Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan yang sangat


erat saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Pembangunan
dalam hal ini berupa kegiatan usaha maupun kegiatan untuk hajat hidup
orang banyak, membutuhkan faktor lingkungan baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial sebagai unsur produksi baik secara langsung
maupun tidak langsung. Lingkungan alam menjadi pemasok sumberdaya
alam yang akan diproses lebih lanjut guna memenuhi kebutuhan manusia,
sedangkan lingkungan sosial menyediakan sumberdaya manusia sebagai
pelaku pembagunan. Sebaliknya lingkungan membutuhkan pembagunan
untuk bisa memberikan nilai guna atau manfaat yang dapat diukur secara
ekonomi. Demikian pula lingkungan sosial juga membutuhkan pembagunan
guna mendapat manfaat untuk kehidupan yang lebih baik. Kegiatan
pembagunan yang menghasilkan berbagai produk baik barang dan jasa telah
memberikan manfaat bagi kesejahtraan, kemudahan dan kenyamanan bagi
kehidupan manusia diberbagai bidang. Namun demikian dalam kegiatan
lingkungan alam, ancaman datang dari dua sumber yakni polusi dan deplesi
sumber daya alam. Polusi berkaitan dengan kontaminasi lingkungan oleh
industri, sedangkan deplesi sumberdaya alam bersumber dari pengunaan
sumber-sumber yang terbatas jumlahnya (Hadi dan Samekto, 2007 )

Sementara peningkatan bahan bakar fosil (batubara) sebagai


sumber energi justru menyumbang gas karbon yang akhirnya berdampak
pada perubahan iklim yang terjadi karena efek rumah kaca. Kontradiksi
antara kepentingan pembagunan dan kepentingan pelestarian lingkungan ini
memerlukan upaya dan langka nyata agar keduanya dapat dilakukan secara
seimbang dan harmonis, sesuai amanat pembagunan berkelanjutan yakni

1
pembagunan dengan memperhatikan tiga pilar utama yakni ekonomi,
lingkungan, dan sosial.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya


sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan lingkungan hidup
dan mencegah terjadinya pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, penegendalian, pengawasan dan
penegakan hukum. Dalam rangka pelindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup tersebut maka setiap rencana usaha dan/ atau kegiatan wajib memeliki
izin lingkungan sebagai persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/ atau
kegiatan. Selain itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup
Nomor 16 Tahun 2012 Tenteng Pedoaman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup.

Dalam upaya mendukung pertumbuhan kegiatan perekonomian


didaerah Maluku Utara, Pemerintah Indonesia melakukan ekselarasi
pembagunan diberbagai bidang termaksut sektor energi listrik. Pembagunan
pembakit listrik system interkoneksi sangat diperlukan untuk mengantisipasi
kebutuhan energi listrik yang selalu meningkat setiap tahunnya. Saat ini
Provinsi Maluku Utara sudah Mempunyai Pembakit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) yang berada di kota tidore kepulauan, yang berkapasitas 2X7 MW,
dimana dengan adanya sektor Pembakit Listrik Tenaga Uap (PLTU 2X7
MW) bisa memberikan kemajuan yang positif terhadap Perekonomian
Provinsi Maluku Utara.

Maka berdasarkan latar belakang lingkungan merupakan hal yang


sangat penting untuk diperhatikan, baik itu pemerintah, stockholder,
akademisi, dan masarakat. Maka penulis mengankat judul Kerja Praktek (KP)
Rencana Pengolahan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) di PT. PLN (PERSERO) Maluku
Maluku Utara (MMU) Sektor Pembangkit Listrik PLTU Tidore

2
1.2. Rumusan Masalah.

Adapun rumusan masalah yang dirumuskan dalam kerja praktek


ini adalah :

a. Bagaimana bentuk rencana pengolahan lingkungan hidup dan bentuk


pemantauan lingkungan hidup terhadap emisi cerobong di PT. PLN
(Persero) Maluku Maluku Utara (MM) Sektor Pembangkit Maluku
PLTU Tidore Maluku Utara.
b. Bagaimana bentuk rencana pengolahan lingkungan hidup dan bentuk
pemantauan lingkungan hidup terhadap pembokaran dan penimbunan
batubara di PT. PLN (Persero) Maluku Maluku Utara (MM) Sektor
Pembangkit Maluku PLTU Tidore Maluku Utara.

1.3. Batasan Masalah.

Yang menjadi perhatian penulis dalam melakukan penelitian Kerja


Praktek ini hanya bagaimana penangulangan/ atau pengendalian terhadap
emisi cerobong dan pembokaran dan penimbunan batubara di PT. PLN
(Persero) Maluku Maluku Utara (MM) Sektor Pembangkit Maluku PLTU
Tidore Maluku Utara.

1.4. Tujuan Penelitian.

Dalam melakukan Kerja Praktek (KP) ini ada beberapa tujuan


penelitian yang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian dampak emisi cerobong


dan penangulangan/ pengendalian terhadap pembongkaran batubara
dan penimbunan batubara.
b. Mendapatkan diskripsi pelaksanaan tangung jawab sosial dan
lingkungan yang dilakukan PT. PLN (Persero) Maluku Maluku Utara
(MM) Sektor Pembangkit Maluku PLTU Tidore Maluku Utara.
c. Mengetahui presepsi masarakat tentang tangung jawab sosial dan
lingkungan yang dilakukan di PT. PLN (Persero) Maluku Maluku
Utara (MM) Sektor Pembangkit Maluku PLTU Tidore Maluku Utara.

3
1.5. Manfaat Dan Kegunaan Penelitian.

Dari hasil kerja praktek ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Penulis dan pembaca dalam menambah pengetahuan mengenai


Rencana Pengolahan lingkungan Hidup (RPL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL).
b. Sebagai salah satu referensi tambahan bagi institusi/ lembaga
akademik.

1.6. Metode Penelitian

Untuk melaksanakan penelitian ini, disusun beberapa langka kerja


untuk memudahkan dan merinci kegiatan yang harus dilakukan demi
mencapai hasil yang optimal.

1. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data terbagi atas dua


kategori :

a. Studi literatur
Studi literatur berupa studi terhadap daerah penelitian dari
perpustakaan yang ada.
b. Observasi Lapangan
Observasi lapangan ini dilakukan dengan pengamatan terhadap
kondisi dan keadaan dilapangan serta kegiatan lingkungan yang
khususnya yang berhubungan dengan Rencana Pengolahan
lingkungan Hidup (RPL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan
Hidup (RKL).
2. Metode Pengambilan Data.
Pada pengambilan data dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Data primer yaitu data yang diperoleh dari pengamatan dilapangan
langsung.

4
b. Data sekunder, yaitu data pendunkung atau data perlengkapan dalam
proses pengolahan data beserta keadaan geologi, topografi, vegetasi
dan curah hujan.

1.7. Metode Pengolahan Data.


Data-data yang telah dikumpulkan akan dilakukan pengolahan
dan disusun berdasarkan masalah yang dirumuskan. Selanjutnya
dideskripsikan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh baik
mengenai tahapan Rencana Pengolahan lingkungan Hidup (RPL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL).

RENCANA PENGOLAHAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL) DAN RENCANA


PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) DI PT. PLN (Persero) WILAYAH
MALUKU MALUKU UTARA (MMU) SEKTOR PEMBANGKIT MALUKU
PLTU TIDORE PROVINSI MALUKU UTARA

Rumusan Masalah
a. Bagaimana bentuk rencana pengolahan lingkungan hidup dan bentuk
pemantauan lingkungan hidup terhadap emisi cerobong di PT. PLN
(Persero) Maluku Maluku Utara (MMU) Sektor Pembangkit Maluku PLTU
Tidore Maluku Utara.
b. Bagaimana bentuk rencana pengolahan lingkungan hidup dan bentuk
pemantauan lingkungan hidup terhadap pembokaran dan penimbunan
batubara di PT. PLN (Persero) Maluku Maluku Utara (MMU) Sektor
Pembangkit Maluku PLTU Tidore Maluku Utara.
Data Primer Data Sekunder
Batasan Masalah
Obesrvasi Yang
lapangan 1. Data-data
menjadi perhatian penulis penelitian terdahulu
dalam melakukan
Pengambilan data lapangan
penelitian 2. Peta geologi
Kerja Praktek ini hanya bagaimana regional kota
tidore 5
penangulangan/
terkait RKL & RPL atau pengendalian terhadap emisi
3. Morfologi
Wawancaracerobong dan pembokaran dan penimbunan batubara di
PT. PLN (Persero) Maluku 4. Utara
Maluku Topografi
(MMU) Sektor
Dokumentasi lapangan
Pembangkit Maluku Pengambilan
PLTU Tidore5.Data
Data curah
Maluku Utara.hujan
Pengolahan Data

Analisa Data

Penyusunan laporan

kesimpulan

Gambar 1.1. Diagram Alur Penelitian

BAB II

TINJAUAN UMMUM

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah.

Secara umum loaksi Kerja Praktek yaitu Didesa Rum Balibunga


Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara, secara
Geografis Arial Lintas Rum Balibunga pada 04419.51 LU sampai

6
1272316.86 BT. Dengan luas wilayah 13.862,86 Km2 dengan luas laut 4.746
dan luas lautan 9.116, 36 Km2.

Keberadaan Pembakit Listrik Tenaga Uap Unit PLTU 2X7 MW


Tidore yang berada desa Rum Balibunga Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore
Kepulauan, terdapat batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Bukit Desa Tabala / Cobo


Sebelah Timur : Kelurahan Rum
Sebelah Selatan : Desa Rum Balibunga
Sebelah Barat : Laut/Selat Antara Tidore Dan Maitara.

Untuk mencapai tempat Kerja Praktek di PT. PLN (Persero) Unit 2 PLTU 2X7
MW Tidore didaerah Rum Balibungga tersebut maka perjalanan dilakukan dari
Ternate tidore dapat ditempu dengan mengunakan kapal fery, motor kayu atau
speed boat dengan waktu tempuh 30 menit dengan mengunakan kapal fery dan
20 menit dengan mengunakan speed boat. Tidore (desa rum) dapat ditempu
dengan jalan darat kendaraan roda dua atau roda empat dapat di tempuh dengan
waktu 10 menit. Peta Adimistrasi Kota Tidore kepulauan dapat disajikan pada
(Gambar2.1.)

7
Lokasi Penelitian
PLTU Tidore

Sumber : Google Eart

Gambar 2.1. Peta Lokasi Kesampaian Daerah

8
2.2. Geologi Regional Pulau Tidore

Pulau Tidore termaksut dalam Peta Geologi Lembar Pulau Ternate


Maluku Utara. Skala 1 : 250.000 daerah ini merupakan deretan pulau disebelah
barat pulau halmahera yang melintang ke arah utara ke selatan antara Lain Pulau
Hiri, Pulau Ternate Pulau Tidore, Pulau Mare Pulau Moti Dan Pulau Makian yang
merupakan busur kepulauan gunung api kuarter. Semua mandala fisografi tersebut
berhubungan erat dengan mandala geologinya. Deratan pulau ini sebagian besar
berbentuk kerucut gunung api yang masih aktif, seperti Gunung Ternate, Gunung
Tidore dan Gunung Makian.

Dalam Peta Geologi Lembar Ternate, Maluku Utara terdapat 17 formasi


batuan dengan kisaran umur dimulai dari sebelum kapur damapai dengan holosen
(Bessho,1994) secara geologi lembar ternate terdiri dari Mandala Geologi
Halmahera Timur, Mandala Geologi Halmahera Barat dan busur kepulauan
Gunung Api Kuarter. Madala Geologi tersebut mempunyai perbedaan dalam jenis
batuan dan tektoniknya.

Deretan pulau yang membentuk busur Kepulauan Gunung Api terdapat


dibagian Pulau Halmahera, sebagian besar tertutup rempah-rempah Gunung Api
Holosen. Hanya di Pulau Kayoa yang berada diselatan tersingkap Batuan Gunung
Api Oligo-Meosen yang dinamakan formasi Bacan, yang tertindih oleh batuan
gamping koral (Ql). Peta Geologi Pulau Tidore disajikan pada (Gambar 2.2.)

Stratigrafi lembar ternate terdiri dari batuan sedimen, yaitu :

a. Formasi Dodaga (Kd), batu gamping (Tpel), Formasi Doro Sagu (Tped),
Kolongmerat (Tpec), FormasI Tutuli (Tomt), Konglomerat (Tmpc),
Formasi Tinteng (Tmpt), Formasi Weda (Tmpw), Batu Gamping Terumbu
(Ql).
b. Endapan Permukaan yaitu Aluvium dan Endapan Pantai.
c. Batuan Gunung Api yaitu Formasi Bacan (Tomb), Formasi Kayasa (Qpk)
Tufa (Qht), batuan Gunung Api Holosen (Qhv) dan
d. Batuan Beku yaitu : komplek Batuan Ultarabasa (Ub), Gabro (Gb) dan
Diorit (Di)

9
e. Sedangkan batuan pulau tidore didomenasi oleh Batuan Gunung Api
holosen yang terdiri yang terdiri dari breksi gunung api, lava, tufa, dan abu
gunung api. Breksi gunung api bersusunan desitpiroksen, kelabutua,
kompak dengan masa dasar tufa berbutir halus.
f. Lava bersusun andesit sampai basal, kelabu sampai kelabu kehitaman,
pejal dan sebagian berongga.
g. Tufa, putih kotor, kelabu, getas, berbutir sedang sampai kasar. Abu gunung
api, kelabu, berlapis baik dengan tebal 15-40 cm.

Satuan batuan ini berupa deretan kerucut Gunung Api Gunung Hiri,
Gunung Ternate, Gunung Simunjenge, Gunung Sebela, Gunung Kiematabu,
Gunung Mare, Gunung Moti, Gunung Makian Dan Gunung Tigalalu. Gunung Api
yang masih aktif adalah Gunung Gamalama, Gunung Kiematabu (Pulau Tidore)
Gunung Makian.

10
Sumber :Bakonsurtanal.

Gambar 2.2. Peta Geologi Daerah Penelitian

11
2.3. Kondisi Topografi dan Geomorfologi.

Daerah Kota Tidore Kepulauan secara fisografi dapat dibagi menjadi


dua bentuk utama yaitu Daerah Pulau Tidore dan Daerah Pulau Halmahera. Pulau
tidore memeliki bentukan asal gunung api. Satuan memeliki kelerengan bervariasi
mulai dari 2% hingga lebih dari 40%, hal ini sesuai dengan jenis bentukan asal
satuan vulkanik. Sedangkan bagian kedua kewilayah kota tidore, yang berada
pada dataran Pulau Halamahera memeliki karakteristik yang berbeda dengan
Pulau Tidore. Satuan geomorlogi antara lain adalah dataran alluvial perbukitan,
denudasional, perbukitan denudasional ultramafic, plato dan monoklin.

Dilihat dari tiap topografi tiap pulau maka hanya pulau tidore yang
memeliki topografi yang tajam dibadingkan tiga gugusan pualau terdekatnya
yaitu, berkisaran antara 15-40% dan bahkan sebagian >40% . daerah-daerah yang
memeliki topografi datar sampai landai di Pulau Tidore dapat ditemui dikelurahan
dowora, sebagian dikelurahan indonesiana, rum, ome, dan beberapa kelurahan
yang memeliki topografi datar. Kondisi topografi yang demikian juga dapat
ditemui di pulau maitra dan pulau mare, dimana seluruh kawasan yang
mempunyai topografi datar sampai landai, dimanfaatkan untuk pemukiman
sementara kawasan-kawasan dengan kemiringan 25-40% diperuntukan untuk
lahan perkebunan dan pertanian (kebun, tagalan dan ladang), topografi atau
kemiringan tanah dikota tidore berfariasi antara 0-2%, 2-15% dan 15-40%,
banyak tersebar dipingiran pantai. Kondisi tanah dipulau Tidore Kepulauan
sebagian besar memeliki ciri khas halus sampai sedang sedikit berpasir
memberikan kemanpuan draenase yang cukup baik dilihat dari sifat pori tanah
yang menyerap air. Peta Topografi Tidore Maluku Utara (Gambar 2.3.)

Geomorfologi bentuk pantai yaitu berbentuk lembah terdiri dari


beberapa pohan, diantaranya pohon sukun, pala, kelapa, ketapang dan pohon
lainya yang berfungsi sebagai mencegah terjadinya abrasi pantai dan bentuk
pantainya dangkal, berpasir dan berbatu sediment dan PH pasirnya 4,3 PH, suhu

12
pasirnya adalah 29.9 C dan kelembapan pasirnya 50% serta serta berbatu
sediment dan beku dengan kemiringan lereng 65-85.

2.4. Stratigrafi

a. Endapan aluvial (Qa)


Endapan ini tersusun atas matarial lepas berukuran lempung hingga
bongka menyebar dibagian barat dengan ketebalan antara 0.5- 10 meter.
b. Formasi weda (Tmpw)
Batupasir bersilingan dengan batu lempung, batu lanau, napal, batu
gamping dan kolongmerat batua membentuk morfologi berbukit rendah
dengan ketingian rata-rata 500 meter. Umur relativ satuan diperkirakan
berkisar Miosen tengah sampai Pliosen satuan ditaksirkan lebih kurang
650 meter tebalnya dan mempunyai hubungan menjemari dengan formasi
Tingteng (Tmpt) untuk pertama kali satuan Litostratigrafi ini oleh Besso
(1994), dinamakan seri weda, diambil nama dari Kp. Weda dilembar
Ternate.
c. Formasi kayasa (Qpk)
Formasi ini terdapat breksi dan lava, breksi berkomponan basal dan
andesit, terpilah buruk, pejal. Lava basal dan andesit, kelabu, berongga,
terkekarkan umumnya diduga Plistosen.

d. Formasi Bacan (Tomb)


Juga dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan tektonik serta aktivitas
Vulkanik sehingga terbentuknya Breksi dan Lava Andesit, persisipan
Batupasir, Tufan dan Batu Lempung berwarna kelabu kehijau. Breksi
berkomponen andesit, berasal dari sedikit rijang merah. Lava berwarna
kelabu hijauan, andesit, terpropolitikan, kalsit dan kuarsa, sisipan batupasir
dan lempung berlapis baik. Foramini Fera, Globorotalikulgeri, Globi
Gerina Venezuelana Dan Austroliana menunjukan umur oligosen- miosen
bawah. Tebal lebih dari 100 meter. Tersingkap sampai Obi Tengah sampai
Obi Latu bagian atasnya menjemari dengan Formasi Fluk dan tak selaras
dengan Batuan Ultramafik (Sumber : PT.Shell, 1976).
e. Formasi tingteng (Tmpw)

13
Tersusun oleh batu gamping hablur dan batu gamping pasiran dan sisipan
napal dan batu pasir, berumur akhir meosen- awal pliosen, tebal 600
meter.

2.5. Curah Hujan

Provinsi Maluku Utara Merupakan Provinsi Kepulauan yang salah


satunya kepulauan tidore yang dipengaruhi oleh iklim tropis yang terdiri dari
musim kemarau dan musim hujan. Hal ini yang disebabkan oleh wilayah yang
berupa pulau-pulau yang dikelinggi oleh lautan yang luas. Iklim Provinsi Maluku
Utara oleh eksisten siperairan laut yang luas dan bervariasi antara tiap bagian
wilayah.

600

500
2011 CH
400 2011 HH
2012 CH
300 2012 HH
2013 CH
200 2013 HH
2014 CH
100
2014 HH
0 2015 CH
2015 HH

Sumber :Stasiun Meteorologi Babullah Ternate

Gambar 2.2. : Grafik Curah Hujan.

BAB III

LANDASAN TEORI

14
3.1. Lingkungan.

Lingkungan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan mahluk yang


ada dimuka bumi ini karena lingkungan mempunyai segala pengaruh bagi
kehidupan umat manusia. Lingkungan yakni sistem kehidupan diamana terdapat
campur tangan manusia terhadap tatanan eksosistim. Karena lingkungan yang
bersih dan nyaman suatuh bagian terpenting pada kehidupan manusia, pada
umumnya lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan umat manusia dan
ekosistim lainya.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan


Dan Pengolahan Lingkungan Hidup Pasal 1 point 1 lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup termaksut
manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.

Pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup yang diuraikan dan


ditafsirkan di Undang-Undang Dasar Lingkungan Hidup bermaksud agar dapat
dijalankan secara sitematis, terorganisasi dan ditaati oleh seluruh masarakat. Oleh
karena itu Undang-Undang Dasar yang jelas, teratur, efektif dan efisien. Untuk
pengawasan lingkungan telah terbentuk suatu lemabaga Internasional untuk
lingkungan hidup dan pembagunan yang melibatkan berbagai negara.
Kepentingan lingkungan hidup harus dipikirkan dalam waktu yang panjang demi
kesejahteraan umat manusia, walaupun dalam pelaksanaanya dilakukan dalam
bentuk skala lokal. Menghadapi perkembangan baik dalam negeri maupun diluar
negeri dan maupun dilaur negeri dan pesatnya persaingan global.

3.1.1. Tujuan Pengolahan Lingkungan Hidup.

Berdasarkan Kententuan Umum dalam 32 Tahun 2009 Tentang


Perlindungan Dan Pengolahan Lingkungan Hidup yang dimaksut dengan

15
pengolahan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran / atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemiliharaan, pengawasan dan penegakan hukum
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselengarakan dengan asas tangung jawab
negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan mewujudkan pembagunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam manusia seutuhnya dan
pembagunan masarakat Indonesia seluruhnya yang beriman yang bertaqwa
terhadap tuhan yang maha esa.

Menurut Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan


Pengolahan Lingkungan Hidup Pasal 3 adalah bertujuan :

a. Melindungi Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari


pencemaran / atau kerusakan lingkungan hidup.
b. Menjamin kesalamatan, kesehatan dan kehidupan manusia
c. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
d. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa depan
e. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia
f. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
g. Mewujudkan pembaguan berkelanjutan dan
h. Mengaantisipasi isu lingkungan global

Tujuan Pengolahan Lingkungan Hidup adalah terlaksananya


pembagunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya
alam secara bijaksana. Agar tujuan tersebut dapat dicapai maka sejak awal
perencanaan perubahan kondisi lingkungan, baik yang positif maupun yang
negatif, dengan demikian dapat dipersiapkan langkah-langkah pengolahanya.

3.1.2. Upaya Penyusunan Analisi Mengenai Dampak Lingkungan


(AMDAL), atau Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL)

Kajian kelayakan lingkungan diperlukan bagi kegiatan/ atau usaha yang


akan memulai melaksanakan proyeknya, sehingga dapat diketahui dampak akan

16
timbul dan bagaiamana cara pengelolaanya. Proyek disini bukan hanya
pembagunan fisik saja tetapi mulai dari perencanaan, pembagunan fisik sampai
sampai proyek tersebut dapat berjalan bahkan samapai proyek tersebut berhanti
masa operasinya. Jadi lebih ditekankan pada aktivitas manusia didalamnya.

Kajiaan kelayakan lingkungan adalah salah satu syarat untuk


mendapatkan perijinan yang diperlukan bagi suatuh kegiatan/usaha, seharusnya
dilaksanakan bersama-sama dengan kajian kelayakan teknis dan ekonomi. Dengan
demikian ketiga kajian kelayakan tersebut dapat sama-sama memberikan
masukan untuk dapat menghasilkan keputusan yang optimal bagi kelangsungan
proyek, terutama dalam menekan dampak negatif yang bisanya dilakukan dengan
pendekatan teknis sehingga didapat biaya yang lebih murah.

Secara umum proses penyusunan kelayakan lingkungan dimulai dengan


proses penampisan untuk membentuk studi yang akan dilakukan menurut jenis
proyeknya, wajib menyusun AMDAL atau UKL & UPL . Proses penampisan ini
mengacu pada keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17 Tahun
2001 Tentang Jenis Usaha dan atau/ Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika usaha atau kegiatan tersebut tidak
termasut dalam daftar maka wajib Menyusun Upaya Pengolahan dan Pemantauan
Lingkungan (UKL & RPL).

Bila kegiatan termaksut wajib menyusun AMDAL maka prosedur


penyusunan AMDAL dimulai dengan penyusunan :

1. Kerangka Acuan Analisi Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)


KA-ANDAL merupakan ruang Lingkup studi yang disepakati bersama
antara semua pihak terkait, yaitu : pemerkasa, penyusun AMDAL maupun
instasi pemerintahan yang bertangung jawab terhadap kegiatan yang
bersangkutan. KA inlah yang menjadi pengangan bagi semua pihak, baik
dalam penyusunan ANDAL dan evaluasi dokumen studi tersebut.
KA-ANDAL merupakan hasil akhir dari suatuh proses pelingkupan yang
mememuat berbagai kegiatan penting dari suatuh rencana usaha atau
kegiatan yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan

17
berbagai parameter lingkungan yang akan terkena dampak penting;
lingkup wilayah studi maupun lingkup waktu.
2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Dalam proses penyusunan ANDAL langkah-langkah penting yang harus
dilaksanakan oleh penyusunan AMDAL yaitu :
a. Pengumpulan data dan informasi tentang rencana dan kegiatan dan rona
lingkungan awal. Data ini harus sesuai dengan yang tercantum dalam
KA-ANDAL.
b. Proyek perubahan rona lingkungan awal sebagai akibat adanya renca
kegiatan. Seperti diketahui, bahwa kondisi atau kualitas lingkungan
tersebut akan mengalami perubahan menurut waktu dan ruang.
Demekian juga kualitas lingkungan tersebut akan mengalami
perubahan yang lebih besar dengan adanya aktivitas suatuh kegiatan
menurut ruang dan waktu. Perbedaan besarnya perubahan antara
dengan proyek dan tampa proyek inilah yang disebut dengan dampak
lingkungan.
c. Penentuan dampak penting terhadap lingkungan akibat renca kegiatan.
Bersarkan hasil pemikiran dampak yang dilakukan dari dua dampak
tersebut diatas, dapat diketahui berbagai dampak penting yang perlu
dievaluasi.
d. Evaluasi dampak penting terhadap lingkungan. Dampak penting
dievaluasi dari segi sebab akibat dampak terjadi, ciri dan karakteristik
dampaknya, maupun pola dan luas persebaran dampak. Hasil evaluasi
ini menjadi dasar penentuan langkah-langkah pengolahan dan
pemantuan lingkungan nantinya.

3. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)

Pengelolaan lingkungan meliputi upaya pencegahan, pengendalian,


penanggulangan dan pemulihan kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan.

Menurut Soeryo Adiwibowo (2000), prinsip prinsip pokok pengelolaan


lingkungan yaitu :

18
a. Upaya pencegahan dampak penting yang sekaligus meningkatkan
efiensiensi usaha dan menguragi resiko terhadap manusia dan
lingkungan harus merupakan prioritas utama.
b. Upaya pengelolaan lingkungan harus merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem menejemen organisasi keseluruhan dan harus
terus menerus diintergasikan ke dalam proses produksi, produk
maupun jasa.
c. Upaya pengelolaan lingkungan harus merupakan tangung jawab selurh
menejeman dan karyawan organisasi sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing.
d. Upaya pengelolaan lingkungan harus membuka ruang yang cukup bagi
masarakat sekitar untuk terlibat dalam pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan dengan melibatkan masarakat harus
berorentasi pada pengelolaan lingkungan sekaligus kebutuhan
masarakat serta dalam merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan
mengevaluasi program yang akan dilaksanakan bersama-sama dengan
masarakat.
4. Rencan Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pemantauan lingkungan merupakan upaya sistematis yang terencana untuk
memperoleh data kondisi lingkungan hidup secara priodik diruangan
tertentu berikut perubahannya menurut waktu. Dokumen ini memuat
rencana pemantauan terhadap berbagai komponen lingkungan hidup yang
sumber dampaknya telah dikelola.
Menurut Soeryo Adiwibowo (2000), pemantauan lingkungan harus
didesain sedemikian rupa agar memberikan masukan atau informasi
priodik mengenai hal-hal berikut :
a. Efektivitas upaya pencegahan dampak penting negatif
b. Perubahan efiesensi usaha
c. Antisipasi sejak dini resiko lingkungan yang akan timbul
d. Efektivitas sistem menejemen yang membagun,
e. Mutu lingkungan.

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan yang diajukan pada


instasi yang bertangung jawab mengendalikan dampak lingkungan untuk
mendapatkan pesetujuan, selanjutnya kerangka acuan ini menjadadi dasar

19
penyusnan AMDAL . Hasil penelaian Komisi terhadap dokumen ada tiga
kemungkinan :

1. Hasil penilaian bahwa dokumen tidak lengkap sehingga harus diperbaiki.


2. Hasil penilaian bahwa dokumen ditolak karena tidak ada teknologi untuk
pengelolaan lingkungannya.
3. Hasil dokumen disetujui yang berarti kegiatan dapat dilaksanakan.

Setelah itu dilakukan penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Kemudian


dipresentasikan lagi di hadapan tim Komisi penilaian Amdal. Setelah itu disetujui
maka dikeluarkan SK kelayakan Lingkungan bagi usaha atau kegiatan tersebut
dan kegiatan pembagunan maupun kontruksi dapat dimulai.

Kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting wajib


menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL),
Prosedur penyusunannya yaitu pemerkasa melakukan studi kelayakan lingkungan
sesuai dengan format yang berlaku selanjutnya dikonsultasikan dan diajukan
kepada instansi yang bertangung jawab mengendalikan dampak lingkungan untuk
mendapat persetujuan.

3.2. Industri dan Lingkungan Hidup.

Perkembangan teknologi dan industri yang pesat dewasa ini ternyata


membawa dampak bagi kehidupan manusia, baik dampak yang bersifat positif
maupun dampak yang bersifat negatif. Dampak positif memang diharapkan oleh
manusia, namum damapak yang bersifat negatif tidak diharapkan karena dapat
menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup manusia. Semua orang ingin
memperoleh kenyamanan dan kualitas harus terlibat dalam usaha mengatasi
dampak yang bersifat negatif, baik dari kalangan ilmuan, industrian, pemerintah
maupun masarakat biasa.

Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia berupaya


dengan segala daya untuk dapat menggolah dan menmanfaatkan kekayaan alam

20
yang ada demi tercapainya kualitas hidup yang di inginkan. Dalam pemanfaatkan
sumber daya alam harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Daya dukung alam diartikan sebagai kemanpuan alam untuk
mendukung kehidupan manusia. Berkurangnya daya dukung alam akan
menyebabkan kemanpuan alam untuk mendukung kehidupan manusia menjadi
berkurang.

Industri telah banyak menyebabkan banyak perubahan dalam


masarakat, yang sebelumnya didominasi masarakat pertanian menjadi masarakat
industri. Kegiatan industri telah mendorong pertumbuhan ekonomi bagi sebagian
masarakat dengan meningkatnya pendapatan sehingga mendapatkan kesempatan
yang lebih besar terhadap pendidikan dan peningkatan standar kehidupan yang
lebih baik. Namun demikian ada harga yang harus perlu dibayar yaitu
menurunnya kualitas lingkungan dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya.

3.3. Pembagunan Berwawasan Lingkungan

Pembagunan berwawasan lingkungan mengandung pengertian bahwa


upaya peningkatan kesejahtraan dan mutu hidup rakyat dilakukan sekaligus
dengan melestarikan kemanpuan lingkungan agar dapat tetap menunjang
pembagunan secara berkesenambungan. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan suatuh
kegiatan wajib diikuti dengan upaya mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan atau perusakan lingkungan hidup.

Gagasan pembagunan berkelanjutan dikenal juga dengan pembagunan


berwawasan lingkungan, secara bertahap mulai dimasukan dalam kebijakan
perencanaan dan pembagunan Nasional. Hal tersebut terdapat dalam Undang-

21
Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Kententuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang selanjutnya direvisi oleh Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan.

Emil Salim (1990) dan Hadi (2001) mengemukakan beberapa konsep


pembagunan berkelanjutan yang diterapkan dinegara berkembang yaitu :

1. Pembagunan berkelanjutan menghendaki penerapan perencanaan tata


ruang pembagunan sumber daya alam harus memperhatikan daya dukung
lingkungan. Segala kegiatan yang memanfaatkan sumber daya alam harus
memperhatikan kapasitas lingkungan.
2. Perencanaan pembagunan menghendaki adanya standar lingkungan hal
tersebut dimaksutkan agar kualitas lingkungan dapat terjaga misal : adanya
standar baku mutu air limbah, buku mutu udara dan sebagainya.
3. Penerapan AMDAL pada setiap kegiatan
Setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan menimbulkan
dampak penting tersebut harus dapat identifikasi, diperkirakan dan
evaluasi maka selanjunya adalah bagaiamana dampak tersebut dikelola.
Pengelolaan tersebut tertuang dalam RKL & RPL.
4. Rehabilitasi kerusakan lingkungan didaerah kritis, misal sungai sebagai
tempat pembuangan. Langka yang diambil adalah dengan adanya program
kali bersih atau dikenal dengan sebutan prokasih.
5. Usaha memasukan pertimbangan lingkungan dalam perhitungan ekonomi
sebagai dasar untuk kebijakan ekonomi lingkungan.

(Sony Keraf:2002) menjelaskan konsep pembagunan berkelanjutan


dimasukan untuk mensinkronkan dan memberi bobot yang sama bagi 3 aspek
utama pembagunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek
lingkungan hidup. Gagasan tersebut mengandung maksut bahwa pembagunan
ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup harus terkait satu sama lain
sehingga unsur dari suatuh kesatuan yang saling terkait ini tidak boleh dipisahkan
dan dipertentangkan satu sama lain.

22
Sejalan hal tersebut konsep yang meningkatkan antara kepentingan,
ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup sering menjadi bahan pembicaraan
bersama yang dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR) sejak
awal tahun 2000, banyak perusahaan swasta mengembangkan program CSR
tersebut. CSR merupakan integrasi antara bisnis dan nilai-nilai dimana
kepentingan Stake holder, Customer , pegawai, investor dan lingkungan tercermin
dalam kebijakan dan tindakan perusahaan.

Beberapa hal yang berkaitan dengan CSR yaitu bahwa CSR merupakan
tindakan sukarela yang bertujuan mendekatkan perusahaan dengan persoalan
nyata dimasarakat sehingga dapat ditawarkan solusi yang harus dilakukan
perusahaan. Adapun bentuk-bentuk CSR antara lain pengelolaan lingkungan kerja
secara baik, membentuk kemitraan perusahaan bersangkutan dengan masarakat
lokal melalui berbagai kegiatan yang bersifat pemberdayaan. Selain itu CSR
berbentuk community development (pemberdayaan masarakat) dengan
mempersiapkan kemanpuan masarakat lokal. Berkaitan dengan lingkungan CSR
bisa dimulai dari lingkungan perusahaan itu sendiri yang antara lain yang
mencangkup penaganan limbah, pengelolaan industri yang tidak tercemari
lingkungan.

Konsep CSR menuntut perusahaan tidak hanya mengembangkan


keuntungan bagi dirinya sendiri tetapi juga ikut bertangung jawab terhadap
peningkatan kualitas dan masarakat disekitarnya. CSR bukan juga hanya kegiatan
amal yang dilakukan kepada masarakat sekitar, tetapi lebih pada pengembangan
masarakat. Suatuh perusahaan tidak seharusnya mengeruk keuntungan sebanyak
mungkin, tetapi juga mempunyai etika dalam bertindak dalam mengunakan
sumber daya manusia dan lingkungan guna turut mengwududkan pembagunan
berkelanjutan.

Menurut Ashoke K Roy (2006) CSR merupakan 2 konsep utama yang


sejalan dengan pembagunan berkelanjutan yaitu accontabilitas dan transprancy.
Stakeholder diharapkan tidak yang memikirkan keuntungan, tetapi pelaksanaan

23
yang baik menunjukan dengan perhatian pada isu Hak Asasi Manusia (HAM) ,
etiak bisnis, kebijakan lingkungan, kontribusi perusahaan, pengembangan
masarakat dan masalah terhadap tempat kerja. Perusahaan mengkomonikasikan
kebijakan dan tindakan mengenai dampak yang akan diteriama masarakat,
pekerja, dan lingkungan secara transparan.

3.4. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL) & Rencana Pemantauna


Lingkungan (RKL)

Rencana Pengelolaan Lingkung (RPL) & Rencana Pemantauan


Lingkungan hidup merupakan dua rencana yang saling melengkapi. Hasil
pemantauan lingkungan akan menjadi umpan balik bagi rencana pengelolaan
lingkungan dengan demikian akan memperoleh hasil yang maksimal.

Gambar 3.1. Diagram Alir RPL dan RKL

24

Hasil pemantauan kualitas


lingkungan
3.4.1. Rencana Pengelolaan Lingkungan.
Dalam penjelasan umum Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 09
Tahun 2000 tentang Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL),
dijelaskan bahwa Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL),
merupakan dokumen yang memuat upaya-upaya mencegah,
mengendalikan dan menangulangi damapak besar dan penting
lingkungan hidup yang bersifat negatif dan meningkatkan dampak
positif yang timbul sebagai akibat dari suatu rencana usaha dan/ atau
kegiatan
Uraian secara singkat dan jelas jenis-jenis masing-masing dampak
yang timbul baik oleh suatu kegiatan atau lebih dengan urutan
pembahasan sebagai berikut :
a. Dampak penting pada komponen atau parameter lingkungan hidup
yang diperkirakan mengalami perubahan mendasar menurut
ANDAL dan sumber dampak besar dan penting yang timbul akibat
langsung dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
b. Tolak ukur dampak yang digunakan untuk mengukur komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak akibat rencana usaha
dan/atau kegiatan berdasarkan buku mutu standar yang telah
ditetapkan,
c. Tujuan upaya pengelolaan lingkungan hidup, menurut KEP
51/MENLH/10/1995 adalah mengendalikan mutu limbah cair yang
dibuang kesungai.
d. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup dengan
memperhatikan sifat persebaran dampak besar dan penting yang
dikelola dengan dilengkapi peta/sketsa/gambar dengan skala yang
memadai.
e. Kapan dan berapa lama kegiatan pengelolaan lingkungan
dilaksanakan dengan memperhatikan sifat dampak besar dan
penting yang dikelola (lama berlangsung, sifat komulatif, dan
berbalik tidaknya dampak), serta kemanpuan pemrakasa (tenaga,
dana)

25
f. Pembiyaan untuk melaksanakan RKL merupakan tugas dan
tangung jawab dari pemerkasa rencana usaha dan/ atau kegiatan
bersangkutan.
g. Pada setiap rencana pengelolaan lingkunga hidup yang dicatumkan
institusi atau kelembagaan yang berurusan, kepentingan, dan
berkaitan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, sesuai
perundang-undang yang berlaku ditingkat nasional maupun daerah.

3.4.2. Rencana Pemantauan Lingkunag Hidup (RPL)


Penjelasan umum keputusan kepala BAPEDAL Nomor 09 Tahun 2000
menerangkan bahwa Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL),
dapat digunakan untuk memahami fonomena-fenomena yang terjadi
pada berbagai tingkatan, mulai tingkatan proyek samapi tingkatan
kawasan atau bahkan regional tergantung pada skala keacuhan
terhadap masalah yang dihadapi.
Adapun uraian secara singkat dan jelas masing-masing dampak yang
ditimbulkan baik oleh suatu kegiatan atau lebih adalah sebagai berikut:
a. Dampak besar dan penting yang dipantau adalah jenis komponen
atau parameter lingkungan hidup yang dipandang strategis dan
indikator dari komponen dampak besar dan penting.
b. Sumber dampak dan jenis usaha dan/atau kegiatan yang merupakan
penyebab timbulnya dampak besar dan penting.
c. Parameter lingkungan hidup yang dipantau pada aspek biologi,
kimia, fisika, dan aspek sosial ekonomi budaya.
d. Tujuan rencana pemantauan lingkungan hidup secara spesifik
adalah memantau mutu limbah cair yang dibuang kesungai
sebagaimana ditetapkan KEP 51/MENLH/10/1995,
e. Metode yang akan digunakan untuk memantau indikator dampak
besar dan penting, yang mencangkup metode pengumpulan data,
lokasi, pemantauan lingkungan hidup, jangka waktu dan frekwensi.
f. Pada setiap rencana pemantauan lingkungan hidup yang
dicantumkan insitusi atau kelembagaan yang berurusan,
berkepentingan dan berkaitan dengan kegiatan pemantauan
lingkungan hidup, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku ditingkat nasional maupun daerah.

26
3.5. Pencemaran Udara.

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat


asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari
keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam jumlah tertentu serta
benda diudara dalam waktu yang cukup lama. Akan dapat mengangu kehidupan
manusia, hewan dan tumbuhan. Bila keadaan seperti tersebut terjadi, maka udara
dikatakan telah ditercemar (Wardhana, 2004)

Udara atau dalam istilah meteorlogi adalah astmosfer merupakan


spercampuran mekanis dari gas bukaan pencampuran kimiawi. Uadara alami
(natural air), selain dari gas tampa uap air, juga mengandung uap air, campuran
partikel padat dan cair, campuran partikel padat dan cair yang halus disebut aeresol
(Harmantyo, 1998). Komposisi utama yang terdapat dalam atsmosfer terdiri dari
Nitrogen (78,08%), Oksigen (20,95%), Argon (0,93%), dan Karbondioksida
(0,034%). Apabila susunan udara mengalami perubahan dari susunan keadaan
normal seperti tersebut diatas kemudian menggangu kehidupan mahluk hidup
didalamnya, maka berarti udara telah tercemar.

Secara umum penyebab pencemaran udara ada dua macam, yaitu :

1. Karena faktor internal (secara alamiah), contoh :


a. Debu yang terbang akibat tiupan angin.
b. Debu yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi, berikut gas-
gas vulkanik.
c. Proses pembusukan sampah organik, dll.
2. Karena faktor eksternal (akibat ulah manusia) contoh :
a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil
b. Debu/ serbuk dari kegiatan industri
c. Pemakaiaan zat-zat kimia yang disemprotkan keudara
(Wardhana, 2004)

Pencemaran udara pada suatuh tingkat tertentu dapat merupakan


campuran dari suatu atau lebih bahan tercemar, baik berupa padatan, cairan atau
gas yang masuk terdispresi keudara dan kemudian menyebar kelingkungan

27
sekitarnya. Kecepatan penyebaran pada suatuh wilayah akan bergantung pada
kondisi topografi serta arah dan kecepatan angin diwilayah tersebut.

Karena sifatnya yang dinamis (selalu beruba-ubah), pencermaran udara


tidak mengenal secara tegas batas wilayah pengaruhnya. Masalah yang
ditimbulkan oleh pencemaran udara bahkan dapat melingkupi ruang antara
negara. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi
persebarannya seperti vulume baham pencemar, faktor geografis, topografi, dan
faktor klimatalogi (Harmantyo, 1989).

Selain itu, dalam disertasinya, Harmantyo (1989) menyebutkan bahwa


diatas wilayah perkotaan terdapat lapisan udara yang mengalami pencemaran.
Lapisan udara tersebut dibedakan dengan lapisan udara bersih diatasanya. Batas
kedua lapisan tersebut dinamakan mixing-height atau ketingian lapisan
pencampuran. Batas campuran bahan pencemar tersebut sampai pada ketinggian
500 meter.

Perubahan tingkat konsentrasi bahan pencemar udara daerah perkotaan


atau regional merupakan hasil keseimbangan antara laju produksi bahan
pencemar, laju pelepasan atau pembauran (dilition) dan laju penurunan melalui (1)
proses pencampuran pada lapisan udara permukaan (2) transportasi oleh angin (3)
reaksi kimia oleh udara (4) absorpsi tanah dan proses pembersihan oleh hujan.

Pencemaran dapat menahan atau menutup proses pencampuran vertikal


(vertical mixing), dan membentuk suatuh lapisan uadar (yang mengalami
pencemaran) yang dapat dibedakan dengan lapisan udara yang lainya. Dalam
keadaan inverse dijumpai kecepatan udara yang lemah dipermukaan tanah,
kecuali angin tersebut selanjutnya akan meningkat setiap kenaikan ketinggian.

Udara bersih yang kita hirup merupakan gas yang tidak tampak, tidak
berbau, dan tidak berwarna maupun berasa. Akan tetapi udara yang benar-benar
bersih sudah sulit diperoleh, terutama dikota-kota besar yang banyak industrinya
dan padat lalu lintasnya. Terjadi kerusakan lingkungan berarti berkurangnya

28
(rusaknya) daya dukung alam yang selanjutnya akan menguranggi kualitas hidup
manusia.

3.5.1. Efek Gas Rumah Kaca.

Udara yang normal mengandung gas yang terdiri dari 78% nitrogen;
20% Oksigen; 0.03% (300 ppm) karbondioksoida dan sisinya terdiri dari Neon,
Heelium, Metan dan Hidrogen. Komposisi ini mendukung kehidupan manusia.
Karbondioksida (CO2), Metana (CH4) Nitrogen Oksida (N2O), merupakan Gas
Rumah Kaca (GRK), yang menyebabkan terjadi Efek Rumah Kaca (ERK), Efek
Rumah Kaca berguna bagi mahluk hidup dibumi. Jika tidak ada gas rumah kaca,
suhu di bumi ratap-rata -18C. Suhu ini terlalu rendah bagi sebagian besar mahluk
hidup, termaksut manusaia. Tetapi dengan adanya efak rumah kaca suhu dibumi
rata-rata 35C lebih tinggi yaitu 15C. Suhu ini sesuai bagi kehidupan mahluk
hidup (Soermarwoto 1991). Karbondioksida merupakan gas rumah kaca yang
paling dominan yang terjadi secara alamiah dan dan sangat berperan dalam sistem
biologis dunia kita

3.5.2. Karbondioksida dan Perubahan Iklim.

Aliran karbon dari astmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat


dua arah yaitu peningkatan karbondioksida keastmosfer melalui proses
dekomposisi dan pembakaran dan penyerapan karbondioksida oleh tanaman.
Secara alamiah berada diastmosfer bumi, berasal dari emisi gunung berapi dan
aktivitas mikroba tanah (perombakan bahan organik) dan respirasi tumbuhan serta
hasil pernapasan manusia. Selain itu gas ini juga dihasilkan dari proses
pembakaran bahan bakar minyak dan gas yang banyak dipergunakan dikota.
Setiap jenis bahan bakar yang dipergunakan menghasilkan jumlah emisi gas
karbondioksida yang berbeda-beda ( Gratimah, 2009)

Karbondioksida merupakan gas yang tak berwarna yang terdiri dari satu
atom karbon dan dua atom oksigen. Karbondioksida adalah hasil pembakaran
senyawa organik jika cukup jumlah oksigen yang ada. Karbondioksida merupakan

29
salah satu partikel pencemar udara. Jika karbondioksida udara melebihi batas
normal yang menurunkan kualitas udara sampai pada batas yang mengangu
kehidupan.

Karbondioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbu-tumbuhan,


fungsi, dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbu-
tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu karbon dioksida merupakan
komponen penting dalam siklus karbon.

3.5.3. BAHAN FAKTOR EMISI


NO
BAKAR (KG/TJ)
1 Bensin 69.300
2 Solar 74.100
3 Minyak Tanah 71.900
4 LPG 94.600
5 Batubara 63.100
6 Briket Batubara 97.500
7 Arang Kayu 112.000
8 Kayu Bakar 112.000
Menghitung Karbondioksida

Untuk menghitung seberapa besar karbondioksida yang dihasilkan dari


aktivitas kota, maka dilakukan pendekatan perhitungan emisi karbondioksida.
Faktor emisi adalah nilai yang digunakan untuk mendapatkan berat
karbondioksida berdasarkan besaran-besaran yang dinilai misalnya Miyak Tanah,
Besin, Solar, LPG dsb, faktor emisi untuk menghitung perhitungan
karbondioksida dalam penelitian ini diperoleh dari (Intergovermenmental Panel
On Climate Change)

30
Sumber : (Intergovermenmental Panel On Climate Change)

31

Anda mungkin juga menyukai