Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI LOKASI DAN SUBYEK PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di Kota Yogyakarta. Penelitian ini

mengambil data di beberapa SMA di Kota Yogyakarta. Alasan peneliti mengambil lokasi

penelitian di Kota Yogyakarta adalah dengan mempertimbangkan keterbatasan geografis dan

praktis seperti waktu, tenaga dan biaya. Alasan peneliti memilih beberapa sekolah saja yang

digunakan sebagai lokasi penelitian juga dikarenakan informan di setiap pengambilan informasi

sangat membantu dalam penelitian ini. Menurut Lexi J Moleong (2006: 132) informan adalah

orang yang di manfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar

penelitian, jadi informan harus mengerti betul tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara

sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun secara sukarela. Hal ini pulalah yang

melatarbelakangi diambilnya beberapa SMA di Kota Yogyakarta sebagai lokasi penelitian.

2. Subyek Penelitian

Penelitian ini akan dikembangkan berdasarkan motif dibalik permasalahan mendalam

tentang pengembangan profesionalisme guru pada kompetensi profesional guru penjas tingkat

sekolah menengah atas (SMA) negeri di Kota Yogyakarta yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh dinas pendidikan Kota Yogyakarta untuk

meningkatkan profesionalisme guru penjas. Subyek penelitian ini atau kemudian disebut

informan adalah praktisi pendidikan di beberapa SMA Kota Yogyakarta yang terdiri dari kepala
sekolah, ketua MGMP Kota Yogyakarta, dan guru penjas yang telah memenuhi kriteria pada

pemilihan informan yang telah dibahas pada bab III.

Sesuai dengan akar permasalahan yang akan dikaji dan di teliti secara mandalam yaitu

pada pengembangan profesionalisme guru pada kompetensi profesional guru penjas tingkat

sekolah menengah atas (SMA) negeri di Kota Yogyakarta yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh dinas pendidikan Kota Yogyakarta untuk

meningkatkan profesionalisme guru penjas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,

sehingga banyak jumlah informan yang bukan menjadi sandaran utama. Namun yang terpenting

adalah kelengkapan data yang berhasil didapat dari sejumlah informan yang telah terpilih.

B. DISKRIPSI HASIL PENELITIAN

Data penelitian tentang upaya untuk menggali tingkat pada pengembangan

profesionalisme guru pada kompetensi profesional guru penjas tingkat sekolah menengah atas

(SMA) negeri di Kota Yogyakarta yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi ini

diperoleh dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, maka dilakukan

analisis data. Analisis data dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan software QSR N-

Vivo 11. Hal pertama yang dilakukan untuk menganalisis data hasil dari lapangan adalah dengan

memasukkan data kedalam software N-Vivo 11 atau biasa disebut input data. Data yang telah

dimasukkan ke dalam N-Vivo 11 dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini.


Gambar 1. Data Masukan Hasil Wawancara di dalam N-Vivo 11

Langkah selanjutnya setalah input data adalah membuat transkrip atau koding untuk

mengetahui hal-hal apa saja yang terkait dengan pengembangan profesionalisme guru penjas.

Proses koding dalam N-Vivo 11 disebut coding nodes atau topik-topik koding. Proses ini dapat

dilihat di tabel 2 berikut ini.

Gambar 2. Proses Koding di dalam N-Vivo 11


Setelah menentukan topik-topik dalam nodes langkah selanjutnya adalah membuat case

classification atau menjabarkan latar belakang dari informan. Data latar belakang yang

membedakan antara informan yang satu dengan informan yang lain adalah pada jenis kelamin,

usia, jabatan da nasal sekolah. Demi menjaga privasi dari informan maka nama informan

disamarkan. Berikut ini case classification informan kunci di dalam N-Vivo 11 dapat dilihat pada

table 3.

Gambar 3. Data Diri Informan Kunci (Case Classification)


Gambar 3. Data Demografi Informan (Case Classification)

Dari hasil penelitian dan data dari informan di atas, proses selanjutnya adalah analisis data

dengan membandingkan topik-topik yang telah dibuat dengan jawaban informan kunci. Topik-

topik atau transkrip dibuat berdasarkan garis besar jawaban informan kunci dari hasil wawancara.

Setiap pertanyaan memiliki data transkrip tersendiri yang nantinya menjadi topik utama dalam

pembahasan. Namun sebelum menganalisisnya, dapat dibuat mind mapping atau peta topik-topik

utama yang dibuat melalui software N-Vivo 11.


Gambar 4. Mind Mapping Topik Utama dalam N-Vivo 11

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa permasalah utama yaitu profesionalisme

guru penjas berdasarkan hasil wawancara informan kunci dapat diambil topik-topik utama yang

berpengaruh terhadap profesionalisme guru penjas diantaranya, (1) Kondisi profesionalisme guru

penjas di Kota Yogyakarta (2) Bentuk program yang akan dilaksankaan; (3) Faktor penghambat

pengembangan; (4) Langkah yang ditempuh dalam menghadapi hambatan; (5) Pengaruh program

pengembangan; (6) Bagaimanakah program-program yang telah dilaksanakan tim MGMP Kota

Yogyakarta. Apabila dijabarkan per sub topik maka akan terlihat jawaban terperinci dari setiap

informan kunci. Bentuk visualisasi per sub topik dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 4. Visualisasi Jawaban (Hierarki Chart) pada N-Vivo 11

Langkah selanjutnya adalah proses analisis data dengan membandingkan jabatan informan

kunci dengan jawaban hasil wawancara. Tahapan dalam menganalisis data dengan jawaban hasil

wawancara menggunakan matrix coding query pada N-Vivo 11. Data yang dianalisis adalah data

per topik yang telah dibuat, sehingga dalam hal ini ada 6 hasil perbandingan data atau 6 matrix

coding query.

Matrix coding query digunakan untuk membandingkan data hasil wawancara

dibandingkan dengan status demografi dari informan. Dalam hal ini peneliti akan membandingkan

status jabatan dengan jawaban dari hasil wawancara. Perbandingan pertama adalah terkait

pertanyaan tentang kondisi profesionalisme guru penjas di Kota Yogyakarta yang dapat dilihat

pada grafik 1.
Grafik 1. Profesionalisme Guru Penjas di Kota Yogyakarta Menurut Informan

Dari grafik di atas dapar di lihat bahwa menurut Kepala Sekolah, profesionalisme guru

penjas ada pada cara mengajarnya. Lebih lengkapnya bahwa cara mengajar guru penjas masih

menggunakan metode konvensional, hal ini terbentuk Karena sudah terbiasa dengan kondisi

mengajar konvensional sehingga sudah menemukan zona nyaman dalam mengajar konvensional.

Menurut Ketua MGMP profesionalisme guru penjas ada pada lemahnya administrasi. Lebih

lengkapnya adalah bahwa administrasi guru penjas ada pada pembuatan PTK. Guru penjas lemah

dalam membuat PTK, apabila ada hanya menggunakan perangkat yang seperti itu-itu saja tidak

ada pengembangan. Sedangkan menurut guru penjas, profesionalisme guru penjas di Kota

Yogyakarta adalah ada pada kurangnya sarana dan prasarana. Kondisi sarana dan prasarana yang

dimiliki sekolah masih dirasa kurang membuat guru kesulitan dalam mengajar.

Perbandingan kedua adalah terkait pertanyaan tentang program pengembangan yang telah

dilaksanakan pada guru penjas di Kota Yogyakarta yang dapat dilihat pada grafik 2.
Grafik 2. Program Pengembangan Profesionalisme Guru Penjas Menurut Informan

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut Kepala Sekolah program pengembangan

yang telah dilakasanakan MGMP Penjas di Kota Yogyakarta adalah pada pengadaan Pelatihan-

pelatihan yaitu berupa pelatihan wasit cabang olahraga agar pada saat siswa sedang mengikuti

perlombaan guru penjas tau akan peraturannya, kemudian pemecahan masalah di lapangan dengan

mencari solusi bersama pada pertemuan MGMP, yang terakhir adalah pengadaan seminar-seminar

keolahragaan agar guru penjas rajin menulis. Kemudian menurut Ketua MGMP adalah pada

pengadaan MGMP di tingkat rayon. Karena dengan diadakannya pertemuan MGMP tingkat rayon,

masalah paling kompleks dapat diatasi bersama. Sedangkan menurut guru penjas adalah pada pada

pelatihan-pelatihan yaitu berupa pelatihan menulis PTK, kemudian memberikan motivasi kepada

guru penjas agar lebih kreatf dan inovatif dalam mengajar, dan yang terakhir adalah mengikuti

seminar-seminar dan studi kasus di lapangan.


Perbandingan ketiga adalah terkait pertanyaan tentang bagaimana pengaruh program

pengembangan pada guru penjas di Kota Yogyakarta yang dapat dilihat pada grafik 3.

Grafik 3. Pengaruh Program Pengembangan pada Guru Penjas Menurut Informan

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut Kepala Sekolah bahwa pengaruh program

pengembangan ada pada peralihan metode mengajar bahwa ada peningkatan dari yang sebelumnya

menggunakan metode konvensional kini mulai beralih menggunakan metode yang baru, kemudian

ada pada peningkatan dalam hal menulis PTK. Menurut Ketua MGMP adalah adanya peningkatan

dalam hal administrasi seperti rajin menulis, membuat RPP, membuat PTK. Namun apabila hal ini

tidak dipantau, maka pola lama akan kembali. Sedangkan menurut guru penjas adanya program

pengembangan yang dilakukan menjadikan adanya pengaruh pada peningkatan guru dalam

menulis PTK.

Perbandingan keempat adalah terkait bagaimana bentuk program pengembangan yang

akan dilaksanakan pada guru penjas di Kota Yogyakarta yang dapat dilihat pada grafik 4.
Grafik 4. Bentuk Program Pengembangan yang akan dilaksanakan Menurut Informan

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut Kepala Sekolah terkait bagaimana bentuk

program pengembangan yang akan dilaksanakan adalah pada pembelajaran yang kreatif dan

inovatif dan pelaksanaan sosialisasi K13. Pada pembelajaran yang kreatif dan inovatif adalah

bahwa sebuah keterbatasan sarana dan prasaran menjadi penghambat dalam proses pembelajaran,

guru harus dapat berinovasi agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Kemudian dengan

mengadakan sosialisasi K13 adalah agar guru mampu mengisi kebutuhan guru penjas di masa

mendatang. Kemudian menurut Ketua MGMP bentuk program pengembangan yang akan

dilaksanakan adalah dengan peningkatan kualitas MGMP. Guru penjas harus aktif dalam kegiatan

MGMP, karena dari situlah permasalahan di lapangan akan dibahas dan dipecahkan secara

bersama-sama. Sedangkan menurut guru penjas bahwa bentuk program pengembangan yang akan

dilaksanakan adalah pada sosialisasi K13. Sosialisasi K13 diperlukan dikarenakan masih banyak
guru penjas yang belum melaksanakan tugas dan fungsi dasar seorang guru. Pembelajaran yang

diterapkan masih menggunakan metode konvensional. Dengan sosialisasi K13, guru akan beralih

metode mengajar dari konvensional menjadi metode yang sesuai dengan kurikulum K13.

Perbandingan kelima adalah terkait apa saja yang menjadi faktor yang menjadi penghambat

dalam proses pengembangan profesionalisme guru penjas di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada

grafik 5.

Grafik 5. Faktor Penghambat dalam Pengembangan Profesionalisme Menurut Informan

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut kepala sekolah banyak faktor yang menjadi

penghambat dalam proses pengembangan profesionalime guru penjas, diantaranya adalah MGMP

tingkat rayon belum maksimal, luasnya lokasi, latar belakang setiap guru berbeda, dana yang

dibutuhkan lebih besar dibandingkan yang didapat. Menurut Ketua MGMP faktor-faktor yang

menjadi penghambat dalam pengembangan profesionalisme guru penjas di Kota Yogyakarta adalah
pada faktor pribadi guru itu sendiri, motivasi yang didapatkan guru berkurang ketika guru membawa

siswanya menjadi juara, namun penghargaan dari dinas tidak ada. Kemudian kurangnya sumbangan

dana menjadi salah satu penyebab utama dalam pengembangan profesionalisme guru penjas, hal ini

dikarenakan tidak adanya asupan dana dari dinas kota. Alasan terakhir adalah kurangnya

sumbangsih yang diberikan guru penjas dalam mengikuti kegiatan-kegiatan MGMP. Sedangkan

menurut guru penjas faktor-faktor penghambat dalam pengembangan profesionalisme guru penjas

adalah MGMP tingkat rayon yang belum terbentuk secara maksimal, luasnya lokasi, kurangnya

sumbangsih guru penjas dalam mengikuti kegiatan MGMP, jumlah guru penjas yang masih kurang

di sekolah-sekolah yang mengakibatkan tidak adanya pengganti guru saat guru penjas yang

bersangkutan sedang tugas di luar. Selain itu izin dari kepala sekolah yang terlalu sulit atau bahkan

di persulit membuat setiap ada kegiatan MGMP di luar susah untuk diikuti. Kemudian yang terakhir

adalah faktor pribadi guru itu sendiri, guru masih malas untuk menulis PTK, padahal dalam aturan

jelas disebutkan bahwa guru harus mampu menulis PTK.

Perbandingan keenam adalah terkait apa saja langkah yang ditempuh untuk mengatasi

hambatan profesionalisme guru penjas di Kota Yogyakarta terdapat pada grafik 6.


Grafik 6. Langkah yang di Tempuh Untuk Mengatasi Hambatan Menurut Informan

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut Kepala Sekolah langkah-langkah yang

ditempuh untuk mengatasi hambatan profesionalisme guru penjas di Kota Yogyakarta adalah

dengan sosialisasi pentingnya MGMP, karena dengan adanya MGMP maka masalah guru penjas

dapat dibahas bersama untuk mencari solusinya. Selain itu ada pula dengan memberikan pengertian

kepada Kepala Sekolah akan pentingnya manfaat dari pendidikan jasmani untuk peserta didik.

Dengan memberikan sarana dan prasaran, dimudahkan dalam kegiatan di luar sekolah, dan

dipermudah dalam pendanaannya. Kemudian menurut Ketua MGMP menuturkan langkah-langkah

yang telah diambil adalah dengan dibuat MGMP tingkat rayon, bahkan jika perlu dibuat sub-sub

rayon agar pengawasanna menjadi lebih mudah. Faktor luasnya wilayah Kota Yogyakarta

menjadikan susahnya dalam pengawasan dan pembinaan. Selain itu, langkah lainya yang ditempuh

dalam menghadapi hambatan profesionalisme guru penjas oleh Ketua MGMP adalah dengan

mengadakan sosialisasi pentingna MGMP diadakan. Karena apabila hal tidak diadakan sosialisasi

pentingnya MGMP, guru akan kembali menjadi malas. Kemudian yang terakhir adalah menurut
guru penjas bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam mengatasi hambatan profesionalisme

guru penjas adalah dengan sosialisasi pentingya profesionalisme guru, hal ini dilakukan agar guru

sadar dan mampu melaksanakan tupoksinya dengan baik tanpa harus diawasi. Kemudian dengan

membuat MGMP rayon guna memudahkan pelaksanaan MGMP dari permasalahan luasnya Kota

Yogyakarta. Kemudian adalah dengan kunjungan ke sekolah-sekolah untuk menemukan permasalah

langsung di sekolah yang dikunjungi. Kemudian yang terakhir adalah dengan melaksanakan

koordinasi dengan dinas dan Kepala Sekolah melalui MKKS guna memudahkan pelaksanaan

PEMBAHASAN

Olahraga belum menjadi kebutuhan pokok masyarakat, kita sering kali melihat bahwa

olahraga bagi sebagian kalangan adalah sebagai pelengkap saja. Belum ada waktu khusus yang

disediakan untuk berolahraga. Kini setelah munculnya futsal, olahraga semakin menancapkan

kejayaanya ditengah masyarakat yang sehari-harinya harus bekerja memenuhi kebutuhan hidup

yang semakin sulit. Alternatif ini dianggap mampu mengembalikan penat setelah seharian

bekerja dibawah tekanan psikologis. Pernyataan diatas senada pendapat dengan Justin Laksana

dan Iskhak Pardosi (2008: 103) bahwa futsal telah memberikan solusi baru bagi mereka yang

ingin mengalihkan kegiatan rutinitas sehari-hari. Dalam beberapa tahun terahir puluhan

lapangan dari berbagai kelas telah dapat dinikmati oleh pengemar olahraga ini

Para pemilik lapangan banyak yang memanfaatkan ruangan-ruangan yang telah ada,

bahkan juga tidak segan untuk menyewa ruang di mal atau pusat-pusat perbelanjaan untuk

disulap menjadi lapangan futsal. Lapangan futsal tumbuh seperti jamur dimusim hujan. Bukan

hanya di Jakarta, Bandung, Medan, dan kota-kota besar lainya muncul lapangan-lapangan

futsal. Di Kota Semarang sendiri banyak sekali bermunculan lapangan futsal. Ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kualitas futsal, salah satunya adalah minimnya infrastruktur
lapangan futsal yang sesuai dengan standart International. Berkembangnya arena futsal belum

menjamin peningkatan kualitas, bahkan beberapa bisa menurunkan kualitas futsal itu sendiri.

Salah satunya adalah Penggunaan turf atau rumput syntetis serta ukuran lapangan yang

menggunakan standart minimun nasional.

Futsal di Kota Semarang sendiri sudah sangat berkembang begitu pesat, hal ini dapat

dilihat dengan banyaknya lapangan-lapangan yang bermunculan. Di Kota Semarang Pengemar

olahraga futsal sangat banyak sekali dari anak-anak, hingga orang dewasa dan bahkan orang

tua. Faktor usia tidak menghalangi siapapun untuk memainkan olahraga ini, hal itu karena

lapangan futsal relatife lebih kecil dibangdingkan dengan lapangan sepakbola. Sejalan dengan

semakin berkembangnya olahraga futsal yang ada di Kota Semarang, lapangan pun semakin

banyak dijumpai di berbagai sudut kota.

Dari beberapa tabel yang ada diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa para pemilik

sebagian besar membangun lapangan futsal ini tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan

bisnis mereka walaupun ada yang menjawab membangun lapangan dengan tujuan ingin

memasyarakatkan futsal. Sebagian besar pemilik berlatar belakang pengusaha, event-event

yang diberikan lebih bermuatan bisnis daripada pembinaan. Dari 15 lapangan yang diteliti

hanya ada 1 lapangan yang sudah memenuhi standar walaupun pemilik berlatar belakang

seorang pengusaha, tapi dia juga mantan pemain sepakbola profesional dan saat ini juga masih

aktif sebagai official salah satu tim divisi utama, sebelum membangun dia juga berkoordinasi

dulu pada orang yang tahu tentang futsal.

Untuk alasan membangun lapangan para pemilik sebagian besar menjawab karena

mereka melihat banyaknya pengemar futsal yang ada di Kota Semarang ini, sehingga mereka

berpikir jika dia membangun lapangan futsal akan banyak dikunjungi para pengemar yang ingin
menyewa. Hal ini menunjukan bahwa mereka membangun lapangan futsal ini untuk

kepentingan bisnis mereka. Untuk turnamen-turnamen, apakah hal itu perlu diadakan rutin para

pemilik semua pemilik menjawab perlu, mereka beralasan bahwa dengan turnamen-turnamen

lapangan mereka jadi akan tambah ramai dengan begitu lapangan akan lebih dikenal masyarakat

luas. Tapi ada juga informan yang menjawab selain untuk promosi turnamen juga untuk lebih

memperkenalkan futsal kepada masyarakat luas.

Lapangan-lapangan yang diteliti sebagian besar tidak pernah sepi dari pengunjung.

Rata-rata perhari 6-7 tim yang menyewa, biasanya lapangan penuh pada saat hari sabtu dan

minggu. Para penyewa kebanyakan adalah mahasiswa, siswa dan karyawan. Biaya sewa perjam

bermacam-macam rata-rata adalah 120 ribu perjam untuk malam hari dan 80 ribu untuk siang

hari dan member.

Lapangan-lapangan yang ada kebanyakan terbuat dari rumput sintetik hanya ada

beberapa yang mengunakan fiber. Lapangan juga dikelilingi besi beton yang berjarak sekitar 2

meter dari pinggir garis lapangan, semua sisi lapangan dibatasi dengan jaring-jaring, dengan

begitu pemain tidak perlu repot mengambil bola tetapi ini menjadi sebuah masalah besar karena

kebanyakan rajut dipasang hanya sejengkal jari sehingga menyulitkan pemain jika akan

melakukan tendangan ke dalam atau tendangan sudut, sehingga akan membatasi gerak pemain

tersebut terutama penjaga gawang jika melakukan lemparan terlalu tinggi maka bola akan

membentur jaring karena tinggi jaring tidak sampai 3 meter. Akan tetapi tidak semuan lapangan

yang ada di Kota Semarang ini tidak memenuhi standart, dari beberapa lapangan yang menjadi

tempat penelitian hanya ada 1 lapangan yang memenuhi standart dan yang lainya mengunakan

standart minimum nasional.


Hal inilah yang harus segera dibenahi, memasyarakatkan futsal berarti

memperkenalkan aturan-aturan yang benar, termasuk fasilitasnya. BFN dalam hal ini harus

turun tangan mengawasi lapangan-lapangan futsal yang bermunculan terutama pengawasan

mengenai masalah sarana dan prasarana yang kebanyakan hanya asal-asalan membangun tanpa

mempehatikan sisi kenyamanan dan keamanan.

Untuk Responden dalam hal ini adalah pemain yang menyewa lapangan mempunyai

Pendapat yang beragam terhadap pertanyaan yang diberikan peneliti, kebanyakan dari mereka

menganggap bahwa lapangan yang mereka gunakan sudah baik. keterlibatan pengunjung dalam

sebuah ruang di dalam futsal hampir tanpa kritik yang berarti tentang sarana yang ada semacam

pelayanan, sarana prasarana, biaya sewa bernada positif hanya sarana lapangan yang kecil yang

sering menjadi keluhan. Meskipun demikian semua pengunjung melakukan penilaian secara

umum terhadap keadaan lapangan yang bersangkutan adalah baik, sebagian pengunjung

menilai lapangan yang mereka gunakan sudah bagus dan fasilitas-fasilitas penunjang lainya

juga sama baiknya. Hal ini membuktikan bahwa mereka tidak mengetahui aturan-aturan.

ukuran ataupun elemen penting dalam olahraga futsal ini. Hal inilah yang justru akan

menghambat kemajuan futsal ini sendiri. Sebagian besar penyewa lapangan (pemain) tidak

mengetahui peraturan olahraga futsal ini, mereka kebanyakan hanya asal-asalan bermain, tanpa

mengacu pada peraturan yang sudah ada. Hal ini menunjukan bahwa peraturan dalam futsal

yang begitu ketat tidak sepenuhnya dipraktikan pada futsal yang dikenal masyarakat pada

umumnya.

Motivasi pemain bermain futsal sebagian besar untuk mengisi waktu kosong dan

hobi untuk tujuan prestasi dan kebugaran, mereka berolahraga juga tidak tentu, rata-rata

penyewa yang diwawancara kebanyakan bermain futsal satu bulanya dua kali. Hal ini
menunjukan bahwa keikutsertaan mereka dalam bermain futsal belum mencapai kesungguhan

dalam perspektif ilmiah bahwa latihan harus mencapai kaidah-kaidah tertentu separti intensitas,

frekuensi, volume dan kontinuitas. Sebagian besar penyewa menganggap biaya sewa yang

ditawarkan termasuk murah dan ada juga yang menjawab biasa saja. Mereka beralasan bahwa

biaya seperti itu sangat wajar dan mereka menganggap murah karena biaya seperti ditanggung

10 orang (1 tim).

Dari hasil uraian diatas hampir tidak didapati orang olahraga yang ikut terlibat

langsung mengurusi futsal ini. Hal ini merupakan suatu kegagalan orang-orang olahraga

menangkap peluang-peluang seperti itu sebagai peluang mereka. Untuk fakta dilapangan justru

orang yang tidak tahu tentang olahraga yang kebanyakan ikut terlibat langsung mengurusi futsal

ini. Hal inilah yang akan menghambat kemajuan futsal itu sendiri, situasinya akan menjadi lain

jika yang mengurusi futsal ini adalah orang yang tahu tentang olahraga. Berkembangnya

olahraga futsal memang tidak lepas dari komersialisasi, tetapi dibalik sisi negatif itu juga

banyak sekali hal positif yang bisa kita ambil dari sana. Memang futsal yang berkembang saat

ini adalah akibat dari para pengusaha yang berlomba-lomba meraup keuntungan dari futsal.

Para pemilik yang berlatar belakang seorang pengusaha lebih mementingkan kemajuan usaha

mereka daripada kemajuan futsal sendiri sehingga hal ini akan meminggirkan futsal itu sendiri.

Tapi hal ini juga tidak bisa disalahkan begitu saja, sebab futsal bisa meriah seperti sekarang

juga karena para pengusaha itu yang menyediakan sarana dan prasarana.

Melihat fenomena diatas hal ini bisa dijadikan sebuah refleksi bagi prodi PJKR, saat

profesi guru sulit untuk didapatkan sebagai sebuah pekerjaan maka kita bisa memanfaatkan

peluang-peluang seperti fenomena futsal ini. Prodi PJKR harus membekali para mahasiswanya
sesuai dengan keahlianya masing-masing untuk bisa bersaing memanfaatkan peluang sekecil

apapun sebagai pekerjaan mereka.

Salah satu yang bisa kita manfaatkan dengan berkembangnya futsal ini adalah

memiliki sebuah EO (event organiser). Modal yang dibutuhkan untuk mengelola sebuah EO

tidak terlalu banyak, sebab peran sponsor adalah hal yang paling krusial. Kegiatan EO meliputi

pengadaan suatu acara, seperti mengadaka turnamen futsal, EO bertugas merancang,

melaksanakan dan mengevaluasi suatu acara. Setiap orang bisa memiliki EO apalagi orang

olahraga, mengumpulkan anggota bagi orang olahraga bukanlah hal yang sulit jika para

mahasiswa dibekali keterampilan untuk mengelola sebuah EO.

Saat ini EO yang dimiliki oleh orang olahraga malah belum terlihat hal ini memang

sangat beralasan karena futsal di Indonesia masih tergolong baru. Mungkin untuk kedepanya

diharapkan para orang-orang olahraga ini memiliki sebuah EO sendiri untuk kemajuan futsal

itu sendiri. Selain EO kita juga bisa memanfaatkan ini dengan menjadi pelatih, manajer sebuan

tim, pengelola atau bahkan menjadi pemilik lapangan futsal.

Dengan berkembangnya lapangan-lapangan futsal ini secara tidak langsung juga telah

memberikan dampak positif terhadap perkembangan futsal ataupun memberikan berkah

tersendiri terhadap orang-orang yang ada didalamnya, dengan adanya futsal juga telah

memperbanyak lapangan pekerjaan seperti tukang parkir, kantin dan karyawan-karyawan.

Sehingga dengan adanya lapangan-lapangan tersebut juga telah membantu pemerintah dalam

hal membuka lapangan pekerjaan baru.

Memasyarakatkan futsal berarti juga harus memperkenalkan aturan main yang benar.

Sebab futsal yang kini semakin digemari harus disertai dengan pemahaman yang benar tentang

aturan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini BFN bertugas malakukan pendekatan dan sosialisasi
kepada masyarakat luas mengenai aturan main futsal. Kalau perlu disetiap lapangan dipasang

aturan-aturan permainan sehingga pemain menjadi tahu tidak hanya asal-asalan bermain. Demi

kemajuan dan peningkatan kemampuan para pemain futsal diperlukan peranan penting dari

pemerintah. Partisipasi pemerintah dapat diwujudkan melalui program-program yang dapat

menunjang serta merealisasikan keinginan bersama dalam hal memajukan olahraga futsal ini

tengah masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai