Anda di halaman 1dari 8

1.

Konsep dasar penghindaran pajak internasional

Sebelum membahas secara lebih dalam, apa yang dilakukan oleh Apple untuk
menghindari pajak, ada beberapa prinsip dasar yang perlu dipahami.
Pertama, berbeda dengan penyelundupan pajak (tax evasion) yang melanggar hukum,
penghindaran pajak (tax avoidance) pada prinsipnya adalah sesuatu yang legal. Inilah
mengapa banyak otoritas pajak memiliki seperangkat alat penangkal berupa anti tax-
avoidance rules. Hasilnya, ada dua kategori lanjutan untuk penghindaran pajak: yang dapat
diterima (acceptable tax avoidance) dan yang tidak dapat diterima (unacceptable tax
avoidance). Sementara yang acceptable tax avoidance bisa dibagi lagi ke dalam
kategori deferential (santun) dan defiant (kasar), dalam beberapa kasus unacceptable tax
avoidance bisa juga disebutaggressive tax planning. Skema ini biasanya dilakukan oleh
perusahaan multinasional dengan menggunakan teknik transfer pricing, treaty
shopping, controlled foreign corporation (CFC), maupun thin capitalisation. Transfer
pricing dan CFC akan dibahas dalam tulisan ini.
Kedua, dalam konteks perpajakan internasional, setiap negara memiliki sistem
perpajakan sendiri-sendiri, yang mungkin tidak sama atau bahkan saling bertentangan dengan
sistem negara lain. Ini menjadi masalah ketika masuk ke ranah penerimaan perpajakan.
Dalam konteks ini lokasi memiliki peran penting. Bagaimana pengenaan pajak terhadap
individu atau perusahaan yang kegiatan bisnisnya di negara A sementara mereka berdomisili
di negara B? Adalah wajar jika kemudian negara dimana individu tinggal akan berupaya
mengenakan pajak dari sisi domisili, sementara negara dimana kegiatan bisnis dilakukan akan
mengenakan pajak dari sisi sumber penghasilan. Namun demikian, bagi perusahaan konsep
domisili ini tidak berlaku. Yang berlaku adalah konsep residensi (kriteria untuk menentukan
apakah sebuah perusahaan asing seharusnya diperlakukan sebagai wajib pajak dalam negeri
suatu negara). Konsep ini ditentukan melalui beberapa pertimbangan, misalnya dimana
perusahaan terdaftar, dimana aktivitas bisnis dilakukan, dimana perusahaan dikelola dan
dikendalikan. Setiap negara memiliki pertimbangan yang berbeda dan sangat mungkin
berubah (misalnya, melihat dinamika perkembangandigital economy, pada tahun 2013
Inggris merevisi konsep residensi dalam sistem pajaknya). Prinsip-prinsip ini akan dikaji
lebih lanjut untuk membahas kasus Apple.
Ketiga, terkait dengan poin kedua, salah satu norma dasar dalam perpajakan
internasional adalah semua penghasilan akan dikenakan sekali dan hanya sekali. Artinya,
secara prinsip, perpajakan internasional tidak hanya harus bisa menghindarkan adanya
pengenaan pajak berganda (avoid double taxation), tapi juga harus bisa mencegah adanya
upaya untuk terbebas dari pajak baik dari sisi domisili si penerima penghasilan maupun dari
sisi sumber pemberi penghasilan (double non-taxation). Singkat kata, ada dua double yang
seharusnya dihindari dalam konteks perpajakan internasional: double taxation dan double
non-taxation. Dalam konteks double non-taxation inilah struktur perpajakan internasional
Apple akan dibahas.
Keempat, untuk memberikan gambaran awal bagaimana mekanisme penghindaran
pajak dilakukan dalam konteks perpajakan internasional, tulisan ini akan memberikan contoh
sederhana. Katakanlah PT A di Indonesia memproduksi barang untuk dijual di Australia.
Karena tarif Pajak Penghasilan di Indonesia dianggap terlalu tinggi (25%), PT A ingin
melakukan penghematan pajak dengan mendirikan anak perusahaan di Irlandia (X Ltd),
dimana tarif pajak hanya 12,5%. Dengan cara ini PT A bisa melakukan penggeseran laba
(profit shifting) dengan cara menjual produk dengan harga rendah (under pricing) ke X Ltd di
Irlandia terlebih dahulu sebelum menjualnya ke konsumen akhir di Australia (Z Ltd). Sama
halnya untuk kasus pembelian. PT A di Indonesia bisa menaikkan harga pokok produksi
dengan mencatat pembelian diatas harga yang sebenarnya (over pricing) dengan melakukan
pembelian barang dari anak perusahaan di Irlandia yang membeli bahan dengan harga pasar
wajar dari pihak independen di Australia.

Penjualan

Subsidiary PT A

Invoice:

600 AUD Invoice:

1000 AUD

Produk

Batas Yurisdiksi

Pihak independen
Pembelian

Subsidiary PT A

Invoice:

1000 AUD

Produk
Invoice:

600 AUD

Pihak independen

Agar lebih mudah dipahami, mengacu pada kedua gambar diatas, contoh sederhana
akan diberikan untuk kasus penjualan. Untuk menjual produk seharga, katakanlah, 1000
AUD, PT A memiliki dua pilihan. Pertama, langsung menjual produk ke konsumen akhir (Z
Ltd) di Australia. Jika hal ini dilakukan, maka PT A akan membayar pajak 100 AUD dan
memiliki laba bersih setelah pajak 300 AUD (lihat skema A dalam tabel dibawah). Skema ini,
karena hanya melibatkan dua entitas, bisa disebut dengan direct sales under bilateral model.
Kedua, PT A bisa menjual terlebih dahulu ke anak perusahaan di Irlandia (X Ltd)
seharga 600 AUD dan kemudian X Ltd menjualnya ke Australia seharga 1000 AUD (skema
B). Dengan skema ini, PT A di Indonesia tidak perlu membayar pajak karena tidak memiliki
laba bersih sebelum pajak. Namun demikian, sebagai grup, dengan biaya operasional
tambahan sebesar 10 AUD, PT A akan menghemat pajak sebesar 51,25 AUD (100 dikurangi
48.75) dan memiliki tambahan penghasilan neto sebesar 41,25 AUD (341,25 dikurangi 300).
Skema ini, karena melibatkan tiga entitas (X Ltd sebagai perantara), bisa disebut dengan
indirect sales under trilateral model. Perlu dicatat, sebagaimana lazimnya transaksi
penghindaran pajak, meski secara legal barang ini dijual oleh PT A ke X Ltd di Irlandia
antara lain dengan alasan efisiensidalam praktek secara fisik barang akan dikirim langsung
dari Indonesia ke Z Ltd di Australia.

Contoh perhitungan pajak dengan transaksi melalui related party

Salah satu cara sederhana untuk memahami implikasi pajak dari penggunaan dua
skema tax arbitrage diatas adalah dengan menggunakaneffective tax rate (ETR) terhadap
penghasilan (perlu dicatat, dalam beberapa kasus nilai ETR ini diterapkan terhadap laba
bersih sebelum pajak). Dalam contoh diatas, skema A akan menghasilkan nilai ETR sebesar
10% (100 dibagi 1000) sementara skema B akan menghasilkan ETR sebesar 4,9% (48,75
dibagi 1000). ETR ini adalah salah alat uji untuk mengetahui besarnya pajak yang berhasil
dihemat oleh Apple.
2. Skema penghindaran pajak Apple
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, dari tiga anak perusahaan Apple dengan
status wholly owned subsidiaries (AOI, AOE, dan ASI), AOI dan ASI yang memiliki peran
kunci terkait penerapan teknik double non-taxation. Atas dasar inilah kedua anak perusahaan
ini dibahas secara lebih detail, termasuk peran yang mereka jalankan.
Pertama, Apple Operations International (AOI). AOI digunakan oleh Apple Inc untuk
memanfaatkan celah hukum yang ada di Irlandia dan Amerika. Yang menarikuntuk tidak
dibilang mengejutkanmeski memiliki tiga direktur, AOI tidak memiliki pegawai. Tiga dari
dua direktur AOI berasal dari Apple Inc dan tinggal di Amerika dan seluruh rapat direksi
dilakukan di Amerika. AOI secara legal terdaftar di Irlandia, namun pusat manajemen dan
pengendaliannya berada di Amerika. Meski terdaftar di Irlandia, AOI bukanlah corporate tax
residence di Irlandia. Hal ini karena definisi legal daricorporate tax residence di Irlandia
semata-mata merujuk dimana lokasi perusahaan yang menjadi pusat manajemen dan
pengendalian perusahaan berada (dalam hal ini di Amerika). Sementara itu, AOI juga
bukanlah tax residence di Amerika. Mengapa? Karena hukum pajak Amerika menetapkan
bahwa status residensi sebuah perusahaan hanya ditentukan oleh dimana perusahaan tersebut
terdaftar (dalam hal ini di Irlandia). Dalam kasus ini, istilah it takes two to tango adalah benar
adanya. Jelas bukan kalau AOI secara substansi bukan wajib pajak tidak hanya di Amerika
tetapi juga di Irlandia?
Hal ini cukup mengejutkan melihat posisi AOI yang sangat strategis karena
merupakan perantara perusahaan induk Apple dengan berbagai anak perusahaan Apple di
berbagai negara. AOI juga membawahi ASI dan beberapa anak perusahaan distributor untuk
pangsa pasar di Eropa dan Asia. Dengan penguasaan dominan di beberapa anak perusahaan,
AOI menerima jumlah dividen dengan jumlah yang signifikan dari grup anak perusahaan
(misalnya, antara tahun 2009 2011 AOI menerima dividen sebesar 30 miliar US Dollar atau
sekitar 390 triliun Rupiah), tanpa pernah membayar pajak penghasilan badan di negara-
negara dimana anak perusahaan beroperasi. Selain aset berupa grup anak perusahaan, aset
dominan dari AOI adalah uang kas yang tersimpan di bank-bank di New York.
Kedua, Apple Sales International (ASI). ASI juga terdaftar di Irlandia. Seperti halnya
AOI, ASI juga secara residensi bukan merupakan wajib pajak baik di Amerika maupun di
Irlandia. Meski berdiri sejak tahun 1980, ASI baru memiliki pegawai pada tahun 2012; ketika
ada 250 orang staff dipindahtugaskan dari AOE (induk langsung perusahaan ASI, lihat
gambar 1). ASI mempunyai dua fungsi utama: (i) berhubungan dengan beberapa pabrikan
pihak ketiga di China untuk merakit produk-produk Apple dan (ii) memasarkan produk Apple
melalui anak perusahaan distributor di Eropa dan Asia. Perlu dicatat, khusus untuk pasar
China, produk Apple tidak dipasarkan melalui ASI, tapi oleh grup anak perusahaan yang lain
di Irlandia (Apple Distribution International ADI). Meski sebagai penjual ASI berlokasi di
Irlandia, secara fisik produk Apple yang dirakit di China tidak pernah singgah di Irlandia.
Hal yang unik dari ASI adalah anak perusahaan ini memiliki skema pembagian biaya
(cost sharing arrangement) dengan sang induk perusahaan, Apple Inc. Dengan skema ini, ASI
memiliki hak ekonomi atas penggunaan hak kekayaan intelektual dari Apple, meskipun
secara legal kepemilikannya tetap berada di Apple Inc yang berada di Amerika. Artinya,
dengan adanya persetujuan ini, ASI memiliki kewenangan untuk membiayakan biaya riset
dan pengembangan (R&D expenses) secara proporsional dengan besarnya penjualan produk
untuk pasar di luar Amerika. Sebagai contoh, melalui skema cost sharing arrangement ini,
pada tahun 2011, karena 60% penjualan Apple secara global berada di luar Amerika, ASI
memiliki kewajiban untuk membebankan 60% dari total biaya R&D Apple sebesar 2,4 miliar
US Dollar (sekitar 31 triliun Rupiah), atau sekitar 1,4 miliar US Dollar (atau sekitar 19 triliun
Rupiah).
3. Empat Faktor Pendukung Penghindaran Pajak Apple

a. Celah legal dari definisi wajib pajak dalam negeri


Adanya celah legal yang memungkinkan Apple mendirikan perusahaan yang
bukan wajib pajak dalam negeri baik di Irlandia maupun di Amerika akibat definisi
yang saling melengkapi (complementay definitions). Kedua negara menggunakan
pendekatan faktor tunggal untuk menentukan residensi dari sebuah perusahaan:
Amerika menggunakan tempat dimana perusahaan terdaftar, sementara Irlandia
menggunakan pusat manajemen dan pengendalian perusahaan. Jadi, sebuah
perusahaan yang didirikan di Irlandia, namun penguasaan manajemen dan
pengendaliannya berada di Amerika bukanlah wajib pajak dalam negeri baik di kedua
negara.
b. Kelemahan aturan transfer pricing untuk aset tidak berwujud
Salah satu bagian penting dari skema penghindaran pajak Apple adalah adanya
pemindahan hak ekonomis atas hak kekayaan intelektual Apple kepada ASI melalui
skema cost sharing agreement. Berdasarkan kontrak, ASI mendapatkan hak untuk
memproduksi dan memasarkan produk Apple di Eropa dan Asia. Namun demikian,
karena dianggap memiliki kepemilikan aset ekonomi tidak berwujud yang terpisah,
ASI tidak perlu membayar biaya royalti kepada Apple. Artinya, meskipun hak
memproduksi dan memasarkan yang ada di anak perusahaan Apple di Irlandia secara
nyata terpisah dari fakta bahwa seluruh kegiatan R&D dilakukan di Amerika,
kepemilikan legal dari hak kekayaan intelektual tetap berada di Apple Inc yang berada
di Amerika.
c. Kelemahan aturan CFC (controlled foreign corporation) di Amerika
Aturan mengenai CFC untuk pertama kalinya dikenalkan di Amerika pada
tahun 1962. Aturan ini bertujuan untuk membatasi adanya pengaturan penundaan atau
pengalihan pembayaran pajak (tax deferral) atas penghasilan tertentu, misalnya
pembayaran dividen intra-group, bunga, royalti, dan penjualan intra-group. Mungkin
ada banyak anggapan bahwa CFC ini efektif dalam mencegah adanya modifikasi
transaksi dalam grup perusahaan. Hal ini tidak terjadi dalam kasus Apple.
Alasan utama mengapa skema pajak Apple lolos dari jaring CFC Amerika
adalah fasilitas manufacturing exception. Fasilitas ini awalnya diberikan untuk
memberikan pengecualian kepada perusahaan CFC dari pengenaan pajak secara
segera (immediate) jika perusahaan CFC tersebut adalah harus perusahaan pabrikan
(manufacturer) yang memberikan nilai tambah secara substansial terhadap produk
yang dihasilkan. Pengecualian ini pada awalnya mungkin dimaksudkan agar aturan
CFC tidak menghalangi perusahaan multinasional Amerika untuk melakukan ekspansi
operasi manufakturnya di negara lain. Namun demikian, pada tahun 2008 kebijakan
ini diperlonggar. Syarat sebuah perusahaan CFC berhak mendapat fasilitas
manufacturing exception tidak harus perusahaan pabrikan; syaratnya berubah
menjadi yang penting memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produk yang
dihasilkan. Hal inilah yang memberikan peluang bagi ASI di Irlandia untuk
mendapatkan fasilitas manufacturing exception dari Apple Inc di Amerika sehingga
penghasilan Apple di Irlandia terlindung dari pengenaan pajak di Amerika.
d. Keberadaan negara-negara dengan tarif pajak rendah (low tax jurisdictions)
Ini adalah salah satu penyebab paling utama yang memotivasi perusahaan
multinasional untuk melakukan penghindaran pajak. Seperti halnya air, dalam konteks
perpajakan, penghasilan akan selalu diupayakan untuk menuju ke tempat (dengan tarif
pajak) terendah. Dalam konteks Apple, tarif pajak maksimum di Amerika adalah 35%.
Ini termasuk yang tertinggi untuk kategori negara maju. Sementara itu, tarif pajak
Badan di Irlandia kurang dari separo dari tarif pajak Amerika: 12,5%.

Anda mungkin juga menyukai