Anda di halaman 1dari 31

Peta Respon Spektra Indonesia untuk

Perencanaan Struktur Bangunan


Tahan Gempa Berdasarkan Model
Sumber Gempa Tiga Dimensi dalam
Analisis Probabilitas

RINGKASAN DISERTASI

M. Asrurifak
NIM : 35005003
(Program Studi Teknik Sipil)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2010
Peta Respon Spektra Indonesia untuk
Perencanaan Struktur Bangunan
Tahan Gempa Berdasarkan Model
Sumber Gempa Tiga Dimensi dalam
Analisis Probabilitas
Disertasi ini dipertahankan pada Sidang Terbuka Komisi Sekolah
Pascasarjana, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor Institut Teknologi Bandung

Kamis, 19 Agustus 2010

M. Asrurifak
NIM : 35005003
(Program Studi Teknik Sipil)

Promotor : Prof. Ir. Masyhur Irsyam, MSCE, Ph.D


Ko-promotor 1 : Prof. Dr. Ir. Bambang Budiono, ME
Ko-promotor 2 : Wahyu Triyoso, MSc, Ph.D

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2010
1
I. Pendahuluhan
Indonesia terletak di daerah tektonik yang sangat kompleks dan aktif. Kondisi ini
menyebabkan Indonesia masuk dalam wilayah yang mempunyai potensi
kegempaan tertinggi di dunia. Dalam mengantisipasi bahaya gempa tersebut,
pemerintah Indonesia telah mempunyai standard peraturan perencanaan ketahanan
gempa untuk stuktur bangunan gedung yaitu SNI-03-1726-2002. Sejak
diterbitkannya peraturan ini, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
analisis besar percepatan gempa sebagai fungsi dari resiko terjadinya gempa dan
tingkat kerusakan bangunan (hazard) secara probabilistik sehingga mendapatkan
hasil yang lebih baik. Hal tersebut seperti kejadian-kejadian gempa besar yang
melebihi perkiraan dalam 6 tahun terakhir, penelitian terbaru mengenai sesar aktif
di sekitar Jawa dan Sumatra, perkembangan pemodelan sumber gempa, dan untuk
menentukan besar gempa desain yang dikaitkan dengan tingkat kerusakan dari
struktur bangunan.

Analisis hazard gempa dilakukan menggunakan metodologi sebagai berikut: 1)


review dan studi literatur mengenai kondisi geologi, geofisika dan seismologi
dalam mengidentifikasi aktivitas sumber gempa di wilayah Indonesia, 2)
pengumpulan dan pengolahan data kejadian gempa yang terekam di wilayah
Indonesia, 3) pemodelan zona sumber gempa berdasarkan referensi model yang
telah ada dan sesuai untuk wilayah Indonesia, 4) perhitungan parameter-parameter
seismik yang meliputi a-b parameter, magnitude maksimum dan slip- rate, 5)
analisis seismic hazard menggunakan Teorema Probabilitas Total, 6) pembuatan
peta gempa Indonesia yang berupa berupa peta percepatan maksimum dan spektra
di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 10% dan 2% untuk masa layan
bangunan 50 tahun atau setara dengan periode ulang gempa 500 dan 2500 tahun, 7)
penentuan faktor amplifikasi di wilayah Indonesia untuk tanah klas-C (tanah keras
dan batuan lunak), klas-D (tanah sedang) dan klas-E (tanah lunak), dan 8)
pembuatan peta respon spektra di permukaan untuk berbagai kondisi tanah diatas.

Ada tiga model sumber gempa yang digunakan dalam analisis ini, yaitu sumber
gempa sesar, subduksi dan background dengan model pengulangan (recurrence
model) yang meliputi eksponensial terpancung (truncated exponential),
karakteristik murni (pure characteristic) dan kombinasi keduanya. Model tiga
dimensi (3D) diwakili oleh geometri sesar dan subduksi, dimana geometrinya
memperhitugkan hasil tomografi dan penetuan nilai slip-rate sudah
mempertimbangkan hasil pengukuran GPS. Sumber gempa background
dimodelkan menggunakan gridded seismicity berdasarkan laju gempa spatially
smoothed. Katalog gempa yang digunakan untuk sumber gempa background
adalah mulai dari 1900 s/d 2009. Katalog Engdahl yang sudah diupdate hingga
tahun 2009 digunakan untuk mengontrol geometri subduksi. Fungsi atenuasi
terbaru seperti Next Generation Attenuation (NGA) telah digunakan, dimana fungsi
2
atenuasi ini disusun dengan menggunakan data gempa global (worldwide data).
Pemakaian fungsi atenuasi disesuaikan dengan model sumber gempa yang ada.
Logic tree juga diterapkan untuk mengendalikan ketidakpastian epistemis termasuk
model pengulangan, magnitude maksimum, dan beberapa fungsi atenuasi.

Dua level potensi bahaya yang dianalisis mewakili kemungkinan resiko terlampaui
10% dalam 50 tahun (gempa 500 tahun) untuk batas standar keselamatan jiwa (life
safety) dan 2% dalam 50 tahun (gempa 2500 tahun) untuk pencegahan keruntuhan
(collapse prevention) bangunan. Hasil analisis dari masing-masing nilai percepatan
gempa ditampilkan dalam bentuk kontur PGA, spektra 0.2 dan 1.0 detik di batuan
dasar.

II. Tatanan Tektonik


Wilayah kepulauan Indonesia yang terletak di daerah pertemuan tiga lempeng
tektonik besar dan sembilan lempeng tektonik kecil (Bird, et al., 2003) merupakan
lempeng-tempeng yang berbeda jenis yang menciptakan jalur-jalur subduksi dan
jalur-jalur sesar/fault yang terus aktif, sehingga mengakibatkan sebagian besar
wilayah lndonesia memiliki potensi kegempaan yang sangat tinggi.

Zona subduksi yang terjadi di bagian selatan wilayah Indonesia dikenal dengan
Sumber Gempa Busur Sunda yang membentang dari bagian barat Pulau Andaman
di bagian barat sampai pulau Banda di bagian timur. Di bagian timur dari busur
Sunda membentang busur Banda yang dimulai dari bagian timur Pulau Sumbawa
yang membentang ke timur di bawah Pulau Timor melengkung berlawanan arah
jarum jam ke arah utara melewati Pulau Seram dan membentang ke barat sampai
Pulau Buru. Dan dibagian timur wilayah Indonesia, terjadi pertemuan antara
sumber gempa dari barat dan jalur gempa Busur Banda denan jalur gempa akibat
benturan atau pertemuan lempeng Australia dengan lempeng Pasifik. Zona-zona
subduksi utama wilayah Indonesia tersebut merupakan zona-zona sumber gempa
yang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kejadian gempa yang telah
lalu dan yang akan datang.

Fault atau sesar yang ada di lempeng tektonik yang terjadi akibat pegerakannya,
dalam perkembangannya juga mengalami pergerakan dan juga akan memberikan
berkontribusi terhadap kejadian gempa-gempa dangkal. Besarnya magnitude
gempa yang terjadi akibat mekanisme pergerakan sesar ini tergantung pada luasnya
bidang sesar yang saling mengunci (asperity area), makin luas areal asperity-nya
maka kemungkinan akan kejadian gempanya juga semakin besar. Mekanisme
pergerakan sesar ini bisa berupa srike-slip, reverse dan normal.
Keakuratan data tatanan tektonik akan mempengaruhi ketepatan hasil dari analisis
hazard gempa, atau dengan kata lain bahwa makin baik data parameter tektonik
3
yang digunakan untuk analisis hazard gempa, maka makin baik prediksi hazard
yang akan terjadi dimasa yang akan datang sehingga kemungkinan kejadian
terburuknya dapat diantisipasi dengan baik.

Informasi tatanan tektonik Indonesia secara umum sudah cukup baik terutama
untuk daerah Sumatra, tapi untuk daerah Jawa, Indonesia Bagian Tengah dan
Timur masih perlu banyak penelitian yang lebih lanjut.

Lokasi sesar aktif dan subduksi dari hasil trace yang digunakan untuk analisis
hazard untuk Wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut:

Gambar II.1. Tektonik utama Indonesia (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010).

III. Data dan Parameter Sumber Gempa


Data dan penentuan parameter sumber gempa adalah hal yang sangat penting
dalam analisis seismic hazard, karena sebaik apapun model analisis dan software
yang digunakan bila input data dan parameter sumber gempa yang digunakan tidak
baik, maka hasil analisis tersebut juga tidak baik. Data dan parameter sumber
gempa ini meliputi: geometri dan geomorfologi lempeng tektonik sumber gempa
sesar dan subduksi, magnitude maksimum, slip-rate, recurrence rate, ab-value,
katalog gempa serta fungsi antenuasi.

4
III.1. Katalog Gempa
Dalam membuat model sumber gempa, data kejadian gempa yang pernah terjadi di
wilayah Indonesia dan sekitarnya dikumpulkan dalam batasan 10LU - 12LS dan
90BT - 145BT. Data-data gempa tersebut diperoleh dari beberapa sumber yaitu:
1. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia.
2. Nasional Earthquake Information Center U.S. Geological Survey (NEIC-
USGS) dari tahun 1964-2009, dimana data ini merupakan gabungan dari
katalog gempa yang dikeluarkan oleh USGS, The Bureau Central
International de Seismologie (BCIS), International Seimological Summeries
(ISS), International Seimological Center (ISC), Preliminary Determination of
Epicenter (PDE). The Advanced National Seismic System (ANSS) composite
catalog dari world-wide earthquake catalog.
3. Katalog Centennial dari 1900-2002 yang mana merupakan kompilasi katalog
Abe, Abe & Noguchi, Newcomb & McCann, serta Pacheco & Sykes dimana
gempa-gempa menegah sampai besar telah direlokasi dan dikoreksi.
4. Katalog gempa yang sudah direlokasi oleh Engdahl dkk (1998) yang sudah
diupdate hingga tahun 2009, katalog ini posisi hypocenter-nya lebih baik
sehingga berguna untuk mengontrol geometri dari subduksi atau patahan, tapi
kurang cocok untuk pemodelan sumber gempa background karena pada
waktu direlokasi ada beberapa data gempa yang dihilangkan bila datanya
kurang baik.

III.1.1. Konversi Skala Magnitude


Konversi skala magnitude sebelum digunakan untuk analisis resiko gempa
diperlukan karena data kejadian gempa yang dikumpulkan dari berbagai sumber
umumnya menggunakan skala magnitude yang berbeda. Skala magnitude yang
digunakan antara lain adalah suface wave magnitude (ms), Richter local magnitude
(ML), body wave magnitude (mb) dan momen magnitude (Mw). Ada beberapa
usulan formulasi/rumus konversi skala magnitude yang diusulkan peneliti seperti
Purcaru dan Berckhemer (1978), Tatcher dan Hanks (1973) dan Firmansyah (1999)
dimana rumus-rumus tersebut dibuat dengan menggunakan analisis regresi serta
Idris (1985) yang membuat grafik korelasi hubungan antara Mw dengan M L, Ms,
mb dan MJMA. Karena data dari pembuatan rumus-rumus tersebut diatas peneliti
tidak mempunyai informasinya, maka pada analisis konversi di studi ini digunakan
data gempa (katalog gempa) wilayah Indonesia yang dikumpulkan dari berbagai
sumber diatas. Dari data-data tersebut dengan menggunakan analisis regresi
didapat rumusan korelasi konversi magnitude untuk wilayah Indonesia. Rumus
empiris korelasi ini telah dipublikasikan di Jurnal Nasional Civil Engineering
Dimension, Petra Christian University (Asrurifak dkk, 2010). Dari grafik-grafik
diatas didapat rumusan korelasi konversi magnitude untuk wilayah Indonesia
seperti yang terlihat pada Tabel III.1.
5
Gambar III.1. Grafik hasil regresi korelasi magnitude Mw Vs MS dan Mw Vs mb
dari data katalog gempa wilayah Indonesia (Asrurifak dkk, 2010).

Gambar III.2. Grafik hasil regresi korelasi magnitude Mw Vs ME dan mb Vs ML


dari data katalog gempa wilayah Indonesia (lanjutan).

Tabel III.1. Korelasi konversi antara beberapa skala magnitude untuk wilayah
Indonesia (Asrurifak dkk, 2010)..
Jml Data Kesesuaian
Korelasi Konversi Range Data
(Events) (R2)
Mw = 0.143Ms2 1.051Ms + 7.285 3.173 4.5 Ms 8.6 93.9%
Mw = 0.114mb2 0.556mb + 5.560 978 4.9 mb 8.2 72.0%
Mw = 0.787ME + 1.537 154 5.2 ME 7.3 71.2%
2
mb = 0.125ML - 0.389x + 3.513 722 3.0 < ML < 6.2 56.1%
ML = 0.717MD + 1.003 384 3 MD 5.8 29.1%
6
III.1.2. Analisis Kejadian Gempa Independen
Selain dari gempa utama yang memiliki harga magnitude terbesar, maka deformasi
atau sumber energi yang sama juga menghasilkan gempa yang memiliki magnitude
lebih kecil dari gempa utama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya gempa
utama. Gempa yang terjadi sebelum gempa utama disebut gempa rintisan atau
foreshock, sedangkan yang terjadi setelah gempa utama disebut gempa susulan
atau aftershock. Analisis resiko gempa dilakukan berdasarkan kejadian gempa
utama atau gempa independen (mainshock). Selain dari gempa utama yang
memiliki harga magnitude terbesar, maka deformasi atau sumber energi yang sama
juga menghasilkan gempa yang memiliki magnitude lebih kecil dari gempa utama
pada saat sebelum dan sesudah terjadinya gempa utama. Gempa yang terjadi
sebelum gempa utama disebut gempa rintisan atau foreshock, sedangkan yang
terjadi setelah gempa utama disebut gempa susulan atau aftershock. Analisis resiko
gempa dilakukan berdasarkan kejadian gempa utama atau gempa independen
(mainshock).

Kejadian-kejadian gempa dependen atau gempa ikutan (foreshock & aftershock),


harus diidentifikasi sebelum data-data kejadian gempa digunakan untuk
menentukan tingkat resiko gempa. Beberapa kriteria empiris untuk
mengidentifikasi kejadian gempa dependen telah dilakukan oleh beberapa peneliti
seperti Arabasz & Robinson (1976), Garner & Knopoff (1974) dan Uhrhammer
(1986) seperti Gambar III.4. Kriteria ini dikembangkan berdasarkan suatu rentang
waktu dan jarak tertentu dari satu kejadian gempa besar.

Gambar III.4. Kriteria empiris time window dan distance window.

Dalam studi ini digunakan model Garner & Knopoff (1974) untuk mencari gempa
utama, hal ini sesuai dengan berbagai analisis yang dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan model-model diatas dan ternyata model Garner & Knopoff (1974)
mempunyai hasil yang cukup baik. Katalog gempa yang diambil dari berbagai

7
sumber diatas dikumpulkan sampai mencapai lebih dari 52.290 kejadian gempa
untuk seluruh wilayah Indonesia dan di sorting dengan model Garner & Knopoff
(1974) akhirnya tertinggal gempa utamanya berjumlah 4.418 kejadian gempa
Gambar III.5.

Gambar III.5. Model shorting dependency data gempa wilayah Indonesia

III.1.3. Analisis Kelengkapan (Completeness) Data Gempa


Proses ini dilakukan untuk mengetahui kelengkapan data gempa yang diperlukan
dalam proses analisis probabilistik. Ketidaklengkapan data gempa akan
mengakibatkan parameter resiko gempa yang dihasilkan menjadi overestimated
atau underestimated. Metode analisis kelengkapan data gempa yang digunakan
pada studi ini seperti yang diusulkan oleh Stepp (1973). Hasil analisis kelengkapan
data untuk wilayah Indonesia adalah seperti pada Tabel 2.

Tabel III.2. Interval completeness dari data gempa.


Interval Completeness
Rentang Magnitude
(tahun dari sekarang)
5.0 6.0 32
6.0 7.0 42
7.0 8.0 84
8.0 9.0 84

8
III.2. Model Pengulangan (Recurren Model)
Berbagai cara telah dikembangkan untuk mempelajari kejadian gempa. Model
pengulangan menggambarkan distribusi frekuensi kejadian gempa-gempa kecil
sampai besar dari suatu sumber gempa. Model pengulangan yang merupakan
hubungan magnitude-frekuensi kejadian gempa adalah salah satu cara untuk
menguji aktivitas kegempaan dari suatu daerah. Frequency Magnitude Distribution
(FMD) dari kejadian gempa, yang mana pertama kali diperkenalkan oleh Ishimoto
dan Iida (1939) serta Gutenberg dan Richter (1944) atau GR, mempunyai
persamaan:
log10 N = a b M

dimana N adalah jumlah komulatif dari kejadian gempa lebih besar dari atau sama
dengan magnitude M, a dan b adalah nilai konstanta yang menggambarkan masing-
masing aktivitas dan kemiringan atau dengan kata lain parameter b, atau b-value
adalah menggambarkan rasio dari kejadian gempa kecil ke besar. Hasil ploting GR
ini akan memberikan bentuk hubungan yang mendekati linier. Tahap selanjutnya
dalam karakterisasi sumber gempa adalah penentuan magnitude maksimum. Hal
ini memerlukan garis GR dengan ujung meruncing sampai batas Mmak (Gambar
IV.1a). Distribusi model ini disebut sebagai eksponensial terpancung (truncated
exponential) dan diberikan dalam bentuk eksponensial dengan persamaan sbb:

N(M) = [ exp(- (M-Mmin))]/[1- exp(- (Mmax-Mmin))]

dimana Mmax adalah maksimum magnitude yang ditetapkan, M min adalah gempa
terkecil yang perlu dipertimbangkan, = b ln (10) dan b kemiringan dari GR
dalam Gambar III.6a.

Gambar III.6. a) Model distribusi magnitude GR eksponensial terpancung b)


model distribusi magnitude karacteristic dari Schwartz dan
Coppersmith (1984).

9
Model distribusi eksponensial terpancung ini digunkan untuk sumber gempa
background. Segmen sesar dan subduksi yang biasanya mempunyai gempa-gempa
besar dengan frekuaensi lebih besar dari rate GR (magnitude karakteristik)
digunakan model distribusi dari Schwartz dan Coppersmith (1984) lihat Gambar
III.6b.

III.3. Magnitude Maksimum


Penentuan magnitude maksimum dalam analisa hazard gempa dari suatu sumber
gempa yang sudah dimodelkan adalah hal yang penting. Ada dua cara dalam
menentukan magnitude maksimum dari suatu sumber gempa. Yang pertama,
ditentukan dengan membandingkan gempa historik maksimum yang mungkin
terjadi berdasarkan pertimbangan data tektonik yang ada, hal ini dilakukan pada
daerah sumber gempa yang menpunyai data gempa historik yang cukup banyak.
Yang kedua, ditentukan pada daerah sumber gempa dimana data gempa
historiknya sedikit dan data magnitude maksimumnya rendah tapi dari data geologi
(fault system) yang ada mempunyai potensi akan terjadi gempa yang cukup besar
magnitudenya, sehingga nilai magnitude maksimum yang diambil bila panjang
segmen patahannya diketahui bisa didapat dengan menggunakan persamaan Wells
dan Coppernsmith (1994).

III.4. Model Sumber Gempa


Model sumber gempa diperlukan sebagai hubungan antara data kejadian gempa
dengan model perhitungan yang digunakan dalam menentukan tingkat resiko
gempa. Zona sumber gempa didefinisikan sebagai area yang mempunyai derajat
gempa yang sama, dimana di setiap titik dalam zona tersebut mempunyai
kemungkinan yang sama akan terjadinya gempa dimasa mendatang. Model sumber
gempa akan memberikan gambaran distribusi episenter kejadian gempa historik,
frekuaensi kejadian gempa dan pergeseran relatif lempeng (slip rate) dari suatu
sumber gempa.

Parameter yang diperlukan dalam membuat suatu model sumber gempa meliputi
seismogenic zones, focal mechanisms dan earthquake catalogues. Kondisi
seismogenic ini termasuk geometri atau geomorfologi lempeng tektonik seperti
sesar dan zona subduksi. Ada tiga model sumber gempa yang digunakan dalam
analisis ini, yaitu sumber gempa background, sumber gempa sesar dan sumber
gempa subduksi.

III.4.1. Model Sumber Gempa Sesar


Model sumber gempa sesar ini juga disebut sebagai sumber tiga dimensi karena
dalam perhitungan probabilitas jarak, yang dilibatkan adalah jarak dari site ke
10
hypocenter. Jarak ini memerlukan data dip dari sesar yang akan dipakai sebagai
perhitungan probabilitas tersebut.

Parameter-parameter yang diperlukan untuk analisis probabilitas dengan model


sumber gempa sesar adalah: fault trace, mekanisme pergerakan sesar, slip-rate,
dip, panjang dan lebar sesar, diman data-data tersebut didapat dari para ahli geologi
dan geofisika.

Parameter-parameter yang diperlukan untuk analisis probabilitas dengan model


sumber gempa sesar adalah: fault trace, mekanisme pergerakan, slip-rate, dip,
panjang dan lebar fault. Penentuan lokasi sesar (fault trace) ini berdasarnya dari
data peneliti yang sudah dipublikasi yang kemudian di trace ulang dengan
menggunakan data Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) yang berbentuk
peta geomorfologi dan data gempa yang sudah direlokasi (Gambar III.7). Dari hasil
trace ini didapatkan panjang dari sesar yang dicari. Data yang lain didapat dari
referensi yang sudah dipublikasi dan hasil diskusi dengan para ahli geologi,
geofisika, geodinamika dan seismologi yang tergabung dalam Tim Teknis Revisi
Peta Gempa Indonesia. Apabila ada parameter yang datanya lebih dari satu dan
diinginkan data tersebut digunakan semua, maka data ini dapat di bobot
(weighting). Untuk penentuan nilai slip-rate sudah mempertimbangkan data GPS
terbaru (Gambar III.8).Data dan parameter tersebut terangkum pada Tabel III.2
untuk daerah Sumatra dan sekitarnya, Tabel III.3 untuk daerah Jawa dan
sekitarnya, Tabel III.4 untuk daerah Sulawesi dan sekitarnya dan Tabel III.5 untuk
daerah Papua dan sekitarnya. Besar nilai Dip (kemiringan sesar), Top (kedalaman
atas rupture), Bottom (kedalaman bawah rupture) masih menggunakan nilai umum
(default value) hasil diskusi Tim Teknis Revisi Peta Gempa Indonesia 2010. Nilai
kualitas sesar baik dari geomorfologi maupun seismisitasnya dilakukan oleh
Natawidjaja.

Kriteria kualitas ini meliputi:


Pemetaan / Mapping (Map):
1. Bukti morfologi dan geologi baik sehubungan dengan jejak sesar aktif +
bukti terbaru / pergerakan holosen.
2. Bukti morfologi dan geologi baik sehubungan dengan jejak sesar aktif.
3. Bukti morfologi dan geologi cukup sehubungan dengan jejak sesar aktif
4. Bukti morfologi dan geologi lemah sehubungan dengan jejak sesar aktif

Kegempaan / Seismicity (Seis):


1. Bukti kegempaan sehubungan dengan sesar aktif baik
2. Bukti kegempaan sehubungan dengan sesar aktif cukup
3. Bukti kegempaan sehubungan dengan sesar aktif lemah
4. Tidak ada bukti kegempaan sehubungan dengan sesar aktif

11
Gambar III.7. Penampakan sesar Palu-Koro dan sesar Poso dari data SRTM
serta model mekanisme gempa yang terjadi disekitarnya
(Meilano, 2010).

Gambar III.8. Analisis slip-rate Cimandiri dari data GPS (Meilano, 2009)

12
Table III.3. Data dan parameter sumber gempa fault daerah Sumatra dan
sekitarnya (Natawidjaja (2010), Meilano (2010) dan Tim Revisi
Gempa Indonesia 2010)
Fault Slip-Rate Sense L Quality
Dip Top Bottom Mmax
ID Name mm/yr Weight Mechanism (km) Map Seis
1 Aceh 2 1 Strike-slip 90 3 20 230 7.7 2 4
Seulimeu
2 2.5 1 Strike-slip 90 3 20 120 7.5 1 1
m
3 Tripa 6 1 Strike-slip 90 3 20 180 7.7 1 1
4 Renun 27 1 Strike-slip 90 3 20 220 7.8 1 1
5 Toru 24 1 Strike-slip 90 3 20 95 7.4 1 1
6 Angkola 19 1 Strike-slip 90 3 20 160 7.6 1 1
7 Barumun 4 1 Strike-slip 90 3 20 125 7.5 1 1
8 Sumpur 23 1 Strike-slip 90 3 20 35 6.9 1 1
9 Sianok 23 1 Strike-slip 90 3 20 90 7.3 1 1
10 Sumani 23 1 Strike-slip 90 3 20 60 7.2 1 1
11 Suliti 23 1 Strike-slip 90 3 20 95 7.4 1 1
12 Siulak 23 1 Strike-slip 90 3 20 70 7.2 1 1
13 Dikit 11 1 Strike-slip 90 3 20 60 7.2 1 1
14 Ketaun 11 1 Strike-slip 90 3 20 85 7.3 1 1
15 Musi 11 1 Strike-slip 90 3 20 70 7.2 1 1
16 Manna 11 1 Strike-slip 90 3 20 85 7.3 1 1
17 Kumering 11 1 Strike-slip 90 3 20 150 7.6 1 1
18 Semangko 5 1 Strike-slip 90 3 20 65 7.2 1 1
19 Sunda 5 1 Strike-slip 90 3 20 150 7.6 2 2

Table III.4. Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Jawa dan
sekitarnya (lanjutan)
Fault Slip-Rate Sense L Quality
Dip Top Bottom Mmax
ID Name mm/yr Weight Mechanism (km) Map Seis
30 Cimandiri 4 1 Strike-slip 90 3 18 62.2 7.2 1 2
31 Opak (Jogja) 2.4 1 Strike-slip 90 3 18 31.6 6.8 4 1
32 Lembang 1.5 1 Strike-slip 90 3 18 34.4 6.6 1 3
33 Pati 0.5 1 Strike-slip 90 3 18 51.4 6.8 4 3
34 Lasem 0.5 1 Strike-slip 90 3 18 114.9 6.5 4 3
35 Flores back-arc 28 1 Reverse-slip 45 3 20 504.6 7.8 2 2
36 Timor back-arc 30 1 Reverse-slip 45 3 20 468.0 7.5 2 2
37 Wetar back-arc 30 1 Reverse-slip 45 3 20 653.0 7.5 2 1
38 Sumba normal 10 1 Normal-slip 60 3 18 339.9 8.3 2 2
39 South Seram thrust 11 1 Normal-slip 45 3 20 415.5 7.5 2-3 2-3

13
Table III.5. Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Sulawesi dan
sekitarnya (lanjutan)
Fault Slip-Rate Sense L Quality
Dip Top Bottom Mmax
ID Name mm/yr Weight Mechanism (km) Map Seis
30 0.25
50 Palu-Koro 35 0.5 Strike-slip 50 3 18 459 7.94 1 1
44 0.25
51 Poso 2 1 Strike-slip 90 3 18 55 6.93 2 3
37 0.5
52 Matano Strike-slip 90 3 18 541 7.90 1 1
44 0.5
53 Lawanopo 25 1 Strike-slip 70 3 15 303 7.59 2 4
54 Walanae 2 1 Strike-slip 90 3 18 227 7.53 4 3
55 Gorontalo 11 1 Strike-slip 80 3 15 93 7.06 4 3
56 Batui thrust 2 1 Reverse-slip 40 3 18 48 7.06 3 3
9 0.5
57 Tolo thrust Reverse-slip 25 3 20 220 7.94 2 2
19 0.5
4 0.5
58 Makassar thrust Reverse-slip 25 3 20 72 7.46 3 3
13 0.5
59 Sulu thrust 10 1 Reverse-slip 45 3 18 72 7.19 2 1
60 West Molucca sea 13 1 Normal-slip 30 3 30 567 8.47 2 3
61 East Molucca sea 29 1 Normal-slip 40 3 30 730 8.47 1 1

Table III.6. Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Papua dan
sekitarnya (lanjutan)
Fault Slip-Rate Sense Quality
Dip Top Bottom L (km) Mmax
ID Name mm/yr Weight Mechanism Map Seis
70 Yapen 46 1 Strike-slip 90 3 18 391.4 7.90 1 1
71 Tarera Aidun 20 1 Strike-slip 90 3 18 102.2 7.30 1 1
72 Sula 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 753.6 7.70 2 1
73 West Sorong 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 292.5 7.90 2 1
74 East Sorong 17 1 Strike-slip 90 3 18 420.7 7.60 2 1
75 Ransiki 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 225.8 7.60 2 1
76 West Mamberambo 22 1 Reverse-slip 30 3 20 150.4 7.12 2 1
77 East Mamberambo 22 1 Reverse-slip 30 3 20 113.3 7.90 2 1
78 Manokwari 10 1 Reverse-slip 20 3 20 218.1 7.90 1 2
79 Waipago 2 1 Strike-slip 90 3 20 203.5 6.80 3 1
80 Highland thrust belt 10 1 Reverse-slip 20 3 18 522.0 7.20 3 2
81 North Papua thrust 12 1 Normal-slip 20 3 20 1176.1 8.20 1 1

14
Gambar III.9. Magnituda maksimum dan slip-rate dari sumber-sumber gempa
sesar (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010).

III.4.2. Model Sumber Gempa Subduksi


Model sumber gempa subduksi merupakan model yang didapat dari data
seismotektonik yang sudah teridentifikasi dengan baik. Parameter model ini
meliputi lokasi subduksi yang dituangkan dalam koordinat latitude dan longitude,
kemiringan bidang subduksi (dip), rate, dan b-value dari areal subduksi yang bisa
didapatkan dari data gempa historis, serta batas kedalaman area subduksi.
Kemiringan bidang subduksi didapat dari model Tomografi Widiyantoro (2009)
dan dari bantuan software open source Z-Map (Weimer, 2001) (Gambar III.10).
Batas kedalaman maksimum dari sumber gempa ini adalah 50 km atau merupakan
daerah Megathrust. Untuk daerah yang lebih dalam (> 50 km) diwakili oleh model
sumber gempa deep background yang merupakan gempa-gempa benioff. Sumber-
sumber gempa subduksi yang digunakan adalah Megathrust segmen Andaman-
Sumatra, Megathrust segmen Nias (Mid-1) Sumatra, Megathrust segmen Siberut
(Mid-2) Sumatra, Megathrust segmen Jawa, Megathrust segmen Sumba,
Megathrust segmen Timor, Megathrust segmen Laut Banda, Megathrust segmen
Utara Sulawesi, dan Megathrust segmen Filipina.
Perhitungan nilai-b (b-value) untuk sumber gempa subduksi dilakukan dengan cara
mengambil data-data gempa historis yang ada di daerah Megathrust tersebut,
kemudian dilakukan analisis statistik dengan model Maximum Likelihood (Aki,
1965). Contoh hasil dari analisisnya bisa dilihat pada Gambar III.11 untuk segmen
Andaman & Nias Sumatra.

15
Nilai magnituda maksimum, a-b value serta besarnya Mmax historis untuk sumber
gempa subduksi interface atau Megathrust yang banyak mempengaruhi nilai
kegempaan wilayah Indonesia bisa dilihat pada Tabel III.7. Parameter dan
pemodelan segmen-segmen subduksi tersebut diatas bisa dilihat pada Gambar
III.12.

Tabel III.7. Data dan parameter sumber gempa subduksi (Megathrust).


Mmax (Desain)
No Megathrust Mmax History b-val a-val
GR Char
1 Andaman-Sumatra 9.2 (26-12- 2004) 0.826 4.69 8.0 9.2
2 Nias (Mid-1 Sumatra) 8.7 (28-03-2005) 0.878 4.71 8.7 8.7
3 Siberut (Mid-2 Sumatra) 8.5 (12-09-2007) 0.970 5.35 8.5 8.5
4 Southern Sumatra 7.9 (04-06-2000) 1.050 5.76 8.2 8.2
5 Java 8.1 (27-02-1903) 1.100 6.14 8.1 8.1
6 Sumba 7.8 (11-08-1937) 1.200 6.81 7.8 -
7 Timor 7.9 (20-10-1938) 1.600 9.09 7.9 -
8 North Banda Sea 7.9 (01-03-1948) 1.200 7.26 7.9 -
7.56 7.0 -
9 South Banda Sea 7.1 (23-04-1964) 1.340
7.56 7.4 -
10 Northern Sulawesi 7.9 (01-01-1996) 0.914 4.82 8.2 -
11 Philippine 8.2 (14-04-1924) 0.878 4.64 8.2 -

Gambar III.10. Model potongan melintang daerah subduksi Sumatra (segmen


Padang) dengan (a) Tomografi (Widiyantoro, 2009) dan (b) Z-
Map software.

16
Gambar II.11. Hasil analisis a & b-value untuk segmen Andaman-Sumatra
dan Nias (Mid 1 Sumatra) Megathrust.

Gambar III.12. Model segmentasi dan parameter sumber gempa subsuksi


(Megathrust) Wilayah Indonesia (Tim Revisi Peta Gempa
Indonesia 2010).

III.4.3. Model Sumber Gempa Background


Model sumber gempa background ini dibuat karena pada daerah sumber yang
ditinjau tidak ada data seismogenic-nya tapi didaerah tersebut ada kejadian
gempanya, kejadian gempa yang terjadi didaerah background biasanya adalah
gempa-gempa kecil sampai sedang. Pada daerah yang terdapat gempa sedang
sampai besar biasanya identifikasi sesarnya jelas. Model yang digunakan untuk
sumber gempa background ini model gridded yang berdasar pada laju gempa
17
(earthquake rates) secara spatially smoothed (Frankel, 1995). Katalog gempa yang
digunakan untuk analisis sumber adalah gempa-gempa utama atau gempa yang
independen yang didapatkan dari data catalog gempa yang sudah dihilangkan
foreshock dan aftershock-nya. Dalam model ini analisis yang digunakan adalah
katalog gempa dengan magnitude 5.

Model gridded ini dalam analisisnya dibagi dalam lima interval kedalaman yaitu:
Shallow Background Source (050 km), dan Deep Background Source (50100
km), (100150 km), (150200 km) dan (200300 km).

IV. Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA)


IV.1. Teori Probabilitas
Metode PSHA ini dikembangkan oleh Cornell (1968 dan 1971), kemudian
dilanjutkan oleh Merz dan Cornell (1973). Model dan konsep dari analisis ini tetap
dipakai sampai sekarang, namun model dari analisis dan teknik perhitungannya
yang terus dikembangkan oleh McGuire R. K. (1976). Teori ini mengasumsikan
magnitude gempa M dan jarak R sebagai variabel acak independen yang menerus.
Dalam bentuk umum teori probabilitas total ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Dimana: fM = fungsi kepadatan dari magnitude


fR = fungsi kepadatan dari jarak hiposenter
P[I i | m dan r] = kondisi probabilitas acak intensitas I yang
melampaui nilai i pada suatu lokasi akibat magnitude
gempa M dan jarak hiposenter R.
Software untuk PSHA yang digunakan dalam studi ini didapat dari USGS
(Harmsen, 2007) dimana input parameter yang digunakan adalah seperti yang
dijelaskan pada model sumber gempa diatas.

IV.2. Rumus Atenuasi


Tidak tersedianya data untuk menurunkan suatu fungsi atenuasi di wilayah
Indonesia, maka pemakaian fungsi atenuasi yang diturunkan dari wilayah lain tidak
dapat dihindari. Pemilihan rumus atenuasi ini didasarkan pada kesamaan kondisi
geologi dan tektonik dari wilayah dimana rumus atenuasi itu dibuat. Dalam analisis
studi ini, rumus atenuasi yang digunakan untuk masing-masing model sumber
gempa seperti terlihat pada Tabel IV1.

18
Tabel IV.1. Rumus atenuasi yang digunakan untuk berbagai model sumber gempa.
Model
Rumus Atenuasi
Sumber Gempa
1. Boore-Atkinson NGA (Boore dan Atkinson, 2008)
Fault dan Shallow
2. Campbell-Bozorgnia NGA (Campbell dan Bozorgnia, 2008)
Background
3. Chiou-Youngs NGA (Chiou dan Youngs, 2008)
1. Atkinson-Boore intraslab (Atkinson dan Boore, 2003)
Deep 2. Geomatrix slab seismicity rock (Youngs dkk, 1997)
Background 3. Atkinson-Boore intraslab seismicity world data BC-rock condition (Atkinson
dan Boore, 1995)
1. Geomatrix subduction (Youngs dkk, 1997)
Subduction 2. Atkinson-Boore BC rock & global source (Atkinson dan Boore, 1995)
3. Zhao et al., with variable Vs-30 (Zhao dkk, 2006)

IV.3. Logic Tree


Pendekatan logic tree menyediakan penggunaan model alternatif. Salah satunya
adalah memberikan faktor pembobot yang diinterpretasikan sebagai kemungkinan
relatif dari model untuk menjadi betul. Model ini terdiri dari satu seri nodal (node)
yang merepresentasikan titik dimana model dispesifikkan dan cabang yang
merepresentasikan model yang berbeda yang dispesifikasikan pada tiap nodal.
Penjumlahan probabilitas dari semua cabang yang dihubungkan dengan satu nodal
tertentu nilainya harus sama dengan 1. Pemakaian model ini disesuaikan dengan
model sumber gempa yang digunakan. Gambar IV.1 adalah salah satu contoh
model logic tree yang digunakan.

Gambar IV.1. Model logic tree untuk sumber gempa sesar (Fault).

Pemakaian logic tree dalam PSHA sangat diperlukan akibat adanya faktor
ketidakpastian dalam pengelolaan data untuk analisis seismic hazard. Dengan
19
adanya model treatment ini, data, parameter sumber gempa, dan model atenuasi
yang digunakan bisa diakomodir dengan bobot sesuai dengan ketidakpastiannya.

IV.4. Analisis Respon Spektra di Permukaan Tanah


Analisis respon spektra di permukaan ini didapat dari proses amplifikasi spektra
hazard di batuan dasar dengan kecepatan geser (Vs-30 = 760 m/dt), dimana nilai
amplifikasi diperoleh dari perbandingan nilai spektra kondisi Vs-30 = 760, 360, 180
dan 100 m/detik, kondisi ini menggambarkan batas antara tanah klas-B (batuan),
klas-C (tanah keras atau batuan lunak), klas-D (tanah sedang/kaku) dan klas-D
(tanah lunak). Nilai faktor amplifikasi hasil analisis untuk wilayah Indonesia
dibandingkan dengan nilai amplifikasi yang ada di IBC-2009 pada periode pendek
dapat dilihat pada Tabel IV.2. Sedangkan perbandingan nilai amplifikasi yang ada
di IBC-2009 dan hasil analisis pada periode 1-detik dapat dilihat pada Tabel IV.3
untuk nilai nominalnya.

Table IV.2. Nilai koefisien lokasi Fa dari IBC-2009 dan hasil analisis.
MAPPED SPECTRAL RESPONSE ACCELERATION
SITE AT SHORT PERIODS
DATA
CLASS
Ss 0.25 Ss = 0.50 Ss = 0.75 Ss = 1.00 Ss = 1.25 Ss 1.5
IBC-2009 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
B
Hasil Analisis 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
IBC-2009 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0 1.0
C
Hasil Analisis 1.2 1.15 1.1 1.05 1.0 1.0
IBC-2009 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0 1.0
D
Hasil Analisis 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0 1.0
IBC-2009 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9 0.9
E
Hasil Analisis 2.2 1.6 1.4 1.0 0.9 0.9

Table IV.3. Nilai koefisien lokasi Fv dari IBC-2009 dan hasil analisis.
MAPPED SPECTRAL RESPONSE ACCELERATION
SITE AT 1-SECOND PERIODS
DATA
CLASS
S1 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 = 0.4 S1 = 0.5 S1 = 0.7 S1 1.0
IBC-2009 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
B
Hasil Analisis 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
IBC-2009 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.3 1.3
C
Hasil Analisis 1.6 1.5 1.4 1.3 1.3 1.3 1.3
IBC-2009 2.4 2.0 1.8 1.6 1.5 1.5 1.5
D
Hasil Analisis 2.5 2.2 2.0 1.8 1.7 1.6 1.5
IBC-2009 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4 2.4 2.4
E
Hasil Analisis 3.7 3.5 3.2 2.7 2.4 2.1 1.8

20
V. Kesimpulan dan Saran
Informasi tatanan tektonik Indonesia secara umum sudah cukup baik terutama
untuk daerah Sumatra, tapi untuk daerah Jawa, Indonesia Bagian Tengah dan
Timur masih perlu banyak penelitian yang lebih lanjut. Hal ini dapat dilihat dari
karya-karya ilmiyah yang telah dipublikasi hasil penelitian untuk daerah Sumatra
cukup banyak dan detail, sedangkan untuk wilayah Jawa dan Indonesia Bagian
Timur sebaliknya.
Secara umum nilai hazard PGA dengan periode ulang 500 tahun dibatuan dasar
mempunyai nilai yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai hazard yang ada
di SNI-03-1726-2002, hal ini disebabkan karena: 1) memperhitungkan gempa-
gempa besar terkini yang terjadi di Indonesia yang sebelumnya belum diakomodir
pada pembuatan peta hazard yang ada di SNI-03-1726-2002, 2) memperhitungkan
data sesar-sesar aktif hasil studi geologi terkini, 3) Input parameter yang digunakan
dalam analisis telah menggunakan model sumber gempa 3-D dimana fungsi jarak
pada model ini lebih realistik.
Dari hasil analisis perbedaan sudut kemiringan bidang subduksi atau sesar
menunjukkan bahwa kemiringan sudut subduksi atau sesar terhadap nilai hazard
gempa sangat sensitif bila bersudut kecil dan kurang sensitive bila bersudut besar.
Hasil analisis sensitifitas slip-rate terhadap nilai hazard cukup signifikan, hal ini
disebabkan karena nilai slip-rate berpengaruh terhadap jumlah kejadian pertahun
dari magnitude yang ditinjau, sehingga ketepatan nilai ini menjadi sangat penting
untuk PSHA.
Kontribusi sumber gempa shallow background (gridded seismicity) menunjukkan
bahwa nilai hazard cukup dominan pada daerah-daerah yang belum diketahu data
fault geometric-nya (sesar belum teridentifikasi) tapi daerah tersebut mempunyai
data/sejarah kegempaan. Kontribusi sumber gempa deep background (intraslab
seismicity) menunjukkan pola seismisitas dari sumber gempa dalam atau model
subduksi intraslab di daerah Benioff.
Nilai hazard pada daerah dekat sesar terlihat dominan, hal ini berbeda dengan peta
hazard yang ada di SNI 03-1726-2002.
Pola kontur spektra T = 0.2 detik dan T = 1.0 detik adalah berbeda sehingga nilai
faktor respon spektra akan berbeda untuk PGA yang sama terhadap nilai respon
spektra pada lokasi yang berbeda.
Peta hazard PGA dan spektra yang dihasilkan dari studi ini diusulkan untuk
perencanaan infrastruktur tahan gempa termasuk pengganti peta gempa yang ada di
Standard Peraturan Perencanaan Ketahanan Gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002).

21
Hasil analisis faktor amplifikasi tanah wilayah Indonesia menunjukkan kemiripan
dengan yang ada di IBC-2009.
Peta respon spektra di permukaan tanah untuk periode pendek dan periode 1-detik
dapat digunakan untuk disain perencanaan stuktur bangunan tahan gempa setelah
mempertimbangkan kondisi tanah.
Mengingat fungsi atenuasi yang digunakan saat ini masih memanfaatkan hasil studi
Negara lain, maka perlu segera dilaksanaan pemasangan jaringan strong-motion
accelerometer di batuan dasar untuk dapat mengetahui karakteristik gempa-gempa
di wilayah Indonesia dan mengembangkan database input motion untuk
pengembangan fungsi atenuasi yang didasarkan pada rekaman strong-ground
motion gempa-gempa Indonesia.
Mengingat patahan-patahan yang dicurigai aktif, namun belum dimengerti
karakteristik dan parameter-parameter seismiknya maka perlu adanya studi
lanjutan untuk mendapatkan data dan parameternya terutama wilayah Jawa,
Indonesia Bagian Tengah dan Timur.
Analisis hazard dalam studi ini adalah time independent, sehingga bila ada suatu
daerah yang baru saja mengalami kejadian gempa besar (M>8) dengan periode
ulang gempa yang lama (mungkin >200 tahun) maka perlu pertimbangan yang
lebih matang dalam penggunaan M mak sehubungan dengan penggunaan dalam
building codes yang biasanya menggunakan umur bangunan 50 tahun.

Ucapan Terima-Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan
selama studi ini kepada: Promotor: Prof. Ir. Masyhur Irsyam (Ketua), MSCE,
Ph.D, Prof. Dr. Ir. Bambang Budiono (Anggota), ME dan Wahyu Triyoso, MSc
(Anggota), Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010: Prof. Ir. Masyhur Irsyam,
MSCE, Ph.D (Ketua), Ir. I Wayan Sengara, MSCE, MSEM, Ph.D (Wakil Ketua),
Ir. Fahmi Aldiamar, MT (Sekretaris), Prof. Ir. Sri Widiyantoro, Wahyu Triyoso,
MSc, Ph.D, Ir. Engkon Kertapati, Dr. Ir. Danny Hilman, Dr. Ir. Irwan Meilano,
Drs. Suhardjono, Ir. M Ridwan dan Dipl. E.Eng (Anggota), Dr. Ir. Anita Firmanti,
MT (Kementrian PU), Dr. Mark Petersen dan Dr. Stephen Harmsen dari USGS,
Prof. Ir. Widodo, MSCE., Ph.D (Penguji sidang), Para Dosen Teknik Sipil ITB, Ibu
Ida, Ibu Ani, mas Totok dan rekan-rakan (Staff administrasi dan tata-usaha Teknik
Sipil Program Pascasarjana), sahabat penghuni Rumah-C, istri tercinta Iin
Endrawati, wabil-khusus Dr. A.S. Panji Gumilang (Syaykh Al-Zaytun) yang
memberi kesempatan dan beasiswa, serta semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah menyumbangkan tenaga maupun pemikirannya.
Semoga budi dan amal baiknya mendapatkan pahala dari Allah SWT.

22
Gambar 20. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar PGA (T = 0 detik) untuk 10% PE 50 tahun.

23
Gambar 21. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar spektra T = 0.2 detik untuk 10% PE 50 tahun.

24
Gambar 22. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar spektra T = 1.0 detik untuk 10% PE 50 tahun .

25
Gambar 26. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar PGA (T = 0 detik) untuk 2% PE 50 tahun.

26
Gambar 27. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar spektra T = 0.2 detik untuk 2% PE 50 tahun.

27
Gambar 28. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar spektra T = 1.0 detik untuk 2% PE 50 tahun.

28
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 April 1965 di Lamongan, Jawa Timur. Ia lulus
dari SMPP Lamongan pada tahun 1984.

Ia memperoleh gelar Insinyur pada tahun 1989 dan gelar Megister Teknik pada
tahun 2004 di Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung.

Sejak tahun 2005 ia menjadi pengajar di Yayasan Pesantren Indonesia.

Penulis menikah dengan Iin Endrawati pada tahun 1994.

Karya tulis penulis selama menjadi mahasiswa program S3 ITB yang berkaitan
dengan penelitian disertasi adalah:

1. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono B., Triyoso W., dan Hendriyawan., (2010):
Development of Spectral Hazard Map for Indonesia with a Return Period
of 2500 Years using Probabilistic Method, J. Civil Engineering
Dimension, Vol. 12, No. 1, March 2010, 52-62 ISSN 1410-9530 print /
ISSN 1979-570X online.
2. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono, B., Triyoso, W., Aldiamar, F., dan
Firmanti, A., (2010): Peta Respon Spektra Indonesia di Permukaan Untuk
Berbagai Kondisi Tanah Dengan Model Sumber Gempa 3-D, Kolokium
Jalan dan Jembatan, PUSJATAN-PU, Bandung 11-12 Mei 2010.
3. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Budiono B., Triyoso W., dan
Firmanti A., (2010): Development of Spectral Hazard Maps for Proposed
Revision of Indonesia Seismic Building Code, Geomechanic and
Geoengineering an International Journal, Vol. 5. No. 1, 35-47, DOI:
10.1080/17486020903452725.
4. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Latif, H., Razali N., dan Firmanti, A.,
(2010): Seismic Hazard Maps of Indonesia and Geotechnical and Tsunami
Hazard Assessment for Banda Aceh, Kyoto Seminar 2010,
Geotechnics/Earthquake Geotechnics towards Global Sustainability,
Kyoto University, Japan, January 12-14,
5. Irsyam, M., Asrurifak, M., Budiono B., Triyoso W., dan Firmanti A., (2010):
Indonesia Spectral Hazard Map at Ground Surface for Earthquake
Resistance Building Design, The 5th Kyoto University Southeast Asia
Forum, Conference of Earth and Space Science, Bandung 7-8 January.
6. Irsyam, M., Asrurifak, M., Budiono B., Triyoso W., Merati W., Sengara I.W.,
dan Firmanti A., (2009): Development of Spectral Hazard Map for
Indonesia Using Probabilistic Method by Considering Difference Values
29
of Mmax for Shallow Background Sources, The 1st International Seminar
on Sustainable Infrastructure and Built Environment in Developing
Countries, Bandung (Indonesia), November 2 (Mon) 3 (Tue).
7. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono, B., dan Triyoso, W., (2009): Peta Hazard
Sumatra di Permukaan Untuk Berbagai kondisi Tanah Dengan Model
Sumber Gempa 3D dan Faktor Amplifikasi Mengikuti IBC-2009,
Prosiding Seminar & PIT XII HATTI, , Bali, 5-6 November.
8. Irsyam, M., Asrurifak, M., Budiono, B., Triyoso, W., Merati, I.G.W., Sengara,
I.W., dan Firmanti, A., (2009): Development of Spectral Hazard Map for
Indonesia Using Probabilistic Method by Considering Difference Values
of Mmax for Shallow Background Sources, International Conference on
Sustainable Infrastructure and Built Environment in Developing
Countries. November, 2-3, 2009, Bandung, ISBN 978-979-98278-2-1.
9. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono, B., Triyoso, W., Hendriyawan, Merati, W.
dan Sengara, I.W., (2009): Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan
Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa
Background, Seminar HAKI Menuju Praktek Konstruksi Yang Benar
Jakarta, 11-12 Agustus.
10. Asrurifak, M., Irsyam, M., Budiono, B., dan Triyoso, W., (2009): Development
of Spectral Hazard Maps for Proposed Revision of Indonesia Seismic
Building Code, Poster Pameran Riset Unggulan, HARDIKNAS, 21-23
Mei 2009.
11. Irsyam, M. dan Asrurifak, M., (2009): Analisis Seismic Hazard Dengan Model
Sumber Gempa 3-Dimensi Untuk Usulan Revisi Peta Gempa Indonesia
SNI 03-1726-2002, Seminar Mengelola Resiko Bencana di Negara
Maritim Indonesia, diselenggarakan oleh Majelis Guru Besar ITB, 24
Januari.
12. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Budiono, B., Triyoso, W., Hutapea,
B., (2008): Development of Spectral Hazard Maps for Proposed Revision
of Indonesia Seismic Building Code, 3rd International Seminar on
Earthquake Disaster Mitigation, Bandung, 27 Nopember.
13. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Budiono, B., Triyoso, W., dan
Hutapea, B., (2008): Usulan Revisi Peta Seismic Hazard Indonesia
Dengan Menggunakan Metode Probabilitas Dan Model Sumber Gempa
Tiga Dimensi, Prosiding Seminar HATTI, 18-19 Nopember 2008, ISBN
978-979-96668-6-4.
14. Irsyam, M., Hoedajanto, D., Kertapati, E., Boen, T., Petersen, M.D., Dangkua,
D., dan Asrurifak, M., (2007): Usulan Revisi Peta Hazard Kegempaan
Wilayah Indonesia, Paper Seminar HAKI, Konstruksi Tahan Gempa Di
Indonesia, Jakarta, 21-22 Agustus.

30

Anda mungkin juga menyukai