Anda di halaman 1dari 25

PERANAN FAKTOR HOST, AGENT, DAN

LINGKUNGAN PADA TERJADINYA


PENYAKIT DIABETES MELITUS,
PERJALANAN ALAMIAH DAN TAHAP
TAHAP PENCEGAHAN
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penyakit Diabetes

Dalam keadaan normal, kadar gula darah seseorang adalah 70 samapi 110 mg/dl. Jika kadarnya
lebih tinggi dari 110 mg/dl disebut hiperglikemia dan jika kadar gula yang lebih rendah dari 70
mg/dl disebut hipoglikemia. Jika konsentrasi glukosa dalam darah mencapai 160-180 maka
glukosa tersebut akan dikeluarkan bersama urin. Tubuh mempunyai sistem metabolik yang
berpengaruh terhadap kadar glukosa dalam darah, dimana dalam hal ini fungsi pankreas sangat
dibutuhkan.

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara medis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Schteingart David,
2001:1259). Diabetes mellitus terjadi dimana keadaan tubuh yang tidak dapat mengontrol atau
mengolah glukosa dalam darah. Secara umum penyakit ini terjadi karena adanya gangguan dari
suatu hormon yang ada di dalam tubuh manusia yang diproduksi oleh kelenjar pankreas yaitu
insulin. Hormon insulin sangat berfungsi dalam tubuh manusia untuk mengatur kadar gula
dalam darah, dengan cara mentransfer gula ke sel dan selanjutnya akan diubah menjadi energi
atau disimpan sebagai cadangan energi.

Biasanya kadar gula darah akan meningkat setelah makan dan glukosa akan merangsang
pankreas untuk menghasilkan insulin. Jika insulin dapat dihasilkan dan bekerja dengan baik
maka kadar gula darah akan kembali turun dalam waktu kurang lebih tiga jam. Dalam proses
inilah hormon insulin dibutuhkan untuk mengatur metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang masuk dalam tubuh manusia.

BAB II

FAKTOR PENENTU DAN PERJALANAN ALAMIAH


DIABETES MELLITUS

1. Penjamu / Host

Faktor yang terkena atau terinfeksi penyakit. Diabetes mellitus dapat menyerang manusia dan
hewan. Pada manusia, tingkat kejadian akan lebih tinggi pada individu yang mempunyai riwayat
keturunan, dan individu yang memiliki berat badan berlebih.

Sedangkan pada hewan yang dapat menderita diabetes mellitus contohnya kucing, anjing,
kelinci, dan lainnya. Perjalanan sakitnya kurang lebih sama dengan yang dialami oleh manusia.

1. Agent

Agent adalah faktor yang menyebabkan penyakit. Diabetes mellitus bukan penyakit menular
yang disebabkan oleh satu agent yang pasti. Yang dapat menyebabkan diabetes mellitus antara
lain:

Pola atau kebiasaan buruk individu

Kebiasaan buruk yang dimaksud misalnya kesalahan terhadap konsumsi makanan atau minuman,
keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan gizi dan beresiko obesitas. Kebiasaan lainnya
karena kurangnya aktivitas fisik atau tidak berolah raga, hal ini membuat kadar gula dalam darah
tetap karena tidak diubah menjadi energi.

Gangguan pankreas maupun resistiensi insulin

Gangguan pankreas dimana pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup untuk
mengubah glukosa menjadi energi. Kerusakan pankreas bisa saja karena adanya virus yang
mempengaruhi dan merusak sel sel beta pada pankreas yang berfungsi untuk menghaslikan
insulin. Virus yang diduga adalah Rubella, Coxsackievirus B. Gangguan ini biasanya bersifat
bawaan dan akan diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Resistensi insulin dapat terjadi
dimana konsentrasi insulin dalam tubuh yang sangat tinggi namun tubuh tidak memberikan
respon yang semestinya terhadap kerja insulin, sehingga seakan akan tubuh kekurangan
insulin. Resistensi insulin terjadi karena kelainan insulin, dan biasanya keadaan ini bukan sifat
bawaan dari orang tua melainkan lebih sering terjadi akibat obesitas dan bisa juga karena
pengaruh dari obat obatan yang memicu penurunan sistem kerja insulin. Obat yang diduga
dapat memicu diabetes mellitus Pentamidin dan Vacor atau obat racun tikus.
1. Lingkungan

Kejadian diabetes mellitus lebih tinggi dialami oleh individu yang berasal dari kondisi sosial
ekonomi yang baik. Hal ini kemungkinan dikaitkan juga dengan obesitas yang terjadi karena
ketidakseimbangan gizi. Prevalensi yang tinggi juga ditunjukkan oleh penderita wanita dari pada
pria, dan komplikasi lebih sering terjadi pada penderita usia dewasa dari pada anak anak.

Faktor kebudayaan juga dapat memicu timbulnya diabetes seperti pada budaya timur yang
cenderung banyak mengonsumsi makanan berkarbohidrat tinggi yang dapat menaikkan kadar
gula darah seseorang.

Perjalanan Alamiah Diabetes Mellitus

Perjalanan alamiah suatu penyakit umumnya dibagi menjadi dua, yaitu:

Prepatogenesis

Pada kondisi ini, terjadi rangsangan yang menimbulkan penyakit dan individu tersebut belum
dinyatakan diabetes. Misalnya kejadian obesitas yang mendahului sebelum diabetes.

Patogenesis

Dalam kondisi ini, individu mulai merasakan adanya keluhan keluhan dan terlihat gejala
diabetes. Pada patogenesis dapat dibagi lagi ke beberapa fase, yaitu:

Fase Subklinis

Pada fase ini, bisa dikatakan timbulnya gejala masih merupakan gejala yang umum yang belum
dapat dikatakan sakit. Terjadi perubahan kondisi tubuh namun perubahan itu belum dirasakan
oleh individu. Tetapi jika dilakukan pemeriksaan dengan alat alat kesehatan, maka akan
ditemukan kelainan tersebut.

Fase Klinis

Pada tahap ini, gejala yang muncul semakin besar dan berat. Dan biasanya individu baru
menyadari penyakitnya dan baru melakukan pengobatan.

Fase Penyembuhan

Setelah menjalani perawatan dan pengobatan, individu bisa memasuki fase penyembuhan
ataupun meninggal dunia. Untuk penyakit diabetes mellitus, kita tahu bahwa penyakit ini belum
dapat disembuhkan, penyakit ini hanya dapat dikontol dan diberi pengawasan khusus. Namun,
biasanya individu dengan diabetes yang disertai komplikasi akan mengalami kecacatan, misalnya
pada diabetes dengan komplikasi stroke. Sedangkan sisanya tetap akan menjadi carier atau
pembawa sifat penyakit dan dapat menularkan kepada keturunannya.

BAB III

TAHAP TAHAP PENCEGAHAN

Pencegahan dilakukan dengan 3 macam, yaitu:

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer lebih ditujukan pada mereka yang belum terkena diabetes mellitus.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan:

Melakukan promosi kesehatan berupa penyuluhan dan iklan kesehatan yang berisi
informasi yang jelas dan benar tentang diabetes melitus
Mengatur keseimbangan makanan (gizi, nutrisi, dan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh kita)
Rajin berolahraga, minimal 30 menit sehari (lari, berenang, senam, dll)
Istirahat yang cukup
Pemeriksaan dini dan proteksi dini, dengan memeriksa kadar gula darah (bisa dilakukan
sebulan-tiga bulan sekali)
Menjaga kebersihan tubuh, untuk mengurangi risiko diabetes mellitus yang disebabkan
dari virus yang dapat merusak sel beta

1. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder lebih difokuskan kepada individu yang beresiko diabetes mellitus, seperti
individu yang memiliki riwayat keturunan, kadar kolesterol tinggi, dan obesitas. Tahap
pencegahannya meliputi:

Sering melakukan kontrol gula darah, atau kontrol kolesterol yang dapat menyebabkan
resistensi insulin
Mengkonsumsi makanan yang rendah kalori dan rendah lemak, menghindari makanan
yang dapat memicu naiknya kadar gula darah
Menghindari terjadinya luka pada tubuh, karena pada penderita diabetes mellitus
kebanyakan dari mereka lukanya susah disembuhkan
Mengontrol tekanan darah, ataupun keadaan yang lain yang dapat menyebabkan
komplikasi terhadap penyakit lain, seperti stroke dan penyakit jantung.
Tetap melakukan aktivitas fisik berupa olah raga dan istirahat yang cukup.

1. Pencegahan Tersier

Hal ini difokuskan kepada individu diabetes mellitus yang menjalani pengobatan dan perawatan
yang intensif dari tenaga ahli kesehatan. Pencegahan berupa tindakan tindakan yang
mengecilkan kemungkinan terjadinya pengulangan sakit atau kekumatan, dan mencegah
terjadinya komplikasi penyakit lain.

Penggunaan obat yang dianjurkan dokter dengan pengawasan yang berkelanjutan


Terapi insulin
Rehabilitasi, pemulihan keadaan individu menuju keadaan yang sehat seperti atau
mendekati seperti keadaan semula sebelum terjadinya sakit

BAB IV

SIMPULAN
Diabetes mellitus (DM) yang sering dikenal dengan penyakit kencing manis merupakan penyakit
metabolik yang dapat disebabkan oleh banyak faktor. Gangguan metabolisme ini dapat
dikarenakan kurangnya jumlah insulin dalam darah (defisiensi insulin) atau karena kerja insulin
yang tidak optimal (resistensi insulin). Hormon insulin sangat berfungsi dalam tubuh manusia
untuk menurunkan kadar gula dalam darah, dengan membuat agar gula berpindah ke sel yang
selanjutnya akan diubah menjadi energi atau disimpan sebagai cadangan energi.

Klasifikasi diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 1, tipe 2, dan tipe lainnya. Selain itu
juga terdapat diabetes gastisional atau diabetes yang dialami pada masa kehamilan. Orang-orang
yang berisiko terkena penyakit ini umumnya adalah mereka yang mempuyai riwayat penyakit di
keluarganya karena diabetes merupakan penyakit genetik (bersifat keturunan). Resiko terberat
juga pada mereka yang tidak memperhatikan pola makan gizi seimbang, mengalami obesitas
sehingga dapat berisiko terkena diabetes mellitus tipe 2.

Keberhasilan pengobatan sangat berdampak pada faktor ekonomi pasien. Hal ini dikarenakan
pembiayaan yang mahal dan bersifat berkelanjutan, sehingga pemeriksaan tidak dapat dilakukan
hanya satu atau dua kali melainkan harus terus menerus melakukan kontrol gula darah.
Peningkatan jumlah pasien yang terkena diabetes terjadi setiap tahun dan lebih sering ditemukan
pada usia produktif dari pada usia anak-anak. Sementara pada usia dewasa resiko terjadinya
komplikasi sangat besar, membuat pasien yang berada dalam usia produktif kehilangan
pendapatannya dan bisa saja menghambat pengobatan atau terapi yang sedang dia jalani.

Pengobatan dan pengawasan terhadap penyakit ini memang tidak mudah dan tidak murah.
Dampak ekonomi sangat jelas terlihat dalam pembiayaan pengobatan. Tidak hanya pada
masyarakat miskin atau yang kurang mampu, dampak ekonomi juga terlihat pada pasien yang
masih di usia produktif yang kehilangan sumber pendapatan karena komplikasi yang ditimbulkan
penyakit ini, misalnya kebutaan dan penyakit vaskular yang dapat terjadi.
DEFINISI Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau kedua duanya (American
Diabetes Association, 2005). DM merupakan suatu keadaan kronis akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau akibat tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif
(WHO, 2008). Diabetes Melitus adalah suatu sindroma kronik gangguan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau retensi insulin pada
jaringan yang dituju (Kamus Kedokteran Dorland) Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan
hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif
Mansjoer, 1999 : 580) Suatu sindrom dengan terganggunya metabolism karbohidrat, lemak, dan
protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan
terhadap insulin. ( Guyton & Hall 2007 ) Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Diabetes Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara
genetis dan klinis termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal,
neurologis dan pembuluh darah. FISIOLOGI GLUKOSA DARAH Proses Pembentukan dan
Sekresi Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta,
insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk
keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur
bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas. (Aschroft
FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health
and disease. Diabetologia 42: 903-19) Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin
(precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim
peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian
dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali
lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-
peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
(Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role
in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Mekanism diatas diperlukan bagi
berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat
dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang
meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam
memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat
pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana
mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut,
merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas. (Aschroft
FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health
and disease. Diabetologia 42: 903-19) Dinamika Sekresi Insulin Dalam keadaan fisiologis,
insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase,
sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang
biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan
atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu
dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian,
kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa
darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.
(Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role
in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Aksi Insulin Insulin mempunyai fungsi penting
pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini
sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh,
terutama pada otot, lemak, dan hepar. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K +
Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Pada
jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin
receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan
reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme
glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum
begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-
4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran
sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra
ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme. Untuk mendapatkan proses metabolisme
glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan
pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi
jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes,
khususnya diabetes tipe 2. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and
insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Baik atau buruknya
regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer,
tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa
melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam
mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan
oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan
glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat
karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan (hepar) resisten terhadap insulin, maka
efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan
menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah
kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi
tingkat produksi glukosa dari hepar. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K +
Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Efek
Metabolisme dari Insulin Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan
gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada
dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh
peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala
diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering
ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak
adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap
insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada
diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut.
(Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role
in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi,
diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin
yang tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan
dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia
akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah
beban glukosa (makan atau minum). (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K +
Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)
Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi yang bersifat
bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan cenderung
melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah
oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering
memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang
normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan
sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara substitusi insulin, disamping
obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi insulin ( insulin sensitizer ). (Aschroft FM,
Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and
disease. Diabetologia 42: 903-19) Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak
perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor
resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan
jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar
insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan
yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan
gangguan makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat
resistensi insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun
postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin
rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis,
menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar. (Aschroft FM, Gribble
FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease.
Diabetologia 42: 903-19) Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya
ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase 2,
dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia).
Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin),
tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi
insulin). Gangguan atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan
mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut
pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh.
Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin, selain daripada intoleransi
terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering menimbulkan kumpulan gejala yang
dinamakan sindroma metabolic. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels
and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)
EPIDEMIOLOGI Pada tahun 2000, berdasarkan WHO, sedikitnya 171 juta penduduk dunia
menderita DM. Kejadian ini meningkat dengan cepat dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah
ini akan meningkat dua kalinya. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), DM
termasuk salah satu penyebab kematian terbesar di Asia Tenggara dan Pasifik Barat (Wahyu
Widowati, 2008). DM terdapat diseluruh dunia, tetapi lebih sering terjadi di negara berkembang
(2008). Indonesia ikut berkontribusi sebagai penyumbang terbanyak penderita diabetes di dunia.
Pada tahun 2000, Indonesia berada di peringkat 4 dunia dengan jumlah penderita DM sekitar 8.4
juta orang. Diperkirakan tahun 2030 akan meningkat menjadi 21.3 juta penduduk Indonesia yang
menderita penyakit DM (Ana, 2007). Dengan prevalensi, pada daerah urban sebesar 14.7% dan
daerah rural sebesar 7.2% (PERKENI, 2006). Prevalensi DM di seluruh dunia meningkat secara
drastis selama dua dekade terakhir ini, baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Prevalensi DM tipe 2
tampaknya akan meningkat jauh lebih pesat di masa depan, karena terdapatnya kecenderungan
peningkatan kasus obesitas dan penurunan aktivitas. Prevalensi DM juga meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Pada tahun 2000, prevalensi DM pada golongan usia < 20 tahun
adalah 0.19%, pada golongan usia > 20 tahun 8.6% dan pada populasi individu > 65 tahun adalah
20.1%. Prevalensi ini seimbang antara pria dan wanita pada semua kelompok umur, namun
terdapat adanya predominansi ringan pria pada kelompok usia > 60 tahun (Powers, 2005).
ETIOLOGI Klasifikasi diabetes melitus sebagai berikut : Diabetes melitus tipe 1 : a. Faktor
genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri, tetapi mewakili suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes melitus tipe 1.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. b. Faktor
faktor imunologi Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibody terhadap sel sel pulau
Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus penyebab Diabetes Mellitus adalah
Rubela, Mumps, dan Human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel ,
virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui
reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Mellitus
akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan penyakit ini. 2. Diabetes melitus tipe 2 Mekanisme yang tepat yang
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih
belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor faktor resiko : a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun) b. Obesitas c. Riwayat keluarga 3. Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan
atau sindrom lainnya seperti : a. Defek negatif fungsi sel betha. b. Defek genetik kerja insulin. c.
Penyakit eksokrin pancreas. d. Endokrinopati. e. Karena obat/ zat kimia. f. Infeksi ; rubella
kongenital dan CMV. g. Imunologi. h. Sindroma genetik lain ; Sindrom down,
Klinefelter,Turner,Huntington Chorea,Sindrom Prader Willi. 4. Diabetes mellitus gestasional (
kehamilan). Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah
keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya
berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita
GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua. Diabetes dalam masa
kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan,
namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi
antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya
risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar
risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat
mengurangi risiko-risiko tersebut. FAKTOR RISIKO DAN PENYEBAB DIABETES
MELLITUS Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes selayaknya
waspada akan kemungkinan mengidap diabetes. Semakin cepat kondisi diabetes mellitus
diketahui dan ditangani, maka semakin mudah untuk mengendalikan kadar glukosa darah dan
mencegah komplokasi-komplikasi yang mungkin terjadi. A. Faktor-faktor yang bisa dianggap
sebagai kemungkinan penyebab diabetes antara lain: i. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari
hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. ii. Faktor-faktor lingkungan yang
mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana
pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas, dan kehamilan. iii.
Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel-sel antibodi anti pankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel-sel yang
melakukan sekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. iv. Kelainan
insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insullin akibat
kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang merespon insulin. B. Faktor
emosi juga turut mempengaruhi kemungkinan munculnya diabetes. Beberapa peneliti pernah
mencoba menguraikan faktor emosi dengan perjalanan penyakit diabetes. Mereka menemukan
setidaknya ada tiga faktor yang dapat menjelaskan hubungan tersebut, yaitu: i. Pengaruh
Langsung. Kesedihan yang terus-menerus, seperti trauma emosional, kecelakaan, atau
kehilangan dapat menimbulkan diabetes mellitus. Dengan berkembangnya teori genetik dan
molekular, faktor emosi kemudian dianggap sebagai pencetus suatu keadaan genetik yang sudah
ada sejak lahir yang berpotensi untuk menjadi diabetes. ii. Pengaruh Tidak Langsung. Pengaruh
emosi dianggap penting karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan pengobatan.
Penderita yang dipengaruhi oleh emosinya bisa dengan sengaja tidak mematuhi aturan diet,
pengobatan, dan pemeriksaan sehingga sukar mengontrol kadar gulan darahnya. C. Faktor risiko
diabetes melitus yang bisa diubah 1. Berat badan berlebih dan obesitas. Salah satu cara untuk
mengetahui apakah anda termasuk berat badan berlebih atau obesitas adalah dengan menghitung
Indeks Masa Tubuh (IMT). Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi berat
badan yaitu: i. Makan dengan porsi yang lebih kecil. ii. Ketika makan diluar rumah, berikan
sebagian porsi anda untuk teman atau anggota keluarga yang lain. iii. Awali dengan makan buah
atau sayuran setiap kali anda makan. iv. Ganti snack tinggi kalori dan tinggi lemak dengan snack
yang lebih sehat. 2. Gula darah tinggi. Yang tidak ditata laksana dapat menyebabkan kerusakan
saraf, masalah ginjal atau mata, penyakit jantung, serta stroke. Hal-hal yang dapat meningkatkan
gula darah adalah: i. Makanan atau snack dengan karbohidrat yang lebih banyak dari biasanya. ii.
Kurangnya aktifitas fisik. iii. Infeksi atau penyakit lain. iv. Perubahan hormon, misalnya selam
menstruasi. v. Stres. 3. Tekanan Darah Tinggi. Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah
tinggi apabila berada dalam kisaran >140/90 mmHg. Tekanan darah tinggi dapat ditata laksana
dengan menggunakan obat anti-hipertensi serta mengubah pola makan dan gaya hidup. Beberapa
hal yang mudah dilakukan untuk membantu menurunkan tekanan darah adalah: i. Bicarakan
pada dokter anda mengenai tata laksana yang sesuai untuk anda. ii. Makan roti dan sereal padat
kalori. iii. Periksa label makanan dan pilih makanan dengan kadar sodium kurang dari 400
mg/saji. iv. Kurangi berat badan atau cegah kenaukan berat badan. v. Hentikan konsumsi
alkohol' vi. Hentikan kebiasaan merokok tanyakan pada dokter anda mengenai obat anti-
hipertensi yang sesuai untuk anda. vii. Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
menilai gula darah tinggi adalah pemeriksaan gula darah puasa (GDP). 4. Kadar Kolesterol
tinggi. Target kadar kolesterol yang sebaiknya dicapai adalah: i. Lakukan aktivitas fisik setiap
hari. ii. Pertahankan berat badan normal. iii. Hindari merokok. iv. Kurangi berat badanatau cegah
kenaikan berat badan. v. Ganti makanan anda dengan makanan rendah lemak dan rendah
kolesterol. vi. Obat-obatan penurun kadar kolesterol dari dikter anda. 5. Kurangnya Aktivitas
Fisik. Meningkatkan aktivitas fisik tidak harus melalui klub kesehatan, tetapi cukup dengan
menambah kegiatan harian anda. Manfaat dari meningkatkan aktivitas fisik adalah: i.
Memperbaiki kadar gula darah, tekanan darah, dan kolesterol. ii. Menurunkan resiko diabetes,
penyakit jantung, dan stoke. iii. Membantu mengurangi stres, meningkatkan energi, dan
menjadikan tidur lebih baik. iv. Membantu insulin bekerja lebih baik. v. Memperkuat jantung,
otot, dan tulang. vi. Memperbaiki peredaran darah. vii. Menjaga tubuh anda dan sendi anda
fleksibel. viii. Membantu menurunkan berat badan secara efektif. 6. Merokok, Selain berbahaya
bagi paru-paru, rokok juga berbahaya bagi jantung karena. i. Menurunkan jumlah oksigen yang
mencapai organ tubuh sehingga dapat menyebabkan serangan jantung atau stroke. ii.
Meningkatkan kadar kolesterol dan kadar lemak lain dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan
risiko serangan jantung. iii. Meningkatkan tekanan darah. D. Faktor Risiko yang Tidak Dapat
Diubah i. Usia. Seiring bertambahnya usia, risiko diabetes dan penyakit jantung semakin
meningkat. Kelompok usia yang menjadi faktor risiko diabetes adalah usia lebih dari 40 tahun. ii.
Ras dan Suku Bangsa. Suku bangsa Afro-Amerika, Meksiko-Amerika, Indian-Amerika, Hawaii
memiliki risiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. iii. Jenis Kelamin.
Kemungkinan laki-laki menderita penyakit jantung lebih besar daripada perempuan. iv. Riwayat
keluarga. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes maka
kemungkinan anda untuk menyandang diabetes pun meningkat. PATOGENESIS Proses
pembentukan insulin Insulin dihasilkan oleh sel beta, yang merupakan salah satu sel di pulau
langerhans kelenjar pancreas. Sintesis insulin terjadi apabila ada rangsangan dari glukosa dalam
darah. Apabila kadar glukosa dalam darah tinggi, glukosa akan merangsang sel beta untuk
mensekresikan insulin. Dengan mekanisme, glukosa dalam darah akan masuk ke sel beta
pancreas dengan bantuan GLUT yang merupakan senyawa asam amino, dengan beberapa tipe
tergantung dari fungsinya yaitu sebagai 'kendaraan' glukosa untuk masuk ke dalam sel. Awalnya
preproinsulin dibentuk di reticulum endoplasma sel beta yang selanjutnya akan dipecah menjadi
proinsulin dengan bantuan enzim peptidase. Peptidase kemudian akan diuraikan menjadi insulin
dan peptide C yang selanjutnya disekresikan melalui membrane plasma. Proses metabolisme
glukosa Setelah insulin disekresikan oleh sel beta, kemudian insulin akan berikatan dengan
reseptornya pada sel target (sel otot,sel hati, dan sel lemak). Reseptor insulin merupakan suatu
protein yang terdiri atas dua sub unit yaitu alfa dan beta. Dengan reseptor alfa yang berada lebih
ke permukaan, apabila insulin berikatan dengan reseptor alfa, selanjutnya akan mengaktifkan
reseptor beta dan juga berbagai protein di bagian hilir. Berbagai macam protein tersebut
selanjutnya akan dibagi berdasarkan kategori fungsionalnya menjadi sinyal mitogenik dan
metabolic. Sinyal mitogenik insulin diperantarai jalur protein kinase yang diaktifkan oleh
mitogen MAP kinase dengan fungsi diantaranya sebagai sinyal yang mengatur pertumbuhan sel,
proliferasi sel, dan ekspresi gen. sinyal metabolic insulin diperantarai oleh pengaktifan P1-3K,
yang bertanggung jawab dalam meningkatkan sintesis glikogen, protein dan lipogenesis. Dan
khususnya translokasi vesikel GLUT 4 ke permukaan yang akan mempermudah glukosa untuk
masuk ke dalam sel target. Pathogenesis Diabetes Melitus tipe 1 Diabetes mellitus tipe 1
merupakan suatu keadaan ketiadaan insulin secara absolute karena kerusakan imunologis sel
beta. Diabetes mellitus tipe 1 merupakan suatu penyakit autoimun. Kerusakan sel beta
dipengaruhi oleh dua faktr yaitu kerentananan genetic dan juga factor lingkungan. Untuk factor
lingkungan disini berhubungan dengan infeksi virus, diantaranya virus coxsackievirus grup B,
sitomegalovirus, rubella dan mononucleosis infeksiosa. Infeksi virus ini memicu autoimunitas,
yang kemudian menyebabkan kerusakan jaringan dan peradangan yang selanjutnya
menyebabkan pelepasan antigen-antigen sel beta serta pengerahan dan pengaktifan limfosit dan
leukosit peradangan lain di jaringan. Mekanisme kerusakan sel beta yaitu, limfosit T bereaksi
melawan antigen-antigen sel beta dan menyebabkan kerusakan sel. Sel T mencakup, sel T CD 4
+ dari subset TH 1 yang mengaktifkan kromosom dan menyebabkan kerusakan jaringan. Dan
limfosit T sitotoksik CD 8 yang secara langsung mematikan sel beta , serta mengeluarkan sitokin
yang mengaktifkan makrofag. Sitokin yang diproduksi secara local dapat menyebabkan
kerusakan sel beta karena sitokin memicu apoptosis sel beta. Dan juga autoantibody yang reaktif
terhadap antigen sel beta. Pathogenesis Diabetes Melitus tipe 2 Predisposisi Genetik Obesitas,
Factor gaya hidup, Resistensi insulin, Hiperplasia sel
beta,Normoglikemia,Kegagalanselbeta,Toleransi glukosa terganggu (dini), Kegagalan sel beta,
Diabetes (lanjut). Resistensi insulin adalah fenomena kompeks penurunan sensitivitas terhadap
insulin pada pasien diabetes. Terjadi penurunan jumlah reseptor insulin, penurunan fosforilasi (
pengaktifan ) dan aktivitas tirosin kinase reseptor insulin, dan gangguan translokasi vesikel
GLUT 4 ke permukaan sel. Resistensi insulin menyebabkan berkurangnya penyerapan glukosa di
otot dan jaringan lemak dan ketidakmampuan insulin menekan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa di hati) yang kemudian menyebabkan hiperglikemi. Resitensi insulin pada diabetes
mellitus tipe 2 merupakan fenomena yang kompleks dan multifactor. Diantaranya yang
mempengaruhi adalah defek genetic, merupakan pleomorfisme dengan efek samar bukan mutasi
yang menyebabkan inaktivasi. Defek genetic ini jarang terjadi. Resistensi didapat yang
disebabkan obesitas, yaitu dalam keadaan kelebihan lemak terdapat kelainan mendasar pada
pembentukan sinyal insulin. Dalam keadaan obesitas, kadar asam lemak bebas dalam darah
tinggi, yang kemudian mengakibatkan kadar trigliserida dalam hati dan otot juga tinggi.
Trigliserida inrasel merupakan inhibitor kuat pembentukan sinyal insulin. Disfungsi sel beta,
pada keadaan resistensi insulin sekresi insulin akan meningkat sebagai kompensasi untuk
resistensi perifer. Disfungsi sel beta dibedakan menjadi disfungsi sel beta kualitatif dan disfungi
sel beta kuantitatif. Disfungsi sel beta kualitatif yaitu melemahnya fase cepat pertama sektresi
insulin saat terjadi peningkatan glukosa plasma. Disfungsi sel beta kuantitatif tercermin pada
penurunan massa sel beta, degenerasi islet ( pulau langerhans) dan pengendapan amiloid di islet.
MANIFESTASI KLINIS Riwayat Alamiah Penyakit Diabetes Mellitus 1. Periode prediabetes
Pre-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan
diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam
diabetes tipe 2. Penderita pradiabetes diperkirakan cukup banyak, di Amerika diperkirakan ada
sekitar 41 juta orang yang tergolong pra-diabetes, disamping 18,2 orang penderita diabetes
(perkiraan untuk tahun 2000). Di Indonesia, angkanya belum pernah dilaporkan, namun
diperkirakan cukup tinggi, jauh lebih tinggi dari pada penderita diabetes. Kondisi pra-diabetes
merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol
dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-
10 tahun. Namun pengaturan diet dan olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda
timbulnya diabetes. Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu: 1. Impaired Fasting Glucose (IFG),
yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa
darah puasa normal: <100 mg/dl), atau 2. Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji
toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam
kondisi diabetes. Pada masa pre-diabetes ini belum terdapat abnormalitas dari metabolisme, tapi
sudah membawa faktor genetik ( carriers). 2. Periode diabetes kimiawi o Pasien masih bersifat
asimptomatik ( belum timbul gejala-gejala) o Tapi sudah ada abnormalitas metabolisme pada
pemeriksaan laboratoris 3. Periode klinis Fase dimana penderita sudah menunjukkan gejala-
gejala dan tanda-tanda penyakit DM. Gejala-gejala diabetes mellitus antara lain: Trias DM: 1).
Poliuria karena glukosa di urin menimbulkan efek osmotic yang menarik H2O bersamanya
sehingga menimbulkan dieresis osmotic. Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan
dehidrasi yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume
darah turun mencolok. 2). Polidipsia yang disebakan karena sel-sel kehilangan air karena tubuh
mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotic air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang
hipertonik. Sel-sel otak sangat peka tehadap penciutan, sehingga timbul gangguan fungsi system
sarat dengan rasa haus yang berlebihan pada pasien. 3). Polifagia, karena terjadi defisiensi
glukosa intrasel, maka nafsu makan meningkat sehingga pemasukan makanan berlebihan. 80 %
kelebihan berat badan. 20 % datang dengan komplikasi, misalnya penyakit jantung iskemik,
penyakit cerebrovascular, gagal ginjal, ulkus pada kaki dan gangguan pada penglihatan. Asthenia
Visus menurun Gigi mudah goyah Disertai keluhan sering kesemutan terutama jari-jari tangan,
badan lemas, gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh. Kadang berat badan turun secara
drastis. Kadar gula darah normal yaitu: puasa: 80 - < 110 gr/dl setelah makan: 110 - < 160gr/dl
Penyulit atau komplikasi adalah penyakit jantung kronis, hipertensi. Menurut Price (1995)
manifestasi klinis dari DM adalah sebagai berikut: a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin
(IDDM)/ DM Tipe 1 Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia,
turunnya BB, lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa minggu, penderita
menjadi sakit berat dan timbul ketosidosis dan dapat meninggal kalau mendapatkan pengobatan
dengan segera, biasanya diperlukan terapi insulin untuk mengontrol metabolisme dan umumnya
penderita peka terhadap insulin. b. Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (NIDDM) / DM
Tipe 2 Penderita mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, pada hiperglikemia
yang lebih berat, mungkin memperlihatkan polidipsi, poliuri, lemah, dan somnolen, biasanya
tidak mengalami ketoasidosis, kalau hiperglikemia berat dan tidak respon terhadap terapi diet
mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Kadar insulin sendiri
mungkin berkurang normal atau mungkin meninggi tetapi tidak memadai untuk mempertahankan
kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen. Tergantung insulin
(IDDM, Tipe I) Tidak tergantung insulin (NIDDM, tipe II) 10-15 & penderita diabetes masuk
golongan ini Bentuk lazim: sekitar 85% dari diabetes Biasanya pada anak dan remaja Umur
biasanya 40 tahun Berat badan normal atau kurus Penderita sering gemuk Gejala secara
mendadak Gejala lambat laun atau asimptomatik Ketoasidosis sering terjadi karena tak terkontrol
Ketoasidosis jarang kecuali bila ada penyakit lain yang berat Sindrom nonketonik hiperosmolar
tidak dijumpai Sindroma hiperosmolar nonketonik diawali oleh gangguan ginjal atau
kardovaskular Insulin yang beredar tidak dapat di ukur Kadar insulin rendah, normal atau bahkan
tinggi Resptor insulin tidak terganggu Reseptor berkurang atau tidak efektif Sering didapat
antibody terhadap sel pulau Antibody terhadap sel pualu tidak ada Jumlah sel beta berkuarang
banyak Jumlah sel beta berkurang sedikit Tidak ada respons terhadap obat hipoglikemik oral
Obat hipoglikemik oral sering efektif Ada hubungan dengan fenotipe HLA antigen DR3 dan
DR4 (juga B8, B15); heterozigot DR3/DR4 merupakan risiko khusus Tidak ada hubungan
dengan fenotipe HLA Tabel 1. Perbedaan DM Tipe I dan DM tipe I PENEGAKAN
DIAGNOSIS DIABETES MELITUS : Diagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh ( whole blood ), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler. Anmnesis Berbagai keluhan dapat ditemukan pada
penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti tersebut di bawah ini. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia,
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa :
lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita. Selain itu, perlu juga ditanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan faktor resiko
dari DM. Berikut beberapat faktor resiko DM : 2. Pemeriksaan Fisik Tidak terdapat pemeriksaan
fisik yang spesifik untuk penegakan diagnosis DM. Namun ada beberapa pemeriksaan yang
dapat digunakan untuk mencari adanya faktor resiko atau komplikasi yang sudah terjadi pada
pasien yang dicurigai mengidap DM, antara lain : Penilaian BMI didapatkan > 25kg/m2.
Pemeriksaan tekanan darah mungkin didapatkan hipertensi. Pemeriksaan lingkar pinggang
mungkin didapatkan >.... abdominal obesitas. Selama pemeriksaan sistemik umum, perhatikan
hal-hal khusus ini: Adanya kulit berpigmen kuning-coklat pada gagal ginjal. Mungkin terdapat
infeksi kulit, khususnya vulvo vaginitis atau balanitis pada diabetes melitus. Kuku-kuku dapat
menunjukkan arkus coklat gagal ginjal kronik. Dari mata dapat dibuat diagnosis hiperkalsemia
jika terdapat suatu pica keratopati atau kalsifikasi subkonjunktival. Hilangnya lapang pandang
menimbulkan kecurigaan tumor di area hipofisis/hipotalamus. Funduskopi dapat menunjukkan
retinopati diabetik. Penyakit arterial prematur pada sistem kardiovaskular menimbulkan
kecurigaan diabetes melitus. Cari kemungkinan neoplasma (khususnya payudara dan bronkus)
dengan teliti, sebab ini dapat menjelaskan hiperkalsemia atau hipokalemia dengan sindrom
ACTH ektopik. Pemeriksaan abdominal dapat menunjukkan adanya ginjal polikistik; ginjal
hidronefrosis atau pembesaran kandung kemih pada obstruksi saluran kemih bawah.
Pemeriksaan neurologik dapat memperlihatkan neuropati perifer diabetika (paling sering berupa
hilang atau berkurangnva refleks lutut dan sensasi vibrasi) atau hipotonia dan arefleksia pada
hipokalemia. Penyakit keganasan atau gagal ginjal kronik dapat menyebabkan pengurusan yang
nyata dan kakeksia. Penurunan berat badan baru-baru ini mungkin jelas tampak pada diabetes
melitus. 3. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama,
jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa
yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang
diperoleh. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L). GDPT :
Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara
100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L). Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): 1. 3 (tiga) hari
sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup)
dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa 2. berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai
malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan 3. diperiksa
kadar glukosa darah puasa 4. diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit 5. berpuasa
kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan
glukosa selesai 6. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa 7. selama
proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok Hasil pemeriksaan
glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu : < 140 mg/dL normal 140 -<
200 mg/dL toleransi glukosa terganggu 200 mg/dL diabetes 4. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien
dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa , merupakan tahapan sementara
menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan
kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan
penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Pemeriksaan penyaring
untuk tujuan penjaringan masal (mass screening ) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal,
serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan
adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan
untuk penyakit lain atau general check-up . Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak
menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun
tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. PENCEGAHAN
DAN PENATALAKSANAAN PENCEGAHAN Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan
pada diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu: Pencegahan sekunder: semua aktivitas yang ditujukan
untuk pencegah timbulnya hiperglikimia pada individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau
pada populasi umum. Pencegahan sekunder: menemukan pengidap DM sedini mugkin, misalnya
dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes
yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan
upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible.
Pencegahan tersier: semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Usaha ini meliputi: Mencegah timbulnya komplikasi Mencegah progresi daripada komplikasi
itu supaya tidak menjadi kegagalan organ Mencegah kecacatan tubuh PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes.
Adapun tujuan penatalaksaannya terbagi atas : Jangka pendek hilangnya keluhan dan tanda
DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. Jangka
panjang tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan
neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat
badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI, 2006) Kerangka utama penatalakasanaan DM yaitu
perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan penyuluhan. TERAPI NON
FARMAKOLOGIS Edukasi Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes
adalah: (PERKENI, 2006) Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari
terjadinya kecemasan Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang
sederhana Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi
Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan penjelasan
secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan
diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan
pengobatan dapat diterima Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan Libatkan
keluarga/ pendamping dalam proses edukasi Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta
tingkat pendidikan pasien dan keluarganya Gunakan alat bantu audio visual Edukasi dengan
tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi
terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Edukasi yang
diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang: (PERKENI, 2006) Materi edukasi pada
tingkat awal adalah: Perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan
pemantauan DM Penyulit DM dan risikonya Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
serta target perawatan Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil
glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia Pentingnya
latihan jasmani yang teratur Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada
kehamilan) Pentingnya perawatan kaki Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah: Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit
lain Makan di luar rumah Rencana untuk kegiatan khusus Hasil penelitian dan pengetahuan
masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM Pemeliharaan/Perawatan kaki, elemen perawatan
kaki dapat dilihat pada tabel berikut : Elemen Kunci Perawatan Kaki Edukasi perawatan kaki
harus diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus maupun neuropati perifer : Tidak
boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk pasir atau air Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada
dokter apabila ada kulit terkelupas atau daerah kemerahan atau luka Periksa alas kaki dari benda
asing sebelum memakainya Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoleskan
krimpelembab ke kulit yang kering Edukasi perawtan kaki harus dilakukan secara teratur Terapi
Gizi Medis Prinsip terapi gizi medis adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Tujuan terapi gizi medis adalah untuk mencapai dan mempertahankan : 1. Kadar glukosa darah
mendekati normal : i. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dL ii. Glukosa darah2 jam post prandial
< 180 mg/dL iii. Kadar A1C < 7 % 2. Tekanan darah < 130 / 80 mmHg 3. Profil lipid : i.
Kolesterol LDL < 100 mg/dL ii. Kolesterol HDL > 40 mg/dL iii. Trigliserida < 150 mg/dL 4.
Berat badan senormal mungkin Target pencapaian terapi gizi medis ini difokuskan pada
perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan pola kebiasaan makan, status nutrisi
dan faktor khusus lain yang perlu diberikan prioritas. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
sebelum melakukan perubahan pola makan diabetisi antara lain tinggi badan, berat badan, status
gizi, status kesehatan, aktivitas fisik, faktor usia, faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa
pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lain lain. Pada keadaan infeksi berat
dimana terjadi proses katabolisme tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Selain
itu juga perlu diperhatikan status ekonomi, lingkungan, kebiasaan atau tradisi serta kemampuan
petugas kesehatan yang ada. Petugas kesehatan harus dapat menentukan jumlah, komposisi dari
makanan yang akan dimakan oleh diabetisi. Diabetisi harus dapat melakukan perubahan polam
makan ini secara konsisten baik dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan sehari-hari. Komposisi
bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi karbohidrat, protein, lemak, serta
mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral. Jenis Bahan Makanan A. Karbohidrat 1.
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri. 2. 60-70 % dari total kebutuhan
kalori per hari berasal dari sumber karbohidrat. 3. Jika ditambah MUFA (monounsaturated fatty
acid) sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidrat maksimal 70 % dari total kebutuhan
kalori per hari. 4. Jumlah serat 25-50 gram per hari. 5. Jumlah sukrosa tidak perlu dibatasi, tetapi
tidak melebihi total kalori per hari. 6. Sebagai pemanis, dapat digunakan pemanis non kalori
seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. 7. Penggunaan alkohol dibatasi tidak boleh
lebih dari 10 gram/hari. 8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari. 9. Makanan yang banyak
mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi. B. Protein 1. Kebutuhan protein 15-20 % dari total
kebutuhan energi per hari. 2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein
tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. 3. Pada keadaan glukosa darah tidak
terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB per hari. 4. Pada gangguan fungsi ginjal,
jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kg BB/hari dan tidak kurang dari 40 gram
dan perlu diberikan suplemen asam amino esensial. 5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular,
maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani. C. Lemak 1. Batasi konsumsi
makanan yang mengandung lemak jenuh, maksimal 10 % dari total kebutuhan kalori per hari. 2.
Jika kolesterol LDL 100 mg/dL, asupan asam lemak diturunkan sampai 7 % dari total kalori
per hari. 3. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kolesterol LDL 100 mg/dL, maka
konsumsi kolesterol maksimal adalah 200 mg/hari. 4. Batasi asupan asam lemak dalam bentuk
trans. 5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukup kebutuhan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang. 6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10 % dari asupan
kalori per hari. Perhitungan Jumlah Kalori Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi,
umur, ada tidaknya stres akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai indeks
massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca. Penentuan Status Gizi Berdasarkan IMT BB kurang <
18,5 BB normal 18,5 22,9 BB lebih 23,0 dengan risiko 23 24,9 Obese I 25 29,9 Obese II
30 Penentuan Status Gizi Berdasarkan Rumus Brocca Pertama-tama menentukan BB idaman
dengan rumus : Untuk laki-laki dengan TB < 160 cm, wanita < 150 cm, perhitungan BB idaman
tidak dikurangi 10 %. Penentuan status gizi dihitung dari = (BB aktual : BB idaman) x 100 %
BB kurang BB < 90 % BBI BB normal BB 90 110 % BBI BB lebih 110 120 % BBI
Gemuk BB > 120 % BBI Penentuan kebutuhan kalori per hari : Kebutuhan basal o Laki-laki =
BB idaman (kg) x 30 kalori o Wanita = BB idaman (kg) x 25 kalori Koreksi atau penyesuaian o
Usia > 40 tahun = - 5 % o Aktivitas ringan (duduk-duduk, nonton televisi, dsb) = + 10 % o
Aktivitas sedang (kerja kantoran, ibu rumah tangga, perawat, dokter ) = + 20 % o Aktivitas berat
(olahragawan, tukang becak, dsb) = + 30 % o BB gemuk = - 20 % o BB lebih = - 10 % o BB
kurus = + 20 % Stres metabolik (infeksi, operasi, stroke, dll) = + 10 30 % Kehamilan
trimester I dan II = + 300 kalori Kehamilan trimester III dan menyusui = + 500 kalori Makanan
tersebut terbagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20 %, makan siang 30 %, makan malam
25 % serta 2-3 porsi ringan 10-15 % di antara makan besar. Latihan Jasmani Pengelolaan DM
yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas
minimal otot skelet lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan
pleh semua orang termasuk diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari. Latihan jasmani pada diabetisi
akan menimbulkan perubahan metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan dan
tingkat kebugaran, juga oleh kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan
imbangan cairan tubuh. Pada DM tipe II, latihan jasmani dapat memperbaiki kondali glukosa
secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c, yang cukup menjadi
pedoman untuk penurunan resiko komplikasi diabetes dan kematian. Selain itu, latihan jasmani
akan memberikan pengaruh yang baik pada lemak tubuh, tekanan darah arteriil, sensitivitas
barorefleks, vasodilatasi pembuluh yang endothelium-dependent, aliran darah pada kulit, hasil
perbandingan antara denyut antung dan tekanan darah (baik saat istirahat maupun aktif),
hipertrigliseridemia dan fibrinolisis. Angka kesakitan dan kematian pada diabetisi yang aktif, 50
% lebih rendah dibanding mereka yang santai. Pada DM tipe I, latihan jasmani akan menyulitkan
pengaturan metabolik, hingga kendali gula darah bukan merupakan tujuan latihan. Tetapi latihan
endurance terbukti akan memperbaiki fungsi endotel vaskular. Pada kedua tipe diabetes, manfaat
latihan jasmani secara teratur akan memperbaiki kapasitas latihan aerobik, kekuatan otot dan
mencegah osteoporosis. Prinsip Latihan Jasmani bagi Diabetisi Frekuensi : 3-5 kali per minggu
secara teratur Intensitas : ringan dan sedang (60-70 % Maximum Heart Rate) Durasi : 30 60
menit Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi
seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Untuk menentukan intensitas latihan dapat
digunakan rumus : Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan Target Heart Rate (THR). Misal :
suatu latihan bagi seorang diabetisi berusia 60 tahun ditargetkan sebesar 75 %, maka THR = 75
% x (220 60) = 120. Dengan demikian, diabetisi tersebut dalam melakukan latihan jasmani,
target denyut nadinya sekitar 120 kali/menit. FARMAKOTERAPI Tabel 3. Obat Hipoglemik
Oral yang Tersedia di Indonesia Generik Nama Dagang Mg/tab Dosis Harian Lama Kerja Frek/
hari Biguanid Metformin Glucophage Glumin 500-850 500 250-3000 500-3000 6-8 6-8 1-3 2-3
Metformin XR Glucophage-XR Glumin-XR 500-750 500 500-2000 24 1 1 Tiazolidin/ glitazone
Roziglitazon Avandia 4 4-8 24 1 Pioglitazon Actos Deculin 15,30 15,30 15-30 15-45 24 24 1 1
Sulfonilurea Klorpropamid Gibenklamid Diabenese Daonil Euglukon 100-250 2,5-5 100-500
2,5-15 24-36 12-24 1 1-2 Glipizid Minidiab Glucotrol-XL 5-10 5-10 5-20 5-20 10-16 12-16** 1-
2 1 Glikazid Diamicron Diamicron-MR 80 30 80-240 30-120 10-20 1-2 Glukidon Glurenorm 30
30-120 Glimepirid Amaryl Gluvas Amadiab Metrix 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 0,5-6 1-6 1-6
1-6 24 24 24 24 1 1 1 1 Glinid Repaglinid Nateglinid NovoNorm Starlix 0.5,1,2 120 1,5-6 360 - -
3 3 Penghambat Glukosidase Acarbose Glucobay 50-100 100-300 3 Obat kombinasi Tetap
Metformin + Gibenklamid Glucovance 250/1,25 500/2,5 500/5 1-2 Metformin + Rosiglitazon
Avandamet 2mg/500mg 4mg/500mg 4mg /1000mg 8mg /1000mg 12 2 Insulin Pengobatan
dengan terapi insulin adalah jalan pengobatan terhadap penderita penyakit diabetes dalam arti
lain terapi insulin adalah penyuntikan insulin ke dalam tubuh hanya dilakukan terhadap pasien
diabetes tipe 1 atau tipe 2 yang sudah akut. Selain dengan cara diatas kita dapat menggunakan
cara terapi insulin yaitu : 1. Insulin Dasar Yaitu insulin yang diproduksi pankreas untuk
mengontrol tingkat glukose di antara jam makan (pada saat tubuh tidak sedang makan) dan pada
malam hari (waktu tidur) atau ketika tubuh dalam keadaan puasa (tidak menerima makanan dan
minuman). 2. Insulin Bolus (Boluses Insulin) Yakni Insulin yang diproduksi pada saat tubuh
sedang menerima makananminuman (ketika seseorang sedang makan-minum). Insulin ini
diproduksi sesuai dengan banyaknya glukose yang diterima tubuh di tengah-tengah aksi makan
dan minum. Adapun pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung pada: 1 Keinginan
penderita untuk mengontrol diabetesnya. 2. Keinginan penderita untuk memantau kadar gula
darah dan menyesuaikan dosisnya. 3. Aktifitas harian penderita. 4. Kecekatan penderita dalam
mempelajari dan memahami penyakitnya. 5. Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari
hari ke hari. Insulin adalah hormon yang di produksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar
pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino ke dalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpangan lemak dan mencegah
penggunaan lemak sebagai energi. Indikasi terapi dengan insulin: 1. semua penderita diabetes
tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir
tidak ada. 2. penderita diabetes tipe 2 tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis
lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. 3. keadaan stress berat, seperti pada infeksi
berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke. 4. diabetes gestasional dan
penderita diabetes yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan
kadar glukosa darah. 5. ketoasidosis diabetik. 6. hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
Penderita diabetes yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi
kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat. 7. gangguan fungsi ginjal atau hati
yang berat. 8. kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral. Berdasarkan lama
kerjanya, insulin di bagi menjadi 4 macam, yaitu: 1. Insulin Kerja Singkat adalah insulin regular
(Crystal Zinc Insulin atau CZI). Dua macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk netral dan asam.
Preparat yang ada antara lain: Actrapit, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini di berikan 30
menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1-3 macam dan efeknya dapat bertahan sampai
8 jam. 2. Insulin Kerja Menengah adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard,
Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1,5-2,5 dengan 24 jam. 3. Insulin Kerja Panjang
merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat sehingga
efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24-36 jam. 4. Insulin Infasik(Campuran)
merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah . pemberian insulin secara sliding
scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena di dasarkan pada kadar gula
darah pasien pada waktu itu. Gula darah di periksa setiap 6 jam sekali. Cara memasukkan insulin
ke dalam tubuh dilakukan dengan : 1. Injeksi Berkala Maksudnya menyuntikkan cairan insulin
ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik (syringe). Penyuntikan dapat dilakukan
penderita diabetes sendiri atau dibantu orang lain. Karena dilakukan secara berkala dan
ditentukan manual, diperlukan hitung-hitungan waktu penyuntikan dan dosisnya. Normalnya,
penyuntikan dilakukan pada waktu sedang makan. Penyuntikan juga dapat disasarkan masuk
kedalam jaringan tubuh atau otot, dibawah kulit saja, atau pula langsung ke pembuluh
darah.Sasaran suntikan juga menentukan kecepatan reaksi yang diinginkan. 2. Pompa Insulin
Pompa insulin terdiri atas sebuah kotak (seukuran kotak rokok, i-pod, PDA) yang di dalamnya
berisi chip komputer, baterai, dan wadah insulin. Alat ini memiliki memiliki saluran yang pada
ujungnya melekat jarum suntik. Insulin dipompakan secara berkala menurut pengaturan chip
komputer yang sudah diprogram, sedangkan ujung jarum suntik tetap tertancap pada kulit atau
pembuluh darah dan dipertahankan tetap pada tempatnya di sana dengan bantuan plester. Wadah
dan pompa insulin dapat menyimpan insulin untuk beberapa hari. Kemudian pompa insulin harus
di isi kembali. Dibandingkan dengan penyuntikan manual secara berkala, pemakaian pompa
insulin relatif lebih praktis, walaupun tetap ada kelemahan yang sama, yaitu bahwa dosis dan
waktu pengasupan insulin ke dalam tubuh tidak persis sempurna sesuai kebutuhan tubuh.
Setidak-tidaknya pompa insulin dapat juga menghindarkan pasien dari kesakitan dan kerusakan
jaringan tubuh akibat di suntik berulang-ulang sepanjang masa. 3. Kombinasi Intensif Injeksi
berkala dan penggunaan pompa insulin dapat dikombinasikan. Idealnya, pompa insulin distel
tetap memompakan insulin (Insulin Dasar) secara berkala, meskipun pasien sedang tidur atau
tidak melakukan aktifitas makan, sedangkan injeksi berkala (Insulin Bolus) dilakukan ketika
pasien maka lebih banyak dan beragam atau makan tidak tepat pada waktunya makan
(melanggar program chip komputer). Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu
dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan
dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO
kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja
berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga
OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi
dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2). Untuk
kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin
basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di
atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral
dihentikan dan diberikan insulin saja (PERKENI, 2006). KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
DAN PATOFISIOLOGINYA 1. Komplikasi akut diabetes mellitus Ketoasidosis diabetic
Hampir selalu hanya dijumpai pada pengidap diabetes tipe 1, ketoasidosis diabetic merupakan
komplikasi akut yang ditandai dengan perburukan semua gejala diabetes. Ketoasidosis diabetek
dapat terjadi setelah stress fisik sperti kehamilan atau penyakit akut atau trauma. Kadang-kadang
ketoasidosis diabetic merupakan gejala adanya diabetes tipe 1. Pada ketoasidosis diabetic , kadar
glukosa darah meningkat dengan cepat akibat gluconeogenesis dan peningkatan penguraian
lemak yang progresif, terjadi poliuri dan dehidrasi. Kadar keton juga meningkat menghasilkan
ATP. Keton keluar dari urin (ketonuria) dan menyebabkan bau napas seperti buah. Pada ketosis,
pH turun dibawah 7,3 pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolic dan menstimulasi
hiperventilasi, yang disebut pernapasan kussmaul, karena individu berusaha untuk mengurangi
asidosis dengan mengeluarkan karbon dioksida (asam volatil). Individu dengan ketoasidosis
diabetikes sering mengalami mual dan nyeri abdomen. Dapat terjadi muntah, yang memperparah
dehidrasi ekstrasel dan intrasel. Kadar kalium total tubuh turun akibat poliuri dan muntah
berkepanjangan dan muntah muntah. Ketoasidosis diabetic adalah keadaan yang mengancam
jiwa dan memerlukan perawatan dirumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadapa
keseimbangan cairan dan elektrolitnya. Pemberian insulin diperlukan untuk mengembalikan
hipoglikemia. Karena kepekaan insulin meningkat seiring dengan penurunan pH, dosis dan
kecepatan pemberian insulin harus dipantau secara hati hati. Penelitian memperlihatkan bahwa
analog insulin keja cepat disebut lispro (humalog) efektif dan mengurangi biaya pengobatan
untuk ketoasidosis diabetic dibandingkan jenis insulin lainnya. Koma nonketotik hiperglikemia
hyperosmolar Disebut juga diabetes nonasidotik hyperosmolar, koma nonketotik hiperglikemik
hyperosmolar merupakan komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetes tipe 2. Kondisi
ini juga merupakan petunjuk perburukan drastic penyakit. Walaupun tidak rentan mengalami
ketosis, pengidap diabetes tipe 2 dapat mengalami hiperglikemia berat dengan kadar glukosa
darah lebih dari 300 mg/100 ml.kadar hiperglikemia ini menyebabkan osmolalitas plasma yang
dalam keadaan normal dikontrol ketat pada rentang 275-295 mOsmL/L, meningkat melebihi 310
mOsmL/L. situasi ini menyebabkan pengeluaran berliter-liter urin, rasa haus yang hebat, deficit
kalium yang parah, dan pada sekitar 15-20 % pasien, terjadi koma dan kematian. Terapi
ditujukan untuk mengganti cairan dan elektrolit. Koma nonketotik hiperglikemik hiperosmotik
biasanya dijumpai pada lansia pengidap diabetes setelah mengonsumsi makanan tinggi
karbohidrat. Efek somogyi Efek somogyi merupakan komplikasi akut yang ditandai dengna
penurunan unik kadar glukosa darah dimalam hari, kemudian dipagi hari kadar glukosa kembali
meningkat diikuti peningkatan rebound pada pagi harinya. Hipoglikemi itu sendiri kemudian
menyebabkan peningkatan glucagon, katekolamin, kortisol, dan hormone pertumbuhan.
Hormone ini menstimulasi gluconeogenesis sehingga pada pagi harinya terjadi hiperglikemia.
Pengobatan untuk efek somogyi ditujukan untuk memanipulasi penyuntikan insulin sore hari
sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan hipoglikemia. Intervensi diet juga dapat
mengurangi efek somogyi. Efek somogyi dapat dijumpai pada anak-anak. Fenomena fajar (dawn
phenomenon) Hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5-9 pagi) yang tampaknya disebabkan
oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa dipagi hari. Fenomena ini dapat dijumpai pada
pengidap diabetes tipe 1 atau 2. Hormone-hormon yang memperlihatkan variasi sirkadian pada
pagi hari adalah kortisol dan hormone pertumbuhan, dimana keduanya merangsang
gluconeogenesis. Pada pengidap diabetes tipe 2 ini juga dapat terjadi penurunan sensitivitas
terhadap insulin juga terjadi pada pagi hari, baik sebagai variasi sirkadian normal maupun
sebagai respons terhadap hormone pertumbuhan atau kortisol. Hipoglikemia Pengidap diabetes
tioe 1 dapat mengalami komplikasi akibat hipoglikemia setelah injeksi insulin. Gejala yang
mungkin terjadi adalah hilang kesadaran. Koma dapat terjadi pada hipoglike berat. Pasien
diabetes tipe 1 tang terkontrol ketat yaitu, pasien yang melakukan injeksi insulin multiple
sepanjang hari dan mempertahankan kadar HbA1c sama atau kurang dari 7%, meningkatkan
risiko untuk mengalami hipoglikemia. Manfaat kadar HbA1c yang baik harus diseimbangkan
dengan risiko hipoglikeminya. 2. Komplikasi Kronis 1. Sistem kardiovaskular Terjadi kerusakan
mikrovaskular di arteriol kecil, kapiler, dan venula. Kerusakan makrovaskular terjadi di arteri
besar dan sedang. Semua organ dan jaringan di tubuh akan terkena akibat dari gangguan
mikrovaskular dan makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular : Terjadi akibat penebalan
membran basal pembuluh darah kecil, penyebabnya belum dikteahui namun berkaitan langsung
dengan tinginya kadar glukosa darah. Penebalan menyebabkan iskemia dan penurunan
penyaluran O2 dan zat nutrisi ke jaringan. Selain itu Hb terglikosilasi memiliki afinitas terhadap
oksigen yang lebih tinggi sehingga lebih susah dilepaskan ke jaringan. Asidosis yang terjadi juga
menurunkan 2,3-difosfogliserat (2,3 DPG) sel darah merah, sehingga makin meningkatkan
afinitas Hb terhadap O2 semakin kecil kemungkinan jaringan teroksigenasi dengan adekuat.
Hipoksia Kronis menyebabkan : o Kerusakan dan penghancuran sel o Hipertensi, karena jantung
dipaksa meningkatkan curah jantung sebagai kompensasi menyalurkan O2 lebih banyak ke
jaringan yang iskemik o Mengganggu reaksi imun dan inflamasi karena kedua ha ini sangat
bergantung pada perfusi jaringan yang baik untuk menyalurkan sel imun dan mediator inflamasi.
Komplikasi Makrovaskular : Terutama terjadi akibat aterosklerosis. Pada diabetes terjadi
kerusakan pada lapisan endotel arteri dan dapat disebabkan oleh tingginya kadar glukosa,
metabolit glukosa, atau tingginya kadar asam lemak permeabilitas sel endotel meningkat
molekul yang mengandung lemak masuk ke arteri sel endotel rusak mencetuskan rekasi imun
dan inflamasi pengendapan trombosit, makrofag, dan jaringan fibrosis & proliferasi sel otot
polos. Efek vascular dari diabetes kronis ialah : o Penyakit arteri koroner : dapat menyebabkan
infark miokard o Stroke : terutama pada DM tipe 2, terjadi karena aterosklerosis pembuluh darah
cerebral dan hipertensi vaskluar lemah pecah. o Penyakit vascular perifer : dapat
menyebabkan gangren dan disfungsi ereksi. 2. Gangguan penglihatan Ancaman paling serius
adalah retinopati, atau kerusakan retina karena tidak mendapat oksigen. Hipoksia kronis pada
retina kerusakan strukktur kapiler retina membentuk mikroaneurisma & memperlihatkan
bercak perdarahan. Terbentuk daerah infark diikuti neovaskularisasi (berdinding tipis & sering
hemoragik) mangakifkan system inflamasi pembentukan jaringan parut di retina edema
interstisial & tekanan intraokulus meningkat kolapsnya kapiler & saraf yang tersisa kebutaan.
Kerusakan ginjal Hipertensi & glukosa plasma yang tinggi penebalan membrane basal &
pelebaran glomerulus kerusakan glomerulus kebocoran protein ke urine dalam jumlah sedikit
(mikroproteinuria) kerusakan berlanjut + terbentuk lesi sklerotik nodular (nodul Kimmelstiel-
Wilson) merusak nefron protein lebih banyak yang keluar bersama urine proteinuria
bermakna. Hilangnya protein ke urine penurunan tekanan osmotic penurunan penyerapan
cairan dariruang interstitial. Terjadi filtrasi netto plasma ke cairaninterstisial edema
generalisata (Anasarka) penekanan pada kapiler kecil & saraf di seluruh tubuh, termasuk ginjal
ginjal makin mengalami perburukan kelebihan beban cairan & hipertensi. Penurunan fungsi
ginjal : o Penurunan kemampuan sekresi ion hydrogen ke dalam urine. o Penurunan
pembentukan vitamin D penguraian tulang. o Penurunan pembentukan eritropetin defisiensi
sel darah merah & anemia. 4. System saraf perifer Merusak system saraf perifer, termasuk
komponen sensorik dan motorik divisi somatic dan otonom (Neuropati diabetic). Hipoksia kronis
sel saraf & efek hiperglikemia serta hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi saraf
kerusakan pada pembuluh darah kecil yang memberi nutrisi pada saraf perifer, dan metabolism
gula yang abnormal. perlambatan hantaran saraf & berkurangnya sensitifitas. Penyakit kaki
Keadaan ini merupakan akibat penyakit pembuluh darah perifer ( kaki yang dingin dan nyeri ),
neuropati perifer ( kaki hangat, sering hanya dengan nyeri ringan ), dan peningkatan
kecendrungan untuk terinfeksi, sehingga terbentuk ulkus, Infeksi ( selulitis dan osteomielitis ),
Gangren, dan kaki Charcot ( kaki hangat/panas dengan kerusakan sendi ). PENUTUP
Kesimpulan Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya
penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus
menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat
kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah
menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,
terutama yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung
menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya
aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali
lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh
darah besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati),
sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta
memperlambat penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi
jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi
dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa
menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum).
Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci
darah (dialisa). Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf
mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-
tiba menjadi lemah. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera
karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran
darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan
lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya
lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi. Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah
untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah
yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan. Meskipun demikian, semakin mendekati
kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka
panjang menjadi semakin berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara
teratur baik dilakukan secara mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau
dilakukan di laboratorium terdekat. Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah
raga dan diet. Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan
pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Namun,
sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olahraga
yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun
kadar gula darah) per-oral. Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat
diobati dengan obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka
dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan
insulin. Saran Jika ingin mengurangi resiko terkena diabetes, maka kita harus menjaga pola
makan kita sehari-hari dan juga rajin berolahraga. Banyak penyakit dapat dicegah dengan gaya
hidup dan pola makan yang sehat. Di antaranya adalah diabetes, yang juga salah satu penyebab
utama kematian di banyak negara, termasuk di Indonesia. Ada banyak hal yang diduga menjadi
pemicu munculnya penyakit diabetes, dan salah satu di antaranya adalah pola makan yang tidak
baik. Di samping itu, pola makan sehat juga terbukti bermanfaat mencegah terjadinya penyakit
jantung koroner, kanker, hipertensi, dan kerusakan ginjal. Berikut ini beberapa tips pola makan
yang sehat yang dapat digunakan: Perbanyak konsumsi bahan makanan dari tumbuhan Bahan
makanan dari tumbuhan merupakan bahan makanan utama untuk pencegahan diabetes. Hal ini
karena sayur dan buah merupakan sumber utama phytochemicals, yaitu zat alamiah yang
berfungsi melindungi tubuh dari pembentukan tumor. Dengan mengkonsumsi 2 - 4 porsi buah-
buahan dan 3 - 5 porsi sayur-sayuran, diperkirakan akan menurunkan risiko kanker sebesar 20 %.
Perbanyak jumlah serat dalam makanan sehari-hari Mengkonsumsi karbohidrat kompleks dan
makanan berserat sebagai pengganti karbohidrat sederhana (seperti tepung atau gula). Serat yang
terkandung dalam sayur dan buah, tidaklah terdapat pada daging, susu, keju maupun minyak.
Sedangkan proses pemutihan tepung terigu justru akan menghilangkan kandungan serat gandum.
Serat bermanfaat memperlambat waktu pencernaan makanan, sehingga rasa kenyang terasa lebih
lama dan tubuh dapat menyerap zat gizi dari makanan dengan baik. Serat juga berikatan dengan
asam empedu yang mengandung kolesterol dan akan mengeluarkannya dari tubuh lewat tinja,
sehingga akhirnya kadar kolesterol akan turun. Manfaat serat yang lainnya yang tak kalah
penting adalah efek anti sembelit yang dimilikinya, sehingga kesehatan usus menjadi lebih baik
karena buang air besar dapat dilakukan secara lancar setiap hari. Minimalkan penggunaan lemak
jenuh Lemak jenuh yang terkandung pada produk hewani seperti daging, susu, dan keju akan
meningkatkan risiko kanker dan penyakit jantung koroner. Bahan pangan yang dapat digunakan
untuk menggantikan lemak jenuh adalah minyak nabati seperti minyak zaitun dan minyak canola
yang mengandung lemak tak jenuh. Selain mengurangi risiko penyakit, minyak nabati relatif
tidak meningkatkan berat badan. Variasi makanan Susunlah menu makanan secara bervariasi,
menggunakan berbagai jenis sayur dan buah. Sayur dan buah merupakan sumber vitamin,
mineral dan antioksidan yang alami. Antioksidan adalah penghancur radikal bebas yang ada
dalam tubuh. Lingkungan yang tercemar, bahan makanan yang diawetkan serta asap rokok
merupakan contoh sumber radikal bebas di sekitar kita. Konsumsi bahan makanan yang
mengandung antioksidan akan menurunkan kadar radikal bebas di dalam tubuh sehingga
mencegah kerusakan jaringan tubuh dan terjadinya kanker. Bahan makanan alami Pilihlah bahan
makanan yang masih alami. Proses pengolahan bahan pangan seringkali malah menghilangkan
zat gizi dan nutrisi yang terkandung di dalamnya. Riset para ahli telah menunjukkan bahwa zat
gizi, nutrisi, dan antioksidan dari bahan pangan alami lebih baik kualitasnya dari pada yang
berupa olahan ataupun berupa suplemen makanan. Makan secukupnya Makanlah secukupnya,
dalam artian jangan sampai kekurangan namun juga janganlah berlebihan. Kekurangan zat gizi
karena makan terlalu sedikit sudah tentu akan menyebabkan tubuh tidak memiliki modal yang
cukup untuk metabolisme sehari-hari dan untuk membangun kekebalan terhadap penyakit.
Namun demikian makan yang berlebihan juga akan menyebabkan penimbunan bahan makanan
yang tidak terpakai sehingga terjadi kegemukan dan peningkatan kadar lemak, yang justru akan
membebani kerja organ hati, jantung, dan ginjal. Makan secara teratur Sedapat mungkin aturlah
agar makan dilakukan secara teratur waktunya. Hal ini penting karena sekresi asam lambung dan
enzim pencernaan umumnya mengikuti irama harian sesuai dengan jadwal makan sebelumnya.
Tidak teraturnya jadwal makan dapat menyebabkan berbagai keluhan sakit maag, karena adanya
iritasi dari asam lambung dan enzim pencernaan pada saluran cerna yang kosong. Pengaturan
makan merupakan pilar utama pengelolaan diabetes mellitus (DM). Namun, Diabetisi (orang
dengan diabetes) sering mendapat berbagai informasi tentang makanan dan DM dari berbagai
sumber yang tidak selalu benar. Informasi yang kurang tepat sering kali merugikan Diabetisi itu
sendiri, antara lain tidak lagi dapat menikmati makanan kesukaan mereka. Sebenarnya anjuran
makan pada Diabetisi sama dengan anjuran makan sehat umumnya, yaitu makanan menu
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing. Sebaliknya anjuran makan bagi
Diabetisi juga akan sangat baik untuk orang sehat yang non DM dan juga untuk mencegah
penyakit salah gizi yang lainnya. Tujuan makan sesuai kebutuhan kalori adalah agar dapat
mencapai dan mempertahankan berat badan yang normal. Pada Diabetisi yang gemuk, kadar gula
darah sulit dikendalikan, sehingga berat badan perlu dibuat normal. Berat badan normal berkisar
antara kurang dari 10% sampai lebih dari 10% dari berat badan idaman. Diabetisi tak perlu takut
makan dan dianjurkan makan bersama anggota keluarga lainnya, yaitu menu makanan yang
seimbang sesuai kebutuhan gizi. Untuk dapat makan sesuai kebutuhan gizi, kita perlu
mengetahui kebutuhan kalori sehari. Selain membantu dalam kebutuhan kalori, ahli gizi/diet juga
menyaranakan variasi makanan sesuai dengan daftar bahan makanan penukar.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

Anda mungkin juga menyukai