Anda di halaman 1dari 3

Fungsi Legislative

Legislatif bertugas membuat undang undang. Bidang legislatif


Di Negara Indonesia lembaga legislatif lebih dikenal dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Lembaga negara DPR yang bertindak sebagai lembaga legislatif mempunyai fungsi berikut ini :
1. Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2. Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3. Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap
pemerintahan yang menjalankan undang-undang.
Fungsi Eksekutif
Eksekutif bertugas menerapkan atau melaksanakan undang-undang. Bidang eksekutif adalah
presiden dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya.
Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1. membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2. mengangkat duta dan konsul.
3. menerima duta dari negara lain
4. memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada warga negara Indonesia atau
warga negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama baik Indonesia.
Fungsi Yudikatif
Yudikatif bertugas mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Adapun unsur yudikatif terdiri
atas Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga ini merupakan lembaga ketiga dari tatanan politik Trias Politica yang berfungsi
mengontrol seluruh lembaga negara yang menyimpang atas hukum yang berlaku pada negara
tersebut. Fungsi Lembaga Yudikatif adalah sebagai alat penegakan hukum.
Hubungan Badan Legislatif , Eksekutif dan yudikatif
Hubungan antar badan legislatif, eksekutif dan yudikatif bila kita melihat di negara kita sendiri
yaitu indonesia. Badan yudikatif merupakan lembaga yang bertugas dalam hal peradilan dari
berbagai pelanggaran maupun persengketaan yang mengacu pada hukum yang berlaku di negara
tersebut, dan dasar hukum yang digunakan untuk acuan keputusan peradilan adalah produk dari
badan legislatif, dan eksekutif yang bertugas ikut menegakkan hukum yang berlaku tersebut agar
dapat berjalan dengan semestinnya ataupun juga bisa membuat peraturan dengan cara
berkolaborasi dengan legislatif dengan terlebih dahulu untuk mengajukan rancangan peraturan
tersebut. Lembaga yudikatif di negara-negara konstitusionl mendapatkan kedudukan yang bebas
dari intervensi, kecuali di kebanyakan federal, kekuasaan yudikatif dalam pemerintah wajib
menjalankan undang-undang yang disahkan oleh kekuasaan legislatif, namun kebanyakan negara
federal, lembaga yudikatif mempunyai kekuasaan untuk menolak memberlakukan undang-
undang yang disahkan oleh lembaga legislatif federal yang dianggap melampui batas wewenang
kontitusional lembaganya. Pada negara-negara penganut rule of law hakim adalah pelindung hak
individu terahir pada setiap kasus yang mungkin timbul dibawah common law, statute law dan
constitutional law. Eksekutif itu sendiri tidak dapat mempengaruhi sikap peradilan. Namun
undang-undang tersebut akan mencabut kekuasaan hakim untuk mengawasi tindakan eksekutif
dalam beberapa kasus. Namun indepedensi lembaga yudikatif dapat dipengaruhi sampai saat
undang-undang tersebut disahkan dan berkenaan dengan kelompok putusan kusus yang
ditunjukkan dalam undang-undang tersebut.
Hubungan MA dan MK
1. Hubungan kewibawaan yang formal
Hubungan kewibawaan formal adalah hubungan kelembagaan antara MA dan KY dalam
menjalankan amanat Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 (Hasil Perubahan Ketiga) yaitu Pengusulan
pengangkatan hakim agung di Mahkamah Agung oleh Komisi Yudisial.
2. Hubungan Kemitraan (Partnership)
Hubungan kemitraan (partnership).adalah hubungan kerjasama antara MA dan KY dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Hubungan MA dengan KY
Hubungan yang pertama yaitu keberadaan Komisi Yudisial sebenarnya berasal dari
lingkungan internal hakim sendiri, yaitu adanya konsepsi mengenai Majelis Kehormatan Hakim
yang terdapat di dalam dunia profesi kehakiman dan di lingkungan Mahkamah Agung. Jadi
Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal ( external auditor ), sedangkan Mahkamah Agung
sebagai pengawas internal ( internal auditor ). Maka dari itu,
Hubungan yang kedua, Komisi Yudisial berfungsi menunjang (auxiliary organs )
tegaknya kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim sebagai pejabat penegak hukum
dan lembaga yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman ( judiciary ). Maka dari itu, dalam
menjalankan tugas tersebut Komisi Yudisial bekerja berdampingan dengan Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi, bukan dengan pemerintah atau lembaga perwakilan rakyat.
Hubungan yang ketiga, terlihat dalam Pasal 21 UU No 22 Tahun 2004 tentang KY yaitu
:
Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b,
Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan
Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi . Dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa
hubungan Komisi Yudisial dengan MA yaitu Komisi Yudisial mengajukan usul penjatuhan sanksi
bagi hakim yang melanggar kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim kepada
Mahkamah Agung.
Contoh Kasus yg melibatkan Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif

v Legislatif
DPR-RI memiliki tugas diantaranya membentuk undang-undang dan melakukan pengawasan
(supervisi) terhadap penggunaan APBN, namun apa yang terjadi apabila DPR menyalahgunakan
tugas, fungsi, dan kewenangannya, Alhasil yang terjadi adalah perbuatan pidana yang sangat
familiar saat ini, yaitu korupsi. Mungkin tidak berlebihan jika ada anggapan bahwa ladang
korupsi bukan hanya birokrasi dikalangan eksekutif yang akan saya bahas kemudian, tetapi juga
dikalangan legislatif. Mengapa tidak, sudah begitu banyak anggota DPRD maupun DPR
dihukum secara berjamaah dalam kasus tindak pidana korupsi..
kasus yang sedang hangat saat ini seperti kasus Nazaruddin. Kasus tersebut adalah kasus mark
up anggaran sehingga ada bagian yang bisa digunakan dalam proses suap menyuap, dan lahir
dari perselingkuhan pembahasan anggaran, sehingga menjelma menjadi mata rantai kesewenang-
wenangan dalam memperlakukan anggaran negara.
v Eksekutif
fakta yang terjadi adalah lembaga eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan yang terdiri
dari kementerian, gubernur, bupati dan walikota, juga melakukan korupsi. Sama dengan
legislatif, kalangan eksekutif pun kebanyakan dari partai politik (parpol). Tanpa dukungan parpol
mereka tidak mungkin dapat menduduki kursinya sekarang, untuk memperoleh dukungan dari
parpol mereka membutuhkan dana. Karena parpol tidak akan menerima mereka sebagai
kadernya kalau tidak memberikan uang. Tiada uang tiada kursi.
Contoh teraktual dari kasus yang yang melibatkan kalangan Eksekutif yakni kasus yang
menimpa Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Banyaknya pelaku
korupsi yang sudah ditangkap KPK sepertinya tidak membuat takut para pejabat instansi
pemerintah untuk tetap melakukan korupsi.
v Yudikatif
Badan Yudikatif berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini
dikenal adanya 3 badan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-
badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
Tidak jauh beda dengan dua lembaga yang sudah di bahas sebelumnya, lembaga yudikatif
sebagai lembaga penegak hukum pun tak terlepas dari godaan korupsi. Sudah sangat banyak
contoh kasus yang terjadi yang melibatkan hakim-hakim nakal di dalam jajaran yudikatif yang
menjadi sorotan publik. Seperti penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi yg melakukan tindak
pidana korupsi dengan pejabat daerah.

Anda mungkin juga menyukai