i11~
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
't-==.o.r LP2K3L A2K4.INDONESIA
KATA PENGANTAR
Penulis
2/58
-
@
ft!!!~,
LEMBAGA PENDIDIKAN PEIATiHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
DAFTAR lSI
Kata Pengantar
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pembelajaran .
1. Tujuan Pembelajaran Umum .
Diharapkan agar peserta kursus dapat memahami secara
umum Peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan
'kerja .
2. Tujuan Pembelajaran Khusus '" .
Diharapkan agar peserta kursus dapat memahami tentang :
a. K3 Konstruksi Bangunan, Instalasi Listrik dan
renanggulangan Kebakaran .
b. K3 Mekanik dan Uap - Bejana Tekan .
C. K3 Kesehatan Kerja .
BAB II PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 .
A. Pengertian : .
B. Dasar Hukum .
1. K3 Konstruksi Bangunan, Instalasi Listrik dan
Penanggulangan Kebakaran .
2. K3 Mekanik dan Uap - Bejana Tekan .
3. K3 Kesehatan Kerja .
C. Ruang Lingkup .
1. K3 Konstruksi Bangunan, Instalasi Listrik dan
Penanggulangan Kebakaran .
2. K3 Mekanik dan Uap - Bejana Tekan .
3. K3 Kesehatan Kerja .
BAB III PERATURAN DAN PERUNDANG - UNDANGAL'J JASA
KONSTRUKSI
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA .
3/58
-
@ ~:~
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & lINGKUNGAN
lP2K3l A2K4 -INDONESIA
BAB.1.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diseluruh dunia ribuan kecelakaan terjadi dalam perusahaan setiap hari,
khususnya perusahaan industri. Dari kecelakaan yang terjadi tersebut ada yang
mengakibatkan kematian, cacat permanen atau mengakibatkan pekerja tidak mampu
melakukan pekeqaannya untuk sementara waktu. Setiap kecelakaan tersebut
menyebabkan penderitaan bagi korban maupun bagi keluarganya. Apabila kecelakaan
tersebut mengakibatkan kernatian atau cacat permanen, maka keluarganya akan
mengalami penderitaan yang rnakin berkepanjangan.
Pengertian kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga dari semula
dan tidak dikehendaki yang mengganggu suatu proses dari aktivitas yang telah
ditentukan dari semula dan dapat mengakibatkan kerugianbaik korban manusia
maupun harta benda.
Sedangkan pengertian keselamatan dan kesehatan ;;erja adalah segala daya
upaya atau pemikiran yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempumaan
baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga
kerja menuju masyarakat adil dan makmur.
Norma adalah kaidah-kaidah yang memuat aturan dan berlaku serta ditaati
masyarakat baik tertulis maupun tidak. Dengan demikian pengertian norma
keselamatan dan kesehatan kerja adalah aturan-aturan yang berkaitan dengan
keselamatan dankesehatan kerja yang ditujukan untuk rnelindungi tenaga ke~a dari
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. .
Kerugian akibat kecelakaan dalam bentuk material dapat berupa uang,
. kerusakan harta benda maupun kehilangan waktu kerja. Dilihat dari sisi perusahaan
hal tersebut merupakan pemborosan ekonomi perusahaan. Oleh karena itu
pencegahan kecelakaan di tempat ke~a adalah merupakan tugas yang penting, baik
dilihat dari segi ekonomi maupun dan segi kemanusiaan.
Setiap orang pada dasamya tidak ada yang ingin rnemperoleh kecelakaan
terhadap dirinya maupun terhadap segala harta benda yang dimilikinya. Keinginan
untuk mendapatkan jaminan keamanan terhadap dirinya, tidak adanya gangguan atau
kerusakan terhadap harta benda miliknya merupakan naluri setiap orang dimanapun di
dunia. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatanke~a adalah
hal yang universal dan merupakan naluri setiap orang pada umumnya.
Semua kecelakaan kerja, baik langsung maupun tidak lang sung dianggap
berasal dan kegagalan manusia. Karena manusia bukan mesin, maka tindakan
manusia tidak sepenuhnya dapat diramalkan. Manusia dalam melakukan perbuatan
kadang-kadang membuat kesalahan-kesalahan. Kesalahan dapat dilakukan pada saat
perencanaan pabrik, pengadaanbahan atau alat, pembelian maupun pemasangan
suatu mesin atau instalasi, penempatan seseorang dalam jabatan, pemberian instruksi
atau penugasan, perawatan maupun pengawasan.
Banyak pemikiran yang dicurahkan untuk menyelidiki sebab-sebab
kecelakaan, namun demikian terdapat banyak perbedaan mengenai cara
@
0.\
~
LEM'AGA PENDlDlKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
B. TUjuan Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran Ijmum
Diharapkan agar peserta pelatihan dapat mengerti secara umum Peraturan
Perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Diharapkan agar perserta pelatihan memahami dan mampu menjelaskan
tentang:
K3 Konstruksi Bangunan
K3 Penanggulangan Kebakaran
K3 Mekanik
K3 Kesehatan Ke~a
@~ 0*'\
LEMBAGA PENDIDIKAN PElM'HAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
BAS. 2.
PERATURAN DAN
PERUNDANG-UNDANGAN K3
A. Pengertian
Usaha penanganan masalah keselamatan keIja di Indonesia dimulai pada tahun
1847, sejalan dengan dipakainya mesin-mesin uap uutuk keperluan industri oleh Pemerintah
Hindia Belanda. Penanganan keselamatan keIja pada waktu itu pada dasarnya adalah bukan
untuk pengawasan terhadap pemakaian pesawat-pesawat uap tetapi untuk mencegah teIjadinya
kebakaran yang ditimbulkan akibat penggunaan pesawat uap. Pelaksanaan terhadap
pengawasannya pada waktu itu diserahkan kepada instansi Dienst Van het Stoomwezen..
Dengau berdirinya Dinas Stoomwezen, maka untuk pertama kalinya di Indonesia pemerintah
secara nyata mengadakan usaha perlindungan tenaga keIja dari bahaya kecelakaan.
Pengertian perlindungan tenaga keda pada saat itu adalah tenaga kerja
Belanda yang bekeda di perusahaan-perusahaan di wilayah jajahan Belanda. Pada
waktu itu perlindungan tenaga kerja yang berasal dari orang-orang yang dijajah
dianggap bukan sebagai suatu kepentingan masyarakat oleh pihak pemerintah yang
menjajah.
Untuk membantu kepentingan pengawasan pesawatuap, dirasakan perlunya
suatu unit penyelidikan bahan atau laboratorium yang merupakan bagian dari dinas
Stoomwezen. Laboratorium tersebut diserahkan kepada Sekolah Teknik Tinggi dl
Bandung pada tahun 1912, untuk kepenuan pendidikan. Laboratorium penyelidikan
bahan tersebut kini menjadi bagian dari Oepartemen Perindustrian dengan nama Balai
Penelitian Bahan (B4T).
Pada akhir abad 19 pemakaian pesawat uap meningkat dengan pesat dan
disusul dengan pemakaian mesin-mesin diesel dan Iistrik di pabrik-pabrik. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya sumber-sumber bahaya baru bagi para pekerja dan
kecelakaan ke~a bertambah sering te~adi. Pada tahun 1905, akhimya pemerintah
mengeluarkan Staatsblad No. 521 yaitu peraturan tentang keselamatan keda yang
disebut dengan nama Veiligheids Reglement yang disingkat VR. dan kemudian
diperbaharui pada tahun 1910 dengan Staatsblad No. 406 pengawasannya dilakukan
oleh Oinas Stoomwezen.
Sesudah perang dunia kesatu proses mekanisasi dan elektrifikasi di
perusahaan industri bedalan lebih pesat. Mesin-mesin diesel dan listrik memegang
peranan di pabrik-pabrik, jumlah kecelakaan meningkat sehingga pengawasan
terhadap pabrik-pabrik dan bengkel-bengkel ditingkatkan. Pada tahun 1925 nama
Dienst Van het Stoomwezen diganti dengan nama yang lebih sesuai yaitu Dienst Van
het Veiligheidstoezight, disingkat VT atau Pengawasan Keselamatan Kerja.
Dengan berkembangnya model dan tipe pesawat uap yang didatangkan ke
Indonesia dimana tekanannya juga semakin tinggi, maka pada tahun 1930 pemerintah
mengeluarkan Stoomordinate dan Stoom Verordening dengan Staatsblad No. 225 dan
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
No. 339. Kemudian secara berturut-turut tugas VT ditambah sesual aengan unaang
undang yang dikeluarkan, yaitu pada :
Tahun 1931:
pengawasan terhadap bahan-bahan yang mengandung racun di perusahaan
(pabrik cat, accu, percetakan, dll.) dengan Loodwit Ordonantie, Staatsblad No.
509
Tahun 1932 dan 1933 :
pengawasan terhadap pabrik petasan dengan Undang-undang dan Peraturan
Petasan (Vuurwerk Ordonantie dan Vuurwerk Verordening Staatsblad No. 143
dan No. 10).
Tahun 1938 dan 1939:
pengawasan terhadap jalan rei kereta api loko dan gerbongnya yang
digunakan sebagai alat pengangkutan di perusahaan pertanian, kehutanan,
pertambangan dan sebagainya selain dari jalan kereta api PJKA, yaitu melalui
Industriebaan Ordonantie dan Industriebaan Verordening Staatsblad nomor :
595 dan nomor : 29.
Tahun 1940:
untuk pengawasan yang dilakukan oleh Oinas Pengawasan Keselamatan
Ke~a, para pengusaha ditarik biaya retribusi melalui Retibutie Ordonantie dan
Retributie Verordening, Staatsblad nomor 424 dan nomor : 425.
5. Undang-undang ReI Industri (Industrie Baan Ordon antie, STBL No. 595 Tahun
1938)
Undang-undang ini mengatur tentang pemasangan, penggunaan jalan
jalan rei guna keperluan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan,
kerajinan dan perdagangan. Materi yang diatur termasuk ganti rugi guna
pemakaian bidanq tanah dan jalan-jalan raya, pemakaian jalan rei industrt untuk
ie~,
lfMBAGA PENDIDIKAN' PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA
pihak lain, pengangkutan lewat jalan rei industri, persilangan dan persinggungan,
penanganan dalam menjual dan menghasilkan barang. Tujuan dart pada peraturan
Kelancaran pembangunan
Kearnanan negara
7. Undang-undang NO.3 tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi fLO No. 120
c. Setiap bagian dari badan, lembaga atau kantor pemberi jasa dimana
ketentuan lain yang bersifat nasional ten tang higiene dalam industri,
Materi yang diatur dalam Konvensi ini meliputi kebersihan, ventilasi, suhu,
penerangan, ergonomi, persediaan air minum, tempat cuci dan sanitair, tempat
asuransi.
meliputi:
II
~.@~~
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATI"AN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LPZK3L AZK4 INDONESIA
* Pengawasan
@
~.~~\
LEMBAGA PENDIDIKANO PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA
Untuk mendapatkan tenaga yang demikian tidaklah mudah dan sangat sulit
apabila hanya mengandalkan dari Departemen Tenaga Kerja sendiri.
Karena fungsi pengawasan tidak memungkinkan untuk dipenuhi oleh pegawai
teknis dari Departemen Tenaga Kerja sendiri, maka Menteri Tenaga Kerja dapat
mengangkat tenaga-tenaga ahlidari luar Departemen Tenaga Kerja maupun swasta
sebagai ahli K3 seperti dimaksud dalam pasal1 ayat (6) UU No. tahun 1970.
Dengan sistem ini maka terdapat desentralisasi pelaksanaan pengawasan
keselamatan dan kesehatan ke~a tetapi kebijaksanaan nasional tetap berada, dan
menjadi tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja guna menjamin pelaksanaan
Undang-undang Keselamatan Kerja dapat berjalan secara serasi dan merata di
seluruh wilayah hukum Indonesia.
Dalam pasal 6 diatur tentang tata cara banding yang dapat ditempuh apabila
terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan atau tidak dapat menerima putusan
Direktur dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja. Panitia banding adalah panitia
teknis yang anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan. Tata cara,
susunan anggota, tugas dan lain-lain ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja.
Untuk pengawasan yang dilakukan oleh petugas Departemen Tenaga Kerja
dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan maka pengusaha harus membayar retribusi
seperti yang diatur dalam pasal7.
Agar setiap tenaga kerja mendapatkan jaminan terhadap kesehatannya yang
mungkin dapat diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan kerja yang bertalian
dengan jabatannya dan untuk tetap menjaga efisiensi dan produktivitas kerja, maka
diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap setiap tenaga ke~a baik
secara awal maupun berkala.
Selain dari itu di daram pasal 11 menyebutkan bahwa, daftar jenis penyaKlt
yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden. Tentang jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dijelaskan
bahwa :
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
tenaga ke~a sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan
upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena upaya
penyembuhan memer1ukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika
dibebankan kepada perorangan, rnaka sudah selayaknya diupayakan
penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga
ke~a.
i~~~~~~~~11
13. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1979 Tentang Kesefamatan Kerja Pada
Pemumian Dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi. .
Dalam peraturan ini diatur tentang tata usaha dan pengawasan
keselamatan kerja atas pekerjaan serta pelaksanaan pemumian dan pengolahan
minyak dan gas bumi. Peraturan ini merupakan pelaksanaan daripada Undang
undang Keselamatan Kerja NO.1 Tahun 1970 dan PP. No. 19 Tahun 1973.
15. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbuf Karena
Hubungan Kerja.
Oi dalam peraturan ini tercantum daftar berbagai jenis penyakit yang ada
kaitannya dengan hubungan kelja.
seluruh wilayah hukum Republik Indonesia dan merupakan induk dari segala
peraturan keselamatan kerja yang berada di bawahnya. Meskipun judulnya disebut
dengan Undang-undang Keselamatan Ke~a sesuai buny; pasal 18 namun materi
yang .diatur termasuk masalah kesehatan ke~a.
* TUjuan
@ . ~. q:l\
LEMBAGA PENDIDIKAN PElATiHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
* Ruang Lingkup
Undang-undang Kesefamatan Kerja ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang
didalamnya terdapat tiga unsur, yaitu :
1. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun usaha sosial;
2. Adanya tenaga kerja yang beke~a di dalamnya baik secara terus menerus maupun
hanya sewaktu-waktu;
3. Adanya sUmber bahaya.
@ ~~..:.\
LEMBAGA PENDIDIKAN PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA
6. Memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan yang bertaku bagi usaha dan
tempat ketia yang dijalankannya.
7. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat ketia yang dipimpinnya pada
pejabat Yang ditunjuk oIeh Menteri Tenaga Kerja, sesuai dengan tata cara
pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan yang telah ditentukan.
8. Secara tertulis menempatkan dalam tempat ketia yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan, ketia yang diwajibkan, sehelai undang-undang keselamatan ketia
dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat ketia yang
bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli ke~elamatan kerja.
9. Memasang dalam tempat ketia yang dipimpinannya, semua gambar keselamatan
kerja. Yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat
yang mudah dilihat terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan ketia.
10. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan
pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya. Dan menyediakan bagi
setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan
petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja.
* Sarigsi
Ancaman hukuman dari pada pelanggaran UU NO.1 Tahun 1970 merupakan ancaman
pidana dengan hukuman kurungan selama-Iamanya 3 bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,
3. Peraturan Pelaksanaan
Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan VR 1910 tetap berlaku
berdasarkan pasal 17 sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Keselamatan Kerja.
Peraturan tersebut berupa Peraturan Khusus sebagai berikut :
Peraturan Khusus AA Untuk Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Peraturan Khusus BB Tentang lnstalasi-instalasi Listrik (dicabut)
Peraturan Khusus tc Keselamatan kerja di Pabrik Gula Putih.
@
;l ~~:.
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELAflHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
B. Dasar Hukum
1. Keselamatan dan Kesehatan Ke~a (K3) Konstruksi Bangunan
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-undang No. 1/1970 tentang Keselamatan Ke~a
6. Kesehatan Kerja
Undang-Undang
1. Undang-undang NO.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan Bab III pasal 3 dalam
peraturan perundangan ini menunjukkan bahwa 50% dart syarat-syarat
PERATURAN MENTERI
1. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 tahun 1964 tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan, Serta Penerangan Dalam Tempat Ke~a.
Oi dalam Peraturan ini memuat ketentuan-ketentuan antara lain tentang :
.:. Menghindarkan bahaya keracunan,
.:. Penularan penyakit, atau timbulnya penyakit,
.:. Memajukan kebersihan dan ketertiban,
.:. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup,
.:. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak
menyenangkan,
.:. Penanggulangan sampah,
.:. Persyaratan kakus (We),
.:. Kebutuhan locker (tempat penyimpanan pakaian),
.:. OIl.
KEPUTUSAN MENTERI
1. Keputusan Men~ri Tenaga Kerja Nomer 33 Tahun 1989 Tentang
Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat Ke~a.
Dlagnosa penyakit akibat ke~a dapat ditemukan atau didiagnosa sewaktu
melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga ke~a dan sewaktu
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. Setelah penyakit akibat
kerja didiagnosa harus dilaporkan dalam waktu 2 x 24 jam.
c. Ruang Lingkup
1. K3 Konstruksi Bangunan
a. Perencanaan Proyek
b. Pelaksanaan Fisik Proyek
1) Pekerjaan panggilan
@
~~.
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELAnHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
2) Peke~aan pondasi
3) Pekerjaan konstruksi beton
4) Peke~aan konstruksi baja
5) Pekerjaan finishing
c. Serah Terima Proyek
d. Pemeliharaan Konstruksi
2. K3 Instalasi Listrik, Lift dan Petir
a. K3 listrik tersirat dalam Bab II Pasal 2 ayat (2) huruf q UU 1170, yaitu
tertulis : di setiap tempat dimana dibangkitkan, diubah, dikumpulkan
disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air.
Dari ketentuan tersebut dapat digambarkan ruang lingkup K3 listrik, yaitu
mulai dari pembangkitan, jaringan transmisi Tegangan Ekstra Tinggi
(TET), Tegangan Tinggi (TT), Tegangan Menengah (TM) dan jaringan
distribusi Tegangan Rendah (TR) sampai dengan setiap tempat
pemanfaatannya, khususnya tempat kerja.
C. Menurut ketentuan PUlL 2000 listrik yang berbahaya adalah Iistrik yang
memiliki tegangan lebih dari 25 Volt di tempat lembab atau 50 Volt di
tempat yang normal.
KEPUTUSAN MENTERI
1. Keputusan Ment~ri Tenaga Kerja Nomor 33 Tahun 1989 Tentang
Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat Ke~a.
Dlagnosa penyakitakibat kerja dapat ditemukan atau didiagnosa sewaktu
melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga ke~a dan sewaktu
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. Setelah penyakit akibat
kerja didiagnosa harus dilaporkan dalam waktu 2 x 24 jam.
C. Ruang Lingkup
1. K3 Konstruksi Bangunan
a. Perencanaan Proyek
b. Pelaksanaan Fisik Proyek
1) Pekerjaan panggilan
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
~~.:>j LP2K3L A2K4 INDONESIA
2) Peke~aan pondasi
3) Pekerjaan konstruksi beton
4) Peke~aan konstruksi baja
5) Pekerjaan finishing
c. Serah Terima Proyek
d. Pemeliharaan Konstruksi
2. K3 Instalasi Listrik, Lift dan Petir
a. K3 listrik tersirat dalam Bab II Pasal 2 ayat (2) huruf q UU 1170, yaitu
tertulis : di setiap tempat dimana dibangkitkan, diubah, dikumpufkan
disimpan, dibagi-bagikan atau disafurkan fistrik, gas, minyak atau air.
Dari ketentuan tersebut dapat digambarkan ruang lingkup K3 listrik, yaitu
mulai dari pembangkitan, jaringan transmisi Tegangan Ekstra Tinggi
(TET), Tegangan Tinggi (TT), Tegangan Menengah (TM) dan jaringan
distribusi Tegangan Rendah (TR) sampai dengan setiap tempat
pemanfaatannya, khususnya tempat kerja.
c. Menurut ketentuan PUlL 2000 listrik yang berbahaya adalah listrik yang
memiHki tegangan lebih dari 25 Volt di tempat lembab atau 50 Volt di
tempat yang normal.
petir yang akibatnya terjadi beda potensial pada jaringan instalasi listrik R,
S, T bertegangan 220 V sedangkan penghantar pengaman dan
penghantar netral bertegangan petir. Ini yang disebut dengan sambaran
tidak langsung yang dapat merusak peralatan Iistrik dan peralatan
elektronik yang ada di dalam bangunan itu. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No Per-02/Men/1989 tidak mengatur syarat-syarat sistem proteksi
sambaran petir tidak langsung.
@
v,@<}\
LEMBAGA PENDIDIKAN PEtAlIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 - INDONESIA
6. Kesehatan Ke~a
a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan ke~a
- Sarana
- Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan ke~a, dokter perusahaan dan
paramedis perusahaan)
- Organisasi (pimpinan unit PKK, pengesahan penyelenggaraan PKK)
b. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan ke~a tenaga kerja (awal, berka/a,
khusus dan puma bakti)
c. Pelaksanaan P3K (Petugas, Kota1< dan lsi Kotak P3K)
d. Pelaksanaan gizi kerja (pemeriksaan gizi dan makanan bagi tenaga kerja,
kantin dankatering pengelola makanan bagi tenaga kerja, pengelola dan
petugas kotak ring)
e. Pelaksanaan pemeriksaan syarat-syarat ergonomi
f. Pelaksanaan pelaporan (PKK, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja,
penyakit akibat ke~a)
..
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA
BAB.3.
PERATURAN DAN PERUNDANG
UNDANGAN JASA KONSTRUKSI
Bab " asas & tujuan Pasal7 Jenis usaha, benluk usaha, UU No. 1/95 Perseroan Terbatas
bid. Usaha
Pasal10 Perizinan usaha, klasifikasi UU No. 12/97 hak cipta
& kualifikasi Usaha, sertifikasi UU No. 13/2003 Ketenagake~aan
Bab III Usaha Jasa Konstruksi Pasal 34 Ketentuan mengenai forum UU No. 23/97 Pengelolaan
dan lembaga lingkungan Hidup
Pasal42 (3) Tatalaksana & UU No. 24/92 Penataan uang
penerapan sanksi UU No.1170 Keselamatan kerja
PP II
Bab IV Pengikatan peke~aan(tentang penyelenggaraan jakons.) UU No. 3/92 Jamsostek
Konstruksi Ps.21 tata cara pemilihan penyedia UU No.5/99 Larangan praktek
jasa, Penyiapan dohmen pemilihan Monopoli & Persaingan
dan dokumen Penawaran, Penetapan usaha tidak sehat
penyedia jasa Pasal22 (3) Kontrak UU No.8/99 Per1indungan
ke~a kontruksi Konsumen
UU No. 22/99 Pemerinlah
Daerah
UU No. 1/87 Pemerintah Daerah
UU No. Pemerintah Daerah
Bab V Penyelenggaraan Pek. Pasal23 (4) Penyelenggaraan pekerjaan
Konstruksi Kontruksi
Bab VII Peran masyarakat Pasal42 (3) Tatalaksana dan penerapan sanksi
PP III
(Tentang penyelenggaran pembinaan jasa
konstruksi)
Bab IX Penyelesaian sengketa
Bab X Sanksi Pasal35 (1) Ketentuan mengenai pembinaan
Bab XI Ketentuan Peralihan Pasal 35 (5) Tugas pembinaan oleh pemerintah
Bersama dengan mayarakatjasa konstruksi
Bab XII Ketentuan Penutup Pasal 42 (3) Tatalaksana dan penerapan sanksi
lEMBAGA PENDIDIKAN & PElATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & lINGKUNGAN
'f==~.:y lP2K3l A2K4.INDONESIA
2. MAKSUD
a. Tertib usaha jasa konstruksi
b. Pemberdayaan jasa konstruksi nasional untuk:
1. Mengembangkan kemampuan
2. Meningkatkan produktivitas saing
3. Menumbuhkan daya saing
c. Kedudukan yang adil dan serasi antara pengguna jasa dan
Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
d. Kemitraan sinergis dalam Jasa Konstruksi. .
3. JENIS USAHA
a. Usaha Perencanaan
b. Usaha Pelaksanaan
c. Usaha Pengawasan
@
i:.~~~,
LEM'AGA PENDIDIKAN & PELATINAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA
4. BENTUK USAHA
a. Orang Perseorangan
b. Badan Usaha
5. BIDANG USAHA
a. Arsitektural
b. Sipil
c. Mekanikal
d. Elektrinal
e. Tata Ungkungan
6. PERSYARATAN PERSONIL
a. Perencana, Pengawas, Tenaga Tertentu: memiliki sertifikat
keahlian
b. Tenaga Teknik:
c. memiliki sertifikat ketrampilan, dan keahlian ke~a
7. PERSYARATAN USAHA
a. Memiliki izin usaha
b. Memiliki sertifikat, kJasifikasi, dan kualifikasi usaha
c. Usaha orang perseorangan: memiljki sertifikat ketrampilan kerja
dan sertifikat keahlian kerja
"REWARD" "SANCTION"
TANGGUNG
JAWAB
PROFESIONAL
IMBAL KODE
JASA ETIK
PROFESI
KEAHLIAN
KETERAMPILAN
REGISTRASI
KUALIFIKASI
KLASIFIKASI
SERTIFlKASI
3.2.3. PENGUSAHAAN
4. PEMERINTAH
1. UU Terdiri Dari:
a. 12 Bab
b. 46 Pasal
2. Bab I: Ketentuan Umum
3. Bab " : Asas Dan Tujuan
4. Bab III: Usaha Jasa Kontruksi
5. Bab IV: Pengikatan Pekerjaan Kontruksi
6. Bab V: Penyelenggaraan Pekerjaan Kontruksi
7. Bab VI : Kegagalan Bangunan
8. Bab VII: Per~ln Masyarakat
9. Babvlll: Pembinaan
10. Bab IX: Penyelesaian Sengketa
11. Bab X : Sangsi
12. Bah XI: Ketentuan Peralihan
13. Bab XII : Ketentuan Penutup
Babl
Ketentuan Umum
Pengertian:
Jasa Konstruksi
Pekerjaan Konstruksi
Pengguna Jasa
Penyedia Jasa
Kontrak Kerja Konstruksi
Kegagalan Bangunan
Forum
Registrasi
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
't""'~~ LP2K3L A2K4 -INDONESIA
Bab II
Asas Dan Tujuan
2.1 Asas
Kejujuran Dan Keadilan
Manfaat
Keserasian BAG!
Keseimbangan KEPENTINGAN
MASYARAKAT,
Kemandirian
BANGSA DAN
Keterbukaan NEGARA
Kemitraan
Keamanan Dan Keselamatan
2.2 TUjuan
Memberikan Arah Pertumbuhan Dan Perkembangan Jasa Konstruksi
Nasional
Mewujudkan Tertib Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Yang
Menjamin Kesetaraan Kedudukan Antara Pengguna Jasa Dan Penyedia
Jasa Dan Dipenuhinya Ketentuan Yang Berlaku
. Mewujudkan Peningkatan Peran Masyarakat
2. ASAS MANFAAT:
Kegiatan jasa konstruksi berdasarkan prinsip profesionalisme,
efisiensi dan efektifitas untuk menjamin terwujudnya nilai tambah
optimal bagi pihak pihak dan kepentingan nasional.
3. ASAS KESERASIAN:
Harmoni dalam interaksi antara pengguna dan penyedia jasa
untuK menghasilkan produk yang berkualitas da bermanfaat tinggi
serta berwawasan lingkungan.
4. ASAS KEsEIMBANGAN:
Berdasarkan pada prinsip keseimbangan antara kemampua
penyedia jasa dan beban kerjanya.
5. ASAS KEMANDIRIAN:
Tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa konstruksi nasioal.
6. ASAS KETERBUKAAN:
Tersedianya informasi yang dapat diakses oleh pihak yang
berkepentingan dan masyarakat.
7. ASAS KE MITRAAN:
Hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, timbal balik
dan sinergis.
@ {"0..:~,
LEMBAGA PENDIDIKAN. PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
BABIII
USAHA JASA KONSTRUKSI
a. JENIS USAHA
Usaha perencanaan konstruksi
Usaha pelaksanaan konstruksi
Usaha pengawasan konstruksi
b. BENTUK USAHA
Usaha orang perseorangan
Badan usaha (bukan bad an hukum dar. badan hukum/pt.
& badan hukum asing yang dipersamakan
c. BIDANG USAHA
Pekerjaan arsitektural
Pekerjaan sipil
Pekerjaan mekanikal
Pekerjaan elektrikal
Pekerjaan tata lingkungan
CA TA TAN: PENGATURAN LEBIH RINCI TENTANG JENIS, BENTUK & BIDANG USAHA, DIURAIKAN
DALAM P.P.
BABN
PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
4.1 BAGIAN PERTAMA: PARA PIHAK (MASING-MASING MEMPUNYAI HAK & KEWAlIBAN
SESUAI DENGAN FUNGSINYA)
a. Penggunajasa
b. Penyedia jasa
perencana konstruksi }
Perencana konstruksi prinsipnya terpisah
Perencana konstruksi .
1. 3K MENGATUR/MEMUAT:
a. Hubungan kerja para pihak
b. Sekurang-kurangnya:
Identitas para pihak
Rumusan pekerjaan
Masa pertanggungan
Tenaga ahli yang melaksanakan pekerjaan
konstruksi
Hak dan kewajiban para pihak
Gara pembayaran
Gidera janji
Penyelesaian perselisihan
Pemutusan
Keadaan memaksa
Kegagalan bangunan
Perlindungan pekerja
Aspek lingkungan
c. Ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual (untuk
jasa konsultasi konstruksi)
d. Pemberian insentif (berdasarkan kesepakatan para pihak)
e. Sub penyedia jasa dan pemasok (terutama untuk jasa
pelaksanaan konstruksi)
2. 3k dibuat dalam bahasa indonesia dan dalam hal 3k dengan pihak
asing dapat dibuat da[am bahasa indonesia dan bahasa inggris
3. Ketentuan kkk di atas juga berlaku untuk kkk antara peneyedia
jasa dan sub penyedia jasa
CATATAN: PENGATURAN LEBIH RINCI TENTANG IKK, HAKI, INSENTIF DAN SUB PEMBERI JASA
& PEMASOK DIURAIKAN DALAM P.P.
BABV
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
BABVI
KEGAGALANBANGUNAN
CA TA TAN: URAIAN LEBIH RINCI TENTANG KEGAGALAN BANGUNAN DIATUR LEBIH LANJUT
DALAM P.P.
BABVII
PERAN MASYARAKAT
a. HAK MASYARAKAT
Melakukan pengawasan atas pelaksanaan jasa konstruksi
Memperoleh penggantian yang layak atas setiap kerugian
yang dialami secara langsung sebagai akibat
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
b. KEWAJIBAN MASYARAKAT
Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku
di bidang pelaksanaan jasa konstruksi.
Membantu pencegahan terjadinya pekerjaan konstruksi
yang membahayakan kepentingan umum.
c. FORUM JASAKONSTRUKSI
Forum terdiri dari atas wakil-wakil:
o Asosiasi perusahaan jasa konstruksi
o Asosiasi profesi jasa konstruksi
o Asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha
jasa konstruksr
o Masyarakat intelektual
o Or-mas yang berkaitan dan berkepentingan dengan
jasa konstrukis atau yangmewakili konsumen jasa
konstruksi
o Instansi pemerintah
o Unsur-unsur lain yang dianggap perlu
Fungsi forum:
o Aspirasi masyarak1t
o Pengembangan jasa konstruksi
o Pengawasan masyarakat
o Masukan kepada pemerintah
Fungsi lembaga:
BABIX
PEMBINAAN
PEMERINTAH MELAKUKAN PEMBINAAN DALAM BENTUK :
Pengaturan
Pemberd ayaa n
Pengawasan
BABIX
PENYELESAIAN SENGKETA
BABX
SANKSI
Peringatan tertulis
@
*-IJ?~\
LEMBAGA PENDIDIKAN PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATANKERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
CA TA TAN URAIAN TENTANG TATA LAKSANA & PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DIATUR
DALAM P,P.
BABXI
PENYEDIA JASA DALAM WAKTU SATU TAHUN DIBERI KESEMPATAN UNTUK MELAKUKAN
PENYESUAIA DENGAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG INI
BABXII
KETENTUAN PENUTUP
PEMBERDAYAAN(EMPOWERMENT)MASYARAKAT
PASAL 7
Ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan bidang usaha
sebagairnana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah
PASAL10
@
f{..>N~.
<EMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & LINGKUNGAN
LP2K3L A2K4 -INDONESIA
PASAL 34
Ketentuan mengenai Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan
lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah
PASAL42 (3) ,
Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi
dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan
pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan
dan menyebabkan timbulnya kegagalan peke~aan konstruksi atau kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan
denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dan nilai kontrak.
MENGATUR TENTANG:
Lingkungan usaha:
.... persyaratan umum untuk berusaha
.... Ketentuan tenaga ke~a konstruksi
<T Penerapan sanksi
<T Sistem informasi
<7 Masa peralihan
Peran masyarakat jasa konstruksi
3.3.3. 151 PP No. 28/2000
I. Ketentuan umum
IL Usaha jasa konstruksi
III. Tenaga kelja konstruksi
IV. Peran masyarakat jasa konstruksi
V. Tata laksana dan penerapan sanksi
VI. Ketentuan lain-lain
VI L Ketentuan peralihan
VllLKetentuan penutup
I. KETENTUAN UMUM
Pengertian
1. Sertifikasi
2. Sertifikat
3. Akreditasi
4. Lembaga
5. Klasifikasi & Kualifikasi
6. Badan Usaha
7. Menteri
.Lingkup Pengaturan
~
~ LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
~\ KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
Bentuk Usaha:
Usaha perseorangan dan badan usaha nasional maupun asing
Bidang usaha:
Pekerjaan arsitektural
Pekerjaan Sipil
Pekerjaan Mekanikal
Pekerjaan Elektrikal
Pekerjaan Tata Lingkungan
Mengatur tentang
Sertifikasi keahlian dan sertifikasi keterampilan kerja
Tatacara klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja konstruksi
Akreditasi asosiasi profesi serta institusi pendidikan dan
pelatihan
Tatalaksana Sanksi
o Untuk pelaksanaan tertib usaha jasa konstruksi
Pemberi sanksi:
o Pemerintah
o Lembaga
c Asosiasi
VIII. PENUTUP
3.4.1 TUJUAN:
a. Tertib penyelenggraan peke~aan jasa konstruksi
b. Kesetaraan kedudukan pengguna jasa dan penyedia jasa
c. Hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas
I. Ketentuan umum
II. Pemilihan penyedia jasa
111. Kontrak kerja kontruksi .
IV. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
V. Kegagalan bangunan
VI. Penyelesaian sengketa
VII. Larangan persekongkolan
VIII. Sanksi administratif
IX. Ketentuan peralihan
X. Ketentuan penutup
PENGERTIAN
1. Pelelangan umum
2. Pelelanganterbatas
3. Pemilihan langsung
4. Penunjukkan langsung
5. Lembaga
,, .
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
'f-=='.>j LP2K3L A2K4 -INDONESIA
f. Larangan persengkokolan
g. Tata laksana penerapan sanksi administratif
Kegagalan bangunan
Penilaian Ahli
Kegagalan bangunan dinilai dan ditetapkan oleh satu atau lebih penilai ahli
yang professional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat independent
dan mampu memberikan penilaian secara obyektif yanq harus dibentuk dalam
@
& ,LEMBAGAPENDIDIKAN&PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & L1NGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
1. Pengguna jasa dan penyedia jasa atau antar penyedia jasa dilarang
melakukan persekongkolan untuk mengatur dan/atau menentukan
pemenang.
2. Pengguna jasa dan penyedia j~sa dilarang rnelakukan persekongkolan
untuk menaikkan nilai peke~aan (mark up)..
3. Pelaksana konstruksi dan/atau sub pengawas konstruksi dilarang
melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan peke~aan
yang tidak sesuai dengan kontrak ke~a konstruksi.
4. Pelaksana konstruksi dan/atau sub pelaksana konstruksi dan/atau
pengawasan konstruksi dan/atau pemasok dilarang melakukan
persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pemasokan badan
dan/atau peralatan yang tidak sesuai dengan kontrak ke~a yang
merugikan pengguna jasa dan/atau masyarakat
5. Pengguna jasa dan/atau penyedia dan/atau pemasok yang melakukan
persekongkolan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundangan yang
bertaku
3.5.1 TUJUAN
3. Melakukan pengawasan
a. Persyaratan perizinan
b. Ketentuan keteknikan pekerjaan konstruksi
c. Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja
d. Ketentuan keselamatan umum
e. Ketentuan ketenagakerjaan
f. Ketentuan tata Iingkungan
@fl-e~~~
LEMBAGA PENDIDIKAN & PELATIHAN
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA & lINGKUNGAN
LP2K3L A2K4 INDONESIA
BAS. 4.
INTERNATIONAL STANDARDS
AND CODES
PENUTUP