Anda di halaman 1dari 28

UJI EFEK ANALGESIK KOMBINASI EKSTRAK DAUN MAHKOTA

DEWA (Phalirea marcocarpa ) DAN DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica


L.) PADA MENCIT PUTIH JANTAN

NAMA : FAHMI AMRIL

NIM : 12.01.01.180

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Nyeri merupakan salah satu aspek penting dalam bidang medis dan menjadi

penyebab tersering yang mendorong seorang untuk mencari pengobatan (Price dan

Wilson, 2006). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,

berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat

mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau

memperhebatnya, tetapi dapat menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri

merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi

setiap orang. (Tjay, 2007).

Proposal ini diseminarkan di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi


Palembang Pada.
Hari / Tanggal :
Jam :
Tempat :
Pembimbing I :
Pembimbing II :

1
2

Analgesik adalah bahan atau obat yang digunakan untuk menekan atau mengurangi

rasa sakit atau nyeri tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran (Sumardjo, 2009 dalam

Pandey dkk, 2013). Obat yang biasanya digunakan untuk mengobati nyeri adalah

NSAID yang bekerja dengan cara menghambat enzim siklookginase sehingga

menyebabkan terhambatnya konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin

(Karcioglu,2010). Salah satu obat senyawa sintetik analgesik yang paling luas

digunakan seperti aspirin. Aspirin adalah obat dalam kelompok salisilat dan

merupakan salah satu jenis dari golongan NSAID, biasanya digunakan sebagai

analgesik (mengurangi nyeri), antipiretik dan antiinflamasi (Wilmana dan Gunawan,

2012).

Sebagian besar penduduk Indonesia cenderung menyembuhkan sendiri

penyakitnya. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh badan pusat statistik, pada tahun

2012 sekitar 91,6% masyarakat Indonesia melakukan pengobatan mandiri

menggunakan obat modern, dan 24,54% menggunakan obat tradisional (BPS,2014).

Beberapa tanaman yang digunakan sebagai obat analgesik yaitu daun mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa) dan daun asam jawa (Tamarindus Indica L.). Secara

tradisional yang diwariskan bahwa daun mahkota dewa memiliki manfaat sebagai obat

antiradang, lever, analgesik, pembersih darah, antikoagulan, rematik, tidak datang

haid, asam urat, kutil, tumor, kanker, serangan jantung, stroke dan jerawat (Dewani

dan Sitanggang, 2006). Dan asam jawa yang diwariskan turun menurun memiliki

manfaat sebagai obat demam, radang payudara. Sembelit, sakit kuning, sariawan dan

penghilang rasa sakit (Dalimarta, 2007).


3

Menurut penelitian sebelumnya oleh khalid, dkk (2009), membuktikan bahwa

ekstrak asam jawa pada dosis 60-600 mg/kg. Pada dosis mencit mampu mengurangi

nyeri sehingga berkhasiat sebagai analgesik. Penelitian ini di harapkan bisa

mengetahui efek analgesik pada daun asam jawa (Tamarindus Indica L.) dengan sedian

ekstrak dan dosis yang efektif, yang diujikan pada mencit jantan dengan metode

rangsangan kimia.

Daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) memiliki kandungan kimia yang

belum banyak terungkap, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa daun dan

kulit buahnya mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Daun mahkota dewa juga

mengandung polifenol. Dari penelitian sebelumnya ekstrak daun mahkota dewa pada

dosis 400 mg/kgBB menujukkan efek analgesik yang baik (Yusuf,2013).

Penggunaan kombinasi ekstrak daun mahkota dewa dan ekstrak daun asam jawa

sebagai analgesik belum pernah dilakukan. Dengan demikian peneliti tertarik untuk

mengetahui apakah ada peningkatan efek analgesik dari kombinasi ekstrak daun

mahkota dewa dan ekstrak daun asam jawa sebagai analgesik dibandingkan dengan

dosis tunggalnya masing masing.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Masalah yang diangkat pada penelitian ini:

1. Apakah kombinasi daun mahkota dewa (Phalirea marcocarpa) dan daun asam jawa

(Tamarindus Indica L) dapat memberikan efek analgesik yang lebih besar

dibandingkan ekstrak tunggalnya masing-masing terhadap mencit putih jantan yang

di induksi dengan asam asetat ?


4

2. Pada dosis kombinasi manakah yang memberikan efek analgesik yang paling

optimal ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui aktifitas analgesik kombinasi ekstrak daun mahkota dewa

(Phalirea marcocarpa) dan daun asam jawa (Tamarindus Indica L.) dapat

memberikan analgesik yang lebih besar dibandingkan ekstrak tunggalnya masing-

masing terhadap mencit putih jantan yang diinduksi dengan asam asetat.

2. Untuk mengetahui pada dosis kombinasi manakah yang memberikan efek analgesik

paling optimal.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan :

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang efek analgesik kombinasi dari

ekstrak daun mahkota dewa (Phalirea marcocarpa) dan daun asam jawa

(Tamarindus Indica L.) dapat memberikan efek analgesik yang lebih besar

dibandingkan ekstrak tunggalnya masing-masing terhadap mencit putih jantan yang

diinduksi dengan asam asetat.

2. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang

farmasi untuk digunakan sebagai landasan ilmiah dalam pemanfaatan dari

kombinasi daun mahkota dewa dan daun asam jawa sebagai analgesik.

3. Menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya


5

1.5 Hipotesis

H0 : tidak terdapat perbedaan efek analgesik kombinasi ekstrak daun mahkota dewa

(Phalirea marcocarpa) dan ekstrak daun asam jawa (Tamarindus indica L.)

dibandingkan dosis tunggalnya terhadap mencit putih jantan galur swiss Webster.

H1 : terdapat perbedaan efek analgesik kombinasi ekstrak daun mahkota dewa

(Phalirea marcocarpa) dan ekstrak daun asam jawa (Tamarindus indica L.)

dibandingkan dosis tunggalnya terhadap mencit putih jantan galur swiss Webster.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
6

2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tumbuhan Mahkota dewa (Phaleria marcocarpa)

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Thymelaeales

Family : Thymelaeaceae

Genus : Phaleria

Spesies : Phaleria marcocarpa

2.1.2 Nama daerah

Simalakama (melayu), makuta dewa, makuto mewo, makuto ratu, makutorojo

(Jawa).

2.1.3 Deskripsi Tumbuhan

Tumbuhan berbentuk pohon, berumur panjang (perenial) tinggi 1 - 2,5 m Akar

tunggang, batang berkayu, silindris, tegak, warna cokelat, permukaan kasar,

percabangan simpodial, arah cabang miring ke atas. Daun tunggal, bertangkai pendek,

tersusun berhadapan (folia oposita), warna hijau tua, bentuk jorong hingga lanset,

panjang 7 - 10 cm, lebar 2 - 2,5 cm, helaian daun tipis, ujung dan pangkal runcing, tepi

rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan licin, tidak pernah meluruh bunga

tunggal, muncul di sepanjang batang dan ketiak daun, bertangkai pendek, mahkota
7

berbentuk tabung (tubulosus) - berwarna putih buah bulat, panjang 3 - 5 cm, buah

muda berwarna hijau - setelah tua menjadi merah, bentuk dengan biji bulat, keras -

berwarna cokelat, daging buah berwarna putih berserat, berair dan berbiji.

2.1.4 Kandungan Kimia

Daun ini terkandung alkaloid, saponin, dan polyfenol. Senyawa saponin ini

merupakan larutan berbuih yang diklasifikasikan berdasarkan struktur aglycon ke

dalam triterpenoid dan steroid saponin. Kedua senyawa tersebut mempunyai efek anti

inflamasi, analgesik, dan sitotoksik (Gotawa dkk, 1999).

Hasil penelitian sebelumnya efek analgesik yang baik didapatkan pada dosis 400

mg/kgBB (Yusuf dkk, 2013). Uji efek antiinflamasi ekstrak daun mahkota dewa pada

dosis 50 mg/kgBB (Rinayanti dkk, 2015). Telah dilakukan Penelitian tentang efek

antikoagulan ekstrak etanol buah mahkota dewa pada mencit putih jantan dosis terbaik

200 mg/kg BB (Hidayat, 2008). Dan penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa

ekstrak daging buah mahkota dewa dosis 500 mg/kgBB dapat menurunkan kadar

glukosa darah pada orang sehat setelah pembebanan glukosa (Meiyanti dkk, 2006).

2.1.5 Penggunaan Tradisional

Daun mahkota dewa berkhasiat mengobati penyakit seperti eksim, lemah syahwat,

disentri, alergi, dan tumor. Cara mengolah mahkota dewa pada bagian daun tergantung

pada jenis penyakit yangdiobati. Misalnya eksim, lumatkan daun mahkota dewa

kemudian balurkan. Pada kulit yang terkena eksim sebanyak dua kali sehari.

Sedangkan pada penyakit disentri, alergi dan tumor, cara mengolahnya dengan direbus

dan diminum (Gotawa dkk, 1999). Batang tanaman mahkota dewa yang bergetah
8

digunakan untuk mengobati penyakit kanker tulang, sehingga mungkin hanya akar dan

bunganya saja yang jarang dipergunakan sebagai obat (Harmanto, 2002).

2.2 Tumbuhan Asam Jawa (Tamarindus Indica L.)

2.2.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tumbuhan Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) (Herbie, 2015).

Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Fabales

Family : Caesalpiniaceae

Genus : Tamarindus

Spesies : Tamarindusindica L.

2.2.2 Nama Daerah

Bakmee, Acamlagi, Asamjawa, Cumalagi, Tangkalasem, Witasem, Acem, Celagi

, Bage Mangga, Kanefokiu , Tobi , Asam jawa , Asang jawi , Tamalagi , Samba lagi ,

Comba , Sablaki , Asam jawaka , Asamjawa , Tabelaka (Herbie, 2015).

2.2.3 Deskripsi Tumbuhan Asam Jawa (Tamarindus Indica L.)

Habitusnya berupa pohon dengan ketinggian mencapai 15-25 m, bercabang

banyak, dan berkayu keras. Daun majemuk menyirip genap, panjang 5-13 cm, terdapat
9

10-15 pasang anak daun yang duduknya berhadapan dan bertangkai sangat pendek,

ujung dan pangkal membulat, bagian tepi rata. Kedua permukaan daun halus dan licin,

berwarna hijau dengan warna sisi bawah lebih muda, panjang 1-2,5 cm, lebar 0,5-1

cm. Bunga dalam karangan berbentuk tandan yang panjangnya 2-16 cm, terdiri atas 6-

30 kuntum bunga yang letaknya hamper duduk, berwarna kuning berurat merah, keluar

dari ketiak daun atau ujung percabangan. Buah polong, bertangkai, bulat panjang

pipih, panjang 3,5-20 cm, 2,5-4 cm, bagian ujung melancip, di antara biji kerap

menyempit, kulit dinding luar rapuh, dan berwarna cokelat muda. Daging buah

berwarna kuning sampai cokelat kekuningan dan rasanya asam. Biji1-12, warnanya

cokelat mengilap (Dalimartha, 2006).

2.2.4 Kandungan Kimia

Daging buah mengandung gula, invert, tartaric acid, citric acid, nicotinic acid, 1-

malic acid, pipecolic acid, vitexin, isivitexin, orientin, isoorientin, vitamin B3, minyak

menguap (geranial, geraniol, limonene), cinnamates, serine, B-alanine, pectin, proline,

phenylalanine, leucine, kalium, danlemak. Daun mengandung sitexin, isovitexin,

orientin, isoorientin, 1-malic acid, tannin, glukosida, dan peroksidase. Kulit kayu

mengandung tannin, saponin, glukosida, peroksidase, danlemak (Dalimartha, 2006).

2.2.5 Penggunaan Tradisional

Daun asam jawa biasa digunakan untuk membuat jamu sinom, menurunkan panas

dalam, membantu mengeluarkan keringat, menambah nafsu makan, melancarkan

pengeluaran empedu, menghilangkan nyeri, menurunkan kolesterol tinggi, anti


10

radang, menurunkan demam, rematik, sariawan, susah tidur, luka dan bersifat

antiseptik (Nuraini, 2014).

2.3 Ekstrak

Ekstrak adalah zat yang dihasilkan dari bahan mentah secara kimiawi. Senyawa

kimia yang diekstrak meliputi senyawa aromatik, minyak atsiri, ester, dan sebagainya

yang kemudian menjadi bahan baku proses industri atau digunakan secara langsung

oleh masyarakat. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan

perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya

air dan yang lainnya pelarut organik.

2.3.1 Metode ekstraksi

2.3.1.1 Cara Dingin

1. Maserasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari

cahaya, cairan penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dengan di

luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang

sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan didalam sel.

Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap

hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

2. Perkolasi
11

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi

selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian

bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui

simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia

yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi,

kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke

bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.

2.3.1.2 Cara Panas

1. Digesti

Digesti adalah metode ekstraksi dengan cara maserasi kinetik (pengadukan

kontinyu) menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50C. Cara maserasi

ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

2. Infusa

Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (benjana infus tercelup

dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 C) selama waktu tertentu (15-

20 menit).

3. Dekokta

Infusa pada waktu yang lebih lama dan (>30 C) dan temperatur sampai titik didih

air (Sampurno dkk, 2000).

4. Sokletasi

Ekstraksi menggunakan pelarut yangselalu baru yang umumnya sehingga terjadi

ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.

5. Refluks
12

Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan

jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks

digunakan untuk mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan.

2.3.2 Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia

awal (Depkes, 1995).

total ekstrak yang didapat


Rendemen = x 100
jumlah sampel

2.4 Klasifikasi Nyeri

2.4.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan yang

disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan

sebagai suatu yang berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya (non

noksius, epikritik) misalnya: sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan. Nyeri

merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam

bentuk kerusakan tersebut. Nyeri pada dasarnya adalah reaksi fisiologis karena

merupakan reaksi perlindungan untuk menghindari stimulus yang membahayakan

tubuh. Tetapi bila nyeri tetap berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak

ada, berarti telah terjadi perubahan patofisiologis yang justru merugikan tubuh dan

membutuhkan terapi.

2.4.2 Penyebab Nyeri


13

Sebagian besar jaringan dan organ manusia dilengkapi dengan nosiseptor, yaitu

reseptor sensorik khusus yang terhubung ke serabut saraf aferen primer. Tipe nyeri

yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri neuropati. Nyeri nosiseptif merupakan nyeri sementara

sebagai respon terhadap stimulus berbahaya di nosiseptor. Sistem nosiseptif ini

menyampaikan informasi adanya bahaya di perifer ke sistem saraf pusat. Nyeri

neuropati merupakan nyeri yang disebabkan oleh proses input sensori yang abnormal

oleh saraf perifer atau SSP karena adanya kerusakan atau perubahan patologis. Nyeri

nosiseptif menggambarkan patofisiologi nyeri akut sedangkan nyeri neuropati

merupakan penyebab munculnya nyeri kronis (Baumann, 2005).

2.4.3 Mekanisme Terjadinya Nyeri

Mekanisme terjadinya nyeri nosiseptif dijelaskan melalui empat proses, yaitu

transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi. Transduksi merupakan konversi

stimulus bahaya termal, mekanikal, atau kimiawi menjadi aktivitas elektrik di ujung

perifer serabut saraf sensori. Potensial aksi melewati ujung saraf perifer sepanjang

akson menuju sistem saraf pusat. Transmisi merupakan transfer sinaptik dan modulasi

input dari satu neuron ke neuron lainnya. Persepsi adalah rasa nyeri mulai dirasakan

secara sadar oleh penderita. Modulasi merupakan proses inhibisi rangsang nosiseptif

melalui pelepasan opioid endogen, serotonin, dan norepinefrin (Baumann dkk, 2005).

2.4.4 Klasifikasi Nyeri

2.4.4.1 Nyeri Akut

Nyeri akut berlangsung kurang dari enam bulan. Nyeri ini bersifat protektif dan

sangat berguna sebagai peringatan akan terjadinya suatu penyakit dan kondisi yang

berbahaya. Di bawah kondisi normal, nyeri akut berperan dalam proses penyembuhan
14

dengan menurunkan stimulus nyeri. Namun, apabila tidak diobati, nyeri akut dapat

menyebabkan stres psikologi dan menurunkan sistem imun tubuh sehingga akan

memperlambat pemulihan. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi, takikardi,

takipnu, diaforesis, midriasis, dan pucat (Baumann, 2005).

2.4.4.2 Nyeri Kronis

Nyeri akut yang berlangsung selama lebih dari enam bulan menyebabkan nyeri

kronis. Seringkali, respon fisiologis yang umumnya muncul pada nyeri akut tidak

muncul pada nyeri kronis, namun beberapa gejala dapat mendominasi. Pada nyeri

kronis terdapat empat pengaruh utama, yaitu pengaruh terhadap fungsi fisik,

perubahan psikologis, konsekuensi sosial, konsekuensi masyarakat. Efek nyeri kronik

terhadap fungsi fisik meliputi lemahnya aktivitas sehari-hari dan gangguan tidur.

Perubahan psikologis yang terjadi antara lain depresi, gelisah, insomnia, marah, dan

kehilangan harga diri. Perubahan fisik dan psikologis yang dialami dapat

menyebabkan perubahan hubungan dan keakraban dengan teman-teman atau keluarga

karena penderita menarik diri. Dalam tingkat masyarakat, nyeri kronik menyebabkan

naiknya harga perawatan kesehatan, disabiliti, dan kehilangan produktivitas

(Baumann, 2005).

2.5 Analgetik

2.5.1 Definisi Analgetik

Analgetik adalah senyawa yang pada dosis terapi mengurangi atau melenyapkan

rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran ( Mutschler, 1991) analgetik menurut


15

potensi kerja dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu analgetik narkotik dan

analgetik perifer.

2.5.2 Pembagian Analgetik

2.5.2.1 Analgetik perifer

Analgetik ini berkhasiat lemah sampai sedang yang bekerja pada perifer karena

obat ini tidak mempengaruhi SSP, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan

ketagihan. Disamping kerja analgetik, senyawa ini bersifat antipiretik. Termasuk

golongan ini antara lain : asam mefenamat, indometasin, piroksikam, dan parasetamol.

Mekanisme kerja analgetik adalah mempengaruhi proses sintesa prostaglandin dengan

jalan menghambat enzim siklooksigenase yan menyebabkan asam arakidonat dan

asam C20 tak jenuh tidak dapat membentuk endopeokside yang merupakan prazat dari

prostaglandin (Tjay dkk, 2002)

2.5.2.2 Analgetik Narkotik

Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja

yang terletak dengan SSP sehingga disebut juga analgetik kuat (hipoanalgetik).

Umumnya analgetik sentral ini dapat mengurangi kesadaran sifat meredakan dan

menidurkan , mengakibatkan toleransi dan kebiasaan serta ketergantungan fisik dan

psikis misalnya golongan morfin dan turunannya : morfin dan kodein, heroin,

hidromorfin, hidrokarbon, dan dionin. (Tjay dkk, 2002)

2.5.3 Obat AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) Sebagai Analgetik

Merupakan obat-obat nonopioid yang digunakan untuk pengobatan nyeri akut

ringan sampai sedang (Baumann, 2005). Asetaminofen (parasetamol), agen analgetik

dan antipiretik, merupakan terapi awal untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang.
16

Sebagai analgesik, asetaminofen menghambat sintesis prostaglandin di SSP dan

memblok rangsang nyeri di perifer. Penggunaan asetaminofen secara berlebihan dapat

menyebabkan hepatotoksi. Aspirin dan AINS lainnya memiliki efek analgesik,

antipiretik, dan antiinflamasi. Aspirin efektif untuk pengobatan nyeri ringan sampai

sedang, namun risiko iritasi dan perdarahan saluran cerna menyebabkan

penggunaannya dibatasi. Obat-obat AINS sangat efektif digunakan pada pengobatan

nyeri inflamasi dan nyeri yang berhubungan dengan metastasis tulang. Obat ini bekerja

sebagai analgesik dengan menginhibisi enzim siklooksigenase sehingga mencegah

sintesis prostaglandin dan mengakibatkan penurunan sensitisasi nosiseptor serta

peningkatan ambang nyeri.

2.5.4 Asetosal

Asetosal (asam asetil salisilat atau aspirin) merupakan prototip obat AINS yang

memiliki sifat analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Obat ini sangat luas digunakan

dan digolongkan sebagai obat bebas (Wilmana & Gan, 2007). Obat ini terdekomposisi

secara bertahap ketika mengalami kontak dengan udara lembab dan terdekomposisi

dengan cepat dalam basa menjadi asam asetat dan asam salisilat. Suspensi asetosal

bersifat stabil selama beberapa hari.

Sebuah penelitian melaporkan bahwa 3,2% suspensi asetosal terdegradasi menjadi

asam salisilat setelah tujuh hari pada temperatur ruangan (Reynold, 1982). Pada

pemberian oral, asetosal dihidrolisis menjadi asam asetat dan salisilat terutama di hati

sehingga hanya kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma. Selanjutnya, sebagian

salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar

di usus halus bagian atas. Suasana asam di dalam lambung menyebabkan sebagian
17

besar dari salisilat terdapat dalam bentuk nonionisasi sehingga memudahkan absorpsi.

Kadar puncak salisilat dalam plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam. Asetosal memiliki

onset 30 menit, durasi analgesik 3-6 jam, dan waktu paruh 15 menit. Obat ini mudah

menembus sawar darah otak dan sawar uri (Baumann, 2005). Asetosal sangat efektif

dalam meredakan nyeri ringan sampai sedang.

Asetosal bekerja terutama dengan cara menghambat enzim siklooksigenase yang

mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida sehingga

mencegah sintesis prostaglandin. Sebagai analgesik, asetosal juga menyebabkan

penurunan sensitisasi nosiseptor dan peningkatan ambang nyeri. Dosis umum asetosal

adalah 325-650 mg setiap empat jam. Dosis maksimum adalah 4000 mg per hari

(Baumann, 2005).

2.6 Metode Analgetik

Metode-metode pengujian efek analgesik dilakukan berdasarkan kemampuan

bahan uji dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan

percobaan. Induksi dapat dilakukan secara mekanik, termik, elektrik, atau kimia.

2.6.1 Metode Geliat

Pada metode ini, obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau

menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara kimia pada hewan percobaan, yaitu

mencit. Rasa nyeri yang timbul ditunjukkan dalam bentuk respon gerakan geliatan.

Tiap episode geliat dikarakterisasi dengan adanya perputaran internal pada kaki,
18

menjilat perut, peregangan badan, punggung melengkung, berputar ke satu sisi

kemudian diam, atau mengelilingi kandang. Frekuensi gerakan ini dalam waktu

tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya. Bahan kimia yang sering

digunakan sebagai penginduksi adalah asam asetat dan fenil p-benzokuinon tetapi

penggunaan fenil benzokuinon memiliki masalah dalam hal kelarutan, fotosensitivitas,

dan autooksidasi (Milind dan Monu, 2012).

2.6.2 Metode Formalin

Metode ini digunakan untuk mengetahui efek analgesik suatu obat terhadap nyeri

kronis. Formalin digunakan sebagai penginduksi yang diinjeksikan secara subkutan

pada permukaan tangan/kaki tikus yang akan menimbulkan respon tikus berupa

menjinjit atau menjilat kaki. Respon ini dinilai dengan skala 0-3 (Milind dan Monu,

2012).

2.6.3 Stimulasi Organ Berongga

Nyeri dapat dilakukan memberikan zat yang menyebabkan nyeri ke dalam organ

yang berongga secara langsung, sebagai contoh mengalirkan formalin kedalam usus

besar mencit dapat menyebabkan rasa nyeri dan terjadi kontraksi nyeri seperti gelisah

pada perut dan panggul (Milind dan Monu, 2012).

2.6.4 Metode Dengan Menggunakan Suhu

Hewan percobaan yang ditempatkan di atas plat panas dengan suhu tetap sebagai

stimulus nyeri akan memberikan respon dalam bentuk mengangkat atau menjiat

telapak kaki depan atau meloncat. Selang waktu antara pemberian stimulus nyeri dan
19

terjadinya respon yang disebut waktu reaksi, dapat diperpanjang oleh pengaruh obat-

obatan analgetika (Milind dan Monu, 2012).

2.6.5 Metode Dengan Menggunakan Rangsangan Rekanik

Penerapan metode ini dengan menggunakan kaki belakang dan ekor. Metode ini

menggunakan tekanan secara bertahap (Milind dan Monu, 2012).

2.6.6 Metode Dengan Menggunakan Rangsangan Elektrikal

2.6.6.1 Rangsangan dengan Elektrik

Digunakan rangsangan ultrasonic pada ekor mencit. Morfin sebagai obat yang

efektif untuk test ini (Milind dan Monu,2012).

2.6.6.2 Grid-shock Model

Dengan cara ini mencit diletakkan pada kawat, kemudian dialiri gelombang lalu

diukur dengan melihat reaksi mencit seperti gerakan, dan lompatan (Milind dan Monu,

2012).

BAB III

METODE PENELITIAN
20

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sampai dengan selesai

bertempat di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi

Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

3.2 Alat Dan Bahan

3.2.1 Alat

Refluks, destilasi vakum, alat timbang tikus dan mencit, sonde oral, spuit 1 ml,

lumpang dan mortir, erlenmeyer, beaker glass, kaca arloji, labu ukur, pipet tetes,

sarung tangan, kain planel, kandang tikus, masker, stop watch dan lain-lain.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah daun daun mahkota

dewa, daun asam jawa, aspirin, asam asetat, NaCl, fisiologis, tween 80 dan aquadest,

tissue, alumunium foil.

3.2.3 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan putih

galur Swiss Webster berumur 2-3 bulan sejumlah 25 ekor dengan bobot rata-rata 20-

30 g. Penentuan jumlah mencit pada setiap kelompok dihitung berdasarkan rumus

Federer : (n-1)(t-1) 15, dimana n menunjukkan jumlah ulangan minimal dari tiap

perlakuan dan t menunjukkan jumlah perlakuan. Penentuan jumlah hewan uji dan

pembagian kelompok adalah sebagai berikut :


21

(n-1)(t-1) 15

(n-1)(5-1) 15

(n-1)(4) 15

4n-n15

4n19

n4,75 5

Dari rumus tersebut diperoleh jumlah ulangan untuk tiap perlakuan adalah besar

dan sama dengan 5 kali. Jadi tiap kelompok dengan 5 kali pengulangan, sehingga

jumlah mencit putih jantan galur swiss webster yang dibutuhkan untuk 5 kelompok

perlakuan adalah 25 ekor.

3.3 Rancangan Penelitian

3.3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena pada penelitian ini

peneliti memberikan perlakuan pada hewan uji yakni mencit putih jantan galur swiss

webster.

3.3.2 Metode Penelitian

3.3.2.1 Metode ekstraksi

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode refluks.

Keuntungan metode ini menggunakan pelarut relatif sedikit dan waktu yang

diperlukan untuk ekstraksi relatif singkat.


22

3.3.2.2 Metode pengujian efek analgesik

Metode pengujian efek analgesik pada penelitian ini menggunakan metode induksi

dengan senyawa kimia.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian adalah ekstrak daun mahkota dewa dosis 400

mg/kgBB, ekstrak daun asam jawa dosis 400 mg/kgBB, kombinasi ekstrak daun

mahkota dewa dosis 100 mg/kgBB dan ekstrak daun asam jawa dosis 100 mg/kgBB,

kombinasi ekstrak daun mahkota dewa dosis 200 mg/kgBB dan ekstrak daun asam

jawa dosis 200 mg/kgBB, kombinasi ekstrak daun mahkota dewa dosis 400 mg/kgBB

dan ekstrak daun asam jawa dosis 400 mg/kgBB, kontrol negatif tween 80 2% dan

pembanding asetosal dosis 65 mg/kgBB.

3.4.2 Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ekstrak etanol daun asam jawa adalah efek

analgetik yang timbul pada mencit putih jantan galur swiss-webster. Parameter efek

analgetik adalah respon geliat mencit pada setiap perlakuan.


23

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pengambilan Sampel

Sampel daun mahkota dewa dan buah asam jawa diperoleh dari

3.5.2 Klarifikasi Tumbuhan

Klarifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium ANDA Jurusan Biologi FMIPA

Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat.

3.5.3 Penyiapan Hewan Percobaan

Aklimatisasi hewan percobaan selama 7 hari, diberikan makanan dan minuman

secukupnya. Berat badan hewan ditimbang dan diamati tingkah lakunya. Selama

aklimatisasi berat badan naik atau turun tidak lebih dari 10% serta menunjukkan

tingkah laku yang normal (Depkes RI, 1979).

3.5.4 Ekstraksi Daun Mahkota Dewa

Daun mahkota dewa dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan kemudian

dikering anginkan lalu ditimbang sebanyak 500 g. Daun dirajang kecil-kecil

selanjutnya daun dimasukkan kedalam labu destilasi, lalu tambahkan pelarut etanol

sampai sampel terendam semuanya, setelah itu direfluks selama 3 x 3 jam, kemudian

saring hasil refluks. Destilasi vakum hasil refluks dan kentalkan dengan rotary

evaporator sehingga didapat ekstrak kental.


24

3.5.5 Ekstraksi Daun Asam Jawa

Daun asam jawa dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan kemudian dikering

anginkan lalu ditimbang sebanyak 500 g. Daun dirajang kecil-kecil selanjutnya daun

dimasukkan kedalam labu destilasi, lalu tambahkan pelarut etanol sampai sampel

terendam semuanya, setelah itu direfluks selama 3 x 3 jam, kemudian saring hasil

refluks. Destilasi vakum hasil refluks dan kentalkan dengan rotary evaporator sehingga

didapat ekstrak kental.

3.5.6 Perencanaan Dosis Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa

Dosis asetosal digunakan dosis pada manusia yang dikonversi ke mencit, yaitu 65

mg/kgBB. Dosis ekstrak daun mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini

mengacu pada penelitian Yusuf (2013) yang menimbulkan efek analgetik dengan dosis

ekstrak 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb dan 400 mg/kgbb. Sedangkan ekstrak daun asam

jawa mengacu pada penelitian Akor (2015) yang mempunyai efek antiinflamasi

dengan dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb. Lalu dikombinasikan dan

didapat 3 variasi dosis yaitu masing-masing terdiri dari dosis rendah, sedang dan

tertinggi antara lain:

1. Ekstrak daun mahkota dewa dosis 100 mg/kgbb dan ekstrak daun asam jawa dosis

100 mg/kgbb

2. Ekstrak daun mahkota dewa dosis 200 mg/kgbb dan ekstrak daun asam jawa dosis

200 mg/kgbb

3. Ekstrak daun mahkota dewa dosis 400 mg/kgbb dan ekstrak daun asam jawa dosis

400 mg/kgbb
25

3.6 Pembuatan Larutan Sediaan Uji

3.6.1 Larutan Tween 80 Konsentrasi 2% b/v

Ambil tween 80 sebanyak 0,2 g tambahkan aquades sedikit demi sedikit sambil

diaduk hingga homogen, tambahkan aquades hingga volume 10 ml. Untuk mencit 20

g diberikan 0,2 ml secara peroral.

3.6.2 Larutan Induksi Asam Asetat 1%

Asam asetat 1% diperoleh dari asam asetat glasial 99,8% yang diencerkan menjadi

10% . Ambil 1 ml asam asetat 10% lalu masukan ke labu ukur 10 ml, tambahkan

larutan NaCl fisiologis hingga tanda batas. Untuk mencit 20 g diberikan 0,2 ml secara

intra peritoneal.

3.6.3 Suspensi Asetosal

Gerus 1 tablet asetosal, lalu timbang sebanyak 80,6 mg (setara dengan 65 mg

asetosal), lalu ditambahkan tween 80 2% sebanyak 0,2 ml ditambahkan aquadest

sedikit digerus homogen, masukan ke dalam labu ukur 10 ml, tambah aquadest sampai

tanda batas. Untuk mencit 20 g diberikan 0,2 ml secara per oral.

3.6.4 Suspensi sediaan uji

1. Dosis tunggal ekstrak daun mahkota dewa 400 mg/kgbb

Timbang 200 mg ekstrak kental daun tempuyung, lalu ditambahkan tween 80 2 %

sebanyak 0,2 ml ditambahkan sedikit digerus homogen, masukan kedalam labu ukur

10 ml, tambah aquadest sampai tanda batas. Untuk mencit 20 g diberikan 0,2 ml secara

per oral.
26

2. Dosis tunggal ekstrak daun asam jawa 400 mg/kgbb

Timbang 200 mg ekstrak kental daun tempuyung, lalu ditambahkan tween 80 2 %

sebanyak 0,2 ml ditambahkan sedikit digerus homogen, masukan kedalam labu ukur

10 ml, tambah aquadest sampai tanda batas. Untuk mencit 20 g diberikan 0,2 ml secara

per oral.

3. Sediaan Kombinasi ekstrak Daun mahkota dewa 100 mg/kgBB dan ekstrak daun asam

jawa dosis 100 mg/kgBB

Timbang 100 mg ekstrak daun mahkota dewa gerus tambahkan 100 mg ekstrak daun asam

jawa gerus, lalu ditambahkan dengan tween 80 2 % sebnyak 0,2 ml ditambahkan aquadest

sedikit digerus homogen, masukan kedalam labu ukur 10 ml. Tambah aquadest sampai tanda

batas. Untuk mencit 20 g diberikan 0,2 ml secara per oral.

4. Sediaan Kombinasi ekstrak Daun mahkota dewa 200 mg/kgBB dan ekstrak daun asam

jawa dosis 200 mg/kgBB

Timbang 200 mg ekstrak daun mahkota dewa gerus tambahkan 200 mg ekstrak daun asam

jawa gerus, lalu ditambahkan dengan tween 80 2 % sebnyak 0,2 ml ditambahkan aquadest

sedikit digerus homogen, masukan kedalam labu ukur 10 ml. Tambah aquadest sampai tanda

batas. Untuk mencit 20 g diberikan 0,2 ml secara per oral.

5. Sediaan Kombinasi ekstrak Daun mahkota dewa 400 mg/kgBB dan ekstrak daun asam

jawa dosis 400 mg/kgBB

Timbang 400 mg ekstrak daun mahkota dewa gerus tambahkan 400 mg ekstrak daun asam

jawa gerus, lalu ditambahkan dengan tween 80 2 % sebnyak 0,2 ml ditambahkan aquadest

sedikit digerus homogen, masukan kedalam labu ukur 10 ml. Tambah aquadest sampai tanda

batas. Untuk mencit 20 g diberikan 0,2 ml secara per oral.


27

3.7 Uji Analgetik

3.7.1 Prosedur Uji Analgetik

Uji analgetik kombinasi ekstrak daun mahkota dewa dan daun asam jawa

terhadap hewan uji akan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut ini :

1. Mencit diaklimatisasi selama 7 hari.

2. Pada hari ke-8 mencit dipuasakan selama 18 jam sebelum pengujian. Air minum

tetap diberikan.

3. Pada hari pengujian, mencit ditimbang bobotnya dan dikelompokkan secara acak

menjadi 6 kelompok.

4. Masing-masing kelompok diberi perlakuan yaitu : pemberian aquadest yang

ditambah tween 80 2 % sebagai kontrol (Kelompok I), larutan suspensi sebagai

asetosal dosis 65 mg/kgBB mencit sebagai pembanding (Kelompok II), sediaan uji

dosis tunggal ekstrak daun mahkota dewa dosis 400 mg/kgBB (Kelompok III),

sediaan uji dosis tunggal daun asam jawa sebanyak 400 mg/kgBB (Kelompok IV),

sediaan uji kombinasi ekstrak daun mahkota dewa dosis 100 mg/kgBB dan ekstrak

daun asam jawa sebanyak 100 mg/kgBB (Kelompok V), sediaan uji kombinasi

ekstrak daun mahkota dewa dosis 200 mg/kgBB dan ekstrak daun asam jawa

sebanyak 200 mg/kgBB (Kelompok VI), sediaan uji kombinasi ekstrak daun

mahkota dewa dosis 400 mg/kgBB dan ekstrak daun asam jawa sebanyak 400

mg/kgBB (Kelompok VII)

5. Pada masing-masing kelompok I, II, III, IV, V, VI, VII diberi sediaan secara oral

dengan dosis yang telah ditentukan, setelah satu jam diberikan induksi asam asetat

1% secara intraperitoneal.
28

6. Setelah selang 10 menit, jumlah geliat mencit dihitung dengan interval waktu 5

menit selama 1 jam.

5.7 Parameter Pengukuran

Pada penelitian ini menggunakan parameter yang diukur adalah jumlah respon

geliat mencit.

5.8 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan software spss 20. Semua data

disajikan dalam bentuk tabel dan grafik batang. Data jumlah respon geliat komulatif

yang diperoleh analisa dengan uji ANOVA (Analysis of varians) one way.

DAFTAR PUSAKA

Tjay, Tan Hoan dan K. Rahardja. 2007. Obat-obat penting, Jakarta: PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai