Anda di halaman 1dari 19

1

Laporan Kasus dan Telaah Kritisi Jurnal Diagnostik

Impetigo Krustosa

Oleh:
Anita Purnama Sari
Ade Setiawati Hasibuan

Pembimbing:
Vella

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Shalawat beserta salam kita ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, serta kepada
sahabat dan keluarga beliau.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Vella, Sp.KK yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan
laporan kasus yang berjudul Impetigo Krustosa, serta para dokter di
bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang telah memberikan arahan
serta bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus.
Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa
penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap
laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, April 2017

Penulis

1
PENDAHULUAN

Impetigo adalah penyakit menular yang merupakan penyakit infeksi


piogenik kulit superfisial. Imopetig diklasifikasan menjadi impetigo non bulosa
(impetigo krustosa) dan impetigo bulosa. termasuk ke dalam suatu infeksi
piogenik pada kulit superficial. Impetigo bulosa disebabkan oleh infeksi
staphylococcal, sedangkan impetigo krustosa disebabkan oleh Staphylococcus
aureus, Streptococcus group A betahemolitikus (GABHS) atau kombinasi
keduanya. 1

Mikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan


Streptococcus B hemoliticus. Untuk impetigo bulosa sebabnya lebih sering karena
Staphylococcus aureus. Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-
hemolitikus (Streptococcus pyogenes).Banyak penelitian yang menemukan
50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan
20-45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan
Streptococcus pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab
utama impetigo krustosa adalah Streptococcus pyogenes. Staphylococcus aureus
banyak terdapat pada faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat
berkembangnya penyakit impetigo krustosa. 2

Impetigo krustosa merupakan 70 % kasus dari pioderma. Hal ini terjadi


pada anak-anak dan orang dewasa. 2 Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 10 %
dari anak-anak yang datang ke klinik kulit menderita impetigo. Perbandingan
antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering
menyerang anak-anak, jenis yang terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo
bullosa yang terjadi pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Terjadinya
penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering. Penyakit ini
banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama
antara laki-laki dan perempuan. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai
usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. 1

1
2

Penelitian yang dilakukan di poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof.


DR. R. D. Kandou Manado periode tahun 2013-2015, jumlah pasien pioderma
pada anak-anak sebanyak 114 kasus dengan terbanyak jenis kelamin laki-laki
dengan kelompok umur 1-4 tahun. Diagnosis impetigo krustosa adalah jenis
pioderma terbanyak yang ditemukan yaitu 39, 47 %, sedangkan impetigo bulosa
adalah 12,28 % dari 114 pasien dengan pioderma. 3

Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya
pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan
ekstremitas. Kelainan kulit didahului warna kemerahan pada kulit (makula) atau
papul (penonjolan padat dengan diameter < 0.5 cm) yang berukuran 2-5 mm.
Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustul (papul yang berwarna
keruh/mengandung nanah/pus) berdinding tipis yang mudah pecah dan menjadi
papul dengan krusta/keropeng/koreng berwarna kuning madu, lembut tetapi tebal
dan lengket yang berukuran < 2 cm (honey colored) dengan kulit di sekitar dan di
bawah krusta berwarna kemerahan dan basah, biasanya disertai lesi satelit. Jika
krusta dilepas tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan
sembuh di bagian tengah. Walaupun tidak jarang terlihat, lesi paling dini ditandai
vesikel dengan halo eritematus. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah
krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar ke daerah sekitarnya
dengan sendirinya secara autoinokulasi.1
Pemeriksaan penunjang yang mendukung impetigo krustosa adalah
pemeriksaan laboratorium. Pada pewarnaan gram, adanya neutrofil dengan kuman
coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok. Hasil kultur cairan akan
ditemukan adanya Streptococcus. aureus, atau kombinasi antara Streptococcus
pyogenes dengan Streptococcus beta hemolyticus grup A, atau kadang-kadang
dapat berdiri sendiri. 2 Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan inflamasi pada
bagian superfisial dari folikel sebasea. Dapat ditemukan juga subkorneal
vesikopustula yang tersebar bersamaan dengan debris dari leukosit
polimorfonuklear dan sel epidermal. Pada bagian dermis, akan ditemukan akan
ditemukan reaksi inflamasi sedang, dilatasi vaskular, edema, dan infiltrasi dari
4
leukosit polimorfonuklear.
3

Pada infeksi ringan dan lokal cukup dengan menggunakan antbiotik topikal saja.
Penggunaan antibiotik mupirosin ointment menunjukkan hasil yang efektif pada
impetigo yang disebebkan oleh staphylococcal dan streptococcal ipetigo,
sebanding dengan pemberian eritromisin oral. 1Mupirosis ointment efektif untuk
menghilangkan krusta pada impetigo krustosa. Asam fusidic topikal juga efektif
untuk impetigo lokalisata. 2

Impetigo krustosa jika tidak ditatalaksana dengan baik, akan menyebabkan


selulitis, liphangitis, dan bakterimia. Impetigo krustosa dapat juga mengakibatkan
osteomielitis, arthritis septik, pneomonia, dan septikemia. Ekfoliatin dapat
menyebabkan Staphylococcus scalded skin syndrom (SSSS) pada bayi dan orang
dewasa yang imunokompromise atau pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.2

Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo
krustosa dapat membaik spontan dalam 2-3 minggu. Bila terjadi komplikasi
glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik daripada dewasa. 1
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : An. RAM
Umur : 1 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak ada
Status Pernikahan : Belum menikah
Berat Badan : 7,3kg
Alamat : Desa Pante Geulumpang, Aceh Barat Daya
Tanggal Pemeriksaan : 27 Maret 2017
Jaminan : BPJS
Nomor CM : 1-07-48-40

Anamnesis
Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan gatal pada kaki kanan dan kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan gatal gatal pada kaki kanan dan kiri yang
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Gatal-gatal ditasakan bertambah dari hari ke
hari. Gatal-gatal dirasakan sepanjang hari. Rasa gatal bertambah apabila pasien
berkeringat dan tidak ada hal yang mengurangi keluhan gatal pada pasien. Selain
itu pasen juga mengeluh timbul bercak kemerahan pada kaki kanan dan kiri sejak
3 bulan yang lalu. Bercak kemerahan timbul dengan jumlah yang banyak dan
awalnya berbentuk bulat dan berisi cairan didalamnya, beberapa hari kemudian
pecah dan terbentuk luka seperti cairan yang mengeras dan sedikit mengaung. Ibu
pasien mengaku pasien juga mengaku menggaruk-garuk bercak kemereahan
tersebut. Pasien merasa tidak nyaman dengan adanya keluhan tersebut sehingga
pasien berobat ke dokter spesialis kulit di Aceh Barat Daya dan mendapatkan obat
minum berupa antibiotik dan salap, namun setelah menggunakan obat tersebut
pasien keluhan pasien tidak berkurang, setelah itu pasien dirujuk untuk datang ke
poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

4
5

Riwayat penyakit dahulu

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti saat
ini. Pasien terlahir tanpa anus dan sudah dilakukan operasi kolonostomi.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti
pasien.

Riwayat pemakaian obat

Pasien mengkonsumsi obat dari dokter spesialis kulit di Aceh Barat Daya 1
minggu yang lalu berupa obat minum dan obat salep, namun pasien tidak ingat
nama obat yang digunakan, dan menurut pengakuan pasien obat yang diminum
tidak mengurangi keluhan pasien.

Riwayat kebiasaan sosial yang terkait

Pasien merupakan seorang anak laki-laki, petumbuhan dan perkembangan


pasien sesuai dengan usia.

Riwayat imunisasi

Pasien mendapat imunisasi 1 kali di puskesmas saat usia pasien 2 bulan,


ibu pasien tidak ingat jenis imunisasi yang diberikan.

Pemeriksaan Fisik Kulit


Status Dermatologis
Impetigo krustosa

Gambar 1.Impetigo Krustosa

Regio : Femoris dekstra et sinistra, cruris dekstra et sinistra


Deskripsi lesi : Tampak bulla yang pecah diatas kulit yang eritematosus,
dibeberapa tempat erosi berwarna kemerahan dan krusta
diatasnya dengan tepi irregular, bentuk bervariasi, ukuran
numular, jumlah multipel, tersebar diskret dengan distribusi
generalisata.

6
7

Diagnosis Banding
1. Impetigo Krustosa
2. Impetigo Bulosa
3. Dermatitis seboroik
4. Dermatitis atopik
5. Varicella

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada kasus ini yaitu
pemeriksaan pewarnaan gram untuk melihat bakteri penyebab. Pemeriksaan
dilakukan pada tanggal 27 Maret 2017, dilaboratorium Patologi Klinik RSUDZA.
Hasil dari pemeriksaan pewarnaan gam adalah tidak ditemukan gram positif.

Resume
Pasien anak laki-laki dengan inisial An. RAM berumur 1tahun 3 bulan datang
dengan keluhan gatal-gtal pada kaki kiri dan kanan sejak 3 bulan yang lalu disertai
bercak kemerahan pada kulit. Pada status dermatologis regio femoris dekstra et
sinistra, cruris dekstra et sinistra tampak bulla yang pecah diatas kulit yang
eritematosus, dibeberapa tempat erosi berwarna kemerahan dan krusta diatasnya
dengan tepi irregular, bentuk bervariasi, ukuran numular, jumlah multipel, tersebar
diskret dengan distribusi generalisata.

Diagnosis Klinis
Impetigo Krustosa

Tatalaksana
Terapi Oral :
- Ceterizine sirup 2x1cth.
- Eritromisin sirup 4x1cth.
Terapi topikal :
- Mupirosin salep 2% 4x1 (pada lesi) pagi, sore, siang, malam
Edukasi
- Menjelaskan kepada ibu pasien bahwa penyakit pada pasien ini timbul
akibat infeksi dari bakteri.
- Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu menjaga kebersihan pasien,
pasien dianjurkan mandi tiga kali sehari.
- Orang tua pasien dianjurkan untuk memotong kuku pasien sehingga
mencegah adanya luka garukan pada kulit pasien.
- Pasien dianjurkan untuk menggunakan obat secara teratur sesuai anjuran
dokter.
- Menganjurkan ibu pasien untuk mengganti pakaian pasien sekali sampai dua
kali sehari.

Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
- Quo ad fungtionam : Dubia ad Bonam
- Quo ad sanactionam : Dubia ad Bonam

8
ANALISA KASUS

Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap pasien anak laki-laki
berusia 1 tahun 3 bulan di Poli Penyakit Kulit dan Kelamin RSUDZA pada
tanggal 27 Maret 2017. Pada anamnesis didapatkan, Pasien datang dengan
keluhan gatal gatal pada kaki kanan dan kiri yang dirasakan sejak 3 bulan yang
lalu. Gatal-gatal dirasakan bertambah dari hari ke hari. Gatal-gatal dirasakan
sepanjang hari. Rasa gatal bertambah apabila pasien berkeringat dan tidak ada hal
yang mengurangi keluhan gatal pada pasien. Selain itu pasien juga mengeluh
timbul bercak kemerahan pada kaki kanan dan kiri sejak 3 bulan yang lalu. Bercak
kemerahan timbul sekaligus dan awalnya berbentuk bulat dan berisi cairan
didalamnya, beberapa hari kemudian pecah dan terbentuk luka seperti cairan
yang mengeras dan sedikit mengaung. Ibu pasien mengaku pasien juga mengaku
menggaruk-garuk bercak kemereahan tersebut. Pasien merasa tidak nyaman
dengan adanya keluhan tersebut sehingga pasien berobat ke dokter spesialis kulit
di Aceh Barat Daya dan mendapatkan obat minum berupa antibiotik dan salap,
namun setelah menggunakan obat tersebut pasien keluhan pasien tidak berkurang,
setelah itu pasien dirujuk untuk datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah
Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Berdasarkan teori pasien dengan impetigo krustosa akan mengeluhkan


gatal-gatal pada tempat yang lesi muncul. Impetigo krustosa dapat terjadi di mana
saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar
misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Garukan pada tempat lesi akan
menyebabkan luka dan kemerahan dan terbentuk krusta. 1Hal ini sesuai dengan
keadaan pioderma bentuk impetigo krustosa yang memiliki gejala gatal menyebar
jika digaruk kemudian timbul bulla dan krusta. 1

Pada pemeriksaan fisik dermatologis, Tampak bulla yang pecah diatas kulit
yang eritematosus, dibeberapa tempat erosi berwarna kemerahan dan krusta
diatasnya dengan tepi irregular, bentuk bervariasi, ukuran numular, jumlah
multipel, tersebar diskret dengan distribusi generalisata.

9
10

Kelainan kulit pada impetigo krustosa didahului warna kemerahan pada


kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan diameter < 0.5 cm) yang
berukuran 2-5 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustul (papul yang
berwarna keruh/mengandung nanah/pus) berdinding tipis yang mudah pecah dan
menjadi papul dengan krusta/keropeng/koreng berwarna kuning madu, lembut
tetapi tebal dan lengket yang berukuran < 2 cm (honey colored) dengan kulit di
sekitar dan di bawah krusta berwarna kemerahan dan basah, biasanya disertai lesi
satelit. Jika krusta dilepas tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke
perifer dan sembuh di bagian tengah. Walaupun tidak jarang terlihat, lesi paling
dini ditandai vesikel dengan halo eritematus. Lesi tersebut akan bergabung
membentuk daerah krustasi yang lebar.1,5
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada kasus ini yaitu
pemeriksaan pewarnaan gram untuk melihat bakteri penyebab. Pemeriksaan
dilakukan pada tanggal 27 Maret 2017, dilaboratorium Patologi Klinik RSUDZA.
Hasil dari pemeriksaan pewarnaan gam adalah tidak ditemukan gram positif dan
gram negatif.

Sesuai teori, pada kasu impetigo krutosa dilakukan pemeriksaan


pewarnaan gram. Pada pewarnaan gram, akan ditemukan adanya neutrofil dengan
kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok. 2,6 Hal ini tidak sesuai
dengan hasil pemeriksaan pewarnaan gram pada kasus ini. Hasil pewarnaan gram
tidak ditemukan adanya bakteri baik gram positif diduga pasien ini sudah
mendapatkan antibiotik sebelumnya. 1,2

Penatalaksanaan medikamentosa pada kasus ini yaitu secara sistemik


dengan menggunakan cetirizine sirup 2x1 cth, eritromisin sirup 4x1cth, dan secara
topikal menggunakan Mupirosin salep 2% 4x1 unguentum eksterna (penggunaan
luar yaitu pada lesi) dioleskan pagi, siang, sore, malam.
11

Tatalaksana Impetigo
Topikal Sistemik
Lini Pertama Mupirocin Dicloxacillin 200-500 mg, setelah
Retapamulin Amoxicillin makan, 4 kali sehari
Fusidic acid plusclavulanic selama 5-7 hari
acid
cephalexin 25 mgkgBB 3 kali
sehari ; 250-500 mg
4 kali sehari.

Line kedua Azithromycin 1 x 500 mg, sampai


Clindamycin 250 mg/hari selama
Erythromycin 4 hari.

15 mg/kgBB/hari
3 x sehari.

250 500 mg
sesudah makan, 4
kali sehari selama
5-7 hari.
Suspek CA- Mupirocin TMP-SMX 160/800 mg setelah
MRSA Clindamycin makan 2 kali sehari,
Tetracycline selama 7 hari
Doxycycline,
Minocycline 15 mg/kgBB/hari 3
kali sehari

250-500 mg setelah
makan 4 kali sehari
selama 7 hari

100 mg setelah
makan 2 kali sehari
selama 7 hari.

Gambar 2. Antibiotik pada Impetigo2

Pada kasus ini antibiotik yang diberikan adalah eritromisin dikarenakan


eritromisin adalah antibiotik lini ke dua sesuai dengan pedoman pemberiaan
antibiotik pada impetigo. Pemberian antik biotik lini ke dua dikarenakan pasien
sudah pernah mendapat antibiotik sebelumnya dan tidak ada perbaikan menurut
pasien. Antibiotik eritromisin diberikan gunanya untuk menghambat sintesis
protein bakteri pada ribosomnya dengan jalan berikatan secara reversibel dengan
12

rinbosom subunit 50S. Sintesis protein terhambat karena reaksi-reaksi translokasi


aminoasil dan hambatan pembentuk awal sehingga pemanjangan rantai peptide
tidak berjalan. Makrolida dapat bersifat sebagai bakteriostatik atau bakteriosida.7
Makrolida menunjukkan dengan menghambat sintesis protein pada bakteri dengan
cara yang pertama mencegah transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs P, yang
kedua mencegah pembentukan peptide tRNA, ketiga memblokir peptidil
transferase, keempat yaitu mencegah pembentukan ribosom. Selain itu eritromisin
juga memblokir aksi dari enzim peptidil transferase. Enzim ini bertanggung jawab
untuk pembentukan ikatan peptida antara asam amino yang terletak dilokasi A dan
lokasi P dalam ribosom dengan cara menambahkan peptidil melekat pada tRNA
ke asam amino. Dengan memblokir enzim ini eritomisin mampu menghambat
biosintesis protein dengan dengan demikian dapat membunuh bakteri.8, 9
Prognosis pada kasus impetigo krustosa dari quo ad vitam, quo ad
fungtionam, dan quo ad sanactionam pada umumnya baik. Walaupun telah
ditatalaksana secara adekuat namun penyakit ini sering residif.Jika tidak diobati,
maka impetigo yang di sebabkan oleh S. aureus dapat berkomplikasi infeksi
seperti selulitis, limfangitis, dan bakteremia yang kemudian akan mengakibatkan
terjadinya osteomyelitis, arthritis septik, pneumonitis, dan septikemia.1,10
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaann fisik dermatologis, maka
diagnosis banding dari impetigo krustosa yaitu :

Alasan Gambar
Diagnosis Definisi Deskripsi Lesi
Diagnosis

1 Impetigo Femoris dekstra et


krustosa sinistra, cruris dekstra et
sinistra tampak bulla
yang pecah diatas kulit
yang eritematosus,
dibeberapa tempat erosi
berwarna kemerahan dan
krusta diatasnya dengan
tepi irregular,bentuk
bervariasi, ukuran
numular, jumlah multipel,
tersebar diskret dengan
distribusi generalisata.
13

2 Impetigo Adanya lesi yang Penyakit infeksi Regio axila dextra tampak
bulosa terdapat di piogenik pada bulosa hipopion, dengan
bagian sekitar kulit yang dasar eritematus jumlah
ketiak berupa multiple, bentuk bulat tepi
disebabkan oleh
bula semakin reguler, dan beberapa
lama semakin staphylococcus sudah menjadi krusta yang
membesar, berisi aureus superfisial berwarna kuning
cairan jernih pada epidermis. kecoklatan dengan
yang kemudian Predileksi pada ukuran lentikuler sampai
berubah menjadi muka dan bagian gutata, dan distribusi
keruh. tubuh lainnya regional. Dan terdapat
termasuk telapak adanya makula eritematus,
tangan dan batas tidak tegas bentuk
telapak kaki. bulat, ukuran lentikuler
sampai gutata, jumlah
multiple distribusi
regional.
3 Dermatitis Peradangan kulit
seboroik kronis dengan
predileksi diarea
kelenjar seboroik
yang aktif.
Dermatitis Inflamasi pada
atopik kulit yang akut,
subakut, yang
biasanya
inflamasi kronik
yang mengenai
dermis dan
epidermis, yang
sering terjadi
pada pasien yang
memiliki riwayat
atopi pada
dirinya sendiri
ataupun
keluarganya,
dengan gejala
pruritus dan
distribusi yang
khas.
5 Varisella Penyakit menular
akut yang
disebabkan oleh
virus varisela-
zoster (VVZ),
14

sering pada anak-


anak, mengenai
kulit dan
mukosa, terdapat
gejala konstitusi.
15

DAFTAR PUSTAKA

1. DA Burns, B Stephen, Cox Neil, G christopher. Rooks Textbook of


Dermatology. 8th edition. United Kingdom: Wiley-Blackwell Publishing,
2010.
2. Androphy EJ, Kirnbauer R. Human Papiloma Virus Infections. Dalam:
Goldsmith Lakatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New
York: McGraw Hill; 2012.p.2421-2433.
3. Lumatau, F P, Pandeleke H, Suling L. Profil Pioderma pada Anak di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode tahun 2013-2015. Indonesia : Journal e-Clinic (eCI), 2016, Vol 4
(2).
4. James W.D., Elston D.M., 2011. Andrews' Diseases of the Skin: Clinical
Dermatology. 11th ed. Saunders/Elsevier; London, United Kindom.
5. Thomas B.Fitz patrick, Richard A J, Klaus W, Machie K, Dick S.Color
atlas and synopsis of clinical dermatology. 11 ed. Canada: Saunders
Elsevier; 2011.
6. Lisa Slewis , Russell W Steele. Impetigo: Practice , Essentials, background
, pathophysiology. Medscape; Drugs, disease & procedures. England 2016.
P 1-5.
7. Shim J, Maylene Q. What is the best treatment for impetigo? Philadelphia :
The Journal of family practice, 2014, Vol. 83 (6). 333-335
8. A, Oakley. Management of Impetigo, New Zealand : BPJ, 2014 19. 8-11
9. Duggal Dewan S, Bharara T, Paramita J P et all. Streptococcal Bullous
Impetigo in a Neonate. 2016.
10. Behesti Mahmood, Ghotbi Sh. Impetigo, a Brief Review. 2007, Shiraz E-
Medical Journal, Vol. 8 (7), pp. 138 - 141.

Staphylococcus aureus : adalah penyebab utama


dari kasus pyoderma
16

Varsha T.Kalshetti, V.M.Bhate, Neha Haswani, and S.T.Bothikar.

Tujuan : untuk mencari angka tertinggi etiologi dari pyoderma serta jenis paling
sering dari kasus pyoderma.

Metode : pada 100 kasus diagnosis klinis dari pyoderma yang tidak mendapatkan
antibiotik sistemik atau persiapan pengguanaan topikal untuk satu bulan yang
dimasukkan kedalam penelitian ini. Pasien dengan lesi pus pada kulit akan
dimasukkan ke penelitian ini, sedangkan pasien dengan lesi tanpa pus akan di
keluarkan dari penelitian ini. Akan dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri
patogen, dengan tehnik standar mikribiologi. MRSA dideteksi dengan
menggunakan oxacillin (1g), dan menggunakan Muller-Hinton agar dengan
menggunakan NaCl 2 %. Kemudian akan diinkubator selama 24 jam dengan suhu
35 oC dan zona diameter 13 mm, dan akan dianggap sebagai MSSA jika 10
mm, atau dianggap sebagai MRSA.

Hasil : didapatkan dari 100 kasus pyoderma, angka kejadian pyoderma dengan
jenis kelamin laki-laki (54%) dan jenis kelamin perempuan (46%). Sample
diambil pada kelompok usia 10 tahun. Terdapat 31% kasus impetigo bulosa, 25%
karbunkel, 13% folliculitis, 15% infeksi eksema, 12% infeksi ulkus, 3% cellulitis,
1% paronchia. Hasil kultur positif terdapat 85 kasus, sedangkan 15 kasus tidak
ada pertumbuhan bakteri. Anka tertinggi adalah S.aureus (70%), Coagulase
Negative Staphylacoccus (8%), klebsiella (3%), -haemolitic Streptococci (2%),
E.Coli (1%), gabungan antara infeksi S.aureus dan Strepcoccus pyogenes (1%).

Kesimpulan: Dari penelitian prospektif, 100 pasien dengan pyoderma, penderita


dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak (54%), dimana pioderma dengan jenis
impetigo sebanyak 31% dengan etiologi tertinggi staphylococcus aureus pada
70% kasus, dan MRSA pada 15% kasus.

RESUME
17

Pyoderma adalah salah satu masalah yang sering dan kasus yang meragukan di
praktek klinis, terutama pada anak-anak. Umunya infeksi pada kulit disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenus. Antibiotik yang
umumnya dipakai telah mengalami perubahan yang dihasilkan dari bakteri flora
manusia dan tidak dapat dihinadari dari perkembangan resistensi yang meningkat
terutama pada kasus Staphylococcus aureus, bakteri yang paling sering pada kasus
pyoderma. Organisme lain yang terdapat pada pyoderma adalah basil gram
negative, species corynebacterium, Coagulase negative Staphylococci (CONS),
bakteri anaerob, Haemophilus influenzae, Bacillus Cereus. Pyoderma dibagi
menjadi dua, ada primer dan skunder. Yang termasuk pyoderma primer adalah
impetigo, folliculitis, furuncle, karbunkel, ecthyma, sycosis barbae. Kemudian
pyoderma sekunder adalah pyoderma consitutes tropic ulcer, scabies, dan jenis
lain dari infeksi kulit lainnya.

Berbagai faktor seperti malnutrisi, rendahnya sosial ekonomi, rendahnya tingkat


kebersihan yang dapat meninggkatkan angka kejadian infeksi pada kulit.
Community-acquired methicilin-resistent staphy

Anda mungkin juga menyukai