Anda di halaman 1dari 19

1 Anatomi Penis

Penis terdiri dari 3 korpora erektil: dua korpora kavernosa dan satu korpora

spongiosum. Korpora cavernosa yang terletak di bagian distal mengandung jaringan erektil

yang dibungkus oleh tunika albugiea (Gambar 1). Pada batang penis, terdapat hubungan

yang bebas diantara keduakorpora kavernosa melalui septum midline yang inkomplit. Septum

ini menjadi komplit pada ujung penis dan hilum penis, dimana korpora kavernosa menjadi

mandiri dan membentuk krura yang terpisah.11

Badan erektil penis diselubungi oleh deep penile fascia (fasia Bucks), superficial

penile fascia (fasia Dartos), dan kulit. Fasia Bucks adalah lapisan tebal yang langsung

menyelubungi dan menempel secara longgar terhadap ketiga korpora. Di sebelah superior

dari corpora kavernosa terdapat vena dorsalis profundus, arteri dorsalis, nervus dorsalis yang

berada pada fasia Bucks diatas tunika albuginea. Di sebelah ventral, fasia Bucks terbagi

untuk menyelubungi korpus spongiosum. Konsolidasi dari fasia ini di sebelah lateral korpus

spongiosum memfiksasi truktur ini pada tunica albuginea. Di sebelah distal, fasia Bucks

menempel pada permukaan bawah dari glans penis pada korona glandis. Setelah melewati

basis dari glans penis, fasia ini meluas sampai perineum. 11

Fasia Dartos penis terdiri dari jaringan areolar yang memisahkan dua lapisan

preputial fold dan berlanjut ke sebeah proksimal di bawah kulit penis, melekat secara longgar

pada kulit dan fasia Bucks. Fasia Dartos mengandung arteri-arteri, vena-vena, dan nervus

superfisial penis. Pada basis penis, fasia ini menyatu dengan tunika Dartos dari skrotum dan

meluas sampai ke perineum, dimana fasia ini akan berlanjut menjadi fasia perineum

superfisialis. Kulit penis di sebelah distal melekat pada glans penis pada korona glandis dan

melipat untuk membentuk prepusium yang menutupi glans. Sisi dalam dari prepusium adalah

konfluen dengan kulit yang menyelubungi glans penis yang berlanjut menjadi membrana
mukosa dari uretra di meatus eksterna. Kulit yang menyelubungi penis sangat tipis dan

mobile karena berada di atas fasia Dartos. 11

Tunika albuginea secara primer terdiri dari kolagen dan jaringan fibroelastik, yang

menuju lapisan sirkular longitudinal di bagian dalam dan luar yang menyelubungi hampir

semua korpus (Gambar 2). Korpora kavernosa dipenuhi dengan jaringan erektil yang terdiri

dengan arteri-arteri, sinusoid-sinusoid yang berisi sel-sel endotelial, vena, nervus, dan

trabeculae yang berasal dari tunika albuginea. Diantara jaringan ini dan tunika albuginea,

terdapat lapisan sangat tipis dari jaringan areolar yang mengandung sejumlah pembuluh

darah. 11

Gambar 1 Lapisan-lapisan penis11

Di sebelah proksimal, ligamentum suspensarium penis terletak pada basis penis


(Gambar 3).bagian luar dari ligamentum tersebut berlanjut menjadi bagian bawah dari linea
alba dan terbagi menjadi lamina-lamina yang menyelingkupi penis. Bagian dalam dari
ligamentum suspensarium melekat pada bagian anterior dari symphisis pubis (Gambar 3). 11
Gambar 2 Tunika Albuginea11

Gambar 3 Potongan sagital dari genitalia eksterna pria11

Korpus spongiosum berada pada bagian ventral pada cekungan diantara kedua
korpora cavernosa. Tunika albuginea yang menyelubungi korpus spongiosum lebih tipis dari
pada yang menyelubungi korpora kavernosa dan pada korpus spongiosum, jaringan erektil
lebih sedikit. Uretra berjalan sepanjang penis didalam korpus spongiosum. Korpus
spongiosum sebelah distal membentuk jaringan erektil yang bernama glans penis, yang
menutup seluruh ujung korpora cavernosa. Meatus uretra berada di sebelah ventral dari ujung
glans penis dengan aksis panjang berada pada arah vertikal. Tepi dari glans penis yang
berbatasan dengan shaft penis bernama corona, dengan sulkus coronarius berada di
proksimalnya. Frenulum adalah lipatan kulit yang menempel pada bagian paling ventral dari
glans penis, dimana korona membentuk V. 11
Pembagian uretra sebagai berikut: (1) glandularis, (2) pendularis / penile, (3)
bulbousa, (4) membranosa, dan (5) prostatika (Gambar 4). Uretra pars glandularis dilapisi
oleh epitel squamous kompleks. Pada uretra pars pendularis, epitelium yang melapisi adalah
secara primer adalah stratified atau pseudo stratified columnar dengan disertai area epitel
stratified squamous. Pada bulbus penis, uretra melebar dan berada lebih dekat pada bagian
dorsal dari corpus spongiosum. Uretra pars bulbosa dilapisi oleh epitel stratified atau pseudo
stratified columnar, yang akan berlanjut ke arah proksimal menjadi uretra pars membranasea.
Pada area ini terjadi perubahan bertahap menjadi epitel transisional yang melapisi uretra pars
prostatika. Kelenjar periuretra (kelenjar Littres) berada pada uretra pars pendulare dan
bulbosa pada permukaan dorsalnya. Sering kali terdapat lacuna magna pada dorsal dari fossa
navicularis. Duktus kelenjar bulbouretra (kelenjar Cowpers) berada pada uretra pars bulbosa.
11

Suplai darah superfisial untuk kulit penis dan dartos berasal dari bagian inferior kanan
dan kiri arteri pudenda ekterna (Gambar 5). pembuluh darah ini berasal dari cabang pertama
arteri femoralis dan menyilang sisi medial atas dari femoral triangle yang akan bercabang
menjadi dua. Cabang-cabang ini berjalan ke arah dorsolateral dan ventrolateral didalam fasia
dartos pada shaft penis dengan kolateralisasi ke arah midline. Drainase vena superfisial penis
disediakan oleh sejumlah vena yang berjalan di dalam fasia dartos pada sisi dorso lateral
penis. Vena-vena ini bersatu pada basis penis yang membentuk vena dorsalis superfisialis,
yang akan bermuara pada vena saphena kiri.11
Gambar 4 Pembagian uretra11

Gambar 5 Pembuluh darah superfisial penis11

Suplai darah ke struktur dalam dari penis berasal dari arteri penis kommunis yang

merupakan terusan dari arteri perieal. Arteri penis komunis berjalan pada batas medial ramus

pubis inferior sebelum bercabang menjadi cabang terminal dekat dengan bulbus uretra.

Terkadang satu atau lebih pembuluh darah terminal penis berasal dari arteri pudenda

aksesorius yang berasal dari pelvis, paling banyak berasal dari arteri obturator atau arteri
pudenda interna sebelum masuk foramen sciatica magna. Arteri pudenda asesorius berjalan

sepanjang bagian bawah buli-buli dan permukaan anterolateral dari prostat untuk mencapai

bagian dalam dari penis. 11

Gambar 6 Pembuluh darah produndus penis11

Cabang pertama dari arteri penis kommunis adalah arteri bulbourethralis, yang
menembus membran perineal untuk mencapai bulbus penis. Ini dapat juga muncul sebagai
cabang dari arteri dorsalis penis atau arteri cavernosa. Arteri uretralis, yang mungkin muncul
sebagai cabang terpisah dari arteri penis kummunis, berjalan didalam corpus spongiosum di
sisi ventrolateral dari urethra dan berakhir di glans penis. Arteri dorsalis penis adalah terusan
dari arteri penis kommunis dan umumnya memiliki arah yang konstan. Arteri ini berjalan
sepanjang bagian dorsum penis diantara vena dorsalis profunda disebelah medial dan nervus
dorsalis penis di sebelah lateal. Arteri ini membentuk 3-10 cabang sirkumfleksa yang berjalan
bersama vena sirkumfleksa mengelilingi permukaan lateral dari korpus penis. Bagian
proksimal dari arteri sirkumfleksa dapat berkontribusi kepada suplai darah menuju korpus
spngiosum dan uretra. Terkadang, cabang dari arteri doralis penis menembus tunika
albuginea untuk memberikan suplai darah ke jaringan erektil. Arteri dorsalis penis berakhir
pada glans penis, yang berkontribusi pada suplai darah ganda ke korpus spongiosum, yang
penting pada pembedahan rekonstruksi uretra. Cabang terakhir dari arteri penis kommunis
adalah arteri kavernosa. Arteri ini masuk ke korpus kavernosa pada hillum dan berjalan
sepanjang shaft penis, memberikan suplai darah ke banyak arteri helicine yang menyediakan
suplai darah ke apparatus erektil dari penis. Arteri cavernosa dapat berasal dari arteri pudenda
aksesorius, dan variasi dapat terjadi pada sejumlah arteri dan konfigurasinya.. dapat terjadi
komunikasi antara arteri cavernosa pada midline sebelum masuk ke korpus penis atau sebuah
cabang dapat masuk ke korpus pada sisi yang berlawanan. Terkadang sebuah arteri akan
bercabang pada shaft penis untuk mensuplai darah ke kedua sisi (Gambar 7). 11

Gambar 7 Pembuluh darah dorsal penis11


Vena yang berasal dari glans penis membentuk pleksus retrocoronal yang bermuara
pada tiga sampai lima vena besar yang menuju vena dorsalis profunda, yang berada di dalam
fasia Bucks disebelah superior tengah dari korpus penis. Vena dorsalis profunda di sebelah
proksimal melewati ligamentum suspensarium dan kemudian dibalik symphisis pubis untuk
bergabung dengan pleksus prostatika (pleksus Santorini). Sepanjang shaft penis, vena dorsalis
menerima drainase darah dari jaringan erektil. Vena emisaria muncul dari jaringan vena
subtunika mengikuti arah perpendikular atau oblik menuju tunika albuginea. Vena-vena ini
muncul dari permukaan lateral atau dorsal dari korpora kavernosa dan menuju vena
sirkumfleksa atau langsung menuju vena dorsalis profunda. Vena sircumfleksa berada pada
dua-pertiga sebelah distal dari penis. Vena-vena ini berasal dari korpus spongiosum dan
berjalan transversal pada sisi lateral dari korpora, melewati dibawah arteri dorsalis dan nervus
dorsalis menuju vena dorsalis profunda. 11
Vena-vena emisaria pada sepertiga proksimal dari korpora bergabung untuk
membentuk beberapa trunkus vena pada permukaan dorsomedial dari masing-masing krus
penis. Vena-vena ini berkonsolidasi menjadi satu atau lebih vena cavernosa pada masing-
masing sisi, membentuk arteri cavernosa profunda dan medial dan nervus pada hilum penis.
Vena-vena ini menuju pleksus prostatikus atau berjalan ke lateral diantara bulbus penis dan
krus penis sekitar 2-3 cm sebelum bergabung dengan vena pudenda interna. Tiga atau empat
vena-vena crural kecil muncul dari permukaan dorsolateral dari masing-masing krus dan
menuju ke vena pudenda interna ipsilateral. Vena pudenda interna berjalan bersama dengan
arteri pudenda interna dan nervus pudendus didalam kanal Alcocks dan menuju vena iliaka
interna. 11
Nervus pudendus menyediakan persyarafan somatik motorik dan sensorik untuk penis
(Gambar 8). Nervus ini memasuki perineum bersama arteri dan vena pudenda interna
melalui foramen sciatica minor pada sisi posterior dari fossa ischiorectal. Bersama-sama
berjalan melalui kanalis Alcocks ke batas posterior dari membran perineum. Pada tiap sisi
nervus dorsalis muncul sebagai cabang pertama dari nervus pudendus di dalam kanalis
Alcocks. Di sebelah distal nervus-nervus ini berlanjut menuju bagian dorsal dari korpora.
Fascicles multipel menyebar keluar dari nervus dorsalis sepanjang shaft peni, memberikan
suplai persyarafan untuk permukaan tunika albuginea, kulit dan glans penis. 11

Gambar 8 Nervus pudendus11


2 Patofisiologi Trauma Penis

Trauma tajam genitalia externa sering berhubungan dengan injuri yang kompleks kepada

organ lain. Pada anak-anak, trauma tajam pada genitalia externa sering terlihat pada kasus laserasi

kulit genitalia setelah terjatuh ke atas benda tajam. Pada semua kasus trauma tajam, status imunisasi

tetanus pasien harus jelas. Booster imunisasi tetanus direkomendasikan pada pasien dengan riwayat

imunisasi tetanus terakhir lebih dari 10 tahun sebelum kejadian. Karena booster tetanus tidak

memproteksi pada saat trauma, tidak diperlukan pemberian tetanus toxoid pada kasus trauma akut.

Hal ini berlawanan dengan rekomendasi World Health Organization yang menyatakan bahwa booster

tetanus toxoid sebaiknya diberikan pada pasien luka terbuka bila imunisasi tetanus trakhir pasien lebih

dari 5 tahun sebelum kejadian. Tetanus imunoglobulin hanya diberikan pada pasien trauma tang

sebelumnya belum menerima imunisasi tetanus.2

Meningkatnya kekerasan domestik diseluruh dunia juga meningkatkan angka trauma tusuk

atau trauma tembak pada traktus genitourinarius. Luas injuri pada trauma tembak berhubungan

dengan kaliber dan kecepatan tembak dari peluru. Luka tembak diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Trauma penetrasi dengan peluru velositas rendah, sering proyektil masih berada pada

jaringan, menghasilkan luka yang kecil dengan tepi yang kasar.

2. Luka tembak perforasi, sering terlihat pada peluru dengan velositas rendah sampai tinggi.

Pada kasus ini, peluru menembus jaringan dengan luka masuk yang kecil dan luka keluar

yang besar.

3. Luka tembak avulsi adalah luka serius yang disebabkan oleh peluru dengan velositas tinggi,

dengan luka masuk yang sesuai ukuran kaliber tetapi meninggalkan defek jaringan yang besar

pada luka keluar.2

Walaupun kasus gigitan hewan adalah kasus yang umum, gigitan hewan atau manusia adalah

penyebab trauma tajam genitalia yang sangat jarang, dan berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya

infeksi.Gigitan hewan terutama pada kelamin laki-laki adalah jarang dengan 60%-70% adalah anak

laki-laki berumur dibawah 15 tahun. Kurang lebih 30% luka gigitan hewan sudah menunjukkan

tanda-tanda infeksi pada 48 jam pertama setelah gigitan. Bakteri yang umum terlibat pada kasus

gigitan anjing adalah Pasteurella multocida, tercatat sebesar 50% dari seluruh infeksi karena gigitan
anjing, sedangkan Escherichia coli, Streptococcus viridan dan Staphilococcus aureus memiliki angka

yang lebih rendah. Pada kasus gigitan hewan, kemungkinan infeksi rabies harus selalu dipikirkan.

Pada kasus gigitan hewan domestik dengan kemungkinan infeksi rabies, vaksinasi harus diberikan

untuk mencegah infeksi yang mengancam nyawa. Angka kematian karena rabies di seluruh dunia

diperirakan sekitar 55.000 pada tahun 2004. Paling banyak di daerah pedesaan di Afrika dan Asia.

Selain vaksinasi, manajemen lokal pada luka adalah penting. Vaksinasi dengan human rabies

immunoglobulin dan vaksin human diploid cell direkomendasikan. 2

Amputasi penis adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan

sirkumsisi.sirkumsisi adalah suatu prosedur pembedahan yang umum dilakukan. Tetapi, karena

sirkumsisi banyak dilakukan oleh petugas medis yang tidak berpengalaman di rumah, rumah sakit

maupun sirkumsisi massal dengan jumlah pasien yang banyak yang dilakukan dalam waktu yang

singkat maka angka komplikasi sirkumsisi cukup besar.7,8,9Rate komplikasi pada tindakan sirkumsisi

pada bayi baru lahir sebesar 0,2% sampai 3%. Perdarahan dan infeksi adalah komplikasi ringan yang

paling sering dilaporkan. Komplikasi sirkumsisi yang paling serius adalah injuri pada urethra atau

teramputasinya glans penis atau sebagian atau seluruh bagian dari shaft penis. Parsial amputasi dari

glans penis dilaporkan pada teknik sirkumsisi menggunakan teknik guilotine dimana kulit preputium

ditarik dan di klem disebelah distal dari ujung glans dan dieksisi diantara glans dan klem tersebut.

Dengan teknik ini, amputasi penis dapat terjadi jika operator secara tidak sengaja menempatkan klem

di glans penis.8Pernyataan dan rekomendasi EAU tahun 2012 mengenai tindakan sirkumsisi dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pernyataan dan rekomendasi EAU tahun 2012 mengenai tindakan sirkumsisi12

Pernyataan
Sirkumsisi adalah tindakan yang umum dilakukan
Rate komplikasi berbeda-beda pada setiap negara
Kebanyakan kompliasi karena sirkumsisi adalah komplikasi minor dan
mudah diterapi
Rekomendasi GR
Sirkumsisi, pada semua umur, harus dilakuka n oleh profesional yang A
berpengalaman dengan menggunakan analgesia yang tepat dan kondisi
yang steril
Komplikasi yang berat dari tindakan sirkumsisi membutuhkan pembedahan A
rekonstruksi dan harus dirujuk pada pusat Urologi
GR = grade of recommendation

Trauma karena gigitan manusia pada genitalia eksterna memiliki kemungkinan infeksi
yang lebih luas dengan resiko infeksi menular seksual tambahan, seperti syphilis, hepatitis,
HIV, herpes, actinomycosis, atau tuberculosis.2
Seri laporan kasus terbesar mengenai pembedahan replantasi penis pada literatur
urologi adalah serial kasus amputasi penis pada tahun 1970an, dimana kurang lebih 100 pria
di Thailand mengalami amputasi penis oleh istri mereka menggunakan pisau dapur ketika
pria-pria tersebut tidur dikarenakan pria-pria tersebut berselingkuh. Delapan belas pasien ini
dilakukan replantasi penis.10

3 Diagnosis
Diagnosis trauma tajam khususnya amputasi penis dapat terlihat jelas dari
pemeriksaan fisik. Dari anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama trauma
tersebut telah berlangsung dan alat penyebab amputasi penis tersebut. Adanya darah pada
meatus urethra mengindikasikan bahwa ada trauma pada uretra. Tetapi, ketiadaan darah pada
meatus tidak serta-merta menghilangkan kemungkinan terjadi trauma pada uretra. Pada
trauma tembus yang disebabkan oleh tembakan, kaliber peluru dan dapat membantu
menentukan luas dan jalur kerusakan. Retrograde urethrography, dan sistoskopi, mungkin
dapat berguna, tetapi ahli urologi harus waspada untuk kemungkinan urethrogram yang
negatif palsu karena adanya bekuan darah yang mencegah adanya ekstravasasi. Skala trauma
tajam penis menurut American Association for the Surgery of Trauma dapat dilihat pada
Tabel 2.13

Tabel 2 Skala trauma organ untuk trauma penis menurut American Association for the
Surgery of Trauma (AAST). 13
Grading AAST Trauma penis

I Laserasi kutaneus atau kontusio


II Laserasi sedalam fasia Bucks (cavernosum) tanpa hilangnya jaringan
III Avulsi kutaneus, laserasi sampai glans atau meatus, atau defek uretra atau
cavernosa <2cm
IV Penektomi parsial; atau defek uretra atau cavernosa >2cm
V Penektomi total

Perhatian awal yang juga harus diberikan adalah mengenai preservasi bagian penis
yang teramputasi. Sebaiknya diketahui berapa lama penis telah teramputasi, dan teknik
penempatan bagian penis tang teramputasi. Hipotermia memperpanjang waktu survival
semua jaringan. Respon terhadap hipotermia pada jaringan penis belum dipelajari, tetapi
penis dapat sukses direplantasi setelah 18 jam setelah kejadian, yaitu sesuai waktu hipotermik
ischemia.2

4 Manajemen Amputasi Penis


Pada saat datang, pasien amputasi penis harus dilakukan stabilisasi keadaan umum
dengan resusitasi cairan yang agresif, dilakukan pemeriksaan darah lengkap, dan tranfusi
darah jika terjadi kehilangan darah yang ekstensif. Pasien sebisa mungkin di bawa pada pusat
medis yang dapat melakukan pembedahan mikrovaskuler, karena pembedahan mikrovaskular
memiliki hasil yang lebih baik.14,15,16Manajemen akut dari amputasi penis melibatkan
resusitasi pasien dimana keadaan umum pasien mungkin menurun dikarenakan kehilangan
darah dan persiapan untuk reimplantasi penis jika bagian penis yang teramputasi didapatkan
dan tidak mengalami kerusakan parah. Tindakan reimplantasi harus dipertimbangkan pada
semua pasien dan harus dilakukan dalam 24 jam pertama setelah kejadian amputasi penis.
Jika amputasi terjadi pada saat episode psikotik, konsultasi dukungan psikiatri sangat
dibutuhkan.12
Menurut guidelines European Association of Urology tahun 2013 mengenai trauma
tajam penis, direkomendasikan dilakukan eksplorasi secara pembedahan dan debridemen
jaringan nekrotik. Bahkan pada trauma tajam penis yang terbatas, penjahitan primer dari
jaringan yang rusak dapat menghasilkan penyembuhan yang baik karena banyaknya suplai
darah penis. Karena elastisitas dari kulit penis cukup baik, hilangnya kulit dalam jumlah
sedang biasanya dapat teratasi dengan baik, walaupun pada trauma yang luas dan kehilangan
jaringan kulit yang luas memerlukan manajemen yang lebih sulit. Jaringan yang digunakan
untuk rekonstruksi pasca trauma harus memiliki kemampuan menutup yang baik dan cocok
digunakan untuk rekonstruksi. Teknik split thickness skin grafting menyediakan kemampuan
menutup yang baik dan durabilitasnya baik tetapi teknik ini lebih mudah terjadi kontraksi,
sehingga penggunaannya pada batang penis harus seminimal mungkin. McAnich et al.
merekomendasikan penggunaan ketebalan skin graft setidaknya 0,015 inchi (0,4 mm) dengan
tujuan untuk mengurangi resiko kontraksi. Full thickness skin graftyang digunakan pada
batang penis memberikan kemungkinan kontraksi yang lebih kecil, kosmetik yang lebih baik,
dan lebih resisten pada trauma hubungan seksual. Donor dapat diambil dari perut, pantat,
paha maupun axilla, dengan dipilih berdasarkan pilhan ahli urologi dan tipe trauma. 12
Bagian penis yang teramputasi harus dicuci dengan cairan saline steril, dibungkus
dengan kasa yang dibasahi cairan salin, diletakkan pada kantong steril dan kantong tersebut
direndam dalam air es. Penis tidak boleh bersentuhan langsung dengan es. Bebat tekan atau
torniquet harus diletakkan pada penis yang teramputasi untuk mencegah kehilangan darah
masif. Reimplantasi dapat dicapai dengan cara non-pembedahan mikro, tetapi teknik ini
memberikan rate striktur uretra yang lebih tinggi dan kehilangan sensasi. Hasil yang terbaik
dihasilkan dengan teknik reimplantasi dengan pembedahan mikro. Pertama korpora
cavernosa dan urethra di sejajarjan dan diperbaiki, kemudian arteri dorsalis penis, vena
dorsalis penis dan nervus dorsalis dengan menggunakan mikroskop. Arteri cavernosa
umumnya terlalu kecil untuk dilakukan anastomose. Fasia dan kulit ditutup lapis demi lapis,
dan dipasang kateter uretra dan kateter suprapubis. Jika bagian penis yang teramputasi tidak
dapat ditemukan, atau tidak dapat dilakukan reimplantasi, maka ujung penis yang teramputasi
ditutup seperti tindakan penektomi parsial. Rekonstruksi lebih lanjut dapat dilakukan untuk
memperpanjang penis dengan teknik pembagian ligamentum suspensarium dan v-y plasty,
pembentukan pseudo-glans dengan split thickness skin grafting. 12
Prosedur pebedahan rekonstruksi besar yaitu phaloplasty (baik dengan arteri radialis
atau arteri pubis) terkadang dibutuhkan pada trauma yang menyisakan sedikit jaringan penis
atau stump penis yang tidak berfungsi. 12
Untuk melakukan tindakan replantasi, pertama dilakukan kontrol vaskular pada basis
dari tepi potongan sebelah proksimal dari corpora (Gambar 9). tergantung dari hebat
perdarahan, kompresi lokal secara manual dengan kasa atau torniquet dengan penrose drain
mungkin dibutuhkan. Setelah perdarahan terkontrol, tunika albuginea dari korpora kavernosa
kemudian di reaproksimasi dengan jahitan terputus menggunakan polyglactin (vicryl) 3-0
dengan tiga atau empat jahitan melewati septum mediana untuk stabilisasi. Arteri-arteri
cavernosa tidak perlu dilakukan reanastomosis karena sulit dan tidak meningkatkan outcome.
Tepi proksimal dan distal urethra kemudian di mobilisasi menjauhi korpora dan kemudian
dispatulasi. Kemudian urethra direanastomose diatas kateter foley terbuat dari silikon dengan
ukuran 16Fr dengan jahitan terputus menggunakanpolydioxanone (maxon atau PDS)
berukuran 5-0 satu lapis. Kemudian dilakukan diversi urin melalui suprapubik untuk
penyembuhan urethra (Gambar 10).14

Gambar 9 Kontrol vaskular pada basis dari tepi potongan sebelah proksimal dari corpora dan
spatulasi dari urethra. 14

Gambar 10 Reanastomosis korpora, septum mediana, dan urethra14


Jika penis telah dilakukan stabilisasi, reanastomosis secara mikrovaskular dapat
dilakukan. Pertama, vena dorsalis profunda direanastomosis dengan menggunakan nylon atau
polypropylene (prolene) berukuran 11-0. Anastomosis ini harus paten untuk mencegah edema
korporeal, pembengkakan dan edema lanjutan. Kedua, paling tidak satu, lebih baik keduanya,
arteri dorsalis penis dilakukan reaproksimasi secara end-to-end dengan cara yang sama
seperti pada vena, yang akan dengan segera mengembalikan aliran darah ke jaringan
subkutaneus dan mencegah nekrosis kulit postoperatif (Gambar 11). Aliran darah pada arteri
dorsalis diperiksa dengan Doppler sebelum pasien meninggalkan ruang operasi. Terakhir,
sebanyak mungkin serat syaraf diidentifikasi kemudian dilakukan reaproksimasi dengan
nylon atau polypropylene pada epineurum, sehingga memudahkan fasikulus serabut syaraf
terjadi penyembuhan sekunder. 14

Gambar 11 Penyambungan mikrovaskular dari pembuluh dara dorsal penis14

Berdasarkan dari tingkatan kulit penis yang teramputasi, tepi kulit direaproksimasi
dengan jahitan terputus menggunakan benang chromik 4-0 atau split thickness skin graft
diletakkan diatas kulit yang hilang. Jika kedua cara tersebut tidak dapat dilakukan, tindakan
terakhir adalah dengan menanam penis pada terowongan subcutaneus di skrotum (modified
Cecil technique), yang membutuhkan pembedahan rekonstruksi kedua. Sangat penting bahwa
anastomose vaskular harus ditutup untuk mencegah thrombosis pembuluh darah yang
mengakibatkan kegagalan replantasi. Yang terakhir, penis dibungkus dengan pembungkus
yang longgar dan diberi splint eksternal yang memudahkan drainase vena dan limfatik
(Gambar 12). 14

Gambar 12 penyambungan kembali penis yang komplit


Jika pasien tidak memiliki akses menuju pusat kesehatan dengan kemampuan
pembedahan mirovaskular, dapat dilakukan pembedahan dengan teknik makrovaskular.
Teknik ini sub obtimal, tetapi ini merupakan pilihan yang lebih baik dari pada tidak
melakukan tindakan penyambungan kembali dan hanya melakukan penile stump. Seringkali
vena dorsalis dapat dilakukan reanastomosis, beserta kulit penis dan glans penis. Jika
replantasi penis tidak dapat dilakukan, maka penile stump dapat ditutup seperti pada tindakan
penektomi parsial elektif. Tindakan free forearm phalloplasty dapat dilakukan kemudian
14
menurut permintaan pasien. Telah disepakati bahwa teknik pembedahan mikrosurgical
memiliki hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan teknik nonmikrosurgical dalam
kasus amputasi penis. Metode mikroskopis menyedakan sirkulasi yang lebih baik untuk
penyembuhan luka dan menurunkan resiko komplikasi. Tetapi, teknik mikrosurgical
membutuhkan alat, instrumen dan pelatihan yang yang tidak banyak tersedia. Razzaghi dkk
melaporkan bahwa teknik pembedahan makrovaskular juga memiliki hasil kosmetik dan
fungsi yang cukup baik.17Naraysingh dkk melaporkan keberhasilan tindakan replantasi penis
pada laki-laki kelainan mental berumur 24 tahun menggunakan kaca pembesar loupe dengan
pembesaran 4,5x dalam mengembalikan fungsi erektil penis tanpa kehilangan jaringan dan
dalam follow up selama 20 tahun tidak terdapat komplikasi.18
Pada amputasi penis yang terjadi karena komplikasi tindakan sirkumsisi dengan
teknik guilotine, level amputasi sangat penting dalam manajemen terapi. Jika amputasi penis
berada pada shaft penis, direkomendasikan dilakukan replantasi dengan teknik
mikrovaskular; walaupun terdapat beberapa laporan kasus yang sukses melakukan tindakan
replantasi dengan menggunakan teknik makrosurgical. .jika terjadi amputasi glans penis
parsial, jaringan yang tereksisi harus dipreservasi dan segera dilakukan penjahitan dan
tindakan memperbaiki dengan teknik mikroskopis tidak dibutuhkan. Jika tindakan
pembedahan dilakukan dalam 8 jam setelah kejadian, penis sembuh dengan baik pada
sebagian besar kasus. Tindakan anastomotic urethroplasty umumnya tidak tepat jika
dilakukan di glans penis karena eksisi dan reanastomosis pada uretra di bagian glans penis
akan mengakibatkan pemendekan uretra setidaknya 1 cm, yang mana cukup dapat
mengakibatkan terjadinya chordee.8
Manajemen postoperatif harus meliputi setidaknya 2 hari bedrest dan antibiotik
spektrum luas selama 2 hari postoperatif. Setelah 2 minggu stent urethral, catheter foley dapat
dilepas setelah dilakukan retrograde urethrogram pericateter atau voiding cystourethrogram
memastikan telah terjadi anastomosis, kemudian kateter suprapubis dapar dilepas setelah
beberapa hari berkemih secara normal. Selain manajemen pembedahan, Departemen Psikiatri
harus terlibat dalam perawatan pasien postoperatif. Pada kasus mutilasi genital oleh pasien
sendiri, pasien biasanya bersikap irasional sehingga status mental pasien harus dikendalikan.
Juga terdapat rate bunuh diri yang lebih tinggi pada pasien mutilasi genital dan pasien seperti
ini harus dimonitor secara ketat oleh Departemen Psikiatri.14
Oksigen memerankan peran yang penting dalam proses fisiologis penyembuhan luka.
Terapi oksigen hiperbarik dapat meningkatkan tekanan oksigen di jaringan yang dapat
membantu dalam proses penyembuhan. Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi dimana
pasien bernapas dengan udara yang mengandung oksigen 100% pada lingkungan yang
bertekanan paling tidak 1,4 atmosfer. Tindakan skin graft dan flaps yang terganggu proses
penyembuhannya dapat diterapi dengan terapi oksigen hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik
juga meningkatkan angiogenesis dan menstimulasi proses proliferasi dari fibroblast,
meningkatkan sirkulasi dan tingkat oksigen di jaringan untuk mendapatkan penyembuhan
luka yang lebih baik.8
DAFTAR PUSTAKA

1. McAninch JW. Injuries to the Genitourinary Tract. In: Tanagho EA, McAninch
JW. Smiths General Urology, 17th ed. McGraw Hill;2008. P.278-296
2. Jordan GH. Management of Penile Amputation. In: Hohenfellner M; Santucci R.
Emergencies in Urology. Berlin: Springer-Verlag; 2007. P.270-274
3. Santucci RA, Bartley JM. Urologic Trauma Guidelines: a 21st Century Update.
MedscapeCME 2010; 7: 510-519
4. Tasian GE, Bagga HS et al. Pediatric Genitourinary Injuries in the United States from
2002 to 2010. The Journal of Urology 2013; 189: 288-294
5. Morey AF, Dugi DD. Genital and Lower Urinary Tract Trauma. In: Wein, Alan et
al. Campbell-Walsh Urology Tenth Edition. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2012.
P. 2507-2520
6. The Royal Australian College of Physician Paediatrics and Child Health Division.
Circumcision of Infant Males. September 2010
7. Sahin C, Toraman AR, Kalkan M. Complications of Circumcision, Our Experiences
Over the Last 15 Years. Eur J Gen Med 2011: 8(3): 176-181
8. Faydaci G, Ugur K et al. Amputation of Glans Penis: a Rare Circumcision
Complication and Succesful Management with Primary Anastomosis and Hyperbaric
Oxygen Therapy. Korean J Urol 2011; 52:147-149
9. Cuckow, Peter M. Circumcision. In: Stringer MD, Oldham KT, Mouriquand PD.
Pediatric Surgery and Urology. Ambridge University Press 2006. p.664-674
10. Ferguson GG, Brandes SB, Louis S. The Epidemic of Penile Amputation in Thailand
in the 1970s. The Journal of Urology 2008; 179(4)312-313
11. Angermeier, Kenneth. Surgical Anatomy of the Penis. In: Novick AC, Jones JS et
al. Operative Urology at the Cleveland Clinic. Humana Press 2006. P.377-384
12. Summertom DJ, Djakovic N et al. Guidelines on Urological Trauma. In:
Summertom DJ, Djakovic N et al. European Association of Urology Guidelines
2013 Edition. European Association of Urology 2013. P. 66-71
13. Jabren GW, Hellstrom WJ. Trauma to the External Genitalia. In: Wessells H,
McAninch JW. Urological Emergencies A Practical Guide. Humana Press 2005.
P.71-94
14. Ferguson GG, Brandes SB. Reconstruction for Genital Trauma. In: Montague D,
Gill I, Angermeier K, Ross JH. Textbook of Reconstructive Urologic Surgery.
Informa Healthcare 2008. P. 657-667
15. Bhatt YC, Vyas KA, Srivastava RK, Panse NS. Microneurovascular Reimplantation
in a Case of Total Penile Amputation. Indian J Plast Surg 2008; 41(2):206-210
16. Yueh Wei C. Microsurgical Replantation of an Amputated Penis. CC Medical Journal
2011; 7(4): 67-71

Anda mungkin juga menyukai