Anda di halaman 1dari 22

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Umum


Universitas Mulawarman

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT


PENGGUNAAN STIMULANSIA (AMFETAMIN)

Oleh

Oleh :
Amilia Wahyuni
06.55352.00295.09

Pembimbing
dr. Denny J R, Sp.KJ

Diajukan Dalam Rangka Rotasi Kepaniteraan Klinik Muda


Di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa
Periode 16 Mei 11 Juni 2011

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSKD ATMA HUSADA MAHAKAM
SAMARINDA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

Amf'etamin adalah salah satu obat terlarang yang banyak digunakan kedua
setelah kanabis di Inggris Raya, Australia, dan beberapa negara di Eropa Barat. Di
Amerika Serikat, penggunaan kokain saat ini dan sepanjang hidup masih
melampaui penggunaan amfetamin nonmedis, beberapa studi melaporkan hingga
600.000 penyalahguna; selain itu, metamfetamin (turunan amfetamin) juga telah
menjadi obat utama yang disalahgunakan.
Indikasi yang disetujui saat ini oleh Food and Drug Administration (FDA)
untuk amfetamin terbatas pada gangguan pemusatan perhatian / hiperaktivitas dan
narkolepsi. Amfetamin iuga digunakan dalam penanganan obesitas, depresi,
distimia, sindrom kelelahan kronik, sindrom defisiensi imunitas didapat (AIDS)
dan neurastenia sebagai terapi ajuvan untuk depresi yang resisten terapi obat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan


/psikologi seseorang (pikiran, perasaan, perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Intoksikasi obat adalah perubahan fungsi-
fungsi fisiologis, psikologis, emosi, kecerdasan, dan lain-lain akibat penggunaan
dosis obat yang berlebihan. Adiksi obat adalah gangguan kronis yang ditandai
dengan peningkatan penggunaan obat meskipun terjadi kerusakan fisik, psikologis
maupun sosial pada pengguna. Ketergantungan psikologis adalah keinginan untuk
mengkonsumsi obat untuk memperoleh efek positif atau menghindari efek negatif
akibat tidak mengkonsumsinya. Ketergantungan fisik adalah adaptasi fisiologis
terhadap obat yang ditandai dengan timbulnya toleransi terhadap efek obat dan
sindroma putus obat bila dihentikan
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetris, bukan
narkotika, yang bersifat atau berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabjan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan
syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya
halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan
dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi
(merangsang) bagi para pemakainya. Pemakaian Psikotropika yang berlangsung
lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan
dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga
menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si
memakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.
Psikotropika terbagi dalam empat golongan yaitu Psikotropika gol. I,
Psikotropika gol. II, Psyko Gol. III dan Psikotropik Gol IV. Psikotropika yang
sekarang sedang populer dan banyak disalahgunakan adalah psikotropika Gol I,
diantaranya yang dikenal dengan Ecstasi dan psikotropik Gol II yang dikenal
dengan nama Shabu-shabu (amfetamin)

2
Preparat
Amfetamin utama yang saat ini tersedia dan digunakan di Amerika Serikat
adalah dekstroamfetamin (Dexedrine), metamfetamin (Desoxyn), campuran
garam dekstroamfetamin-amfetamin (Adderall), dan metilfenidat (Ritalin). Obat-
obat ini memiliki nama jalanan yaitu es, kristal. crystal meth dan speecl. Sebagai
suatu kelas urnum, golongan amfetamin juga disebut analeptic simpatomimetik,
stimulan, dan psikostimulan. Amfetamin biasa digunakan untuk meningkatkan
kinerja dan membangkitkan perasaan euforia contohnya oleh pelajar yang sedang
belajar untuk ujian. pengendara truk jarak jauh dalam perjalanan, orang bisnis
dengan tenggat waktu penting, serta atlet dalam kompetisi. Meski efek adiktifnya
tidak seperti kokain, amfetamin kurang lebih tepat disebut obat adiktif.
Zat lain yang menyerupai amfetamin adalah efedrin dan pseudoefedrin,
yang tersedia bebas di Amerika Serikat sebagai dekongestan hidung.
Fenilpropanolamin (PPA) adalah suatu psikostimulan yang meski potensinya tidak
seperti amfetamin klasik, dan efedrin, dapat disalahgunakan, sebagian karena
ketersediaannya mudah dan harganya murah. Obat-obat ini, terutama PPA secara
berbahaya dapat mengeksaserbasi hiperlensi, mempresipitasi psikosis toksik, atau
berakhir pada kematian. Batas aman PPA sempit, tiga sampai empat kali dosis
normal dapat mengakibatkan hipertensi yang mengancam nyawa.

Metamfetamin
Metamfetamin (disebut juga "es") adalah bentuk zat murni yang
disalahgunakan dengan cara dihirup, dihisap, atau injeksi intravena Efek
psikologisnya berlangsung berjam-jam dan sangat kuat. Tidak seperti crack
cocaine (lihat bagian 9.6), yang harus diimpor, metamfetamin adalah obat sintetik
yang dapat dibuat secara domestik di laboratorium illegal.

Epidemiologi
Pada tahun 2000, sekitar 4 persen populasi AS menggunakan
psikostimulan. Kelompok usia 18 sampai 25 tahun merupakan pengguna tertinggi
diikuti kelompok usia l2 sampai 17 tahun. Penggunaan amfetamin terjadi pada
semua kelompok sosioekonomi dan penggunaan amfetamin meningkat di antara

3
professional kulit putih. Oleh karena amfetamin tersedia melalui resep dokter
untuk indikasi spesifik. clokter yang meresepkan sebaiknya menyadari risiko
penggunaan oleh orang lain, termasuk teman dan anggota keluarga pasien yang
menerima amfetamin. Tidak ada data tersedia yang dapat diandalkan tentang
epidemiologi penggunaan amfetamin desainer, namun obat ini sangat
disalahgunakan. Menurut DSM-IV-T& prevalensi ketergantungan dan
penyalahgunaan amfetamin seumur hidup adalah 1,5 persen; dan rasio pria
terhadap wanita adalah 1.

Neurofarmakologi
Semua amfetamin diabsorpsi cepat secara oral dan memiliki mula kerja
yang cepat, biasanya dalam waktu I jam bila dikonsumsi per oral. Amfetamin
klasik juga dikonsumsi secara intravena dan memiliki efek hampir seketika
dengan rute ini. Amfetamin yang tidak diresepkan dan amfetamin desainerjuga
dihirup ("snorting"). Toleransi terjadi baik pada amfetamin klasik maupun
desainer meski pengguna amfetamin sering kali mengatasi toleransi dengan
mengonsumsi lebih banyak lagi. Amfetamin tidak terlalu adiktif dibanding kokain
yang dibuktikan melalui eksperimen pada tikus yaitu tidak semua hewan secara
spontan memakai sendiri amfetamin dosis rendah.
Amfetamin klasik (yi., dekstroamfetamin, metamfetamin, dan
metilfenidat) menirnbulkan efek primer dengan menyebabkan pelepasan
katekolamin, terutama dopamin, dari terminal prasinaptik. Efeknya terutama
poten untuk neuron dopamlnergik yang berjalan dari area tegmental ventral ke
korteks serebri dan area limbik. Jaras ini disebut sebagai jaras sirkuit reward dan
aktivasinya mungkin menjadi mekanisme adiktif utama untuk amfetamin.
Amfetamin desainer (cth., MDMA, MDEA, MMDA, dan DOM)
rnenyebabkan pelepasan katekolamin (dopamin dan norepinefrin) serta serotonin,
neurotransmiter yang dianggap sebagai jaras neurokimiawi utama untuk
halusinogen. Oleh karena itu, efek klinis amf'etamin desainer merupakan
campuran efek amfetamin klasik dan halusinogen. Farmakologi MDMA paling
baik dipahami dari kelompok ini. MDMA diambil di neuron serotonergik oleh
transporter serotonin yang berlanggung jawab untuk reuptake serotonin. Bila telah

4
berada di neuron, MDMA menyebabkan pelepasan cepat bolus serotonin dan
menghambat aktivilas enzim penghasil serotonin.

DIAGNOSIS
DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin (atau lir-
amfetamin) (Tabel 9.3-l) namun hanya merinci kriteria diagnosis intoksikasi
amfetamin (Tabel 9.3-2), keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3), dan gangguan
terkait amfetamin yang tak-tergolongkan (Tabel 9.3-4) pada bagian gangguan
terkait amfetamin (atau lir-arnfetamin). Kriteria diagnosis gangguan terkait
amfetamin (atau lir-amfetamin) lain tercantum dalam bagian DSM-IV-TR yang
berhubungan dengan gejala fenomenologis primer (contohnya psikosis).

Ketergantungan Amfetamin dan Penyalahgunaan Amfetamin


Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan dan penyalahgunaan dapat
diterapkan pada amfetamin dan zat terkait. Ketergantungan amfetamin dapat
mengakibatkan penurunan spiral yang cepat dari kemampuan seseorang untuk
menghadapi kewajiban dan stres yang berkaitan dengan keluarga dan pekerjaan.
Seseorang yang menyalahgunakan amfetamin membutuhkan dosis tinggi
amfetamin yang semakin meningkat untuk memeroleh rasa tinggi (high) yang
biasa, dan tanda fisik penyalahgunaan amfetamin (contohnya penurunan berat
badan dan ide paranoid) hampir selalu timbul dengan diteruskannya
penyalahgunaan.

lntoksikasi Amfetamin
Sindrom intoksikasi kokain (menghalangi reuptake dopamin) dan
amfetamin (menyebabkan pelepasan dopamin) sifatnya serupa. Oleh karena
penelitian tentang penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dilakukan lebih teliti
dan mendalam dibanding pada amfetamin, literatur klinis tentang amfetamin
sangat dipengaruhi temuan klinis pada penyalahgunaan kokain. Pada DSM-IV-
TR, kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin dan intoksikasi kokain terpisah
namun hampir sama. DSM-IV-TR merinci gangguan persepsi sebagai gejala
intoksikasi amfetamin. Bila tidak ada uji realitas yang intak, dipikirkan diagnosis

5
gangguan psikotik terinduksi amfetamin dengan awitan saat intoksikasi. Gejala
intoksikasi amfetamin sebagian besar pulih setelah 24 jam dan umumnya akan
hilang sepenuhnya setelah 48 jam.

Keadaan Putus Amfetamin


Setelah intoksikasi amfetamin, terjadi uash dengan gejala ansietas,
gemetar, mood disforik, letargi, kelelahan, mimpi buruk disertai tidur dengan
rapid eye moventent yang berulang), sakit kepala, berkeringat hebat, kram otot,
kram perut, dan rasa lapar yang tak terpuaskan. Gejala putus zat biasanya
memuncak dalam 2 sampai 4 hari dan hilang dalam I minggu. Gejala putus zat
yang paling serius adalah depresii yang terutama dapat menjadi berat setelah
penggunaan amfetamin dosis tinggi terus-menerus dan dapat dikaitkan dengan ide
atau perilaku bunuh diri. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk keadaan putus
amfetamin (Tabel 9.3-3) merinci bahwa mood disforik dan perubahan fisiologis
diperlukan untuk diagnosis tersebut.

Delirium pada lntoksikasi Amfetamin


Delirium yang disebabkan oleh penggunaan amfetamin biasanya muncul
akibat amfetamin penggunaan dosis tinggi atau terus-menerus sehingga deprivasi
tidur memengaruhi tampilan klinis. Kombinasi amfetamin dengan zat lain serta
penggunaan amfetamin oleh orang dengan kerusakan otak yang,telah ada
sebelumnya juga dapat menyebabkan timbulnya de lirium. Tidak jarang
mahasiswa universitas yang menggunakan amfetamin untuk belajar kilat
menghadapi uiian menunjukkan delirium jenis ini.

Gangguan Psikotik Terinduksi Amfetamin


Kemiripan klinis psikosis terinduksi amfetamin dengan skizofrenia
paranoid telah memicu penelitian intensif tentang neurokimiawi psikosis
terinduksi amfetamin untuk menguraikan patofisiologi skizofrenia paranoid.
Tanda gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah adanya paranoia.
Gangguan psikotik terinduksi amfetamin dapat dibedakan dengan skizofrenia
paranoid dengan sejumlah karakteristik pembeda yang ditemukan pada gangguan

6
psikotik terinduksi amfetamin, yaitu adanya predominasi halusinasi visual, afek
yang secara umum serasi, hiperaktivitas, hiperseksualitas, kebingungan dan
inkoherensi, serta sedikit bukti gangguan proses pikir (seperti asosiasi longgar).
Pada beberapa studi, peneliti juga mencatat bahwa meski gejala positilgangguan
psikotik terinduksi amfetamin dan skizofrenia mirip, gangguan psikotik terinduksi
amfetamin biasanya tidak memiliki af'ek mendatar dan alogia seperti pada
skizofrenia. Namun, secara klinis, gangguan psikotik terinduksi amf'etamin yang
akut mungkin tidak dapat dibedakan dengan skizofrenia, dan hanya resolusi gejala
dalam beberapa hari atau temuan positif pada uji tapis zat dalam urin yang
akhirnya akan menunjukkan diagnosis yang tepat. Terapi pilihan untuk gangguan
psikotik terinduksi amfetamin adalah penggunaan .jangka pendek obat
antipsikotik seperti haloperidol (Haldol).

Gangguan Mood Terinduksi Amfetamin


Awitan gangguan mood terinduksi amfetarnin dapat terjadi saat intoksikasi
atau putus zat. Umumnya, intoksikasi rnenimbulkan gambaran manik atau mood
campuran, sementara keadaan putus zat menimbulkan gambaran mood depresif.

Gangguan Ansietas Terinduksi Amfetamin


Amfetamin, seperti kokain, clapat menginduksi gejala yang serupa dengan
yang terlihat pada gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, dan terutama,
gangguan tbbia. Awitan gangguan ansietas terinduksi amfetamin juga dapat terjadi
saat inloksikasi atau putus zat.

Disfungsi Seksual Terinduksi Amfetamin


Amfetamin sering digunakan untuk meningkatkan pengalaman seksual;
namun, dosis tinggi dan penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan gangguan
ereksi dan disfungsi seksual lain. Disfungsi ini diklasifikasikan dalam DSM-IV-
TR sebagai disfungsi seksual terinduksi amletamin.

7
Gangguan Tidur Terinduksi Amfetamin
Intoksikasi amfetamin dapat mer.rimbulkan insomnia dan deprivasi tidur,
sementara orang yang sedang mengalami keadaan putus amfetamin dapat
mengalami hipersomnolen dan mimpi buruk.

Gangguan yang Tak-Tergolongkan


Jika suatu gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) tidak
memenuhi kriteria satu atau lebih kategori yang didiskusikan di atas, gangguan
tersebut dapat didiagnosis sebagai gangguan terkait amfetamin yang tak-
tergolongkan (Tabel 9.3-4).

GAMBARAN KLINIS
Pada orang yang sebelumnya tidak pernah mengonsumsi amfetamin, dosis
tunggal 5 mg meningkatkan perasaan sehat dan menginduksi elasi, euforia, dan
rasa bersahabat. Dosis kecil umumnya memperbaiki atensi dan meningkatkan
kinerja pada tugas terlulis, oral, dan penampilan. Juga terdapat penurunan
kelelahan, induksi anoreksia, dan peningkatan ambang nyeri yang dikaitkan
dengan hal ini. Efek tak diinginkan timbul akibat penggunaan dosis tinggi dalam
periode lama.

Efek Simpang
Fisik. Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan efek simpang, yang
paling serius mencakup efek serebrovaskular, kardiak, dan gastrointestinal. Di
antara kondisi spesifik yang mengancam nyawa adalah infark miokardium,
hipertensi berat, penyakit serebrovaskular, dan kolitis iskemia. Gejala neurologis
yang berkepanjangan, dari kedutan, tetani, kejang, sampai koma dan kematian,
dikaitkan dengan amfetamin dosis tinggi yang terus meningkat. Penggunaan
amfetamin intravena dapat menularkan human immunodeficiency virus dan
hepatitis serta menyebabkan perkembangan abses paru, endokarditis, dan angiitis
nekrotikans lebih lanjut. Sejumlah studi menunjukkan bahwa penyalahguna
amfetamin hanya mengetahui sedikit-atau tidak peduli-tentang praktik seks yang
aman serta penggunaan kondom. Efek simpang yang tidak mengancam nyawa

8
mencakup semburat merah, pucat, sianosis, demam, sakit kepala, takikardia,
palpitasi, mual, muntah, bruksisme (gigi gemeretuk), sesak nafas, tremor, dan
ataksia. Wanita hamil yang menggunakan amfetamin sering melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah, lingkar kepala kecil, usia kehamilan dini, dan retardasi
pertumbuhan.
Psikologis. Efek simpang psikologis yang disebabkan oleh penggunaan
amfetamin mencakup kegelisahan, disforia, insomnia, iritabilitas, sikap
bermusuhan, dan kebingungan Konsumsi amfetamin juga dapat menginduksi
gejala gangguan ansietas seperti gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan
panik serta ide rujukan, waham paranoid, dan halusinasi.

PENANGANAN DAN REHABILITASI


Penanganan gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) bersama
dengan gangguan terkait kokain sama-sama mengalami kesulitan dalam
membantu pasien untuk tetap abstinensi dari zat, vang sangat memperkuat dan
mengindirksi ketagihan. Situasi rawat inap dan penggunaan rnetode terapeutik
multipel (psikoterapi individual, keluarga, dan kelompok) biasanya dibutuhkan
untuk mencapai abstinensi seterusnya. Penanganan gangguan spesifik terinduksi
amfetamin (contohnya gangguan psikotik terinduksi amfetamin dan gangguan
ansietas terinduksi amfetamin) dengan obat spesifik (contohnya antipsikotik dan
ansiolitik) rnungkin diperlukan dalam jangka pendek. Antipsikotik dapat
diresepkan untuk beberapa hari perlama Bila tidak ada psikosis, diazepam
(Valium) berguna untuk menangani agitasi dan hiperaktivitas pasien.
Dokter sebaiknya membangun aliansi terapeutik dengan pasien untuk
mengatasi depresi atau gangguan kepribadian yang mendasari atau keduanya.
Namun. karena banyak pasien sangat tergantung obat, psikoterapi terutama dapat
sangat sulit.
Kondisi komorbid seperli depresi dapat berespon dengan obat
antidepresan. Bupropion (Wellbutrin) dapat digunakan setelah pasien putus
amfetamin. Obat ini memiliki efek menimbulkan perasaan sehat ketika pasien
bergulat dengan disforia yang dapat menyertai abstinensi.

9
BAB III
LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Pemeriksaan dilakukan pada hari Senin, 23 Mei 2011 pukul 12.00 WITA, di POLI
RSKD. Atma Husada Mahakam Samarinda. Sumber Alloanamnesis dengan kakek
dan nenek pasien dan autoanamnesis dengan pasien sendiri.

1. IDENTITAS PASIEN
Nama :D
Umur : 18 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Kuliah
Pekerjaan : Mahasiswi
Suku : Sunda
Alamat : Jl. Biawan
Pasien datang bersama kakek dan neneknya untuk berobat ke poli RSKD
Atma Husada Mahakam Samarinda.

2. STATUS PRAESENS
a. Status Internus
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sistem Kardiovaskular : Tidak didapatkan kelainan
Sistem Respiratorik : Tidak didapatkan kelainan
Sistem Gastrointestinal : Tidak didapatkan kelainan
Sistem Urogenital : Tidak didapatkan kelainan

10
Ekstrimitas : Tidak didapatkan kelainan

b. Status Neurologikus
Panca indera : Tidak didapatkan kelainan
Tanda meningeal : Tidak ada
Tekanan Intrakranial : Tidak didapatkan tanda-tanda peningkatan TIK.
Mata
Gerakan : Normal
Persepsi : Normal
Pupil : Isokor
Diplopia : Tidak didapatkan kelainan
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Status Psikiatrikus

Autoanamnesa Dan Alloanamnesis


Alloanamnesis
Diperoleh dari : Ny. A
Usia : 60 tahun
Alamat : jl. Biawan, Samarinda
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan pasien : nenek pasien

Sebab utama datang ke RSKD AHM Samarinda :


Mengkonsumsi SS

Riwayat perjalanan penyakit :


Pasien dibawa oleh kakek dan neneknya ke poli RSKD Atma Husada
Mahakam Samarinda karena ketahuan mengkonsumsi obat-obatan terlarang
(jenis SS). Sebelumnya kakek dan nenek pasien tidak mengetahui kalau cucu
mereka mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Mereka baru mengetahuinya 1
minggu yang lalu. Saat itu pasien habis bertengkar dengan temannya di
telepon, dan menurut pengakuan pasien, karena sudah tidak tahan lagi, ia

11
menceritakan masalahnya kepada neneknya termasuk mengenai masalah ia
mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Kakek dan neneknya ini kemudian
membujuk pasien agar mau berobat dan menjalani rehabilitasi untuk terlepas
dari narkoba.
Saat anamnesa dengan pasien, pasien bercerita banyak mengenai
keadaannya. Dari anamnesa tersebut, diketahui bahwa pasien sudah
mengkonsumsi narkoba sejak dari SMA. Pasien mengatakan bahwa saat itu ia
diajak oleh teman-temannya untuk mengkonsumsi narkoba. Pasien
mengkonsumsi beberapa jenis obat. Jenis narkoba yang dikonsumsi saat itu
antara lain LL, inex, dan beberapa jenis obat-obatan lainnya (pasien lupa
namanya). Pasien juga meminum alcohol. Pasien mengatakan ia sempat
berhenti mengkonsumsi obat-obatan sekitar 1 tahun yang lalu karena pada
saat itu pasien mengalami kecelakaan motor akibat balapan liar yang
diikutinya. Namun 2 bulan yang lalu, pasien kembali mengkonsumsi obat-
obatan terlarang karena ajakan pacarnya. Pasien mengatakan bahwa selama 2
bulan terakhir ini obat yang dikonsumsi hanya SS.
Pasien mengatakan bahwa ia mengkonsumsi obat-obatan tersebut untuk
lari dari masalah-masalah yang ia hadapi. Menurut pasien masalah yang paling
berat yang dihadapinya adalah masalah keluarga. Pasien berasal dari sebuah
keluarga yang broken home. Pasien sudah tidak tinggal bersama kedua
orangtuanya sejak umur 3 tahun. Saat itu kedua orangtuanya hampir bercerai,
tetapi tidak jadi. Kedua orangtuanya kemudian pindah ke bandung dengan
meninggalkan pasien yang berusia 3 tahun di tempat kakek dan nenek dari
pihak ibu. Menurut pasien, kedua orangtua pasien tidak mempedulikannya.
Saat terlibat masalah, ibunya pernah mengatakan bahwa pasien memalukan
keluarga. Pasien juga mengatakan, bahkan ketika ia sedang mengalami
kecelakaan parah 1 tahun yang lalu (kecelakaan motor akibat balapan liar)
orangtuanya tidak menjenguknya, dan hanya menanyakan kabar via telepon
kepada kakek dan neneknya. Pasien mengatakan bahwa saat SMP, ia pernah
mencoba bunuh diri.
Sejak mengkonsumsi SS, pasien merasa menjadi lebih temperamental,
sering sulit tidur, menggigil, badan terasa sakit, nafsu makan menurun, dan ada

12
penurunan berat badan ( 3 kg). Pasien juga kadang-kadang merasa dirinya
diolok-olok dan kadang-kadang melihat bayangan putih melintas. Pasien
menjadi sering merasa ketakutan, terutama bila sedang sendirian.

Riwayat penyakit dahulu


o Riwayat trauma (-), kejang (-), penyakit infeksi (-)
o Riwayat merokok (-)
o Riwayat rawat jalan di RSJ (-)

Gambaran Kepribadian
Supel, mudah bergaul, mempunyai kepribadian yang membangkang,
memiliki cita-cita untuk menjadi pengacara.

Riwayat Pendidikan
- Pasien saat ini sedang menjalani kuliah di fakultas hukum
- Waktu SMP pernah 6 kali pindah sekolah karena tidak betah dengan
lingkungan sekolah yang bersangkutan.
-
Riwayat sosial ekonomi
Berasal dari keluarga ekonomi yang mampu.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada diantara keluarganya yang memiliki penyakit kejiwaan

Riwayat religius
Pasien tidak rajin beribadah.

Hubungan dengan keluarga dan lingkungan


- Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara
- Pasien tidak dekat dengan orangtuanya, namun memiliki hubungan
yang dekat dengan kakek dan neneknya

13
Genogram
Pasien merupakan anak ke-1 dari 2 saudara.

Keterangan :

: laki- laki tanpa gangguan jiwa

: Perempuan tanpa gangguan jiwa

: Pasien

STATUS PSIKIATRI
Kesan umum : rapi, tenang, kooperatif
Kontak : Kontak verbal (+), kontak visual (+)
Kesadaran : CM, Orientasi tempat, orang dan waktu tidak ada
gangguan, Atensi (+).
Emosi/Afek : Stabil/ Afek sesuai
Proses berfikir : Cepat, koheren, waham (-)
Intelegensia : Cukup
Persepsi : Halusinasi (+) dan ilusi (-)
Anxietas : (-)
Kemauan : Normal
Psikomotor : Normal

A. Diagnosis
Formulasi diagnosis

14
Seorang wanita berumur 18 tahun,beragama Islam, seorang mahasiswi,
tinggal di jl. Biawan. Pasien datang ke poli RSKD Atma Husada Mahakam
Samarinda pada hari senin, 23 Mei 2011 pukul 12.00 WITA.
Pasien datang karena ketahuan mengkonsumsi obat-obatan terlarang (jenis
SS).
Saat anamnesa dengan pasien, pasien bercerita banyak mengenai
keadaannya. Dari anamnesa tersebut, diketahui bahwa pasien sudah
mengkonsumsi narkoba sejak dari SMA dan sempat berhenti
mengkonsumsi obat-obatan sekitar 1 tahun yang lalu karena pada saat
itu pasien mengalami kecelakaan motor akibat balapan liar yang
diikutinya.
2 bulan yang lalu, pasien kembali mengkonsumsi obat-obatan terlarang
karena ajakan pacarnya. Pasien mengatakan bahwa selama 2 bulan
terakhir ini obat yang dikonsumsi hanya SS.
Pasien mengatakan bahwa ia mengkonsumsi obat-obatan tersebut untuk
lari dari masalah-masalah yang ia hadapi. Menurut pasien masalah yang
paling berat yang dihadapinya adalah masalah keluarga. Menurutnya,
kedua orangtua pasien tidak mempedulikannya. Bahkan, pasien
mengatakan bahwa saat SMP, ia pernah mencoba bunuh diri.
Sejak mengkonsumsi SS, pasien merasa menjadi lebih temperamental,
sering sulit tidur, menggigil, badan terasa sakit, nafsu makan menurun, dan
ada penurunan berat badan ( 3 kg). Pasien juga kadang-kadang merasa
dirinya diolok-olok dan kadang-kadang melihat bayangan putih melintas.
Pasien menjadi sering merasa ketakutan, terutama bila sedang sendirian.
Berasal dari keluarga ekonomi yang mampu. Pasien memiliki hubungan
yang kurang baik dengan kedua orangtuanya.
Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan kesadaran composmentis,
penampilan rapi, sikap saat pemeriksaan kooperatif, emosi stabil, afek
normal, orientasi (+), proses fikir (cepat), persepsi halusinasi (+) dan ilusi
(-), kemauan normal, anxietas (-).
B. Diagnosis Multiaksial

15
Aksis I : F15 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
stimulansia (Amfetamin)
Aksis II : Tidak ada diagnosis pada aksis ini
Aksis III : Tidak ada diagnosis pada aksis ini
Aksis IV : masalah berkaitan dengan primary support group
Aksis V : GAF 90-81 gejala gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas,
tidak lebih dari masalah harian biasa.

C. Pengobatan
Psikofarmakologi :
Observasi perilaku

Psikoterapi :
Memotivasi pasien untuk menjalani proses rehabilitasi untuk
melepaskan diri dari ketergantungan obat
Mendengarkan keluhan pasien dan mengarahkan untuk tidak
melakukan lagi perbuatannya.
Membangun kepercayaan diri pasien bahwa dia bisa merubah
perilakunya.
Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai masalah
yang sedang dihadapi pasien.
Menyarankan kepada keluarga untuk terus memotivasi dan
mendukung pasien agar bisa lepas obat.

D. Prognosis
Dubia ad bonam
Kemauan yang kuat dari pasien untuk lepas obat
Dukungan keluarga

PEMBAHASAN

16
A. Diagnosis
Seorang wanita usia 18 tahun, mahasiswi, datang dengan keluhan
mengkonsumsi SS sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan bahwa ia
mengkonsumsi obat-obatan tersebut untuk lari dari masalah-masalah yang
ia hadapi. Menurut pasien masalah yang paling berat yang dihadapinya
adalah masalah keluarga. Sejak mengkonsumsi SS, pasien merasa menjadi
lebih temperamental, sering sulit tidur, menggigil, badan terasa sakit, nafsu
makan menurun, dan ada penurunan berat badan ( 3 kg). Pasien juga
kadang-kadang merasa mendengar dirinya diolok-olok dan kadang-kadang
melihat bayangan putih melintas. Pasien menjadi sering merasa ketakutan,
terutama bila sedang sendirian. Hubungan dengan keluarga kurang baik,
karena pasien merasa orangtuanya tidak perhatian pada pasien. Pada
pemeriksaan psikiatri didapatkan kesadaran composmentis, penampilan
rapi, sikap saat pemeriksaan kooperatif, emosi stabil, afek normal,
orientasi (+), proses fikir (cepat), persepsi halusinasi (+) dan ilusi (-),
kemauan normal, anxietas (-)
SS merupakan psikotropika jenis methamphetamine merupakan
golongan stimulant yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini dapat membuat pemakainya
menjadi aktif, segar dan bersemangat.1
Penggunaan amphetamine biasa ditemui pada pelajar, supir truk,
atlet, dan orang yang menginginkan untuk selalu terjaga dan perhatian.1
Efek pada perilaku : terjaga, banyak bicara, euphoria,
hiperaktivitas, agitasi, cenderung paranoid, impotensi, halusinasi visual
dan taktil.1,2,4 Efek pada fisik : midriasis, tremor, halitosis, mulut kering,
takikardi, hipertensi, penurunan berat badan, aritmia, demam kejang.1,2,4
Tanda gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah adanya
paranoid. Gangguan psikotik terinduksi amfetamin dapat dibedakan dari
skizofrenia paranoid dengan sejumlah karakteristik pembeda yang
ditemukan pada gangguan psikotik terinduksi amfetamin, yaitu adanya
predominasi halusinasi visual, afek yang secara umum serasi,

17
hiperaktivitas, hiperseksualitas, kebingungan dan inkoherensi, serta sedikit
bukti gangguan proses berpikir (seperti asosiasi longgar).1
Ketergantungan amfetamin dapat mengakibatkan penurunan spiral
yang cepat dari kemampuan seseorang untuk menghadapi kewajiban dan
stress yang berkaitan dengan keluarga dan pekerjaan.1

B. Pengobatan dan prognosis


Pengobatan pada ketergantungan methamphetamine bersifat
simtomatik.1 Diazepam diberikan jika pasien gelisah dan hiperaktivitas.1
Kondisi komorbid seperti depresi dapat berespon dengan obat
Antidepressan seperti bupoprion dapat digunakan (wellbutrin) dan
fluoxetine (prozac) dapat digunakan terapi maintenance setelah
detoksifikasi (putus obat). Obat ini memiliki efek menimbulkan perasaan
sehat ketika pasien bergulat dengan disforia yang dapat menyertai
abstinensi.1
Pada pasien ini belum dibutuhkan adanya pengobatan
farmakologis. Yang utama dilakukan terlebih dahulu adalah memotivasi
pasien untuk mau menjalani program rehabilitasi supaya dapat terlepas
dari penggunaan obat. Dalam hal ini faktor keluarga yang ikut membantu
memotivasi dan mendukung pasien untuk lepas obat juga sangat penting.
Penanganan gangguan terkait amfetamin mengalami kesulitan
untuk membantu pasien untuk tetap abstinensi dari zat, yang sangat
memperkuat dan menginduksi ketagihan. Situasi seperti rawat inap dan
penggunaan terapi terapeutik multiple (psikoterapi individual, keluarga
dan kelompok) biasanya dibutuhkan untuk mencapai abstinensi
seterusnya.3
Dalam terapi, pasien membahas isu-isu yang berkaitan dengan
motivasi, keterampilan untuk menolak NAPZA, mengganti kegiatan
penggunaan NAPZA dengan kegiatan-kegiatan yang konstruktif dan
memuaskan tanpa NAPZA, dan memperbaiki kemampuan menyelesaikan
masalah. Terapi perilaku juga memfasilitasi hubungan interpersonal dan

18
kemampuan individu untuk dapat berfungsi dalam keluarga dan
komunitasnya.1,3
Prognosis pasien ini sangat dipengaruhi oleh Kemauan yang kuat
dari pasien untuk lepas obat sangat berperan penting dalam proses
rehabilitasi. Dan juga dipengaruhi oleh adanya dukungan keluarga pasien
sendiri.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis psikiatri. Ilmu pengetahuan perilaku psikitri


klinis edisi 10. Alih bahasa: Widjaja kusuma. Jawa barat: Binarupa aksara
2. Departemen Kesehatan R I. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta.
3. Kusminarno, Ketut. 2002. Penanggulangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Cermin dunia kedokteran no.
135 hal 17-20. Jakarta.
4. Badan Narkotika Provinsi Kalimantan timur. 2008. Pengenalan Jenis-Jenis
Narkoba. Available at : http://bnpkaltim.blogspot.com/. Diakses tanggal 3 Juni
2011.

20
LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai