Distribusi Obat
Distribusi Obat
when i make this working paper,i think it's so difficult.so i want to share this for you all.i hope it's
benefit for you.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala Puji dan Syukur saya Ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.Bahwasannya kami telah selesai
membuat kliping Tentang distribusi obat walaupun banyak sekali hambatan dan kesulitan yang kami
hadapi dalam menyusun kliping ini, dan mungkin kliping ini masih terdapat kekurangan dan belum bisa
dikatakan sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan kami.
Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak terutama dari Bapak/Ibu Guru supaya kami dapat lebih baik lagi dalam menyusun sebuah kliping
di kemudian hari, dan semoga kliping ini berguna bagi siapa saja terutama bagi teman-teman yang
ingin lebih tahu lebih banyak tentang distribusi obat.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seiring perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi dalam bidang kefarmasian serta
semakin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut juga
kemampuan dan kecakapan para petugas dalam angka mengatasi permasalahan yang mungkin timbul
dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat . Dengan demikian pada dasarnya
kaitan tugas pekerjaan Farmasis dalam melangsungkan berbagai proses kefarmasian bukannya
sekedar membuat obat, melainkan juga menjamin serta meyakinkan bahwa produk kefarmasian yang
diselenggarakan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses penyembuhan penyakit yang
diderita pasien.Mengingat kewenangan keprofesian yang dimilikanya, maka dalam menjalankan
tugasnya harus berdasarkan prosedur-prosedur kefarmasian demi dicapainya produk kerja yang
memenuhi: syarat ilmu pengetahuan kefarmasian, sasaran jenis pekerjaan yang dilakukan, serta hasil
kerja akhir yang seragam tanpa mengurangi pertimbangan keprofesian secara pribadi.
Pembangunan sarana distribusi sediaan farmasi sebagai salah satu upaya pembangunan
nasional di arahkan guna mencapai terpenuhinya kebutuhan sediaan farmasi yang tepat untuk setiap
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut di perlukan dukungan sumber daya manusia di bidang
kesehatan termasuk di dalamnya adalah tenaga farmasis.
Pedagang besar farmasi sebagai salah salah satu tempat pengabdian profesi seorang asisten
apoteker merupakan alur terpenting dalam mendistribusikan sediaan farmasi melalui apotek, rumah
sakit atau toko obat ke tangan konsumen. Perbekalan farmasi meliputi obat, bahan obat,dan alat
kesehatan. Obat adalah salah satu bahan atau paduan bahan yang di maksud untuk di gunakan dalam
menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka
atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan. Selain menyalurkan obat-obatan,
Pedagang besar farmasi juga menyalurkan kosmetik. Berdasarkan permenkes RI NO.
445/Menkes/per/V/1998 yang di maksud dengan kosmetik adalah sediaan ataun paduan bahan yang
siap un tuk di gunakan pada bagian luar badan ( epidermis, rambut, kuku, bibir,dan organ kelamin
luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah, penampakan,
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak di maksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Dengan demikian sebagai seorang asisten apoteker dirasa perlu membekali diri dengan
pengetahuan mengenai Pedagang Besar Farmasi dan cara pendistribusian obat.
1.Tujuan Umum
Memahami dasar-dasar pendistribusian obat dan sediaan farmasi lainnya di PBF selaku sebagai Tenaga
Teknis Kefarmasian sehingga mampu berperan sebagai mitra kerja tenaga kesehatan yang siap pakai.
Mampu memahami proses pengelolaan obat dan pendistribusian sesuai dengan peraturan Perundang
Undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
Untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan tentang pengadaan,
penyimpanan, dan pengelolaan distribusi dan pelayanan sediaan farmasi dan alat kesehatan di
Pedagang Besar Farmasi.
2.Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan atau menambah ilmu pengetahuan dalam hal mengelola obat, perbekalan farmasi
dan pemasarannya.
Meningkatkan pengetahuan tentang ruang lingkup tanggung jawab sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian
dibidang kefarmasian di PBF, APOTEK.
Faktor yang mendorong suatu perusahaan menggunakan distributor, adalah:
- Para produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas tidak mampu
mengembangkan organisasi penjualan langsung.
- Para distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar karena skala operasi mereka
dengan pengecer dan keahlian khususnya.
- Para pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan dana mereka untuk ekspansi
daripada untuk melakukan kegiatan promosi.
- Pengecer yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-macam barang dari seorang
grosir daripada membeli langsung dari masing-masing pabriknya.
Information, yaitu mengumpulkan informasi penting tentang konsumen dan pesaing untuk
merencanakan dan membantu pertukaran.
Promotion, yaitu pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasif tentang produk yang
ditawarkan.
Negotiation, yaitu mencoba untuk menyepakati harga dan syarat-syarat lain, sehingga
memungkinkan perpindahan hak pemilikan.
Ordering, yaitu pihak distributor memesan barang kepada perusahaan.
Payment, yaitu pembeli membayar tagihan kepada penjual melalui bank atau lembaga keuangan
lainnya.
Title, yaitu perpindahan kepemilikan barang dari suatu organisasi atau orang kepada organisasi /
orang lain.
Physical Possesion, yaitu mengangkut dan menyimpan barang-barang dari bahan mentah hingga
barang jadi dan akhirnya sampai ke konsumen akhir.
Financing, yaitu meminta dan memanfaatkan dana untuk biaya-biaya dalam pekerjaan saluran
distribusi.
Risk Taking, yaitu menanggung resiko sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan saluran distribusi.
1. Untuk menjamin pemerataan distribusi obat sehingga obat akan tersedia ketika dibutuhkan
2. Untuk pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat hingga ke pengguna sehingga penggunaan
obat dilakukan dengan tepat dan tidak terjadi penyalahgunaan obat (Drug Abuse)
3. Untuk menjamin keabsahan, kualitas, keamanan obat dari produsen hingga ke konsumen.
4. Untuk menjamin bahwa obat disimpan dalam tempat yang sesuai dengan yang disarankan oleh
industri selama berada dalam proses transport.
Kenapa CDOB dinilai penting untuk disusun dan diterapkan?Hal ini dikarenakan praktik distribusi
obat dulunya cenderung dilakukan asal-asalan. Obat berbeda dengan komoditi lain. Distribusinya
tidak bisa diperlakukan sama dengan cara distribusi material bangunan atau tekstil. Misalnya jika
suhu tempat penyimpanan obat tidak diatur sebagaimana mestinya, hal ini akan merusak obat. Banyak
kemungkinan yang terjadi karenanya.Salah satunya, stabilitas obat terganggu sehingga obat menjadi
tidak manjur.
Sekarang kita lihat dulu bagaimana alur distribusi obat di Indonesia
Ada 5 elemen penting yang diatur oleh CDOB.Yakni :
Manajemen mutu
Manajemen mutu adalah sistem manajemen yang berorientasi pada mutu produk.Dalam manajemen
mutu ada dua hal yang harus ada di lembaga distribusi obat.Pertama sistem mutu dan kedua jaminan
mutu. Dalam konteks sistem mutu, lembaga distribusi obat harus memiliki struktur organisasi yang
jelas (jadi personil yang bertanggung jawab dalam berbagai bidang dapat terlihat jelas dari struktur
organisasi ini), Standar Prosedur operasional (disusun dan diperbaharui oleh Apoteker Penanggung
Jawab), sistem dokumentasi (bisa secara manual atau terkomputerisasi) dan sumber daya.
Sedangkan pada konteks jaminan mutu, suatu lembaga distribusi harus membuat sistem yang
mengatur langkah sistematis yang menjamin kepercayaan bahwa produk baik dari segi pelayanan
maupun dokumentasinya mendukung kualitas.Jadi ada tuntutan kepada lembaga distribusi untuk
membuat sistem bagaimana caranya agar produk yang mengalir di mereka terjamin kualitas,
keabsahan, keamanan dan kemanjurannya.
Personalia
Singkatnya, dalam aturan tentang personalia ini suatu lembaga distribusi diwajibkan untuk
mempekerjakan orang-orang yang berkompeten di bidangnya.Dengan latar belakang pendidikan atau
pengalaman yang sesuai.Apoteker harus ada sebagai penanggung jawab.Apoteker penanggung jawab
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping atau Tenaga Teknis Kefarmasian.Selain itu, personil yang
bekerja di lembaga distribusi ini diharuskan mengikuti pelatihan tentang CDOB secara periodik
untuk meningkatkan kompetensi.
Inspeksi diri
Introspeksi diri kerap dilakukan dalam lembaga-lembaga di farmasi baik di pabrik, lebaga pelayanan
farmasi dan lembaga distribusi.Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui
apakah sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar.Inspeksi diri di lembaga
distribusi dilakukan minimal setahun sekali.Hal hal yang diinspeksi diantaranya, personalia,
dokumentasi, sistem dokumentasi, bangunan dan peralatan.
Dokumentasi
Dokumentasi dilakuakn dengan tujuan menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan
panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Dari sistem dokumentasi perjalanan
distribusi dapat ditelusuri.Jika terjadi penyelewengan sistem, dapat diketahui dari sini.Dokumen
yang dibuat harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya 5 tahun dari tanggal pembuatan
dokumen.Manfaat nyata yang dapat dirasakan dari sistem dokumentasi ini adalah bila nanti BPOM
atau industri farmasi menyatakan untuk menarik suatu produk dari pasaran, lembaga distribusi dapat
terbantu untuk menelusuri jejak transportasi produk yang dimaksud sehingga tujuan objek penarikan
dapat diketahui hingga ke tingkat konsumen.Setiap PBF (Pedagang Besar Farmasi) harus melaporkan
kegiatannya setiap 3 bulan sekali kepada BPOM.
Tata Cara Distribusi Obat Narkotika Menurut Undang-Undang
GAMBAR
Undang-undang RI No.35 tahun 2009 tentang narkotika mengatur bahwa distribusi obat
meliputi hal-hal sebagai berikut :
(Pasal 35)
1. Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun
pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
(Pasal 36)
2. Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari
Menteri
(Pasal 37)
3. Narkotika Golongan II (seperti petidin) dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami
maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.
(Pasal 38)
4. Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
(Pasal 39)
5. Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (2)
Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri
(Pasal 40)
6. Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu; dan
d. rumah sakit.
Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu;
d. rumah sakit; dan
e. lembaga ilmu pengetahuan;
Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika
kepada:
a. rumah sakit pemerintah;
b. pusat kesehatan masyarakat; dan
c. balai pengobatan pemerintah tertentu.
(Pasal 43)
7. Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:
a. apotek;
b. rumah sakit;
c. pusat kesehatan masyarakat;
d. balai pengobatan; dan
e. dokter.
Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:
a. rumah sakit;
b. pusat kesehatan masyarakat;
c. apotek lainnya;
d. balai pengobatan;
e. dokter; dan
f. pasien.
Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan
Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter dan Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya
dapat dilaksanakan untuk:
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya dapat
diperoleh di apotek.
Untuk jalur distribusi Psikotropika seperti Shabu-shabu, Bahan baku pembuat Ekstasy dan Obat-
obatan Golongan IV, dilihat dari gambar disamping (garis merah) bahwa barang haram tersebut
masuk ke Indonesia khususnya Jakarta berasal dari China. Dari semua barang haram Psikotropika
yang masuk Indonesia khususnya ke Jakarta, kemudian di distribusikan/diedarkan secara gelap ke
seluruh wilayah Indonesia dan negara-negara tetangga bahkan sampai ke Belanda dan Australia
(garis biru).
Amfethamine
Polandia Skadianaria
Polandia Jerman
Belanda Inggris
Myanmar Thailand
Cannabis tumbuhan
Mexico - USA
Jamaica - Canada
Cocaine
Getah Cannabis
Pakistan - Australia
Heroin
Mexico USA
Methagualone
Methamphetamine
Mexico USA
Cina Hongkong
Korea Jepang
Cina Jepang
Psikotropika
Adalah syarat mutlak bahwa setiap obat yang beredar harus aman (safety), bermutu (quality), dan
bermanfaat (efficacy).Faktanya, obat tidak segera digunakan setelah dibuat.Perjalanan dari gudang
pabrik hingga ke tangan pasien memerlukan waktu yang tidak dapat ditentukan.Bisa dalam hitungan
bulan, bahkan tahun.Di sepanjang perjalanan itu banyak sekali faktor lingkungan yang mungkin saja
mempengaruhi mutu obat, misalnya saja suhu, cahaya, dan lembab. Tidak ada yang bisa mengetahui
apakah obat masih sama bagusnya dengan saat produksi atau tidak. Oleh karena itu, perlu adanya
sistem yang dapat menjamin syarat mutlak itu terpenuhi, bukan hanya saat obat didaftarkan, atau
setelah diproduksi di pabriknya, namun saat obat didistribusikan, hingga saat digunakan oleh pasien.
Pada saat dibuat, pengujian keamanan, mutu dan khasiat obat tentu saja tidak mungkin dilakukan
terhadap semua obat. Pengujian dilakukan dengan carasampling. Jumlah sampel yang diambil memang
sudah diperhitungkan agar serepresentatif mungkin terhadap jumlah semua obat yang dibuat.Namun
tidak menutup kemungkinan di antara obat yang tidak ter-sampling ada yang tidak memenuhi
persyaratan. Bayangkan jika obat yang seperti itu sampai ke tangan pasien, terlebih jika obat itu
adalah obat yang krusial seperti obat jantung, hipertensi, diabetes mellitus Namun itu semua dapat
dihindari jika proses yang dilakukan benar dari awal pembuatan hingga akhir, dari bahan baku
menjadi obat yang siap di tangan pasien. Itulah sebabnya dibuat berbagai peraturan di semua sektor
yang terlibat, dari hulu ke hilir. Di industri ada yang namanya Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB), di apotek dan IFRS disebut Pelayanan Farmasi yang Baik (PFB), yang paling baru di bidang
distribusi sudah ada juga Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Distribusi obat melibatkan tidak hanya distributor/PBF (Pedagang Besar Farmasi) saja, melainkan
termasuk sarana pelayanan kefarmasian seperti apotek, rumah sakit, praktek bersama, dan
sebagainya. CDOB sendiri bertujuan untuk menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur
agar dapat diperoleh oleh pasien saat dibutuhkan, pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat,
melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan dan penyalahgunaan obat, menjamin agar obat yang
sampai ke tangan pasien adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai tujuan
penggunaannya, menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai, termasuk selama transportasi. Disinilah
peran Apoteker yang berkompeten dibutuhkan.
Mengapa Apoteker? Distribusi obat tidak seperti distribusi barang dan jasa yang lain. Obat bukan
sekedar objek perdagangan yang komersil semata.Lebih dari itu, obat memiliki nilai yang lebih besar,
yaitu nilai sosial.Salah-salah, nyawa jutaan manusia taruhannya.Dunia obat adalah bisnis yang
dilematis.Apoteker, melalui sumpah profesinya, memegang tanggung jawab besar atas ilmu yang
dimilikinya, tak hanya pada profesi tetapi juga kepada Tuhannya. Melihat krusialnya aspek obat itu
sendiri, kini Apoteker tak hanya dituntut untuk bisa membuat atau memberikan obat saja, tetapi
juga dalam memastikan peredarannya (distribusi).
Rujukan :
1. KepMenkes No. 1191/Menkes/SK/IX/2002 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 918/ Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
2. Kepmenkes No. 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 167/Kab/B VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat
3. SK Ka Badan POM No : HK 00.05.3.2522 Tahun 2003 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi
Obat yang Baik
4. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
5. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengawasan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
.
1) Definisi PBF
Pedagang Besar Farmasi adalah suatu usaha berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai
perundang-undangan yang berlaku.
MenurutSK Mentri Kesehatan no:243/MENKES/SK/V/1990 tentang PBF sudah tidak
sesuai lagi dengan keadaan kefarmasian dewasa ini, maka ditetapkan peraturan Kementrian
Kesehatan no:918/MANKES/PER/X/1993 bahwa PBF adalah badan hukum berbentuk persoraan
terbatas atau koperasi yang memiliki izin mengadakan penyimpanan dan penyaluran perbekalan
farmasi dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/ MENKES/ PER/
VI/ 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi yang dimaksud dengan Pedagang Besar Farmasi, yang
selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 ayat 12 yang berbunyi Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memilki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan
farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa hal yang
berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu batasan mengenai :
Perbekalan Farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat dan alat kesehatan.
Sarana pelayanan kesehatan adalah apotik, rumah sakit, atau unit kesehatan lainnya yang ditetapkan
Mentri Kesehatan, toko obat dan pengecer lainnya.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.Apoteker
penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa hal berkaitan dengan Perizinan PBF dan/ atau PBF cabang adalah:
1. Izin PBF dikeluarkan oleh Dirjen Bidang Pembinaan dan Pengawasan
2. Izin PBF berlaku selama 5 tahun dan boleh diperpanjang
3.PBF boleh membuka cabang yang disebut PBF cabang
4. PBF cabang harus mendapat surat pengakuan dari Ka. Dinkes Provinsi setempat dimana PBF cabang
berada
5.Pengakuan PBF cabang berlaku selama izin PBF cabang berlaku.
Persyaratan Pedagang Besar Farmasi
Pedagang Besar farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Dilakukan oleh badan hukum, perseroan terbatas,Koperasi, Perusahaan nasional, Maupun perusahaan
patungan antara penanam modal asing yang telah memperoleh izin usaha industrial Farmasi di
Indonesia dengan perusahaan nasional.
2. Memiliki nomor wajib pajak ( NPWP)
3. Memiliki izin asisten apoteker yang bekerja penuh
4. Anggota di reksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan perundang-undangan di bidang
farmasi.
5. Pedagang besar farmasi / Pedagang Besar farmasi cabang wajib mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi syarat mutu.
6. PBF wajib melaksanakan pengadaan obat, bahan baku obat dan alkes dari sumber yang sah.
7. Bangunan atau sarana memadai untuk melaksanakan pengadaan , pengelolaan, penyimpanan, dan
penyaluran perbekalan farmasi.
a. Gudang di lengkapi dengan kelengkapan yang dapat menjamin mutu keamanan perbekalan
farmasi yang di simpan.
b. Gudang dan kantor dapat di pisah asal pengawasan intern direksi dan penanggung jawab tetap
efektif
c. PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran secara tertib
Izin PBF tidak berlaku bila:
1. Masa berlaku izin sudah habis dan tidak diperpanjang
2. PBF sedang dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan
3. Izin PBF dicabut
Pengakuan PBF cabang tidak berlaku bila:
1. Masa berlaku izin PBF habis dan tidak diperpanjang
2. PBF cabang sedang dikenai sanki penghentian sementara kegiatan
3.Pengakuan dicabut.
PBF ada 2 macam yaitu PBF obat dan PBF bahan baku obat. Menurut PP no. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud Fasilitas distribusi adalah sarana yang digunakan untuk
menyalurkan atau mendistribusikan sediaan farmasi dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan
atau pemindahtanganan.
Kewajiban PBF dan PBF cabang
( Berkaitan dengan apoteker ) :
1. PBF atau PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab dalam melakukan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
2. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
3. Apoteker tidak boleh merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF cabang
4.Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF cabang harus
melaporkan kepada Dirjen atau KA.Dinkes Provinsi selambat-lambatnya enam hari kerja.
( Berkaitan dengan CDOB)
5.PBF atau PBF cabang dalam melaksanakan Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan
obat harus menerapak CDOB yang ditetapkan oleh Menteri
6. Penerapan CDOB mengikuti pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan
7. PBF atau PBF cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh kepala badan
( Berkaitan dengan dokumentasi)
8. PBF atau PBF cabang wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan atau bahan obat sesuai pedoman CDOB
9. Dokumentasi boleh dilakukan secara elektronik
10. Dokumentasi harus dapat diperiksa setiap saat oleh petugas
( Berkaitan dengan larangan )
11. PBF atau PBF cabang dilarang menjual obat dan atau bahan obat secara eceran
12. PBF atau PBF canbang dilarang menerima/melayani resep
PBF dan PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat kepada:
1. PBF lain
2. PBF cabang lain
3. Fasilitas pelayanan kefarmasian:
- Apotek
- Klinik
- Puskesmas
- Toko obat
- Praktek bersama
- Instalasi Farmasi Rumah sakit
4. Pemerintah, bila pemerintah membutuhkan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
5.PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat dialam batas wilayah provinsi pengakuannya
6. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Untuk PBF bahan baku obat memiliki kewajiban tambahan yaitu:
1. Laboratorium, yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian bahan baku obat sesuai
ketentuan yang ditetapkan dirjen.
2. Gudang khusus tempat penyimpanan
PBF atau PBF cabang menyalurkan obat berdasarkan pesanan yang di apoteker pengelola apotek atau
apoteker penanggung jawab. Dikecualikan untuk pesanan untuk kepentingan lembaga ilmu
pengetahuan, surat pesanan ditandatangani oleh pimpinan lembaga. UNtuk peyaluran obat atau bahan
obat berupa obat keras, surat pesanan harus ditandatangai oleh apoteker penanggung jawab atau
apoteker pengelola apotik. PBF atau PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran narkotik harus memiliki izin khusus sesuai peraturan perundang undangan.PBF atau PBF
cabang yang melakukan pegubahan kemasan dari kemasan aslinya atau pengemasan kembali terhdap
kemasan aslinya dari bahan obat wajib melakukan pengujian mutu dan wajib memiliki ruang
pengemasan kembali.
Penyelenggaraan
PBF hanya boleh melakukan pengadaan obat dari industri farmasi atau PBF lain
PBF hanya boleh melakukan pengadaan bahan obat dari industri farmasi atau PBF lain dan atau
melalui importasi. Importasi harus dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
PBF cabang hanya boleh melakukan pengadaan obat dan atau bahan obat dari PBF pusat.
PBF bisa berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
Gudang
Gudang dan kantor PBF atau PBF cabang boleh terpisah selama tidak mengurangi efektivitas
pengawasan internal oleh direksi /pengurus dan penanggung jawab, dan gudang tersebut harus
memiliki seorang apoteker penanggung jawab.
PBF boleh melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dengan syarat mendapat
persetujuan dari Dirjen Bidang Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan.Gudang tambahan hanya melaksanakan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari
PBF atau PBF cabang.
PBF cabang juga boleh melakukannya bila mendapat persetujuan dari Ka.Dinkes Provinsi setempat.
Pelaporan
Setiap PBF atau PBF cabang wajib membuat laporan setiap 3 bulan sekali yang ditujukan kepada
dirjen dengan tembusan kepala badan POM, Ka. Dinkes Provinsi, Kepala Balai POM.
Kecuali untuk PBF atau PBF cabang yang menyalurkan Narkotika dan psikotropika wajib membuat
laporan bulanan penyaluran Narkotika dan Psikotropika sesuai peraturan perundang-undangan
Pembinaan
1. Pemerintah, Pemda, atau Pemkot melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan peredaran obat dan bahan obat.
2. Pembinaan bertujuan untuk:
- Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat atau bahan obat untuk upaya
kesehatan
- Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau bahan obat yang tidak tepat, atau tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.Apoteker
penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Perundang Undangan
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan pekerjan kefarmasian yang
terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
pekerjaan kefarmasian,yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi / Asisten Apoteker.
Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disingkat STRTTK
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang
telah diregistrasi.
Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik yang
diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK adalah surat
izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
Fasilitas Distribusi atau Penyaluran sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk
mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
Alat kesehatan adalah bahan, instrument aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankankan
penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Standar kefarmasiaan adalah pedoman untuk melakukan pekerjaan kefarmasiaan pada
fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasiaan.
Larangan bagi Pedagang Besar Farmasi yaitu menjual perbekalan farmasi secara eceran baik
ditempat kerjanya maupun ditempat lain; melayani resep dokter; melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran Narkotika tanpa izin khusus dari Mentri Kesehatan.
Izin usaha Pedagang Besar Farmasi akan dicabut jika, tidak mempekerjakan Apoteker
penanggung jawab yang memilki surat izin kerja ; tidak aktif lagi dalam penyaluran
obatselama satu tahun ; tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan dala
peraturan ; tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi tiga kali berturut
turut ; tidak memenuhi ketentuan tat cara penyaluran perbekalan farmasi sebagaimana yang
ditetapkan.
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di PBF Asisten Apoteker Penanggung jawab PBF harus
memiliki surat izin kerja. Keputusan Mentri kesehatan Apoteker. :
1. Asisten apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah asisten apoteker atau sekolah
menengah farmasi, Akademi Farmasi, Akademi farmasi, dan Jurusan farmasi politeknik
kesehatan,akademi analisis farmasi dan makanan, Jurusan analisis farmasi serta makanan, Politeknik
kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang di berikan kepada
pemegang ijazah sekolah Asisten Apoteker atau sekolah menengah Farmasi dan jurusan farmasi
politeknik kesehatan, Akademi Analisis farmasi dan Makanan, Jurusan, Analisis Farmasi serta
Makanan Politeknik kesehatan untuk menjalankan pekerjaan Kefarmasian sebagai asisten Apoteker.
3. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang di berikan kepada pemegang Surat Izin
Asisten Apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di srana kefarmasian.
4. Sarana Kefarmasian adalah tempat yang di gunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian antara
lain industri farmasi, apotek, dan toko Obat.
Pasal 17
~Pasal 17 PP No.51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan kefarmasian yang barkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
pada fasilitas Distribusi atau Pnyaluran sediaan farmasi (PBF) wajib dicatat oleh Tenaga kefarmasian
sesuai tugas dan fungsinya
Pasal 18
~Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas Distribusi atau
Penyaluran sediaan farmasi (PBF) harus mengikuti perkembangan IPTEK dibidang farmasi dan
penyaluran
PBF wajib membuat laporan pendistribusian obat pertriwulan, sehingga bila di lakukan
pemeriksaan dapat di pertanggung jawabkan.
Pencatatan jumlah obat pada kartu stock harus sesuai dengan jumlah barang yang masuk atau
keluar sesuai dengan faktur penjualan/ penyerahan barang. Jumlah penerimaannya harus sesuai
dengan dokumen penerimaan barang
Secara umum bentuk saluran distribusi obat G dapat di tempuh salah satu dari bentuk saluran
distribusi yang ada.
Contoh-contoh PBF:
PT. Medindo Surya Tama adalah salah satu perusahaan jasa distribusi produk farmasi dan
medical equipment dengan 3 orang karyawan.PT. Medindo Surya Tama meupakan PBF tunggal yang
didirikan pada tahun 2007 bertempat di jalan Ramania dalam No. 63 F, keluarga sidodadi samarinda.
PT. Medindo Surya Tama merupakan penyalur produk farmasi dari PT. Erita Farma, PT.
Balatif,dan PT. Saparindo. Obat-obat yang di salurkan adalah obat-obat generic, paten, jamu atau
obat tradisional dan juga alkes.
1. PT. Saparindo
Contohnya : Amoxicillin
2. PT. Balatif
Contohnya : Arkavit dan Betalgin
3. Eritra farma
Contohnya : Etamol, Etagesik, Etaflusin
Alkes yang didistribusikan oleh PT. Medindo Surya Tama anatara lain ;
Alat Glucosure
Glucosure Touch in strip
UA Sure Blood Urid Acid Strip
Multicare Meter
Handscun latex
Dan alat-alat kedokteran linnya.
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan satu-satunya perusahaan yang diizinkan oleh pemerintah
untuk mengimpor, memproduksi, dan mendistribusikan narkotika di wilayah Indonesia.
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan oleh Pemerintah, karena sifat negatifnya yang
dapat menyebabkan ketagihan yang sangat merugikan.
Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan-kegiatan:
Tata Cara Pemesanan Narkotika
Undang-Undang No. 9 tahun 1976 menyatakan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada
apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai,
menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirimkan, membawa atau mengangkut narkotika untuk
kepentingan pengobatan.
Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan Narkotika
kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan narkotika harus
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA, stempel apotek. Satu
surat pesanan terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat untuk memesan satu jenis obat narkotika
PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) merupakan anak perusahaan dari PT Kimia Farma
(Persero) Tbk yang bergerak dalam bidang distribusi obat atau disebut dengan pedagang besar
farmasi (PBF).PT KFTD memiliki Prinsipal dalam pendistribusian perbekalan yaitu PT Bayer, PT
Metrolis, PT Global Distro Medica, PT Mahakam Beta Farna.
Pada pemasaran OTC mendistribusikan Consumer Health Product (CHF) atau mendistribusikan
produk kesehatan masyarakat, obat-obat bebas yang umum digunakan oleh masyarakat, biasa dijual
pada swalayan farmasi di apotek Kimia Farma maupun apotek, toko obat dan mini market lainnya.
Promosi OTC dapat dilakukan dengan memasang spanduk atau iklan pada media cetak dan elektronik.
2. Lini Ethical
Lini Ethical mendistribusikan obat atau produk paten yang tidak dapat dijual dengan bebas
harus melalui resep dokter, apotek dan instalasi-instalasi farmasi rumah sakit.
1. Ethical Garuda
2. Ethical Rajawali
Lini OG mendistribusikan obat dengan nama dagang yang sama dengan kandungannya.
Pendistribusian OG sangat luas yang meliputi toko obat, apotek, dokter dan rumah sakit.
Lini OGB mendistribusikan obat generik tetapi menggunakan nama pabrik yang memproduksi.
Pendistribusian OGB biasanya mengikuti atau bekerja sama Lini Ethical, karna membawa produk dari
perusahaan yang sama yaitu PT. Kimia Farma.
4. Lini Instusi
PT NOVELL
PT PHAROS PT PYRIDAM
PHARMACEUTICAL
INDONESIA FARMA Tbk
LABORATORIES
PT SURYA PT GALENIUM
PT INDOFARMA
DERMATO PHARMASIA
GLOBAL MEDIKA
MEDICA LABORATORIES
4.Bina san prima
PT.Sanbe
farma(OGB)
PT.Sanbe farma(OTC) PT.Sanbe farma(veterinary)
PT.Sanbe farma(infus)
5.Anugrah pharmindo lestari
Produk farmasi
PT Dexa Medica
PT Pfizer Indonesia
PT Tanabe Indonesia
PT Merck Tbk
Definisi Apotek
Dalam rangka menunjang pembangunan nasional pada bidang kesehatan perlu dikembangkan iklim baik
mengenai pengelolaan apotek sehingga pemerintah dapat menguasai, mengatur, dan mengawasi
pensediaan, pembuatan, penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat dan perbekalan farmasi lainnya,
sehingga perlu diadakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 1965. Sebagai
gantinya mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang merupakan perubahan atas
perndang-undangan No. 26 Tahun 1965 tentang apotek.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang dimaksud dengan apotek adalah suatu
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, dan penyaluran obat kepada
masyarakat.Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan dinamika kefarmasian, maka definisi apotek diperbaharui
kembali dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) No.
922/MENKES/PER/X/1993, tentang definisi apotek diperbaharui dan tata cara pemberian izin
apotek. Penyelenggaraan pelayanan apotek yang tercantum pada Permenkes RI No.
922/MENKES/PER/X/1993, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan IPTEK, dan kebutuhan
masyarakat serta jiwa semangat otonomi daerah, sehingga dikeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (Kepmenkes RI) Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek. Menurut Kepmenkes RI Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002, definisi
apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
2.5.1 Lokasi
Menurut Menteri Kesehatan RI No. 278 Tahun 1981 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lokasi
apotek adalah tempat bangunan apotek didirikan, lokasi apotek yang baru atau berpindah, jumlah dan
jarak minimal antar apotek ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Penentuan lokasi yang harus menjadi
pertimbangan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan adalah jumlah penduduk, jumlah
dokter yang praktek, sarana pelayanan kesehatan lainnya, hygiene lingkungan dan faktor-faktor yang
terkait setelah adanya otonomi daerah maka faktor jarak sudah tidak dipermasalahkan lagi.
2.5.2 Bangunan
Bangunan apotek adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk mengelola apotek. Berdasarkan
Keputusan Menkes No. 278 Tahun 1981, bangunan apotek harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Bangunan apotek mempunyai ukuran sekurang-kurangnya 50 m2 terdiri dari ruang tunggu, ruang
peracikan dan penyerahan resep, ruang administrasi, ruang penyimpanan obat, tempat pencucian alat
dan toilet (WC).
b. Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a) Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam rata, tidak mudah mengelupas dan
mudah dibersihkan.
b) Langit-langit harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan permukaan sebelah dalam
berwarna terang.
c) Atap tidak boleh bocor, terbuat dari genteng, sirap atau bahan lain yang memadai.
d) Lantai tidak boleh lembab, terbuat dari ubin atau bahan lain yang memadai.
c. Apotek memiliki sumber aiar yang memenuhi persyaratan kesehatan.
d. Bangunan apotek harus memiliki ventilasi dan sanitasi yang baik, serta memenuhi persyaratan
hygiene lainnya.
e. Harus memiliki penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi
apotek dengan baik.
f. Harus ada alat pemadam kebakaran sekurang-kurangnya dua buah dan masih berfungsi dengan
baik.
g. Apotek harus memasang papan nama yang terbuat dari seng atau bahan lainnya yang memadai
dengan ukuran minimal panjang 60 cm, tebal 5 cm, dan lebar 55 cm, papan nama harus memuat nama
apotek, nama APA, nomor surat izin apotek (SIA), nomor telepon apotek.
Salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis atau yang merawat penderita-
penderita sendiri dan petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-
undangan yang berlaku (contohnya petugas pengadilan bila diperlukan untuk suatu perkara).
Dalam hal ini resep terdapat beberapa pengaturannya, sebagai berikut:
a. Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker
b. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dalam jangka waktu 3 tahun
c. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau merawat
penderita, penderita bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut
undang-undang yang berlaku.
Tenaga Kesehatan
Disamping Apoteker Pengelola Apotek (APA), di apotek sekurang-kurangnya harus mempunyai
seorang tenaga kefarmasian. Bagi apotek yang Apoteker Pengelola Apotek-nya pegawai instalasi
pemerintah lainnya harus ada apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian.
4) Asisten Apoteker
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek, Apoteker Pengelola Apotek dibantu
oleh Asisten Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Kerja. Keputusan Menteri Kesehatan No.
679/MENKES/SK/V/2003, tentang peraturan registrasi dan izin kerja Asisten Apoteker :
a. Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah. Asisten Apoteker atau
Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, dan Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi
Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
b. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang diberikan kepada
pemegang Ijazah Sekolah Asisten Apoteker atau Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi dan
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis
Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagai
Asisten.
c. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pemegang Surat Izin
Asisten Apoteker untuk melakuka pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian.
d. Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
antara lain Industri Farmasi termasuk obat Tradisional dan kosmetika, Instalasi Farmasi, Apotek,
dan toko obat.
Personalia
Sikap karyawan yang baik, ramah dan cepat melayani pembeli, mengenal pasien didaerah sekeliling
apotek sebanyak mungkin dapat membangkitkan kesan baik, sehingga peran karyawan sangat penting
dalam laba yang diinginkan atau direncakan. Untuk mendapatkan karyawan yang baik didalam apotek,
perlu dilakukan kegiatan-kegiatan :
a. Mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan
b. Mendorong para karyawan untuk bekerja lebih giat
c. Memberi dan menempatkan mereka sesuai dengan pendidikannya
d. Merekrut calon karyawan dan mendidik sebagai calon pengganti yang tua.
Fungsi dan Pembagian Tugas
Didalam sebuah apotek perlu adanya job description (uraian tugas), sehingga setiap pegawai yang
bekerja mengetahui apa tugas dan tanggungjawabnya. Pembagian tugas didalam apotek adalah
sebagai berikut :
a. Apoteker
Tugas apoteker :
1) Memimpin seluruh kegiatan apotek.
2) Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi yang meliputi :
a) Administrasi kefarmasian
b) Administrasi keuangan
c) Administrasi penjualan
d) Administrasi barang dagangan atau inventaris
e) Administrasi personalia
f) Administrasi bidang umum
3) Membayar pajak yang berhubungan dengan perapotekan.
4) Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan
rencana kerja.
b. Koordinator Kepala
Tugas Koordinator Kepala yaitu :
1) Mengkoordinir dan mengawasi kerja bawahannya termasuk mengatur daftar giliran dinas,
pembagian tugas dan tanggungjawab (narkotika, pelayanan dokter dan kartu stock di lemari masing-
masing)
2) Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan atau mengembangkan
hasil usaha apotek
3) Mengatur dan mengawasi penyimpanan dan kelengkapan obat sesuai dengan teknis farmasi
terutama diruang peracikan.
4) Memelihara buku harga dan kalkulasi harga obat yang akan dijual sesuai dengan kebijaksanaan
harga yang telah ditentukan.
5) Membina serta memberi petunjuk soal teknis farmasi kepada bawahannya, terutama pemberian
informasi kepada pasien.
6) Bersama-sama dengan tata usaha mengatur dan mengawasi data-data administrasi untuk
penyusunan laporan managerial dan laporan pertanggungjawabannya.
7) Mempertimbangkan usul-usul yang diterima dari bawahannya serta meneruskan atau mengajukan
saran-saran untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek kepada pemimpin apotek.
8) Mengatur dan mengawasi pengamanan uang penghasilan tunai setiap hari.
9) Mengusulkan penambahan pegawai baru, penempatan, kenaikan pangkat, peremajaan bagi karyawan
bawahannya kepada pemimpin apotek.
10) Memeriksa kembali
c. Tenaga teknis kefarmasian
Tugas tenaga teknis kefarmasian adalah:
1) Mengerjakan pekerjaan sesuai dengan profesinya
2) Dalam hal darurat, dapat menggantikan pekerjaan sebagai kasir, penjual obat bebas dan juru
resep.
Tenaga teknis kefarmasian bertanggungjawab kepada asisten kepala sesuai dengan tugasnya, artinya
bertanggungjawab atas kebenaran segala tugas yang diselesaikannya, tidak boleh ada kesalahan,
kekeliruan, kekurangan, kehilangan dan kerusakan.
Apotek Rakyat
Apotek Rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian yaitu
penyerahan obat dan perbekalan kesehatan tetapi tidak boleh melakukan peracikan.Perbekalan
kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
Masyarakat luas akan semakin mudah memperoleh obat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tanggal 8 Maret
2007 tentang Apotek Rakyat. Dalam memberikan pelayanan kefarmasian, Apotek Rakyat harus
mengutamakan obat generik.
Selain itu Apotek Rakyat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat-obat
palsu, obat kadaluarsa, dan obat yang tidak jelas asal-usulnya serta mencegah penyalahgunaan
obat.Dengan demikian masyarakat dapat memperoleh obat dengan mudah, murah dan aman.Di
samping itu Pendirian Apotek Rakyat juga dimaksudkan untuk meningkatkan penertiban peredaran
obat-obatan di sentra-sentra perdagangan yang selama ini telah dilakukan oleh Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (POM).
Untuk dapat mendirikan Apotek Rakyat, selain harus melengkapi syarat administrasi, juga harus
mengantongi ijin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.Untuk memperoleh ijin tidak
dipungut biaya.
Syarat lain Apotek Rakyat adalah adanya sarana dan prasarana berupa komoditi, lemari obat,
lingkungan yang terjaga kebersihannya. Apotek harus mudah diakses masyarakat serta memiliki
bangunan yang dapat menjamin obat atau perbekalan kesehatan lainnya bebas dari pencemaran atau
rusak akibat debu, kelembaban dan cuaca.
Melalui Permenkes ini, pedagang eceran obat dapat mengembangkan diri menjadi Apotek Rakyat
setelah memenuhi syarat tertentu.Sementara itu, pedagang eceran obat yang statusnya sudah
berubah menjadi Apotek Sederhana secara langsung dianggap telah menjadi Apotek Rakyat.Dinas
kesehatan Kabupaten/Kota harus mengganti Izin Apotek Sederhana selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 6 bulan sejak ditetapkannya Permenkes ini (8/3).
Apotek Rakyat dapat merupakan satu atau gabungan dari paling banyak empat pedagang eceran
obat.Gabungan pedagang eceran obat dibawah satu pengelola harus memiliki ikatan kerjasama
berbentuk badan usaha atau bentuk lainnya serta berada pada lokasi yang berdampingan.
Disebutkan pula bahwa pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan semestinya dilakukan
sesuai dengan pengaturan pemerintah terhadap perencanaan, pengadaan dan penyimpanan yang
ditetapkan. Pengeluaran obat perlu memakai sistem FIFO (First In First Out). Maksudnya obat yang
lebih dulu dibeli atau disimpan pengelola juga harus lebih dahulu dijual atau dilekuarkan.Aturan lain
adalah FEFO (First Expire First Out); maksudnya obat yang tanggal kadaluarsanya lebih awal harus
lebih dulu dukeluarkan atau dijual.
Dalam memberikan pelayanan, seorang apoteker pada Apotek Rakyat harus melakukan pemeriksaan
resep dan sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara resep dan obat.Apotek Rakyat dilarang menyerahkan obat dalam jumlah besar,
selain dilarang menjual obat-obatan narkotika dan psikotropika.
Pembinaan dan pengawasan terhadap Apotek Rakyat dilakukan oleh Depkes, Badan POM, Dinkes
Kabupaten/kota dengan mengikutsertakan organisasi profesi.Bila dalam pelaksanaannya ditemukan
bahwa suatuApotek Rakyat melakukan pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi berupa teguran
lisan, tertulis sampai dengan pencabutan ijin.
Permohonan Izin Apotek Rakyat diajukan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan contoh Formulir Model APR-1.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah
menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melalukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek untuk melakukan kegiatan.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam)
hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-2
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3 tidak dilaksanakan,
Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi
dengan menggunakan contoh Formulir Model APR-3
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud angka 3, atau pernyataan dimaksud angka 4, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh
Formulir Model APR-4
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM
dimaksud angka 3 masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan
menggunakan contoh Formulir Model APR-5Terhadap Surat Penundaan sebagai mana
dimaksud dalam ayat 6, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang
belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
Terhadap permohonan izin Apotek Rakyat yang ternyata tidak memenuhi persyaratan, atau
lokasi Apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan menggunakan
contoh Formulir Model APR-6.
Ijin Pedagang Eceran Obat / Toko Obat (TO)
DASAR HUKUM
Prosedur
PROSEDUR
Adi Darmansyah, S.Pd, R.Y. Bambang Purwono,S.Pd, Heru Purwanto, S.H. 2010. Undang
Undang Kesehatan. Jakatrta: PPB SMF-SMKF.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 918/ MENKES/ PER/ X/1993.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1191/ MENKES/ SK/ IX/ 2002.