PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Alkohol telah lama dikenal, menurut catatan arkeologik minuman beralkohol
sudah dikenal sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu (Joewana, 1989). Sampai saat
sekarang sudah beragam macam minuman beralkohol yang dikonsumsi manusia.
Masing-masing negara memiliki kebiasaan yang berbedabeda dalam mengkonsumsi
minuman beralkohol, baik itu jumlah keseluruhan alkohol yang dikonsumsi, jenis-
jenis minuman keras maupun situasi dimana minuman beralkohol dikonsumsi
(Chairman, et al. 1991). Adapun alkohol yang terkandung dalam minuman keras
adalah etanol (CH3CH2 -OH) yang diperoleh dari proses fermentasi (Adiwisastra,
1987; Joewana, 1989; Wilbraham dan Michael, 1992). Etanol didapat dari proses
fermentasi biji-bijian, umbi, getah kaktus tertentu, sari buah dan gula (Adiwisastra,
1987; Joewana, 1989). Kadar alkohol hasil fermentasi tidak lebih dari 14%, untuk
mendapatkan kadar alkohol yang lebih tinggi dibuat melalui proses penyulingan
(Joewana, 1989).
Kandungan alkohol pada berbagai minuman keras berbeda-beda, menurut
Joewana (1989) kebanyakan bir mengandung 3-5% alkohol, anggur 10-14%, sherry,
port, muskatel berkadar alkohol 20%, sedangkan wisky, rum, gin, vodka dan brendi
berkadar alkohol 40-50%. Ciri-ciri etanol diantaranya, memiliki titik didih 78oC,
tekanan uap 44 mmHg pada temperatur 20oC (Dreisbach, 1971), disamping itu
etanol merupakan cairan jernih tak berwarna, rasanya pahit, mudah menguap, larut
dalam air dalam semua perbandingan dan bersifat hipnotik (Joewana, 1989;
Wilbraham dan Michael, 1992).
Kegunaan etanol selain sebagai pelarut, antiseptik, minuman (Dreisbach,
1971) juga sebagai bahan makanan, dalam industri farmasi dan sebagai bahan bakar
(Adiwisastra, 1987). Alkohol yang terkandung dalam minuman merupakan penekan
susunan saraf pusat, disamping itu juga mempunyai efek yang berbahaya pada
pankreas, saluran pencernaan, otot, darah, jantung, kelenjar endokrin, sistem
pernafasan, perilaku seksual dan efek-efek terhadap bagian lainnya, sekaligus
1
sebagai penyebab terjadinya sindrom alkohol fetus (Dreisbach, 1971; Schuckit,
1984; Lieber, 1992).
Etanol larut dalam air, sehingga akan benar-benar mencapai setiap sel setelah
dikonsumsi (Miller dan Mark, 1981). Alkohol yang dikonsumsi akan diabsorpsi
termasuk yang melalui saluran pernafasan. Penyerapan terjadi setelah alkohol masuk
kedalam lambung dan diserap oleh usus kecil. Hanya 5-15% yang diekskresikan
secara langsung melalui paru-paru, keringat dan urin (Schuckit, 1984; Adiwisastra,
1987). Alkohol mengalami metabolisme diginjal, paru-paru dan otot, tetapi
umumnya di hati, kira-kira 7 gram etanol per jam, dimana 1 gram etanol sama
dengan 1 ml alkohol 100% (Schuckit, 1984). Timbulnya keadaan yang merugikan
pada pengkonsumsi alkohol diakibatkan oleh alkohol itu sendiri ataupun hasil
metabolismenya. Sesuai dengan pendapat Miller dan Mark (1991), etanol
mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung.
Meskipun masyarakat sering menganggap minuman beralkohol sebagai
stimulan, etanol pada dasarnya merupakan depresan sistem saraf pusat. Sama
dengan depresan lain seperti barbiturat dan benzodiazepin, konsumsi minuman
beralkohol dalam jumlah sedang dapat menyebabkan efek antiansietas dan
menyebabkan kehilangan inhibisi perilaku dalam suatu rentang dosis yang luas.
Tanda intoksikasi pada tiap individu bervariasi, mulai dari efek eksitasi dan
meluapluap hingga perubahan mood yang tidak terkontrol dan gejolak emosi yang
dapat disertai kekerasan. Pada kasus intoksikasi yang lebih lanjut, fungsi sistem
saraf pusat secara umum akan terganggu dan kemudian menimbulkan kondisi
anestesi umum pada tubuh. Akan tetapi, batas antara efek anestetik dan efek letalnya
dari kecil.
Para ahli banyak berpendapat mengenai akibat yang ditimbulkan etanol,
diantaranya Dreisbach (1971) menyatakan bahwa etanol akan menekan sistem saraf
pusat secara tidak teratur tergantung dari jumlah yang dicerna, dikatakan pula
bahwa etanol secara akut akan menimbulkan oedema pada otak serta oedema pada
saluran gastrointestinal. Linder (1992) menyatakan bahwa asetaldehid, yang
merupakan senyawa antara alkohol dan asetat, bersifat patogen jika dikonsumsi
secara berlebihan. Lu (1995) menyatakan bahwa hipoksia atau zat penyebab
hipoksia (CO2 dan CO) dapat bersifat teratogen dengan mengurangi O2 dalam
2
proses metabolisme yang membutuhkan O2. Hal tersebut dapat menyebabkan
oedema dan hematoma yang pada akhirnya dapat menyebabkan kelainan bentuk.
Menurut Alfin-Slater dan Aftergood (1980); Linder (1992), konsumsi alkohol akan
menyebabkan meningkatnya kada laktat dalam darah. Peningkatan laktat dalam
darah dapat menekan ekskresi asam urat dalam urin dan menyebabkan peningkatan
asam urat dalam plasma (Lieber, 1992 ; Linder, 1992).
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu
1. Untuk mengetahui fungsi dan kegunaan etanol dalam dunia kerja
2. Untuk mengetahui efeksamping dari pada penggunaan etanol
3. Untuk mengetahui penyakit apa saja yang bisa timbul akibat etanol
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ETANOL
Etanol atau sering juga disebut dengan alkohol adalah suatu cairan transparan,
mudah terbakar, tidak berwarna, mudah menguap, dengan rumus kimia C2H5OH,
dapat bercampur dengan air, eter, dan kloroform, yang diperoleh melalui fermentasi
karbohidrat dari ragi yang disebut juga dengan etil alkohol (Bender, 1982).
Etanol atau etil alkohol (C2H5OH) termasuk kelompok hidroksil yang
memberikan polaritas pada molekul dan mengakibatkan meningkatnya ikatan
hidrogen intermolekuler. Etanol memiliki massa jenis 0.7893 g/mL. Titik didih
etanol pada tekanan atmosfer adalah 78.32 C. Indeks bias dan viskositas pada
temperatur 20C adalah 1.36143 dan 1.17 cP (Kirk and Othmer, 1965). Etanol
digunakan pada berbagai produk meliputi campuran bahan bakar, produk minuman,
penambah rasa, industri farmasi, dan bahan-bahan kimia.
Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan
sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai
beberapa kelebihan dari pada bahan bakar lain seperti premium antara lain sifat
etanol yang dapat diperbaharui, menghasilkan gas buangan yang ramah lingkungan
karena gas CO2 yang dihasilkan rendah (Jeon, 2007).
Etanol dapat dibuat dengan beberapa cara sebagai berikut:
1. Etanol untuk konsumsi umumnya dihasilkan dengan proses fermentasi atau
peragian bahan makanan yang mengandung pati atau karbohidrat, seperti beras
dan umbi. Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya berkadar
rendah. Untuk mendapatkan etanol dengan kadar yang lebih tinggi diperlukan
proses pemurnian melalui penyulingan ataupun destilasi. Etanol untuk keperluan
industri dalam skala lebih besar dihasilkan dari fermentasi tetes tebu, yaitu hasil
samping dalam industri gula tebu atau gula bit.
2. Melalui sintesis kimia melalui reaksi antara gas etilen dan uap air dengan asam
sebagai katalis. Katalis yang dipakai biasanya asam fosfat. Asam sulfat juga
dapat digunakan sebagai katalis, namun sangat jarang digunakan.
(http://www.ristek.co.id, 2008).
4
Etanol dapat dijadikan sebagai bahan bakar, namun harus etanol dengan kadar
kemurnian yang tinggi atau terbebas oleh air. Adapun cara pemurnian etanol dapat
dilakukan dengan destilasi tetapi kemurniannya hanya sampai 96% karena adanya
peristiwa azeotrop antara campuran etanol dan air. Untuk dapat memperoleh etanol
dengan kadar yang tinggi maka dilakukan suatu cara yaitu absorbsi fisik atau
molecular sieve. Dalam penggunaan etanol sebagai bahan bakar, tidak dapat
langsung digunakan pada kendaraan bermotor, namun etanol harus ditambahkan
dengan bensin. Sebagai contoh sebanyak 10% etanol dari 1 liter bensin dapat
digunakan sebagai bahan bakar (disebut E10). Namun haruslah berhati-hati dalam
penggunaan bahan bakar ini, karena etanol yang digunakan harus benar-benar bebas
dari air, dikarenakan ketersediaan air dapat menyebabkan kerusakan dan korosi pada
mesin.
Etanol merupakan hasil fermentasi yang memiliki masalah pada proses
fermentasi itu sendiri yakni timbulnya etanol dapat berakibat rusaknya struktur
membran plasma mikroba serta terjadinya denaturasi protein penyusun dari sel
tersebut. Adanya ketersediaan etanol di dalam media fermentasi dapat menjadi
penghambat pertumbuhan mikroba penghasil etanol (Supriyanto, 2010)
B. FARMAKOKINETIKA ALKOHOL
Setelah pemberian oral, etanol diabsorbsi dengan cepat dari lambung dan usus
halus ke dalam aliran darah dan terdistribusi ke dalam cairan tubuh total (Fleming et
al., 2007). Tingkat absorbsi paling tinggi pada saat lambung kosong. Adanya lemak
di dalam lambung menurunkan tingkat absorbsi alkohol (Chandrasoma dan Taylor,
2005). Setelah minum alkohol dalam keadaan puasa, kadar puncak alkohol di dalam
darah dicapai dalam waktu 30 menit. Distribusinya berjalan cepat, dengan kadar
obat dalam jaringan mendekati kadar di dalam darah. Volume distribusi dari etanol
mendekati volume cairan tubuh total (0,5-0,7 L/Kg) (Masters, 2002). Alkohol
didistribusikan di dalam tubuh (terutama dalam jaringan adiposa), menyebabkan
efek dilusi. Hal ini berkaitan dengan berat badan dan menerangkan mengapa orang
dengan obesitas memiliki kadar alkohol yang lebih rendah dari pada orang yang
kurus untuk jumlah alkohol yang sama (Chandrasoma dan Taylor, 2005).
5
Pada dosis oral ekuivalen dari alkohol, kaum wanita mempunyai konsentrasi
puncak lebih tinggi dibandingkan kaum pria, sebagian disebabkan karena wanita
mempunyai kandungan cairan tubuh total lebih rendah. Di dalam sistem saraf pusat,
konsentrasi etanol meningkat dengan cepat karena otak menampung sebagian besar
aliran darah dan etanol melewati membran biologi dengan cepat. Lebih dari 90%
alkohol yang digunakan dioksidasi di dalam hati, sebagian besar sisanya dikeluarkan
lewat paru-paru dan urin (Masters, 2002).
Ekskresi alkohol di urin dan udara yang dihembuskan biasanya sedikit, tetapi
jumlahnya yang konstan berhubungan dengan konsentrasi alkohol dalam darah
(Blood Alcohol Concentration/BAC). Hal ini merupakan prinsip yang mendasari
penggunaan pemeriksaan urin dan pernafasan pada forensik selain pemeriksaan
dengan menggunakan darah (Chandrasoma dan Taylor, 2005), juga sebagai prinsip
yang mendasari definisi legal dari mengemudi di bawah pengaruh (driving under
influence) di berbagai negara. Pada umumnya orang dewasa dapat memetabolisme
alkohol per-jam sebanyak 7-10 g (150-220 mmol), ini ekuivalen dengan bir sekitar
10 oz, anggur 3,5 oz, atau minuman keras 1 oz yang disuling dengan kadar murni 80
(Masters, 2002).
6
Di Amerika Serikat, sekitar 75% dari populasi dewasa mengkonsumsi
minuman beralkohol secara teratur. Mayoritas dari populasi peminum ini bisa
menikmati efek memuaskan yang diberikan alkohol tanpa menjadikannya sebagai
resiko terhadap kesehatan. Bahkan fakta baru menunjukkan bahwa konsumsi etanol
secukupnya dapat melindungi beberapa organ terhadap penyakit kardiovaskuler.
Akan tetapi, sekitar 10% dari populasi umum di Amerika Serikat tidak mampu
membatasi konsumsi etanol mereka, suatu kondisi yang dikenal dengan
penyalahgunaan alkohol. Individu-individu yang terus menerus meminum alkohol
tanpa memperdulikan adanya konsekuensi yang merugikan secara medis dan sosial
yang berkaitan langsung dengan konsumsi alkohol mereka tersebut menderita
alkoholisme, suatu gangguan kompleks yang tampaknya ditentukan oleh faktor
genetik dan lingkungan (Masters, 2002).
Alkoholisme sulit untuk menentukan jumlah alkohol yang dikonsumsi tetapi
dapat diketahui jika kebiasaan tersebut dalam beberapa cara mempengaruhi
kehidupan seseorang secara bertolak belakang. Alkoholisme menyebabkan
gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, meningkatkan toleransi terhadap efek alkohol
dan ketergantungan fisiologik (Chandrasoma dan Taylor, 2005).
7
Selain itu adapun faktor-faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK)
tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja
ataupun cara kerja.
Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun
yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan,
awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur.
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.
8
Kadar alkohol dalam darah Pengaruh terhadap otak
(mg/dl)
20 Pergaulan sosial meningkat
30 Euforia
9
Otak merupakan salah satu organ penting yang dimiliki oleh manusia karena
otaklah yang mengontrol segala kegiatan. Sehingga seorang pekerja dengan
pengaruh etanol akan sangat membahayakan, yang mana orang tersebut tidak
akan mampu menyeimbangkan tubuhnya dengan beban kerjanya. Contoh :
kecelakaan lalu lintas dikarenakan pengemudi dalam pengaruh etanol
2. Pengaruh pada hati
Pengaruh alkohol yang paling bahaya adalah pengaruh pada hati. Setiap kali
seorang peminum mengambil alkohol, hatinya mendapat luka. Sel hati akan mati
dan menjadi mengecil. Hal ini akan mengurangi kemampuan hati untuk
berfungsi dengan sempurna. Pengecilan yang serius akan menyebabkan hati
tidak dapat berfungsi langsung. Keadaan ini disebut sirosis hati dan boleh
membawa maut.
Pembengkakan hati (hepatitis) juga bisa disebabkan oleh kelebihan toksik
alkohol. Pada mulanya menyebabkan hati mengembang dan lama kelamaan
saluran darah akan mengecil. Ini menyebabkan darah tidak dapat mengalir ke
hati dengan sempurna dan akhirnya saluran darah akan membengkak lalu pecah.
Pada peringkat kritikal pengidap hepatitis akan mengalami muntah darah dan
kotoran merekaakan bercampur dengan darah.
3. Pengaruh pada syaraf
Kerusakan saraf dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit seperti sindrom
Wernicke-Korsakoff dan kerusakan sel-sel otak, yang seterusnya membawa
kepada komplikasi psikiatri. Peminum mengalami halunisasi pendengaran,
amnesia, paranoia, depresi, dan kecenderungan membunuh diri.
4. Pengaruh pada janin
Peminum alkohol kronik yang sedang hamil menyebabkan kandungannya
mempunyai ciri-ciri kecacatan seperti kekurangan berat badan, ukuran kepala
yang terlalu kecil berbanding tubuh, keadaan muka yang rata, dan kelemahan
sendi-sendi. Selain daripada pengaruh-pengaruh di atas, alkohol juga bertindak
dengan berbagai sistem dan organ tubuh. Contohnya, pengaruh terhadap sistem
peredaran tubuh menyebabkan darah lebih banyak dialirkan ke kulit. Ini
menyebabkan kulit peminum menjadi kemerah-merahan. Peminum alkohol juga
10
didapati lebih cenderung sering membuang air kecil karena etanol dapat
meningkatkan hormon penahan kecing.
5. Pengaruh pada saluran pencernaan
Para peminum berat dalam jangka panjang berisiko terkena peradangan
kronis pada saluran pencernaannya, khususnya lambung. Pasien yang sering
meminum alkohol akan dengan mudah ditemui kelainan pada lambungnya.
Peradangan kronis yang terjadi pada saluran pencernaan akan membentuk erosi
sampai tukak usus dan menyebabkan perubahan struktur dalam usus sampai
akhirnya berubah menjadi sel-sel ganas (kanker). Peradangan kronis juga sering
kali berlanjut menjadi penciutan hati (sirosis). Komplikasi lanjutannya bisa
bermacam-macam, seperti pembengkakan pada perut, perdarahan pada saluran
cerna sampai kanker usus besar ( Syam, 2012).
Berdasarkan penelitian oleh Palmer yang dikutip oleh Siregar (2000),
menunjukkan terjadinya hiperemi mukosa lambung dan erosi di dalam perut
pasien dewasa muda yang secara akut mengalami intoksikasi oleh olkohol,
terjadi penurunan pengosongan isi lambung, nausea dan vomitus. Juga dapat
terjadi perdarahan berat pada lambung yang dapat mengacam jiwa pasien. Efek
kronis menunjukkan hubungan perubahan fungsional pada usus diinduksi oleh
konsumsi etanol yang mengakibatkan keracunan. Hal ini terdapat pada lebih dari
sepertiga kelompok alkoholik. Juga terdapat malabsorbsi glukosa, lemak, asam
amino, dan vitamin B12.
Alkohol yang terdapat dalam tuak secara akut mempengaruhi motilitas
esofagus, memperburuk refluks esofagus sehingga dapat terjadi pneumonia
karena aspirasi. Sejauh ini tidak ada bukti bahwa bahwa alkohol mempengaruhi
sekresi asam lambung, tetapi alkohol jelas merusak selaput lendir lambung
sehingga dapat menimbulkan gastritis dan pendarahan lambung. Alkohol secara
akut maupun kronis mengubah morfologi dan struktur intraseluler saluran
pencernaan sehingga memperburuk fungsi usus halus untuk menyerap sari
makanan sehingga mengakibatkan kondisi kurang gizi. Perubahan struktur
intraseluler itu juga dapat menyebabkan diare (Joewana, 1989).
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare yaitu gangguan
sekresi akibat rangsangan tertentu pada dinding usus akan terjadi peningkatan
11
sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare
karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Rangsangan yang menyebabkan
gangguan sekresi adalah akibat perubahan intraseluler pada usus yang
mengkonsumsi alkohol. Gangguan motilitas usus juga merupakan mekanisme
penyebab diare, hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare (Prastowo, 2009).
Dari mekanisme tersebut dapat menyebabkan kehilangan air dan elektrolit
atau terjadi dehidrasi, semakin lama ini berlangsung maka dapat menurunkan
secara drastis berat badan penderita. Ketika diare nafsu makan akan berkurang
sehingga masukan makanan kurang sedangkan pengeluaran terus bertambah, hal
ini dapat mengakibatkan kondisi kurang gizi karena kelaparan. Kemudian
diperparah dengan mual dan muntah, apa pun yang dimakan akan dimuntahkan
sebelum zat-zat gizi diserap tubuh, nutrisi yang dibutuhkan tubuh tidak
tercukupi sehingga mempengaruhi status gizi (Joewana, 1989).
6. Pengaruh etanol pada status gizi
Sebuah penelitian di Inggris tahun 2003 dari 7608 laki-laki telah
menemukan bahwa peminum alkohol berat dikaitkan dengan peningkatan risiko
obesitas. Alkohol dikaitkan dengan perkembangan kejadian obesitas untuk
sejumlah alasan. Minuman beralkohol adalah energi padat dan tidak dapat
menggantikan makanan melainkan ditambahkan ke total asupan energi harian.
Selain itu, penghambatan oksidasi karbohidrat dan lemak berpotensi
meningkatkan penyimpanan lemak, oleh sebab itu dapat meningkatkan risiko
obesitas (gemuk). Berdasarkan penelitaian tersebut dapat diketahui bahwa
konsumsi alkohol dengan kuantitas yang banyak secara positif mempengaruhi
status gizi peminumnya ( Tolstrup, et al, 2008).
Frekuensi dan kuantitas konsumsi tuak (alkohol) sangat mempengaruhi
metabolisme dan toksisitas alkohol terhadap tubuh manusia. Para ahli banyak
berpendapat mengenai akibat yang ditimbulkan etanol, diantaranya bahwa etanol
akan menekan sistem saraf pusat secara tidak teratur tergantung dari jumlah
yang dicerna, dikatakan pula bahwa etanol secara akut akan menimbulkan
oedema pada otak serta oedema pada saluran gastrointestinal (Hernawati, 2011).
12
Setelah alkohol diabsorbsi maka akan terjadi ganguan atau kerusakan pada sel-
sel jaringan tubuh manusia.
Menurut Syam, spesialis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, dampak buruk dari kebiasaan minum alkohol akan
mengenai berbagai organ di dalam tubuh, mulai dari otak, mulut, saluran cerna,
sampai ke usus besar. Selain itu, penggunaan alkohol dalam waktu singkat dan
berlebihan bisa menyebabkan terjadinya keracunan alkohol atau intoksikasi
alkohol yang bisa membahayakan nyawa. Intoksikasi terjadi jika jumlah alkohol
yang dikonsumsi di atas ambang batas toleransi orang tersebut sehingga memicu
gangguan fisik dan mental.
Gangguan-gangguan yang terjadi dalam sistem pencernaan akibat konsumsi
alkohol yang berlebihan dapat mengganggu proses percenaan makanan dalam
tubuh sehingga zat-zat gizi yang seharusnya diserap tubuh tidak sesuai dengan
yang dikonsumsi. Para pemabuk berat biasanya kurang memperhatikan lagi
asupan gizi yang masuk ke tubuhnya atau mengganggu jadwal makan yang
normal, disebabkan nafsu makan yang berkurang. Hal ini lah yang juga
memperburuk kondisi tubuh mereka, asupan yang dikonsumsi tidak sesuai
dengan kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi sehingga semakin lama hal itu terus
berlangsung terjadilah masalah gizi yaitu kurang gizi (kurus). Sedangkan
penikmat tuak yang pada dasarnya kurang gizi disertai dengan penyakit semakin
memperparah keadaannya dan berujung pada kematian.
Jika para pecandu tuak tetap mengkonsumsi tuak dengan frekuensi dan
kuantitas tinggi serta telah dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, pastinya
akan mempengaruhi status gizi pecandu alkohol tersebut, dan dapat
mengakibatkan terjadinya penyakit-penyakit kronis lain yang dapat mengganggu
proses metabolisme dalam tubuh dan akhirnya dapat menurunkan fungsi organ
tubuh.
7. Alkohol juga menyumbang kalori
Konsumsi minuman alkohol di Negara-negara maju naik dengan pesat ke
titik di mana alkohol memberikan suatu sumbangan kalori rata-rata yang berarti,
yang pada orang dewasa nonalkoholik mungkin mendekati 12%. Alkohol yang
dalam hal adalah etanol memiliki kandungan energi yang tinggi, yaitu
13
menghasilkan kira-kira 7,1 kkal/g pada oksidasi, nilai ini terletak di antara
senyawa karbohidrat dan lemak. Selain itu, energinya tersedia secara biologis
dalam bentuk ATP melalui lintas metabolisme yang diketahui secara baik.
Etanol dioksidasi menjadi esatadehida di dalam hati oleh kerja alkohol
dehidrogenesa sitosol, yang mengandung NAD+ sebagai aseptor.
CH3CH2OH + NAD+ CH3 CH + NADH + H+
O
Etanol Asetaldehid
Asetadehida kemudian dioksidasi menjadi asetat enzim mitokondrion,
aldeheda dehidrogenase yang juga berkaitan dengan NAD.
CH3 CH + NAD+ + H2O CH3COOH + NADH + H+
O
Kedua NADH yang terbentuk dalam reaksi ini akhirnya menyumbangkan
ekivalen yang bersifat nereduksi ke rantai pernafasan mitokondrion.
Pengangkutan electron ke oksigen selanjutnya menghasilkan pembentukan 2(3)
= 6 molekul ATP dari ADP dan Pi. Asetat yang terbentuk dari etanol kemudian
diaktifkan di dalam hati oleh asetil-KoA sintetase berantai untuk membentuk
asetil-KoA.
CH3COOH + CoASH + ATP CH3 CS CoA + AMP +
Ppi
14
BAB III
PENUTUP
15
Hal ini membatasi ketersediaan NADPH untuk regenerasi glutathione (GSH) yang
tereduksi sehingga meningkatkan stres oksidatif.
Alkohol merangsang peningkatan aksis hypothalamic pituitary adrenocortical
(HPA). Aktivasi aksis HPA merupakan komponen utama dari respon stres. Peningkatan
aksis HPA dipengaruhi oleh sejumlah variabel termasuk genotipe, jenis kelamin, dan
parameter dosis. Berdasarkan studi klinis dan praklinis, disregulasi fungsi aksis HPA
berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas sistem stres ekstrahipothalamik di otak,
sehingga secara signifikan mempengaruhi motivasi untuk perilaku alcohol self-
administration.
Pengaruh konsumsi alkohol terhadap individu berbeda-beda. Akan tetapi terdapat
hubungan antara konsentrasi alkohol di dalam darah (Blood Alkohol Concentration-
BAC) dan tingkatan efek yang ditimbulkannya. Euphoria ringan dan stimulasi terhadap
perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkohol di dalam darah.
Orang yang aktif mengkonsumsi alkohol beranggapan bahwa penampilan mereka
menjadi lebih baik, sehingga mereka mengabaikan efek buruknya.
Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah "mabuk" atau "teler", dimana
kondisi ini sebenarnya adalah karakteristik intoksikasi alkohol yang dapat menyebabkan
cedera, kecacatan dan kematian. Konsumsi alkohol yang berat dapat menyebabkan
penurunan kesadaran, henti nafas dan kematian. Selain kematian, efek jangka pendek
alkohol menyebabkan hilangnya produktivitas kerja akibat disorientasi dan kecelakaan
akibat berkendara dalam keadaan disorientasi tersebut. Konsumsi alkohol juga memiliki
kaitan terhadap perilaku kekerasan dan tindak kriminal. Sebanyak 70% narapidana
menggunakan alkohol sebelum melakukan tindak kekerasan, dan lebih dari 40%
kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh alkohol.
Konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah yang kemudian menetap menjadi hipertensi, kerusakan
jantung, stroke, kanker payudara, kerusakan hati, kanker saluran pencernaan dan
gangguan pencernaan lainnya. Selain itu alkohol juga dapat menyebabkan impotensi
dan berkurangnya kesuburan, kesulitan tidur, kerusakan otak dengan perubahan
kepribadian dan suasana perasaan, gangguan ingatan dan gangguan konsentrasi.
Penggunaan alkohol yang terus menerus dapat menimbulkan toleransi dan
ketergantungan. Toleransi adalah keadaan dimana seseorang yang mengkonsumsi
16
alkohol harus meningkatkan dosis penggunaan alkohol dari jumlah kecil menjadi
jumlah besar, untuk mendapatkan pengaruh yang sama. Ketergantungan adalah keadaan
dimana alkohol menjadi bagian yang penting dalam kehidupan seseorang yang
mengkonsumsinya, dimana apabila konsumsi tersebut dihentikan, dapat menyebabkan
berbagai rentang gangguan kesehatan fisik dan psikis serta penurunan produktivitas
hidup pada orang dengan ketergantungan terhadap konsumsi alkohol tersebut.
Seseorang yang ketergantungan secara fisik terhadap alkohol, akan mengalami
gejala putus alkohol apabila menghentikan atau mengurangi jumlah penggunaannya.
Gejala biasanya terjadi mulai 6-24 jam setelah konsumsi yang terakhir. Gejala ini dapat
berlangsung selama 5 hari, diantaranya adalah gemetar, mual, cemas, depresi,
berkeringat, nyeri kepala dan sulit tidur.
Penggunaan alkohol selama kehamilan dapat menyebabkan Fetal Alcohol
Syndrome yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Jumlah
minum alkohol yang aman pada kehamilan belum diketahui, sehingga konsumsi alkohol
tidak dianjurkan dalam keadaan hamil.
17
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal. Hernawati. Gambaran Efek Toksik Etanol Pada Sel Hati Fpmipa.Universitas
Pendidikan Indonesia : 2012
Jurnal Topaz Kautsar Tritama Konsumsi Alkohol dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung : 2015
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/29050/Chapter%20II.pdf?seque
nce=4 : Akses April 2017
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/38241/Chapter%20II.pdf?seque
nce=4 : Akses April 2017
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/25905/Chapter%20II.pdf?seque
nce=3 : Akses April 2017
19
DAFTAR ISI
20