Oleh
04054821719085
Pembimbing
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Nilam Siti Rahmah, S.Ked
04054821719085
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 Mei 2017 s.d 19 Juni 2017.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepadadr.Hj.Devi Azri Wahyuni, SpM(K),
MARS atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan telaah Ilmiah
ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan
yang lebih baik di masa yang akan datang.
Tatalaksana Kelainan Pada Pupil
Kelainan pada pupil dapat mempengaruhi 4 tempat yaitu mata, jalur aferen atau optik, eferen
atau parasimpatis dan jalur simpatik. Gangguan utama yang mempengaruhi mata termasuk
infeksi, peradangan dan trauma. Penyebab utama adalah inflamasi (neuritis optik), gizi dan
beracun. Namun, dalam banyak kasus yang penyebabnya tidak diketahui. Gangguan yang
mempengaruhi jalur eferen juga terjadi, jika oculomotor (3rd saraf) dikompresi pada jalur dari
batang otak untuk mata, maka kerusakan parasimpatik serat yang melakukan perjalanan di luar
akan mengakibatkan pupil melebar. Gangguan yang mempengaruhi jalur simpatik dapat terjadi
di mana saja sepanjang jalur yang dari batang otak lateral untuk mata, mengakibatkan Horner
sindrom. pupil kecil terbatas dan sedikit ptosis adalah karakteristiknya. Penyebab neurologis
jarang terjadi dan umumnya melibatkan lesi di jalur tengah nya. Berikut beberapa penyebab
kelainan pupil dapat ditatalaksna berdasarkan etiologi penyebabnya.
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas terhadap
kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang dinilai.
MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua
pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 1,2
a. Terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV mempercepat pulihnya
penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5
tahun bila dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo atau prednison oral.
Keuntungan terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV ini baik dalam 15
hari pertama saja.
b. Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja
didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun
dibandingkan dengan kelompok placebo 16% dan kelompok yang mendapatkan
steroid IV 13%) sampai dengan follow up 5 tahun.
c. Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan menggunakan
metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat perkembangan ke arah
CDMS selama 2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun
karena persentase perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan kelompok
prednison oral dan placebo.
Penyembuhan visus spontan dapat terjadi pada 40-60% kasus TON indirek dengan
observasi. Namun perbaikan visus lebih terlihat bermakna pada penderita TON yang
diterapi dibandingkan yang tidak diterapi. Tidak ada perbedaan perbaikan visus yang
bermakna pada penderita TON yang hanya diterapi steroid saja, bedah dekompresi saja
atau kombinasi keduanya.
Pengobatan TON dengan steroid dapat juga dilakukan berdasarkan ONTT (The Optic
Neuritis Treatment Trial) dengan menggunakan metilprednisalon 250 mg intravena setiap
6 jam selama 3 hari lalu diikuti dengan prednisolon oral 1 mg/kgbb selama 11 hari.
Bedah dekompresi bertujuan untuk membantu mengurangi tekanan saraf optikus yang
terjadi akibat trauma indirek. Pendekatan bedah yang dilakukan beragam meliputi
5
intrakranial, ekstrakranial,orbital, transetmoid, endonasal dan sublabial. Pendekatan ini
biasanya berdasarkan pengalaman dan kemampuan pembedah. Calon kandidat intervensi
bedah terbaik biasanya penderita TON dengan hilangnya visus dan tamapk frgmen tulang
pada segmen saraf optik intrakanalikular.
5. Meningitis
Tujuan terapi adalah menghilangkan infeksi dengan menurunkan tanda-tanda dan
gejala serta mencegah kerusakan neurologik seperti kejang, tuli, koma dan kematian. 22
-
Terapi Farmakologi
a. Peningkatan inflamasi selaput otak akan meningkatkan penetrasi antibiotik.
Masalah penetrasi AB dapat diatasi dengan pemberian AB langsung secara
intratekal, intrasisternal, atau intraventrikuler.
b. Faktor yang memperkuat penetrasi ke CSS adalah BM yang rendah, molekul yang
tidak terion, kearutan dalam lemak, dan ikatan protein yang kecil.
c. Deksametason sebagai terapi adjuvan, juga sering digunakan pada kasus
meningitis anak, karena dapat menyebabkan perbaikan yang nyata pada
konsentrasi glukosa dan laktat CSS serta juga mnurunkan dengan nyata kejadian
gangguan neurologi yang umum berkaitan dengan meningitis
- Terapi Konservatif/Medikal
a. Antibiotika
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah
dan Lumbal Punksi guna pembrian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab.
Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan
antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan
dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan respons gejala klinis kemungkinan
akan menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah
hasil kultur CSF akan menjadi negatif. 3,6
b. Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan
penetrasi antibiotika ke dalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses,
oleh karena itu penggunaaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu
kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau
edema pada herniasi yang mengancam dan menimbulkan defisit neurologik fokal. 23
Lebel et al (1988) melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita
meningitis bacterial karena H. influenzae dan mendapat terapi deksamethason 0,15
mg/kgBB/x tiap 6 jam selama 4 hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika.
Ternyata pada pemeriksaan 24 jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF,
peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang mengesankan
dari penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan pendengaran pada kelompok
yang mendapatkan deksamethason adalah lebih rendah dibandingkan kontrol. Tunkel
dan Scheld (1995) menganjurkan pemberian deksamethason hanya pada penderita
dengan resiko tinggi, atau pada penderita dengan status mental sangat terganggu,
edema otak atau tekanan intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek samping
penggunaan deksamethason yang cukup banyak seperti perdarahan traktus
gastrointestinal, penurunan fungsi imun seluler sehingga menjadi peka terhadap
patogen lain dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF. 7
6. Cluster Headache
Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari pengobatan
adalah membantu menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek jangka waktu
serangan. Obat-obat yang digunakan untuk cluster headache dapat dibagi menjadi obat-
obat simptomatik dan profilaksis. Obat-obat simptomatik bertujuan untuk menghentikan
atau mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan cluster headache, sedangkan obat-
obat profilaksis digunakan untuk mengurangi frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit
kepala.6
Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat, pengobatan simptomatik harus
mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan segera, biasanya
menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet per oral.6
- Pengobatan simptomatik
1. Oksigen
Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 7 liter/menit
memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 % orang-orang yang
menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih besar dapat lebih efektif. Efek dari
penggunaannya relatif aman, tidak mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah
sekitar 15 menit. Kerugian utama dari penggunaan oksigen adalah pasien harus
membawa-bawa tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan
cara ini menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu. Terkadang
oksigen mungkin hanya menunda daripada menghentikan serangan dan rasa sakit
tersebut akan kembali.6
2. Sumatriptan
Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati migraine, juga
efektif digunakan pada cluster headache. Beberapa orang diuntungkan dengan
penggunaan sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut
masih perlu dilakukan untuk menentukan keefektifannya.6
3. Ergotamin
Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos di pembuluh
darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler, penggunaan intra vena
bekerja lebih cepat daripada inhaler dosis harus dibatasi untuk mencegah
terjadinya efek samping terutama mual, serta hati-hati pada penderita dengan
riwayat hipertensi.6
4. Obat-obat anestesi local
Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi kurang
permeabilitasnya terhadap ion-ion. Hal ini mencegah pembentukan dan
penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain
intra nasal dapat digunakan secara efektif pada serangan cluster headache.
Namun harus berhati-hati jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia,
depresi pernafasan, atau bradikardi.6
Obat-obat profilaksis :
1. Anti konvulsan
Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster headache telah
dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme kerja obat-obat ini
untuk mencegah cluster headache masih belum jelas, mungkin bekerja dengan
mengatur sensitisasi di pusat nyeri. 6
2. Kortikosteroid
Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster headache
dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi diberikan selama beberapa
hari selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme kerja kortikosteroid pada
cluster headache masih belum diketahui.6
-
Pembedahan
Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster headache kronik
yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan atau pada pasien yang memiliki
kontraindikasi pada obat-obatan yang digunakan. Tindakan pembedahan hanya pada
pasien yang mengalami serangan pada satu sisi kepala saja karena operasi ini hanya
bisa dilakukan satu kali. Sedangkan yang mengalami serangan berpindah-pindah dari
satu sisi ke sisi yang lain mempunyai resiko kegagalan operasi.6
Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati cluster
headache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang
bertanggungjawab terhadap nyeri.6
Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif (contohnya radio
frekuensi pericutaneus, ganglionhizolisis trigeminal, rhizotomi) telah terbukti berhasil
mengobati cluster headache. Namun demikian terjadi efek samping berupa diastesia
pada wajah, kehilangan sensoris pada kornea dan anestesia dolorosa.6
Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering
digunakan karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah penanaman
elektroda perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan stereostatik di bagian
inferior hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa perangsangan hipotalamus pada
pasien dengan cluster headache yang parah memberikan kesembuhan yang komplit
dan tidak ada efek samping yang signifikan.6
7. Sifilis
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama
belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin,
makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses
lebih lanjut.2
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.2,3,5
- Penisilin
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus placenta
sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang
terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.2
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03
unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum selama
sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hari
untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka
tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman
dapat berkembang biak.2
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi
bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama
kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum dua
sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak
dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan suntikan.
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang
pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya
setiap minggu.2
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat dalam serum dapat
bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari
seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai
kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karens sukar masuk ke dalam
darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena
penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang
tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi. Demikian pule PAM memberi rasa
nyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang
dalam; obat ini kini jarang digunakan.2
Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan penisilin G
benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk
neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta
unit sehari, diberikan 3-4 juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.2
Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain dalam akua
100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan 50.000 unit/kg B.B., i.m.,
setiap hari selama 10 hari.2
Reaksi Jarish-Herxheimer
Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish- Herxheimer.6 Sebab
yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas
akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. paffidum yang coati. Dijumpai sebanyak
50-80% pada sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam sampai due betas jam
pada suntikan penisilin yang pertama.2
Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya hanya ringan
berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala,
artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan pada muka.8 Gejala lokal yakni afek primer
menjadi bengkak karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan
menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan penderita pada S I.2
Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis pada
penderita dengan gums di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya karena
edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur aneurisms
atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan
fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.2
Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid, contohnya dengan
prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai pencegahan,
misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua sampai tiga
hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari kemudian.2
- Antibiotik Lainnya
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai pengo-
batan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.2
Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau
aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15
hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil,
efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin,
yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.2
Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin yang
diberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan perbaikan.9
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg sehari
selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama 15
hari.2Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara yang
sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.10 Dosisnya 500 mg sehari sebagai
dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. Penyembuhannya
mencapai 84,4%.2 tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk.,
penyembuhannya mencapai 84,4%.2
8. Sindrom Horner
Penatalaksanaan yang sesuai untuk sindroma Horner tergantung pada etiologi yang
mendasarinya. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengeradikasi proses penyakit yang
mendasarinya. Pada banyak kasus, bagaimana pun juga, tatalaksana yang efektif tidak
diketahui. Intervensi pembedahan diindikasikan dan dilakukan berdasarkan etiologi
tertentu, termasuk diantaranya bedah saraf pada sindroma Horner yang terkait aneurisma,
dan juga bedah vaskular untuk penyebab seperti diseksi arteri karotis atau aneurisma.
Daftar Pustaka