PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan tak sadar yang dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau dengan
rangsangan lainnya (Guyton & Hall, 2007). Tidur adalah suatu proses
perubahan yang berulang-ulang selama periode tertentu (Potter &
Perry, 2005).
Perubahan yang terjadi selama tidur tidak menyebabkan semua
aktivitas susunan saraf berkurang, melainkan terjadi perubahan
keseimbangan antara aktivitas dan inaktivitas dari berbagai sistem
saraf di otak. Beberapa fungsi saraf menjadi inaktif, sementara sistem
yang lain aktif, sebagai contoh sel-sel saraf di korteks otak tidak
seluruhnya menjadi inaktif selama tidur (Aiyuda, 2009). Perubahan ini
menyimpulkan bahwa tidur bukan proses pasif tetapi merupakan
aktivitas yang dapat dibangkitkan. Kualitas tidur adalah kepuasaan
seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu
dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala
dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006).
Kualitas tidur merupakan suatu keadaan tidur yang dijalani
seseorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat
terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti
durasi tidur, laterasi tidur, serta aspek subyektif dari tidur.
Kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan
untuk dapat mempertahankan tahap tidur REM dan NREM yang
pantas (Khasnah, 2012).
Hormon melantonin sangat berperan dalam proses tidur dan
kualitas tidur seseorang. Kinerja hormon tersebut sangat dipengaruhi
oleh cahaya. Cahaya yang ada disaat kita tidur akan menghambat
1
2
1.3. Tujuan
1.3.1.Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh penggunaan lampu pada saat tidur
terhadap kualitas tidur.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi penggunaan lampu saat tidur pada
Mahasiswa FK UMP angkatan 2014.
2. Mengidentifikasi kualitas tidur pada Mahasiswa FK UMP
angkatan 2014.
3. Menganalisis pengaruh penggunaan lampu saat tidur
terhadap kualitas tidur pada Mahasiswa FK UMP angkatan
2014.
1.4. Manfaat
1.4.1.Manfaat Akademik
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan juga untuk
memperluas ilmu pengetahuan dan untuk memberikan data Ilmiah
tentang pengaruh penggunaan lampu pada saat tidur terhadap
kualitas tidur.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian
selanjutnya mengenai pengaruh mematikan lampu dan tidak
mematikan lampu terhadap kualitas tidur.
4
1.4.2.Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan lampu pada saat tidur terhadap kualitas tidur
mahasiswa FKUMP.
2. Hasil penelitian ini sebagai rekomendasi yang dapat digunakan
sebagai tatalaksana gangguan tidur bagi tenaga medis.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat sebagai acuan untuk mendapatkan kualitas tidur yang
baik.
B. Fisiologi Tidur
Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang
sesuai dengan masa rotasi bola dunia yang dikenal dengan
nama irama sirkadian. Irama sirkadian bersiklus 24 jam
antara lain diperlihatkan oleh menyingsing dan
terbenamnya matahari, layu dan segarnya tanaman-tanaman
pada malam dan siang hari, awas dan waspadanya manusia
dan binatang pada siang hari dan tidurnya mereka pada
malam hari (Harsono, 1996).
Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat,
dimana ketika seseorang sedang tidur bukan berarti bahwa
susunan saraf pusatnya tidak aktif melainkan sedang bekerja
(Harsono, 1996). Sistem yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah reticular activating system
(RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang
terletak pada batang otak (Potter & Perry, 2005)
RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh
tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk
5
6
C. Tahapan Tidur
Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata
yang cepat atau Rapid Eye Movement (REM) dan
pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye
Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM
yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu,
tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium
empat. lalu diikuti oleh fase REM (Patlak, 2005). Fase
NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus
dalam semalam (Potter & Perry, 2005).
I. Tidur stadium satu
Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang
dangkal dan dapat terbangun dengan mudah oleh
karena suara atau gangguan lain. Selama tahap
pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan,
dan aktivitas otot melambat (Patlak, 2005).
II. Tidur stadium dua
Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit.
Denyut jantung melambat dan suhu tubuh menurun
7
D. Siklus tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh
jam, REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6
kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM,
maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan
untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan
emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika
NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit
(Mardjono, 2008).
Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:
E. Mekanisme tidur
Tidur NREM dan REM berbeda berdasarkan
kumpulan parameter fisiologis. NREM ditandai oleh denyut
jantung dan frekuensi pernafasaan yang stabil dan lambat
serta tekanan darah yang rendah. NREM adalah tahapan
tidur yang tenang. REM ditandai dengan gerakan mata yang
cepat dan tiba-tiba, peningkatan saraf otonom dan mimpi.
Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari tekanan darah,
denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai
dengan penurunan tonus otot dan peningkata aktivitas otot
involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi
dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks (Ganong,
1998).
Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung
5-20 menit, rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode
pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur.
Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur
NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi
aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas
tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata
yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit
dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM.
Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi
oleh sistem yang disebut Reticular Activity System. Bila
aktivitas Reticular Activity System ini meningkat maka
orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular
Activity System menurun, orang tersebut akan dalam
keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini
sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti
sistem serotoninergik, noradrenergik, kolinergik,
histaminergik (Japardi, 2002).
10
1. Sistem Serotoninergik
Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil
metabolisme asam amino triptofan. Dengan
bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin
yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan
keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam triptofan
terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak
bisa tidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang
terbanyak sistem serotoninergik ini terletak pada nucleus
raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat
hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe dorsalis
dengan tidur REM.
2. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung
norepinefrin terletak di badan sel nucleus cereleus di
batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus
sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM
tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan
aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan
keadaan jaga.
3. Sistem Kolinergik
Menurut Sitaram dkk, (1976) dalam (Japardi, 2002)
membuktikan dengan pemberian prostigimin intravena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur
kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG
seperti dalam kedaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik
sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini
terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan
latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik
11
F. Pola Tidur
Pola tidur juga memiliki peran yang sama pentingnya
dengan total jumlah waktu tidur. Bayi dan anak-anak
cenderung tidur beberapa kali dalam setiap periode 24 jam.
Namun seiring dengan pematangan menuju masa-masa
sekolah dan dewasa, mereka cenderung tidur dalam satu
fase yang lama, waktu tidur siang berkurang dan cenderung
tidur sepanjang malam (Robotham, 2011).
Sebuah mekanisme yang disebut dengan circadian
timer mengatur pola tidur- bangun dan berinteraksi
dengan sleep homeostat. Rata-rata setiap makhluk hidup
memiliki internal circadian rhythms, dimana mereka
telah beradaptasi dengan siklus siang dan malam hari
(Robotham, 2011).
Geophysicist Prancis Jean- Jacques dOrtous de
12
D. Sintesis Melatonin
Melatonin (N-asetil-5-metoksitriptamin) merupakan
hormon indolamin yang disintesis dari asam amino L-
triptofan terutama di kelenjar pineal dan beberapa
jaringan ekstra pineal seperti gastrointestinal dan limfosit
(kaczor, 2010; Sancez-Barzelo, et al., 2003 ; Carranza
Lira dan Lopez, 2000). Pada manusia, kelenjar pineal
27
E. Sekresi Melatonin
Kelenjar pineal mamalia memiliki reseptor
neuroendokrin. Implus cahaya dari retina akan
disampaikan ke kelanjar pineal melalui nukleus
suprachiasmaticus di hipothalamus melalui sistem saraf
simpatis dengan norepinefrin sebagai neurotransmiter.
Efek pada kelenjar pineal adalah pengaturan sintesis dan
sekresi melatonin. Sintesis dan sekresi melatonin
distimulasi oleh suasana gelap dan diinhibisi oleh suasana
terang. Selama ada cahaya, fotoreseptor di retina akan
mengalami hiperpolarisasi yang akan menghambat
sekresi norepinefrin. Sistem retinohipothalamus-pineal
akan dihambat sehingga melatonin disekresi dalam
jumlah yang sangat sedikit. Pada saat tidak ada cahaya,
fotoreseptor mensekresi norepinefrin yang akan
mengaktivasi sistem retino-hipotalamus-pineal. Reseptor
alfa dan beta adrenergik bertambah di glandula pinealis.
Kontak antara norepinefrin dan reseptornya akan
mengaktivasi enzim arilalkilamin N-asetiltransferase
29
F. Reseptor Melatonin
G. Aktivitas Melatonin
Melatonin diketahui memiliki aktivitas sebagai
antioksidan, antimitotik, antiestrogenik, pro diferensiasi
dan anti metastatik, modulasi sistem imun, pengatur ritme
tidur dan ritme sirkadian,maturasi sistem reproduksi.
(Kaczor, 2010; Sanchez-Barcelo et al., 2005; Brzezinski,
1997; Baldwin et al.,1998; Carranza-Lira, 2000).
B. Komponen Pengukuran
Kualitas tidur dapat diukur dengan menggunakan
PSQI yang terdiri dari tujuh komponen, yaitu:
1. Kualitas tidur
Evaluasi kualitas tidur secara subjektif merupakan
evaluasi singkat terhadap tidur seseorang tentang apakah
tidurnya sangat baik atau sangat buruk.
2. Latensi tidur
Latensi tidur adalah durasi mulai dari berangkat tidur
hingga tertidur. Seseorang dengan kualitas tidur baik
menghabiskan waktu kurang dari 15 menit untuk dapat
memasuki tahap tidur selanjutnya secara lengkap.
Sebaliknya, lebih dari 20 menit menandakan level
insomnia yaitu seseorang yang mengalami kesulitan
dalam memasuki tahap tidur selanjutnya.
3. Durasi tidur
Durasi tidur dihitung dari waktu seseorang tidur sampai
33
5. Gangguan tidur
Gangguan tidur merupakan kondisi terputusnya tidur
yang mana pola tidur-bangun seseorang berubah dari pola
kebiasaannya, hal ini menyebabkan penurunan baik
kuantitas maupun kualitas tidur seseorang.
6. Penggunaan obat
Penggunaan obat-obatan yang mengandung sedatif
mengindikasikan adanya masalah tidur. Obat-obatan
mempunyai efek terhadap terganggunya tidur pada tahap
REM. Oleh karena itu, setelah mengkonsumsi obat yang
mengandung sedatif, seseorang akan dihadapkan pada
kesulitan untuk tidur yang disertai dengan frekuensi
terbangun di tengah malam dan kesulitan untuk kembali
tertidur, semuanya akan berdampak langsung terhadap
kualitas tidurnya.
7. Disfungsi di siang hari
Seseorang dengan kualitas tidur yang buruk
menunjukkan keadaan mengantuk ketika beraktivitas di
siang hari, kurang antusias atau perhatian.
34
cahaya
Melewati paraventrikular
nuleus, hindbrain, spinal Mempengaruhi
cord, superior servical mekanisme
ganglion menuju reseptor termoregulasi
Noradrenergik di ke.pineal
Core body
Mempengaruhi
termprature
aktivitas NAT
Mempengaruhi
aktivitas SCN
Menekan wake
Ke ventrolateral promoting sinyal/ Ke lateral
preoptik nucleus neural firing pada hipothalamus
SCN
= Variabel perancu
2.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis nihil (Ho):
Tidak ada pengaruh penggunaan lampu pada saat tidur terhadap
kualitas tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
b. Hipotesis alternative (Ha)
Ada pengaruh mematikan lampu pada saat tidur terhadap kualitas
tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian adalah
suatu penelitian observasional analitik dengan desain (rancangan)
cross sectional.
36
37
37
38
B. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistik
chi-square. Jika tidak memenuhi syarat uji chi-square, maka
dilakukan uji alternatif lain, yaitu penggabungan sel.
September 2016
November 2016
Desember 2016
Februari 2017
Oktober 2016
Agustus 2016
Januari 2017
April 2016
Juni 2016
Mei 2016
1. Pengajuan
judul skripsi
2. Penentuan
judul dan
dosen
pembimbing
(I dan II)
3. Persetujuan
judul oleh
Kedua dosen
pembimbing
4. Penyusunan
proposal
skripsi
5. Penetapan
43
SK
pembimbing
6. Pendaftaran
seminar
proposal
7. Ujian
seminar
proposal
8. Perbaikan
Proposal
9. Surat izin
pengambilan
data
10. Pelaksanaan
penelitian
skripsi
11. Penyusunan
skripsi
12. Pendaftaran
ujian akhir
skripsi
13. Ujian akhir
skripsi
14. Perbaikan
dan batas
akhir
pengumpulan
skripsi
Tabel 3.2. Jadwal Kegiatan Penelitian
44
3.10. Anggaran
Penelitian ini akan membutuhkan sejumlah biaya demi
kelancaran proses penelitian. Berikut ini perkiraan anggaran biaya
yang akan dikeluarkan selama penelitian berlangsung.
Tabel 3.3. Anggaran
No. Harga
1. Kertas A4 2 rim 70 gram dan 2 rim 80
Rp. 140.000,-
gram @35.000
2. Alat tulis dan map Rp. 50.000,-
3. Fotokopian dan penjilidan proposal dan
Rp. 200.000,-
skripsi
4. Souvenir terimakasih Rp. 300.000,-
5. Transportasi Rp. 200.000,-
45
46
Jenis Kelamin N %
Perempuan 150 73,5%
Laki-laki 54 26,5
Penggunaan Lampu N %
Mati Lampu 86 42,2%
Baik 90 44,1%
(Indeks PSQI : < 5)
Buruk 114 55,9%
(Indeks PSQI : > 5)
Total 204 100%
4.2. Pembahasan
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
51
52
EGC.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC.
53
54
Lai et, al. 2001. Hypertension and its Related Factors in Taiwanese
Elderly People/ Yale Journal of Biology and Medicine. 74 (2): 80
94.