Anda di halaman 1dari 16

Skrining Kanker Serviks

Resi Septiani 102011196


Awalliantoni 102011411
Ardianti Erna Matatula 102013083
Glenn Joshua Sumadi 102013089
Yudanti Abigail Tranggono 102013116
Triani Martio 102013294
Bryan Jeremiah Fiady Simanjuntak 102013375
Nuramalina Reman 102013501

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
E-mail : triani.2013fk294@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Skrining dalam pengobatan, adalah strategi yang digunakan dalam suatu populasi
untuk mendeteksi suatu penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu.1
Skrining diperlukan untuk mencari penyakit pada subjek yang asimtomatik, untuk kemudian
dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya agar diagnosis dini dapat ditegakkan. Penyakit yang
perlu dilakukan skrining memiliki syarat-syarat, antara lainbegin_of_the_skype_highlighting
(1) prevalensi penyakit harus cukup tinggi, (2) penyakit tersebut menunjukkan morbiditas
dan/atau mortalitas yang bermakna apabila tidak diobati, (3) harus tersedia terapi atau
intervensi yang efektif yang dapat mengubah perjalanan penyakit, dan (4) pengobatan dini
harus memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pengobatan pada kasus yang
lanjut.2

Etiologi
Penyebab primer kanker leher rahim adalah infeksi kronik leher rahim oleh satu atau
lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe onkogenik yang beresiko tinggi menyebabkan
kanker leher rahim yang ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease).
Infeksi virus HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe tipe 16 dan 18 ditemukan
pada sekitar 70% kasus. Infeksi HPV tipe ini dapat mengakibatkan perubahan sel-sel leher

1
rahim menjadi lesi intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/ LISDT) yang
merupakan lesi prakanker.3
Tanda kanker serviks biasanya asimptomatik, tanda yg tidak spesifik seperti secret
vagina yang agak berlebihan dan kadang disertai dengan bercak perdarahan. Gejala umumnya
berupa perdarahan pervaginam (pasca senggama, diantara haid) dan keputihan. Pada penyakit
lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang berbau busuk, nyeri panggul, nyeri
pinggang dan pinggul, sering berkemih, BAB dan BAK yang sakit. Gejala penyakit yang
residif berupa nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter.4

Epidemiologi
Kanker serviks merupakan salah satu penyebab kematian wanita yang berhubungan
dengan kanker. Di seluruh dunia, diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru dan
250.000 kematian tiap tahunnya yang kurang lebih 80% terjadi di negara-negara berkembang.
Di Indonesia, insidens kanker serviks diperkirakan kurang lebih 40.000 kasus pertahun dan
masih merupakan kanker wanita yang tersering.5
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini
menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita. Saat ini di Indonesia ada
sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks
yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu
relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam
keadaan stadium lanjut.5

Faktor Resiko
Hubungan seksual. Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan
secara seksual. Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak
dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko
terkena kanker serviks lima kali lipat.3
Riwayat ginekologis. Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi
risiko kanker serviks, hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan
yang tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko.3
Agen infeksius. Human papilloma virus (HPV). Terdapat sejumlah bukti yang
menunjukkan HPV sebagai penyebab neoplasia servikal. HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat
dengan displasia ringan, yang sering regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan
displasia berat, yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma in situ.3
2
Merokok. Sekarang ini ada data yang mendukung rokok sebagai penyebab kanker
serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamoasa pada serviks (bukan
adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi
mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari
merokok.5 Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon
heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56
kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi
virus.1
Nutrisi. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal
bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Dari beberapa penelitian
ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol
dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta
karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat.1

Pencegahan Sekunder Kanker Serviks


Pencegahan sekunder adalah penemuan dini, diagnosis dini dan terapi dini terhadap
kanker leher rahim. Pencegahan sekunder termasuk skrining dan deteksi dini, seperti pap
smear dan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Skrining pada kanker serviks meliputi:2
1. Uji Pap
Pemeriksaan uji Pap (pap smear) adalah pengamatan sel-sel yang dieksfoliasi dari
genitalia wanita. Uji Pap telah terbukti dapat menurunkan kejadian kanker serviks yang
ditemukan stadium prakanker, ceoplasia, intraepitel serviks (NIS). Meskipun dalam situasi
baik, skrining merupakan proses yang sulit, sangat berpotensi terjadi kesalahan, seperti tidak
terdeteksinya penyakit atau kesalahan melaporkan individu yang sehat. Kesalahan pada uji
Pap sering terjadi karena ketidaksempurnaan pengumpulan sediaan.2
Tujuan uji Pap adalah menemukan sel abnormal atau sel yang dapat berkembang
menjadi kanker termasuk infeksi HPV. Diagnostic sitologi adalah kualitas suatu uji
penapusan diukur dengan sensitivitas (kelompok wanita dengan uji positif di antara yang
sakit) dan spesivitas (kelompok wanita dengan uji negatif di antara yang tidak sakit). Pada
umumnya, ketepatan diagnostic sitologi berkisar lebih dari 90% jika dibandingkan dengan
pemeriksaan histopatologi. 2
2. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
3
Pemeriksaan IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara mengamati
secara inspekulo serviks yang telah dipulas dengan asam asetat 3-5% dan memperhatikan
terdapatnya perubahan warna atau ada tidaknya plak putih. Dalam waktu kurang dari 3 menit,
hasilnya sudah dapat diketahui.5

Tabel 1. Perbandingan IVA dengan Tes Penapisan.5


Jenis tes Aman Praktis Terjangkau Efektif Available
IVA Ya Ya Ya Ya Ya
Pap Smear Ya Tidak Tidak Ya Tidak

Tabel 2. Tabel sensitifitas, spesifisitas berbagai metode skrining.3


Metode Sensitivitas(%) Spesifisitas (%)
IVA 79.2 84.7
Tes Pap 57 93

Deteksi Dini Kanker Serviks


Bila lesi displasia ditemukan sejak dini dan kemudian segera diobati, hal ini akan
mencegah terjadinya kanker leher rahim dikemudian hari. Perempuan yang terkena lesi
prakanker diharapkan dapat sembuh hampir 100%, sementara kanker yang ditemukan pada
stadium dini memberikan harapan hidup 92%. Karenanya deteksi sedini mungkin sangat
penting untuk mencegah dan melindungi perempuan dari kanker leher rahim.6
Penerapan skrining kanker leher rahim di Indonesia, usia target saat ini adalah antara
usia 30-50 tahun, meskipun begitu pada perempuan usia 50-70 tahun yang belum pernah
diskrining sebelumnya masih perlu diskrining untuk menghindari lolosnya kasus kanker leher
rahim. Selain sasaran diatas, semua perempuan yang pernah melakukan aktivitas seksual
perlu menjalani skrining kanker leher rahim. WHO tidak merekomendasikan perempuan yang
sudah menopause menjalani skrining dengan metode IVA karena zona transisional leher
rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoleher rahim dalam kanalis servikalis
sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.5 Namun untuk pelaksanaan di
Indonesia, perempuan yang sudah mengalami menopause tetap dapat diikut sertakan dalam
program skrining, untuk menghindari terlewatnya penemuan kasus kanker leher rahim. Tidak
ditemukannya lesi prekanker tidak berarti tidak ada lesi prakanker pada golongan perempuan
ini.7

4
Program IVA di Puskesmas
Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh tenaga perawat yang sudah terlatih, oleh bidan,
dokter umum atau oleh dokter spesialis. Adapun pelatihannya, telah ada kesepakatan antara
pihak yang berpengalaman dan berkecimpung dalam kegiatan pelatihan deteksi dini dengan
metode IVA ini, hingga disepakati IVA selama 5 (lima) hari. Dua hari untuk pembekalan teori
dan juga dry workshop. Adapun tiga hari untuk pelatihan di klinik dan di lapangan bersifat
wet workshop dalam artian latihan dengan memeriksa langsung pada klien.8

IVA Test
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi
kanker leher rahim sedini mungkin. Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA
dapat mendeteksi lesi tingkat pra kanker (high-Grade Precanceraus Lesions) dengan
sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive
predective value) dan nilai prediksi negatif (negative predective value) masing-masing antara
10-20% dan 92-97%.5,9
Syarat Mengikuti Test IVA
1. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
2. Tidak sedang datang bulan/haid
3. Tidak sedang hamil
4. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Jadwal IVA
Menurut WHO skrining IVA dilakukan pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-
40 tahun. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun. Kalau
fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun. Ideal dan optimal
pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.. Skrining yang dilakukan
sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.. Di
Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil
negatif (-) adalah 5 tahun.9

Skrining
Tes skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiolodi untuk
mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak didiagnosis atau keadaan ketika angka
kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarajat beresiko tinggi serta pada

5
keadaan yang kritis dan serius memerlukan penanganan segera. Namun demikan, harus
dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif. Tujuan skrining :3
a. Menentukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin sehingga
dapat segera memperoleh pengobatan.
b. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat
c. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin.
d. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti.

Reliabilitas dan Validitas


Reliabilitas dan Validitas merupakan suatu hal yang umum pada semua instrumen
pengukuran. Masalah ini berhubungan dengan pertanyaan tentang tingkat kemampuan
kuesioner dan wawancara dalam mengukur kepuasan pasien yang akurat. 10
1. Reliabilitas
Reliabilitas dari suatu pengukuran adalah suatu indikator tingkat, seberapa jauh
pengukuran dapat direplikasi, artinya apakah hasilnya selalu sama, jika pengukuran oleh
siapa pun, kapan pun dan dalam lingkungan yang berbeda sekalipun. Reliabilitas
berhubungan dengan kesalahan acak yang terjadi dalam segala bentuk pengukuran.
Pengukuran yang semakin reliable, kesalahan acak yang terjadi semakin kecil. Reliabilitas
adalah sangat mendasar bagi setiap keperluan pengukuran mutu layanan kesehatan, karena
jika pengukuran tidak reliable, hasil pengukuran menjadi tidak bermanfaat. Namun,
demikian, banyak pengukurn mutu layanan kesehatan tidak di ujicoba reliabilitasnya dengan
tepat. 10
2. Validitas
Validitas tes skrining adalah kemampuan tes skrining tersebut dalam mengukur
sesuatu yang seharusnya diukur. Validitas tes skrining dapat dinilai dengan sensitivitas,
spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, dan akurasi. 10
1. Sensitivitas
Sensitifitas menggambarkan kemampuan tes skrining menentukan seseorang
menderita suatu penyakit. Sensitivitas ditunjukkan oleh probabilitas hasil tes benar
positif dibandingkan hasil positif menurut standar (gold standart). Probabilitas
dalam per sen dihitung dengan membagi hasil pemeriksaan benar positif (true
positive) dengan jumlah hasil pemeriksaan benar positif dan negatif palsu. Semakin
tinggi nilai sensitivitas sebuah tes skrining maka semakin baik kemampuan

6
mendeteksi seseorang menderita penyakit tertentu sehingga dapat memperoleh
penanganan dini.10
2. Spesifisitas
Spesifisitas menggambarkan kemampuan tes skrining menentukan seseorang
bukan penderita suatu penyakit. Spesifisitas ditunjukkan oleh probabilitas hasil tes
benar negatif dibandingkan hasil negatif menurut standar (gold standart).
Probabilitas dalam per sen dihitung dengan membagi hasil pemeriksaan benar
negatif (true negatif) dengan jumlah hasil pemeriksaan benar negatif dan positif
palsu. Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes skrining maka semakin baik
kemampuan mendeteksi seseorang tidak menderita penyakit tertentu. 10
3. Nilai Prediksi Positif
Nilai Prediksi Positif (NPP/PPV) menggambarkan kemampuan tes skrining
memprediksi kemungkinan seseorang benar-benar menderita penyakit dari hasil
pemeriksaan positif menurut tes skrining. Nilai Prediksi Positif dihitung dengan
membandingkan hasil benar positif dengan seluruh hasil tes positif menurut uji
skrining (True Positif dan False Positif) dalam per sen. Semakin tinggi kemampuan
tes skrining memperkirakan seseorang menderita penyakit akan membantu petugas
kesehatan memberikan penanganan yang tepat dan segera. 10
4. Nilai Prediksi Negatif
Nilai Prediksi Negatif (NPN/NPV) menggambarkan kemampuan tes skrining
memprediksi kemungkinan seseorang benar-benar tidak menderita penyakit dari
hasil pemeriksaan negatif menurut tes skrining. Nilai Prediksi Negatif dihitung
dengan membandingkan hasil benar negatif dengan seluruh hasil tes negatif
menurut uji skrining (True Negatif dan False Negatif) dalam per sen. Semakin
tinggi kemampuan tes skrining memperkirakan seseorang tidak menderita suatu
penyakit akan sangat membantu petugas kesehatan menghindarkan penanganan atau
pengobatan yang tidak perlu sehingga terhindar dari efek samping pengobatan. 10

Tabel 3. Distribusi populasi berdasarkan Status Penyakit dan Hasil Tes Skrining 10
Tes Skrining Diagnosis pasti Total
Sakit Tidak Sakit
Positif a (TP) b (FP) a+b
Negatif c (FN) d (TN) c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Rumus: 10
1. Sensitivitas dan Spesifisitas

7
a
Sensitivitas = x 100
(a+ c)
c
Negatif palsu = x 100
(a+ c)
d
Spesifisitas = x 100
(b+ d)
b
Positif palsu = x 100
(b+ d)
2. Nilai prediksi
a
Nilai prediksi tes (+) atau PPV= x 100
(a+ b)
d
Nilai prediksi tes (-) atau NPV= x 100
( c+ d )
Tabel 4. Contoh soal
Tes Skrining Diagnosis pasti Total
Ca Serviks Tidak Ca Cerviks
Positif 6 24 30
Negatif 3 467 470
Total 9 491 500

6
Sensitivitas = x 100=66,6
(9)
3
Negatif palsu = x 100=33,3
(9)
467
Spesifisitas = x 100=95,1
(491)
24
Positif palsu = x 100=4,88
(491)
6
Nilai prediksi tes (+) atau PPV = x 100=20
(30)
467
Nilai prediksi tes (-) atau NPV = x 100=99,3
( 470 )

Rujukan
Tabel 5. Daftar Rujukan.5
Temuan IVA Tindakan Rujukan
Bila ibu dicurigai menderita kanker leher Segera rujuk ke RS Kab/Kota atau Provinsi yang dapat
rahim memberikan pengobatan kanker yang memadai.
Ibu dengan hasil tes positif yang lesinya Rujuk untuk penilaian dan pengobatan di fasilitas
8
menutupi rahim lebih dari 75%, meluas ke terdekat yang menawarkan LEEP atau cone biopsy. Jika
dinding vagina atau lebih luas 2 mm dari tidak mungkin atau dianggap tidak akan pergi ke
probe krioterapi fasilitas lain, beritahu tentang kemungkinan besar
persistensi lesi dalam waktu 12 bulan dan tentang
perlunya pengobatan ulang.
Ibu dengan hasil tes positif yang Beritahu tentang kelebihan dan kekurangan semua
memenuhi kriteria untuk mendapat metode pengobatan . Rujuk ke RS Kab / Kota atau
pengobatan segera tetapi meminta diobati Provinsi terdekat yang menawarkan pengobatan sesuai
dengan tindakan lain, bukan dengan keinginan klien
krioterapi
Ibu dengan hasil tes positif yang meminta Rujuk ke fasilitas tersier (RS Provinsi / Pusat) yang
tes lebih lanjut (diagnosa tambahan), yang menawarkan klinik ginekologi (bila diindikasikan)
tidak tersdia di puskesmas
Ibu dengan hasil tes positif yang menolak Beritahu tentang kemungkinan pertumbuhan penyakit
menjalani pengobatan dan prognosisnya. Anjurkan untuk datang kembali
setelah setahun untuk menjalani tes IVA kembali untuk
menilai status lesinya.

Promosi Kesehatan
Dalam promosi kesehatan, tidak ada satu pun tujuan dan pendekatan atau serangkaian
kegiatan yang benar. Hal terpenting adalah bahwa kita harus mempertimbangkan tujuan dan
kegiatan yang kita miliki, sesuai dengan nilai-nilai dan penilaian kita terhadap kebutuhan
klien. Hal ini berarti bahwa nilai kita sebagai seorang promotor kesehatan dan kebutuhan
klien di sisi lain harus berada dalam suatu keadaan persepi agar tujuan dan kegiatan yang
dilakukan dapat berfungsi optimal.11
Menurut Ewles dan Simnett (1994), terdapat kerangka lima pendekatan yang
menunjukkan nilai-nilai yang dianut, meliputi: pendekatan medik, perubahan perilaku,
pendidikan, pendekatan berpusat pada klien, dan perubahan sosial.11
1. Pendekatan medik
Tujuan pendekatan medik adalah membebaskan dari penyakit dan kecacatan yang
didefinisikan secara medik, seperti penyakit infeksi, kanker, dan penyakit jantung.
Pendekatan in melibatkan intervensi kedokteran untuk mencegah dan meringankan
kesakitan, mungkin dengan menggunakan metode persuasif atau paternalistik (misal
memberi tahu orangtua agar membawa anak mereka untuk imunisasi, wanita untuk
memanfaatkan KB). Pendekatan ini memberikan arti penting terhadap tindakan pencegahan

9
medik, dan merupakan tanggung jawab profesi kedokteran membuat kepastian bahwa pasien
patuh pada prosedur yang dianjurkan.11
2. Pendekatan perubahan perilaku
Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya,
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan
seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Pendekatan perubahan
perilaku bertujuan mengubah sikap dan perilaku individual masyarakat sehingga mereka
mengadopsi gaya hidup sehat.11
Orang-orang yang menggunakan pendekatan ini akan merasa yakin bahwa gaya hidup
sehat merupakan hal paling baik bagi klien, dan akan melihatnya sebagai tanggung jawab
mereka untuk mendorong sebanyak mungkin orang guna mengadopsi gaya hidup sehat
yang mereka anjurkan. Contoh pengunaan pendekatan perilaku antara lain: mengajari orang
bagaimana menghentikan merokok, pendidikan tentang minum alkohol, mendorong orang
melakukan kegiatan olahraga.11
3. Pendekatan pendidikan
Bertujuan untuk memberikan informasi dan memastikan pengetahuan dan
pemahaman tentang perilaku kesehatan, dan membuat keputusan yang ditetapkan atas
dasar informasi yang ada. Misalnya program pendidikan kesehatan sekolah yang
menekankan upaya membantu murid mempelajari keterampilan hidup sehat, tidak hanya
memperoleh pengetahuan saja.11
4. Pendekatan berpusat pada klien
Tujuan pendekatan adalah bekerja dengan klien agar dapat membantu mereka
mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, dan membuat keputusan
dan pilihan mereka sendiri sesuai kepentingan dan nilai mereka. Promotor berperan
sebagai fasilitator, membantu individu mengidentifikasi kepedulian-kepedulian mereka
dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan supaya
memungkinkan terjadi perubahan. Klien dihargai sebagai individu yang punya
keterampilan, kemampuan kontribusi.11

5. Perubahan sosial
Tujuan pendekatan ini adalah melakukan perubahan-perubahan pada lingkungan
fisik, sosial, dan ekonomi dalam upaya membuatnya lebih mendukung untuk keadaan
sehat. Pendekatan ini pada prinsipnya mengubah masyarakat, bukan perilaku setiap
individu. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini memberikan nilai penting bagi

10
hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, memiliki komitmen pada penempatan
kesehatan dalam agenda politik di berbagai tingkat.11

Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang
telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak muncul
plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah
warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra
kanker.2
Jika sudah terdeteksi mengidap kanker serviks, maka ada beberapa metode
pengobatan yang bisa dilakukan. Jika terdeteksi kanker serviks stadium awal, maka
pengobatannya dilakukan dengan cara menghilangkan kanker serviks tersebut dengan cara
dilakukan pembedahan, baik pembedahan laser, listrik atau dengan cara pembekuan dan
membuang jaringan kanker serviks.
Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada suhu
yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan luruh, dan
selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat.
Untuk kasus kanker serviks stadium lanjut akan dilakukan pengobatan dengan cara
kemoterapi serta radioterapi, namun jika sudah terdeteksi cukup parah, tiada lain kecuali
dengan mengangkat rahim (histerektomi) secara menyeluruh agar kanker tidak berkembang.3

Pencegahan Kanker Serviks


Pencegahan penyakit merupakan tindakan yang di lakukan untuk mencegah terjadinya
sakit sebelum agent masuk ke dalam tubuh terpapar faktor resiko, atau mengurangi akibat
yang timbul karena penyakit. Dalam tindakan pencegahan terdapat 3 tahapan, yaitu
pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer meliputi health promotion dan
specific protection. Yaitu tindakan yang dilakukan sebelum agent masuk tubuh., di lakukan
sewaktu host sehat , misalnya gaya hidup dan imunisasi. Pencegahan sekunder meliputi early
diagnosis dan prompt treatment, dan disability limitation. Yaitu tindakan yang dilakukan saat
mulai sakit. Melalui tindakan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Misalnya pap smear
dan skrining. Sedangkan pencegahan tersier meliputi rehabilitation. Yaitu tindakan untuk
mengurangi komplikasi penyakit. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu pencegahan
primodial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier. 12
1. Pencegahan primodial

11
Tujuan pencegahan primodial adalah mencegah timbulnya faktor resiko kanker
serviks bagi perempuan yang belum mempunyai faktor resiko dengan cara seperti
pendidikan seks bagi remaja, menunda hubungan seks remaja sampai pada usia yang
matang yaitu lebih dari 20 tahun. 12
2. Pencegahan primer
Pencegahan tingkat primer bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor
resiko bagi perempuan yang mempunyai faktor resiko, untuk mengetahui bagaimana
pencegahan primer dapat dilakukan pada kanker srviks. Maka perlu diketahui
karsiogenesisnya yaitu bagaimana kanker dapat timbul.pencegahan dilakukan dengan
menghindari diri dari bahan karsinogenik atau penyebab kanker berikut adalah beberapa
cara yang dapat dilakukan. 12
a. Segi kebiasaan
Hindari hubungan seks terlalu dini
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang perempuan yang sudah benar-
benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat ia sudah menstruasi atau
belum, tetapi juga bergantung pada kematangan sel-sel mukosa yang terdapat
diselput kulit bgian dalam rongga tubuhn. Umumnya sel-sel muikosa baru marang
setelah perempuan berusia 20 tahun ke atas. Terutama untuk perempuan yang masih
dibawah 16 tahun mempunyai resiko kanker serviks lebih tinggi bila telah
melakukan hubungan seks. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa
pada serviks perempuan. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga belum siap menerima
rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma sehingga sel ini
bisa berubah sifanya menjadi kanker. 12
Hindari berganti-ganti pasangan seks
Resiko terkena kanker serviks lebih tinggi pada perempuan yang berganti-ganti
pasangan seks daripada yang tidak. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan
tertularnya penyakit kelaimin salah satunya HPV. Virus ini mengubah sel di
permukaan mukosa sehingga memebelah menjadi lebih banyak, bila terlalu banyak
dan tidak sesuai dengan kebutuhan akan menjadi kanker. 12
Hindari kebiasaan pencucian vagina
Kebiasaan mencuci vagina dengan obat-obatan antiseptik bisa menimbulkan
kanker serviks. Douching atau cuci vagina menyebabkan iritasi di serviks seperti

12
penggunaan betadine untuk pencucian vagina. Iritasi berlebihan dan terlalu sering
akan merangsang terjadinya perubahan sel, yang akhirnya menjadi kaner. Sebainya
pencucia vaginan dengan bahan-abahan kimia tidak dilakukan secara rutin. Kecuali
bila ada indikasinya misalkan infeksi yang memerlukan pencucian dengan zat-zat
kimia dan atas saran dokter. Terlebih lagi pembersih tersebut umumnya akan
membunuh kuman termasuk Basillus doderlain di vagina yang memproduksi asam
laktat untuk mempertahanlkan pH vagina, bila pH vagina tidak seimbang maka
kuman patogen seperti jamur dan bakteri mempunyai kesempatan untuk hidup di
vagina. 12
Upayakan hidup sehat dan periksa kesehatan secara berkala dan teratur. 12
Hindari rokok
Banyak pesan dan peringatan yang menyatakan bahwa rokok sangat
membahayakan dan memicu timbulnya penyakit ringan atau berbahaya akan tetapi
untuk sebagian orang (perokok) masih tidak menghiraukan pesan itu. Dan di
temukan penderita kanker serviks pada wanita perokok aktif sekitar 30%.
Penyebabnya adalah kandungan zat kimia di dalam rokok memicu infeksi virus
penyebab kanker serviks.12
b. Segi makanan
Pengaturan pola makan sehari-hari juga diperlukan agar tubuh mempunyai
cadangan antioksidan yang cukup sebagai penangkal radikal bebas yang merusak
tubuh. 12
Perbanyak makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena banyak
mengandung vitamin seperti betakarotein, vitamin C, mineral, klorofil dan
fitonutrein;ainnya, klorofil bersifat radio protektif, antimutagenik, dan
antikarsinogenik. 12
Kurangi makanan yang diasinkan, dibakar, diasap, atau diawetkan dengan nitrit
karena dapat menghasilkam senyawa kimia yang dapat merubah menjadi
kasinogen aktif. 12
Konsumsi makanan golongan kubis seperti kubis bunga, kubis tunas, kubis rabi,
brokoli karena dapat melindungi tubuh dari sinar radiasi dan menghasilkan suatu
enzim yang daoat menguraikan dan membuang zat beracun yang beredar dalam
tubuh. 12
c. Pemberian vaksin kanker serviks

13
Keganasan kanker serviks dapat menyerang wanita tanpa melihat kelompok
umur. Vaksin dapat di berikan pada kelompok umur 11-26. Vaksin di berikan
pada bulan 0,1 dan bulan dan ke 6. Adapula untuk anda yang memiliki riwayat
terinfeksi virus papilloma manusia dapat di berikan veksinasi dengan efektifitas
yang kurang . vaksinasi dapat dilakukan di dokter spesialis kandungan . vaksin di
gunakan hanya untuk pencegahan bukan pengobatan.12
3. Penceganan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menentukan kasus dini
sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatka, temasuk skrining, deteksi dini
(Paps smear) dan pengobatan. 12
Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan program
skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki prognosis ada
sebagian penderita sehingga terhinda dari kematian akibat kanker, tidak diperlukan
pengobatan radikal untuk mencapau kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi mereka
yang menunjukan hasil negatif dan penghematan biaya karena pengibatan yang relatif
murah. Kanker serviks mengenal stadium pra-kanker yang dapat ditemukan dengan
skrining sitologi yang relatif murah, tidak sakit, cukup akurat dan dengan bantuan
koloskopi, satdium ini dapat diobatai dengan cara konservatif seperti krioterapi,
kauterisasi atau sinar laser dengan memperhatikan fungsi reproduksi. Adapun
pengobatan yang dilakukan untuk penderita kanker serviks sebagai pencegahan tingkat
kedua adalah : 12
Operasi (bedah)
Pada prinsipnya operasi sebagai pengobatan apabila kanker belum menyebar
yang tujuannya agar kanker tidak kambuh lagi. Operasi terutama dilakukan untuk
kuratif disamping tujuan paliatif (meringankan).12
Radioterapi
Radioterapi adalah terapi untuk menghancurkan kanker dengan sinar ionisasi.
Kerusakan yang terjadi akibat sinar tidak terbatas pada sel-sel kanker saja tetapi juga
pada sel-sel normal disekitarnya, tetapi kerusakan pada sel kanker umumnya lebih
besar dari pada sel normal, karena itu perlu diatur dosis radiasi sehingga kerusakan
jaringan yang normal minimal dan dapat pulih kembali. 12
Kemoterapi

14
Khemoterapi ialah terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat
anti kanker yang disebut sitostatika. Pada umumnya sitostatika hanya merupakan
terapi anjuvant (terapi tambahan yaitu : terapi yang bertujuan untuk menghancurkan
sisa-sisa sel kanker yang mikroskopik yang mungkin masih ada) setelah terapi utama
dilakukan.12
4. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita
kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena
pengobatan perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang
cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat.
Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker serviks yang baru menjalani
operasi contohnya seperti melakukan gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan
fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami
alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan memakai
wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali. 12

Kesimpulan
Skrining adalah strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi suatu
penyakit individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu. Tes Pap smear merupakan
pilihan utama metode skrining kanker cerviks. Namun dalam penerapan di pelayanan primer
yang lebih luas, metode IVA direkomendasikan menjadi metode alternatif pada kondisi yang
tidak memungkinkan dilakukan untuk pemeriksaan sitologi. Skrining yang sering dilakukan
di Puskesmas adalah skrining Ca cerviks dengan tes IVA karena skrining ini mudah, praktis.
Skrining kanker serviks telah memberikan dampak yang baik terhadap masalah kanker
serviks yang. Penurunan jumlah penderita kanker serviks dikarenakan skrining yang
dilakukan pada wanita yang memiliki faktor resiko. Skrining memiliki nilai sensitivitas dan
spesifisitas yang berguna untuk menentukan nilai prediksi uji positif dan nilai prediksi uji
negatif.
Daftar Pustaka
1. Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Selambe
Medika; Jakarta: 2010

15
2. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
h. 219-30.
3. Kampono N. Kanker serviks. Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo P. Ilmu
kandungan. Edisi 3. Jakarta: Bina pustaka sarwono prawirohardjo; 2005.h. 263-9.
4. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Edisi 3. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2011.h.294-99
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis pencegahan, deteksi dini
kanker leher rahim dan kanker payudara. Jakarta: DEPKES RI; 2007. h. 1-32.
6. Chamim. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. In: M Farid Aziz, Adrijojo,
Abdul Bari Saifuddin, editors. Penentuan stadium klinik dan pembedahan kanker
ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono;2006. h. 173-81.
7. Rajab W. Buku ajar Epidemiologi untuk mahasiswa. Jakarta : EGC, 2009.h.155-8.
8. Rasjidin I. Panduan penatalaksanaan kanker ginekologik berdasarkan evidence based.
Jakarta: EGC;2007.h.6-19
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Skrinning kanker rahim dengan metode
inpeksi visual asam asetat (IVA). Jakarta: DEPKES RI; 2008. h. 3-6.
10. Pohan I. Jaminan mutu layanan kesehatan: dasar-dasar pengertian dan penerapan.
Jakarta: EGC; 2007. H 148-50.
11. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC; 2009. h. 43-6.
12. Gede MAA. Manajemen kesehatan. Jakarta: EGC; 1999 .h. 10-1.

16

Anda mungkin juga menyukai

  • Blok 6 Plexus Brachialis DKK
    Blok 6 Plexus Brachialis DKK
    Dokumen21 halaman
    Blok 6 Plexus Brachialis DKK
    resiseptiani
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Dokumen23 halaman
    Ulkus Kornea
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • 18 Reni SP
    18 Reni SP
    Dokumen20 halaman
    18 Reni SP
    teowijaya
    Belum ada peringkat
  • Bintang
    Bintang
    Dokumen18 halaman
    Bintang
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Blok18 Skenario10 E5
    Blok18 Skenario10 E5
    Dokumen22 halaman
    Blok18 Skenario10 E5
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Blok 6 Fauzan
    Blok 6 Fauzan
    Dokumen15 halaman
    Blok 6 Fauzan
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Blok 6 SP
    Blok 6 SP
    Dokumen11 halaman
    Blok 6 SP
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Makalah Blok 20metpen
    Makalah Blok 20metpen
    Dokumen13 halaman
    Makalah Blok 20metpen
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 26 Rio
    PBL Blok 26 Rio
    Dokumen22 halaman
    PBL Blok 26 Rio
    Resti Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Dian Hiv Aids
    Dian Hiv Aids
    Dokumen18 halaman
    Dian Hiv Aids
    resiseptiani
    Belum ada peringkat
  • PBL 11
    PBL 11
    Dokumen10 halaman
    PBL 11
    Christopher Filbert
    Belum ada peringkat
  • GRACE PPT Blok 9
    GRACE PPT Blok 9
    Dokumen22 halaman
    GRACE PPT Blok 9
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Blok 26
    Blok 26
    Dokumen12 halaman
    Blok 26
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Gizi Buruk FF
    Laporan Kasus Gizi Buruk FF
    Dokumen16 halaman
    Laporan Kasus Gizi Buruk FF
    resiseptiani
    0% (1)
  • PBL Blok 26
    PBL Blok 26
    Dokumen19 halaman
    PBL Blok 26
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • (Resi) PBL 26 HIV
    (Resi) PBL 26 HIV
    Dokumen22 halaman
    (Resi) PBL 26 HIV
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Gerd - Sken 5
    Gerd - Sken 5
    Dokumen15 halaman
    Gerd - Sken 5
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Cover PBL Blok 10
    Cover PBL Blok 10
    Dokumen2 halaman
    Cover PBL Blok 10
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Blok 11 Hipotiroid
    Blok 11 Hipotiroid
    Dokumen14 halaman
    Blok 11 Hipotiroid
    Micco Joshua Apriano P
    Belum ada peringkat
  • Blok 14
    Blok 14
    Dokumen18 halaman
    Blok 14
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Blok 26
    Blok 26
    Dokumen12 halaman
    Blok 26
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Epi Lepsi
    Epi Lepsi
    Dokumen11 halaman
    Epi Lepsi
    Timothy Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Kesulitan Menahan Buang Air Kecil
    Kesulitan Menahan Buang Air Kecil
    Dokumen22 halaman
    Kesulitan Menahan Buang Air Kecil
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Makalah Blok 7
    Makalah Blok 7
    Dokumen13 halaman
    Makalah Blok 7
    poliututu
    Belum ada peringkat
  • Hemoroid Interna - Sken 13
    Hemoroid Interna - Sken 13
    Dokumen17 halaman
    Hemoroid Interna - Sken 13
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Blok 18 Pertusis
    Blok 18 Pertusis
    Dokumen9 halaman
    Blok 18 Pertusis
    matsuyamateo
    Belum ada peringkat
  • Blok 10
    Blok 10
    Dokumen16 halaman
    Blok 10
    Girt Lamberth Robert Uniplaita
    Belum ada peringkat
  • Ica 1
    Ica 1
    Dokumen17 halaman
    Ica 1
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat
  • Intusepsis Pada Anak - Sken 12
    Intusepsis Pada Anak - Sken 12
    Dokumen20 halaman
    Intusepsis Pada Anak - Sken 12
    Resi Septiani
    Belum ada peringkat