensi terjadinya hipoglikemik.
Hal tersebut tidak terlepas dari SIMPULAN
peranan self care sebagai aktivitas Tingkat Self Care
dasar individu dalam memenuhi Hasil penelitian
kebutuhan sebagai akibat dari menunjukkan, 52 orang responden
penyimpangan kesehatannya/health (55,91%) memiliki tingkat self care
deviation self care requisites yang rendah dan sisanya 41 orang
(George, 1990). (44,09%) memiliki tingkat self care
Semua aktivitas self care di yang tinggi. Hal ini menunjukkan
atas sangat berkaitan, tidak akan bahwa lebih dari setengah jumlah
efektif bila seseorang responden memiliki tingkat self care
mengaplikasikan hanya pada sub rendah sehingga kadar glukosa
variabel pengontrolan gula darah, darah tidak terkendali dengan baik.
sedangkan sub variabel yang lain Pengendalian diabetes melitus yang
tidak diaplikasikan karena akan baik adalah dengan mengusahakan
berpengaruh pada tingkat self care. kadar glukosa darah mendekati
Begitupun bila mengaplikasikan normal sehingga
pengontrolan gula darah, insulin dan hipoglikemik/hiperglikemik dapat
perencanaan makan, serta dicegah. Hipoglikemik/hiperglikemik
penanganan hipoglikemik, tetapi merupakan keadaan gawat darurat
tidak pernah melakukan olahraga, dari komplikasi akut yang jika tidak
maka self care tidak akan efektif. dicegah dapat berkembang menjadi
Aktivitas self care pada intinya komplikasi kronik diabetes.
adalah untuk mencegah
berkembangnya penyakit ke arah Tingkat HbA1C
yang lebih parah, penilaian Hasil penelitian
komplikasi salah satunya dapat menunjukkan, 51 orang responden
dilakukan dengan pemeriksaan (54,8%) memiliki kadar HbA1C >
HbA1C karena dapat mengukur 8% merupakan tingkat HbA1C
kadar glukosa darah dalam jangka buruk, 24 responden (25,8%)
waktu yang panjang 3 bulan. Jika memiliki kadar HbA1C dalam
pemeriksaan memberikan hasil rentang 6,5 8% merupakan
tingkat HbA1C buruk maka dapat tingkat HbA1C sedang, dan 18
diketahui kadar glukosa darah orang (19,4%) dengan kadar HbA1C
selama 3 bulan tersebut buruk pula, < 6,5% merupakan tingkat HbA1C
dan klien kurang mengaplikasikan baik. Hal ini menunjukkan bahwa
akitivitas self care dengan optimal sebagian besar responden yang
karena keempat sub variabel menjadi sampel penelitian memiliki
aktivitas self care tersebut pada kadar HbA1C > 8% yaitu dapat
dasarnya adalah untuk mengontrol dikategorikan ke dalam tingkat

Halaman | 19
HbA1C buruk sehingga beresiko Hasil penelitian ini diharapkan
terjadinya komplikasi diabetik (akut berguna sebagai masukan bagi
maupun kronik, dapat mengenai perawat pelaksana dan kepala
mikrovaskuler dan makrovaskuler). perawat di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Perlu pengendalian diabetes melitus Bandung baik di Poliklinik Endokrin
dalam mencegah terjadinya maupun di ruang rawat inap
komplikasi yaitu dengan terapi penyakit dalam untuk dapat
farmakologis dan non farmakologis memberikan informasi mengenai
yang akan memberikan dampak pemeriksaan HbA1C sebagai upaya
terhadap penurunan HbA1C menjadi pengendalian glikemik jangka
tingkat yang lebih baik. panjang yang akurat sehingga dapat
dijadikan pedoman untuk
Hubungan Tingkat Self Care merencanakan perawatan diri
dengan Tingkat HbA1C selanjutnya bagi klien diabetes
Terdapat hubungan yang melitus. Perawat perlu menanamkan
cukup berarti antara tingkat self pentingnya self care pada klien DM
care dengan tingkat HbA1C pada sehingga tahu, mau, dan mampu
klien diabetes melitus tipe 2 di RSUP dalam merencanakan perawatan
Dr. Hasan Sadikin Bandung. Nilai dirinya sendiri dan mampu
koefisien korelasi rank-spearman mengambil keputusan dengan tepat.
adalah sebesar rs = 0,601 (p < Selain itu, perawat dapat melakukan
0,001) dan berpola positif artinya evaluasi secara terus-menerus
semakin tinggi tingkat self care terhadap hasil pemeriksaan HbA1C
maka semakin baik tingkat HbA1C- dalam rangka meningkatkan self
nya. care klien.

SARAN Bagi Peneliti Selanjutnya


Bagi Rumah Sakit Diharapkan pada penelitian
Diharapkan hasil dari selanjutnya untuk menggunakan
penelitian ini dapat memberikan sampel yang lebih banyak lagi dan
informasi bagi rumah sakit tentang membahas lebih lanjut mengenai
tingkat HbA1C dan tingkat self care hubungan antara faktor-faktor yang
pada klien DM yang berobat jalan di mempengaruhi masih rendahnya
Poliklinik Endokrin. Informasi tingkat self care dan buruknya
tersebut dapat digunakan oleh tingkat HbA1C pada klien diabetes
rumah sakit dalam membuat melitus tipe 2.
kebijakan tentang masalah
buruknya tingkat HbA1C. Kebijakan DAFTAR PUSTAKA
tersebut dapat berupa Arief, Irfan. 2009. Kadar HbA1C
diberlakukannya pemeriksaan Mencerminkan Kadar Lipid.
HbA1C secara rutin atau pun (Online). Tersedia dalam :
kebijakan lainnya sehingga tingkat http://www.pjnhk.go.id/index.
self care klien DM dapat meningkat. php?option=com_content&task
=view&id=2181&Itemid=32.
Bagi Perawat (diakses 19 Februari 2010)

Halaman | 20
Asdie, Ahmad H. 2000. Harrison: 04b264a09153. (diakses 19
Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Februari 2010)
Dalam.Ed. 3. Jakarta: EGC George, Julia B. 1990. Nursing
Cahyono, J. B. Suharjo B. 2008. Theories: The Base For
Gaya Hidup dan Penyakit Professional Nursing
Modern. Yogyakarta: Kanisius Practice.3rd ed. New
Conrad, Susan C. and Stephen E. Jersey: Prentice Hall, Inc
Gitelman. 2006. If the Haryati, Sri. 2003. Gambaran
Numbers Don't Fit... Pengetahuan Tentang
Discrepancies Between Glucose Perawatan Mandiri Pada Klien
Meter Readings and DM Yang Berobat Jalan Di
Hemoglobin A1c Reveal Stress Poliklinik Endokrin RSUP Dr.
of Living With Diabetes. Hasan Sadikin Bandung.
(Online). Crop management Skripsi: Fakultas Ilmu
Minerva BMJ February 25, Keperawatan Unpad
2006 332:498. Available at : Hastono, S. P. dan Luknis Sabri.
http://clinical.diabetesjournals. 2001. Modul Analisis Data.
org/content/24/1/45.full?sid=c Jakarta: Fakultas Kesehatan
9906531-2628-403b-9e90- Masyarakat Universitas
04b264a09153. (diakses 19 Indonesia
Februari 2010) Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Riset
Cox, Mary E. and David Edelman. Keperawatan dan Teknik
2009. Tests for Screening and Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Diagnosis of Type 2 Diabetes. Salemba Medika
(Online). Crop Management Hidayat, A. Aziz Alimul. 2004.
doi: 10.2337/diaclin.27.4.132 Pengantar Konsep Dasar
Clinical Diabetes October 2, Keperawatan. Jakarta:
2009 vol. 27 no. 4 132-138I. Salemba Medika
Available at : Kumar, Vinay et al. 2007. Robbins
http://clinical.diabetesjournals. Buku Ajar Patologi.Ed. 2.
org/content/27/4/132.full?sid= Jakarta: EGC
c9906531-2628-403b-9e90- La Greca, Annette M. 2005. Manual
04b264a09153. (diakses 19 for the Self Care Inventory.
Februari 2010) (Online). Available at :
Delamater, Alan M. 2006. Clinical http://www.psy.miami.edu/fac
Use of Hemoglobin A1c to ulty/alagreca/SCI_manual_200
Improve Diabetes 4.pdf. (diakses 19 Februari
Management. (Online). Crop 2010)
Management doi: La Greca, Annette M. 2004. Self
10.2337/diaclin.24.1.6 Clinical Care Inventory-Revised
Diabetes January 2006 vol. 24 Version (SCI-R). (Online).
no. 1 6-8. Available at : Available at :
http://clinical.diabetesjournals. http://www.psy.miami.edu/fac
org/content/24/1/6.full?sid=c9 ulty/alagreca/SCI-R.pdf.
906531-2628-403b-9e90- (diakses 19 Februari 2010)

Halaman | 21
Noer, M. Sjaifoellah. 1996. Buku A1c. (Online). Crop
Ajar Ilmu Penyakit DalamJilid Management doi:
I.Ed. 3. Jakarta: Balai 10.2337/diaclin.25.2.43 Clinical
Penerbit FKUI Diabetes April 2007 vol. 25 no.
Nursalam. 2008. Konsep Dan 2 43-49. Available at :
Penerapan Metodologi http://clinical.diabetesjournals.
Penelitian Ilmu Keperawatan org/content/25/2/43.full?sid=6
Pedoman Skripsi, Tesis, dan 9d7910a-fa50-4407-b3b4-
Instrumen Penelitian c9c7e3ac8039. (diakses 19
Keperawatan. Jakarta: Februari 2010)
Salemba Medika Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Nursalam dan Siti Pariani. 2001. Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Pendekatan Praktis Metodologi Bandung: Alfabeta
Riset Keperawatan. Jakarta: Sudoyo, Aru W et al. 2007. Buku
CV. Infomedika Ajar Ilmu Penyakit DalamJilid
Orem, Dorothea E. 2001. Nursing III.Ed. IV. Jakarta: Pusat
Concept of Practice.Sixth Penerbitan Departemen Ilmu
Edition. ST. Louis: Mosby A Penyakit Dalam FKUI
Harcout Health Science Suyono, Slamet., dkk. 2007.
Company Penatalaksanaan diabetes
Price, Sylvia Anderson. 2005. melitus terpadu: sebagai
Patofisiologi: Konsep Klinis panduan penatalaksanaan
Proses-proses Penyakit. diabetes melitus bagi dokter
Ed.6. Jakarta: EGC dan edokator. Jakarta: Balai
Ronny. 2007. Diktat Fisiologi untuk Penerbit FKUI
Kebidanan dan Keperawatan: Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu
Integrated Psysiologi From A yang harus anda ketahui
Cell To Systems. Bandung: tentang diabetes: panduan
Fakultas Kedokteran UNPAD lengkap mengenal dan
Sanek, Ken. Insulin Therapy. mengatasi diabetes dengan
(Online). Crop management cepat dan mudah. Jakarta: PT
doi: 10.2337/diaclin.20.4.212 Gramedia Pustaka Utama
Clinical Diabetes October 2002 Tjokroprawiro, Askandar. 1996.
vol. 20 no. 4 212. Available at : Diabetes Mellitus, Klasifikasi,
http://clinical.diabetesjournals. Diagnosis, dan Terapi. Ed. 3.
org/content/20/4/212.full?sid= Jakarta: Gramedia Pustaka
c9906531-2628-403b-9e90- Utama
04b264a09153. (diakses 19 Tran, Huy A., Diego Silva, and
Februari 2010) Nikolai Petrovsky. 2004. Case
Schrot, Richard J., Kirit T. Patel and Study: Potential Pitfalls of
Philip Foulis. 2007. Evaluation Using Hemoglobin A1c as the
of Inaccuracies in the Sole Measure of Glycemic
Measurement of Glycemia in Control. (Online). Crop
the Laboratory, by Glucose management doi:
Meters, and Through 10.2337/diaclin.22.3.141
Measurement of Hemoglobin Clinical Diabetes July 2004 vol.

Halaman | 22
22 no. 3 141-143. Available at
:
http://clinical.diabetesjournals.
org/content/22/3/141.full?sid=
c9906531-2628-403b-9e90-
04b264a09153. (diakses 19
Februari 2010)
Wasis. 2008. Pedoman riset praktis
untuk profesi perawat. Jakarta:
EGC
Weinger, Katie et al. 2005.
Measuring Diabetes Self-Care
A psychometric analysis of the
Self-Care Inventory-revised
with adults. (Online). Available
at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p
mc/articles/PMC1615849/.
(diakses 19 Februari 2010)
_______. 2009. Having fun with
diabetes mellitus kiat hidup
bahagia bersama diabetes.
Jakarta: TriExs Media

Halaman | 23

Anda mungkin juga menyukai