PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Kebutuhan energi dari bahan bakar minyak bumi (BBM) di berbagai
negara di dunia dalam tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Tidak hanya
pada negara - negara maju, tetapi juga di negara berkembang seperti
Indonesia. Untuk mengantisipasi krisis bahan bakar minyak bumi (BBM) pada
masa yang akan datang. Saat ini telah dikembangkan pemanfaatan etanol
sebagai sumber energi terbarukan, contohnya untuk pembuatan bioetanol dan
gasohol.
Bio-etanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari
pengolahan tumbuhan) di samping Biodiesel. Bio-etanol adalah etanol yang
dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses
destilasi. Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95%
volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih
dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol
(FGE). Proses pemurnian dengan prinsip dehidrasi umumnya dilakukan
dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari senyawa etanol.
Bioethanol adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat
diproduksi dari tumbuhan. Etanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang
umum, misalnya tebu, kentang, singkong, dan jagung. Telah muncul
perdebatan, apakah bioetanol ini nantinya akan menggantikan bensin yang ada
saat ini. Kekhawatiran mengenai produksi dan adanya kemungkinan naiknya
harga makanan yang disebabkan karena dibutuhkan lahan yang sangat besar,
ditambah lagi energi dan polusi yang dihasilkan dari keseluruhan produksi
etanol, terutama tanaman jagung. Pengembangan terbaru dengan munculnya
komersialisasi dan produksi etanol selulosa mungkin dapat memecahkan
sedikit masalah.
Rumusan masalah
1. Defenisi bioetanol
2. Sejarah bioetanol
3. Produksi bioetanol
4. Manfaat bioetanol
1.3.
Tujuan makalah
Mengetahui definisi bioetanol
Mengetahui sejarah bioetanol
Mengetahui produksi bioetanol
1.4.
Manfaat makalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi Bioetanol
Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme. Produksi bioetanol
dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui
proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) dengan beberapa metode
yang
tidak
disuling,
yaitu
minuman
yang
hanya
Sejarah BioEtanol
(Bio)Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai
bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada
peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara
menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia
prasejarah dari masa Neolitik.
proses
produksi
energi
mendefinisikan
fermentasi
lingkungan
untuk
minuman
modern
distilasi
pertama
kali
ditemukan
oleh
ahli-ahli
kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada
pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik,
bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan
distilasi skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh
Jabir
Ibnu
Hayyan (721-815)
yang
lebih
dikenal
dengan Ibnu
Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar. Ia juga telah
menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang bahkan masih banyak
dipakai sampai saat kini. Kemudian teknik penyulingan diuraikan dengan
jelas oleh Al-Kindi (801-873).
Distilasi atau penyulingan adalah
kimia berdasarkan
perbedaan
suatu
kecepatan
kemudahan
menguap
2.2.1
2.2.2
2.2.3
Produksi bioetanol
Selulosa dan pati merupakan material yang diperlukan untuk proses
pembuatan etanol. Selulosa hampir sama dengan pati, yaitu senyawa polimer
dari glukosa. Tetapi selulosa dan pati berbeda karena memiliki gugus ikatan C
yang berbeda. Ikatan polimer selulosa terjadi pada gugus C-beta, sedangkan
pati memiliki ikatan polimer pada gugus C- alfa.
Pada proses hidrolisis, pati akan lebih mudah dihidrolisis daripada
selulosa. Hal ini disebabkan karena unit-unit glukosa dalam selulosa memiliki
ikatan beta, sedangkan pati (amilosa) ikatannya adalah alfa. Perbedaan ikatan
ini yang sangat signifikan, ketika banyak enzim yang cocok untuk memecah
ikatan alfa dibanding dengan ikatan beta. Selain itu juga selulosa kurang
reaktif karena struktur kristalnya.
perlu waktu lama dibandingkan enzim yang perlu berhari-hari. Dan hidrolisis
dengan asam, lebih bisa diatur kondisi operasinya. Dengan larutan asam yang
umum digunakan adalah dengan asam encer dan asam kuat. Hidrolisis dengan
asam pekat adalah cara yang relatif lama, namun hasil etanolnya lebih tinggi
dan proses dapat dioperasikan pada suhu yang rendah, dan ini merupakan
keuntungan dibandingkan dengan asam kuat. Namun demikian akan
memerlukan peralatan yang tahan korosi dan ini sangat mahal harganya.
Selain itu pengambilan asam yang terikut ke produk juga memerlukan energi
yang besar. Oleh karena itu hidrolisis dengan asam encer seperti asam sulfat
atau asam khlorida adalah yang paling umum diaplikasikan.
a.
Prinsip dari hidrolisis pati ini pada dasarnya adalah pemutusan rantai
polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai
polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara
enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis
memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan
fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara
kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan
hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada
percabangan tertentu. Sedangkan untuk pembuatan etanol dengan bahan baku
selulosa, hidrolisisnya meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam
biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer
gula penyusunnya.
Hidrolisis
sempurna
selulosa
menghasilkan
glukosa,
sedangkan
dimanfaatkan
untuk
hidrolisis
asam.
Hidrolisis
asam
dapat
Air
nC6H12O6
Glukosa
a)
b)
c)
d)
Air
Asam
Basa
Enzim
c. Fermentasi
Tahap selanjutnya pada produksi bioetanol adalah proses fermentasi.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik
(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi
anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan
fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa
akseptor elektron eksternal. Pada proses fermentasi penguraian bahan - bahan
karbohidrat
tidak
menimbulkan
bau busuk
dan menghasilkan
gas
2 C2H5OH + 2 CO2
alkohol + karbondioksida
Yeast tersebut dapat berbentuk bahan murni pada media agar - agar atau
dalam bentuk yeast yang diawetkan (dried yeast). Misalnya ragi roti dengan
dasar pertimbangan teknik dan ekonomis, maka biasanya sebelum
digunakan untuk meragikan gula menjadi alkohol, yeast terlebih dahulu
dibuat starter.
Tujuan pembuatan starter adalah :
a) Memperbanyak jumlah yeast, sehingga yang dihasilkan lebih banyak,
reaksi
biokimianya akan berjalan dengan baik.
b) Melatih ketahanan yeast lerhadap kondisi must.
Untuk tujuan tersebut yang perlu diperhatikan adalah zat asam yang terlarut.
Karena itu botol pembuatan starter cukup ditutup dengan kapas atau kertas saring,
dikocok untuk memberi aerasi. Aerasi ini penting karena pada pembuatan starter
tidak diinginkan terjadinya peragian alkohol.
C6H12O6 + 6O2
d. Pemurnian / Destilasi
Untuk memisahkan alkohol dari hasil fermentasi dapat dilakukan dengan
destilasi. Destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik
didih. Proses ini
Metode lama lainnya yang digunakan adalah distilasi ekstraktif. Metode ini
digunakan dengan cara menambahkan komponen terner dalam etanol hidrat
sehingga akan meningkatkan ketidakstabilan relatif etanol tersebut. Ketika
campuran terner ini nantinya didistilasi, maka akan menghasilkan etanol
anhidrat.
Saat ini penelitian juga sedang mengembangkan metode pemurnian etanol
dengan menghemat energi. Metode yang saat ini berkembang dan mulai
banyak digunakan oleh pabrik-pabrik pembuatan etanol adalah penggunaan
saringan molekul untuk membuang air dari etanol. Dalam proses ini, uap
etanol bertekanan melewati semacam tatakan yang terdiri dari butiran
saringan molekul. Pori-pori dari dari saringan ini dirancang untuk menyerap
air. Setelah beberapa waktu, saringan ini pun divakum untuk menghilangkan
kandungan air di dalamnya. 2 tatakan biasanya digunakan sekaligus sehingga
ketika satu sedang dikeringkan, yang satunya bisa dipakai untuk menyaring
etanol. Teknologi dehidrasi ini diperkirakan dapat menghemat energi sebesar
3.000 btus/gallon (840 kJ/L) jika dibandingkan dengan distilasi azeotropik.
B. Pembuatan Bioetano dari Pati
Proses pengolahan bahan berpati seperti ubi kayu, jagung dan sagu untuk
menghasilkan bio-etanol dilakukan dengan proses urutan. Pertama adalah
proses hidrolisis, yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Pati merupakan
homopolimer glukosa dengan ikatan a-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi
yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan
fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus
dengan ikatan a-(1,4)-D-glikosidik sedangkan amilopektin mempunyai
struktur bercabang dengan ikatan a-(1,6)-D-glikosidik sebanyak 4-5% dari
berat total.
Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer
pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer
tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis,
memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air
enzyme. Perlakuan pada suhu tinggi tersebut juga dapat berfungsi untuk
sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi.
Gelatinasi cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung ( gelatinasi dengan
enzyme termamyl) pada temperature 130oC menghasilkan hasil yang kurang
baik, karena mengurangi aktifitas yeast. Hal tersebut disebabkan gelatinasi
dengan enzyme pada suhu 130oC akan terbentuk tri-phenyl-furane yang
mempunyai sifat racun terhadap yeast. Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut
juga akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitas termamyl, karena
aktifitas termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95 oC. Selain
itu, tingginya temperature tersebut juga akan mengakibatkan half life dari
termamyl semakin pendek, sebagai contoh pada temperature 93 oC, half life
dari termamyl adalah 1500 menit, sedangkan pada temperature 107 oC, half
life termamyl tersebut adalah 40 menit (Wasito, 1981).
Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan sampai mencapai
55oC, kemudian ditambah SAN untuk proses sakharifikasi dan selanjutnya
difermentasikan
dengan
menggunakan
yeast
(ragi)
Saccharomyzes
ceraviseze.
Urea dan NPK berfungsi sebagai nutrisi ragi. Kebutuhan hara tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Urea sebanyak 0.5% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.
b) NPK sebanyak 0.1% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.
Untuk contoh di atas, kebutuhan urea adalah sebanyak 70 gr dan NPK
sebanyak 14 gr. Gerus urea dan NPK ini sampai halus, kemudian
ditambahkan ke dalam larutan molasses dan diaduk.
Bahan aktif ragi roti adalah khamir Saccharomyces cereviseae yang dapat
gula menjadi etanol. Ragi roti mudah dibeli di toko-toko bahan-bahan kue
atau di supermarket. Sebaiknya tidak menggunakan ragi tape, karena ragi tape
terdiri dari beberapa mikroba. Kebutuhan ragi roti adalah sebanyak 0.2% dari
kadar gula dalam larutan molasses. Untuk contoh di atas kebutuhan raginya
adalah sebanyak 28 gr.
Ragi roti diberi air hangat-hangat kuku secukupnya. Kemudian diadukaduk perlahan hingga tempak sedikit berbusa. Setelah itu baru dimasukkan ke
dalam fermentor. Fermentor ditutup rapat.
Enzim yang digunakan adalah alfa-amilase pada tahap likuifikasi,
sedangkan tahap sakarifikasi digunakan enzim glukoamilase. Berdasarkan
penelitian, penggunaan a-amilase pada tahap likuifikasi menghasilkan DE
tertinggi yaitu 50.83 pada konsentrasi a-amilase 1.75 U/g pati dan waktu
likuifikasi 210 menit, dan glukoamilase pada tahap sakarifikasi menghasilkan
DE tertinggi yaitu 98.99 pada konsentrasi enzim 0.3 U/g pati dengan waktu
sakarifikasi 48 jam.
2) Fermentasi
Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula)
menjadi etanol dan CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula
menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, khamir
terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat
melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam
piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang
kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol (Amerine et al., 1987).
Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah
Saccharomyces cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran
terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap kadar gula
yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC.
Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan
etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya.
Titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah 100oC (Kondisi
standar).
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 100o C akan
mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi
akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi
ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang
diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai
Destilasi
2.3.1
makhluk
mikroskopis
dan
disebut
sebagai
jasad
Clostridium
thermocellum
adalah
bakteri
termofilik
yang
c.
2.3.2
Gula (glucose)
2. Pati (starch)
Pati banyak ditemukan pada jagung, singkong, sagu dan beragam
makanan pokok manusia yang mengandung karbohidrat. Rumus kimia
dari pati adalah (C6H10O5)n dengan jumlah n antara 40 3.000. Sebagai
bahan baku bioetanol, pati membutuhkan proses untuk memecah ikatan
kimianya menjadi glukosa. Proses yang umum dilakukan adalah dengan
penambahan enzim amylase untuk menghidrolisis menjadi glukosa.
Penggunaan bahan pati sebagai bahan baku bioetanol secara umum