Anda di halaman 1dari 52

Taksonomi Bloom

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi
ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan
pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi
kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:

1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan


aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di
antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa.
Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah
laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga
tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk
mencapai pemahaman yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan pengetahuan yang
ada pada tingkatan pertama.

Domain Kognitif

Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian:
Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan
dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
[sunting] Pengetahuan (Knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,


gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta
menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik
definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk
produk, dsb.

[sunting] Aplikasi (Application)

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode,
rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang
penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu
merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram.

[sunting] Analisis (Analysis)

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-
bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab
meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan
menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.

[sunting] Sintesis (Synthesis)

Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau
pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau
informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di
tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject
di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.

[sunting] Evaluasi (Evaluation)

Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi,
dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai
efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus
mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai
manfaat, nilai ekonomis, dsb

[sunting] Domain Afektif

Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.


[sunting] Penerimaan (Receiving/Attending)

Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran


bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

[sunting] Tanggapan (Responding)

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan,


kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

[sunting] Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah
laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke
dalam tingkah laku.

[sunting] Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu
sistem nilai yang konsisten.

[sunting] Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value


Complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-
hidupnya.

[sunting] Domain Psikomotor

Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang
dibuat Bloom.

[sunting] Persepsi (Perception)

Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.

[sunting] Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.

[sunting] Guided Response (Respon Terpimpin)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan
gerakan coba-coba.
[sunting] Mekanisme (Mechanism)

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan
cakap.

[sunting] Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)

Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

[sunting] Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

[sunting] Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.

TAKSONOMI PERILAKU INDIVIDU DARI BLOOM


Oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.
Kalau perilaku individu mencakup segala pernyataan hidup, betapa banyak kata yang harus
dipergunakan untuk mendeskripsikannya. Untuk keperluan studi tentang perilaku kiranya perlu
ada sistematika pengelompokan berdasarkan kerangka berfikir tertentu (taksonomi). Dalam
konteks pendidikan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan (domain) perilaku individu beserta
sub kawasan dari masing-masing kawasan, yakni : (1) kawasan kognitif; (2) kawasan afektif; dan
(3) kawasan psikomotor. Taksonomi perilaku di atas menjadi rujukan penting dalam proses
pendidikan, terutama kaitannya dengan usaha dan hasil pendidikan. Segenap usaha pendidikan
seyogyanya diarahkan untuk terjadinya perubahan perilaku peserta didik secara menyeluruh,
dengan mencakup semua kawasan perilaku. Dengan merujuk pada tulisan Gulo (2005), di bawah
ini akan diuraikan ketiga kawasan tersebut beserta sub-kawasannya
1. Kawasan Kognitif; yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar.
a. Pengetahuan (knowledge);
Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar. Dengan
pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide prosedur, konsep,
definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau kesimpulan. Dilihat dari objek yang
diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Mengetahui sesuatu secara khusus; terdiri dari :
Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah
atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non
verbal.
Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat kembali tanggal, peristiwa, orang
tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebudayaan masyarakat tertentu, dan ciri-ciri yang
tampak dari keadaan alam tertentu.
2) Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu.
Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman
Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan gerakan suatu gejala atau
fenomena pada waktu yang berkaitan.
Mengetahui penggolongan atau pengkategorisasian. Mengetahui kelas, kelompok, perangkat
atau susunan yang digunakan di dalam bidang tertentu, atau memproses sesuatu.
Mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi fakta, prinsip, pendapat atau
perlakuan.
Mengetahui metodologi, yaitu perangkat cara yang digunakan untuk mencari, menemukan
atau menyelesaikan masalah.
Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang tertentu, yaitu ide, bagan dan
pola yang digunakan untuk mengorganisasi suatu fenomena atau pikiran.
Mengetahui prinsip dan generalisasi
Mengetahui teori dan struktur.
b. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan mental
intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-temuan yang didapat
dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta disusun kembali dalam struktur
kognitif yang ada. Temuan-temuan ini diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan
struktur kognitif yang ada, sehingga membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan dalam
pemahaman ini meliputi :
1) translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna.
Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar, bagan atau grafik;
2) interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, baik dalam bentuk simbol
verbal maupun non verbal. Seseorang dapat dikatakan telah dapat menginterpretasikan tentang
suatu konsep atau prinsip tertentu jika dia telah mampu membedakan, memperbandingkan atau
mempertentangkannya dengan sesuatu yang lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah
mengerti konsep tentang motivasi kerja dan dia telah dapat membedakannya dengan konsep
tentang motivasi belajar; dan
3) Ekstrapolasi; yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Misalnya,
kepada siswa dihadapkan rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dengan kemapuan ekstrapolasinya
tentu dia akan mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 dan ke-7 adalah 19. Untuk bisa seperti itu,
terlebih dahulu dicari prinsip apa yang bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan
bahwa kelima bilangan tersebut adalah urutan bilangan prima, maka kelanjutannnya dapat
dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut.
c. Penerapan (application)
Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia dapat memberi
contoh, menggunakan, mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi
hal-hal yang sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada petani di
Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama yang cocok bagi alat angkutan tersebut. Satu-
satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi mereka, ingat
kuda ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka memberi nama pada kereta
api tersebut dengan iron horse (kuda besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan
konsep terhadap sebuah temuan baru.
d. Penguraian (analysis);
Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar-bagian
tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang
menyokong suatu pernyataan.
Secara rinci Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu :
1) Menganalisis unsur :
Kemampuan melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu
pernyataan
Kemampuan untuk membedakan fakta dengan hipotesa.
Kemampuan untuk membedakan pernyataan faktual dengan pernyataan normatif.
Kemampuan untuk mengidentifikasi motif-motif dan membedakan mekanisme perilaku antara
individu dan kelompok.
Kemampuan untuk memisahkan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang mendukungnya.
2) Menganalisis hubungan
Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide dengan ide.
Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu pernyataan.
Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari suatu pendapat
atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya.
Kemampuan untuk memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang
ada.
Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan argumen guna
membedakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak.
Kemampuan untuk mendeteksi hal-hal yang tidak logis di dalam suatu argumen.
Kemampuan untuk mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang penting dan yang tidak
penting di dalam perhitungan historis.

3) Menganalisis prinsip-prinsip organisasi


Kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat
Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka memahami maknanya.
Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tulis, sudut pandang atau
ciri berfikirnya dan perasaan yang dapat diperoleh dalam karyanya.
Kemampuan untuk melihat teknik yang digunakan dalam meyusun suatu materi yang bersifat
persuasif seperti advertensi dan propaganda.
e. Memadukan (synthesis)
Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu kesimpulan atau
menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan konvergen merupakan ciri
kemampuan ini. Contoh: memilih nada dan irama dan kemudian manggabungkannya sehingga
menjadi gubahan musik yang baru, memberi nama yang sesuai bagi suatu temuan baru,
menciptakan logo organisasi.
f. Penilaian (evaluation)
Mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, atau
bermanfaat tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif maupun
kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran yang digunakan, yaitu :
1) Pembenaran berdasarkan kriteria internal; yang dilakukan dengan memperhatikan konsistensi
atau kecermatan susunan secara logis unsur-unsur yang ada di dalam objek yang diamati.
2) Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal; yang dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria yang
bersumber di luar objek yang diamati., misalnya kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau
kecocokannya dengan kebutuhan pemakai.
2. Kawasan Afektif; yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan,
minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya.
a. Penerimaan (receiving/attending)
Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu :
1) Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan
stimulus (fenomena atau objek yang akan dipelajari), yang ditandai dengan kehadiran dan usaha
untuk memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
2) Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha untuk mengalokasikan
perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
3) Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention). Mungkin perhatian itu hanya
tertuju pada warna, suara atau kata-kata tertentu saja.
b. Sambutan (responding)
Mengadakan aksi terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut :
1) Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh : mengajukan pertanyaan,
menempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau
mentaati peraturan lalu lintas.
2) Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus di
dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain atau warna saja.
3) Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi atau kegiatan yang
berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui. Contoh kegiatan yang
tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat coretan atau gambar, memotret
dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan sebagainya.
c. Penilaian (valuing)
Pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan menghayati nilai dari
stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebagai berikut :
1) Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha memuaskan diri untuk
menanggapi secara lebih intensif.
2) Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value) yang dinyatakan dalam usaha
untuk mencari contoh yang dapat memuaskan perilaku menikmati, misalnya lukisan yang
memiliki yang memuaskan.
3) Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-alasan tertentu yang muncul
dari rangkaian pengalaman. Komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum, terpesona.
Kagum atas keberanian seseorang, menunjukkan komitmen terhadap nilai keberanian yang
dihargainya.
d. Pengorganisasian (organization)
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti pada
tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun menjadi satu
sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :
1) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan
asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
2) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem berdasarkan
tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan menempatkan nilai yang paling
disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul kemudian nilai yang dirasakan agak penting,
dan seterusnya menurut urutan kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.

e. Karakterisasi (characterization).
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai Kalau pada
tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka susunan itu belum
konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-ubah sesuai situasi yang
dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua tahap,
yaitu :
1) Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang
tertentu.
2) Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri
pada kepribadian diri yang bersangkutan.
3. Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang
melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan
ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d)
menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination)
a. Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan alat,
menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
b. Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya walaupun
belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang baru belajar bahasa
meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
c. Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat
contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya.
d. Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk disesuaikan dengan
kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu dilaksanakan.
e. Menciptakan (origination) di mana seseorang sudah mampu menciptakan sendiri suatu karya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin Makmun (2003) memerinci sub kawasan ini dengan tahapan
yang berbeda, yaitu :
a. Gerakan refleks (reflex movements). Basis semua perilaku bergerak atau respons terhadap
stimulus tanpa sadar, misalnya : melompat, menunduk, berjalan, dan sebagainya.
b. Gerakan dasar biasa (Basic fundamental movements) yaitu gerakan yang muncul tanpa latihan
tapi dapat diperhalus melalui praktik, yang terpola dan dapat ditebak.
c. Gerakan Persepsi (Perceptual abilities) yaitu gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu
kemampuan perseptual.
d. Gerakan fisik (Physical Abilities) yaitu gerakan yang menunjukkan daya tahan (endurance),
kekuatan (strength), kelenturan (flexibility) dan kegesitan.
e. Gerakan terampil (skilled movements) yaitu dapat mengontrol berbagai tingkatan gerak secara
terampil, tangkas, dan cekatan dalam melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks).
f. Gerakan indah dan kreatif (Non-discursive communication) yaitu mengkomunikasikan perasan
melalui gerakan, baik dalam bentuk gerak estetik: gerakan-gerakan terampil yang efisien dan
indah maupun gerak kreatif: gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan
peran.

Sumber Bacaan :
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York: McMillan
Publishing.
Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB - IKIP Bandung.
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: P.T.
Remaja Rosdakarya.
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo
home Karya Tulis Ilmiah, Pend. Matematika Taksonomi Bloom, Konsep dan Implikasinya
bagi Pendidikan Matematika

Taksonomi Bloom, Konsep dan Implikasinya


bagi Pendidikan Matematika
Posted on March 20, 2010

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya psikologi kognitif, maka berkembang pula cara-cara


mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Salah satu
perkembangan yang menarik dalah revisi Taksonomi Bloom tentang dimensi kognitif.
Anderson & Krathwohl (2001) merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua
dimensi, yaitu:

(1) Dimensi proses kognitif: aspek sntesis digabungkan dengan aspek analisis atau evaluasi
dan ditambahkannya aspek kreasi (kreativitas) diatas aspek evaluasi. Indikator-indikatornya
adalah: - membangun/ mengkonstruksi (generating), merencanakan (planning), menghasilkan
(producing)

(2) Dimensi pengetahuan. Aspek-aspek dari dimensi pengetahuan pada revisi Taksonomi Bloom
meliputi: (a) pengetahuan faktual (factual knowledge) yang meliputi aspek-aspek (pengetahuan
tentang istilah dan pengetahuan specifik detail dan elements); (b) pengetahuan
konseptual (conceptual knowledge) yang meliputi: pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori,
pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model dan struktur,
(c) pengetahuan prosedural (procedural knowledge) yang meliputi: pengetahuan tentang
keterampilan materi khusus (subject-specific) dan algoritmanya, pengetahuan tentang teknik dan
metode materi khusus (subject-specific), pengetahuan tentang kriteria untuk memastikan kapan
menggunakan prosedur yang tepat.

(d) pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) yang meliputi: pengetahuan strategik


(strategic knowledge), pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif termasuk kontekstual dan
kondisional, pengetahuan diri (self-knowledge)

Konsekuensi logis dari penilaian pengetahuan metakognisi sebagai salah satu hasil belajar, maka
metakognisi bukan lagi hanya dipandang sebagai dampak pengiring dalam pembelajaran,
melainkan merupakan dampak instruksional (tujuan pembelajaran), termasuk pembelajaran
matemtika sekolah. Guru harus merancang pembelajaran matemtika yang dapat menumbuhkan
kemampuan metakognitif siswa. Untuk keperluan tersebut, guru matemtika harus memahami
apa itu metakognisi, komponen-komponen pembangun metakognitif, dan bagaimana
mengimplementasikan metakognisi dalam pembelajaran matemtika sekolah.

Sehubungan dengan pembelajaran konsep matemtika, seorang guru dituntut untuk


mengajarkannya secara hirarkis, yaitu sebelum mengajarkan konsep lanjutan terlebih dahulu
harus mengajarkan konsep yang mendahuluinya. Konsep yang telah dipahami dengan baik oleh
siswa dapat digunakan untuk mendapatkan konsep-konsep baru dengan memodifikasi konsep-
konsep sebelumnya. Oleh karena itu, penguasaan konsep dalam matemtika merupakan salah
satu faktor pendukung bagi tumbuhnya sikap kreatif pada siswa yang sangat dibutuhkan dalam
keterampilan menyelesaikan soal dan keterampilan memecahkan masalah.

BAB II

PEMBAHASAN

Kekuatan Berfikir Konsep

Elaine & Sheila dalam makalah matrikulasi (Nurdin 2007:2) mengemukakan bahwa pengertian
yang paling umum dari metakognisi adalah berpikir tentang berpikir. Pengetahuan metakognitif
merujuk pada pengetahuan umum tentang bagaimana seseorang belajar dan memproses
informasi, seperti pengetahuan seseorang tentang proses belajarnya sendiri. Anderson dan
Krathwohl (2001) mengemukakan bahwa pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang
kognisi secara umum, seperti kesadaran diri dan pengetahuan tentang kognitif diri sendiri.
Pengetahuan kognitif cenderung diterima sebagai pengetahuan tentang proses kognitif yang
dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif.

Pengetahuan tentang kognitif terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seorang
pebelajar tentang proses berpikirnya sendiri disamping pengetahuan tentang berbagai strategi
belajar untuk digunakan dalam situasi pembelajaran tertentu. Misalnya, seseorang dengan tipe
belajar visual mengetahui bahwa membuat suatu peta konsep merupakan cara terbaik baginya
untuk memahami dan mengingat sejumlah besar informasi baru.(Mohamad Nur 2000).

Menurut Piaget (Dahar, 1988: 181), perkembangan intelektual melibatkan dua fungsi, yaitu
organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan organisme kemampuan untuk mensistematikkan
atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistim-sistim yang
teratur dan berhubungan dengan struktur-struktur. Adaptasi adalah kecenderungan untuk
menyesuaikan diri. Cara beradaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan organisme
yang lain. Adaptasi terhadap keadaan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang
sudah ada untuk menanggapi masalah/informasi yang dihadapi dalan keadaannya. Artinya, jika
informasi baru cocok dengan skemata yang dimiliki peserta didik, maka informsi baru itu
diasimilasikan langsung dengan struktur yang ada. Sedangkan dalam proses akomodasi
seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap
tantangan keadaannya. Artinya, jika informasi baru tidak cocok dengan skemata yang dimiliki
peserta didik, maka terjadi ketidakseimbangan sehingga peserta didik harus berusaha dengan
bantuan guru merubah struktur kognitifnya sedemikian sehingga terbentuk skemata baru atau
memodifikasi skemata yang sudah ada sehingga informasi baru cocok dengan skemata tersebut
dan selanjutnya diasimilasikan.

Berkaitan dengan berpikir konsep matematika, maka perlu untuk mengetahui pengertian konsep
terlebih dahulu. Menurut Gagne, konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan
mengelompokkan benda-benda kedalam contoh dan non contoh (Ruseffendi, 1988:157).
Sedangkan matemtika itu mempelajari tentang pola keteraturan, maka untuk mempelajarinya
pertama-tama kita mencoba mengklasifikasi obyek-obyek. Dalam memproses klasifikasi ini
konsep-konsep dasar matemtika terbentuk.

Berdasarkan pemahaman diatas, maka berpikir matematik merupakan kegiatan mental, yang
dalam prosesnya selalu menggunakan abstraksi dan/ atau generalisasi, sebab seseorang
dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental dan orang yang relajar matemtika
mesti melakukan kegiatan mental. Dalam berpikir itu, orang itu menyusun hubungan-hubungan
antara bagian-bagian informasi yang telah direkam didalam pikiran orang itu sebagai pengertian-
pengertian. Dari pengertian tersebut terbentuklah pendapat yang pada akhirnya ditariklah
kesimpulan. Tentunya kemampuan berpikir seseorang itu dipengaruhi oleh inteligensinya.
Dengan demikian terlihat adanya kaitan antara inteligensi dengan proses belajar matemtika.

Abstraksi merupakan proses untuk menyimpulkan hal-hal yang sama dari sejumlah obyek atau
situasi yang berbeda. Suatu himpunan disusun dari beberapa unsur yang kemudian dapat
ditetapkan apakah suatu unsur itu menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dari himpunan itu.

Generalisasi menunjukkan pembentukan dari himpunan ke himpunan. Terdapat dua macam


generalisasi. Yang pertama adalah generalisasi primitif, yaitu dari statu himpunan diperluas
menjadi himpunan yang lain sedemikian hingga himpunan yang pertama tadi menjadi himpunan
bagian dari himpunan yang kedua. Jadi apabila himpunan A menjadi himpunan B dan AB,
dikatakan B merupakan generalisasi primitif dari A. Generalisasi yang kedua adalah geeralisasi
matematik. Suatu himpunan B merupakan suatu generalisasi matematik himpunan A, jika B
memuat isomorfisma bayangan A untuk relasi yang ditetapkan. Jadi disini himpunan A dan B
mungkin saja masing-masing memuat unsur yang saling berbeda asalkan B memuat bayangan
(image)A.

Matemtika yang merupakan suatu kumpulan dari sistem simbolik abstrak yang saling berkaitan
itu mempunyai kekuatan yang menakjubkan. Dengan kita sekedar memanipulasi simbol-simbol
kita dapat menyimpulkan sesuatu secara sahih. Kesahihan ini kita peroles melalui penalaran
deduktif statu cara berpikir matemtika.

Pada hakekatnya landasan berpikir matematik itu merupakan kesepakatan-kesepakatan yang


disebut aksioma. Dengan aksioma-aksioma inilah matemtika berkembang menjadi banyak
cabang matemtika. Karena matematika itu landasannya adalah aksioma-aksioma, maka
matematika merupakan sistem aksiomatik. Dalam sistem yang aksiomatik ini, kumpulan
aksioma-aksioma itu adalah taat azas (consistent) dan hubungan antar aksioma adalah saling
bebas.

Mempelajari Konsep Matemtika

Karakteristik Matematika

Ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum
adalah:

1. Memiliki objek kajian abstrak


2. Bertumpu pada kesepakatan
3. Berpola pikir deduktif
4. Memiliki simbol yang kosong dari arti.
5. Memperhatikan semesta pembicaraan
6. Konsisten dalam sistemnya.

Berikut ini dikemukakan penjelasan dari masing-masing karakteristik tersebut dengan


contohnya.

# Memiliki Objek Abstrak

Dalam matematika objek dasar yang di pelajari adalah abstrak, sering juga disebut objek mental.
Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi (1) fakta, (2) konsep, (3)
operasi ataupun relasi dan (4) prinsip. Dari objek dasar itulah dapat disusun suatu pola struktur
matematika.

Adapaun objek dasar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Fakta (abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Simbol
bilangan 3 sudah dipahami sebagai bilangan tiga. Jika disajikan angka 3 orang sudah
dengan sendirinya menangkap maksudnya yaitu tiga. Sebaliknya kalau seseorang
mengucapakan kata tiga dengan sendirinya dapat disimbolkan dengan 3. Fakta lain dapat
terdiri atas rangkaian simbol, misalnya 3+4 yang dipahami sebagai tiga tambah empat.
Demikian juga 35=15 adalah fakta yang dipahami sebagai tiga kali lima adalah limabelas.
Fakta yang agak lebih komplek adalah 35 = 5 +5 +5 . Dalam geometri juga terdapat simbol-
simbol tertentu yang merupakan konvensi, misalnya // yang bermakna sejajar, O yang
bermakna lingkaran dan sebagainya.

2) Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengklasifikasikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau
bukan. segitiga adalah nama suatu konsep abstrak. Dengan konsep itu sekumpulan objek dapat
digolongkan sebagai contoh atau bukan contoh. Bilangan asli adalah nama suatu konsep yang
lebih komplek. Dikatakan lebih komplek karena bilangan asli terdiri atas banyak banyak konsep
sederhana yaitu bilangan satu, dua, tiga, dst.
Dalam matematika terdapat konsep yang amat penting yaitu fungsi, variabel dan
konstanta. Konsep tersebut, seperti halnya dengan bilangan, terdapat semua cabang
matematika. Banyak konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks misalnya
matriks, vektor, group dan ruang metrik.

Definisi

Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu
konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari
konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep
tertentu. Konsep trapesium misalnya bila dikemukakan dalam definisi trapesium adalah
segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar akan menjadi jelas maksudnya. Konsep
trapesium dapat juga dikemukakan dengan definisi lain, misalnya segiempat yang terjadi jika
sebuah segitiga dipotong oleh sebuah garis yang sejajar salah satu sisinya adalah trapesium **).
Kedua definisi trapesium itu (*) dan **)) memiliki isi kata atau makna kata yang berbeda, tetapi
mempunyai jangkauan yang sama.

Kedua definisi itu deikatakan memiliki intensi yang berbeda tetapi memiliki eksistensi yang
sama. Kesamaan eksistensi itu dapat diuji dengan pertanyaanadakah trapesium menurut definisi
*) yang tidak termasuk dalam trapesium menurut definisi **) dan sebaliknya ? Eksistensi suatu
definisi juga berarti himpunan yang tertangkap oleh definisi itu

3) Operasi (abstrak) adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika
yang lain. Sebagai contoh misalnya penjumlahan, perkalian, gabungan, irisan. Unsur-
unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu
fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari
satu atau lebih elemen yang diketahui.

4) Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa
fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana
dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika.
Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, sifat dan sbagainya.

Bertumpu pada kesepakatan

Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat
mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar dalam pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun
pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma dapat
membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam
aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat
dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.

Berpola pikir deduktif


Dalam matematika sebagai ilmu hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara
sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan
atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus. Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam
bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.

Contoh: Banyak teorema dalam matematika yang ditemukan melalui pengamatan-pengamatan


khusus, misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam suatu
struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan itu harus dibuktikan secara deduktif
antara lain dengan menggunakan teorema dan definisi terdahulu yang telah diterima dengan
benar.

Dari contoh prinsip diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum
abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat, bagaimanapun, sebelum
kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita harus menemukan apa kontribusi
konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita mendapat konsep primer yang lain.

Memiliki simbol yang kosong dari arti

Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf
ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu
model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun
geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z
belum tentu bermakna atau berarti bilangan, demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi
tamba untuk dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang
mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y =
z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan model itu. Kosongnya arti itu
memungkinkan matematika memasuki medan garapan dari ilmu bahasa (linguistik).

Memperhatikan semesta pembicaraan

Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-tanda
dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam memggunakan matematika
diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Bila lingkup pembicaraanya adalah
bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi,
maka simbol-simbol itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut
dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu
model matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya.

Contoh: Dalam semesta pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah


penyelesaiannya? Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya akan
diperoleh hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan bulat maka
jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi jawaban yang sesuai
dengan semestanya adalah tidak ada jawabannya atau penyelesaiannya tidak ada. Sering
dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya adalah himpunan kosong.

Konsisten dalam sistemnya.


Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain,
tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal sistem-sistem aljabar,
sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas
satu sama lain, tetapi dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih kecil
yang terkait satu sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang
kecil yang berkaitan satu sama lain.

Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai
kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b
+ y haruslah sama dengan p.

Cara Menyatakan Konsep dalam Matematika

Belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Menurut Hudojo (1990:4)
mempelajari konsep B yang mendasarkan kepada konsep A, seseorang perlu memahami lebih
dulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini
berarti, mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada
pengalaman belajar yang lalu.

Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka konsep-konsep
matematika harus dipahami lebih dulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu.

Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah
diketahui oleh orang itu. Karena itu untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru,
pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar
materi matematika tersebut.

Menurut Coney, dan telah diuraikan oleh (Suradi,1992; Darwis,1992; Awi 2005) ada beberapa
cara yang dapat ditempuh dalam mengajarkan konsep matematika, khususnya pada siswa yang
berada pada tahap berpikir operasi formal, yaitu:

# Pendefinisian (defining). Membuat definisi adalah langkah yang baik karena definisi
menggunakan bahasa yang singkat tetapi padat dan terstruktur. Dalam mengajarkan definisi
sebaiknya dibuat blok-blok untuk dipelajari, karena mungkin beberapa siswa tidak dapat
memahami rangkaian kata penting yang dapat diambil dari definisi. Untuk itu, definisi seringkali
ditulis dalam bentuk penjelasan seperti:

I. AdalahIIsehinggaIII.

I : diisi istilah yang didefinisikan, II : diisi istilah yang merupakan superset dari kumpulan objek
dari istilah yang didefinikan, dan III : diisi satu atau lebih kondisi yang membedakan istilah yang
didefinisikan dengan supersetnya.

# Menyatakan syarat cukup. Misal, suatu fungsi f yang didefinisikan pada D, yaitu: jika maka f
satu-satu, dapat dikatakan bahwa syarat cukup supaya suatu fungsi satu-satu adalah . Dari contoh
ini kita dapat melihat gaya bahasa dari syarat cukup, yaitu jika selain itu juga kadang
digunakan: asalkan, sebab, karena, dengan alasan. Dengan logika syarat cukup, siswa
diharapkan mampu mencari contoh objek yang dinyatakan oleh konsep, sehingga langkah syarat
cukup memudahkan penerapan dari konsep.

# Memberi contoh. Contoh-contoh adalah objek-objek yang ditunjuk oleh konsep, yaitu
anggota-anggota himpunan yang ditentukan oleh konsep tersebut. Hal ini sangat penting, karena
dengan contoh dapat memperjelas siswa tentang konsep yang dipelajarinya. Untuk itu contoh
diharapkan contoh yang dipilah adalah yang sederhana, kemudian siswa dituntun untuk mencari
contoh-contah sendiri.

# Memberi contoh disertai alasannya. Pemberian contoh yang disertai alasan releven dengan
penyajian syarat cukup. Dengan kata lain, alasan yang dikemukakan tidak lain adalah syarat
cukup dari definisi. Selain itu, contoh yang dibuat sisiwa tidak dibuat secara spekulatif dan
menghindari unsur tebakan. Cara ini sangat membantu bagi siswa yang lamban, dimana
umumnya sulit mengerti hubungan logika antara syarat cukup suatu konsep dengan contoh.

# Memberi kesamaan atau perbedaan objek yang dinyatakan konsep. Cara ini menuntun siswa
agar dapat membandingkan objek-objek yang diamati. Jadi dalam mengajarkan suatu konsep,
sedang konsep tersebut mempunyai kesamaan/perbedaan dengan konsep lain, maka sebaiknya
dituntun siswa untuk mengemukakan persamaan/perbedaan yang ada, sehingga siswa benar-
benar memahami konsep yang dipelajari itu dengan sebaik-baiknya.

# Memberi suatu contoh penyangkal. Yaitu contoh yang digunakan untuk menyangkal
kesalahan generalisasi atau definisi. Misal seorang siswa mentakan bahwa trapesium adalah segi
empat yanfg mempunyai sepasang sisi yang sejajar. Salah seorang temannya diminta
menggambarkan persegi atau persegi panjang di papan tulis. Lalu guru bertanya: apakah gambar-
gambar itu mempunyai dua sisi yang sejajar? Jawaban yang diharapkan adalah ya. Segera guru
bertanya lagi, apakah gambar tersebut merukan trapesium, sesuai dengan definisi yang telah
dipelajari (bukan definisi yang diberikan oleh temanmu tadi)? Jawaban yang diharapkan adalah
bukan. Gambar yang diberikan siswa tadi mereupakan contoh penyangkal dari pendefinisian
trapesium yang dikemukakan siswa sebelumnya.

# Menyatakan syarat perlu. Untuk menunjukan pernyataan merupakan suatu syarat perlu,
biasanya digunakan tanda linguistik harus atau hanya jika. Misal sebuah segiempat jajaran
genjang hanya jika (harus) kedua pasang sisi yang berlawanan sejajar. Syarat perlu sangat
berguna untuk menghindari kesalahpahaman konsep, karena dengan syarat perlu kita dapat
mengidentifikasi contoh objek yang tidak dinyatakan oleh konsep.

# Menyatakan syarat perlu dan cukup. Untuk menyatakan objek suatu konsep mempunyai
syarat perlu dan cukup biasanya digunakan kata jika dan hanya jika, dengan menyatakan syarat
perlu dan cukup memungkinkan siswa menguasai konsep dengan baik, karena syarat cukup
dapat mengidentifikasi contoh , sedangkan syarat perlu dapat mengidentifikasi bukan contoh.
Siswa mungkin tidak dapat menangkap adanya syarat perlu dan cukup dalam kalimat segi
banyak beraturan adalah sama sisi dan sama sudut, lain halnya dalam kalimat segi banyak
adalah beraturan jika dan hanya jika dia sama sisi dan sama sudut. Jadi syarat perlu menjadi
segi banyak beraturan adalah sama sisi dan sama sudut, dan konjungsinya merupakan syarat
cukup.

# Memberi bukan contoh. Bukan contoh suatu konsep adalah objek yang tidak termasuk dalam
kumpulan yang ditentukan konsep. Bukan contoh biasanya diberikan jika siswa melupakan satu
atau lebih syarat perlu dari konsep suatu objek.

# Memberi bukan contoh disertai alasan. Langkah ini setara dengan memberi contoh disertai
dengan alasan bahwa ini adalah contoh. Alasan yang menyertai bukan contoh adalah kegagalan
untuk dipenuhinya syarat perlu.

Lebih lanjut lagi, misalnya didalam matemtika, untuk menjabarkan operasi hitung (semesta
pembicaraan bilangan real), urutan operasi adalah +, -, X dan

: . Namun dalam psikologi kognitif urutan yang direkomendasikan adalah operasi +, X ,


-, dan : . Ditinjau dari psikologi operasi X akan lebih mudah dipahami peserta didik
setelah ia mempunyai pengalaman belajar operasi + yang kemudian langsung dipergunakan
untuk mendapatkan konsep operasi X dari pada setelah memahami operasi + kemudian
operasi -. Operasi + yang kemudian diberikan operasi - akan terjadi kesenjangan kognitif
sehingga sulit untuk dipahami, sedang ditinjau dari matematika, operasi - merupakan invers
dari operasi + perlu segera dikaitkan. Demikian pula penjelasan urutan dua operasi yang lain.

Dari uraian diatas, nampak bahwa hirarki belajar (psikologi) tidaklah selalu seiring dan sejalan
dengan matematika. Dalam menghadapi situasi demikian, pengajar matematika harus
menentukan pilihannya. Pilihan mana yang dipilih merupakan keputusan yang menentukan
bagaimana bentuk kegiatan mengajarnya.

BAB III

KESIMPULAN

1. Berpikir matematik merupakan kegiatan mental, yang dalam prosesnya selalu


menggunakan abstraksi dan/ atau generalisasi, dan tentunya kemampuan berpikir
seseorang itu dipengaruhi oleh inteligensinya. Dengan demikian terlihat adanya kaitan
antara inteligensi dengan proses belajar matemtika.
2. Pada hakekatnya landasan berpikir matematik itu merupakan kesepakatan-kesepakatan
yang disebut aksioma. Karena matematika itu landasannya adalah aksioma-aksioma,
maka matematika merupakan sistem aksiomatik. Dalam sistem yang aksiomatik ini,
kumpulan aksioma-aksioma itu adalah taat azas (consistent) dan hubungan antar aksioma
adalah saling bebas.

1. Ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara
umum adalah:
(1). Memiliki objek kajian abstrak,(2). Bertumpu pada kesepakatan, (3). Berpola pikir
deduktif, (4). Memiliki simbol yang kosong dari arti, (5). Memperhatikan semesta pembicaraan,
(6). Konsisten dalam sistemnya.

4. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam mengajarkan konsep matematika, khususnya pada
siswa yang berada pada tahap berpikir operasi formal, yaitu:

(1). Pendefinisian (defining), (2). Menyatakan syarat cukup, (3). Memberi contoh, (4). Memberi
contoh disertai alasannya, (5). Memberikan kesamaan atau perbedaan objek yang dinyatakan
konsep, (6). Memberi suatu contoh penyangkal, (7). Menyatakan syarat perlu, (8). Menyatakan
syarat perlu dan cukup, (9). Memberi contoh, (10). Memberi bukan contoh disertai alasan.

TAKSONOMI BLOOM
Posted: Januari 11, 2011 by wiwikyulihaningsih in Kumpulan Makalah Pendidikan
0

TAKSONOMI BLOOM
Kajian Teori
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk mengklasifikasi dan nomos yang
berarti aturan. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari
klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian- sampai pada
kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.

Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin Bloom, seorang
psikolog bidang pendidikan. Konsep ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah,
yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas.
Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Sedangkan ranah
psikomotorik berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik.

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini
pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan
dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke
dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:


1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan
dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di
antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa.
Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah
laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga
tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk
mencapai pemahaman yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan pengetahuan yang
ada pada tingkatan pertama.

Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian:
Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan
dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,
gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta
menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik
definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk
produk, dsb.

Pemahaman (Comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram,
arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg diuraikan dalam
fish bone diagram, pareto chart, dsb.

Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode,
rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang
penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu
merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram
atau pareto chart.

Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-
bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab
meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan
menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau
pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau
informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di
tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject
di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.

Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi,
dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai
efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus
mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai
manfaat, nilai ekonomis, dsb

Domain Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.
Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran
bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan,
kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah
laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke
dalam tingkah laku.

Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu
sistem nilai yang konsisten.
Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-
hidupnya.

Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang
dibuat Bloom.
Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.

Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan
gerakan coba-coba.

Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan
cakap.

Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)


Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.

PENGEMBANGAN INDIKATOR
REKAN REKAN BERK\IKUT SAYA KOPIKAN PETUNJUK PENGENBANGAN
INDIKATOR YANG SANGAT PENTING BAGI PEMBELAJARAN DI KELAS..KARENA
KUNCI DARI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ADALAH INDIKATOR..SELAMAT
BELAJAR

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor
22 dan nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Sedangkan standar lainnya ditetapkan melalui Permendiknas nomor 13, 16, 19, 20, 24 dan 41
Tahun 2007 tentang tenaga pendidik dan kependidikan, pengelolaan, penilaian,sarana prasarana,
dan proses.

SNP merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan kurikulum pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum seperti kurikulum 1984, 1994
dan sebagainya. Pemerintah hanya menetapkan SNP yang menjadi acuan sekolah dalam
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai dengan karakteristik,
kebutuhan potensi peserta didik, masyarakat dan lingkungannya.

Pengembangan KTSP berdasarkan SNP memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji
berdasarkan analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan kompetensi
yang tertuang dalam rumusan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD); analisis
mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungan; serta analisis
peluang dan tantangan dalam memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan
dinamika dan kompleksitas yang semakin tinggi.

Penjabaran SK dan KD sebagai bagian dari pengembangan KTSP dilakukan melalui


pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran
lebih lanjut dari SK dan KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran dan
penilaian. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan
prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu KD yang ditetapkan dalam SI
dan telah dijabarkan dalam silabus.

Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan indikator merupakan langkah strategis dalam
peningkatan kualitas pembelajaran di kelas dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dengan
demikian diperlukan panduan pengembangan indikator yang dapat dijadikan pedoman bagi guru
dan sekolah dalam mengembangkan SK dan KD tiap mata pelajaran.

B. Tujuan
Penyusunan panduan ini bertujuan:
1. memberikan pemahaman lebih luas kepada guru dalam mengembangkan indikator kompetensi
berdasarkan tuntutan KD dan SK;
2. memotivasi guru untuk mengembangkan kurikulum di tingkat sekolah guna mencapai
kompetensi, minimal sesuai dengan SI dan SKL;
3. mendorong pengembangan kurikulum lebih lanjut untuk mencapai kompetensi, melebihi SI
dan SKL sehingga mutu pendidikan diharapkan meningkat;
4. mendorong guru dan sekolah terus mengembangkan kurikulum melalui penyusunan dan
pengembangan indikator yang digunakan sebagai acuan pembelajaran dan penilaian.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengembangan indikator mencakup pengertian dan fungsi indikator dalam KTSP,
mekanisme, dan implementasi dalam pengembangan instrumen penilaian.
BAB II
INDIKATOR DALAM PENGEMBANGAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

A. Pengertian
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat
diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai
dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan
dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
Dalam mengembangkan indikator perlu mempertimbangkan:
1. tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD;
2. karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah;
3. potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan/ daerah.
Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua rumusan indikator, yaitu:
1. Indikator pencapaian kompetensi yang dikenal sebagai indikator;
2. Indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal yang di kenal
sebagai indikoator soal.
Indikator dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan menggunakan kata kerja operasional.
Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi dan materi
yang menjadi media pencapaian kompetensi.

B. Fungsi Indikator
Indikator memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam mengembangkan pencapaian
kompetensi berdasarkan SK-KD. Indikator berfungsi sebagai berikut :
1. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran
Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang dikembangkan.
Indikator yang dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah dalam pengembangan materi
pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, potensi dan kebutuhan
peserta didik, sekolah, serta lingkungan.
2. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran
Desain pembelajaran perlu dirancang secara efektif agar kompetensi dapat dicapai secara
maksimal. Pengembangan desain pembelajaran hendaknya sesuai dengan indikator yang
dikembangkan, karena indikator dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang
efektif untuk mencapai kompetensi. Indikator yang menuntut kompetensi dominan pada aspek
prosedural menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak dengan strategi ekspositori
melainkan lebih tepat dengan strategi discovery-inquiry.
3. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar
Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian kompetensi peserta didik.
Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan indikator sehingga dapat meningkatkan
pencapaian kompetensi secara maksimal.
4. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar
Indikator menjadi pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi hasil belajar,
Rancangan penilaian memberikan acuan dalam menentukan bentuk dan jenis penilaian, serta
pengembangan indikator penilaian. Pengembangan indikator penilaian harus mengacu pada
indikator pencapaian yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan SK dan KD.

BAB III
MEKANISME PENGEMBANGAN INDIKATOR

A. Menganalisis Tingkat Kompetensi


dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Langkah pertama pengembangan indikator adalah menganalisis tingkat kompetensi dalam SK
dan KD. Hal ini diperlukan untuk memenuhi tuntutan minimal kompetensi yang dijadikan
standar secara nasional. Sekolah dapat mengembangkan indikator melebihi standar minimal
tersebut.
Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja operasional yang digunakan dalam SK dan
KD. Tingkat kompetensi dapat diklasifikasi dalam tiga bagian, yaitu tingkat pengetahuan, tingkat
proses, dan tingkat penerapan. Kata kerja pada tingkat pengetahuan lebih rendah dari pada
tingkat proses maupun penerapan. Tingkat penerapan merupakan tuntutan kompetensi paling
tinggi yang diinginkan. Klasifikasi tingkat kompetensi berdasarkan kata kerja yang digunakan
disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Kompetensi Kata Kerja Operasional


No Klasifikasi Tingkat Kompetensi Kata Kerja Operasional yang Digunakan
1 Berhubungan dengan mencari keterangan (dealing with retrieval) 1. Mendeskripsikan
(describe)
2. Menyebutkan kembali (recall)
3. Melengkapi (complete)
4. Mendaftar (list)
5. Mendefinisikan (define)
6. Menghitung (count)
7. Mengidentifikasi (identify)
8. Menceritakan (recite)
9. Menamai (name)
2 Memproses (processing) 1. Mensintesis (synthesize)
2. Mengelompokkan (group)
3. Menjelaskan (explain)
4. Mengorganisasikan (organize)
5. Meneliti/melakukan eksperimen (experiment)
6. Menganalogikan (make analogies)
7. Mengurutkan (sequence)
8. Mengkategorikan (categorize)
9. Menganalisis (analyze)
10. Membandingkan (compare)
11. Mengklasifikasi (classify)
12. Menghubungkan (relate)
13. Membedakan (distinguish)
14. Mengungkapkan sebab (state causality)
3 Menerapkan dan mengevaluasi 1. Menerapkan suatu prinsip (applying a principle)
2. Membuat model (model building)
3. Mengevaluasi (evaluating)
4. Merencanakan (planning)
5. Memperhitungkan/meramalkan kemungkinan (extrapolating)
6. Memprediksi (predicting)
7. Menduga/Mengemukakan pendapat/ mengambil kesimpulan (inferring)
8. Meramalkan kejadian alam/sesuatu (forecasting)
9. Menggeneralisasikan (generalizing)
10. Mempertimbangkan /memikirkan kemungkinan-kemungkinan (speculating)
11. Membayangkan /mengkhayalkan/ mengimajinasikan (Imagining)
12. Merancang (designing)
13. Menciptakan (creating)
14. Menduga/membuat dugaan/ kesimpulan awal (hypothezing)

Selain tingkat kompetensi, penggunaan kata kerja menunjukan penekanan aspek yang
diinginkan, mencakup sikap, pengetahuan, serta keterampilan. Pengembangan indikator harus
mengakomodasi kompetensi sesuai tendensi yang digunakan SK dan KD. Jika aspek
keterampilan lebih menonjol, maka indikator yang dirumuskan harus mencapai kemampuan
keterampilan yang diinginkan. Klasifikasi kata kerja berdasarkan aspek kognitif, Afektif dan
Psikomotorik disajikan dalam tabel 2, 3, dan 4.

Tabel 2 : Kata Kerja Ranah Kognitif


Pengetahuan Pemahaman Penerapan Analisis Sintesis Penilaian
Mengutip
Menyebutkan
Menjelaskan
Menggambar
Membilang
Mengidentifikasi
Mendaftar
Menunjukkan
Memberi label
Memberi indeks
Memasangkan
Menamai
Menandai
Membaca
Menyadari
Menghafal
Meniru
Mencatat
Mengulang
Mereproduksi
Meninjau
Memilih
Menyatakan
Mempelajari
Mentabulasi
Memberi kode
Menelusuri
Menulis Memperkirakan
Menjelaskan
Mengkategorikan
Mencirikan
Merinci
Mengasosiasikan
Membandingkan
Menghitung
Mengkontraskan
Mengubah
Mempertahankan
Menguraikan
Menjalin
Membedakan
Mendiskusikan
Menggali
Mencontohkan
Menerangkan
Mengemukakan
Mempolakan
Memperluas
Menyimpulkan
Meramalkan
Merangkum
Menjabarkan Menugaskan
Mengurutkan
Menentukan
Menerapkan
Menyesuaikan
Mengkalkulasi
Memodifikasi
Mengklasifikasi
Menghitung
Membangun
Membiasakan
Mencegah
Menentukan
Menggambarkan
Menggunakan
Menilai
Melatih
Menggali
Mengemukakan
Mengadaptasi
Menyelidiki
Mengoperasikan
Mempersoalkan
Mengkonsepkan
Melaksanakan
Meramalkan
Memproduksi
Memproses
Mengaitkan
Menyusun
Mensimulasikan
Memecahkan
Melakukan
Mentabulasi
Memproses
Meramalkan Menganalisis
Mengaudit
Memecahkan
Menegaskan
Mendeteksi
Mendiagnosis
Menyeleksi
Merinci
Menominasikan
Mendiagramkan
Megkorelasikan
Merasionalkan
Menguji
Mencerahkan
Menjelajah
Membagankan
Menyimpulkan
Menemukan
Menelaah
Memaksimalkan
Memerintahkan
Mengedit
Mengaitkan
Memilih
Mengukur
Melatih
Mentransfer Mengabstraksi
Mengatur
Menganimasi
Mengumpulkan
Mengkategorikan
Mengkode
Mengombinasikan
Menyusun
Mengarang
Membangun
Menanggulangi
Menghubungkan
Menciptakan
Mengkreasikan
Mengoreksi
Merancang
Merencanakan
Mendikte
Meningkatkan
Memperjelas
Memfasilitasi
Membentuk
Merumuskan
Menggeneralisasi
Menggabungkan
Memadukan
Membatas
Mereparasi
Menampilkan
Menyiapkan Memproduksi
Merangkum
Merekonstruksi Membandingkan
Menyimpulkan
Menilai
Mengarahkan
Mengkritik
Menimbang
Memutuskan
Memisahkan
Memprediksi
Memperjelas
Menugaskan
Menafsirkan
Mempertahankan
Memerinci
Mengukur
Merangkum
Membuktikan
Memvalidasi
Mengetes
Mendukung
Memilih
Memproyeksikan

Tabel 3. Kata Kerja Ranah Afektif


Menerima Menanggapi Menilai Mengelola Menghayati
Memilih
Mempertanyakan
Mengikuti
Memberi
Menganut
Mematuhi
Meminati Menjawab
Membantu
Mengajukan
Mengompromikan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
Menyetujui
Menampilkan
Melaporkan
Memilih
Mengatakan
Memilah
Menolak Mengasumsikan
Meyakini
Melengkapi
Meyakinkan
Memperjelas
Memprakarsai
Mengimani
Mengundang
Menggabungkan
Mengusulkan
Menekankan
Menyumbang Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasikan
Mengombinasikan
Mempertahankan
Membangun
Membentuk pendapat
Memadukan
Mengelola
Menegosiasi
Merembuk Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Mempengaruhi
Mendengarkan
Mengkualifikasi
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan

Tabel 4. Kata Kerja Ranah Psikomotorik


Menirukan Memanipulasi Pengalamiahan Artikulasi
Mengaktifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
Melamar
Mengatur
Mengumpulkan
Menimbang
Memperkecil
Membangun
Mengubah
Membersihkan
Memposisikan
Mengonstruksi Mengoreksi
Mendemonstrasikan
Merancang
Memilah
Melatih
Memperbaiki
Mengidentifikasikan
Mengisi
Menempatkan
Membuat
Memanipulasi
Mereparasi
Mencampur Mengalihkan
Menggantikan
Memutar
Mengirim
Memindahkan
Mendorong
Menarik
Memproduksi
Mencampur
Mengoperasikan
Mengemas
Membungkus Mengalihkan
Mempertajam
Membentuk
Memadankan
Menggunakan
Memulai
Menyetir
Menjeniskan
Menempel
Menseketsa
Melonggarkan
Menimbang

B. Menganalisis Karakteristik Mata Pelajaran, Peserta Didik, dan Sekolah


Pengembangan indikator mempertimbangkan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan
sekolah karena indikator menjadi acuan dalam penilaian. Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 19
tahun 2005, karakteristik penilaian kelompok mata pelajaran adalah sebagai berikut.

Kelompok Mata Pelajaran Mata Pelajaran Aspek yang Dinilai


Agama dan Akhlak Mulia Pendidikan Agama Afektif dan Kognitif
Kewarganegaraan dan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan Afektif dan Kognitif
Jasmani Olahraga dan Kesehatan Penjas Orkes Psikomotorik, Afektif, dan Kognitif
Estetika Seni Budaya Afektif dan Psikomotorik
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Matematika, IPA, IPS
Bahasa, dan TIK. Afektif, Kognitif, dan/atau Psikomotorik sesuai karakter mata pelajaran
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dari mata pelajaran
lainnya. Perbedaan ini menjadi pertimbangan penting dalam mengembangkan indikator.
Karakteristik mata pelajaran bahasa yang terdiri dari aspek mendengar, membaca, berbicara dan
menulis sangat berbeda dengan mata pelajaran matematika yang dominan pada aspek analisis
logis. Guru harus melakukan kajian mendalam mengenai karakteristik mata pelajaran sebagai
acuan mengembangkan indikator. Karakteristik mata pelajaran dapat dikaji pada dokumen
standar isi mengenai tujuan, ruang lingkup dan SK serta KD masing-masing mata pelajaran.

Pengembangkan indikator memerlukan informasi karakteristik peserta didik yang unik dan
beragam. Peserta didik memiliki keragaman dalam intelegensi dan gaya belajar. Oleh karena itu
indikator selayaknya mampu mengakomodir keragaman tersebut. Peserta didik dengan
karakteristik unik visual-verbal atau psiko-kinestetik selayaknya diakomodir dengan penilaian
yang sesuai sehingga kompetensi siswa dapat terukur secara proporsional. Sebagai contoh dalam
mata pelajaran fisika terdapat indikator sebagai berikut:
1. Membuat model atom Thomson, Rutherford, dan Niels Bohr dengan menggunakan bahan
kertas, steroform, atau lilin mainan.
2. Memvisualisasikan perbedaan model atom Thomson, Rutherford, dan Niels Bohr.

Indikator pertama tidak mengakomodir keragaman karakteristik peserta didik karena siswa
dengan intelegensi dan gaya belajar visual verbal dapat mengekspresikan melalui cara lain,
misalnya melalui lukisan atau puisi.

Karakteristik sekolah dan daerah menjadi acuan dalam pengembangan indikator karena target
pencapaian sekolah tidak sama. Sekolah kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat
mengembangkan indikator lebih tinggi. Termasuk sekolah bertaraf internasional dapat
mengembangkan indikator dari SK dan KD dengan mengkaji tuntutan kompetensi sesuai rujukan
standar internasional yang digunakan. Sekolah dengan keunggulan tertentu juga menjadi
pertimbangan dalam mengembangkan indikator.

C. Menganalisis Kebutuhan dan Potensi


Kebutuhan dan potensi peserta didik, sekolah dan daerah perlu dianalisis untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam mengembangkan indikator. Penyelenggaraan pendidikan seharusnya dapat
melayani kebutuhan peserta didik, lingkungan, serta mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal. Peserta didik mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi dan kecepatan
belajarnya, termasuk tingkat potensi yang diraihnya.

Indikator juga harus dikembangkan guna mendorong peningkatan mutu sekolah di masa yang
akan datang, sehingga diperlukan informasi hasil analisis potensi sekolah yang berguna untuk
mengembangkan kurikulum melalui pengembangan indikator.
D. Merumuskan Indikator
Dalam merumuskan indikator perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi tiga indikator
2. Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang
digunakan dalam SK dan KD. Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan
dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta
didik.
3. Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki kompetensi.
4. Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat kompetensi dan
materi pembelajaran.
5. Indikator harus dapat mengakomodir karakteristik mata pelajaran sehingga menggunakan kata
kerja operasional yang sesuai. Contoh kata kerja yang dapat digunakan sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran tersaji dalam lampiran 1.
6. Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian yang mencakup
ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotorik.

E. Mengembangkan Indikator Penilaian


Indikator penilaian merupakan pengembangan lebih lanjut dari indikator (indikator pencapaian
kompetensi). Indikator penilaian perlu dirumuskan untuk dijadikan pedoman penilaian bagi guru,
peserta didik maupun evaluator di sekolah. Dengan demikian indikator penilaian bersifat terbuka
dan dapat diakses dengan mudah oleh warga sekolah. Setiap penilaian yang dilakukan melalui
tes dan non-tes harus sesuai dengan indikator penilaian.

Indikator penilaian menggunakan kata kerja lebih terukur dibandingkan dengan indikator
(indikator pencapaian kompetensi). Rumusan indikator penilaian memiliki batasan-batasan
tertentu sehingga dapat dikembangkan menjadi instrumen penilaian dalam bentuk soal, lembar
pengamatan, dan atau penilaian hasil karya atau produk, termasuk penilaian diri.

Pengembangan indikator dapat menggunakan format seperti contoh berikut.


Kompetensi Dasar/Indikator Indikator Penilaian Bentuk
3.2 Mendeskripsikan perkembangan teori atom
Mendeskripsikan karakteristik teori atom Thomson, Rutherford, Niels Bohr, dan mekanika
kuantum
Menghitung perubahan energi elektron yang mengalami eksitasi
Menghitung panjang gelombang terbesar dan terkecil pada deret Lyman, Balmer, dan Paschen
pada spectrum atom hidrogen Siswa dapat memvisualisasikan bentuk atom Thomson,
Rutherford, dan Bohr
Siswa dapat menunjukkan sikap kerjasama, minat dan kreativitas, serta komitmen
melaksanakan tugas dalam kerja kelompok
Siswa dapat menunjukkan kelemahan dari teori atom Thomson, Rutherford, atau Niels Bohr
Siswa dapat menghitung energi dan momentum sudut electron berdasarkan teori atom Bohr
Siswa dapat menghitung besar momentum sudut berdasarkan teori atom mekanika kuantum
Siswa dapat menghitung panjang gelombang atau frekuensi terbesar dari deret Lyman, Balmer,
atau Paschen
Siswa dapat menerapkan konsep energi ionisasi, energi foton, dan/ atau energi foton
berdasarkan data dan deskripsi elektron dalam atom. Penilaian hasil karya/produk
Penilaian sikap
Tes tertulis
Tes tertulis
Tes tertulis
Tes tertulis
Tes tertulis

F. Manfaat Indikator Penilaian


Indikator Penilaian bermanfaat bagi :
1. Guru dalam mengembangkan kisi-kisi penilaian yang dilakukan melalui tes (tes tertulis seperti
ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester, tes praktik, dan/atau tes
perbuatan) maupun non-tes.
2. Peserta didik dalam mempersiapkan diri mengikuti penilaian tes maupun non-tes. Dengan
demikian siswa dapat melakukan self assessment untuk mengukur kemampuan diri sebelum
mengikuti penilaian sesungguhnya.
3. Pimpinan sekolah dalam memantau dan mengevaluasi keterlaksanaan pembelajaran dan
penilaian di kelas.
4. Orang tua dan masyarakat dalam upaya mendorong pencapaian kompetensi siswa lebih
maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Harrow, A. J. (1972). A taxonomy of the psychomotor domain: A guided for developing
behavioral objective. New York: David Mc Key Company.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2002). Jakarta: Balai Pustaka
Mardapi, Dj. dan Ghofur, A, (2004). Pedoman Umum Pengembangan Penilaian; Kurikulum
Berbasis Kompetensi SMA. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Mehrens, W.A, and Lehmann, I.J, (1991). Measurement and Evaluation in Education and
Psychology. Fort Woth: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta:
Fokus Media.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi, Jakarta, 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta, 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007. Jakarta:
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja
di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang
tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Popham,W.J., (1999). Classroon Asessment: What teachers need to know. Mass: Allyn-Bacon.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Fokus
Media.

Lampiran 1

Contoh Kata Kerja Operasional


Sesuai dengan Karakteristik Matapelajaran
Berhubungan dengan Prilaku Sosial

Menerima (accept)
Mengakui/menerima sesuatu (admit)
Menyetujui (agree)
Membantu (aid)
Membolehkan/menyediakan/memberikan (allow)
Menjawab (answer)
Menjawab/mengemukakan pendapat dengan alasan-alasan (argue)
Mengkomunikasikan (communicate)
Memberi pujian/mengucapkan selamat (compliment)
Menyumbang (contribute)
Bekerjasama (cooperate)
Berdansa (dance)
Menolak /menidaksetujui (disagree)
Mendiskusikan (discuss)
Memaafkan (excuse)
Memaafkan (forgive)
Menyambut/menyalami (greet)
Menolong/membantu (help)
Berinteraksi/melakukan interaksi (interact)
Mengundang (invite)
Menggabung (joint)
Menertawakan (laugh)
Menemukan (meet)
Berperanserta (participate)
Mengizinkan/membolehkan (permit)
Memuji-muji (praise)
Bereaksi (react)
Menjawab/menyahut (reply)
Tersenyum (smile)
Berbicara (talk)
Berterimakasih (thank)
Berkunjung (visit)
Bersukarela (volunteer)

Berhubungan dengan Kompetensi Berpikir tingkat Tinggi


(complex, logical, judgmental behaviors)

Menganalisis (analyze)
Menghargai (appraise)
Menilai (assess)
Mengkombinasikan (combine)
Membandingkan (compare)
Menyimpulkan (conclude)
Mengkontraskan (contrast)
Mengkritik (critize)
Menarik kesimpulan (deduce)
Membela/mempertahankan (defend)
Menunjukkan / menandakan (designate)
Menentukan (determine)
Mencari /menjelajah (discover)
Mengevaluasi (evaluate)
Merumuskan (formulate)
Membangkitkan/menghasilkan/menyebabkan (generate)
Membujuk/menyebabkan (induce)
Menduga/Mengemukan pendapat/mengambil kesimpulan (infer)
Merencanakan (plan)
Menyusun (structure)
Menggantikan (substitute)
Menyarankan (suggest)
Memilih (choose)
Mengumpulkan (collect)
Mendefinisikan (define)
Menjelaskan sesuatu (describe)
Mendeteksi (detect)
Membedakan antara 2 macam (differentiate)
Membedakan/Memilih-milih (discriminate)
Membedakan sesuatu (distinguish)
Mengidentifikasi (identify)
Mengindikasi (indicate)
Mengisolasi (isolate)
Mendaftarkan (list)
Memadukan (match)
Meniadakan (omit)
Mengurutkan (order)
Mengambil (pick)
Menempatkan (place)
Menunjuk (point)
Memilih (select)
Memisahkan (separate)

Berhubungan dengan Kompetensi Musik (seni)

Meniup (blow)
Menundukkan kepala (bow)
Bertepuk (clap)
Menggubah /menyusun (compose)
Menyentuh (finger)
Memadankan/berpadanan (harmonize)
Menyanyi kecil/bersenandung (hum)
Membisu (mute)
Memainkan (play)
Memetik (misal gitar) (pluck)
Mempraktikkan (practice)
Menyanyikan (sing)
Memetik/mengetuk-ngetuk (strum)
Mengetuk (tap)
Bersiul (whistle)

Berhubungan dengan Kompetensi Berbahasa

Menyingkat/memendekkan (abbreviate)
Memberi tekanan pada sesuatu /menekankan (accent)
Mengabjad/menyusun menurut abjad (alphabetize)
Mengartikulasikan/ mengucapkan kata-kata dengan jelas (articulate)
Memanggil (call)
Menulis dengan huruf besar (capitalize)
Menyunting/mengedit (edit)
Menghubungkan dengan garis penghubung (hyphenate)
Memasukkan (beberapa spasi) /melekukkan (indent)
Menguraikan/memperlihatkan garis bentuk/ menggambar denah atau peta (outline)
Mencetak (print)
Membaca (read)
Mendeklamasikan/membawakan/mencerita-kan (recite)
Mengatakan (say)
Menandai (sign)
Berbicara (speak)
Mengeja (spell)
Menyatakan (state)
Menyimpulkan (summarize)
Membagi atas suku-suku kata (syllabicate)
Menceritakan (tell)
Menerjemahkan (translate)
Mengungkapkan dengan kata-kata (verbalize)
Membisikkan (whisper)
Mengucapkan/melafalkan/menyatakan (pronounce)
Memberi atau membubuhkan tanda baca (punctuate)
Menulis (write)
Berhubungan dengan Kompetensi Drama

Berakting/berperilaku (act)
Menjabat/mendekap/ menggengam (clasp)
Menyeberang/melintasi/ berselisih (cross)
Menunjukkan/mengatur/ menyutradarai (direct)
Memajangkan (display)
Memancarkan (emit)
Memasukkan (enter)
Mengeluarkan (i
Mengekspresikan (express)
Meniru (imitate)
Meninggalkan (leave)
Menggerakkan (move)
Berpantomim/Meniru gerak tanpa suara (pantomime)
Menyampaikan/menyuguhkan/ mengulurkan/melewati (pass)
Memainkan/melakukan (perform)
Meneruskan/memulai/beralih (proceed)
Menanggapi/menjawab/ menyahut (respond)
Memperlihatkan/Menunjukkan (show)
Mendudukkan (sit)
Membalik/memutar/mengarahkan/mengubah/ membelokkan (turn)

Berhubungan dengan Kompetensi Seni Lukis

Memasang (assemble)
Mencampur (blend)
Menyisir/menyikat (brush)
Membangun (build)
Mengukir (carve)
Mewarnai (color)
Mengkonstruk/membangun(construct)
Memotong (cut)
Mengoles (dab)
Menerangkan (dot)
Menggambar (draw)
Mengulang-ulang/melatih (drill)
Melipat (fold)
Membentuk (form)
Menggetarkan/memasang (frame)
Memalu (hammer)
Menangani (handle)
Menggambarkan (illustrate)
Mencairkan (melt)
Mencampur (mix)
Memaku (nail)
Mengecat (paint)
Menepuk (pat)
Menggosok (polish)
Menuangkan (pour)
Menekan (press)
Menggulung (roll)
Menggosok/ menyeka (rub)
Menggergaji (saw)
Memahat (sculpt)
Menyampaikan/melempar (send)
Mengocok (shake)
Membuat sketsa (sketch)
Menghaluskan (smooth)
Mengecap/menunjukkan (stamp)
Melengketkan (stick)
Mengaduk (stir)
Meniru/menjiplak (trace)
Menghias/memangkas (trim)
Merengas/memvernis (varnish)
Melekatkan/menempelkan/merekatkan (paste)
Menyeka/menghapuskan/ membersihkan (wipe)
Membungkus (wrap)

Berhubungan dengan Kompetensi Fisik (Jasmani)

Melengkungkan (arch)
Memukul (bat)
Menekuk/melipat/ membengkokkan (bend)
Mengangkat/membawa (carry)
Menangkap (catch)
Mengejar/memburu (chase)
Memanjat (climb)
Menghadap (face)
Mengapung (float)
Merebut/menangkap/ mengambil (grab)
Merenggut/memegang/ menyambar/merebut (grasp)
Memegang erat-erat (grip)
Memukul/menabrak (hit)
Melompat/meloncat (hop)
Melompat (jump)
Menendang (kick)
Mengetuk (knock)
Mengangkat/mencabut i
Berbaris (march)
Melempar/memasangkan/memancangkan/menggantungkan (pitch)
Menarik (pull)
Mendorong (push)
Berlari (run)
Mengocok (shake)
Bermain ski (ski)
Meloncat (skip)
Berjungkirbalik (somersault)
Berdiri (stand)
Melangkah (step)
Melonggarkan/merentangkan (stretch)
Berenang (swim)
Melempar (throw)
Melambungkan/melontarkan (toss)
Berjalan (walk)

Berhubungan dengan Perilaku Kreatif

Mengubah (alter)
Menanyakan (ask)
Mengubah (change)
Merancang (design)
Menggeneralisasikan (generalize)
Memodifikasi (modify)
Menguraikan dengan kata-kata sendiri (paraphrase)
Meramalkan (predict)
Menanyakan (question)
Menyusun kembali (rearrange)
Mengkombinasikan kembali (recombine)
Mengkonstruk kembali (reconstruct)
Mengelompokkan kembali (regroup)
Menamakan kembali (rename)
Menyusun kembali (reorder)
Mengorganisasikan kembali (reorganize)
Mengungkapkan kembali (rephrase)
Menyatakan kembali (restate)
Menyusun kembali (restructure)
Menceritakan kembali (retell)
Menuliskan kembali (rewrite)
Menyederhanakan (simplify)
Mengsintesis (synthesize)
Mengsistematiskan (systematize)

Berhubungan dengan Kompetensi Matematika

Menambah (add)
Membagi dua (bisect)
Menghitung/mengkalkulasi (calculate)
Mencek/meneliti (check)
Membatasi (circumscribe)
Menghitung/mengkomputasi (compute)
Menghitung (count)
Memperbanyak (cumulate)
Mengambil dari (derive)
Membagi (divide)
Memperkirakan (estimate)
Menyarikan/menyimpulkan (extract)
Memperhitungkan (extrapolate)
Membuat grafik (graph)
Mengelompokkan (group)
Memadukan/mengintegrasikan (integrate)
Menyisipkan/menambah (interpolate)
Mengukur (measure)
Mengalikan/memperbanyak (multiply)
Menomorkan (number)
Membuat peta (plot)
Membuktikan (prove)
Mengurangi (reduce)
Memecahkan (solve)
Mengkuadratkan(square)
Mengurangi (substract)
Menjumlahkan (sum)
Mentabulasi (tabulate)
Mentally (tally)
Memverifikasi (verify)

Berhubungan dengan Kompetensi Sains

Menjajarkan (align)
Menerapkan (apply)
Melampirkan (attach)
Menyeimbangkan (balance)
Mengkalibrasi (calibrate)
Melaksanakan (conduct)
Menghubungkan (connect)
Mengganti (convert)
Mengurangi (decrease)
Mempertunjukkan/memperlihatkan (demonstrate)
Membedah (dissect)
Memberi makan (feed)
Menumbuhkan (grow)
Menambahkan/meningkatkan (increase)
Memasukkan/menyelipkan (insert)
Menyimpan (keep)
Memanjangkan (lenghthen)
Membatasi (limit)
Memanipulasi (manipulate)
Mengoperasikan (operate)
Menanamkan (plant)
Menyiapkan (prepare)
Memindahkan(remove)
Menempatkan kembali(replace)
Melaporkan (report)
Mengatur ulang (reset)
Mengatur (set)
Menentukan/menetapkan (specify)
Meluruskan (straighten)
Mengukur waktu (time)
Mentransfer (transfer)
Membebani/memberati (weight)

Berhubungan dengan Kompetensi Umum, Kesehatan, dan Keamanan

Mengancingi (button)
Membersihkan (clean)
Menjelaskan (clear)
Menutup (close)
Menyikat/menyisir(comb)
Mencakup (cover)
Mengenakan/menyarungi (dress)
Minum (drink)
Makan (eat)
Menghapus (eliminate)
Mengosongkan (empty)
Mengetatkan/melekatkan (fasten)
Mengisi/memenuhi/melayani /membuat (fill)
Melintas/berjalan (go)
Mengikat tali/menyusuri (lace)
Menumpuk/menimbun (stack)
Menghentikan (stop)
Merasakan (taste)
Mengikat/membebat (tie)
Tidak mengancingi (unbutton)
Membuka/menanggalkan (uncover)
Menyatukan (unite)
Membuka (unzip)
Menunggu (wait)
Mencuci (wash)
Memakai (wear)
Menutup (zip)

ips Penyusunan Soal


Tagged with: penyusunan soal

Penilaian pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi


untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Dilihat dari sudut pelaksanaan standar
kegiatan ini merupakan cara untuk memetakan kinerja siswa dalam memenuhi kriteria
ketuntasan minimum.Sukses penilaian bergantung pada tiga faktor utama, yaitu instrumen,
pelaksana tugas, dan cara melakukan penilaian. Kualitas instrumen penilaian bergantung pada
terpenuhinya kaidah yang berisi sejumlah indikator kualitas soal yang penyusun terapkan pada
saat instrumen disusun.

Di samping kaidah penyusunan, kebervariasian jenis penilaian juga dapat meningkatkan mutu
keterukuran kompetensi siswa. Ada beberapa jenis penilaian kelas, yaitu ulangan harian, ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah dan ujian
nasional. Sedangkan dari segi teknik, penilaian dapat dilakukan melalui tes (tulis dan non tulis)
dan non tes (portofolio, performance/kinerja, produk, project) . Penilaian tes secara tertulis dapat
berupa soal objektif dan soal subjektif.

Tes objektif merupakan tes yang terdiri dari item-item yang dijawab dengan jalan memilih salah
satu alternatif jawaban tersedia atau mengisi jawaban yang benar. Contoh jenis soal objektif di
antaranya pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan. Sedangkan tes uraian adalah tes yang
terdiri dari pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban berupa uraian-uraian yang
relatif. Sebagai contoh jenis soal subjektif adalah isian singkat dan uraian.

Masing-masing bentuk soal memiliki kaidah, keungulan dan kelemahannya. Tes bentuk uraian
memberikan siswa kebebasan memilih dan membentuk jawaban, lebih unggul dalam cakupan
materi, serta lebih mengungkap aspek kognitif dengan tingkat yang lebih tinggi sehingga dapat
meningkatkan kreativitas siswa. Sedangkan tes bentuk objektif menampilkan keseragaman data,
di mana tingkat subjektifitas penilaian lebih rendah dibandingkan tes obyektif.

Secara umum, tentu guru sudah memahami seperti apa kaidah dalam menyusun soal, namun
tidak ada salahnya jika kita angkat kembali di guru pembaharu sebagai bahan refleksi apakah
penyusunan soal yang dilakukan saat ini sudah memenuhi kaidah dan prinsip yang berlaku.
Dalam menyusun soal, guru perlu memegang sembilan prinsip penilaian yang tertuang dalam
Permendiknas RI No. 20 Tahun 2007, yaitu :

1. Sahih : didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan siswa


2. Objektif : ada prosedur dan kriteria yang jelas
3. Adil : penilaian dilakukan sama tanpa memandang SARA dan gender
4. Terpadu : menjadi kompenen tidak terpisahkan dari pembelajaran
5. Terbuka : prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan bisa
diketahui oleh siapa saja
6. Menyeluruh dan berkesinambungan : mencakup semua aspek kompetensi dengan
menggunakan berbagai teknik penilaian
7. Sistematis : dilakukan secara berencana dan bertahap
8. Beracuan kriteria : ada ukuran pencapaian kompetensi
9. Akuntabel : penilaian dapat dipertanggungjawabkan

Syarat mutlak bagi penyusun soal adalah memahami dan menguasi materi pelajaran yang akan
diujikan. Setelah itu, guru sebagai penyusun soal perlu mentransfer gagasan yang ia miliki ke
dalam soal dengan bahasa yang verbal, lugas, tidak berbelit-belit sehingga mudah dipahami oleh
siswa.

Serangkaian langkah penyusunan soal kiranya dapat digambarkan sebagai berikut :

Secara umum kaidah penyusunan soal adalah sebagai berikut :

Petunjuk pengerjaan dan rumusan soal harus jelas dan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar;
Rumusan soal harus sesuai dengan indikator;
Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya;
Rumusan soal tidak boleh mengandung petunjuk (clue) kepada kunci jawaban;
Materi soal harus sesuai dengan jenjang/jenis pendidikan atau tingkatan kelas; dan
Rumusan soal harus mempertimbangkan tingkat kesulitan soal.

Sedangkan kaidah penyusunan untuk masing-masing bentuk soal, objektif dan subjektif, dapat
dilihat di bawah ini :

No Bentuk Soal Kaidah Penyusunan Soal


1 Benar-Salah (1) hindari pertanyaan yang mengandung kata kadang-kadang, selalu,
umumnya, sering kali, tidak ada, tidak pernah, dan sejenisnya(2)
hindarkan pengambilan kalimat langsung dari buku pelajaran(3)
hindarkan pernyataan yang merupakan pendapat yang masih bisa
diperdebatkan kebenaranya

(4) hindarkan penggunaan pernyataan negatif ganda

(5) usahakan agar kalimat untuk setiap soal tidak terlalu panjang

(6) gunakan kalimat perintah yang jelas agar mudah dimengerti oleh
siswa
2 Menjodohkan (1) hendaknya materi yang diajukan berasal dari hal yang sama
sehingga persoalan yang ditanyakan bersifat homogen(2) usahakan
agar pertanyaan dan jawaban mudah dimengerti(3) jumlah jawaban
hendaknya lebih banyak dari pada jumlah soal

(4) gunakan simbol yang berlainan untuk pertanyaan dan jawaban

(5) susunlah soal menjodohkan dalam satu halaman yang sama


3 Pilihan Ganda (1) soal harus sesuai dengan indikator(2) pilihan jawaban harus
homogen dan logis(3) hanya ada satu kunci jawaban yang paling
benar

(4) pokok soal harus dirumuskan dengan jelas, singkat, dan tegas

(5) rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan


persyaratan yang diperlukan

(6) pokok soal jangan memberikan petunjuk ke kunci jawaban

(7) pokok soal tidak menggunakan pernyataan yang bersifat negatif


ganda

(8) gambar/grafik/ tabel/ diagram/ dan sejenisnya jelas dan berfungsi

(9) panjang rumusan jawaban relatif sama


(10) pilihan jawaban jangan menggunakan pernyataansemua
jawaban di atas salah atau semua jawaban di atas benar dan
sejenisnya

(11) pilihan jawaban yang berbentk angka atau waktu harus disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau secara kronologis

(12) butir soal jangan bergantung pada jawaban soal

sebelumnya

(13) menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa


Indonesia

(14) pilihan jawaban tidak mengulang kata kelompok kata yang sama
4 Isian (1) Jawaban yang dituntut oleh oleh butir soal harus singkat dan pasti,
dapat berupa kata, frase, angka, simbol, tahun, atau nama tempat,
nama tokoh, lambang, atau kalimat yang sudah pasti

(2) Rumusan butir soal tidak merupakan kalimat yang dikutip


langsung dari buku.
5 Uraian (1) Batasan pertanyaan dengan jawaban yang diharapkan harus jelas

(2) Rumusan kalimat butir soal harus menggunakan kata tanya atau
perintah yang menuntut jawaban uraian.

Dengan mempertimbangkan keunggulan masing-masing bentuk soal dan kaidah penyusunannya,


diharapkan tercipta perangkat soal yang mampu mengukur sejauh mana siswa dapat menguasai
materi yang ia pelajari. Perangkat soal sebagai salah satu alat evaluasi diharapkan dapat
mengungkap semua domain, terutama aspek kognitif (ingatan) siswa. Alat evaluasi jangan hanya
berfungsi sebagai sumatif, tetapi juga sebagai sarana peningkatan motivasi belajar.

Referensi :

Anggraini, D. 2009. Kesiapan Guru Sejarah Dalam Penyusunan Soal Ujian Akhir Sekolah
(UAS) SMA Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2007/2008. SkripsiJurusan Sejarah. Fakultas
Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/p/index/assoc/HASH01e7.dir/doc.pdf

Asyari,H.Pedoman Penilaian : Langkah-langkah Penyusunan Soal, Cara Perhitungan Nilai


Akhir dan cara Mengisi Rapor SD/MI KTSP Sesuai Aspek dalam Mapel.
polowijoyo.files.wordpress.com//langkah-langkah-penyusunan-soal-pedoman-penskoran-
dan.ppt
KAIDAH PENULISAN SOAL PG

1. Soal harus sesuai dengan indikator


2. Pengecoh harus berfungsi
3. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar
4. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
5. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar.
6. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
7. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
8. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama
9. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan Semua pilihan jawaban di atas
salah/benar.
10. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis waktunya.
11. . Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus
jelas dan berfungsi.
12. Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak
pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
13. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
14. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.
15. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah
dimengerti warga belajar/siswa.
16. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan
untuk daerah lain atau nasional.
17. Pilihan jawaban jangan mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu
kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.

PENULISAN SOAL
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN TES

1. Penentuan tujuan tes,


2. Penyusunan KISI-KISI tes,
3. PENULISAN SOAL,
4. PENELAAHAN SOAL (validasi soal),
5. Perakitan soal menjadi perangkat tes,
6. Uji coba soal termasuk ANALISIS-nya,
7. Penyajian tes kepada peserta didik
8. Skoring (pemeriksaan jawaban peserta didik)

Prinsip Penulisan soal


1. VALID : Mengujikan Materi/Kompetensi Yang Tepat ( Measurable)
2. RELIABEL: Konsisten hasil pengukurannya
3. FAIR (Tidak merugikan pihak tertentu):
a. JUJUR (HONESTY):
- Tingkat kesukaran soal = kemampuan peserta didik
- Tidak menjeb
- Materi yang diujikan sesuai dengan jenis tes dan bentuk soal yang digunakan
- Menetapkan penskoran yang tepat
b. SEIMBANG (BALANCE):
- Materi yang diujikan = materi yang diajarkan
- Waktu untuk mengerjakan soal sesuai
- Mengurutkan soal dari yang mudah sukar
- Mengurutkan level kognitif dari yang rendah tingg
c. ORGANISASI:
- Jelas petunjuk dan perintahny
- Layout soal jelas dan mudah dibaca

Soal-soal tes dapat di susun dalam dua bentuk yaitu Uraian dan Obyektif

1. Soal Uraian adalah soal yang jawabannya menuntut peserta tes untuk mengorganisasikan
gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan gagasan tersebut
dalam bentuk tulisan.

2. Obyektif
Tes bentuk ini dapat berupa:
Soal benar salah.
Pilihan ganda
Menjodohkan.
Melengkapi atau isian

Anda mungkin juga menyukai