Penis terdiri dari 3 korpora erektil: dua korpora kavernosa dan satu korpora
spongiosum. Korpora cavernosa yang terletak di bagian distal mengandung jaringan erektil
yang dibungkus oleh tunika albugiea (Gambar 1). Pada batang penis, terdapat hubungan
yang bebas diantara keduakorpora kavernosa melalui septum midline yang inkomplit. Septum
ini menjadi komplit pada ujung penis dan hilum penis, dimana korpora kavernosa menjadi
Badan erektil penis diselubungi oleh deep penile fascia (fasia Bucks), superficial
penile fascia (fasia Dartos), dan kulit. Fasia Bucks adalah lapisan tebal yang langsung
menyelubungi dan menempel secara longgar terhadap ketiga korpora. Di sebelah superior
dari corpora kavernosa terdapat vena dorsalis profundus, arteri dorsalis, nervus dorsalis yang
berada pada fasia Bucks diatas tunika albuginea. Di sebelah ventral, fasia Bucks terbagi
untuk menyelubungi korpus spongiosum. Konsolidasi dari fasia ini di sebelah lateral korpus
spongiosum memfiksasi truktur ini pada tunica albuginea. Di sebelah distal, fasia Bucks
menempel pada permukaan bawah dari glans penis pada korona glandis. Setelah melewati
Fasia Dartos penis terdiri dari jaringan areolar yang memisahkan dua lapisan
preputial fold dan berlanjut ke sebeah proksimal di bawah kulit penis, melekat secara longgar
pada kulit dan fasia Bucks. Fasia Dartos mengandung arteri-arteri, vena-vena, dan nervus
superfisial penis. Pada basis penis, fasia ini menyatu dengan tunika Dartos dari skrotum dan
meluas sampai ke perineum, dimana fasia ini akan berlanjut menjadi fasia perineum
superfisialis. Kulit penis di sebelah distal melekat pada glans penis pada korona glandis dan
melipat untuk membentuk prepusium yang menutupi glans. Sisi dalam dari prepusium adalah
konfluen dengan kulit yang menyelubungi glans penis yang berlanjut menjadi membrana
mukosa dari uretra di meatus eksterna. Kulit yang menyelubungi penis sangat tipis dan
Tunika albuginea secara primer terdiri dari kolagen dan jaringan fibroelastik, yang
menuju lapisan sirkular longitudinal di bagian dalam dan luar yang menyelubungi hampir
semua korpus (Gambar 2). Korpora kavernosa dipenuhi dengan jaringan erektil yang terdiri
dengan arteri-arteri, sinusoid-sinusoid yang berisi sel-sel endotelial, vena, nervus, dan
trabeculae yang berasal dari tunika albuginea. Diantara jaringan ini dan tunika albuginea,
terdapat lapisan sangat tipis dari jaringan areolar yang mengandung sejumlah pembuluh
darah. 11
Korpus spongiosum berada pada bagian ventral pada cekungan diantara kedua
korpora cavernosa. Tunika albuginea yang menyelubungi korpus spongiosum lebih tipis dari
pada yang menyelubungi korpora kavernosa dan pada korpus spongiosum, jaringan erektil
lebih sedikit. Uretra berjalan sepanjang penis didalam korpus spongiosum. Korpus
spongiosum sebelah distal membentuk jaringan erektil yang bernama glans penis, yang
menutup seluruh ujung korpora cavernosa. Meatus uretra berada di sebelah ventral dari ujung
glans penis dengan aksis panjang berada pada arah vertikal. Tepi dari glans penis yang
berbatasan dengan shaft penis bernama corona, dengan sulkus coronarius berada di
proksimalnya. Frenulum adalah lipatan kulit yang menempel pada bagian paling ventral dari
glans penis, dimana korona membentuk V. 11
Pembagian uretra sebagai berikut: (1) glandularis, (2) pendularis / penile, (3)
bulbousa, (4) membranosa, dan (5) prostatika (Gambar 4). Uretra pars glandularis dilapisi
oleh epitel squamous kompleks. Pada uretra pars pendularis, epitelium yang melapisi adalah
secara primer adalah stratified atau pseudo stratified columnar dengan disertai area epitel
stratified squamous. Pada bulbus penis, uretra melebar dan berada lebih dekat pada bagian
dorsal dari corpus spongiosum. Uretra pars bulbosa dilapisi oleh epitel stratified atau pseudo
stratified columnar, yang akan berlanjut ke arah proksimal menjadi uretra pars membranasea.
Pada area ini terjadi perubahan bertahap menjadi epitel transisional yang melapisi uretra pars
prostatika. Kelenjar periuretra (kelenjar Littres) berada pada uretra pars pendulare dan
bulbosa pada permukaan dorsalnya. Sering kali terdapat lacuna magna pada dorsal dari fossa
navicularis. Duktus kelenjar bulbouretra (kelenjar Cowpers) berada pada uretra pars bulbosa.
11
Suplai darah superfisial untuk kulit penis dan dartos berasal dari bagian inferior kanan
dan kiri arteri pudenda ekterna (Gambar 5). pembuluh darah ini berasal dari cabang pertama
arteri femoralis dan menyilang sisi medial atas dari femoral triangle yang akan bercabang
menjadi dua. Cabang-cabang ini berjalan ke arah dorsolateral dan ventrolateral didalam fasia
dartos pada shaft penis dengan kolateralisasi ke arah midline. Drainase vena superfisial penis
disediakan oleh sejumlah vena yang berjalan di dalam fasia dartos pada sisi dorso lateral
penis. Vena-vena ini bersatu pada basis penis yang membentuk vena dorsalis superfisialis,
yang akan bermuara pada vena saphena kiri.11
Gambar 4 Pembagian uretra11
Suplai darah ke struktur dalam dari penis berasal dari arteri penis kommunis yang
merupakan terusan dari arteri perieal. Arteri penis komunis berjalan pada batas medial ramus
pubis inferior sebelum bercabang menjadi cabang terminal dekat dengan bulbus uretra.
Terkadang satu atau lebih pembuluh darah terminal penis berasal dari arteri pudenda
aksesorius yang berasal dari pelvis, paling banyak berasal dari arteri obturator atau arteri
pudenda interna sebelum masuk foramen sciatica magna. Arteri pudenda asesorius berjalan
sepanjang bagian bawah buli-buli dan permukaan anterolateral dari prostat untuk mencapai
Cabang pertama dari arteri penis kommunis adalah arteri bulbourethralis, yang
menembus membran perineal untuk mencapai bulbus penis. Ini dapat juga muncul sebagai
cabang dari arteri dorsalis penis atau arteri cavernosa. Arteri uretralis, yang mungkin muncul
sebagai cabang terpisah dari arteri penis kummunis, berjalan didalam corpus spongiosum di
sisi ventrolateral dari urethra dan berakhir di glans penis. Arteri dorsalis penis adalah terusan
dari arteri penis kommunis dan umumnya memiliki arah yang konstan. Arteri ini berjalan
sepanjang bagian dorsum penis diantara vena dorsalis profunda disebelah medial dan nervus
dorsalis penis di sebelah lateal. Arteri ini membentuk 3-10 cabang sirkumfleksa yang berjalan
bersama vena sirkumfleksa mengelilingi permukaan lateral dari korpus penis. Bagian
proksimal dari arteri sirkumfleksa dapat berkontribusi kepada suplai darah menuju korpus
spngiosum dan uretra. Terkadang, cabang dari arteri doralis penis menembus tunika
albuginea untuk memberikan suplai darah ke jaringan erektil. Arteri dorsalis penis berakhir
pada glans penis, yang berkontribusi pada suplai darah ganda ke korpus spongiosum, yang
penting pada pembedahan rekonstruksi uretra. Cabang terakhir dari arteri penis kommunis
adalah arteri kavernosa. Arteri ini masuk ke korpus kavernosa pada hillum dan berjalan
sepanjang shaft penis, memberikan suplai darah ke banyak arteri helicine yang menyediakan
suplai darah ke apparatus erektil dari penis. Arteri cavernosa dapat berasal dari arteri pudenda
aksesorius, dan variasi dapat terjadi pada sejumlah arteri dan konfigurasinya.. dapat terjadi
komunikasi antara arteri cavernosa pada midline sebelum masuk ke korpus penis atau sebuah
cabang dapat masuk ke korpus pada sisi yang berlawanan. Terkadang sebuah arteri akan
bercabang pada shaft penis untuk mensuplai darah ke kedua sisi (Gambar 7). 11
Trauma tajam genitalia externa sering berhubungan dengan injuri yang kompleks kepada
organ lain. Pada anak-anak, trauma tajam pada genitalia externa sering terlihat pada kasus laserasi
kulit genitalia setelah terjatuh ke atas benda tajam. Pada semua kasus trauma tajam, status imunisasi
tetanus pasien harus jelas. Booster imunisasi tetanus direkomendasikan pada pasien dengan riwayat
imunisasi tetanus terakhir lebih dari 10 tahun sebelum kejadian. Karena booster tetanus tidak
memproteksi pada saat trauma, tidak diperlukan pemberian tetanus toxoid pada kasus trauma akut.
Hal ini berlawanan dengan rekomendasi World Health Organization yang menyatakan bahwa booster
tetanus toxoid sebaiknya diberikan pada pasien luka terbuka bila imunisasi tetanus trakhir pasien lebih
dari 5 tahun sebelum kejadian. Tetanus imunoglobulin hanya diberikan pada pasien trauma tang
Meningkatnya kekerasan domestik diseluruh dunia juga meningkatkan angka trauma tusuk
atau trauma tembak pada traktus genitourinarius. Luas injuri pada trauma tembak berhubungan
dengan kaliber dan kecepatan tembak dari peluru. Luka tembak diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Trauma penetrasi dengan peluru velositas rendah, sering proyektil masih berada pada
2. Luka tembak perforasi, sering terlihat pada peluru dengan velositas rendah sampai tinggi.
Pada kasus ini, peluru menembus jaringan dengan luka masuk yang kecil dan luka keluar
yang besar.
3. Luka tembak avulsi adalah luka serius yang disebabkan oleh peluru dengan velositas tinggi,
dengan luka masuk yang sesuai ukuran kaliber tetapi meninggalkan defek jaringan yang besar
Walaupun kasus gigitan hewan adalah kasus yang umum, gigitan hewan atau manusia adalah
penyebab trauma tajam genitalia yang sangat jarang, dan berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya
infeksi.Gigitan hewan terutama pada kelamin laki-laki adalah jarang dengan 60%-70% adalah anak
laki-laki berumur dibawah 15 tahun. Kurang lebih 30% luka gigitan hewan sudah menunjukkan
tanda-tanda infeksi pada 48 jam pertama setelah gigitan. Bakteri yang umum terlibat pada kasus
gigitan anjing adalah Pasteurella multocida, tercatat sebesar 50% dari seluruh infeksi karena gigitan
anjing, sedangkan Escherichia coli, Streptococcus viridan dan Staphilococcus aureus memiliki angka
yang lebih rendah. Pada kasus gigitan hewan, kemungkinan infeksi rabies harus selalu dipikirkan.
Pada kasus gigitan hewan domestik dengan kemungkinan infeksi rabies, vaksinasi harus diberikan
untuk mencegah infeksi yang mengancam nyawa. Angka kematian karena rabies di seluruh dunia
diperirakan sekitar 55.000 pada tahun 2004. Paling banyak di daerah pedesaan di Afrika dan Asia.
Selain vaksinasi, manajemen lokal pada luka adalah penting. Vaksinasi dengan human rabies
Amputasi penis adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan
sirkumsisi.sirkumsisi adalah suatu prosedur pembedahan yang umum dilakukan. Tetapi, karena
sirkumsisi banyak dilakukan oleh petugas medis yang tidak berpengalaman di rumah, rumah sakit
maupun sirkumsisi massal dengan jumlah pasien yang banyak yang dilakukan dalam waktu yang
singkat maka angka komplikasi sirkumsisi cukup besar.7,8,9Rate komplikasi pada tindakan sirkumsisi
pada bayi baru lahir sebesar 0,2% sampai 3%. Perdarahan dan infeksi adalah komplikasi ringan yang
paling sering dilaporkan. Komplikasi sirkumsisi yang paling serius adalah injuri pada urethra atau
teramputasinya glans penis atau sebagian atau seluruh bagian dari shaft penis. Parsial amputasi dari
glans penis dilaporkan pada teknik sirkumsisi menggunakan teknik guilotine dimana kulit preputium
ditarik dan di klem disebelah distal dari ujung glans dan dieksisi diantara glans dan klem tersebut.
Dengan teknik ini, amputasi penis dapat terjadi jika operator secara tidak sengaja menempatkan klem
di glans penis.8Pernyataan dan rekomendasi EAU tahun 2012 mengenai tindakan sirkumsisi dapat
Tabel 1 Pernyataan dan rekomendasi EAU tahun 2012 mengenai tindakan sirkumsisi12
Pernyataan
Sirkumsisi adalah tindakan yang umum dilakukan
Rate komplikasi berbeda-beda pada setiap negara
Kebanyakan kompliasi karena sirkumsisi adalah komplikasi minor dan
mudah diterapi
Rekomendasi GR
Sirkumsisi, pada semua umur, harus dilakuka n oleh profesional yang A
berpengalaman dengan menggunakan analgesia yang tepat dan kondisi
yang steril
Komplikasi yang berat dari tindakan sirkumsisi membutuhkan pembedahan A
rekonstruksi dan harus dirujuk pada pusat Urologi
GR = grade of recommendation
Trauma karena gigitan manusia pada genitalia eksterna memiliki kemungkinan infeksi
yang lebih luas dengan resiko infeksi menular seksual tambahan, seperti syphilis, hepatitis,
HIV, herpes, actinomycosis, atau tuberculosis.2
Seri laporan kasus terbesar mengenai pembedahan replantasi penis pada literatur
urologi adalah serial kasus amputasi penis pada tahun 1970an, dimana kurang lebih 100 pria
di Thailand mengalami amputasi penis oleh istri mereka menggunakan pisau dapur ketika
pria-pria tersebut tidur dikarenakan pria-pria tersebut berselingkuh. Delapan belas pasien ini
dilakukan replantasi penis.10
3 Diagnosis
Diagnosis trauma tajam khususnya amputasi penis dapat terlihat jelas dari
pemeriksaan fisik. Dari anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama trauma
tersebut telah berlangsung dan alat penyebab amputasi penis tersebut. Adanya darah pada
meatus urethra mengindikasikan bahwa ada trauma pada uretra. Tetapi, ketiadaan darah pada
meatus tidak serta-merta menghilangkan kemungkinan terjadi trauma pada uretra. Pada
trauma tembus yang disebabkan oleh tembakan, kaliber peluru dan dapat membantu
menentukan luas dan jalur kerusakan. Retrograde urethrography, dan sistoskopi, mungkin
dapat berguna, tetapi ahli urologi harus waspada untuk kemungkinan urethrogram yang
negatif palsu karena adanya bekuan darah yang mencegah adanya ekstravasasi. Skala trauma
tajam penis menurut American Association for the Surgery of Trauma dapat dilihat pada
Tabel 2.13
Tabel 2 Skala trauma organ untuk trauma penis menurut American Association for the
Surgery of Trauma (AAST). 13
Grading AAST Trauma penis
Perhatian awal yang juga harus diberikan adalah mengenai preservasi bagian penis
yang teramputasi. Sebaiknya diketahui berapa lama penis telah teramputasi, dan teknik
penempatan bagian penis tang teramputasi. Hipotermia memperpanjang waktu survival
semua jaringan. Respon terhadap hipotermia pada jaringan penis belum dipelajari, tetapi
penis dapat sukses direplantasi setelah 18 jam setelah kejadian, yaitu sesuai waktu hipotermik
ischemia.2
Gambar 9 Kontrol vaskular pada basis dari tepi potongan sebelah proksimal dari corpora dan
spatulasi dari urethra. 14
Berdasarkan dari tingkatan kulit penis yang teramputasi, tepi kulit direaproksimasi
dengan jahitan terputus menggunakan benang chromik 4-0 atau split thickness skin graft
diletakkan diatas kulit yang hilang. Jika kedua cara tersebut tidak dapat dilakukan, tindakan
terakhir adalah dengan menanam penis pada terowongan subcutaneus di skrotum (modified
Cecil technique), yang membutuhkan pembedahan rekonstruksi kedua. Sangat penting bahwa
anastomose vaskular harus ditutup untuk mencegah thrombosis pembuluh darah yang
mengakibatkan kegagalan replantasi. Yang terakhir, penis dibungkus dengan pembungkus
yang longgar dan diberi splint eksternal yang memudahkan drainase vena dan limfatik
(Gambar 12). 14
1. McAninch JW. Injuries to the Genitourinary Tract. In: Tanagho EA, McAninch
JW. Smiths General Urology, 17th ed. McGraw Hill;2008. P.278-296
2. Jordan GH. Management of Penile Amputation. In: Hohenfellner M; Santucci R.
Emergencies in Urology. Berlin: Springer-Verlag; 2007. P.270-274
3. Santucci RA, Bartley JM. Urologic Trauma Guidelines: a 21st Century Update.
MedscapeCME 2010; 7: 510-519
4. Tasian GE, Bagga HS et al. Pediatric Genitourinary Injuries in the United States from
2002 to 2010. The Journal of Urology 2013; 189: 288-294
5. Morey AF, Dugi DD. Genital and Lower Urinary Tract Trauma. In: Wein, Alan et
al. Campbell-Walsh Urology Tenth Edition. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2012.
P. 2507-2520
6. The Royal Australian College of Physician Paediatrics and Child Health Division.
Circumcision of Infant Males. September 2010
7. Sahin C, Toraman AR, Kalkan M. Complications of Circumcision, Our Experiences
Over the Last 15 Years. Eur J Gen Med 2011: 8(3): 176-181
8. Faydaci G, Ugur K et al. Amputation of Glans Penis: a Rare Circumcision
Complication and Succesful Management with Primary Anastomosis and Hyperbaric
Oxygen Therapy. Korean J Urol 2011; 52:147-149
9. Cuckow, Peter M. Circumcision. In: Stringer MD, Oldham KT, Mouriquand PD.
Pediatric Surgery and Urology. Ambridge University Press 2006. p.664-674
10. Ferguson GG, Brandes SB, Louis S. The Epidemic of Penile Amputation in Thailand
in the 1970s. The Journal of Urology 2008; 179(4)312-313
11. Angermeier, Kenneth. Surgical Anatomy of the Penis. In: Novick AC, Jones JS et
al. Operative Urology at the Cleveland Clinic. Humana Press 2006. P.377-384
12. Summertom DJ, Djakovic N et al. Guidelines on Urological Trauma. In:
Summertom DJ, Djakovic N et al. European Association of Urology Guidelines
2013 Edition. European Association of Urology 2013. P. 66-71
13. Jabren GW, Hellstrom WJ. Trauma to the External Genitalia. In: Wessells H,
McAninch JW. Urological Emergencies A Practical Guide. Humana Press 2005.
P.71-94
14. Ferguson GG, Brandes SB. Reconstruction for Genital Trauma. In: Montague D,
Gill I, Angermeier K, Ross JH. Textbook of Reconstructive Urologic Surgery.
Informa Healthcare 2008. P. 657-667
15. Bhatt YC, Vyas KA, Srivastava RK, Panse NS. Microneurovascular Reimplantation
in a Case of Total Penile Amputation. Indian J Plast Surg 2008; 41(2):206-210
16. Yueh Wei C. Microsurgical Replantation of an Amputated Penis. CC Medical Journal
2011; 7(4): 67-71