Anda di halaman 1dari 39

Farmakovigilans

(Peran APT di RS)


Hasriani Yusuf
Medical and Regulatory Director / CSO

PT Novartis Indonesia
Padang, 08 Mei 2015
Obyektif

Sharing Pentingnya Safety Monitoring bagi semua


stakeholder :

Apa yang dimaksud dengan farmakovigilans


Mengapa safety monitoring itu penting
Apa peran Apoteker dalam farmakovigilans
Apa yang dilakukan oleh Industri Farmasi di dalam
penanganan farmakovigilans

2
farmakovigilans

Apa itu farmakovigilans?

WHO
The science and activities relating to the detection,
evaluation, understanding and prevention of adverse
drug reactions or any other drug-related problems

BPOM
Suatu keilmuan dan aktivitas tentang deteksi atau
pengkajian (assessment), pemahaman, dan
pencegahan efek samping atau masalah lainnya
terkait dengan penggunaan obat

3
farmakovigilans
Latar Belakang

4
Farmakovigilans

Tujuan farmakovigilans

Deteksi dini Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dari suatu


obat yang belum dikenal dan interaksinya
Deteksi adanya peningkatan frekuensi kejadian tidak
diinginkan yang telah diketahui
Identifikasi faktor risiko dan kemungkinan mekanisme
terjadinya kejadian tidak diinginkan tersebut
Mengevaluasi keamanan obat pada penggunaan
jangka panjang
Studi potensial risiko pada sub grup populasi tertentu
(contoh: anak anak, lansia, wanita hamil dll)
Analisa benefit/risk rasio manfaat/risiko

5
farmakovigilans

Peranan Apoteker dalam farmakovigilans


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
tercakup peranan Petugas Farmasi (Apoteker) dalam
farmakovigilans:
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan
Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada
pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam
pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam
pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian
informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan
rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir
serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication
error).
farmakovigilans

Pasal 1 Point 4:
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pasal 4 Point (a):


memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat
dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi
dan jasa kefarmasian;

Pasal 6 Point 3:
Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin
keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi.
farmakovigilans

Peranan Apoteker dalam farmakovigilans


Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 58 Tahun 2014 tentang Stadar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, Bab III tertulis bahwa:

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan


langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien
dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena
Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient
safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin
farmakovigilans

Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:


1. Pengkajian dan pelayanan Resep;
2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
3. Rekonsiliasi Obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. Konseling;
6. Visit;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10. Dispensing sediaan steril; dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
farmakovigilans

1. Pengkajian dan pelayanan Resep;

Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan sebagai


upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat
(medication error).

Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai dengan:


1. Persyaratan administrasi,
2. Persyaratan farmasetik, dan
3. Persyaratan klinis
farmakovigilans

2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;


Yaitu proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/
Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik
/ pencatatan penggunaan Obat pasien.

Kegiatan:
Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya;
Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat
pasien.

Informasi yang harus didapatkan:


Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang
tersisa).
farmakovigilans

3. Rekonsiliasi Obat;
Yaitu proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat
yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti
Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
Obat.

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:


Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang
digunakan pasien;
Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak adanya
dokumen mengenai instruksi dokter;
Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter.
farmakovigilans

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi
mengenai rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker

5. Visit
merupakan kegiatan kunjungan ke pasien yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan
mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan
reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat
yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter,
pasien serta profesional kesehatan lainnya.
farmakovigilans

6. Konseling

suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat


dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan
hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness
yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan
Obat bagi pasien (patient safety).

Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:


Kriteria Pasien
Sarana / Prasarana
farmakovigilans

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk


memastikan terapi Obat yang diberikan aman, efektif dan
rasional bagi pasien

Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan


meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD).

Kegiatan dalam PTO meliputi:


Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat,
respons terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
farmakovigilans

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan
terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak
dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.

MESO bertujuan:
menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;
menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan
yang baru saja ditemukan;
mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO
meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki; dan
mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki.
farmakovigilans

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi


penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan
secara kualitatif dan kuantitatif.

10. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas
dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian
Obat.

11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)


farmakovigilans

Melihat paparan di atas, proses farmakovigilans sudah sangat


jelas di paparkan dan sudah menjadi standar dari tugas
kefarmasian di Rumah Sakit:

1. Mencegah terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication


error).
2. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat
pasien.
3. Menyediakan/memberikan informasi mengenai rekomendasi Obat
yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif
4. Memantau terapi Obat dan reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki,
5. Meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD),
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya
meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient
safety)
6. Melakukan evaluasi penggunaan Obat
7. Melakukan dispensing sediaan steril untuk menghindari terjadinya
kesalahan pemberian Obat.
farmakovigilans

Konsumer, Pasien, Healthcase Professionals (Dokter,


Perawat, Bidan, Apoteker, dll) memegang peranan
penting dalam proses farmakovigilans khususnya
untuk melakukan monitoring dan pelaporan yang
berhubungan dengan informasi keamanan produk ---
Pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD)/ Adverse
Event (AE).
farmakovigilans

Kejadian Tidak Diinginkan (AE)

Definisi:
Semua kejadian medis yang tidak diinginkan yang terjadi
pada pasien yang diberikan produk medis, termasuk
kejadian yang tidak ada hubungan terhadap
pengobatan.
AE dapat berupa tanda yang tidak diharapkan atau tidak
diinginkan (seperti hasil lab abnormal), gejala atau
penyakit sementara yang berkaitan dengan penggunaan
suatu produk, ada atau tidak hubungannya dengan
produk medis tersebut.
Laporan spontan dari konsumen dan profesional
kesehatan harus dianggap sebagai dicurigai Kejadian
Tidak Diinginkan walaupun kejadian tersebut:
Memiliki hubungan atau tidak dengan pengobatan
Kejadian tersebut sudah ditemukan pada informasi produk dan secara
umum diketahui sebagai efek samping dari pengobatan tersebut
farmakovigilans

Apa yang perlu dilaporkan

SIAPA yang mengalami keluhan ? PATIENT

KELUHAN APA yang dialami oleh Pasien? EVENT

PRODUK APA yang digunakan oleh Pasien? DRUG

SIAPA yang melaporkan? REPORTER


farmakovigilans

Kejadian Tidak Dinginkan / AE dapat dilaporkan ke:


1. BPOM
a. Menggunakan Formulir Pelaporan Efek Samping Obat/
form kuning
b. Melalui website BPOM : http://e-meso.pom.go.id

2. Industri Farmasi terkait yang berhubungan dengan


Obat yang dilaporkan
a. Kontak langsung melalui telp/ fax/ email
b. Melalui Medical Representative/ atau perwakilan dari
industri yang bersangkutan
farmakovigilans

Pelaporan ke BPOM
menggunakan Formulir Kuning yang dikeluarkan oleh BPOM untuk
dilengkapi dan dikirim kembali ke BPOM
farmakovigilans

Pelaporan ke BPOM
melalui website BPOM : http://e-meso.pom.go.id
farmakovigilans

Peran Industri Farmasi - PT Novartis Indonesia


Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.12.11.10690 Tahun 2011
tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi :
1. Industri Farmasi wajib melaksanakan Farmakovigilans.
2. Farmakovigilans dilakukan dengan melakukan pemantauan dan
pelaporan mengenai:
1. Aspek keamanan obat dalam rangka deteksi, penilaian,
pemahaman, dan pencegahan kejadian tidak diinginkan atau
masalah lain terkait dengan penggunaan;
2. Perubahan profil manfaat-risiko obat; dan/atau

3. Aspek mutu yang berpengaruh terhadap keamanan obat.

Mengacu pada peraturan tersebut di atas, kegiatan


farmakovigilans telah dimulai sejak berdirinya PT Novartis
Indonesia pada tahun 1997 hingga membentuk tim khusus untuk
menerima pelaporan kejadian tidak diinginkan terhadap semua
obat Novartis
25 | Presentation Title | Presenter Name | Date | Subject | Business Use Only
farmakovigilans

Tanggung Jawab Tim Farmakovigilans


Mematuhi peraturan International & Nasional
Mengidentifikasi profil keamanan produk
Mengkomunikasikan informasi yang akurat demi
keselelamatan dan meminimalkan risiko
Memantau & menindaklanjuti risiko yang timbul
Diatas semua itu, tanggung jawab yang utama adalah
membantu melindungi pasien dari risiko yang terkait
dengan produk dan memaksimalkan manfaat penilaian
risiko untuk setiap pasien
farmakovigilans

Contoh Jenis Pelaporan yang mungkin bisa diterima


oleh seorang Apoteker:

Pasien diresepkan obat A oleh dokter dan mengeluhkan mual


setelah minum obat. Efek samping mual telah tercantum pada
produk informasi obat A
farmakovigilans

Contoh Jenis Pelaporan yang mungkin bisa diterima


oleh seorang Apoteker:

Penggunaan Obat dengan dosis/jadwal/durasi yang berbeda


dari yang seharusnya
Contoh : Seorang pasien diresepkan obat X 0,5 mg capsule 2
kali sehari, sedangkan sesuai dengan petunjuk pemberian obat,
obat tersebut direkomendasikan untuk diberikan dengan dosis
0,5 mg 1 kali sehari.

Route of administration yang belum disetujui atau tidak sesuai


dengan petunjuk pemberian
Contoh : Seorang pasien menerima suntikan obat X setelah 2
minggu dari suntikan 1, sedangkan sesuai dengan petunjuk
pemberian obat, suntikan ke 2 seharusnya diberikan dengan
interval antara dosis berturut turut tidak boleh kurang dari 28
hari.
farmakovigilans

Contoh Jenis Pelaporan yang mungkin bisa


diterima oleh seorang Apoteker:

Penggunaan Obat pada populasi pasien yang belum disetujui.


Contoh : Obat X diberikan kepada pasien umur 10 tahun,
dimana obat X tersebut tidak untuk anak anak dibawah 18
tahun

Penggunaan Obat untuk indikasi yang belum disetujui oleh


BPOM
Contoh : Obat X diberikan kepada pasien yang memiliki
keluhan mual, dimana indikasi untuk mengatasi mual dengan
pemberian obat tersebut belum disetujui oleh BPOM
farmakovigilans

Contoh Jenis Pelaporan yang mungkin bisa diterima oleh


seorang Apoteker:

Memotong / menghancurkan tablet / kapsul yang tidak sesuai


dengan anjuran
Pasien membelah tablet dan mengambil setengah tablet (terlepas
dari dosis yang direkomendasikan) tanpa atau dengan saran /
sepengetahuan Dokter dikarenakan berbagai alasan:
Tablet / kapsul terlalu besar
Alasan ekonomi
Kekuatan dosis minimal yang tersedia adalah masih tinggi
Keterbatasan informasi - tidak jelas atau tidak tahu

Penggunaan obat untuk pasien yang mempunyai kontra


indikasi
Contoh : Pasien dengan gagal ginjal diresepkan obat X yang
merupakan kontraindikasi pada gagal ginjal.
farmakovigilans

Pelaporan Kejadian Tidak Dinginkan / AE dilakukan,


walaupun:
1. Pasien tidak mengalami keluhan
2. Dokter yang menangani pasien tidak menganggap bahwa hal hal
diatas bukan sebagai efek samping / AE

Pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan / AE


disampaikan kepada Tim PV dalam waktu 24 jam sejak
Keluhan tersebut diketahui.

Untuk menghindari keterlambatan dalam pelaporan, pelaporan dapat


dilakukan melalui telepon, sms ataupun email. Formulir pelaporan
dapat menyusul.
farmakovigilans
32

Proses farmakovigilans

All Study &


Epidemiology
data & reports All Risk
Spontaneous Literature Regulatory Management
Reports Reports Reports Plans

Collect Collate Data Review


Report ACTION
Data (database) & Analysis
Study &
PMS
Data
Regulatory Follow-up Signal Issue
Reports Generation Management

Relevant
Non-Clinical
Data
farmakovigilans

Proses Pelaporan AE di Novartis


farmakovigilans
Formulir Pelaporan

34
farmakovigilans
Aplikasi Software

35
farmakovigilans

Rantai Proses Pelaporan

Pasien
Perubahan
Keluhan
Produk Informasi / HCP
Label Produk

Advises

Penilaian
dan Pengujian Pelaporan Keluhan
Kejadian Tidak
Diinginkan / AE

Pengolahan dan
tindak lanjut
36
Pelaporan
Key Point

Pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan / Adverse Event


penting karena
dapat menjaga keamanan pasien

Keamanan pasien adalah prioritas utama

Melalui pelaporan yang akurat dan tepat


waktu dari semua pelaporan kejadian tidak
diinginkan (AE), diharapkan kita dapat
menjamin keamanan produk

Industri Farmasi dan semua pihak wajib memiliki


komitmen tinggi untuk ikut terlibat secara aktif dalam
program Farmakovigilans demi keamanan pasien

37

Anda mungkin juga menyukai