Dokumen - Tips - Tugas KKP 55a7517a307a5
Dokumen - Tips - Tugas KKP 55a7517a307a5
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran
upaya pencegahan dan penanggulangan emerging infectious disease di pintu masuk negara.
1.3 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam tulisan ini adalah
bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan emerging infectious desease di pintu
masuk negara?
1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi penulis adalah untuk menambah pamahaman dan wawasan penulis
mengenai pencegahan dan penanggulangan emerging infectious desease.
2. Manfaat untuk KKP adalah sebagai masukan unruk melaksanakan perannya dalam
pencegahan dan penanggulangan emerging infectious desease di pintu masuk negara.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Emerging inectious diseases sebagian besar (tidak semua) berhubungan dengan zoonosis
(penyakit yang berhubungan dengan hewan) dan mempunyai dampak internasional karena
dapat terjadi PHBEIC (Public Health Emergency Of International Concern), suatu keadaan
gangguan kesehatan (bisa penyakit, atau dampak kimia/ radiasi, dll) yang menjadi perhatian
internasional yang dapat menyebar antar negara.
5
Berikut adalah penjelasan dari beberapa Emerging Infectious Diseases yang pernah
terjadi didunia:
a. Infeksi virus hanta adalah penyakit infeksi paru yang jarang tapi serius, sering fatal,
disebabkan oleh virus hanta tipe Sin Nombre, sedangkan tipe lain menyerang ginjal.
Virus hanta ditemukan pada rodent, terutama di amerika utara. Tertular bila menghisap
debu terkontaminasi liur, kencing, cairan tubuh virus yang terinfeksi. Dilaporkan
beberapa jenis tikus tertentu di beberapa pelabuhan laut menunjukkan tes serologi positif
terhadap virus hanta.
b. Infeksi virus ebolam pertama kali ditemukan di sudan dan aire 1976. Kejadian Luar Biasa
(KLB) berikutnya 1995, 2000-2001. Sampai deseber 2003 masih terjadi KLB di beberapa
negara Afrika. Angka kematian 50-90%. Cara terinfeksi kontak langsung dengan darah,
6
sekret, organ, dan cairan tubuh penderita/binatang terinfeksi. Reservoir alami adalah
primata dan kalelawaar. Dilaporkan bahwa tes serologi pada kera di Jawa Barat
(tanggerang) dan lampung menunjukkan positif terhadap virus Ebola.
c. Avian influenza disebabkan oleh virus influenza H5N1, terjadi KLB pada tahun 1997 dan
2003. Penyakit disebabkan oleh virus influenza yang menyerang unggas, burung, ayam.
Menular dari unggas ke unggas, ke hewan lain dan ke manusia. Penularan dari manusia
ke manusia kemungkinannya kecil tetapi potensial terjadi terutama bila terjadi mutasi.
Secara kumulatif kasus avian influenza pada tahun 2007 mencapai 118 orang dan 95
diantaranya meninggal. Februari 2008 jumlah kasus 126 orang dan 103 meninggal dunia.
Angka kematian mencapai 80,5%.
d. SARS merupakan penyakit infeksi pada jaringan paru manusia, pertama kali ditemukan di
Cina pada tahun 2003 yang disebabkan oleh Corona Virus Pnemunia yang bermutasi
hingga terjadi pandemi. SARS memiliki angka penularan yang tinggi dan pada tahun
2003 WHO menetapkan SARS merupakan ancaman kesehatan global. Penularan infeksi
melalui inhalasi pernapasan dari pasien yang menderita pada saat batuk atau bersin, atau
kontaminasi tangan penderita.
e. Influenza A baru disebabkan oleh virus influeza tipe H1N1. WHO mengumumkan
pandemi global pada tahun 2009. Meskipun influenza yang ditimbulkan termasuk ringan,
tetapi penyebarannya sangat mudah dari manusia ke manusia menyebabkan tingginya
tingkat kesakitan karena virus influenza ini. Hingga sekarang karakteristik virus H1N1
masih tetap sama dengan karakteristik virus pertama yang terjadi di Meksiko, tetapi ada
kekhawatiran perubahan atau mutasi genetik dari virus influenza A baru (H1N1) menjadi
lebih berat daripada saat ini.
f. HIV/AIDS merupakan penyakit yang mengancam penduduk dunia saat ini. Ditemukan
pertama kali di amerika 20 tahun yang lalu. Penyakit ini adalah sekumpulan gejala yang
terjadi akibat menurunyya daya tahan tubuh seseorang. Disebabkan oleh virus HIV yang
ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang
berulang kali dan bergantian, dll. Epidemi HIV/AIDS di Indonesia telah bergerak dari
satu tingkat epidemi rendah yaitu prevalensi <1% tingkat epidemi terkonsentrasi dimana
pada kelompok resiko tinggi tertentu telah melebihi 5% seperti di Sorong, Merauke, Riau
untuk kelompok wanita pekerja seksual (WPS) dan Jakarta, Bali untuk kelompok
Intravena Drugs Users (IDUs). Laporan HIV/AIDS di indonesia secara kumulatif tahun
2001 tercatat 671, HIV 1904 namun diperkirakan di indonesia teradapat 80.000-120.000
7
ODHA artinya dalam 10 taun mendatang kemungkinan akan ditemukan 100.000 orang
yang sakit dan meninggal karena AIDS.
g. Tuberkulosis (TB), membunuh manusia secara global daripada agen infeksi tunggal
lainnya. Diperkirakan sepertiga populasi dunia (1,86 miliar jiwa) terinfeksi
mikrobakterium tuberkulosis dan 16,2 miliar telah mengalami penyakit TB. Walaupun
TB penyakit yang dapat diobati, karena kurangnya obat di beberapa negara, dan durasi
pengobatan yang lama sehingga menimbulkan resistensi, akibatnya TB menjadi sulit
untuk diterapi.
h. Dengue Hemorragic Fever, merupakan infeksi Arbovirus yang membutuhkan perhatian
di Asia Tenggara dengan 1,3 miliar jiwa manusia berisiko. Penyakit ini ditularkan oelh
vektor nyamuk Aedes Aegepty. Peningkatan demam Dengue di area tropis dan subtropis
disebabkan oleh faktor pertumbuhan populasi penduduk yang cepat, peningkatan
urbanisasi, suplai air yang tidak adekuat dan pembuangan limbah yang tidak adekuat.
i. Malaria, merupaka penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium. Menurut WHO
hingga tahun 2005 malaria menjadi masalah kesehatan utama di 107 negara. Penyakit ini
menyerang 350-500 juta orang setiap tahunnya. Resistensi plasmodium terhadap obat
malaria, resistensi vektor terhadap insektisida serta perpindahan penduduk dari dan ke
daerah endemis merupakan faktor yang memperngaruhi meningkatnya masalah malaria.
j. Pes adalah penyakit zoonotik yang disebabkan Yersinia Pestis, ditularkan melalui pinjal
tikus (gigitan atau kontak dengan jaringan binatang terinfeksi). Tingkat kematian 50-60%
bila tidak diobati. Daerah endemis adalah Asia, Afrika dan Amerika. Walaupun kasus pes
terakhir ditemukan pada tahun 1970 tetapi Yersinia Pestis masih berhasil diisolasi sampai
tahun 1972 di jawa tengah.
paling cepat. Avian influenza tersebar diseluruh dunia dalam waktu kurang dari 12 bulan.
SARS dibawa melalui perjalanan udara internasional oleh orang terinfeksi ke 31 negara
yang dilaporkan kemungkinan kasus SARS.
3. Faktor lingkungan.
Air dan higiene yang baik adalah prasyarat kesehatan individual dan masyarakat. Secara
global, diperkirakan 1 miliar penduduk tidak memiliki akses terhadap suplai air dan 2,5
miliar kurang memiliki sanitasi yang baik. Di asia tenggara, walaupun 86% populasi
dinyatakan mendapat akses suplai air bersih, tetapi kualitas dan keamanan air
dipertanyakan. Penyakit yang ditularkan melalui air terus menjadi masalah utama.
Fasilitas sanitasi dasar yang lemah menyebabkan lebih dari 88 juta populasi di Asia
Tenggara kurang mendapat fasilitas yang baik untuk pembuangan limbah.
Perubahan lingkungan yang terjadi secara mendadak pada lingkungan yang luas
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya emerging infections.
Utamanya yang berkaitan dengan pembabatan hutan (deforestation) maupun
penghutanan kembali (forestation). Keduanya dapat mengakibatkan perubahan ekologi.
Deforestation mengubah flora dan fauna, ekosistem diseluruh dunia telah rusak.
Perubahan ini menyebabkan meningkatnya pemaparan serangga atau binatang lainnnya
pada manusia. Jika binatang-binatang ini merupakan reservoir, vektor atau hospes
perantara dari mikroorganisme atau parasit maka akan meningkatkan penularan vector
borne diseases, zoonoses atau penyakit menular lainnya.
Manusia hidup sangat dekat dengan binatang sejak waktu yang lama. Kedekatan ini,
kontak yang terus menerus menyebabkan pertukaran mikroorganisme antara hewan dan
manusia dan memberikan kesempatan untuk terjadi perubahan genetik organisme untuk
menyesuaikan terhadap tubuh manusia dan memulai siklus baru untuk transmisi orang ke
orang, misalnya SARS sesuai dengan fenomena ini.
Infeksi zoonotik meningkat sesuai proporsi jumlah dan intensitas hewan yang kontak
dengan manusia. Sebagai tambahan, peningkatan produksi daging juga meningkatkan
infeksi zoonotik secara eksponensial. Emerging infectious dapat meningkat dari heawan
dan burung dan merupakan bibit pandemi melalui perpindahan ke negara lain melalui
migrasi atau perdagangan.
Pemanasan global selama tiga tahun terakhir, terlihat bumi akan lebih panas 1-4C dari
abad 21. Hal ini akan mengubah distribusi vektor. Pada suhu yang lebih panas, parasit
11
berkembang lebih cepat. Konsekuensinya akan ada peningkatan insidensi malaria dan
dengue fever.
a. Infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang telah resisten, respon terhadap
pengobatan standar sering gagal sehingga memperpanjang masa sakit dan memperbesar
risiko kematian.
b. Resistensi antimikroba mengurangi efektifitas pengobatan karena pasien masi dalam
masa infeksius yang lebih lama, oleh karena itu potensial untuk menularkan
mikroorganisme yang resisten pada orang lain.
c. Banyak penyakit penyakit infeksi berisiko untuk menjadi tidak terkontrol dan akan
menghambat kemajuan pencapaian target United Nation Millenium Development Goals
(UN MDGs) 2015.
d. Ketika infeksi menjadi resisten pada obat lini pertama, terapi pilihan yang harus diberikan
menjadi lebih mahal. Semakin lama masa sakit dan pengobatan, meningkatkan biaya
pelayanan kesehatan dan ancaman finansial terhadap keluarga masyarakat.
e. Pengobatan modern yang telah dicapai seperti transplantasi organ, kemoterapi dan operasi
pembedahan menjadi sangat berisiko oleh karena adanya resistensi mikroba karena tanpa
antimikroba yang efektif keberhasilan metode pengobatan tersebut menjadi menurun.
f. Peningkatan perdagangan dan perjalanan global menyebabkan mikroorganisme yang
resisten dapat menyebar antar negara dan benua.
Laksanakan pemeriksaan;
Periksa bukti tindakan yang dilakukan pada saat keberangkatan atau transit untuk
menghilangkan infeksi atau kontaminasi;
Lakukan tindakan terhadap bagasi, kargo, petikemas, alat angkut, barang, paket pos
atau jenazah manusia untuk menghilangkan infeksi atau kontaminasi termasuk vektor
dan reservoir;
Lakukan tindakan khusus untuk memastikan keamanan penanganan dan transportasi
jenazah manusia;
Laksanakan isolasi atau karantina;
Sita dan hancurkan barang yang terinfeksi atau terkontaminasi atau bagasi, kargo,
petikemas, alat angkut, barang dan paket pos yang dicurigai, di bawah pengawasan,
sebagai upaya terakhir dan
Tolak keluar atau masuknya alat angkut.
5. WHO, bekerja sama dengan instansi antar pemerintah yang berwenang dan lembaga
internasional, harus membuat pedoman sertifikasi bagi bandar udara dan bandar laut
sesuai dengan Pasal ini. WHO harus menerbitkan daftar bandar udara dan bandar laut
yang sudah memperoleh sertifikat.
memberitahu para dokter yang praktek mengenai persyaratan ini sesuai dengan undang-
undang Negara tersebut.
5. Setiap pemeriksaan medik, prosedur medis, vaksinasi atau profilaksis lain yang mungkin
menularkan penyakit hanya boleh dilakukan atau diberikan kepada penumpang sesuai
dengan petunjuk atau standard nasional atau internasional, guna meminimalkan hal yang
tidak diinginkan tersebut.
Pasal 28 Kapal laut dan Pesawat udara pada saat berada di Pintu Masuk
1. Sesuai dengan pasal 43 atau mengacu pada perjanjian internasional yang ada, suatu kapal
laut atau pesawat udara, tidak boleh dilarang untuk berlabuh di suatu pintu masuk dengan
alasan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, bila pintu masuk ini tidak
dilengkapi peralatan untuk melaksanakan tindakan yang dibutuhkan sesuai dengan IHR ,
maka kapal laut atau pesawat udara tersebut dapat diperintahkan untuk menuju pintu
masuk dengan risiko sendiri, kecuali kalau kapal laut atau pesawat udara tersebut
mengalami masalah tehnis, sehingga membuatnya tidak aman untuk melanjutkan
perjalanan.
2. Sesuai dengan Pasal 43 atau mengacu pada perjanjian internasional yang ada, maka kapal
laut atau pesawat udara, harus diberi free pratique. Selanjutnya tidak boleh dicegah untuk
17
menaikkan atau menurunkan penumpang, bongkar muat kargo, mengambil bahan bakar,
air, makanan dan pasokan lainnya. Negara Anggota dapat mempertimbangkan untuk tidak
memberikan free paratique, apabila ternyata setelah melakukan pemeriksaan ditemukan
sumber infeksi atau kontaminasi di atas kapal, dilakukan hapus hama, dekontaminasi,
hapus serangga atau hapus tikus, atau perlu dilakukannya tindakan lain guna mencegah
penyebaran infeksi atau kontaminasi.
3. Bila memungkinkan dan tidak bertentangan dengan paragraf sebelumnya, suatu Negara
Anggota harus memberikan fre pratique melalui radio atau melalui alat komunikasi
lainnya kepada suatu kapal laut atau pesawat udara, bila, berdasarkan informasi yang
diterima sebelum kedatangannya, Negara Anggota berpendapat bahwa kedatangan kapal
laut atau pesawat udara tersebut tidak akan menyebarkan penyakit.
4. Nahkoda kapal laut atau pilot pesawat terbang atau agennya harus memberitahu
pengawas pelabuhan atau bandara tujuan sedini mungkin sebelum kedatangan, tentang
kemungkinan adanya penyakit yang mungkin menular atau adanya faktor risiko di atas
kapal segera setelah mereka ketahui. Informasi ini harus segera disampaikan kepada
otorita yang berkompeten di pelabuhan atau bandara tersebut. Dalam keadaan mendesak,
informasi tersebut harus disampaikan langsung kepada otorita pelabuhan atau bandara
yang relevan.
5. Hal berikut harus dilakukan bila suatu pesawat udara atau kapal laut yang tersangka atau
terpapar suatu penyakit, yang karena sesuatu hal di luar kendali pilot atau nahkoda,
terpaksa mendarat atau berlabuh di tempat lain:
(a) Pilot atau nahkoda atau orang lain yang bertugas harus segera berupaya untuk
memberitahu otorita berwenang yang terdekat;
(b) Segera setelah otorita yang berkompeten diberitahu tentang pendaratan, ia dapat
melakukan tindakan yang direkomendasikan WHO atau tindakan lain yang sesuai
dengan IHR
(c) apabila diperlukan untuk keperluan darurat atau untuk berkomunikasi dengan otorita
yang berkompeten, para penumpang tidak diperbolehkan meninggalkan tempat
pendaratan/berlabuh. Demikian pula halnya dengan kargo, kecuali diizinkan oleh
otorita yang berkompeten; dan
(d) Bila semua tindakan yang disyaratkan oleh otorita yang berkompeten telah selesai,
pesawat udara atau kapal laut dapat melanjutkan perjalanan ke tempat tujuannya.
Apabila karena alasan teknis ia tidak dapat melakukannya, ia melanjutkan ke
bandara atau pelabuhan yang dapat dicapai dengan mudah.
18
6. Meski berbagai ketentuan telah ditetapkan pada Pasal ini, nahkoda atau pilot dapat
mengambil tindakan darurat yang diperlukan bagi keamanan dan kesehatan para
penumpang. Ia harus memberitahu otorita yang berkompeten secepat mungkin, setiap
tindakan yang telah diambil sesuai dengan paragraf ini.
Tugas dan Peran KKP dalam Pelaksanaan IHR 2005 adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan pemantauan alat angkut, kontainer, dan isinya yang datang dan pergi
b. Dari daerah terjangkit, serta menjamin bahwa barang-barang diperlakukan dengan baik
dan tidak terkontaminasi dari sumber infeksi, vektor, dan reservoar.
c. Melaksanakan dekontaminasi serta pengendalian vektor dan reservoar terhadap alat
angkut yang digunakan oleh orang yang bepergian.
d. Melakukan pengawasan deratisasi, disinfeksi disinseksi dan dekontaminasi.
e. Menyampaikan saran/rekomendasi kepada operator alat angkut guna melakukan
pemeriksaan lengkap terhadap alat angkut atau kendaraannya.
f. Melakukan pengawasan pembuangan sisa-sisa bahan yang terkontaminasi (seperti air,
makanan, dan sisa pembuangan manusia)
g. Melakukan pemeriksaan dan pemantauan terhadap pembuangan sisa-sisa bahan ala
angkut yang dapat menimbulkan pencemaran dan penyakit.
h. Melakukan pengawasan terhadap agen pelaksana perjalanan dan angkutan di wilayah
kedatangan.
i. Melakukan pemeriksaan yang dibutuhkan apabila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan,
sesuai dengan kebutuhan (emergency case).
j. Melakukan komunikasi dengan National IHR Focal Point.
k. Melaksanakan pemeriksaan yang direkomendasikan oleh WHO untuk setiap kedatangan
dari daerah tertular apabila terindikasi bahwa pemeriksaan keberangkatan dari daerah
terinfeksi dianggap tidak benar/tidak sah.
l. Melaksanakan prosedur disinseksi, deratisasi, desinfeksi, dekontaminasi, serta
pemeriksaan sanitasi lainnya dengan tidak menyebabkan atau seminimalnya kecelakaan,
ketidak nyamana dan kerusakan
21
BAB III
PEMBAHASAN
3. Penanggulangan vektor
Upaya ini dilaksanakan pada penanggulangan penyakit menular yang ditularkan vektor
seperti vektor malaria (nyamuk anopheles) dengan penyemprotan; vektor DBD, dan
yellow fever (nyamuk Ades aegypti) dengan fogging, abatisasi,dan pembasmian sarang
nyamuk (PSN). Demikian juga halnya denga pemberantasan tikus di kapal sebagai
vektor penyakit pes dengan cara fumigasi.
4. Pengamatan penyakit/surveilans
Surveilans epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap
semua aspek penyakit terntentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam satu
kelompok penduduk untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. Surveilans
23
penyakit menular adalah suatu keguatan pengumpulan data teratu, peringkasan dan
analisis data kasus baru dari semua jenis penyakit infeksi dengan tujuan untuk
identifikasi kelompok resiko tinggi dalam masyarakat, memahami cara penularan
penyakit, serta berusaha memutuskan rantaiu penularan. Dalam hal ini setiap kasus harus
dilaporkan secara lengkap dan tepat. Keterangan mengenai tiap kasus meliputi diagnosis
penyakit, tanggal mulainya timbul gejala, keterangan tentang orang yang meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat, dan nomor telepon (bila ada), serta sumber rujukan bila
penderita hasil rujukan (dokter, klinik, Puskesmas, dll).
Seperti diketahui bahwa peran surveilans dalam pencegahan dan penanggulangan
penyakit menular adalah sebagai berikut:
a. Memantau perkembangan penyakit menular dari waktu ke waktu sehingga dapat
diketahui peningkatan atau penurunan kejadian penyakit tertentu.
b. Mengantisipasi kemungkinan terjadinya peningkatan kasus kejadian luar biasa
(KLB)/wabah sehingga langkah pencegahan dan penanggulangannya dapat segera
dilaksanakan.
c. Menyelidiki/menginvestigasi penyakit untuk mengetahui sumber penyakit, penyebab
penyakit, faktor yang mempengaruhinya, pola penularan dan penyebarannya, serta
penanggulangannya.
d. Menangkal masuknya penyakit menular dari luar negeri.
e. Surveilans merupakan kegiatan yang terpenting dalam kaitannya dengan pencegahan
dan penanggulangan Emerging infection karena adanya kecenderungan peningkatan
penyakit tertentu dapat diidentifikasi melalui kegiatan ini.
HIV/AIDS
Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia terdiri atas upaya pencegahan, termasuk
peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan reproduksi; pengobatan, dukungan dan
perawatan bagi orang yang hidup dengan HIV/AIDS; dan surveilans. Upaya pencegahan juga
ditujukan kepada populasi beresiko tinggi seperti pekerja seks komersial dan pelanggannya,
orang yang telah terinfeksi dan pasangannya, para pengguna napza suntik serta pekerja
kesehatan yang mudah terinfeksi oleh HIV/AIDS.
Aksesibilitas penderita terhadap pelayangan kesehatan ditingkatkan dengan memperluas
rumah sakit rujukan pada tahun 2005 menjadi 50 rumah sakit dan 10 rumah sakit ditunjuk
sebagai pusat rehabiltasi pecandu napza. Pada wilayah kabupaten /kota dengan prevalensi
HIV/AIDS 5% atau lebih, secara konsisten dilakukan upaya kolaborasi dengan
pemberantasan penyakit tuberkulosis. Pemerintah juga memberikan subsidi penuh obat anti
retroviral (ARV), obat tuberkulosis, reagen tes HIV, serta diagnosa/pengobatan melalui
rumah sakit rujukan.
Malaria
Pencegahan malaria diintensifkan melalui pendekatan Roll back Malaria (RBM) yang
dioperasionalkan dalam Gerakan Berantas Kembali (Gebrak) Malaria sejak tahun 2000,
dengan strategi deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat dalam
pencegahan malaria; dan perbaikan kapasitas personil kesehatan yang terlibat.
Yang juga penting adalah kegiatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan
lain, seperti Manajemen Terpadu Balta Sakit dan promosi kesehatan.
Upaya pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri dari delapan kegiatan yaitu:
1. Diagnosis awal dan pengobatan yang tepat
2. Pemakaian kelambu dengan insektisida
3. Penyemprotan dengan racun serangga
4. Surveilans deteksi aktif dan pasif
5. Survei demam dan surveilans migran
25
Tuberkulosis (TB)
Pemerintah Indonesia menetapkan pengendalian tuberkulosis sebagai prioritas kesehatan
nasional. Pada tahun 1999, telah dicanangkan Gerakan Nasional Terpadu Pemberantsan
Tuberkulosis atau Gerdunas untuk mempromosikan percepatan pemberantasan tuberkulosis
dengan pendekatan integratif, mencakup rumah sakit dan sektor swastadan semua pengambil
kebijakan lain, termasuk penderita dan masyakata. Pada tahun 2001, semua propinsi dan
kabupaten telah mencanangkan Gerdunas, meskipun tidak semua operasional secara penuh.
Untuk membangun pondasi pemberantasan tuberkulosis yang berkelanjutan, telah
ditetapkan Rencana Strategis Program Penangulangan Tubekulosis 2002-2006. Pemerintah
Indonesia juga menyediakan sejumlah besar dana untuk pengendalian tuberkulosis. Mulai
tahun 2005, upaya ini didukung oleh pemberian pelayanan kesehatan termasuk pemeriksaan,
obat-obatan dan tindakan medis secra gratis bagi seluruh penduduk miskin.
Avian Influenza
Outbreak highly pathogenic avian influenza pada Desember 2003 dilaporkan di
peternakan di Asia Tenggara. Pada bulan Juli 2004 dilaporkan merebak lagi dan telah
mengenai peternakan di Vietnam, Thailand, China, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Turki,
Rusia, Romania, dan Kazakhstan. Selanjutnya dilaporkan dari Kroasia dan Mongolia
ditemukan AI pada burung liar yang bermigrasi antar negara. Kasus ini sangat penting karena
diperkirakan bertanggung jawab atas penyebaran AI (Avian Influenza) antar negara. Sampai
dengan 12 Januari 2006, total kasus AI yang telah teridentifikasi pada manusia mencapai 160
kasus, kira-kira separuhnya adalah kasus fatal.
Dalam penanggulangan kejadian Avian Influenza yang telah meresahkan dunia, WHO
telah memprakarsai dokumen Global Stategy for The Progressive Control of Highly
Pathogenic Avian Influenza sebagai visi global bagi rnecana aksi terkoordinasi menghadapi
penyakit yang mewabah. Pada tahun 2002 disepakati Global Agenda on Influenza
Surveilance and Control, 2003 resolusi WHA di Genawa, serta Mei 2004 diadakan training
26
Selain melakukan pengamatan terhadap gejala yang mucul pada orang yang masuk
melalui bandara/ pelabuhan/PLBD, KKP juga memberikan penyuluhan terhadap orang sehat
yang mempunyai faktor resiko tertular, yaitu agar segera melapor pada sarana kesehatan
terdekat jika muncul gejala penyakit.
2. Peningkatan kerjasama antar pakar ilmu laboratorium dan pakar ilmu epidemiologi untuk
mengoptimalkan pelayanan kesehatan masyarakat
BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN
3.1 Kesimpulan
Untuk kesimpulan buat per nomor 1. 2. 3 dst..
1. Perkembangan teknologi alat angkut yang semakin cepat membuat jarak antar negara
seolah semakin dekat karena waktu tempuh yang semakin singkat, sehingga mobilitas
orang dan barang semakin cepat melebih masa inkubasi penyakit menular. Kondisi
tersebut berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit secara global.
Kesimpulan no 1 nggak usah dimasukkan silakan delete aja.
2. Emerging infectious disease adalah suatu penyakit yang muncul untuk pertama kalinya
atau penyakit yang sudah ada sebelumnya tetapi insisdensi atau cakupan geografinya
meningkat secara cepat. Jika suatu penyakit belum pernah terjadi sebelumnya di suatu
tempat maka penyakit tersebut disebut emerging disease, dan apabila peyakit tersebut
telah pernah muncul sebelumnya dan sebelumnya telah dapat dikontrol dan dieradikasi
maka penyakit tersebut adalah re-emerging diseases.
Kesimpulan 2 tolong disingkat aja dan jadi kesimpulan no 1
3. Banyak faktor yang berperan dalam munculnya Emerging Infectious Diseases, antara lain
perubahan atau evolusi atau mutasi dari organisme yang ada, penyebaran penyakit yang
sudah dikenal ke lokasi geografi atau ke populasi manusa yang lebih luas, perubahan
ekologi seperti pembukaan hutan yang menyebabkan terpaparnya manusia pada serangga
atau binatang, dan terjadinya resistensi anti mikroba pada obat. Selain itu, faktor
kepadatan penduduk dan faktor sosial ekonomi tidak isa dipungkiri juga berpengaruh
terhadap terjadinya EID.
4. Penyakit menular tergolong re-emerging diseases yang menjadi perhatian saat ini adalah
Poliomyelitis, Tuberkulosis, Dengue Demam Berdarah, HIV-AIDS, Demam Typhoid &
Salmonellosis, Leptospirosis, Anthrax, Rabies, Pes, Filariasis, Kolera & penyakit diare
lainnya, Pneumococcal pneumonia & penyakit ISPA lainnya, Campak, Varicella/Cacar
Air, Chikungunya, Herpes, Japanese encephalitis, Malaria dan lain-lain. Sedangkan
kemunculan penyakit new emerging disease diantaranya ditandai dengan merebaknya
Avian Flu (H5N1), SARS, Influenza A Baru (H1N1), Hanta-virus Pulmonary Syndrome,
Hanta-virus infection with renal involvement, Japanese Encephalitis, Nipah diseases,
West Nile Fever, dan E. Coli.
31
5. Secara umum, penanggulangan EID meliputi: kesiagaan dan tanggapan terhadap wabah,
peningkatan pelayanan kesehatan, pengendalian faktor esiko, advokasi, pengadaan riset,
dan pembentkan jejaring kerjasama.
6. Kebijakan yang dilakukan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan EID di pintu
masuk negara meliputi: pencegahan dan penanggulangan penyakit menular; program
pemberantasan EID; dan penangkalan masuknya EID dari luar negeri. Beberapa langkah
strategis yang ditempuh dalam mencegah dan menanggulangi EID di pintu masuk negara,
yaitu: memantapkan surveilans, memantapkan saran kesehatan, dan melaksanakan
penelitian.
Jadi Kesimpulan cukup 5 point
3.2 Saran
Adapun saran perihal upaya pencegahan dan penanggulangan EID di pintu masuk negara
adalah:
a. KKP sebagai unit terdepan dalam penangkalan masuknya penyakit dari luar negeri perlu
meningkatkan kinerja dengan optimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
b. Karena banyak sektor yang terkait dalm upaya pencegahan dan penanggulangan EID ini,
maka koordinasi, komunikasi, dan kerjasama linbtas sektor dan lintas program baik
secara nasional maupun internasional sebaiknya lebih ditingkatkan.
c. Kegiatan simulasi respons kedaruratan kesehatan harus sering dilakukan agar petugas
yang bekerja di pintu masuk negara seperti bandara, pelabuhan dan lintas batas darat
negara siap jika ancaman penyakit menular menjadi pandemi di dunia.
d. Simulasi dan respons kedaruratan kesehatan masyarakat global dilakukan juga supaya
terjalin koordinasi yang baik antara semua otoritas yang ada di bandara yaitu bea cukai,
imigrasi, angkasa pura, kesehatan, imigrasi dan TNI.
Kata Kesehatan di delete aja, tambahkan syahbandar/Adpel, otoritas pelabuhan,
adbandara dan letakkan pada yang pertama sebelum bea cukai
TOLONG KATA DEMI KATA DIBACA LAGI DARI AWAL, KARENA BANYAK
KESALAHAN DALAM MENGEDIT. T.KSH
32
DAFTAR PUSTAKA
8. Rima, ana dan Reviono. Peranan Ilmu Kedokteran Wisata dalam Pencegahan Penyebaran
Avian Influenza. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret / SMF Paru RSUD Dr. Moewardi, Surakarta.
9. Abednego, Hadi M. 1998. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit-Penyakit
Emerging Disease dan Re-emerging Disease. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Direktorat Jenderal PPM & PLP.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Profil Pengendalian Penyakit &
Penyehatan Lingkungan Tahun 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat
Jenderal PPM & PLP.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Virus Influenza A Baru (H1N1). Jakarta.
12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Kepmenkes Nomor
116/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan. Jakarta.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Simposium Nasional Emergency-
Topik Emerging Infectious Disease. Jakarta. Available from:
http://www.pppl.depkes.go.id/index.php [Accesed 26 Januari 2012]
14. World Health Organization, 2011. Emerging Diseases. Available from:
http://www.who.int/ [Accesed 26 januari 2012]
15. World Health Organization, 2005. Combinating Emerging Infectious Disease in the
South-East Region. New Delhi.