RINGKASAN DISERTASI
M. Asrurifak
NIM : 35005003
(Program Studi Teknik Sipil)
M. Asrurifak
NIM : 35005003
(Program Studi Teknik Sipil)
Ada tiga model sumber gempa yang digunakan dalam analisis ini, yaitu sumber
gempa sesar, subduksi dan background dengan model pengulangan (recurrence
model) yang meliputi eksponensial terpancung (truncated exponential),
karakteristik murni (pure characteristic) dan kombinasi keduanya. Model tiga
dimensi (3D) diwakili oleh geometri sesar dan subduksi, dimana geometrinya
memperhitugkan hasil tomografi dan penetuan nilai slip-rate sudah
mempertimbangkan hasil pengukuran GPS. Sumber gempa background
dimodelkan menggunakan gridded seismicity berdasarkan laju gempa spatially
smoothed. Katalog gempa yang digunakan untuk sumber gempa background
adalah mulai dari 1900 s/d 2009. Katalog Engdahl yang sudah diupdate hingga
tahun 2009 digunakan untuk mengontrol geometri subduksi. Fungsi atenuasi
terbaru seperti Next Generation Attenuation (NGA) telah digunakan, dimana fungsi
2
atenuasi ini disusun dengan menggunakan data gempa global (worldwide data).
Pemakaian fungsi atenuasi disesuaikan dengan model sumber gempa yang ada.
Logic tree juga diterapkan untuk mengendalikan ketidakpastian epistemis termasuk
model pengulangan, magnitude maksimum, dan beberapa fungsi atenuasi.
Dua level potensi bahaya yang dianalisis mewakili kemungkinan resiko terlampaui
10% dalam 50 tahun (gempa 500 tahun) untuk batas standar keselamatan jiwa (life
safety) dan 2% dalam 50 tahun (gempa 2500 tahun) untuk pencegahan keruntuhan
(collapse prevention) bangunan. Hasil analisis dari masing-masing nilai percepatan
gempa ditampilkan dalam bentuk kontur PGA, spektra 0.2 dan 1.0 detik di batuan
dasar.
Zona subduksi yang terjadi di bagian selatan wilayah Indonesia dikenal dengan
Sumber Gempa Busur Sunda yang membentang dari bagian barat Pulau Andaman
di bagian barat sampai pulau Banda di bagian timur. Di bagian timur dari busur
Sunda membentang busur Banda yang dimulai dari bagian timur Pulau Sumbawa
yang membentang ke timur di bawah Pulau Timor melengkung berlawanan arah
jarum jam ke arah utara melewati Pulau Seram dan membentang ke barat sampai
Pulau Buru. Dan dibagian timur wilayah Indonesia, terjadi pertemuan antara
sumber gempa dari barat dan jalur gempa Busur Banda denan jalur gempa akibat
benturan atau pertemuan lempeng Australia dengan lempeng Pasifik. Zona-zona
subduksi utama wilayah Indonesia tersebut merupakan zona-zona sumber gempa
yang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kejadian gempa yang telah
lalu dan yang akan datang.
Fault atau sesar yang ada di lempeng tektonik yang terjadi akibat pegerakannya,
dalam perkembangannya juga mengalami pergerakan dan juga akan memberikan
berkontribusi terhadap kejadian gempa-gempa dangkal. Besarnya magnitude
gempa yang terjadi akibat mekanisme pergerakan sesar ini tergantung pada luasnya
bidang sesar yang saling mengunci (asperity area), makin luas areal asperity-nya
maka kemungkinan akan kejadian gempanya juga semakin besar. Mekanisme
pergerakan sesar ini bisa berupa srike-slip, reverse dan normal.
Keakuratan data tatanan tektonik akan mempengaruhi ketepatan hasil dari analisis
hazard gempa, atau dengan kata lain bahwa makin baik data parameter tektonik
3
yang digunakan untuk analisis hazard gempa, maka makin baik prediksi hazard
yang akan terjadi dimasa yang akan datang sehingga kemungkinan kejadian
terburuknya dapat diantisipasi dengan baik.
Informasi tatanan tektonik Indonesia secara umum sudah cukup baik terutama
untuk daerah Sumatra, tapi untuk daerah Jawa, Indonesia Bagian Tengah dan
Timur masih perlu banyak penelitian yang lebih lanjut.
Lokasi sesar aktif dan subduksi dari hasil trace yang digunakan untuk analisis
hazard untuk Wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut:
Gambar II.1. Tektonik utama Indonesia (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010).
4
III.1. Katalog Gempa
Dalam membuat model sumber gempa, data kejadian gempa yang pernah terjadi di
wilayah Indonesia dan sekitarnya dikumpulkan dalam batasan 10LU - 12LS dan
90BT - 145BT. Data-data gempa tersebut diperoleh dari beberapa sumber yaitu:
1. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia.
2. Nasional Earthquake Information Center U.S. Geological Survey (NEIC-
USGS) dari tahun 1964-2009, dimana data ini merupakan gabungan dari
katalog gempa yang dikeluarkan oleh USGS, The Bureau Central
International de Seismologie (BCIS), International Seimological Summeries
(ISS), International Seimological Center (ISC), Preliminary Determination of
Epicenter (PDE). The Advanced National Seismic System (ANSS) composite
catalog dari world-wide earthquake catalog.
3. Katalog Centennial dari 1900-2002 yang mana merupakan kompilasi katalog
Abe, Abe & Noguchi, Newcomb & McCann, serta Pacheco & Sykes dimana
gempa-gempa menegah sampai besar telah direlokasi dan dikoreksi.
4. Katalog gempa yang sudah direlokasi oleh Engdahl dkk (1998) yang sudah
diupdate hingga tahun 2009, katalog ini posisi hypocenter-nya lebih baik
sehingga berguna untuk mengontrol geometri dari subduksi atau patahan, tapi
kurang cocok untuk pemodelan sumber gempa background karena pada
waktu direlokasi ada beberapa data gempa yang dihilangkan bila datanya
kurang baik.
Tabel III.1. Korelasi konversi antara beberapa skala magnitude untuk wilayah
Indonesia (Asrurifak dkk, 2010)..
Jml Data Kesesuaian
Korelasi Konversi Range Data
(Events) (R2)
Mw = 0.143Ms2 1.051Ms + 7.285 3.173 4.5 Ms 8.6 93.9%
Mw = 0.114mb2 0.556mb + 5.560 978 4.9 mb 8.2 72.0%
Mw = 0.787ME + 1.537 154 5.2 ME 7.3 71.2%
2
mb = 0.125ML - 0.389x + 3.513 722 3.0 < ML < 6.2 56.1%
ML = 0.717MD + 1.003 384 3 MD 5.8 29.1%
6
III.1.2. Analisis Kejadian Gempa Independen
Selain dari gempa utama yang memiliki harga magnitude terbesar, maka deformasi
atau sumber energi yang sama juga menghasilkan gempa yang memiliki magnitude
lebih kecil dari gempa utama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya gempa
utama. Gempa yang terjadi sebelum gempa utama disebut gempa rintisan atau
foreshock, sedangkan yang terjadi setelah gempa utama disebut gempa susulan
atau aftershock. Analisis resiko gempa dilakukan berdasarkan kejadian gempa
utama atau gempa independen (mainshock). Selain dari gempa utama yang
memiliki harga magnitude terbesar, maka deformasi atau sumber energi yang sama
juga menghasilkan gempa yang memiliki magnitude lebih kecil dari gempa utama
pada saat sebelum dan sesudah terjadinya gempa utama. Gempa yang terjadi
sebelum gempa utama disebut gempa rintisan atau foreshock, sedangkan yang
terjadi setelah gempa utama disebut gempa susulan atau aftershock. Analisis resiko
gempa dilakukan berdasarkan kejadian gempa utama atau gempa independen
(mainshock).
Dalam studi ini digunakan model Garner & Knopoff (1974) untuk mencari gempa
utama, hal ini sesuai dengan berbagai analisis yang dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan model-model diatas dan ternyata model Garner & Knopoff (1974)
mempunyai hasil yang cukup baik. Katalog gempa yang diambil dari berbagai
7
sumber diatas dikumpulkan sampai mencapai lebih dari 52.290 kejadian gempa
untuk seluruh wilayah Indonesia dan di sorting dengan model Garner & Knopoff
(1974) akhirnya tertinggal gempa utamanya berjumlah 4.418 kejadian gempa
Gambar III.5.
8
III.2. Model Pengulangan (Recurren Model)
Berbagai cara telah dikembangkan untuk mempelajari kejadian gempa. Model
pengulangan menggambarkan distribusi frekuensi kejadian gempa-gempa kecil
sampai besar dari suatu sumber gempa. Model pengulangan yang merupakan
hubungan magnitude-frekuensi kejadian gempa adalah salah satu cara untuk
menguji aktivitas kegempaan dari suatu daerah. Frequency Magnitude Distribution
(FMD) dari kejadian gempa, yang mana pertama kali diperkenalkan oleh Ishimoto
dan Iida (1939) serta Gutenberg dan Richter (1944) atau GR, mempunyai
persamaan:
log10 N = a b M
dimana N adalah jumlah komulatif dari kejadian gempa lebih besar dari atau sama
dengan magnitude M, a dan b adalah nilai konstanta yang menggambarkan masing-
masing aktivitas dan kemiringan atau dengan kata lain parameter b, atau b-value
adalah menggambarkan rasio dari kejadian gempa kecil ke besar. Hasil ploting GR
ini akan memberikan bentuk hubungan yang mendekati linier. Tahap selanjutnya
dalam karakterisasi sumber gempa adalah penentuan magnitude maksimum. Hal
ini memerlukan garis GR dengan ujung meruncing sampai batas Mmak (Gambar
IV.1a). Distribusi model ini disebut sebagai eksponensial terpancung (truncated
exponential) dan diberikan dalam bentuk eksponensial dengan persamaan sbb:
dimana Mmax adalah maksimum magnitude yang ditetapkan, M min adalah gempa
terkecil yang perlu dipertimbangkan, = b ln (10) dan b kemiringan dari GR
dalam Gambar III.6a.
9
Model distribusi eksponensial terpancung ini digunkan untuk sumber gempa
background. Segmen sesar dan subduksi yang biasanya mempunyai gempa-gempa
besar dengan frekuaensi lebih besar dari rate GR (magnitude karakteristik)
digunakan model distribusi dari Schwartz dan Coppersmith (1984) lihat Gambar
III.6b.
Parameter yang diperlukan dalam membuat suatu model sumber gempa meliputi
seismogenic zones, focal mechanisms dan earthquake catalogues. Kondisi
seismogenic ini termasuk geometri atau geomorfologi lempeng tektonik seperti
sesar dan zona subduksi. Ada tiga model sumber gempa yang digunakan dalam
analisis ini, yaitu sumber gempa background, sumber gempa sesar dan sumber
gempa subduksi.
11
Gambar III.7. Penampakan sesar Palu-Koro dan sesar Poso dari data SRTM
serta model mekanisme gempa yang terjadi disekitarnya
(Meilano, 2010).
Gambar III.8. Analisis slip-rate Cimandiri dari data GPS (Meilano, 2009)
12
Table III.3. Data dan parameter sumber gempa fault daerah Sumatra dan
sekitarnya (Natawidjaja (2010), Meilano (2010) dan Tim Revisi
Gempa Indonesia 2010)
Fault Slip-Rate Sense L Quality
Dip Top Bottom Mmax
ID Name mm/yr Weight Mechanism (km) Map Seis
1 Aceh 2 1 Strike-slip 90 3 20 230 7.7 2 4
Seulimeu
2 2.5 1 Strike-slip 90 3 20 120 7.5 1 1
m
3 Tripa 6 1 Strike-slip 90 3 20 180 7.7 1 1
4 Renun 27 1 Strike-slip 90 3 20 220 7.8 1 1
5 Toru 24 1 Strike-slip 90 3 20 95 7.4 1 1
6 Angkola 19 1 Strike-slip 90 3 20 160 7.6 1 1
7 Barumun 4 1 Strike-slip 90 3 20 125 7.5 1 1
8 Sumpur 23 1 Strike-slip 90 3 20 35 6.9 1 1
9 Sianok 23 1 Strike-slip 90 3 20 90 7.3 1 1
10 Sumani 23 1 Strike-slip 90 3 20 60 7.2 1 1
11 Suliti 23 1 Strike-slip 90 3 20 95 7.4 1 1
12 Siulak 23 1 Strike-slip 90 3 20 70 7.2 1 1
13 Dikit 11 1 Strike-slip 90 3 20 60 7.2 1 1
14 Ketaun 11 1 Strike-slip 90 3 20 85 7.3 1 1
15 Musi 11 1 Strike-slip 90 3 20 70 7.2 1 1
16 Manna 11 1 Strike-slip 90 3 20 85 7.3 1 1
17 Kumering 11 1 Strike-slip 90 3 20 150 7.6 1 1
18 Semangko 5 1 Strike-slip 90 3 20 65 7.2 1 1
19 Sunda 5 1 Strike-slip 90 3 20 150 7.6 2 2
Table III.4. Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Jawa dan
sekitarnya (lanjutan)
Fault Slip-Rate Sense L Quality
Dip Top Bottom Mmax
ID Name mm/yr Weight Mechanism (km) Map Seis
30 Cimandiri 4 1 Strike-slip 90 3 18 62.2 7.2 1 2
31 Opak (Jogja) 2.4 1 Strike-slip 90 3 18 31.6 6.8 4 1
32 Lembang 1.5 1 Strike-slip 90 3 18 34.4 6.6 1 3
33 Pati 0.5 1 Strike-slip 90 3 18 51.4 6.8 4 3
34 Lasem 0.5 1 Strike-slip 90 3 18 114.9 6.5 4 3
35 Flores back-arc 28 1 Reverse-slip 45 3 20 504.6 7.8 2 2
36 Timor back-arc 30 1 Reverse-slip 45 3 20 468.0 7.5 2 2
37 Wetar back-arc 30 1 Reverse-slip 45 3 20 653.0 7.5 2 1
38 Sumba normal 10 1 Normal-slip 60 3 18 339.9 8.3 2 2
39 South Seram thrust 11 1 Normal-slip 45 3 20 415.5 7.5 2-3 2-3
13
Table III.5. Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Sulawesi dan
sekitarnya (lanjutan)
Fault Slip-Rate Sense L Quality
Dip Top Bottom Mmax
ID Name mm/yr Weight Mechanism (km) Map Seis
30 0.25
50 Palu-Koro 35 0.5 Strike-slip 50 3 18 459 7.94 1 1
44 0.25
51 Poso 2 1 Strike-slip 90 3 18 55 6.93 2 3
37 0.5
52 Matano Strike-slip 90 3 18 541 7.90 1 1
44 0.5
53 Lawanopo 25 1 Strike-slip 70 3 15 303 7.59 2 4
54 Walanae 2 1 Strike-slip 90 3 18 227 7.53 4 3
55 Gorontalo 11 1 Strike-slip 80 3 15 93 7.06 4 3
56 Batui thrust 2 1 Reverse-slip 40 3 18 48 7.06 3 3
9 0.5
57 Tolo thrust Reverse-slip 25 3 20 220 7.94 2 2
19 0.5
4 0.5
58 Makassar thrust Reverse-slip 25 3 20 72 7.46 3 3
13 0.5
59 Sulu thrust 10 1 Reverse-slip 45 3 18 72 7.19 2 1
60 West Molucca sea 13 1 Normal-slip 30 3 30 567 8.47 2 3
61 East Molucca sea 29 1 Normal-slip 40 3 30 730 8.47 1 1
Table III.6. Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Papua dan
sekitarnya (lanjutan)
Fault Slip-Rate Sense Quality
Dip Top Bottom L (km) Mmax
ID Name mm/yr Weight Mechanism Map Seis
70 Yapen 46 1 Strike-slip 90 3 18 391.4 7.90 1 1
71 Tarera Aidun 20 1 Strike-slip 90 3 18 102.2 7.30 1 1
72 Sula 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 753.6 7.70 2 1
73 West Sorong 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 292.5 7.90 2 1
74 East Sorong 17 1 Strike-slip 90 3 18 420.7 7.60 2 1
75 Ransiki 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 225.8 7.60 2 1
76 West Mamberambo 22 1 Reverse-slip 30 3 20 150.4 7.12 2 1
77 East Mamberambo 22 1 Reverse-slip 30 3 20 113.3 7.90 2 1
78 Manokwari 10 1 Reverse-slip 20 3 20 218.1 7.90 1 2
79 Waipago 2 1 Strike-slip 90 3 20 203.5 6.80 3 1
80 Highland thrust belt 10 1 Reverse-slip 20 3 18 522.0 7.20 3 2
81 North Papua thrust 12 1 Normal-slip 20 3 20 1176.1 8.20 1 1
14
Gambar III.9. Magnituda maksimum dan slip-rate dari sumber-sumber gempa
sesar (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010).
15
Nilai magnituda maksimum, a-b value serta besarnya Mmax historis untuk sumber
gempa subduksi interface atau Megathrust yang banyak mempengaruhi nilai
kegempaan wilayah Indonesia bisa dilihat pada Tabel III.7. Parameter dan
pemodelan segmen-segmen subduksi tersebut diatas bisa dilihat pada Gambar
III.12.
16
Gambar II.11. Hasil analisis a & b-value untuk segmen Andaman-Sumatra
dan Nias (Mid 1 Sumatra) Megathrust.
Model gridded ini dalam analisisnya dibagi dalam lima interval kedalaman yaitu:
Shallow Background Source (050 km), dan Deep Background Source (50100
km), (100150 km), (150200 km) dan (200300 km).
18
Tabel IV.1. Rumus atenuasi yang digunakan untuk berbagai model sumber gempa.
Model
Rumus Atenuasi
Sumber Gempa
1. Boore-Atkinson NGA (Boore dan Atkinson, 2008)
Fault dan Shallow
2. Campbell-Bozorgnia NGA (Campbell dan Bozorgnia, 2008)
Background
3. Chiou-Youngs NGA (Chiou dan Youngs, 2008)
1. Atkinson-Boore intraslab (Atkinson dan Boore, 2003)
Deep 2. Geomatrix slab seismicity rock (Youngs dkk, 1997)
Background 3. Atkinson-Boore intraslab seismicity world data BC-rock condition (Atkinson
dan Boore, 1995)
1. Geomatrix subduction (Youngs dkk, 1997)
Subduction 2. Atkinson-Boore BC rock & global source (Atkinson dan Boore, 1995)
3. Zhao et al., with variable Vs-30 (Zhao dkk, 2006)
Gambar IV.1. Model logic tree untuk sumber gempa sesar (Fault).
Pemakaian logic tree dalam PSHA sangat diperlukan akibat adanya faktor
ketidakpastian dalam pengelolaan data untuk analisis seismic hazard. Dengan
19
adanya model treatment ini, data, parameter sumber gempa, dan model atenuasi
yang digunakan bisa diakomodir dengan bobot sesuai dengan ketidakpastiannya.
Table IV.2. Nilai koefisien lokasi Fa dari IBC-2009 dan hasil analisis.
MAPPED SPECTRAL RESPONSE ACCELERATION
SITE AT SHORT PERIODS
DATA
CLASS
Ss 0.25 Ss = 0.50 Ss = 0.75 Ss = 1.00 Ss = 1.25 Ss 1.5
IBC-2009 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
B
Hasil Analisis 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
IBC-2009 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0 1.0
C
Hasil Analisis 1.2 1.15 1.1 1.05 1.0 1.0
IBC-2009 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0 1.0
D
Hasil Analisis 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0 1.0
IBC-2009 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9 0.9
E
Hasil Analisis 2.2 1.6 1.4 1.0 0.9 0.9
Table IV.3. Nilai koefisien lokasi Fv dari IBC-2009 dan hasil analisis.
MAPPED SPECTRAL RESPONSE ACCELERATION
SITE AT 1-SECOND PERIODS
DATA
CLASS
S1 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 = 0.4 S1 = 0.5 S1 = 0.7 S1 1.0
IBC-2009 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
B
Hasil Analisis 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
IBC-2009 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.3 1.3
C
Hasil Analisis 1.6 1.5 1.4 1.3 1.3 1.3 1.3
IBC-2009 2.4 2.0 1.8 1.6 1.5 1.5 1.5
D
Hasil Analisis 2.5 2.2 2.0 1.8 1.7 1.6 1.5
IBC-2009 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4 2.4 2.4
E
Hasil Analisis 3.7 3.5 3.2 2.7 2.4 2.1 1.8
20
V. Kesimpulan dan Saran
Informasi tatanan tektonik Indonesia secara umum sudah cukup baik terutama
untuk daerah Sumatra, tapi untuk daerah Jawa, Indonesia Bagian Tengah dan
Timur masih perlu banyak penelitian yang lebih lanjut. Hal ini dapat dilihat dari
karya-karya ilmiyah yang telah dipublikasi hasil penelitian untuk daerah Sumatra
cukup banyak dan detail, sedangkan untuk wilayah Jawa dan Indonesia Bagian
Timur sebaliknya.
Secara umum nilai hazard PGA dengan periode ulang 500 tahun dibatuan dasar
mempunyai nilai yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai hazard yang ada
di SNI-03-1726-2002, hal ini disebabkan karena: 1) memperhitungkan gempa-
gempa besar terkini yang terjadi di Indonesia yang sebelumnya belum diakomodir
pada pembuatan peta hazard yang ada di SNI-03-1726-2002, 2) memperhitungkan
data sesar-sesar aktif hasil studi geologi terkini, 3) Input parameter yang digunakan
dalam analisis telah menggunakan model sumber gempa 3-D dimana fungsi jarak
pada model ini lebih realistik.
Dari hasil analisis perbedaan sudut kemiringan bidang subduksi atau sesar
menunjukkan bahwa kemiringan sudut subduksi atau sesar terhadap nilai hazard
gempa sangat sensitif bila bersudut kecil dan kurang sensitive bila bersudut besar.
Hasil analisis sensitifitas slip-rate terhadap nilai hazard cukup signifikan, hal ini
disebabkan karena nilai slip-rate berpengaruh terhadap jumlah kejadian pertahun
dari magnitude yang ditinjau, sehingga ketepatan nilai ini menjadi sangat penting
untuk PSHA.
Kontribusi sumber gempa shallow background (gridded seismicity) menunjukkan
bahwa nilai hazard cukup dominan pada daerah-daerah yang belum diketahu data
fault geometric-nya (sesar belum teridentifikasi) tapi daerah tersebut mempunyai
data/sejarah kegempaan. Kontribusi sumber gempa deep background (intraslab
seismicity) menunjukkan pola seismisitas dari sumber gempa dalam atau model
subduksi intraslab di daerah Benioff.
Nilai hazard pada daerah dekat sesar terlihat dominan, hal ini berbeda dengan peta
hazard yang ada di SNI 03-1726-2002.
Pola kontur spektra T = 0.2 detik dan T = 1.0 detik adalah berbeda sehingga nilai
faktor respon spektra akan berbeda untuk PGA yang sama terhadap nilai respon
spektra pada lokasi yang berbeda.
Peta hazard PGA dan spektra yang dihasilkan dari studi ini diusulkan untuk
perencanaan infrastruktur tahan gempa termasuk pengganti peta gempa yang ada di
Standard Peraturan Perencanaan Ketahanan Gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002).
21
Hasil analisis faktor amplifikasi tanah wilayah Indonesia menunjukkan kemiripan
dengan yang ada di IBC-2009.
Peta respon spektra di permukaan tanah untuk periode pendek dan periode 1-detik
dapat digunakan untuk disain perencanaan stuktur bangunan tahan gempa setelah
mempertimbangkan kondisi tanah.
Mengingat fungsi atenuasi yang digunakan saat ini masih memanfaatkan hasil studi
Negara lain, maka perlu segera dilaksanaan pemasangan jaringan strong-motion
accelerometer di batuan dasar untuk dapat mengetahui karakteristik gempa-gempa
di wilayah Indonesia dan mengembangkan database input motion untuk
pengembangan fungsi atenuasi yang didasarkan pada rekaman strong-ground
motion gempa-gempa Indonesia.
Mengingat patahan-patahan yang dicurigai aktif, namun belum dimengerti
karakteristik dan parameter-parameter seismiknya maka perlu adanya studi
lanjutan untuk mendapatkan data dan parameternya terutama wilayah Jawa,
Indonesia Bagian Tengah dan Timur.
Analisis hazard dalam studi ini adalah time independent, sehingga bila ada suatu
daerah yang baru saja mengalami kejadian gempa besar (M>8) dengan periode
ulang gempa yang lama (mungkin >200 tahun) maka perlu pertimbangan yang
lebih matang dalam penggunaan M mak sehubungan dengan penggunaan dalam
building codes yang biasanya menggunakan umur bangunan 50 tahun.
Ucapan Terima-Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan
selama studi ini kepada: Promotor: Prof. Ir. Masyhur Irsyam (Ketua), MSCE,
Ph.D, Prof. Dr. Ir. Bambang Budiono (Anggota), ME dan Wahyu Triyoso, MSc
(Anggota), Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010: Prof. Ir. Masyhur Irsyam,
MSCE, Ph.D (Ketua), Ir. I Wayan Sengara, MSCE, MSEM, Ph.D (Wakil Ketua),
Ir. Fahmi Aldiamar, MT (Sekretaris), Prof. Ir. Sri Widiyantoro, Wahyu Triyoso,
MSc, Ph.D, Ir. Engkon Kertapati, Dr. Ir. Danny Hilman, Dr. Ir. Irwan Meilano,
Drs. Suhardjono, Ir. M Ridwan dan Dipl. E.Eng (Anggota), Dr. Ir. Anita Firmanti,
MT (Kementrian PU), Dr. Mark Petersen dan Dr. Stephen Harmsen dari USGS,
Prof. Ir. Widodo, MSCE., Ph.D (Penguji sidang), Para Dosen Teknik Sipil ITB, Ibu
Ida, Ibu Ani, mas Totok dan rekan-rakan (Staff administrasi dan tata-usaha Teknik
Sipil Program Pascasarjana), sahabat penghuni Rumah-C, istri tercinta Iin
Endrawati, wabil-khusus Dr. A.S. Panji Gumilang (Syaykh Al-Zaytun) yang
memberi kesempatan dan beasiswa, serta semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah menyumbangkan tenaga maupun pemikirannya.
Semoga budi dan amal baiknya mendapatkan pahala dari Allah SWT.
22
Gambar 20. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar PGA (T = 0 detik) untuk 10% PE 50 tahun.
23
Gambar 21. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar spektra T = 0.2 detik untuk 10% PE 50 tahun.
24
Gambar 22. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar spektra T = 1.0 detik untuk 10% PE 50 tahun .
25
Gambar 26. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar PGA (T = 0 detik) untuk 2% PE 50 tahun.
26
Gambar 27. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar spektra T = 0.2 detik untuk 2% PE 50 tahun.
27
Gambar 28. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar spektra T = 1.0 detik untuk 2% PE 50 tahun.
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 April 1965 di Lamongan, Jawa Timur. Ia lulus
dari SMPP Lamongan pada tahun 1984.
Ia memperoleh gelar Insinyur pada tahun 1989 dan gelar Megister Teknik pada
tahun 2004 di Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung.
Karya tulis penulis selama menjadi mahasiswa program S3 ITB yang berkaitan
dengan penelitian disertasi adalah:
1. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono B., Triyoso W., dan Hendriyawan., (2010):
Development of Spectral Hazard Map for Indonesia with a Return Period
of 2500 Years using Probabilistic Method, J. Civil Engineering
Dimension, Vol. 12, No. 1, March 2010, 52-62 ISSN 1410-9530 print /
ISSN 1979-570X online.
2. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono, B., Triyoso, W., Aldiamar, F., dan
Firmanti, A., (2010): Peta Respon Spektra Indonesia di Permukaan Untuk
Berbagai Kondisi Tanah Dengan Model Sumber Gempa 3-D, Kolokium
Jalan dan Jembatan, PUSJATAN-PU, Bandung 11-12 Mei 2010.
3. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Budiono B., Triyoso W., dan
Firmanti A., (2010): Development of Spectral Hazard Maps for Proposed
Revision of Indonesia Seismic Building Code, Geomechanic and
Geoengineering an International Journal, Vol. 5. No. 1, 35-47, DOI:
10.1080/17486020903452725.
4. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Latif, H., Razali N., dan Firmanti, A.,
(2010): Seismic Hazard Maps of Indonesia and Geotechnical and Tsunami
Hazard Assessment for Banda Aceh, Kyoto Seminar 2010,
Geotechnics/Earthquake Geotechnics towards Global Sustainability,
Kyoto University, Japan, January 12-14,
5. Irsyam, M., Asrurifak, M., Budiono B., Triyoso W., dan Firmanti A., (2010):
Indonesia Spectral Hazard Map at Ground Surface for Earthquake
Resistance Building Design, The 5th Kyoto University Southeast Asia
Forum, Conference of Earth and Space Science, Bandung 7-8 January.
6. Irsyam, M., Asrurifak, M., Budiono B., Triyoso W., Merati W., Sengara I.W.,
dan Firmanti A., (2009): Development of Spectral Hazard Map for
Indonesia Using Probabilistic Method by Considering Difference Values
29
of Mmax for Shallow Background Sources, The 1st International Seminar
on Sustainable Infrastructure and Built Environment in Developing
Countries, Bandung (Indonesia), November 2 (Mon) 3 (Tue).
7. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono, B., dan Triyoso, W., (2009): Peta Hazard
Sumatra di Permukaan Untuk Berbagai kondisi Tanah Dengan Model
Sumber Gempa 3D dan Faktor Amplifikasi Mengikuti IBC-2009,
Prosiding Seminar & PIT XII HATTI, , Bali, 5-6 November.
8. Irsyam, M., Asrurifak, M., Budiono, B., Triyoso, W., Merati, I.G.W., Sengara,
I.W., dan Firmanti, A., (2009): Development of Spectral Hazard Map for
Indonesia Using Probabilistic Method by Considering Difference Values
of Mmax for Shallow Background Sources, International Conference on
Sustainable Infrastructure and Built Environment in Developing
Countries. November, 2-3, 2009, Bandung, ISBN 978-979-98278-2-1.
9. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono, B., Triyoso, W., Hendriyawan, Merati, W.
dan Sengara, I.W., (2009): Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan
Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa
Background, Seminar HAKI Menuju Praktek Konstruksi Yang Benar
Jakarta, 11-12 Agustus.
10. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono, B., dan Triyoso, W., (2009): Development
of Spectral Hazard Maps for Proposed Revision of Indonesia Seismic
Building Code, Poster Pameran Riset Unggulan, HARDIKNAS, 21-23
Mei 2009.
11. Irsyam, M. dan Asrurifak, M., (2009): Analisis Seismic Hazard Dengan Model
Sumber Gempa 3-Dimensi Untuk Usulan Revisi Peta Gempa Indonesia
SNI 03-1726-2002, Seminar Mengelola Resiko Bencana di Negara
Maritim Indonesia, diselenggarakan oleh Majelis Guru Besar ITB, 24
Januari.
12. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Budiono, B., Triyoso, W., Hutapea,
B., (2008): Development of Spectral Hazard Maps for Proposed Revision
of Indonesia Seismic Building Code, 3rd International Seminar on
Earthquake Disaster Mitigation, Bandung, 27 Nopember.
13. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Budiono, B., Triyoso, W., dan
Hutapea, B., (2008): Usulan Revisi Peta Seismic Hazard Indonesia
Dengan Menggunakan Metode Probabilitas Dan Model Sumber Gempa
Tiga Dimensi, Prosiding Seminar HATTI, 18-19 Nopember 2008, ISBN
978-979-96668-6-4.
14. Irsyam, M., Hoedajanto, D., Kertapati, E., Boen, T., Petersen, M.D., Dangkua,
D., dan Asrurifak, M., (2007): Usulan Revisi Peta Hazard Kegempaan
Wilayah Indonesia, Paper Seminar HAKI, Konstruksi Tahan Gempa Di
Indonesia, Jakarta, 21-22 Agustus.
30