Case Report Anes KET
Case Report Anes KET
TERGANGGU
Disusun oleh :
Betha Nurvia
Pembimbing :
2016
BAB I
STATUS PASIEN
A. RESUME
Seorang wanita berusia 32 tahun datang ke IGD rumah sakit dr.slamet garut, pasien hamil 2
minggu dan pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS. Keluhan juga
disertai dengan nyeri pada perut kanan bawah. Pasien juga mengeluh merasa lemas dan
terganggu. Rencana tindakan adalah salphingektomi. Keadaan hemodinamik pasien pada saat
Umur : 32 tahun
No. RM : 894371
Tindakan : Salphingiektomi
Bagian : Obgyn
tidur, riwayat asma, penyakit jantung, diabetes miletus, penyakit hati, penyakit ginjal, dan
hipertensi disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit paru. Pasien tidak memiliki
kebiasaan merokok, mengkonsumsi obat- obatan terlarang dan alkohol. Pasien mengaku
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15
Respirasi : Spontan
RR : 24 x/menit
SpO2 : 99 %
BB : 50 kg
TB : Tidak ditanyakan
Golongan Darah : B+
Thoraks :
Paru
- Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
- Auskultasi : VBS kanan sama dengan kiri, tidak ada suara
Ekstremitas :Capillary refill time (>2 detik), edema (-/-), sianosis (-/-),
Pemeriksaan Laboratorium
Inform consent
Izin tindakan anastesi dan operasi telah dimengerti dan ditandatangani oleh pasien dan
keluarganya .
Kesimpulan
Seorang wanita 32 tahun dengan kehamilan berusia 2 minggu datang ke IGD dengan keluhan
keluar darah dari jalan lahir sejak 1 minggu SMRS. Keluhan disertai nyeri pada perut kanan
Status fisik ASA pasien tersebut adalah ASA III karena pasien disertai dengan anemia. Izin
D. PROSEDUR ANESTESI
PREMEDIKASI : IV
Jam : 07.30
Obat : Ondansetrone 4 mg
ANESTESI UMUM :
Induksi : Sempurna
MONITORING
Anestesi Umum
Persiapan Obat
KTM 100 mg
Atracurium 30 mg
Ondansentron 4 mg
Kalnex 500 mg
Atracurium 10 mg
Atracurium 10 mg
Atracurium 10 mg
Furosemid 1 amp
Pemberian cairan :
Kanan
RL
RL + Fentanyl 100 mcg
Kiri
RL
HES
PRC
Masalah durante operasi :
Tidak ada
Tindakan :
i. Resusitasi cairan
ii. Intubasi
iii. Kontrol pernafasan
sebagai berikut :
Fentanyl : 50 mikrogram
Propofol : 100 mg
Roculax : 25 mg
Intubasi : telah dilakukan secara oral menggunakan tube no 7,5 dengan balon
Tensi : 70/30mmHg
HR : 105x/mnt
SpO2 : 99-100%
Rumatan :
Posisi : supine
E. MONITORING
Puasa : 8 Jam
Perdarahan : 300 cc
4 cc x 10 = 40
2 cc x 10 = 20
1 cc x 30 = 30
= 90 cc per jam
70 cc/kgBB x 50 kg = 3500 cc
% perdarahan :
3500
8 cc/kg x 50 kg = 400 cc
Cairan sisa :
Cairan pasca op :
2. Pemberian cairan ringer laktat sebanyak 3 kolf dengan kecepatan tetesan 3gtt/menit.
Tekanan darah : 110/60 mmHg (tekanan darah yang terbaca di monitor sebelum
masuk RR)
Respirasi : 15 kali/menit
Pasien diobservasi selama 45 menit kemudian pindah ruangan. Selama observasi tidak
Aldrette score total 9 didapatkan kurang lebih 45 menit setelah observasi di RR.
Diuresis kurang lebih 100 cc selama 1 jam.
Transfusi sd Hb 8 g/dL
PERMASALAHAN
Kehamilan ektopik terganggu adalah Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila
zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan
rongga abdomen. Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana
timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang
menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering),
isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan
ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara
interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping
yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada
implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi
kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut
pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan
miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil
konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi
trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi
akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda
Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun
tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi
lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-
Stella.
Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya
kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: 1) hasil konsepsi mati dini dan
diresorbsi, 2) abortus ke dalam lumen tuba, dan 3) ruptur dinding tuba.
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,
sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila
pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung.
Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan
kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga
abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars
isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur
terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih
akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan
intrauterin biasa. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal
karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars
interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang
melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan. Ruptur, baik pada
kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan
maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin
terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang
masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan
janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus,
usus dan ligamen.
Gejala Subjektif
Sebagian besar pasien merasakan nyeri abdomen, keterlambatan menstruasi dan
perdarahan per vaginam. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan terjadi
secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba tidak sehebat
nyeri akibat ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri terdapat pada satu sisi,
tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang peritoneum, nyeri menjadi
menyeluruh. Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan dari
abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua. Keterlambatan
menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya
hamil, atau menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran (abortus tuba).
Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum
haid berikutnya. Kadang-kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini
disebabkan iritasi diafragma oleh hemoperitoneum.
Temuan objektif
Pada kasus-kasus yang dramatis, sering kali pasien datang dalam keadaan umum yang
buruk karena syok. Tekanan darah turun dan frekuensi nadi meningkat. Darah yang masuk ke
dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum, sehingga pada pasien ditemukan tanda-
tanda rangsangan peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire). Bila
perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat dijumpai tanda anemia pada pasien.
Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus. Dengan adanya hematokel
retrouterina, kavum Douglas teraba menonjol dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio).
Di samping itu dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan, seperti pembesaran uterus.
BAB III
PEMBAHASAN
2. Curah jantung dipertahankan dengan batas batas yang memungkinkan perfusi jaringan
3. Tekanan darah sistemik berkisar dalam batas batas yang tidak menimbulkan gangguan
4. Keteptan dalam melakukan resusitasi cairan untuk menggantikan perdarahan yang terjadi
Agar keempat factor diatas terpenuhi maka diperlukan pengetahuan patofisiologi penyakit
kehamilan ektopikn terganggu dan pengaruh obat anesthesia terhadap pnyakit tersebut.
1. Penilaian prabedah :
b. Data mengenai obat obat yang sering diminum atau dipakai seperti obat
obatan analgesic, anti emetic, obat-obatan terapi penyakit paru yang sangan
hepatotoksik dan lain lain. Obat obat ini akan memperngaruhi pemberian
anesthesia umum
2. Premedikasi
3. Anesthesia
Denyut jantung atau nadi, tekanan darah dipertahankan dalam batas batas
normal
Saat saat tindakan anesthesia yang dapat menimbulkan resiko tinggi dilakukan dengan
Induksi
Intubasi
Pasca bedah
Monitoring yang seksama (monitoring, EKG, tekanan darah, tekanan vena sentral,
Terganggu :
2. http://ruslanpinrang.blogspot.com/2009/03/decompensasi-cordis-gagal-jantung.html