Anda di halaman 1dari 54

LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN 111.

i11~
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
't-==.o.r LP2K3L A2K4.INDONESIA

KATA PENGANTAR

Maksud dari penyusunan modul Peraturan Keselamatan dan


kesehatan Ke~a adalah untuk memudahkan peserta pelatihan mempelajari
peraturan tersebut.
Tujuan dari penyusunan Kerangka Modul ini adalah untuk menjadi
acuan bagi peserta pelatihan agar mengetahui dan memahami bahwa
keselamatan dan kesehatan kerja untuk :
a. Memberikan perlindungan dan rasa aman bagi pekerja didalam
melakukan pekerjaannya sehingga tercapai tingkat produktifitas.
b. Memberikan perlindungan terhadap setiap orang yang berada di tempat
kerja sehingga terjamin keselamatannya akibat dari proses pekerjaan
pada kegiatan konstruksi.
c. Memberikan perlindungan terhadap segala sumber produksi yaitu,
pekerja, bahan, mesin I instalasi dan peralatannya sehingga dapat
digunakan secara efisien dan terhindar dari kerusakan.
Penufisan modul Inl mungkin masih banyak yang perlu
disempurnakan agar dapat digunakan oleh peserta pelatihan, untuk itu
pem~"is-sangat mengharapkan saran-saran untuk kesempurnaan paper ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Tenaga Kerja


dan Transmigrasi yang telah banyak memberikan buku-buku peraturan
keselamatan dan kesehatan kerja dan atas saran-saran untuk kesempurnaan
modul ini. Kemudian kepada pihak lain yang tidak dapat penulis sebut satu
persatu.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Penulis

2/58

-
@
ft!!!~,
LEMBAGA PENDIDIKAN PEIATiHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

DAFTAR lSI
Kata Pengantar
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pembelajaran .
1. Tujuan Pembelajaran Umum .
Diharapkan agar peserta kursus dapat memahami secara
umum Peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan
'kerja .
2. Tujuan Pembelajaran Khusus '" .
Diharapkan agar peserta kursus dapat memahami tentang :
a. K3 Konstruksi Bangunan, Instalasi Listrik dan
renanggulangan Kebakaran .
b. K3 Mekanik dan Uap - Bejana Tekan .
C. K3 Kesehatan Kerja .
BAB II PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 .
A. Pengertian : .
B. Dasar Hukum .
1. K3 Konstruksi Bangunan, Instalasi Listrik dan
Penanggulangan Kebakaran .
2. K3 Mekanik dan Uap - Bejana Tekan .
3. K3 Kesehatan Kerja .
C. Ruang Lingkup .
1. K3 Konstruksi Bangunan, Instalasi Listrik dan
Penanggulangan Kebakaran .
2. K3 Mekanik dan Uap - Bejana Tekan .
3. K3 Kesehatan Kerja .
BAB III PERATURAN DAN PERUNDANG - UNDANGAL'J JASA
KONSTRUKSI
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA .

3/58
-
@ ~:~
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & lINGKUNGAN
lP2K3l A2K4 -INDONESIA

BAB.1.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diseluruh dunia ribuan kecelakaan terjadi dalam perusahaan setiap hari,
khususnya perusahaan industri. Dari kecelakaan yang terjadi tersebut ada yang
mengakibatkan kematian, cacat permanen atau mengakibatkan pekerja tidak mampu
melakukan pekeqaannya untuk sementara waktu. Setiap kecelakaan tersebut
menyebabkan penderitaan bagi korban maupun bagi keluarganya. Apabila kecelakaan
tersebut mengakibatkan kernatian atau cacat permanen, maka keluarganya akan
mengalami penderitaan yang rnakin berkepanjangan.
Pengertian kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga dari semula
dan tidak dikehendaki yang mengganggu suatu proses dari aktivitas yang telah
ditentukan dari semula dan dapat mengakibatkan kerugianbaik korban manusia
maupun harta benda.
Sedangkan pengertian keselamatan dan kesehatan ;;erja adalah segala daya
upaya atau pemikiran yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempumaan
baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga
kerja menuju masyarakat adil dan makmur.
Norma adalah kaidah-kaidah yang memuat aturan dan berlaku serta ditaati
masyarakat baik tertulis maupun tidak. Dengan demikian pengertian norma
keselamatan dan kesehatan kerja adalah aturan-aturan yang berkaitan dengan
keselamatan dankesehatan kerja yang ditujukan untuk rnelindungi tenaga ke~a dari
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. .
Kerugian akibat kecelakaan dalam bentuk material dapat berupa uang,
. kerusakan harta benda maupun kehilangan waktu kerja. Dilihat dari sisi perusahaan
hal tersebut merupakan pemborosan ekonomi perusahaan. Oleh karena itu
pencegahan kecelakaan di tempat ke~a adalah merupakan tugas yang penting, baik
dilihat dari segi ekonomi maupun dan segi kemanusiaan.
Setiap orang pada dasamya tidak ada yang ingin rnemperoleh kecelakaan
terhadap dirinya maupun terhadap segala harta benda yang dimilikinya. Keinginan
untuk mendapatkan jaminan keamanan terhadap dirinya, tidak adanya gangguan atau
kerusakan terhadap harta benda miliknya merupakan naluri setiap orang dimanapun di
dunia. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatanke~a adalah
hal yang universal dan merupakan naluri setiap orang pada umumnya.
Semua kecelakaan kerja, baik langsung maupun tidak lang sung dianggap
berasal dan kegagalan manusia. Karena manusia bukan mesin, maka tindakan
manusia tidak sepenuhnya dapat diramalkan. Manusia dalam melakukan perbuatan
kadang-kadang membuat kesalahan-kesalahan. Kesalahan dapat dilakukan pada saat
perencanaan pabrik, pengadaanbahan atau alat, pembelian maupun pemasangan
suatu mesin atau instalasi, penempatan seseorang dalam jabatan, pemberian instruksi
atau penugasan, perawatan maupun pengawasan.
Banyak pemikiran yang dicurahkan untuk menyelidiki sebab-sebab
kecelakaan, namun demikian terdapat banyak perbedaan mengenai cara
@
0.\
~
LEM'AGA PENDlDlKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN

LP2K3L A2K4 -INDONESIA

penggolongan kecelakaan di setiap negara. Tujuan dan penggolongan kecefakaan


tersebut adalah untuk menerangkan faktor-faktor yang sesungguhnya menjadi
penyebab dari kecelakaan ke~a dalam industri dan tempat-tempat ke~a lainnya.
Namun demikian penggolongan kecelakaan tersebut masih belum dapat
menggambarkan keadaan atau peristiwa te~adinya kecelakaan.
Dewasan ini bermacam-macam usaha telah dilakukan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan-perusahaan industri atau di tempat-tempat
kerja.
Secara umum pola pencegahan kecelakaan dapat dilakukan melalui :
1. Peraturan-peraturan, yaitu peraturan perundang-undangan yang bertalian dengan
syarat-syarat ke~a, perencanaan, konstruksi, perawatan, pengawasan, pengujian
dan pemakaian peralatan industri, kewajiban pengusaha dan para peke~a,
pelatihan pengawasan keselamatan dan kesehatan ke~a, pertolongan pertama
pada kecelakaan dan pemeriksaan kesehatan tenaga ke~a.
2. Standarisasi, yaitu menyusun standar-standar yang bersifat wajib (compulsary)
maupun yang bersifat sukarela (voluntary) yang bertalian dengan konstruksi yang
aman dari peralatan industri, hasH produksi, pelindung diri, alat pengarnan.
3. Pengawasan, yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
4. Penelitian Teknik, yaitu meliputi penelitian terhadap benda dan karakteristik bahan
bahan berbahaya, mempelajari pengaman mesin, pengujian alat pelindung diri,
penyelidikan tentang desain yang cocck untuk instalasi industri.
5. Penelitian Medis, yaitu meliputi hal-hal khusus yang berkaitan. dengan penyakit
akibat kerja dan akibat medis terhadap manusia dari berbagai kecelakaan ke~a.

6. Penelitian Psikofogis, yaitu penelitian terhadap pola-pola psikologis, yang dapat


menjurus kearah kecelakaan kerja.
7. Penefitian Statistik, yaitu menentukan kecenderungan kecelakaan yang te~adi
melalui pengamatan terhadap jumlah, jenis orangnya (korban), jenis kecelakaan,
falctor penyebab, sehingga dapat ditentukan pola pencegahan kecelakaan yang
serupa.
8. Pendidikan, yaitu pemberian pengajaran dan pendidikan cara pencegahan
kecelakaan kerja dan teori-teori keselamatan dan kesehatan ke~a sebagai mata
pelajaran di sekolah-sekolah teknik dan pusat-pusat latihan kerja.
9. Training (Iatihan) , yaitu pemberian instruksi atau pentunjuk-petunjuk melalui
praktek kepada para pekerja mengenai eara ke~a yang arnan.
10. Persuasi, yaitu menanamkan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja dalam upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan, sehingga
semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diikuti oleh semua
tenaga kerja.
11. Asuransi, yaitu upaya pemberian insentif dalam bentuk reduksi terhadap premi
asuransi kepada perusahaan yang melakukan usaha-usaha keselamatan dan
kesehatan kerja atau yang berhasil menurunkan tingkat kecelakaan di
perusahaannya.
12. Penerapan butir 1 sid. 11 di tempat kerja, artinya efelctivitas usaha keselamatan
dan kesehatan kerja sangat tergantung dengan penerapannya di tempat kerja
secara konsekwen.
@_~\
LfM'AGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

B. TUjuan Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran Ijmum
Diharapkan agar peserta pelatihan dapat mengerti secara umum Peraturan
Perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Diharapkan agar perserta pelatihan memahami dan mampu menjelaskan
tentang:

K3 Konstruksi Bangunan

K3 Instalasi Listrik, Lift dan Petir

K3 Penanggulangan Kebakaran

K3 Mekanik

K3 Pesawat Uap dan bejana tekan

K3 Kesehatan Ke~a

@~ 0*'\
LEMBAGA PENDIDIKAN PElM'HAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

BAS. 2.
PERATURAN DAN
PERUNDANG-UNDANGAN K3

POKOK BAHASAN PERATURAN - PERUNDANGAN K3

A. Pengertian
Usaha penanganan masalah keselamatan keIja di Indonesia dimulai pada tahun
1847, sejalan dengan dipakainya mesin-mesin uap uutuk keperluan industri oleh Pemerintah
Hindia Belanda. Penanganan keselamatan keIja pada waktu itu pada dasarnya adalah bukan
untuk pengawasan terhadap pemakaian pesawat-pesawat uap tetapi untuk mencegah teIjadinya
kebakaran yang ditimbulkan akibat penggunaan pesawat uap. Pelaksanaan terhadap
pengawasannya pada waktu itu diserahkan kepada instansi Dienst Van het Stoomwezen..
Dengau berdirinya Dinas Stoomwezen, maka untuk pertama kalinya di Indonesia pemerintah
secara nyata mengadakan usaha perlindungan tenaga keIja dari bahaya kecelakaan.
Pengertian perlindungan tenaga keda pada saat itu adalah tenaga kerja
Belanda yang bekeda di perusahaan-perusahaan di wilayah jajahan Belanda. Pada
waktu itu perlindungan tenaga kerja yang berasal dari orang-orang yang dijajah
dianggap bukan sebagai suatu kepentingan masyarakat oleh pihak pemerintah yang
menjajah.
Untuk membantu kepentingan pengawasan pesawatuap, dirasakan perlunya
suatu unit penyelidikan bahan atau laboratorium yang merupakan bagian dari dinas
Stoomwezen. Laboratorium tersebut diserahkan kepada Sekolah Teknik Tinggi dl
Bandung pada tahun 1912, untuk kepenuan pendidikan. Laboratorium penyelidikan
bahan tersebut kini menjadi bagian dari Oepartemen Perindustrian dengan nama Balai
Penelitian Bahan (B4T).
Pada akhir abad 19 pemakaian pesawat uap meningkat dengan pesat dan
disusul dengan pemakaian mesin-mesin diesel dan Iistrik di pabrik-pabrik. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya sumber-sumber bahaya baru bagi para pekerja dan
kecelakaan ke~a bertambah sering te~adi. Pada tahun 1905, akhimya pemerintah
mengeluarkan Staatsblad No. 521 yaitu peraturan tentang keselamatan keda yang
disebut dengan nama Veiligheids Reglement yang disingkat VR. dan kemudian
diperbaharui pada tahun 1910 dengan Staatsblad No. 406 pengawasannya dilakukan
oleh Oinas Stoomwezen.
Sesudah perang dunia kesatu proses mekanisasi dan elektrifikasi di
perusahaan industri bedalan lebih pesat. Mesin-mesin diesel dan listrik memegang
peranan di pabrik-pabrik, jumlah kecelakaan meningkat sehingga pengawasan
terhadap pabrik-pabrik dan bengkel-bengkel ditingkatkan. Pada tahun 1925 nama
Dienst Van het Stoomwezen diganti dengan nama yang lebih sesuai yaitu Dienst Van
het Veiligheidstoezight, disingkat VT atau Pengawasan Keselamatan Kerja.
Dengan berkembangnya model dan tipe pesawat uap yang didatangkan ke
Indonesia dimana tekanannya juga semakin tinggi, maka pada tahun 1930 pemerintah
mengeluarkan Stoomordinate dan Stoom Verordening dengan Staatsblad No. 225 dan
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN

KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN

~=:=::- LP2K3L A2K4 - INDONESIA

No. 339. Kemudian secara berturut-turut tugas VT ditambah sesual aengan unaang
undang yang dikeluarkan, yaitu pada :
Tahun 1931:
pengawasan terhadap bahan-bahan yang mengandung racun di perusahaan
(pabrik cat, accu, percetakan, dll.) dengan Loodwit Ordonantie, Staatsblad No.
509
Tahun 1932 dan 1933 :
pengawasan terhadap pabrik petasan dengan Undang-undang dan Peraturan
Petasan (Vuurwerk Ordonantie dan Vuurwerk Verordening Staatsblad No. 143
dan No. 10).
Tahun 1938 dan 1939:
pengawasan terhadap jalan rei kereta api loko dan gerbongnya yang
digunakan sebagai alat pengangkutan di perusahaan pertanian, kehutanan,
pertambangan dan sebagainya selain dari jalan kereta api PJKA, yaitu melalui
Industriebaan Ordonantie dan Industriebaan Verordening Staatsblad nomor :
595 dan nomor : 29.
Tahun 1940:
untuk pengawasan yang dilakukan oleh Oinas Pengawasan Keselamatan
Ke~a, para pengusaha ditarik biaya retribusi melalui Retibutie Ordonantie dan
Retributie Verordening, Staatsblad nomor 424 dan nomor : 425.

B. Beberapa Peraturan Yang Berkaitan K3 di Indonesia


1. Undang-undang NO.1 tahun 1951 tentang Pemyataan Berfakunya Undang
undang Kerja Tahun 1948 No. 12.
Oi dalam penjelasannya dikatakan bahwa Undang-undang No. 12 tahun
1948 ini dimaksudkan sebagai undang-undang pokok (lex generalis) undang
undang ke~a yang memuat aturan-aturan dasar tentang peke~aan anak, orang
muda dan orang wanita, waktu kerja, istirahat dan tempat ke~a.
Mengenai peke~aan anak, ditentukan bahwa anak-anak tidak boleh
menjalankan peke~aan (pasal 2). Maksud larangan ini adalah memberikan
per1indungan terhadap keselamatan, kesehatan dan pendidikan si anak. Larangan
itu sifatnya mutlak, artinya di semua perusahaan, tanpa membedakan jenis
perusahaan tersebut. tetapi kenyataannya masih ada anak yang beke~a dengan
berbagai alasan. Yang per1u diperhatikan adalah perlindungannya serta
kesempatan untuk sekolah dan mengembangkan diri.
Orang muda pada dasarnya dibolehkan melakukan peke~aan. Namun
untuk rnenjaga keselamatan, kesehatan dan kemungkinan perkembangan jasmani
dan rohani, peke~aan itu dibatasi.
Orang wanita pada dasarnya tidak dilarang melakukan peke~aan, tetapi
hanya dibatasi berdasarkan pertimbangan bahwa wanita badannya lemah serta
untuk menjaga kesehatan dan kesusilaannya.
Dalam Undang-undang Kera dinyatakan :
a. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali
jikarau pekerjaan itu menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya dijalankan
oleh seorang wanita. Oemikian pula apabila pekerjaan itu tidak dapat
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
~~- LP2K3L A2K4 INDONESIA

dihindarkan berhubungan dengan kepentingan atau kesejahteraan umum


(pasaI7). Malam hart, ialah waktu antarajam 18.00 sampai 06.00.
b. Orang wanita tidak boleh menjalankan peke~aan di dalam tambang, lubang di
dalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain
dari dalam tanah (pasal 8).
c. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi
kesehatan atau keselamatannya. demikian pula peke~aan yang menurut sifat,
tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya (pasal 9).
Disamping itu. pasal13 memuat pula ketentuan yang khusus ditujukan bagi orang
wanita. yaitu mengenai haid dan melahirkan.

2. Undang-undang Uap (Stoom Ordonantie, STBL No. 225 Tahun 1930)


Undang-undang Keselamatan Ke~a merupakan undang-undang pokok
yang mengatur keselamatan ke~a secara umum dan bersifat nasional. Disamping
undang-undang keselamatan ke~a yang mengatur secara umum, masih terdapat
peraturan-peraturan keselamatan ke~a yang mengatur secara khusus atau dikenal
dengan azas Lex Specialist. Peraturan tersebut antara lain Undang-undang dan
Peraturan Uap tahun 1930.
Peraturan yang bersifat khusus tersebut dikeluarkan lebih dahulu dari
Undang-undang Keselamatan Ke~a. hal tersebut dimungkinkan apabila kita
melihat daripada penjelasan Undang-undang Keselamatan Kerja dan historis
peraturan tersebut.

3. Undang-undang Timah Putih Kering (Loodwit Ordonantie, STBL No. 509


Tahun 1931)
Mengatur tentang larangan membuat, memasukkan, menyimpan atau
menjual timah putih kering kecuali untuk keperluan i1miah dan pengobatan atau
dengan ijin dari pemerintah.
4. Undang-undang Petasan, STBL No. 143, Tahun 1932 jo STBL No. 10 Tahun
1933)
Mengatur tentang petasan buatan yang diperuntukkan untuk
kegembiraan/keramaian kecuali untuk keperluan pemertntah. Yang diatur dalam
undang-undang ini termasuk ketentuan tentang :
pemasukan dari luar negeri
pembuatan dan perdagangan
petasan berbahaya
persediaan/penyimpanan dan memasang petasan berbahaya.

5. Undang-undang ReI Industri (Industrie Baan Ordon antie, STBL No. 595 Tahun
1938)
Undang-undang ini mengatur tentang pemasangan, penggunaan jalan
jalan rei guna keperluan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan,
kerajinan dan perdagangan. Materi yang diatur termasuk ganti rugi guna
pemakaian bidanq tanah dan jalan-jalan raya, pemakaian jalan rei industrt untuk

ie~,
lfMBAGA PENDIDIKAN' PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

pihak lain, pengangkutan lewat jalan rei industri, persilangan dan persinggungan,

perubahan pada jalan raya, pengawasan.

6. Undang-undang No. 10 Tahun 1961 tentang Memberfakukan Perpu No. 1

Tahun 1961 menjadi Undang-undang.

Undang-undang ini mengatur tentang pembungkusan, penandaan dan

penanganan dalam menjual dan menghasilkan barang. Tujuan dart pada peraturan

ini adalah untuk melindungi kepentingan rnasyarakat dalam hal:

Kesehatan dan keselamatan rakyat (masyarakat)

Keselamatan ke~a dan keselamatan modal

Mutu dan susunan barang

Perkembangan dunia perdagangan dan industri

Kelancaran pembangunan

Kearnanan negara

7. Undang-undang NO.3 tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi fLO No. 120

mengenai Higiene dafam Pemiagaan dan Kantor-kantor.

Konvensi ini ber1aku bagi :


a. Badan-badan perniagaan
b. Badan, lembaga dan kantor pemberi jasa dimana pekerja-pekerjanya

terutama melakukan pekerjaan kantor.

c. Setiap bagian dari badan, lembaga atau kantor pemberi jasa dimana

pekerjanya terutama melakukan pekerjaan dagang' atau kantor, sejauh

mereka tidak tunduk pada undang-undang atau peraturan atau ketentuan

ketentuan lain yang bersifat nasional ten tang higiene dalam industri,

pertambangan, pengangkutan atau pertanian.

Materi yang diatur dalam Konvensi ini meliputi kebersihan, ventilasi, suhu,

penerangan, ergonomi, persediaan air minum, tempat cuci dan sanitair, tempat

mengganti dan menyimpan pakaian, penggunaan alat perlindungan diri,

kebisingan serta getaran dan sebagainya.

8. Undang-undang NO.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosiaf Tenaga Kerja.


Dikeluarkannya undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan

perlindungan jaminan sosial kepada setiaptenaga kerja melalui mekanisme

asuransi.

Ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja dalam undang-undang ini

meliputi:

a. Jaminan Kecelakaan Kerja


b. Jaminan Kematian
c. Jaminan Hari Tua
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

II



~.@~~
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATI"AN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LPZK3L AZK4 INDONESIA

Tempat Ke~a adalah temp at dilakukannya peke~aan bagi sesuatu usaha,


dimana terdapat tenaga ke~a yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di
tempat itu.
Tempat keQa tersebut mencakup semua tempat kegiatan usaha baik yang
bersifat ekonomis maupun sosial.
Tempat ke~a yang bersifat sosial seperti :
a. bengkel tempat untuk pelajaran praktek ;
b. tempat rekreasi ;
c. rumah sakit ;
d. tempat ibadah ;
e. tempat berbelanja ;
f. pusat hiburan.
Tenaga ke~a yang beke~a disana, diartikan sebagai pekerja maupun tidak
tetap atau yang bekerja pada waktu-waktu tertentu, misalnya : rumah pompa, gardu
transformator dan sebagainya yang tenaga kerjanya memasuki ruangan tersebut
hanya sernentara untuk mengadakan pengendalian, mengoperasikan instalasi,
menyetel, dan lain sebagainya maupun yang bekerja secara terus-menerus.
Bahaya kerja adalah sumber bahaya yang ditetapkan secara terperinci dalam
Bab II pasal 2 ayat (2) yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Perincian
sumber bahaya dikaitkan dengan :
a. keadaan perlengkapan dan peralatan ;
b. lingkungan ke~a ;
c. sifat pekerjaan ;
d. cara ke~a ;
e. proses produksi.
Maten keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur dalam ruang Iingkup UU
No. 1 tahun 1970 adalah keselamatan dan kesehatan kerja yang bertalian dengan
mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan perlindungan kepada
sumber-sumber produksi sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam pasal 3 dan 4
mulai dari tahap perencanaan, perbuatan dan pemakaian terhadap barang, produk
teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
untuk:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan ;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya ;
e. Memberi oertolonaan oada kecelakaan :
@J?.~,
LEMBAGA PENDIDlKAN & PELAnHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja ;


g. Meneegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, euaea, sinar atau radiasi, suara
dan getaran ;
h. Meneegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat ke~a baik pisik maupun
psikis, peracunan, infeksi dan penularan ;
i. Memperoleh penerangan yang cUkup dan sesuai ;
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik ;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
I. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat ke~a, Iingkungan, eara dan
proses kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlanear pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan meITloerlanear pekerjaan bongkar muat, per1akuan dan
penyimpanan barang;
q. Meneegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. Menyesuaikan dan menyempumakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi;

* Pengawasan

Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah unit


organisasi pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan
pasal 10 UU No. 14 tahun 1969 dan pasal 5 ayat (a) UU NO.1 tahun 1970. Seeara
operasional dilakukan oleh Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan berfungsi untuk :
1. Mengawasi dan memberi penerangan pelaksanaan ketentuan hukum mengenai
.keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga
kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan seeara efektif dari
peraturan-peraturan yang ada.
3. Melaporkan kepada yang berwenang dalam hal ini Menteri Tenaga Ke~a tentang
kekurangan-kekurangan atau penyimpangan yang disebabkan karena hal-hal yang
tidak secara tegas diatur dalam peraturan perundangan atau berfungsi sebagai
pendeteksi terhadap masalah-masalah keselamatan dan kesehatan kerja di
lapangan.
Fungsi pengawasan yang harus dijalankan oleh Direktur, para Pegawai
Pengawas dan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus dapat dijalankan
sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan tenaga pengawas yang cukup besar jumlahnya
dan bermutu dafam arti mempunyai keahlian dan penguasaan teoritis dalam bidang
spesialisasi yang berimeka ragain dan berpengalaman di bidangnya.
-

@
~.~~\
LEMBAGA PENDIDIKANO PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

Untuk mendapatkan tenaga yang demikian tidaklah mudah dan sangat sulit
apabila hanya mengandalkan dari Departemen Tenaga Kerja sendiri.
Karena fungsi pengawasan tidak memungkinkan untuk dipenuhi oleh pegawai
teknis dari Departemen Tenaga Kerja sendiri, maka Menteri Tenaga Kerja dapat
mengangkat tenaga-tenaga ahlidari luar Departemen Tenaga Kerja maupun swasta
sebagai ahli K3 seperti dimaksud dalam pasal1 ayat (6) UU No. tahun 1970.
Dengan sistem ini maka terdapat desentralisasi pelaksanaan pengawasan
keselamatan dan kesehatan ke~a tetapi kebijaksanaan nasional tetap berada, dan
menjadi tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja guna menjamin pelaksanaan
Undang-undang Keselamatan Kerja dapat berjalan secara serasi dan merata di
seluruh wilayah hukum Indonesia.
Dalam pasal 6 diatur tentang tata cara banding yang dapat ditempuh apabila
terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan atau tidak dapat menerima putusan
Direktur dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja. Panitia banding adalah panitia
teknis yang anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan. Tata cara,
susunan anggota, tugas dan lain-lain ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja.
Untuk pengawasan yang dilakukan oleh petugas Departemen Tenaga Kerja
dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan maka pengusaha harus membayar retribusi
seperti yang diatur dalam pasal7.
Agar setiap tenaga kerja mendapatkan jaminan terhadap kesehatannya yang
mungkin dapat diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan kerja yang bertalian
dengan jabatannya dan untuk tetap menjaga efisiensi dan produktivitas kerja, maka
diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap setiap tenaga ke~a baik
secara awal maupun berkala.

Kewajiban Manajemen (Pengusaha) adafah :


1. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga
kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan sesuai dengan
sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
2. Memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara
berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan disetujui oleh Direktur.
3. Menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja baru tentang :
.a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerjanya.
b. Semua pengamanan dan alat-alat perfindungan yang diharuskan dalam
tempat kerjanya.
c. Alat-alat perlindungan diri bag; tenaga kerja yang bersangkutan.
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
4. Hanya dapat mempeke~akan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin
bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas.
5. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan kebakaran serta peningkatan
keselamatan dan kesehatan ke~a, dan juga dalam pemberian pertolongan
pertama pada kecelakaan.
@
@. ~)
"MBAGA PENDIDIKAN & PELAnHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
lP2K3l A2K4 -INDONESIA

Selain dari itu di daram pasal 11 menyebutkan bahwa, daftar jenis penyaKlt
yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden. Tentang jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dijelaskan
bahwa :
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
tenaga ke~a sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan
upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena upaya
penyembuhan memer1ukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika
dibebankan kepada perorangan, rnaka sudah selayaknya diupayakan
penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga
ke~a.

Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan


kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan
(preventif). penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehablitatif). Dengan demikian
diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga ke~a yang optimal sebagai
patensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
selain untuk tenagake~a yang bersangkutan juga untuk keluarganya.

9. Undang-undang NO.4 tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup.


Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan' Lingkungan Hidup dan Peraturan
Pemerintah No. 29 tahun 1986 tentang Analisa Dampak lingkungan sebagai
peraturan pelaksanaan Undang-undang No.4 tahun 1982, maka pembuangan
bah an beracun dan berbahaya menjadi makin penting karena masalah atau proses
yang terjadi di dalam perusahaan akan memberikan damp~k di dalam
pembuangan limbah yang kemungkinan dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan. Dari segi peraturan perundangan sebetulnya sudah banyak instansi
teknis yang mengatur penanganan bahan-bahan yang berbahaya dan beracun di
dalam perusahaanJindustri.

10. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas


Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
Peraturan ini memuat ketentuan-ketentuan untuk melindungi keselamatan
manusia, sumber-sumber kekayaan perairan, fauna dan flora alami serta untuk
menghindari kontaminasi lingkungan oleh pestisida.
Hal-hal yang secara langsung maupun tidak langsung menyangkut
keselamatan dan kesehatan manusia diatur oleh Menteri Kesehatan dan Menteri
Tenaga Ke~a sesuai dengan bidang dan wewenang masing-masing (pasal1 0).

11. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentangKeselamatan Kerja


terhadap Radiasi.
Dalam peraturan ini terdapat satu Bab khusus yang mengatur kesehatan
tenaga kerja. meliputi :
a. Pemeriksaan kesehatan calon pekerja dan peke~a radiasi dilakukan satiJ kafi
dalam setahun. Apabila dipandang perlu. pemeriksaan dapat dilakukan
sewaktu-waktu. PemeriksacJn secara teliti dan menyeluruh harus dilakukan
@
~1~. LEMBAGAPENDIDIKAN& PELATINAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN

LP2K3L A2K4 -INDONESIA

i~~~~~~~~11

kepada pekerja radiasi yang memutuskan hubungan kerja (PHK) dengan


instalasi atom.
b. Keharusan mempunyai Kartu Kesehatan (pasal11 dan 12)
c. Penukaran tugas pekerjaan I mutasi (pasal 13).
Untuk mengawasi ditaatinya peraturan-peraturan keselamatan kelja
terhadap radiasi, perlu ditunjuk Ahli Proteksi oleh instansi yang berwenang (pasal
7, ayat 1). Ahli Proteksi Radiasi diwajibkan memberi laporan kepada instansi yang
berwenang dan Menteri Tenaga Ke~a secara berkala (pasal 7, ayat 2).

12. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan


Pengawasan Kesefamatan Ketja Dibidang Pertambangan.
Dalam peraturan in; diatur tentang Keselamatan Kerja di bidang
pertambangan sehubungan dengan dikeluarkannya Undang-undang Keselamatan
Kerja NO.1 Tahun 1970. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut Menteri
Pertambangan berwenang rnelakukan pengawasan atas keselamatan kerja dalam
bidang pertambangan dengan berpedoman pada Undang-undang No. 1 Tahun
1970 beserta peraturan pelaksanaannya. Da/am pelaksanaan tugasnya dilakukan
kerjasama dengan petugas dari Oepartemen Tenaga Kerja baik di tingkat Pusat
maupun daerah.
Pengawasan keselamatan kerja tersebut tidak termasuk untuk
pengawasan terhadap ketel uap yang diatur dalam Undang-undang Uap tahun
1930 (STBL No. 225, 1930).

13. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1979 Tentang Kesefamatan Kerja Pada
Pemumian Dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi. .
Dalam peraturan ini diatur tentang tata usaha dan pengawasan
keselamatan kerja atas pekerjaan serta pelaksanaan pemumian dan pengolahan
minyak dan gas bumi. Peraturan ini merupakan pelaksanaan daripada Undang
undang Keselamatan Kerja NO.1 Tahun 1970 dan PP. No. 19 Tahun 1973.

14. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyefenggaraan Program


Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Oi dalam peraturan ini peranan dokter penguji kesehatan kelja .dan dokter
penasehat banyak menentukan derajat kecacatan serta dafam upaya pelayanan
kesehatan kelja.

15. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbuf Karena
Hubungan Kerja.
Oi dalam peraturan ini tercantum daftar berbagai jenis penyakit yang ada
kaitannya dengan hubungan kelja.

2. Undang-undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara No.1 Tahun 1970


Undang-undang Keselamatan Kelja, Lembaran Negara. Nomor 1 tahun
1970 adalah Undang-undang keselamatan kerja yang berlaku secara nasional di
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
'f-==.:y LP2K3L A2K4. INDONESIA

seluruh wilayah hukum Republik Indonesia dan merupakan induk dari segala
peraturan keselamatan kerja yang berada di bawahnya. Meskipun judulnya disebut
dengan Undang-undang Keselamatan Ke~a sesuai buny; pasal 18 namun materi
yang .diatur termasuk masalah kesehatan ke~a.

Setelah bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan, sudah barang tentu dasar


filosofi pelaksanaan keselamatan dan kesehatan ke~a seperti tercermin di dalam
peraturan perundangan yang lama tidak sesuai lagi dengan falsafah Negera Republik
Indonesia yaitu Pancasila.
Pada tahun 1970 berhasil dikeluarkan Undang-Undang No. I tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja yang merupakan penggantian VR. 1910 dengan beberapa
perubahan mendasar, antara lain:
1. Bersifat lebih preventif
2. Memperluas ruang lingkup
3. Tidak hanya menitik beratkan pengamanan terhadap alat produksi.

* TUjuan

Pada dasarnya Undang-Undang No. I tahun 1970 tidak menghendaki sikap


kuratif atau korektif atas kecelakaan kerja, melainkan menentukan bahwa kecelakaan
kerja itu harus dicegah jangan sampai terjadi, dan Iingkungan kerja harus memenuhi
syarat-syarat kesehatan. Jadi, jelaskah bahwa usaha-usaha peningkatan keselamatan
dan kesehatan ke~a lebih diutamakan daripada penanggulangan.
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai 'kejadian yang tidak diduga
sebelumnya". Sebenamya, setiap kecelakaanke~a dapat diramalkan atau diduga dan
semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyarata n. Oleh karena itu,
kewajiban berbuat secara selamat, dan mengatur perala serta per1engkapan produksi
sesuai standar yang diwajibkan oleh UU adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya
kecelakaan.
H.W. Heinrich dalam bukunya The Accident Prevent mengungkapkan bahwa
80% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman (unsafe act) dan hanya
20% o[eh kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dengan demikian dapat
disimpulkan setiap karyawan diwajibkan untuk memelihara keselamatan dan
kesehatan ke~a secara maksimal rnelalui perilaku yang aman.
Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh :
1. Kekurangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap ;
2. Keletihan atau kebosanan ;
3. Cara kerja manusia tidak sepadan secara ergonomis ;
4. Gangguan psikologis ;
5. Pengaruh sosial-psikologis.

Penyakit akibat ke~a disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:


I. Faktor bioloqis;
-

@ . ~. q:l\
LEMBAGA PENDIDIKAN PElATiHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

2. Faktor kirnia termasuk debu dan uap logam ;


3. Faktor fisik terinasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu dan
kelembaban ;
4. Faktor psikologis karena tekanan mental/stress.

Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya da/am


melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional ... n
Kutipan di atas adalah konsiderans Undang-undang No. 1/1970 yang
bersumber dan pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan oleh sebab itu seluruh faktor
penyebab kecelakaan ke~a dan penyakit akibat kerja di tempat kerja wajib
ditanggulangi oIeh pengusaha sebelum membawa korban jiwa.
TUjuan dan sasaran daripada Undang-undang Keselamatan seperti pada
pokok-pokok pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang No. I tahun 1970, maka
dapat diketahui antara lain:
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu
dalam keadaan selamat dan sehat. .
2. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
3. Agar proses produksi dapat berajalan secara lancar tanpa hambatan apapun.
Kondisi tersebut dapat dicapai antara lain apabila kecelakaan termasuk
kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi.
Oleb karena itu setiap usaha keselarnatan dan kesehatan ke~a tidak lain
adalah pencegahan dan penanggulangan kecelakaan di tempat kerja untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional.

* Ruang Lingkup

Undang-undang Kesefamatan Kerja ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang
didalamnya terdapat tiga unsur, yaitu :
1. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun usaha sosial;
2. Adanya tenaga kerja yang beke~a di dalamnya baik secara terus menerus maupun
hanya sewaktu-waktu;
3. Adanya sUmber bahaya.
@ ~~..:.\
LEMBAGA PENDIDIKAN PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

6. Memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan yang bertaku bagi usaha dan
tempat ketia yang dijalankannya.
7. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat ketia yang dipimpinnya pada
pejabat Yang ditunjuk oIeh Menteri Tenaga Kerja, sesuai dengan tata cara
pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan yang telah ditentukan.
8. Secara tertulis menempatkan dalam tempat ketia yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan, ketia yang diwajibkan, sehelai undang-undang keselamatan ketia
dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat ketia yang
bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli ke~elamatan kerja.
9. Memasang dalam tempat ketia yang dipimpinannya, semua gambar keselamatan
kerja. Yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat
yang mudah dilihat terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan ketia.
10. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan
pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya. Dan menyediakan bagi
setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan
petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja.

Kewajiban dan hak tenaga kerja adalah :

1. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas/Ahli K3.


2. Mem.akai alat-alat pelindung diri.
3. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
4. Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan terhadap peketiaan dimana syarat-syarat K3 dan alat-alat
pelindung diri tidak menjamin keselarnatannya.

* Sarigsi
Ancaman hukuman dari pada pelanggaran UU NO.1 Tahun 1970 merupakan ancaman
pidana dengan hukuman kurungan selama-Iamanya 3 bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,

3. Peraturan Pelaksanaan
Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan VR 1910 tetap berlaku
berdasarkan pasal 17 sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Keselamatan Kerja.
Peraturan tersebut berupa Peraturan Khusus sebagai berikut :
Peraturan Khusus AA Untuk Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Peraturan Khusus BB Tentang lnstalasi-instalasi Listrik (dicabut)
Peraturan Khusus tc Keselamatan kerja di Pabrik Gula Putih.
@
;l ~~:.
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELAflHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

Peraturan Khusus DO Bejana-bejana Berisi Udara Penggerak Motor Bakar



(dicabut)
Peraturan Khusus EE Perusahaan-perusahaan, Pabrik-pabrtk dan
Bengkel-bengkel dimana Bahan yang mudah terbakar
dibuat, dipergunakan dan dikeringkan

B. Dasar Hukum
1. Keselamatan dan Kesehatan Ke~a (K3) Konstruksi Bangunan
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-undang No. 1/1970 tentang Keselamatan Ke~a

c. Peraturan Mentert Tenaga Ke~a No. 1/Men/1980 tentang K3 Konstruksi


Bangunan.
Terdiri dart; 19 Bab, 106 Pasal

1) Bab I Ketentuan Umum

2) Bab II Tempat Ke~a dan alat-alat kerja

3) Bab III Perancah


4) Bab IV Tangga dan tangga rumah
5) Bab V Alat-alat angkat
6) Bab VI Kabel baja, tambang, rantai dan peralatan bantu
7) Bab VII Mesin-mesin
8) Bab VIII Peralatan Konstruksi Bangunan
9) Bab IX Konstruksi di bawah tanah
10) Bab X Penggalian
11) Bab XI Peke~aan memancang
12) Bab XII Pekerjaan beton

13) Bab XIII Penggalian

14) Bab XIV Pekerjaan memancang

15) Bab XV Peke~aan beton


16) Bab XVI Peke~aan lainnya
17) Bab XVII Pembongkaran
18) Bab XVIII Penggunaan perlengkapan Penyelamatan dan
Penindungan diri

19) Bab XIX Ketentuan peralihan

20) Bab XX Ketentuan lain-lain

21) Bab XXI Ketentuan hukuman

22) Bab XXII Penutup.

LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN


KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
't-==-cy LP2K3L A2K4 INDONESIA

d. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Ke~a dan Menteri Pekerjaan


Umum No. Kep.174/Men/1986. NO.1 04/Kpts/1986
1) 8 (delapan) pasal
2) Buku Pedoman Pelaksanaan tentang Keselamatan dan Kesehatan
Ke~a pada tempat Kegiatan Konstruksi.

2. Instalasi Listrik, Petir dan Lift


,
Listrik, lift maupun petir adalah merupakan bentuk dan sumber bahaya
yang perlu dikendalikan sebagaimana diamanatkan dalam UU No.1 Tahun 1970.
Pasal-pasal dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 yang berkaitan
dengan batasan ruang Iingkup, tujuan, metoda K3 Iistrik perlu difahami secara
baik.
Dari ketentuan-ketentuan dasar tersebut di atas, lebih lanjut ditetapkan
pengaturan secara teknis mengacu sesuai perkembangan teknologi. Standar
teknik perencanaan, pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan dan
pemeriksaan/pengujian instalasi Iistrik, adalah mengikuti perkembangan
penerbitan Peraturan Umum lnstalasi Listrik (PUlL). Edisi PUlL yang terbaru
adalah "PUlL 2000" sebagai generasi ke lima.
Sejarah PUlL berawal dari sejak jaman Belanda bemama AVE 1938
dite~emahkan dan disempumakan menjadi PUlL 1964, disempurnakan menjadi
PUlL 1977, selanjutnya direvisi menjadi PUlL 1987 (SNI - 225 - 1987), dan
terakhir PUlL 2000 (SNI 04 - 0225 - 2000). Sejak AVE 1938 sudah menjadi
bag ian dari Standar K3 listrik, yang terakhir PUlL 2000 ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Tenaga Ke~a dan Transmigrasi No Kep.75/Men/2002.
PUlL berdiri sendiri adalah standar yang bersifat netral, sebagai panduan
yang tidak mengikat secara hukum. Biasanya standar digunakan sebagai rujukan
dalam suatu kontrak ke~a, antara kontraktor/instalatir dengan pemberi ke~a.
Oleh karena PUlL telahditetapkan diber1akukan secara utuh dengan
Peraturan dan Keputusan Menteri, maka semua persyaratan teknis maupun
administratif, menjadi bersifat wajib.
Dalam PUlL juga memuat persyaratan khusus instalasi listrik untuk
pesawat lift dan persyaratan instalasi proteksi bahaya sambaran petir. Ketentuan
secara lebih teknis Lift dan proteksi bahaya sambaran petir masing-masing diatur
dalam peraturan tersendiri yaitu :
1. Permenaker No Per 02/Men/1989, mengatur persyaratan mengenai instalasi
penyalur petir.
2. Permenaker No Per 03/Men/1999, mengatur persyaratan rnengenai lift.
3. Kepmenaker No Kep 407/M/BW/1999, mengatur lebih lanjut tentang
kompetensi teknisi lift.
4. Keputusan Dirjen Binawas No Kep.311/BW/2002, mengatur lebih lanjut
mengenai Sertifikasi Kompetensi K3 bagi teknisi Iistrik.
Ruang Iingkup obyek pengawasan lift adalah yang dipasang di setiap tempat ke~a.
Sedangkan jenis yang diatur dalam Permen 03/99 adalah lift untuk mengangkut
orang dan barang.
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
~~""I LP2K3L A2K4 -INDONESIA

3. Keselamatan dan Kesehatan Penanggulangan Kebakaran


Sasaran obyektif K3 penanggulangan kebakaran sebagaimana dirumuskan
dalam Undang-undang NO.1 Tahun 1970 ayat (3) al :
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran ;
Memberi kesempatan jalan untuk menyelamatkan diri pada kejadian
kebakaran
Mengendalikan penyebaran asap, panas dan gas
Strategi teknis penanggulangan kebakaran lebih lanjut dijabarkan dengan
peraturan perundangan dan standaL
Pengendalian energi ;
Perencanaan sistem proteksi kebakaran aktif maupun pasif;
Perencanaan sistem manajemen penanggulangan kebakaran.
Penanggulangan kebakaran
a) Undang-undang No 1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja
b) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 04/Men/1980 Tentang Syarat
syarat pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
c) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 02/Men/1983 Tentang Instalasi
Alaram Kebakaran Otomatik
d) Peraturan Khusus EE
e) Peraturan Khusus K
f) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 04/Men/1987 Tentang P2K3
g) PElraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 05/Men/1996 Tentang SMK3
h) Keputusan Menteri Tenaga Kerja No Kep 186/Men/1999 Tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di tempat kerja

i) Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. 1I/MiBW/1997.

4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mekanik


a) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04/Men/1985 tentang pesawat tenaga
dan produksi
b) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1985 tentang pesawat angkut
dan angkut
c) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/Men/1989 tentang kwalitas dan
syarat-syarat operator keran angkat.

5. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kap Bejana Tekan


a) Undang-Undang Uap Tahun 1930
b) Peraturan Uap Tahun 1930
c) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/Men/1982 tentang bejana tekan
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
1f-==->f LP2K3L A2K4 -INDONESIA

b) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02/Men/1982 tentang klasifikasi juru


las
c) Peraturan Menteri No. 01/Men/1988 tentang k1asifikasi dan syarat-syarat
Operator Pesawat Uap.

6. Kesehatan Kerja
Undang-Undang
1. Undang-undang NO.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan Bab III pasal 3 dalam
peraturan perundangan ini menunjukkan bahwa 50% dart syarat-syarat

terSebut adalah syarat-syarat kesehatan kerja, yaitu:

.:. memberi pertolongan pada kecelakaan;

.:. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;


.:. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara dan getaran;
.:. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
physik maupun psykis, peracunan, infeksi dan penularan;
.:. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
.:. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
.:. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
.:. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
.:. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan
cara dan proses kerjanya.
Oi dalam pasal8 menyebutkan kewajiban pengusaha untuk :
a. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari
tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan,
sesuai dengan sifat pekerjaan yang akan diberikan kepadanya;
b. Memeriksakan kesehatan dari semua tenaga kelja yang berada di bawah
pimpinannya secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha
dan dibenarkan oleh Oirektur.

2. Undang-undang NO.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


Pasal 6 ayat (1) menyatakan ruang Iingkup program meliputi :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja
b. Jaminan Kematian
c. Jaminan Han Tua
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja ini akan dijabarkan di
dalam peraturan pelaksanaan dari Undang-undang ini.
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
>t==:y KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH DAN KEPRES


1. Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 tentang Jamsostek.
Di dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai ketentuan
penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

2. Keputusan Presiden RI. Nomor 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang


Timbul Karena Hubungan Ke~a.
Di dalam Keputusan Presiden ini diatur mengenai penyakit-penyakit yang
timbul karena hUbungan ke~a dan mendapat kompensasi dari Jamsostek.

PERATURAN MENTERI
1. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 tahun 1964 tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan, Serta Penerangan Dalam Tempat Ke~a.
Oi dalam Peraturan ini memuat ketentuan-ketentuan antara lain tentang :
.:. Menghindarkan bahaya keracunan,
.:. Penularan penyakit, atau timbulnya penyakit,
.:. Memajukan kebersihan dan ketertiban,
.:. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup,
.:. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak
menyenangkan,
.:. Penanggulangan sampah,
.:. Persyaratan kakus (We),
.:. Kebutuhan locker (tempat penyimpanan pakaian),
.:. OIl.

2. Peraturan Menteri Tenaga Ke~a, Transmigrasi dan Koperasi Nomor Per-


01/Men/1976 tentang Kewajiban Latihan Hyperkes Bagi Dolder
Perusahaan.
Kewajiban dari perusahaan untuk mengirimkan setiap dokter
perusahaannya untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hiperkes.

3. Peraturan Menteri Tenaga Ke~a Dan Transmigrasi Nomor


Per-O 11 Men/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan,
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Para Medis Perusahaan.
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga paramedis diwajibkan
untuk mengirimkan tenaga kerja tersebut untuk mendapatkan latihan
Hiperkes.
@
@.. e~~
LEMBAGA PENDIDIKAN PELAnHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 - INDONESIA

4. Pennenkaker No. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga


Ke~adalam Penyelenggaraan Keselamatan Ke~a.
Memuat ketentuan dan tujuan mengenai pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja awaf (sebelum kerja), berkala (periodik) dan khusus.

5. Pennenkakertrans No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor


Penyakit Akibat Ke~a .
:. Penyakit akibat ke~a harus dilaporkan secara tertulis
.:. Paling lama 2 x 24 jam
.:. Melakukan usaha-usaha preventif
.:. Menyediakan alat pelindung diri.
6. Pennenakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Kerja.
Pelayanan Kesehatan Ke~a merupakan salah satu lembaga K3 yang ada
di perusahaan, sebagai sarana perlindungan tenaga ke~a terhadap setiap
gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
Karena itu, Pelayanan Kesehatan Kerja merupakan lembaga K3 yang
sangat strategis untuk dikembangkan, dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, meningkatkan kuafitas sumber
daya manusia, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas
nasional.
Pelayanan Kesehatan Ke~a (PKK) adalah sarana penerapan upaya
kesehatan kerja yang bersifat komprehensif, meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sesuai dengan kaidah perlindungan yang
universal, PKK lebih mengutamakan upaya-upaya pro motif dan preventif,
disamping tetap melaksanakan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Oalam Peraturan Menteri ini disebutlcan bahwa tujuan PKK adalah:
a) Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik
fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan
tenaga kerja.
b) Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang
timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
c) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan
kemampuan fisik tenaga ke~a.
d} Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehablitasi bagi tenaga
kerja yang menderita sakit.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1998 tentang
Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Oengan
Manfaat Lebih Baik Oari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Oi dalam peraturan ini memuat ketentuan kewajiban mengikutsertakan
semua tenaga kerja dalam jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek,
apabila belum melaksanakan pemeliharaan kesehatan dengan manfaat
lebih baik dari program dasar Jamsostek. Penyelenggaraan Peineliharaan
@~_~::, LEMBAGAPENOIOIKAN'P"ATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA
~MI~~~ID~~~ml

Kesehatan yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen


Tenaga Ke~a tidak boleh meniadakan pelayanan kesehatan ke~a yang
telah ada di perusahaan dan harus memanfaatkan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan.

KEPUTUSAN MENTERI
1. Keputusan Men~ri Tenaga Kerja Nomer 33 Tahun 1989 Tentang
Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat Ke~a.
Dlagnosa penyakit akibat ke~a dapat ditemukan atau didiagnosa sewaktu
melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga ke~a dan sewaktu
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. Setelah penyakit akibat
kerja didiagnosa harus dilaporkan dalam waktu 2 x 24 jam.

SURAT EDARAN DAN INSTRUKSI MENTERI


1. Surat Edaran Menteri Tenaga Ke~a No. SE.01/Men/1979 tentang
Pengadaan Kantin dan Ruang Makan.
Surat Eda~an ini berisi anjuran kepada semua perusahaan untuk:
.:. Menyediakan ruang makan untuk perusahaan yang mempekerjakan
buruh antara 50 - 200 orang .
:. Menyediakan kantin untuk perusahaan yang mempeke~akan lebih dari
200 orang.
:. Mengacu pelaksanaannya dengan PMP NO.7 tahun 1964 khususnya
yang tennaktub dalam pasal 8.
2. Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE. 07/BW/1997 tentang Pengujian
Hepatitis B Oalam Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
Pengujian Hepatitis B dalam pemeriksaan kesehatan tenaga ke~a tidak
boleh digunakan untuk menentukan fit atau unfit terhadap tenaga ke~a.

3. Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE. 86/BW/1989 tentang Perusahaan


Catering Yang Mengelola Makanan Bagi Tenaga Ke~a.
Surat Edaran ini mengatur kewajiban perusahaan cateringd yang
mengelola makanan bagi tenaga kerja untuk :
.:. Mendapat rekomendasi dari Kandepnaker setempat
.:. Rekomendasi diberikan berdasarkan persyaratan kesehatan hygiene
dan sanitasi.

c. Ruang Lingkup
1. K3 Konstruksi Bangunan
a. Perencanaan Proyek
b. Pelaksanaan Fisik Proyek
1) Pekerjaan panggilan
@
~~.
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELAnHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

2) Peke~aan pondasi
3) Pekerjaan konstruksi beton
4) Peke~aan konstruksi baja
5) Pekerjaan finishing
c. Serah Terima Proyek
d. Pemeliharaan Konstruksi
2. K3 Instalasi Listrik, Lift dan Petir
a. K3 listrik tersirat dalam Bab II Pasal 2 ayat (2) huruf q UU 1170, yaitu
tertulis : di setiap tempat dimana dibangkitkan, diubah, dikumpulkan
disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air.
Dari ketentuan tersebut dapat digambarkan ruang lingkup K3 listrik, yaitu
mulai dari pembangkitan, jaringan transmisi Tegangan Ekstra Tinggi
(TET), Tegangan Tinggi (TT), Tegangan Menengah (TM) dan jaringan
distribusi Tegangan Rendah (TR) sampai dengan setiap tempat
pemanfaatannya, khususnya tempat kerja.

Pusat Jaringan Para


Pembangkit TET-TT-TM-TR ~ Pelanggan

b. Memperhatikan Pasal 3 ayat (1) huruf q UU 1/70 tertulis oengan


peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat K3 untuk mencegah
terkena a/iran listrik berbahaya.

C. Menurut ketentuan PUlL 2000 listrik yang berbahaya adalah Iistrik yang
memiliki tegangan lebih dari 25 Volt di tempat lembab atau 50 Volt di
tempat yang normal.

d. Ruang Iingkup obyek sistem proteksi petir sesuai Permenaker No Per-


02/Men/1989 adalah yang dipasang di setiap tempat ke~a, hanya untuk .
konvensional dan sistem elektro statik dan hanya mengatur perlindungan
sambaran langsung.
Sambaran langsung adalah pelepasan muatan Iistrik dan awan ke bumi
melalui obyek yang tertinggi. Obyek yang dilalui arus petir tadi adalah
tersambar petir secara langsung, selanjutnya akan menyebar ke bumi ke
segala arah hingga netral. Obyek yang tersambar dan dialiri arus dan
tegangan petir akan merasakan pengaruh secara langsung yaitu suhu
yang sangat tinggi bisa mencapai 30.000 ee, tegangan dan kuat arus yang
tinggi dapat mengakibatkan kerusakan secara fisiko

Penyebaran arus dan teganan petir di dalam bumi akan menyebar ke


berbagai penjuru. Kemungkinan dari itu dapat dirasakan oleh grounding
instalasi listrik pada bangunan itu sehingga penghantar bumi bertegangan
@~~~2\
LEMBAGA PENDIDIKAN PElATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

Kesehatan yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen


Tenaga Ke~a tidak boleh meniadakan pelayanan kesehatan ke~a yang
telah ada di perusahaan dan harus memanfaatkan untuk meningkatkan
. penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan.

KEPUTUSAN MENTERI
1. Keputusan Ment~ri Tenaga Kerja Nomor 33 Tahun 1989 Tentang
Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat Ke~a.
Dlagnosa penyakitakibat kerja dapat ditemukan atau didiagnosa sewaktu
melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga ke~a dan sewaktu
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. Setelah penyakit akibat
kerja didiagnosa harus dilaporkan dalam waktu 2 x 24 jam.

SURAT EDARAN DAN INSTRUKSI MENTERI


1. Surat Edaran Menteri Tenaga Ke~a No. SE.01/Men/1979 tentang
Pengadaan Kantin dan Ruang Makan.
Surat Edaran ini berisi anjuran kepada semua perusahaan untuk:
.:. Menyediakan ruang makan untuk perusahaan yang mempekerjakan
buruh antara 50 - 200 orang .
:. Menyediakan kantin untuk perusahaan yang mempeke~akan lebih dari
200 orang.
:. Mengacu pelaksanaannya dengan PMP NO.7 tahun 1964 khususnya
yang termaktub dalam pasal 8.
2. Surat Edaran Dirjen Binavvas No. SE. 07/BW/1997 tentang Pengujian
Hepatitis B Dalam Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
Pengujian Hepatitis B dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja tidak
boleh digunakan untuk menentukan fit atau unfit terhadap tenaga kerja. .

3. Surat Edaran Dirjen Binavvas No. SE. 86/BW/1989 tentang Perusahaan


Catering Yang Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja.
Surat Edaran ini mengatur kewajiban perusahaan cateringd yang
mengelola makanan bagi tenaga ke~a untuk :
.:. Mendapat rekomendasi dari Kandepnaker setempat
.:. Rekomendasi diberikan berdasarkan persyaratan kesehatan hygiene
dan sanitasi.

C. Ruang Lingkup
1. K3 Konstruksi Bangunan
a. Perencanaan Proyek
b. Pelaksanaan Fisik Proyek
1) Pekerjaan panggilan
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
~~.:>j LP2K3L A2K4 INDONESIA

2) Peke~aan pondasi
3) Pekerjaan konstruksi beton
4) Peke~aan konstruksi baja
5) Pekerjaan finishing
c. Serah Terima Proyek
d. Pemeliharaan Konstruksi
2. K3 Instalasi Listrik, Lift dan Petir
a. K3 listrik tersirat dalam Bab II Pasal 2 ayat (2) huruf q UU 1170, yaitu
tertulis : di setiap tempat dimana dibangkitkan, diubah, dikumpufkan
disimpan, dibagi-bagikan atau disafurkan fistrik, gas, minyak atau air.
Dari ketentuan tersebut dapat digambarkan ruang lingkup K3 listrik, yaitu
mulai dari pembangkitan, jaringan transmisi Tegangan Ekstra Tinggi
(TET), Tegangan Tinggi (TT), Tegangan Menengah (TM) dan jaringan
distribusi Tegangan Rendah (TR) sampai dengan setiap tempat
pemanfaatannya, khususnya tempat kerja.

Pusat J aringan ----. Para


Pembangkit TET - IT - TM - TR Pelanggan

b. Memperhatikan Pasal 3 ayat (1) huruf q UU 1/70 tertulis Oengan


peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat K3 untuk mencega.1J
terkena afiran listrik berbahaya.

c. Menurut ketentuan PUlL 2000 listrik yang berbahaya adalah listrik yang
memiHki tegangan lebih dari 25 Volt di tempat lembab atau 50 Volt di
tempat yang normal.

d. Ruang lingkup obyek sistem proteksi petir sesuai Permenaker No Per-


02/Men/1989 adalah yang dipasang di setiap tempat kerja, hanya untuk
konvensional dan sistem elektro statik dan hanya mengatur perlindungan
sambaran langsung.
Sambaran langsung adalah pelepasan muatan listrik dari awan ke bumi
melalui obyek yang tertinggi. Obyek yang dilalui arus petir tadi adalah
tersambar petir secara langsung, selanjutnya akan menyebar ke bumi ke
segala arah hingga netral. Obyek yang tersambar dan dialiri arus dan
tegangan petir akan merasakan pengaruh secara langsung yaitu suhu
yang sangat tinggi bisa mencapai 30.000 cC, tegangan dan kuat arus yang
tinggi dapat mengakibatkan kerusakan secara fisiko

Penyebaran arus dan teganan petir di dalam bumi akan menyebar ke


berbagai penjuru. Kemungkinan dari itu dapat dirasakan oleh grounding
instalasi Iistrik pada bangunan itu sehingga penghantar bumi bertegangan
@
~~:"~
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & lINGKUNGAN
lP2K3l A2K4 -INDONESIA

petir yang akibatnya terjadi beda potensial pada jaringan instalasi listrik R,
S, T bertegangan 220 V sedangkan penghantar pengaman dan
penghantar netral bertegangan petir. Ini yang disebut dengan sambaran
tidak langsung yang dapat merusak peralatan Iistrik dan peralatan
elektronik yang ada di dalam bangunan itu. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No Per-02/Men/1989 tidak mengatur syarat-syarat sistem proteksi
sambaran petir tidak langsung.

e. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift


Membuat, memasang, memakak pesawat lift dan perubahan teknis
maupun administrasi.

3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Penanggulangan Kebakaran.


a. Tindakan pencegahan agar tidak terjadi kebakaran dengan cara
mengeliminir atau mengendalikan berbagai bentuk perwujudan energi
yang digunakan hendaknya diprioritaskan pada masalah yang paling
menonjol dalam statistik penyebab kebakaran.
b. Upaya mengurangi tingkat keparahan risiko kerugian yang terjadi maupun
jatuhnya korban jiwa, dengan eara melokalisasi atau kompartemenisasi
agar api, asap dan gas tidak mudah meluas ke bagian yang lain.
c. Penyediaan / instalasi proteksi kebakaran seperti sistim deteksi / alarm
kebakaran dan alat pemadam api ringan, hydrant, springkler atau instalasi
khusus yang handal dan mandiri melalui perencanaan, pemasangan dan
pemeliharaan.
d. Tersedianya sarana jalan untuk menyelamatkan diri yang aman, lancar
dan memadai sesuai jumlah orang dan bentuk konstruksi bangunan. .
e. Terbentuknya organisasi tanggap darurat untuk menanggulangi bila terjadi
bahaya kebakaran.

4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mekanik


a. Perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, penggunaan atau
pengoperasian dan pemeliharaan pesawat tenaga dan produksi.
b. Perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, penggunaan atau
pengoperasian dan pemeliharaan pesawat angkat dan angkut.
c. Operator yang mengoperasikanperalatan pada a dan b.

5. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Uap bejana tekan


a. Perencanaan, pembuatan, pernasangan atau perakitan, modifikasi atau
reparasi dan pemeliharaan pesawat uap dan bejana tekan.
b. Operator yang mengoperasikan peralatan tersebut.


@
v,@<}\
LEMBAGA PENDIDIKAN PEtAlIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 - INDONESIA

6. Kesehatan Ke~a
a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan ke~a

- Sarana
- Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan ke~a, dokter perusahaan dan
paramedis perusahaan)
- Organisasi (pimpinan unit PKK, pengesahan penyelenggaraan PKK)
b. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan ke~a tenaga kerja (awal, berka/a,
khusus dan puma bakti)
c. Pelaksanaan P3K (Petugas, Kota1< dan lsi Kotak P3K)
d. Pelaksanaan gizi kerja (pemeriksaan gizi dan makanan bagi tenaga kerja,
kantin dankatering pengelola makanan bagi tenaga kerja, pengelola dan
petugas kotak ring)
e. Pelaksanaan pemeriksaan syarat-syarat ergonomi
f. Pelaksanaan pelaporan (PKK, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja,
penyakit akibat ke~a)

..
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

BAB.3.
PERATURAN DAN PERUNDANG
UNDANGAN JASA KONSTRUKSI

3.1. KEBUTUHAN PP UNTUK PENGATURAN JASA KONSTRUKSI


UU JASA KONSTRUKSI MATERI MUATAN PP KETENTUANPERATURAN
PERUNDANGUNDANGAN YANG
HARUS DIINTEGRASIKAN
KEDALAM PP

PPJ UU No. 11/67 Pertambangan

Bab 1 Kelentuan Umum (tentang usaha & peran UU No. 15/85Ketenagalistrikan


masyarakatjasa konstruksi)

Bab " asas & tujuan Pasal7 Jenis usaha, benluk usaha, UU No. 1/95 Perseroan Terbatas
bid. Usaha
Pasal10 Perizinan usaha, klasifikasi UU No. 12/97 hak cipta
& kualifikasi Usaha, sertifikasi UU No. 13/2003 Ketenagake~aan

keahlian & keterampilan (Pengganti UU No 25 /1997)

Bab III Usaha Jasa Konstruksi Pasal 34 Ketentuan mengenai forum UU No. 23/97 Pengelolaan
dan lembaga lingkungan Hidup
Pasal42 (3) Tatalaksana & UU No. 24/92 Penataan uang
penerapan sanksi UU No.1170 Keselamatan kerja

PP II
Bab IV Pengikatan peke~aan(tentang penyelenggaraan jakons.) UU No. 3/92 Jamsostek
Konstruksi Ps.21 tata cara pemilihan penyedia UU No.5/99 Larangan praktek
jasa, Penyiapan dohmen pemilihan Monopoli & Persaingan
dan dokumen Penawaran, Penetapan usaha tidak sehat
penyedia jasa Pasal22 (3) Kontrak UU No.8/99 Per1indungan
ke~a kontruksi Konsumen
UU No. 22/99 Pemerinlah
Daerah
UU No. 1/87 Pemerintah Daerah
UU No. Pemerintah Daerah
Bab V Penyelenggaraan Pek. Pasal23 (4) Penyelenggaraan pekerjaan
Konstruksi Kontruksi

Bab VI Kegagalan bangunan Pasal25 Kegagalan bangunan


Uangka waktu, penilai ahli, tanggung jawab)

Bab VII Peran masyarakat Pasal42 (3) Tatalaksana dan penerapan sanksi

PP III
(Tentang penyelenggaran pembinaan jasa
konstruksi)
Bab IX Penyelesaian sengketa
Bab X Sanksi Pasal35 (1) Ketentuan mengenai pembinaan
Bab XI Ketentuan Peralihan Pasal 35 (5) Tugas pembinaan oleh pemerintah
Bersama dengan mayarakatjasa konstruksi
Bab XII Ketentuan Penutup Pasal 42 (3) Tatalaksana dan penerapan sanksi
lEMBAGA PENDIDIKAN & PElATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & lINGKUNGAN
'f==~.:y lP2K3l A2K4.INDONESIA

3.2. UNDANG-UNDANG NO. 18 TAHUN 1999, TENTANG JASA


KONSTRUKSI

3.2.1. DASAR PERTIMBANGAN NASIONAl

1. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan


makmur yang merata meterial dan spiritual berdasarkan pancasila dan
undang-undang dasar 1945.
2. Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi,
social dan budaya yang mempunyai peran penting dalam pencapaian
berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan
nasional.
3. Berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum
berorientasi:
a. Baik kepada kepentingan pengembangan jasa konstruksi, sesuai
dengan karakteristiknya yang mengakibatkan kurang
berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya
saing secara optimal
b. Maupun bagi kepentingan masyarakat.

3.2.2. PERTIMBANGAN (Dari Sisi Dunia Jasa Konstruksi)

1. KONOISI YANG ADA


a. Belum terwujudnya mutu produk. waktu pelaksanaan dan
efisiensi pemanfaatan sumber daya.
b. Rendahnya tingkat kepatuhan pengguna jasa dan penyedia jasa.
c. Belum terwujudnya kesejajaran kedudukan antara pengguna
jasa dan penyedia jasa dalam hal hak dan kewajiban.
d. Belum terwujudnya secara optimal kemitraan yang sinergis baik
antar BUJK maupun antara BUJK dan masyarakat.

2. MAKSUD
a. Tertib usaha jasa konstruksi
b. Pemberdayaan jasa konstruksi nasional untuk:
1. Mengembangkan kemampuan
2. Meningkatkan produktivitas saing
3. Menumbuhkan daya saing
c. Kedudukan yang adil dan serasi antara pengguna jasa dan
Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
d. Kemitraan sinergis dalam Jasa Konstruksi. .

3. JENIS USAHA
a. Usaha Perencanaan
b. Usaha Pelaksanaan
c. Usaha Pengawasan
@
i:.~~~,
LEM'AGA PENDIDIKAN & PELATINAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

4. BENTUK USAHA
a. Orang Perseorangan
b. Badan Usaha

5. BIDANG USAHA
a. Arsitektural
b. Sipil
c. Mekanikal
d. Elektrinal
e. Tata Ungkungan

6. PERSYARATAN PERSONIL
a. Perencana, Pengawas, Tenaga Tertentu: memiliki sertifikat
keahlian
b. Tenaga Teknik:
c. memiliki sertifikat ketrampilan, dan keahlian ke~a

7. PERSYARATAN USAHA
a. Memiliki izin usaha
b. Memiliki sertifikat, kJasifikasi, dan kualifikasi usaha
c. Usaha orang perseorangan: memiljki sertifikat ketrampilan kerja
dan sertifikat keahlian kerja

8. TANGGUNG JAWAB PROFESI


(Berlandaskan prinsiP):
a. Keahlian sesuai kardah keilmuan
b. Kepatuhan dan kejujuran intelektual
lEMBAGA PENDIDIKAN & PElATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & llNGKUNGAN
~=.:>I lP2K3l A2K4 . INDONESIA

"REWARD" "SANCTION"

TANGGUNG
JAWAB
PROFESIONAL

IMBAL KODE
JASA ETIK
PROFESI

KEAHLIAN
KETERAMPILAN

REGISTRASI
KUALIFIKASI
KLASIFIKASI
SERTIFlKASI

3.2.3. PENGUSAHAAN

1. TATA HUBUNGAN TRANSAKSIONAL:


a. Pengikatan Pekerjaan Konstruksi
b. Penyelenggaraan Peke~aan Konstruksi
c. Pengaturan Kegagalan Bangunan
2. PERLINDUNGAN PEKERJA:
a. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
b. Jaminan Sosial
Mengikuti:
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
~:=.J,j LP2K3L A2K4 -INDONESIA

Uu 1/70 Keselamatan Kerja


Uu 14/89 Kesehatan Kerja
Uu 3/92 Jaminan Sosial

3. MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI


a. Forum
b. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK)

4. PEMERINTAH

a. Pembinaan (Pengaturan, Pemberdayaan Dan Pengawasan)

3.2.4. SISTEMATtKA SATANG TUBUH

1. UU Terdiri Dari:
a. 12 Bab
b. 46 Pasal
2. Bab I: Ketentuan Umum
3. Bab " : Asas Dan Tujuan
4. Bab III: Usaha Jasa Kontruksi
5. Bab IV: Pengikatan Pekerjaan Kontruksi
6. Bab V: Penyelenggaraan Pekerjaan Kontruksi
7. Bab VI : Kegagalan Bangunan
8. Bab VII: Per~ln Masyarakat
9. Babvlll: Pembinaan
10. Bab IX: Penyelesaian Sengketa
11. Bab X : Sangsi
12. Bah XI: Ketentuan Peralihan
13. Bab XII : Ketentuan Penutup

Babl
Ketentuan Umum

Pengertian:
Jasa Konstruksi
Pekerjaan Konstruksi
Pengguna Jasa
Penyedia Jasa
Kontrak Kerja Konstruksi
Kegagalan Bangunan
Forum
Registrasi
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
't""'~~ LP2K3L A2K4 -INDONESIA

Bab II
Asas Dan Tujuan

2.1 Asas
Kejujuran Dan Keadilan
Manfaat
Keserasian BAG!
Keseimbangan KEPENTINGAN
MASYARAKAT,
Kemandirian
BANGSA DAN
Keterbukaan NEGARA
Kemitraan
Keamanan Dan Keselamatan

2.2 TUjuan
Memberikan Arah Pertumbuhan Dan Perkembangan Jasa Konstruksi
Nasional
Mewujudkan Tertib Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Yang
Menjamin Kesetaraan Kedudukan Antara Pengguna Jasa Dan Penyedia
Jasa Dan Dipenuhinya Ketentuan Yang Berlaku
. Mewujudkan Peningkatan Peran Masyarakat

PENJELASAN TENTANG 8 (DELAPAN) ASAS

1. Asas kejujuran dan keadilan:

2. ASAS MANFAAT:
Kegiatan jasa konstruksi berdasarkan prinsip profesionalisme,
efisiensi dan efektifitas untuk menjamin terwujudnya nilai tambah
optimal bagi pihak pihak dan kepentingan nasional.

3. ASAS KESERASIAN:
Harmoni dalam interaksi antara pengguna dan penyedia jasa
untuK menghasilkan produk yang berkualitas da bermanfaat tinggi
serta berwawasan lingkungan.

4. ASAS KEsEIMBANGAN:
Berdasarkan pada prinsip keseimbangan antara kemampua
penyedia jasa dan beban kerjanya.

5. ASAS KEMANDIRIAN:
Tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa konstruksi nasioal.

6. ASAS KETERBUKAAN:
Tersedianya informasi yang dapat diakses oleh pihak yang
berkepentingan dan masyarakat.

7. ASAS KE MITRAAN:
Hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, timbal balik
dan sinergis.
@ {"0..:~,
LEMBAGA PENDIDIKAN. PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

8. ASAS KEAMANAN DAN KESELAMATAN:


Terpenuhinya Tertib Penyelenggaraan, Keamanan Lingkungan
Dan Keselamatan Kerja Serta Pemanfaatannya Dengan
Memperhatikan Kepentingan Umum.

BABIII
USAHA JASA KONSTRUKSI

3.1 BAGIAN PERTAMA: JENIS, BENTUK DAN BIDANG USAHA

a. JENIS USAHA
Usaha perencanaan konstruksi
Usaha pelaksanaan konstruksi
Usaha pengawasan konstruksi

b. BENTUK USAHA
Usaha orang perseorangan
Badan usaha (bukan bad an hukum dar. badan hukum/pt.
& badan hukum asing yang dipersamakan

c. BIDANG USAHA
Pekerjaan arsitektural
Pekerjaan sipil
Pekerjaan mekanikal
Pekerjaan elektrikal
Pekerjaan tata lingkungan

CA TA TAN: PENGATURAN LEBIH RINCI TENTANG JENIS, BENTUK & BIDANG USAHA, DIURAIKAN
DALAM P.P.

3.2 BAG/AN KEDUA: PERSYARATAN USAHA, KEAHLIAN DAN KETERAMPILAN

1. Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas


konstruksi yang berbentuk badan usaha:
Memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha
Memiliki sertifikat, klasifikasi dan kualifikasi perusahaan
2. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang
perseorangan:
Memiliki sertifikat keahlian
3. Pelaksana konstruksi orang perseorangan:
Memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian
kerja
4. Orang perseorangan yang diperkerjakan oleh badan usaha
sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau
tenaga pelaksanan konstruksi tertentu harus memiliki sertifikat
keahlian
@~.~..'~
LIM'AGA PENDIDIKAN & PELATI"AN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

5. Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang


bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat
keterampilan dan keahlian kerja

3.3 BAGIAN KETIGA: TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL

Tanggung jawab perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan


pengawas konstruksi terhadap hasil pekerjaannya dilandasi prinsip-
prinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan dan kejujuran intelektual.

Pemenuhan tanggung jawab tersebut dapat ditempuh melalui


mekanisme pertanggung, sesuai peraturan perundang-undang.

3.4 BAGIAN KEEMPAT: PENGEMBANGAN USAHA

Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur


usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis
antara usaha yang besar, menengah dan kecil serta antara usaha
yang bersifat umum, spesialis dan keterampilan tertentu.
Untuk mengembangkan usaha jako diperlukan dukungan dari
mitra usaha, antara lain melalui pendanaan ( perbankan dan
non perbankan) dan pengembangan jenis pertanggungan
(insurance risks seperti professional indemnity & liability insurance
serta construction all risk)

BABN
PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

4.1 BAGIAN PERTAMA: PARA PIHAK (MASING-MASING MEMPUNYAI HAK & KEWAlIBAN
SESUAI DENGAN FUNGSINYA)
a. Penggunajasa
b. Penyedia jasa
perencana konstruksi }
Perencana konstruksi prinsipnya terpisah
Perencana konstruksi .

c. Dalam hal tertentu, diperkenankan penggabungan fungsi-fungsi


(perencanaan, pelaksanaan & pengawasan)
Secara terintegrasi berdasarkan pertimbangan teknologi canggih, resiko
tinggi & biaya besar dan dilaksanakan oleh penyedia jasa pelaksanaan
konstruksi (contoh: epc dan design -build); atau pekerjaan yang berskala
kecil.

4.2 BAGIAN KEDUA: PENGIKATAN PARA PIHAK


Dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat mela!ui pemilihan
penvedia iasa dengan:
@~{.. 0l
LEMBAGA PENDIDIKAN PELArrHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

Gara pelelangan umum atau terbatas


Dalam hal tertentu dengan pemilihan langsung atau penunjukan
langsung

4.3. BAGIAN KETIGA: KONTRAK KERJA KONSTRUKSI (3K)

1. 3K MENGATUR/MEMUAT:
a. Hubungan kerja para pihak
b. Sekurang-kurangnya:
Identitas para pihak
Rumusan pekerjaan
Masa pertanggungan
Tenaga ahli yang melaksanakan pekerjaan
konstruksi
Hak dan kewajiban para pihak
Gara pembayaran
Gidera janji
Penyelesaian perselisihan
Pemutusan
Keadaan memaksa
Kegagalan bangunan
Perlindungan pekerja
Aspek lingkungan
c. Ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual (untuk
jasa konsultasi konstruksi)
d. Pemberian insentif (berdasarkan kesepakatan para pihak)
e. Sub penyedia jasa dan pemasok (terutama untuk jasa
pelaksanaan konstruksi)
2. 3k dibuat dalam bahasa indonesia dan dalam hal 3k dengan pihak
asing dapat dibuat da[am bahasa indonesia dan bahasa inggris
3. Ketentuan kkk di atas juga berlaku untuk kkk antara peneyedia
jasa dan sub penyedia jasa

CATATAN: PENGATURAN LEBIH RINCI TENTANG IKK, HAKI, INSENTIF DAN SUB PEMBERI JASA
& PEMASOK DIURAIKAN DALAM P.P.

BABV
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

5.1. PENYELENGGARAN PEKERJAAN KONSTRUKSI meliputi tahap perencanaan dan


tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing
dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan dan pengakhiran

5.2. TAHAPAN DAN KEGIATAN DIMAKSUD HARUS MEMENUHI KETENTUAN TENTANG:


a. Keteknikan
b. Ketenaga kerjaan
c. Tata pengelolaan lingkungan
d. Semua kewajiban lainnya yang dipersyaratkan
@ fL-0~
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATINAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
, lP2K3l A2K4 INDONESIA

CA TA TAN: URAIAN LEBIH RINCI TENTANG PENYELENGGARAN


PEKERJAAN KONSTRUKSI DIATUR LEBIH LANJUT DALAM P.P.

BABVI
KEGAGALANBANGUNAN

6.1 KETENTUAN UMUM


a. Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas
kegagalan bangunan
b. Kegagalan bangunan dihitung sejak penyerahan akhir pekerjaan
konstruksi dan selama-Iamanya 10 tahun
c. Kegagalan bangunan ditetapkanpihak ketiga selaku penilai ahli

6.2 KEGAGAlAN BANGUNAN KARENA:

a. Kesalahan perencanaan atau pengawasan bangunan, tanggung


jawab perencana atau pengawas bangunan tsb
b. Kesalahan pelaksanaan konstruksi, tanggung jawab pelaksana
I<onstruksi
c. Kesalahan pengelolaan dan pemanfaatan bangunan, tanggung
jawab pengguna jasa

CA TA TAN: URAIAN LEBIH RINCI TENTANG KEGAGALAN BANGUNAN DIATUR LEBIH LANJUT
DALAM P.P.

BABVII
PERAN MASYARAKAT

7.1 BAGIAN PERTAMA: HAl< DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

a. HAK MASYARAKAT
Melakukan pengawasan atas pelaksanaan jasa konstruksi
Memperoleh penggantian yang layak atas setiap kerugian
yang dialami secara langsung sebagai akibat
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi

b. KEWAJIBAN MASYARAKAT
Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku
di bidang pelaksanaan jasa konstruksi.
Membantu pencegahan terjadinya pekerjaan konstruksi
yang membahayakan kepentingan umum.

7.2 BAGIAN KEDUA: MASYARAKAT JASAKONSTRUKSI

a. MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI (bagian dari masyarakat),


berperan dalam berbagai aspek yang berhubungan dengan usaha
dan pekerjaan jasa konstruksi.
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
'F""==-.1>j LP2K3L A2K4.INDONESIA

b. PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI tersebut dilaksanakan


melalui suatu forum dan dalam hal pelaksanaan pengembangan
operasional jasa konstruksi dilakukan melalui lembaga
independen dan mandiri.

c. FORUM JASAKONSTRUKSI
Forum terdiri dari atas wakil-wakil:
o Asosiasi perusahaan jasa konstruksi
o Asosiasi profesi jasa konstruksi
o Asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha
jasa konstruksr
o Masyarakat intelektual
o Or-mas yang berkaitan dan berkepentingan dengan
jasa konstrukis atau yangmewakili konsumen jasa
konstruksi
o Instansi pemerintah
o Unsur-unsur lain yang dianggap perlu
Fungsi forum:
o Aspirasi masyarak1t
o Pengembangan jasa konstruksi
o Pengawasan masyarakat
o Masukan kepada pemerintah

d. LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI

Lembaga terdiri dari atas wakil-wakil:

o Asosiasi perusahaan jasa konstruksi


o Asosiasi profesi jasa konstruksi
o Pakar/perguruan tinggi yang berkaitan dengan
bidang jasa konstruksi
o Instansi pemerintah

Fungsi lembaga:

o Melakukan atau mendorong penelitian dan


pengembangan jasa konstruksi menyelenggarakan
diklat
o Melakukan registrasi yang meliputi klasifikasiI

kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian


kerja
o Melakukan registrasi usaha jasa konstruksi
o Mendorong dan meningkatkan peran arbitrase,
meditasi dan penilai ahli dibidang jasa konstruksi

Untuk mendukung kegiatan organisasinya, lembaga dapat


mengusahakan perolehan pendanaan dari masyarakat jasa
konstruksi yang berkepentingan.
@
le...\
LEMBAGA PENDIDIKAN PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

BABIX
PEMBINAAN
PEMERINTAH MELAKUKAN PEMBINAAN DALAM BENTUK :
Pengaturan
Pemberd ayaa n
Pengawasan

BABIX
PENYELESAIAN SENGKETA

9.1 BAGIAN PERTAMA: UMUM

Penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di


luar pengadilan, berdasarkan pilihan secara sukarela
Penyelesaian diluar pengadilan tidak dapat dilakukan terhadap
tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
(sesuai kuh pidana)
Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan
melalui arbitrase, gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh untuk eksekusi keputusan arbitrase

9.2 BAGIAN KEDUA: PENYELESAIA SENGKETA 01 LUAR PENGADILAN

Menyangkut masalah-masalah yang timbul dalam:


o Kegiatan pengikatan
o Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
o Kegagalan bangunan
Untuk menyelesaikan sengketa dapat digunakan jasa pihak ketiga
yang disepakati oleh kedua belah pihak
Pihak ketiga dibentuk oleh pemerintah dan/atau masyarakat jasa
konstruksi

9.3 BAGIAN KEnGA: GUGATAN MASYARAKAT

Masyarakat yang dirugikan berhak mengajukan gugatan ke


pengadilan secara orang perseorangan, kelompok orang dengan
pemberian kuasa, kelompok orang tidak dengan kuasa melalui
gugatan perwakilan class action
Pemerintah harus berpiahk dan bertindak untuk kepentingan
masyarakat, dalam hal peri kehidupan pokok masyarakat
terganggu akibat penyeleggaraan pekerjaan konstruksi
Tata cara gugatan masyarakat, sesuai hukum acara perdata

BABX
SANKSI

a. SANKSI AOMINISTRASI OAPAT BERUPA:

Peringatan tertulis
@
*-IJ?~\
LEMBAGA PENDIDIKAN PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATANKERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

Pembatasan kegiatan usaha atau profesi


Penghentian sementara pekerjaan konstruksi
Pembekuan ijin usaha dan atau profesi
Pencabutan ijin usaha dan atau profesi
Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi
Pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi
Pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi

b. SANKSI ADMINISTRATIF DIKENAKAN KEPADA:


Pengguna jasa (berupa a.1, a.2, a.3, a.6, a.7, dan a.8)
Penyedia jasa (berupa a.1, 'a.2, a.3, a..4, dan a.5)

C. DALAM HAL PENYELENGGARAAN T1DAK MEMENUHI KETENTUAN KETEKNIKAN DAN


MENGAKIBATKAN KEGAGALAN PEKERJAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI ATAU
KEGAGALAN BANGUNAN:
Perencana dikenai pidana paling lama 5 tahun penjara atau
denda max. 10% dari nilai kontrak
Pelaksana di pidana max. 5 tahun penjara atau denda max.1 0%
dari nilai kontrak
Untuk pengawas dikenakan pidana max. 5 tahun penjara atau
denda max. 10 % dari nilai kontrak

CA TA TAN URAIAN TENTANG TATA LAKSANA & PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DIATUR
DALAM P,P.

BABXI
PENYEDIA JASA DALAM WAKTU SATU TAHUN DIBERI KESEMPATAN UNTUK MELAKUKAN
PENYESUAIA DENGAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG INI

BABXII
KETENTUAN PENUTUP

Semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan


dengan u.u ini dinyatakan tidak berlaku.
Semua peraturan pelaksanaan tetap berlaku, sampai diadakan
peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan uu ini.
U.u ini berlaku mulai taggal 7 mei tahun 2000.

3.2.6. IMPLIKASI UUJK TERHADAP PERAN UTAMA DUNIA JASA KONSTRUKSI

3.4.1. PENYEDIA JASA

Badan usaha / usaha perorangan (dalam negeri/asing) harus


anggota asosiasi untuk mendapatkan izin usaha dari pemerintah
Tenaga kerja pelaksana pekerjaan konstruksi (dalam
negeri/asing) harus memiliki sertifikat keterampilan I keahlian
kerja yang dikeluarkan oleh lembaga / asosiasi
@
0,~ 0~\
LEMBAGA PENDID"AN & PELATINAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
lP2K3l A2K4 INDONESIA .

Badan usaha/usaha perorangan (dalam negerilasing) harus


diregistrasi oleh lembaga
Pelanggaran kewajiban tentang perijinan dan sertifikasi I registrasi
dikenakan sanksi
Menyediakan jaminan terhadap kegagalan bangunan selama
masa pertanggungan
Pertanggungjawaban profesional terhadap hasil pekerjaan
dilakukan melalui mekanisme pertanggungan (asuransi)
Berhak mendapat ganti rugilkompensasi akibat pengguna jasa
mengubah keputusannya, pengurangan volume pekerjaan,
terlambat memutuskan, terlambat membayar
Pelanggaran terhadap ketentuan tehnik dikenai sanksi pidana 5
tahun penjara atau denda

3.4.2. PENGGUNA JASA

Menunjukkan bukti kemampuan membayar


Membayar kompensasi keterlambatan membayar, perubahan
kontrak, kelalaian dan kesalahan dalam penggunaan hasH
konstruksi
Memberikan penghargaan atas prestasi lebih dalam
menyelesaikan pekerjaan lebih cepat tanpa mengurangi
kualitasnya .
Berhak melakukan intervensi terhadap hubungan kerja dengan
sub-penyedia jasa berdasar adanya itikad tidak baik dari
pelaksana utama kontrak, sampai ke pemutusan kontrak bila
memperkerjakan sub penyedia jasa tanpa siizin pengguna jasa

3.4.3. MASYARAKAT UMUM

Masyarakat umum yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan


konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan.

3.4.4. PENGUSAHAAN & HUBUNGAN TRANSAKSIONAL

Landasan penunjukan langsung/pemilihan lang sung adalah untuk


penanganan darurat, pekerjaan kompleks, pekerjaan yang harus
dirahasiakan, pekerjaan skala kecil
Penetapan penyedia jasa adalah secara harga terendah dan
terevaluasi
Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, pengawasan harus
dilakukan secara terpisah, dapat dilakukan secara terintegrasi
dengan memperhatikan besaran biaya dan efisiensi, teknologi
canggih dan risiko besar
Jangka waktu pertanggungan atas kemungkinan gagal bangunan
ditentukan maksimal 10 tahun sejak f.h.o (final handed over)
Mekanisme pertanggungan dapat dilakukan melalui asuransi
@{$~\
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 - INDONESIA

3.2.6. ISU POKOK DALAM PROSES TRANSFORMASI MASYARAKAT DAN


DUNIA JASA KONSTRUKSI

PERUBAHAN PANDANGAN DUNIA USAHA JASA KONSTRUKSI

Dan usaha perdagangan menjadi usaha professional;


Dari usaha yang risikonya tidak mengandung unsure
pidanalperdata menjadi usaha yang berisiko pidana dan perdata
serta memiliki pertanggungan;
Dari usaha yang siapa saja dapat masuk menjadi usaha yang
sangat selektif berdasarkan profesionalisme yang
dipertanggungjawabkan secara hokum;
Dari usaha yang profesionalismenya betum terukur menjadi yang
profesionalismenya terukur melalui proses klarifikasi dan
kualifikasi serta registrasi yang baku.

PEMBERDAYAAN(EMPOWERMENT)MASYARAKAT

Pemberian kewenangan kepada kelompok profesi dalam


masyarakat yang sangat heterogen dapat membawa
kecemburuan;
Bagaimana menjagalmengerem pertentangan kepentingan
dalam kelompok profesi yang terpilih;
Unsur struktur lembaga swadaya masyarakat profesi
memerlukan lembaga yang memegang kewenangan paling
tinggi dan dilengkapi dengan sistem perwakilan.

3.3. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLJK 'tlDONESIA NOMOR 28


TAHUN 2000
Tentang USAHA DAN PERAN MASYARAKATJASA KONSTRUKSI

3.3.1. TUJUAN PP No. 28/2000


( Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi )
Tertib usaha jasa konstruksi
Jasa konstruksi nasional yang handal
Peningkatan peran masyarakat di bidang usaha jasa konstruksi

PASAL 7
Ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan bidang usaha
sebagairnana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah

PASAL10


@
f{..>N~.
<EMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & LINGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

Ketentuan mengenai penyelenggaraan penzlnan usaha, klasifikasi usaha,


kualifik.asi usaha, sertifikasi keterampilan dan sertifikasi keahlian ke~a
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan pasal 9 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah

PASAL 34
Ketentuan mengenai Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan
lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah

PASAL42 (3) ,
Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi
dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan
pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan
dan menyebabkan timbulnya kegagalan peke~aan konstruksi atau kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan
denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dan nilai kontrak.

3.3.2. LINGKUP USAHA & PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI

MENGATUR TENTANG:
Lingkungan usaha:
.... persyaratan umum untuk berusaha
.... Ketentuan tenaga ke~a konstruksi
<T Penerapan sanksi
<T Sistem informasi
<7 Masa peralihan
Peran masyarakat jasa konstruksi
3.3.3. 151 PP No. 28/2000

I. Ketentuan umum
IL Usaha jasa konstruksi
III. Tenaga kelja konstruksi
IV. Peran masyarakat jasa konstruksi
V. Tata laksana dan penerapan sanksi
VI. Ketentuan lain-lain
VI L Ketentuan peralihan
VllLKetentuan penutup

I. KETENTUAN UMUM
Pengertian
1. Sertifikasi
2. Sertifikat
3. Akreditasi
4. Lembaga
5. Klasifikasi & Kualifikasi
6. Badan Usaha
7. Menteri

.Lingkup Pengaturan
~
~ LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
~\ KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

1. Usaha Jasa Konstruksi


2. Peran Masyarakat

II. USAHA JASA KONSTRUKSI


Jenis, Bentuk dan Bidang Usaha
Klasifikasi dan Kualifikasi
Registrasi Badan Usaha Jasa Konstruksi
Akreditasi Asosiasi Badan Usaha
Perizinan Usaha Jasa Konstruksi

III. JENIS BENTUK DAN BIDANG. USAHA


Jenis Usaha:
Jasa perencanaan
Jasa pelaksanaan
Jasa pengawasan

Bentuk Usaha:
Usaha perseorangan dan badan usaha nasional maupun asing

Bidang usaha:
Pekerjaan arsitektural
Pekerjaan Sipil
Pekerjaan Mekanikal
Pekerjaan Elektrikal
Pekerjaan Tata Lingkungan

IV. KLASIFIKASI DAN KUALlFIKASI

Klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perseorangan dan badan usaha


yang melakukan pekerjaan konstruksi.

Klasifikasi dan kualifikasi dilakukan oleh lembaga untuk menentukan


kompetensi sesuai kemampuannya.
Klasifikasi badan usaha:
Bidang umum
Bidang spesialis dan
Bidang keterampilan
Kualifikasi badan usaha:
Usaha besar, menengah dan keci!
Termasuk usaha orang perseorangan

Regitrasi badan usaha:


Badan usaha nasional
Badan usaha asing

Lembaga melaksanakan Akreditasi Tehadap Asosiasi Badan Usaha dan


Asosiasi Prafesi yang memenuhi persyaratan melakukan sertifikasi
kepada anggotanya.

Perizinan Usaha Jasa Konstruksi dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah


dan berlaku untuk seluruh Indonesia.
~
\ LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
fJj" KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & LINGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA .

V. TENAGA KERJA KONSTRUKSI

Mengatur tentang
Sertifikasi keahlian dan sertifikasi keterampilan kerja
Tatacara klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja konstruksi
Akreditasi asosiasi profesi serta institusi pendidikan dan
pelatihan

VI. PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI

Forum Jasa Konstruksi


Merupakan sarana komunikasi, konsultasi dan informasi antara
masayarakat jasa konstruksi dan pemerintah dalam bentuk
pertemuan tetap.

Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi terdiri unsur-unsur:


Asosiasi perusahaan
Asosiasi profesi
Pakar & Perguruan Tinggi
Pemerintah

VII. TATA LAKSANA DAN PENERAPAN SANKSI

Tatalaksana Sanksi
o Untuk pelaksanaan tertib usaha jasa konstruksi

Penerapan Sanksi dapat dikenakan kepada:


o Tenaga ke~a ahli dan terampil
o Usaha orang perseorangan
::: Badan usaha
o Asosiasi profesi dan perusahaan
- : - 1 nstitusi pendidikan dan atau pelatihan swasta
o Lembaga

Pemberi sanksi:
o Pemerintah
o Lembaga
c Asosiasi

VI. KETENTUAN LAIN-LAIN

Sistem informasi dikelola lembaga bersifat terbuka untuk


masyarakat, memuat:
o Registrasi
o Izin usaha
o Sertifikat keahlian dan keterampilan yang telah
dikeluarkan
o Sanksi yang telah dikeluarkan
o Kine~a usaha orang perseorangan dan badan usaha
o Informasi lainnya
@~()~\
LEMBAGA PENDIDIKAN & PEIATI'AN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA

Ketentuan yang dikeluarkan oleh lembaga dan menyangkut


masyarakat jasa konstruksi wajib dilaporkan kepada pemerintah
selambat-lambatnya 15 hari hari setelaha dikeluarkan.
Pemerintah dapat membatalkan ketentuan yang diterbitkan oleh
lembaga yang rnerugikan kepentingan umum dan yang
bertentangan dengan perundang-undangan.

VIII. PENUTUP

3.4. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NO. 29 TAHUN


2000, Tentang PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

3.4.1 TUJUAN:
a. Tertib penyelenggraan peke~aan jasa konstruksi
b. Kesetaraan kedudukan pengguna jasa dan penyedia jasa
c. Hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas

3.4.2 151 PP No. 29/2000

I. Ketentuan umum
II. Pemilihan penyedia jasa
111. Kontrak kerja kontruksi .
IV. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
V. Kegagalan bangunan
VI. Penyelesaian sengketa
VII. Larangan persekongkolan
VIII. Sanksi administratif
IX. Ketentuan peralihan
X. Ketentuan penutup

3.4.3 KETENTUAN UMUM

PENGERTIAN
1. Pelelangan umum
2. Pelelanganterbatas
3. Pemilihan langsung
4. Penunjukkan langsung
5. Lembaga

3.4.4 RUANG L1NGKUP


a. Pemilihan penyedia jasa
b. Kontrak kerja konstruksi
c. Penyelenggaran pekerjaan konstruksi
d. . Kegagalan bangunan
e. Penyelesaian sengketa

,, .
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
'f-=='.>j LP2K3L A2K4 -INDONESIA

f. Larangan persengkokolan
g. Tata laksana penerapan sanksi administratif

3.4.5 PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

a. Penyelenggaraan peke~aan konstruksi wajib dimulai dengan tahap


perencanaan yang selanjutnya diikuti dengan tahap pelaksanaan
beserta pengawasannya yang masing-masing dilaksanakan melaJui
kegiatan penyiapan. pengerjaan dan pengakhiran.
b. Lingkup fahap perencanaan peke~aan konstruksi meliputi pra studi
kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum. dan perencanaan
teknik. '
c. Lingkup tahap pelaksanaan beserta pengawasan pekerjaan konstruksi
meliputi pelaksanaan fisik, pengawasan, uji coba dan penyerahan hasil
akhir peke~aan.

Tertib penyelenggraan pekerjaan konstruksi


Penyefenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan:
a. Keteknikan yang meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi
bangunan, mutu hasil peke~aan. mutubahan dan/atau komponen
bangunan dan mutu peralatan sesuai den\:jan standar atau norma yang
berlaku;
b. Keamanan, keselamatan dan kesehatan tempat kerja konstruksi;
c. Perlindungan social tenaga kerja;
d. Tata Iingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup.

Kegagalan Pekerjaan Konstruksi

Kegagalan peke~aan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi


yang tidak sesuai dengan spesifikasi peke~aan sebagaimana disepakati dalam
kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat
kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa.

Kegagalan bangunan

Kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi baik


secara keseluruhan maupun secara sebagian dari segi teknis, manfaat,
kesehatan ke~a dan/atau keselamatan umum.

Jangka waktu pertanggung jawaban

Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan ditentukan


sesuai dengan umur konstruksi yang direncanakan maksimal 10 tahun, sejak
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.

Penilaian Ahli

Kegagalan bangunan dinilai dan ditetapkan oleh satu atau lebih penilai ahli
yang professional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat independent
dan mampu memberikan penilaian secara obyektif yanq harus dibentuk dalam
@
& ,LEMBAGAPENDIDIKAN&PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya laporan mengenai


terjadinya kegagalan bangunan.

3.4.6 LARANGAN PERSEKONGKOLAN

1. Pengguna jasa dan penyedia jasa atau antar penyedia jasa dilarang
melakukan persekongkolan untuk mengatur dan/atau menentukan
pemenang.
2. Pengguna jasa dan penyedia j~sa dilarang rnelakukan persekongkolan
untuk menaikkan nilai peke~aan (mark up)..
3. Pelaksana konstruksi dan/atau sub pengawas konstruksi dilarang
melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan peke~aan
yang tidak sesuai dengan kontrak ke~a konstruksi.
4. Pelaksana konstruksi dan/atau sub pelaksana konstruksi dan/atau
pengawasan konstruksi dan/atau pemasok dilarang melakukan
persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pemasokan badan
dan/atau peralatan yang tidak sesuai dengan kontrak ke~a yang
merugikan pengguna jasa dan/atau masyarakat
5. Pengguna jasa dan/atau penyedia dan/atau pemasok yang melakukan
persekongkolan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundangan yang
bertaku

3.5. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA No. 30 TAHUN 2000


tentang PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI

3.5.1 TUJUAN

Terwujudnya pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsi serta


kewajiban para pihak dalam pekerjaan konstruksi
Terpenuhinya:
Tertib usaha jasa konstruksi
Tertib penyelenggraan peke~aan kpnstruksi
Tertib pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi

Sebagian tugas pembinaan sebagairilana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah


me/akukan pembinaan jasa konstruksi da/am bentuk pengaturan,
pemberdayaan, dan pengawasan dapat dilimpahkan kepada Pemerintah
Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan mengenai tatalaksana dan penerapan sanksi administrative


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

Pembinaan melalui pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan merupakan


tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat

3.5.2 PEM81NAAN TERHADAP PENYEDIA JASA


LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & LINGKUNGAN
If-==~ LP2K3L A2K4 -INDONESIA

Pembinaan jasa konstruksi terhadap peyedia jasa untuk meningkatkan


pemahaman kesadaran dan kemampuan.

Pembinaan terse but wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan


Pemerintah Daerah serta Lembaga.

Pemerintah Pusat menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi dengan:


1. Melakukan pengaturan kebijakan nasional dan menerbitkan dan
menyebarluaskan peraturan perundang-undangan

2. Melakukan pemberdayaan usaha jasa konstruksi:


a. Pengembangan sumber daya manusia
b. Pengembangan usaha
c. DUkungan terhadap lembaga keuangan
d. Dukungan terhadap lembaga pertanggungan
e. Peningkatan kemampuan teknologi

3. Melakukan pengawasan
a. Persyaratan perizinan
b. Ketentuan keteknikan pekerjaan konstruksi
c. Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja
d. Ketentuan keselamatan umum
e. Ketentuan ketenagakerjaan
f. Ketentuan tata Iingkungan

Pemerintah Propinsi menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi (tugas


dekonsentrasi)

Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota


menye!enggarakan pembina an jasa konstruksi (tugas perbantuan)

Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota


menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi tugas otonomi daerah
mengenai:
1. Pengembangan sumbeer daya manusia
2. Peningkatan kemampuan teknologi
3. Pengembangan sistem
4. Penelitian dan pengembangan
5. Pengawasan tata Iingkungan yang bersifat lintas kabupaten dan kota

Penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi oleh Pemerintah Propinsi'


dilakukan dengan eara:
1. Menetapkan kebijakan
2. Menetapkan pengaturan daerah tingkat propinsi
3. Menyebarluaskan peraturan perundang-undangan.


@fl-e~~~
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & lINGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA

BAS. 4.
INTERNATIONAL STANDARDS
AND CODES

Dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, yang


mulai banyak dikenal dimasyarakat luas saat ini adalah diberikan sebagai
berikut ini :

a. OHSAS 18001 :1999, Occupational Health And Safety Assessment


Series

b. OHSAS 18002:2000, Guideline for the implementation of OHSAS


18001 :1999

c. COHSMS, Construction Industry Occupational Health and Safety


Management Systems

d. ILO, Guideline on Occupational Safety and Health Management


System, 2001

e. Guidelines or Development and Application of Hearth, Safety and


Environmental Management Systems, Report No. 6.36/210, E & P
Forum July1994, London
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
'f.E~- LP2K3L A2K4.INDONESIA

PENUTUP

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari perlindungan


tenaga ke~a dari fisiko kecelakaan yang berkembang secara pesat sejak Revolusi
Industri. Dalam sejarah perkembangannya keselamatan dan kesehatan kelja
disamping ditujukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan, juga ditujukan untuk
menghindarkan te~adinya kerugian akibat rusaknya bahan, mesin, alat maupun
hilangnya waktu ke~a. Aspek pertindungan atas dasar kemanusiaan di satu pihak, juga
mencakup aspek yang bersifat ekonomis dari ~isi pengusaha.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur keselamatan dan kesehatan
ke~a mempunyai peranan yang besar di dalam mendorong diterapkannya usaha-
usaha keselamatan dan kesehatan ke~a di perusahaan. Sikap pimpinan kontraktor dan
komitmennya dalam memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan ke~a terhadap
tenaga ke~a seharusnya seimbang dengan tujuan pemikiran untuk mencegah kerugian
ekonomis akibat kecelakaan.
Di Indonesia secara histofis peraturan keselamatan dan kesehatan kerja telah
. ada sejak pemerintahan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan dan dibertakukannya
Undang-undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan termasuk peraturan
keselamatan dan kesehatan kerja yang pada waktu itu berlaku yaitu Viligheids
Reglement telah dicabut dan diganti dengan Undang-undang Keselamatan Kelja,
Lembaran Negara NO.1 Tahun 1970.
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja konstruksi/
proyek sangat tergantung dan kesadaran dan komitmen pimpinan kontraktor, disiplin
para peke~a dan pengawasan pemerintah. Penerapan sanksi yang konsekuen akan
berpengaruh terhadap kepatuhan ketentuan-ketentuan keselamatan dan kesehatan
kerja.
Penggunaan teknologi maju untuk kepentingan kemajuan industri konstruksi
akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan pembanguanan setiap negara.
Untuk menghindarkan dampak yang dapat merugikan tertladap manusia. khususnya
terhadap para pekerja dan lingkungan, maka dibutuhkan peraturan-peraturan maupun
standar-standar yang sesuai dengan perkembangan. Peraturan keselamatan dan
kesehatan kelja tersebut akan menciptakan rasa aman dan memberi rasa
pertindungan terhadap para pekerja.

Anda mungkin juga menyukai