1. Lokasi Penelitian
mengambil data di beberapa SMA di Kota Yogyakarta. Alasan peneliti mengambil lokasi
praktis seperti waktu, tenaga dan biaya. Alasan peneliti memilih beberapa sekolah saja yang
digunakan sebagai lokasi penelitian juga dikarenakan informan di setiap pengambilan informasi
sangat membantu dalam penelitian ini. Menurut Lexi J Moleong (2006: 132) informan adalah
orang yang di manfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian, jadi informan harus mengerti betul tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara
sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun secara sukarela. Hal ini pulalah yang
2. Subyek Penelitian
tentang pengembangan profesionalisme guru pada kompetensi profesional guru penjas tingkat
sekolah menengah atas (SMA) negeri di Kota Yogyakarta yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh dinas pendidikan Kota Yogyakarta untuk
meningkatkan profesionalisme guru penjas. Subyek penelitian ini atau kemudian disebut
informan adalah praktisi pendidikan di beberapa SMA Kota Yogyakarta yang terdiri dari kepala
sekolah, ketua MGMP Kota Yogyakarta, dan guru penjas yang telah memenuhi kriteria pada
Sesuai dengan akar permasalahan yang akan dikaji dan di teliti secara mandalam yaitu
pada pengembangan profesionalisme guru pada kompetensi profesional guru penjas tingkat
sekolah menengah atas (SMA) negeri di Kota Yogyakarta yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh dinas pendidikan Kota Yogyakarta untuk
sehingga banyak jumlah informan yang bukan menjadi sandaran utama. Namun yang terpenting
adalah kelengkapan data yang berhasil didapat dari sejumlah informan yang telah terpilih.
profesionalisme guru pada kompetensi profesional guru penjas tingkat sekolah menengah atas
(SMA) negeri di Kota Yogyakarta yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi ini
diperoleh dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, maka dilakukan
analisis data. Analisis data dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan software QSR N-
Vivo 11. Hal pertama yang dilakukan untuk menganalisis data hasil dari lapangan adalah dengan
memasukkan data kedalam software N-Vivo 11 atau biasa disebut input data. Data yang telah
Langkah selanjutnya setalah input data adalah membuat transkrip atau koding untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang terkait dengan pengembangan profesionalisme guru penjas.
Proses koding dalam N-Vivo 11 disebut coding nodes atau topik-topik koding. Proses ini dapat
classification atau menjabarkan latar belakang dari informan. Data latar belakang yang
membedakan antara informan yang satu dengan informan yang lain adalah pada jenis kelamin,
usia, jabatan da nasal sekolah. Demi menjaga privasi dari informan maka nama informan
disamarkan. Berikut ini case classification informan kunci di dalam N-Vivo 11 dapat dilihat pada
table 3.
Dari hasil penelitian dan data dari informan di atas, proses selanjutnya adalah analisis data
dengan membandingkan topik-topik yang telah dibuat dengan jawaban informan kunci. Topik-
topik atau transkrip dibuat berdasarkan garis besar jawaban informan kunci dari hasil wawancara.
Setiap pertanyaan memiliki data transkrip tersendiri yang nantinya menjadi topik utama dalam
pembahasan. Namun sebelum menganalisisnya, dapat dibuat mind mapping atau peta topik-topik
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa permasalah utama yaitu profesionalisme
guru penjas berdasarkan hasil wawancara informan kunci dapat diambil topik-topik utama yang
berpengaruh terhadap profesionalisme guru penjas diantaranya, (1) Kondisi profesionalisme guru
penjas di Kota Yogyakarta (2) Bentuk program yang akan dilaksankaan; (3) Faktor penghambat
pengembangan; (4) Langkah yang ditempuh dalam menghadapi hambatan; (5) Pengaruh program
pengembangan; (6) Bagaimanakah program-program yang telah dilaksanakan tim MGMP Kota
Yogyakarta. Apabila dijabarkan per sub topik maka akan terlihat jawaban terperinci dari setiap
informan kunci. Bentuk visualisasi per sub topik dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 4. Visualisasi Jawaban (Hierarki Chart) pada N-Vivo 11
Langkah selanjutnya adalah proses analisis data dengan membandingkan jabatan informan
kunci dengan jawaban hasil wawancara. Tahapan dalam menganalisis data dengan jawaban hasil
wawancara menggunakan matrix coding query pada N-Vivo 11. Data yang dianalisis adalah data
per topik yang telah dibuat, sehingga dalam hal ini ada 6 hasil perbandingan data atau 6 matrix
coding query.
dibandingkan dengan status demografi dari informan. Dalam hal ini peneliti akan membandingkan
status jabatan dengan jawaban dari hasil wawancara. Perbandingan pertama adalah terkait
pertanyaan tentang kondisi profesionalisme guru penjas di Kota Yogyakarta yang dapat dilihat
pada grafik 1.
Grafik 1. Profesionalisme Guru Penjas di Kota Yogyakarta Menurut Informan
Dari grafik di atas dapar di lihat bahwa menurut Kepala Sekolah, profesionalisme guru
penjas ada pada cara mengajarnya. Lebih lengkapnya bahwa cara mengajar guru penjas masih
menggunakan metode konvensional, hal ini terbentuk Karena sudah terbiasa dengan kondisi
mengajar konvensional sehingga sudah menemukan zona nyaman dalam mengajar konvensional.
Menurut Ketua MGMP profesionalisme guru penjas ada pada lemahnya administrasi. Lebih
lengkapnya adalah bahwa administrasi guru penjas ada pada pembuatan PTK. Guru penjas lemah
dalam membuat PTK, apabila ada hanya menggunakan perangkat yang seperti itu-itu saja tidak
ada pengembangan. Sedangkan menurut guru penjas, profesionalisme guru penjas di Kota
Yogyakarta adalah ada pada kurangnya sarana dan prasarana. Kondisi sarana dan prasarana yang
dimiliki sekolah masih dirasa kurang membuat guru kesulitan dalam mengajar.
Perbandingan kedua adalah terkait pertanyaan tentang program pengembangan yang telah
dilaksanakan pada guru penjas di Kota Yogyakarta yang dapat dilihat pada grafik 2.
Grafik 2. Program Pengembangan Profesionalisme Guru Penjas Menurut Informan
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut Kepala Sekolah program pengembangan
yang telah dilakasanakan MGMP Penjas di Kota Yogyakarta adalah pada pengadaan Pelatihan-
pelatihan yaitu berupa pelatihan wasit cabang olahraga agar pada saat siswa sedang mengikuti
perlombaan guru penjas tau akan peraturannya, kemudian pemecahan masalah di lapangan dengan
mencari solusi bersama pada pertemuan MGMP, yang terakhir adalah pengadaan seminar-seminar
keolahragaan agar guru penjas rajin menulis. Kemudian menurut Ketua MGMP adalah pada
pengadaan MGMP di tingkat rayon. Karena dengan diadakannya pertemuan MGMP tingkat rayon,
masalah paling kompleks dapat diatasi bersama. Sedangkan menurut guru penjas adalah pada pada
pelatihan-pelatihan yaitu berupa pelatihan menulis PTK, kemudian memberikan motivasi kepada
guru penjas agar lebih kreatf dan inovatif dalam mengajar, dan yang terakhir adalah mengikuti
pengembangan pada guru penjas di Kota Yogyakarta yang dapat dilihat pada grafik 3.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut Kepala Sekolah bahwa pengaruh program
pengembangan ada pada peralihan metode mengajar bahwa ada peningkatan dari yang sebelumnya
menggunakan metode konvensional kini mulai beralih menggunakan metode yang baru, kemudian
ada pada peningkatan dalam hal menulis PTK. Menurut Ketua MGMP adalah adanya peningkatan
dalam hal administrasi seperti rajin menulis, membuat RPP, membuat PTK. Namun apabila hal ini
tidak dipantau, maka pola lama akan kembali. Sedangkan menurut guru penjas adanya program
pengembangan yang dilakukan menjadikan adanya pengaruh pada peningkatan guru dalam
menulis PTK.
akan dilaksanakan pada guru penjas di Kota Yogyakarta yang dapat dilihat pada grafik 4.
Grafik 4. Bentuk Program Pengembangan yang akan dilaksanakan Menurut Informan
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut Kepala Sekolah terkait bagaimana bentuk
program pengembangan yang akan dilaksanakan adalah pada pembelajaran yang kreatif dan
inovatif dan pelaksanaan sosialisasi K13. Pada pembelajaran yang kreatif dan inovatif adalah
bahwa sebuah keterbatasan sarana dan prasaran menjadi penghambat dalam proses pembelajaran,
guru harus dapat berinovasi agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Kemudian dengan
mengadakan sosialisasi K13 adalah agar guru mampu mengisi kebutuhan guru penjas di masa
mendatang. Kemudian menurut Ketua MGMP bentuk program pengembangan yang akan
dilaksanakan adalah dengan peningkatan kualitas MGMP. Guru penjas harus aktif dalam kegiatan
MGMP, karena dari situlah permasalahan di lapangan akan dibahas dan dipecahkan secara
bersama-sama. Sedangkan menurut guru penjas bahwa bentuk program pengembangan yang akan
dilaksanakan adalah pada sosialisasi K13. Sosialisasi K13 diperlukan dikarenakan masih banyak
guru penjas yang belum melaksanakan tugas dan fungsi dasar seorang guru. Pembelajaran yang
diterapkan masih menggunakan metode konvensional. Dengan sosialisasi K13, guru akan beralih
metode mengajar dari konvensional menjadi metode yang sesuai dengan kurikulum K13.
Perbandingan kelima adalah terkait apa saja yang menjadi faktor yang menjadi penghambat
dalam proses pengembangan profesionalisme guru penjas di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada
grafik 5.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut kepala sekolah banyak faktor yang menjadi
penghambat dalam proses pengembangan profesionalime guru penjas, diantaranya adalah MGMP
tingkat rayon belum maksimal, luasnya lokasi, latar belakang setiap guru berbeda, dana yang
dibutuhkan lebih besar dibandingkan yang didapat. Menurut Ketua MGMP faktor-faktor yang
menjadi penghambat dalam pengembangan profesionalisme guru penjas di Kota Yogyakarta adalah
pada faktor pribadi guru itu sendiri, motivasi yang didapatkan guru berkurang ketika guru membawa
siswanya menjadi juara, namun penghargaan dari dinas tidak ada. Kemudian kurangnya sumbangan
dana menjadi salah satu penyebab utama dalam pengembangan profesionalisme guru penjas, hal ini
dikarenakan tidak adanya asupan dana dari dinas kota. Alasan terakhir adalah kurangnya
sumbangsih yang diberikan guru penjas dalam mengikuti kegiatan-kegiatan MGMP. Sedangkan
menurut guru penjas faktor-faktor penghambat dalam pengembangan profesionalisme guru penjas
adalah MGMP tingkat rayon yang belum terbentuk secara maksimal, luasnya lokasi, kurangnya
sumbangsih guru penjas dalam mengikuti kegiatan MGMP, jumlah guru penjas yang masih kurang
di sekolah-sekolah yang mengakibatkan tidak adanya pengganti guru saat guru penjas yang
bersangkutan sedang tugas di luar. Selain itu izin dari kepala sekolah yang terlalu sulit atau bahkan
di persulit membuat setiap ada kegiatan MGMP di luar susah untuk diikuti. Kemudian yang terakhir
adalah faktor pribadi guru itu sendiri, guru masih malas untuk menulis PTK, padahal dalam aturan
Perbandingan keenam adalah terkait apa saja langkah yang ditempuh untuk mengatasi
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa menurut Kepala Sekolah langkah-langkah yang
ditempuh untuk mengatasi hambatan profesionalisme guru penjas di Kota Yogyakarta adalah
dengan sosialisasi pentingnya MGMP, karena dengan adanya MGMP maka masalah guru penjas
dapat dibahas bersama untuk mencari solusinya. Selain itu ada pula dengan memberikan pengertian
kepada Kepala Sekolah akan pentingnya manfaat dari pendidikan jasmani untuk peserta didik.
Dengan memberikan sarana dan prasaran, dimudahkan dalam kegiatan di luar sekolah, dan
yang telah diambil adalah dengan dibuat MGMP tingkat rayon, bahkan jika perlu dibuat sub-sub
rayon agar pengawasanna menjadi lebih mudah. Faktor luasnya wilayah Kota Yogyakarta
menjadikan susahnya dalam pengawasan dan pembinaan. Selain itu, langkah lainya yang ditempuh
dalam menghadapi hambatan profesionalisme guru penjas oleh Ketua MGMP adalah dengan
mengadakan sosialisasi pentingna MGMP diadakan. Karena apabila hal tidak diadakan sosialisasi
pentingnya MGMP, guru akan kembali menjadi malas. Kemudian yang terakhir adalah menurut
guru penjas bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam mengatasi hambatan profesionalisme
guru penjas adalah dengan sosialisasi pentingya profesionalisme guru, hal ini dilakukan agar guru
sadar dan mampu melaksanakan tupoksinya dengan baik tanpa harus diawasi. Kemudian dengan
membuat MGMP rayon guna memudahkan pelaksanaan MGMP dari permasalahan luasnya Kota
langsung di sekolah yang dikunjungi. Kemudian yang terakhir adalah dengan melaksanakan
koordinasi dengan dinas dan Kepala Sekolah melalui MKKS guna memudahkan pelaksanaan
PEMBAHASAN
Olahraga belum menjadi kebutuhan pokok masyarakat, kita sering kali melihat bahwa
olahraga bagi sebagian kalangan adalah sebagai pelengkap saja. Belum ada waktu khusus yang
disediakan untuk berolahraga. Kini setelah munculnya futsal, olahraga semakin menancapkan
kejayaanya ditengah masyarakat yang sehari-harinya harus bekerja memenuhi kebutuhan hidup
yang semakin sulit. Alternatif ini dianggap mampu mengembalikan penat setelah seharian
bekerja dibawah tekanan psikologis. Pernyataan diatas senada pendapat dengan Justin Laksana
dan Iskhak Pardosi (2008: 103) bahwa futsal telah memberikan solusi baru bagi mereka yang
ingin mengalihkan kegiatan rutinitas sehari-hari. Dalam beberapa tahun terahir puluhan
lapangan dari berbagai kelas telah dapat dinikmati oleh pengemar olahraga ini
Para pemilik lapangan banyak yang memanfaatkan ruangan-ruangan yang telah ada,
bahkan juga tidak segan untuk menyewa ruang di mal atau pusat-pusat perbelanjaan untuk
disulap menjadi lapangan futsal. Lapangan futsal tumbuh seperti jamur dimusim hujan. Bukan
hanya di Jakarta, Bandung, Medan, dan kota-kota besar lainya muncul lapangan-lapangan
futsal. Di Kota Semarang sendiri banyak sekali bermunculan lapangan futsal. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kualitas futsal, salah satunya adalah minimnya infrastruktur
lapangan futsal yang sesuai dengan standart International. Berkembangnya arena futsal belum
menjamin peningkatan kualitas, bahkan beberapa bisa menurunkan kualitas futsal itu sendiri.
Salah satunya adalah Penggunaan turf atau rumput syntetis serta ukuran lapangan yang
Futsal di Kota Semarang sendiri sudah sangat berkembang begitu pesat, hal ini dapat
olahraga futsal sangat banyak sekali dari anak-anak, hingga orang dewasa dan bahkan orang
tua. Faktor usia tidak menghalangi siapapun untuk memainkan olahraga ini, hal itu karena
lapangan futsal relatife lebih kecil dibangdingkan dengan lapangan sepakbola. Sejalan dengan
semakin berkembangnya olahraga futsal yang ada di Kota Semarang, lapangan pun semakin
Dari beberapa tabel yang ada diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa para pemilik
sebagian besar membangun lapangan futsal ini tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan
bisnis mereka walaupun ada yang menjawab membangun lapangan dengan tujuan ingin
yang diberikan lebih bermuatan bisnis daripada pembinaan. Dari 15 lapangan yang diteliti
hanya ada 1 lapangan yang sudah memenuhi standar walaupun pemilik berlatar belakang
seorang pengusaha, tapi dia juga mantan pemain sepakbola profesional dan saat ini juga masih
aktif sebagai official salah satu tim divisi utama, sebelum membangun dia juga berkoordinasi
Untuk alasan membangun lapangan para pemilik sebagian besar menjawab karena
mereka melihat banyaknya pengemar futsal yang ada di Kota Semarang ini, sehingga mereka
berpikir jika dia membangun lapangan futsal akan banyak dikunjungi para pengemar yang ingin
menyewa. Hal ini menunjukan bahwa mereka membangun lapangan futsal ini untuk
kepentingan bisnis mereka. Untuk turnamen-turnamen, apakah hal itu perlu diadakan rutin para
pemilik semua pemilik menjawab perlu, mereka beralasan bahwa dengan turnamen-turnamen
lapangan mereka jadi akan tambah ramai dengan begitu lapangan akan lebih dikenal masyarakat
luas. Tapi ada juga informan yang menjawab selain untuk promosi turnamen juga untuk lebih
Lapangan-lapangan yang diteliti sebagian besar tidak pernah sepi dari pengunjung.
Rata-rata perhari 6-7 tim yang menyewa, biasanya lapangan penuh pada saat hari sabtu dan
minggu. Para penyewa kebanyakan adalah mahasiswa, siswa dan karyawan. Biaya sewa perjam
bermacam-macam rata-rata adalah 120 ribu perjam untuk malam hari dan 80 ribu untuk siang
Lapangan-lapangan yang ada kebanyakan terbuat dari rumput sintetik hanya ada
beberapa yang mengunakan fiber. Lapangan juga dikelilingi besi beton yang berjarak sekitar 2
meter dari pinggir garis lapangan, semua sisi lapangan dibatasi dengan jaring-jaring, dengan
begitu pemain tidak perlu repot mengambil bola tetapi ini menjadi sebuah masalah besar karena
kebanyakan rajut dipasang hanya sejengkal jari sehingga menyulitkan pemain jika akan
melakukan tendangan ke dalam atau tendangan sudut, sehingga akan membatasi gerak pemain
tersebut terutama penjaga gawang jika melakukan lemparan terlalu tinggi maka bola akan
membentur jaring karena tinggi jaring tidak sampai 3 meter. Akan tetapi tidak semuan lapangan
yang ada di Kota Semarang ini tidak memenuhi standart, dari beberapa lapangan yang menjadi
tempat penelitian hanya ada 1 lapangan yang memenuhi standart dan yang lainya mengunakan
memperkenalkan aturan-aturan yang benar, termasuk fasilitasnya. BFN dalam hal ini harus
mengenai masalah sarana dan prasarana yang kebanyakan hanya asal-asalan membangun tanpa
Untuk Responden dalam hal ini adalah pemain yang menyewa lapangan mempunyai
Pendapat yang beragam terhadap pertanyaan yang diberikan peneliti, kebanyakan dari mereka
menganggap bahwa lapangan yang mereka gunakan sudah baik. keterlibatan pengunjung dalam
sebuah ruang di dalam futsal hampir tanpa kritik yang berarti tentang sarana yang ada semacam
pelayanan, sarana prasarana, biaya sewa bernada positif hanya sarana lapangan yang kecil yang
sering menjadi keluhan. Meskipun demikian semua pengunjung melakukan penilaian secara
umum terhadap keadaan lapangan yang bersangkutan adalah baik, sebagian pengunjung
menilai lapangan yang mereka gunakan sudah bagus dan fasilitas-fasilitas penunjang lainya
juga sama baiknya. Hal ini membuktikan bahwa mereka tidak mengetahui aturan-aturan.
ukuran ataupun elemen penting dalam olahraga futsal ini. Hal inilah yang justru akan
menghambat kemajuan futsal ini sendiri. Sebagian besar penyewa lapangan (pemain) tidak
mengetahui peraturan olahraga futsal ini, mereka kebanyakan hanya asal-asalan bermain, tanpa
mengacu pada peraturan yang sudah ada. Hal ini menunjukan bahwa peraturan dalam futsal
yang begitu ketat tidak sepenuhnya dipraktikan pada futsal yang dikenal masyarakat pada
umumnya.
Motivasi pemain bermain futsal sebagian besar untuk mengisi waktu kosong dan
hobi untuk tujuan prestasi dan kebugaran, mereka berolahraga juga tidak tentu, rata-rata
penyewa yang diwawancara kebanyakan bermain futsal satu bulanya dua kali. Hal ini
menunjukan bahwa keikutsertaan mereka dalam bermain futsal belum mencapai kesungguhan
dalam perspektif ilmiah bahwa latihan harus mencapai kaidah-kaidah tertentu separti intensitas,
frekuensi, volume dan kontinuitas. Sebagian besar penyewa menganggap biaya sewa yang
ditawarkan termasuk murah dan ada juga yang menjawab biasa saja. Mereka beralasan bahwa
biaya seperti itu sangat wajar dan mereka menganggap murah karena biaya seperti ditanggung
10 orang (1 tim).
Dari hasil uraian diatas hampir tidak didapati orang olahraga yang ikut terlibat
langsung mengurusi futsal ini. Hal ini merupakan suatu kegagalan orang-orang olahraga
menangkap peluang-peluang seperti itu sebagai peluang mereka. Untuk fakta dilapangan justru
orang yang tidak tahu tentang olahraga yang kebanyakan ikut terlibat langsung mengurusi futsal
ini. Hal inilah yang akan menghambat kemajuan futsal itu sendiri, situasinya akan menjadi lain
jika yang mengurusi futsal ini adalah orang yang tahu tentang olahraga. Berkembangnya
olahraga futsal memang tidak lepas dari komersialisasi, tetapi dibalik sisi negatif itu juga
banyak sekali hal positif yang bisa kita ambil dari sana. Memang futsal yang berkembang saat
ini adalah akibat dari para pengusaha yang berlomba-lomba meraup keuntungan dari futsal.
Para pemilik yang berlatar belakang seorang pengusaha lebih mementingkan kemajuan usaha
mereka daripada kemajuan futsal sendiri sehingga hal ini akan meminggirkan futsal itu sendiri.
Tapi hal ini juga tidak bisa disalahkan begitu saja, sebab futsal bisa meriah seperti sekarang
juga karena para pengusaha itu yang menyediakan sarana dan prasarana.
Melihat fenomena diatas hal ini bisa dijadikan sebuah refleksi bagi prodi PJKR, saat
profesi guru sulit untuk didapatkan sebagai sebuah pekerjaan maka kita bisa memanfaatkan
peluang-peluang seperti fenomena futsal ini. Prodi PJKR harus membekali para mahasiswanya
sesuai dengan keahlianya masing-masing untuk bisa bersaing memanfaatkan peluang sekecil
Salah satu yang bisa kita manfaatkan dengan berkembangnya futsal ini adalah
memiliki sebuah EO (event organiser). Modal yang dibutuhkan untuk mengelola sebuah EO
tidak terlalu banyak, sebab peran sponsor adalah hal yang paling krusial. Kegiatan EO meliputi
melaksanakan dan mengevaluasi suatu acara. Setiap orang bisa memiliki EO apalagi orang
olahraga, mengumpulkan anggota bagi orang olahraga bukanlah hal yang sulit jika para
Saat ini EO yang dimiliki oleh orang olahraga malah belum terlihat hal ini memang
sangat beralasan karena futsal di Indonesia masih tergolong baru. Mungkin untuk kedepanya
diharapkan para orang-orang olahraga ini memiliki sebuah EO sendiri untuk kemajuan futsal
itu sendiri. Selain EO kita juga bisa memanfaatkan ini dengan menjadi pelatih, manajer sebuan
Dengan berkembangnya lapangan-lapangan futsal ini secara tidak langsung juga telah
tersendiri terhadap orang-orang yang ada didalamnya, dengan adanya futsal juga telah
Sehingga dengan adanya lapangan-lapangan tersebut juga telah membantu pemerintah dalam
Memasyarakatkan futsal berarti juga harus memperkenalkan aturan main yang benar.
Sebab futsal yang kini semakin digemari harus disertai dengan pemahaman yang benar tentang
aturan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini BFN bertugas malakukan pendekatan dan sosialisasi
kepada masyarakat luas mengenai aturan main futsal. Kalau perlu disetiap lapangan dipasang
aturan-aturan permainan sehingga pemain menjadi tahu tidak hanya asal-asalan bermain. Demi
kemajuan dan peningkatan kemampuan para pemain futsal diperlukan peranan penting dari
menunjang serta merealisasikan keinginan bersama dalam hal memajukan olahraga futsal ini
tengah masyarakat.