Anda di halaman 1dari 18

CASE REPORT

ANASTESI PADA KEHAMILAN EKTOPIK

TERGANGGU

Disusun oleh :

Muhammad Hikmah Adha

Yogie Nahara Saputra

Betha Nurvia

Pembimbing :

dr. Hj. Hayati Usman,Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.SLAMET GARUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2016
BAB I

STATUS PASIEN

A. RESUME
Seorang wanita berusia 32 tahun datang ke IGD rumah sakit dr.slamet garut, pasien hamil 2

minggu dan pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS. Keluhan juga

disertai dengan nyeri pada perut kanan bawah. Pasien juga mengeluh merasa lemas dan

pusing. Setelah pemeriksaan pasien tersebut di diagnosa sebagai kehamilan ektopik

terganggu. Rencana tindakan adalah salphingektomi. Keadaan hemodinamik pasien pada saat

operasi dan pasca operasi dapat dikontrol dengan baik.


B. DATA UMUM

Nama : Ny. Siti

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : kp. indralayan/ caringin

No. RM : 894371

MRS : 19 Oktober 2016

Tgl Operasi : 19 Oktober 2016

Diagnosa : G2P1A0 kehamilan ektopik terganggu + anemia

Tindakan : Salphingiektomi

Operator : dr. Rizqi Sp.OG

Bagian : Obgyn

Anestesi : dr. Dhadi Ginanjaar. Sp.An.


C. PEMERIKSAAN PRA BEDAH
1. Anamnesa
Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir
Anamnesa Khusus :
Pasien tidak ditemukan suara serak, gangguan menelan, sesak nafas, mengorok pada saat

tidur, riwayat asma, penyakit jantung, diabetes miletus, penyakit hati, penyakit ginjal, dan

hipertensi disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit paru. Pasien tidak memiliki

kebiasaan merokok, mengkonsumsi obat- obatan terlarang dan alkohol. Pasien mengaku

belum pernah melakukan operasi dan tidak memakai gigi palsu.

STATUS MEDIS SAAT MASUK KAMAR OPERASI

Kesadaran : Composmentis

GCS : 15

Airway : Tidak terintubasi

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 82 x/menit regular / Adekuat

Respirasi : Spontan

RR : 24 x/menit

SpO2 : 99 %

BB : 50 kg

TB : Tidak ditanyakan

Golongan Darah : B+

Mata : Conjunctiva anemis (+/+)

Mulut : Pembukaan mulut 5 cm, Gigi lengkap, Mallampati score 1

Kulit : Turgor menurun


Leher : Benjolan (-), sikatrik (-), JVP dalam batas normal.

Thoraks :

Paru
- Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
- Auskultasi : VBS kanan sama dengan kiri, tidak ada suara

tambahan seperti ronki dan wheezing



Jantung
Bunyi jantung I dan II iregular, gallop S3 (-), murmur ( - )

Abdomen : Bising usus (+) datar halus

Ekstremitas :Capillary refill time (>2 detik), edema (-/-), sianosis (-/-),

clubbing finger (-/-)

Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium 18 Oktober 2016



Hb : 3.1g/dL

Ht : 9%

Lekosit : 15.900/mm3

Trombosit : 273.000/mm3

Eritrosit : 0.9 juta/mm3

SGOT : 23 U/l

SGPT : 35 U/l

Glukosa Darah Sewaktu : 211 mg/dL

Laboratorium 19 Oktober 2016(POD I)



Hb : 7.7g/dL

Ht : 21%

Lekosit : 17.9900/mm3

Trombosit : 111.000/mm3

Eritrosit : 2.49 juta/mm3

EKG : Dalam Batas Normal


Toraks Foto : Dalam Batas Normal
TPP : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Lain :-
Penyakit Penyerta :
Sistem saraf : (-)
Sistem respirasi : (-)
Sistem kardiovaskuler : (-)
Sistem gastrointestinal : (-)
Sistem urinarius : (-)
Sistem muskuloskletal : (-)
Sistem metabolik : (-)
Lain-lain : (-)

Terapi Medikamentosa : (-)

Inform consent

Izin tindakan anastesi dan operasi telah dimengerti dan ditandatangani oleh pasien dan

keluarganya .

Kesimpulan

Seorang wanita 32 tahun dengan kehamilan berusia 2 minggu datang ke IGD dengan keluhan

keluar darah dari jalan lahir sejak 1 minggu SMRS. Keluhan disertai nyeri pada perut kanan

bawah. Dilakukan pemeriksaaan, didiagnosis sebagai kehamilan ektopik terganggu, lalu

diputuskan untuk dilakukan salphingektomi. Operasi menggunakan tekhnik anestesi umum.

Status fisik ASA pasien tersebut adalah ASA III karena pasien disertai dengan anemia. Izin

operasi sudah dimengerti dan ditandatangani oleh pasien dan keluarga.

D. PROSEDUR ANESTESI

PREMEDIKASI : IV

Jam : 07.30

Obat : Ondansetrone 4 mg

JENIS ANESTESI : Umum

ANESTESI UMUM :
Induksi : Sempurna

Teknik : Semi Open

Pengaturan nafas : Spontan / Assist / Kontrol

MONITORING

Anestesi Umum

1. Persiapan pra Anestesi


Persiapan Alat :
S ( scope ) : stethoscope dan laryngoscope
T ( tube ) : Pipa trakea no 6, 5 : 7 : dan 7, 5
A ( airway ) : pipa mulut faring (/ orofaringeal airway )
T ( tape ) : plester
I ( Introducer ) : stylet C
C ( conector ) : penyambung antara pipa dan peralatan
S ( suction ) : Penghisap
Tensi meter dan monitor EKG
Tabung gas N2O dan O2 terisi dan terbuka
Spuit 10 ml kosong

Persiapan Obat

KTM 100 mg
Atracurium 30 mg
Ondansentron 4 mg
Kalnex 500 mg
Atracurium 10 mg
Atracurium 10 mg
Atracurium 10 mg
Furosemid 1 amp
Pemberian cairan :
Kanan
RL
RL + Fentanyl 100 mcg

Kiri
RL
HES
PRC
Masalah durante operasi :
Tidak ada
Tindakan :
i. Resusitasi cairan
ii. Intubasi
iii. Kontrol pernafasan

Pasien dipasang monitor :


Tensi : 107/63 mmHg HR : 110 x/mnt SpO2 : 99 % dengan udara bebas
2. Induksi anestesi
Setelah preoksigenisasi dgn O2 100%. Pasien diberikan obat anestesi dengan urutan

sebagai berikut :
Fentanyl : 50 mikrogram
Propofol : 100 mg
Roculax : 25 mg
Intubasi : telah dilakukan secara oral menggunakan tube no 7,5 dengan balon

dan tidak terdapat kesulitan saat intubasi

Saat dan pasca intubasi :

Tensi : 70/30mmHg

HR : 105x/mnt

SpO2 : 99-100%

Rumatan :

Tidal volume : 50 x 8 = 400 mL

L/menit : 400 x 14 = 5,6 L

N2O ( 2,5 liter / menit ) + O2 ( 2,5 liter / menit ) + isofluran 2 vol %

Respirasi : pada awalnya pasien belum bernapas spontan , sehingga

menggunakan ventilator dengan tidal volume 400 ml , RR 14 x / menit

Posisi : supine

E. MONITORING

Monitoring selama operasi ( 1 jam 30 Menit )

Tekanan darah : Tertinggi 125 / 70 mmHg


Terendah 73/35 mmHg
Nadi : Tertinggi 113 x / menit
Terendah 105 x / menit
Saturasi oksigen : 99 %

PERHITUNGAN RENCANA PEMBERIAN CAIRAN :


BB : 50 KG

Puasa : 8 Jam

Lama operasi : 1,5 jam

Perdarahan : 300 cc

Cairan yang sudah diberikan : 2 RL

Kebutuhan cairan maintenance untuk pasien dengan berat badan 50 kg

4 cc x 10 = 40

2 cc x 10 = 20

1 cc x 30 = 30

= 90 cc per jam

Pasien telah puasa 8 jam, maka deficit cairan :

8 jam x 90 cc/jam = 720 cc

Estimated Blood Volume :

70 cc/kgBB x 50 kg = 3500 cc

% perdarahan :

300 x 100 % = 8,57% (perdarahan ringan)

3500

Stress Operasi : operasi besar : 6 8 cc/kg

8 cc/kg x 50 kg = 400 cc

400 cc x 1,5 jam (lama operasi) = 600 cc


Total cairan :

Perdarahan + Maintenance + stress operasi : 300 cc + 720 cc + 600 cc = 1620 cc

Cairan sisa :

Total cairan cairan yang sudah diberikan : 1620 cc 1000 cc = 620 cc

Cairan pasca op :

(24 jam (puasa + lama operasi)) x maintenance : (24-(8+1,5)) x 90 cc = 1305 cc

Kebutuhan cairan post operasi :

Cairan sisa + cairan post op : 620 + 1305 = cc/jam / 4 = 33 gtt/menit

Sisa waktu 14,5

KEADAAN PASCA BEDAH

1. Pemberian Oksigen 2 Liter, selama 6 jam

2. Pemberian cairan ringer laktat sebanyak 3 kolf dengan kecepatan tetesan 3gtt/menit.

Pasien masuk recovery room dengan keadaan :

Keadaan umum : compos mentis masih dalam pengaruh obat anestesi

Tekanan darah : 110/60 mmHg (tekanan darah yang terbaca di monitor sebelum

masuk RR)

Nadi : 110 kali/menit

Respirasi : 15 kali/menit

Dan dipasang O2 3 liter/menit.

Pasien diobservasi selama 45 menit kemudian pindah ruangan. Selama observasi tidak

ditemukan komplikasi mual muntah.

Aldrette score total 9 didapatkan kurang lebih 45 menit setelah observasi di RR.
Diuresis kurang lebih 100 cc selama 1 jam.

INSTRUKSI PASCA BEDAH

Observasi kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu

Observasi Perdarahan post CP

Transfusi sd Hb 8 g/dL

Analgetik Fentanyl 100 mcg dalam RL 15 gtt/menit

Puasa sampai dengan Bising Usus +


BAB II

PERMASALAHAN

Kehamilan ektopik terganggu adalah Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila
zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan
rongga abdomen. Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana
timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang
menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.

Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering),
isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan
ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara
interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping
yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada
implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi
kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut
pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan
miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil
konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi
trofoblas.

Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi
akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda
Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun
tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi
lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-
Stella.

Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya
kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: 1) hasil konsepsi mati dini dan
diresorbsi, 2) abortus ke dalam lumen tuba, dan 3) ruptur dinding tuba.

Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,
sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila
pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung.
Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan
kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga
abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.

Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars
isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur
terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih
akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan
intrauterin biasa. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal
karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars
interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang
melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan. Ruptur, baik pada
kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan
maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin
terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang
masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan
janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus,
usus dan ligamen.

Manifestasi Klinik Kehamilan Tuba

Gejala Subjektif
Sebagian besar pasien merasakan nyeri abdomen, keterlambatan menstruasi dan
perdarahan per vaginam. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan terjadi
secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba tidak sehebat
nyeri akibat ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri terdapat pada satu sisi,
tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang peritoneum, nyeri menjadi
menyeluruh. Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan dari
abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua. Keterlambatan
menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya
hamil, atau menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran (abortus tuba).
Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum
haid berikutnya. Kadang-kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini
disebabkan iritasi diafragma oleh hemoperitoneum.

Temuan objektif

Pada kasus-kasus yang dramatis, sering kali pasien datang dalam keadaan umum yang
buruk karena syok. Tekanan darah turun dan frekuensi nadi meningkat. Darah yang masuk ke
dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum, sehingga pada pasien ditemukan tanda-
tanda rangsangan peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire). Bila
perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat dijumpai tanda anemia pada pasien.
Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus. Dengan adanya hematokel
retrouterina, kavum Douglas teraba menonjol dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio).
Di samping itu dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan, seperti pembesaran uterus.
BAB III

PEMBAHASAN

Anesthesia pada pasien kehamilan ektopik terganggu

Penatalaksanaan anesthesia pada penderita penyakit system kardiovaskuler berpedoman

kepada beberapa factor, yang merupakan prinsip dasar yaitu :

1. Oksigenasi harus dipertahankan dengan cukup

2. Curah jantung dipertahankan dengan batas batas yang memungkinkan perfusi jaringan

berlangsung lancer dan memadai

3. Tekanan darah sistemik berkisar dalam batas batas yang tidak menimbulkan gangguan

aliran darah ke otak, koroner, liver dan ginjal

4. Keteptan dalam melakukan resusitasi cairan untuk menggantikan perdarahan yang terjadi

selama operasi berlangsung.

Agar keempat factor diatas terpenuhi maka diperlukan pengetahuan patofisiologi penyakit

kehamilan ektopikn terganggu dan pengaruh obat anesthesia terhadap pnyakit tersebut.

Prinsip penatalaksanaan anesthesia :

1. Penilaian prabedah :

a. Riwayat perjalanan penyakit dan penyebabnya

b. Data mengenai obat obat yang sering diminum atau dipakai seperti obat

obatan analgesic, anti emetic, obat-obatan terapi penyakit paru yang sangan
hepatotoksik dan lain lain. Obat obat ini akan memperngaruhi pemberian

anesthesia umum

c. Pemeriksaan laboratorium, EKG, foto thoraks, USG, HCG.

d. Pengobatan prabedah atau anesthesia pada KET terutama dalam mengatasi

perdarah yang mungkin akan berlebihan.

2. Premedikasi

Tergantung penilaian pra bedahnya. Umumnya Premedikasi yang diberikan berupa


ondansetron 4 mg, ketorolac 30 mg, methyl prednisolon 125 mg diberikan secara intravena
dalam waktu 5 menit sebelum induksi anestesi.

3. Anesthesia

Prinsip umum anesthesia pada penderita kehamilan ektopik terganggu :

Denyut jantung atau nadi, tekanan darah dipertahankan dalam batas batas

normal

Perfusi atau oksigenasi cukup memadai

Gunakan obat anastesia yang seminimal mungkin memicu perdarahan.

Gunakan volantine yang sedikit memicu perubahan keseimbangan gas darah

untuk meminimalisir kerja paru paru yang sudah tidak optimal.

Menjaga saturasi oksigen tetap stabil.

Saat saat tindakan anesthesia yang dapat menimbulkan resiko tinggi dilakukan dengan

hati hati yaitu saat :

Induksi

Intubasi

Pasca bedah
Monitoring yang seksama (monitoring, EKG, tekanan darah, tekanan vena sentral,

tekanan arteri pulmonalis dan lain lain)

Perlakuan atau pertimbangan khusus pada penderita penyakit Kehamilan Ektopik

Terganggu :

Kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis ditempat insisi atau

akibat kesulitan dalam pengerjaan laparatomi.

Persiapan darah segar, koloid, serta cairan untuk mengantisipasi kemungkinan

terjadi perdarahan sedang atau berat.


DAFTAR PUSTAKA

1. Latief,Said A, dkk (2001) : Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi Kedua, Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif Universita Indonesia, Jakarta.

2. http://ruslanpinrang.blogspot.com/2009/03/decompensasi-cordis-gagal-jantung.html

Anda mungkin juga menyukai