Kearifan Lokal Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Kearifan Lokal Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Dengan kata lain kearifan lokal adalah kemampuan menyikapi dan memberdayakan potensi nilai-
nilai luhur budaya setempat. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat
menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Perilaku yang bersifat
umum dan berlaku di masyarakat secara meluas, turun temurun, akan berkembang menjadi nilai-nilai
yang dipegang teguh, yang selanjutnya disebut sebagai budaya. Kearifan lokal didefinisikan sebagai
kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah (Gobyah, 2003). Kearifan lokal (local
wisdom) dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk
bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu
(Ridwan, 2007).
Kearifan lokal (localwisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom)dan lokal
(local). Localberarti setempat, sedangkan wisdomdapat berarti kebijaksanaan. Secara umum
maka localwisdom(kearifan/kebijaksanaansetempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan
setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti
oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal merupakan suat gagasan konseptual yang hidup
dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat
serta berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat. Kearifan lokal yang tumbuh di
masyarakat memiliki ciri yang spesifik, terkait dengan pengelolaan lingkungan sebagai kearifan
lingkungan.
Kearifan lingkungan (ecologicalwisdom) merupakan pengetahuan yang diperoleh
dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap lingkungannya yang khas. Pengetahuan
tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas dan peralatan. Kearifan lingkungan yang
diwujudkan ke dalam tiga bentuk tersebut dipahami, dikembangkan, dipedomani dan diwariskan
secara turun-temurun oleh komunitas pendukungnya. Kearifan lingkungan dimaksudkan sebagai
aktivitas dan proses berpikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati,
memanfaatkan dan mengolah alam sebagai suatu lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia
secara timbal balik. Pengetahuan rakyat yang memiliki kearifan ekologis itu dikembangkan,
dipahami dan secara turun-temurun diterapkan sebagai pedoman dalam mengelola lingkungan
terutama dalam mengolah sumberdaya alam. Pengelolaan lingkungan secara arif dan
berkesinambungan itu dikembangkan mengingat pentingnya fungsi sosial lingkungan untuk
menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Manfaat yang diperoleh manusia dari lingkungan
mereka, lebih-lebih kalau merekaberada pada taraf ekonomi sub-sistensi, mengakibatkan orang
merasa menyatu atau banyak tergantung kepada lingkungan mereka.
Sistem Nilai
Sistem nilai merupakan tata nilai yang dikembangkan oleh suatu komunitas masyarakat
tradisional yang mengatur tentang etika penilaian baik-buruk serta benar atau salah. Sebagai
contoh, di Bali, terdapat sistem nilai Tri Hita Karana yang mengaitkan dengan nilai-nilai
kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan Tuhan, alamsemesta, dan manusia. Ketentuan
tersebut mengatur hal-hal adat yang harus ditaati, mengenai mana yang baik atau buruk, mana
yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, yang jika hal tersebut dilanggar, maka
akan ada sanksi adat yang mengaturnya.
Dengan demikian budaya dan kearifan lokal adalah hal yang saling berkaitan satu sama
lain.
Salah satu contoh kearifan lingkungan yang digali dari kearifan lokal pada
upaya pelestarian sumber air adalah kepercayaan pada sumber air yang terdapat pohon
rindang dan besar atau gua yang seramada penghuni gaib. Konseppamali atau (bhs. Jawa
oraelok) kencing dibawah pohonbesar di bawahnya terdapatsumber air merupakan
perilaku masyarakat tradisional memagariperbuatan anak-cucu agar tidak merusak alam sehingga
debit dan kualitas airnya dapat terjaga.Kearifan local tersebut sulit dijelaskan secara ilmiah,
namun dapat direnungi dalam jangka waktu panjang. Bila kita melihat pada satu sisi rasional
yang semuanya harus dapat dipahami secara logika, maka hal tersebut sering dipahami takhayul
secara bulat dampaknya banyak pohondirusak tanpa ada perasaan salah. Kearifan lokal sebagai
kearifan lingkungan saat ini sangat penting demi keharmonisan lingkungan untuk kelangsungan
hidup berkelanjutan tanpa harus mengkorbankan rasionalitas ilmu pengetahuan melebur dalam
keyakinan tradisional secara mutlak, melainkan mengutamakan azas manfaat dan kewajaran.
Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali
menyatakan bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang
bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi
bermacam-macam.
Dalam tulisan Pola Perilaku Orang Bali Merujuk Unsur Tradisi, antara lain memberikan
informasi tentang beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu:
a. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
b. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur
hidup, konsep kanda pat rate.
c. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara
saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji.
d. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
e. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
f. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.
g. Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian roh leluhur.
h. Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client
i. (Balipos terbitan 4 September 2003)
Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah keraifan lokal, mulai dari
yang sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis dan teknis
3. Keterampilan Lokal.
Kemampuan bertahan hidup (survival) dari setiap masyarakat dapat dipenuhi apabila
masyarakat itu memiliki keterampilan lokal. Keterampilan lokal dari yang paling sederhana
seperti berburu, meramu, bercocok tanam sampai membuat industri rumah tangga. Keterampilan
lokal ini biasanya hanya cukup dan mampu memenuhi kebutuhan keluargannya masing-masing
atau disebut dengan ekonomi subsisten. Keterampilan lokal ini juga bersifat keterampilan hidup
(life skill), sehingga keterampilan ini sangat tergantung kepada kondisi geografi tempat dimana
masyarakat itu bertempat tinggal.
Pendapat lain menyatakan bahwa bentuk kearifan lokal dapat dikategorikan ke dalam dua
aspek, yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata (tangible) dan yang tidak berwujud (intangible).
a. Berwujud Nyata (Tangible)
Bentuk kearifan lokal yang berwujud nyata meliputi beberapa aspek berikut:
1. Tekstual
Beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata cara, ketentuan khusus yang
dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis seperti yang ditemui dalam kitab tradisional
primbon, kalender dan prasi (budaya tulis di atas lembaran daun lontar). Sebagai contoh, prasi,
secara fisik, terdiri atas bagian tulisan (naskah cerita) dan gambar (gambar ilustrasi).
2. Bangunan/Arsitektural
Banyak bangunan-bangunan tradisional yang merupakan cerminan dari bentuk kearifan
lokal, seperti bangunan rumah rakyat di Bengkulu. Bangunan rumah rakyat ini merupakan
bangunan rumah tinggal yang dibangun dan digunakan oleh sebagian besar masyarakat dengan
mengacu pada rumah ketua adat. Bangunan vernakular ini mempunyai keunikan karena proses
pembangunan yang mengikuti para leluhur, baik dari segi pengetahuan maupun metodenya
(Triyadi dkk., 2010). Bangunan vernacular ini terlihat tidak sepenuhnya didukung oleh prinsip
dan teori bangunan yang memadai, namun secara teori terbukti mempunyai potensi-potensi lokal
karena dibangun melalui proses trial & error, termasuk dalam menyikapi kondisi lingkungannya.
Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh
dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat, berfungsi dalam mengatur
kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai yang
profan.
Pelatihan pemberdayaan masyarakat dan desa untuk keberdayaan masyarakat
dan desa
Pelatihan merupakan salah satu jenis pendidikan. Pelatihan adalah serangkaian
aktifitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan
pengalaman atau perubahan sikap seseorang (Simamora, 1999). Lebih khusus,
Mangkuprawira (2003) menggambarkan bahwa pelatihan lebih merujuk pada
pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan
segera, tidak seperti pendidikan pada umumnya yang memberikan pengetahuan
tentang subyek tertentu dengan sifat lebih umum, terstruktur untuk jangka waktu yang
jauh lebih panjang.
Pelatihan pemberdayaan masyarakat dan desa merupakan instrumen yang
tepat untuk mencapai keberdayaan masyarakat dan desa. Dari data BPS (2012),
jumlah desa dan kelurahan di Indonesia mencapai 79.075, dan penduduk Indonesia
berjumlah 224.775.796 jiwa. Untuk memberikan peningkatan kapasitas pada sekian
banyak masyarakat Indonesia, tentunya membutuhkan ketrampilan yang bisa didapat
dengan segera namun efektif dalam diimplementasikan. Jawabannya adalah melalui
pelatihan pemberdayaan masyarakat dan desa.
Berkaitan dengan pelatihan pemberdayaan masyarakat dan desa ini,
pemerintah memberikan pedoman dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 19 Tahun 2007 tentang Pelatihan Masyarakat dan Desa/Kelurahan.
Permendagri ini memberikan norma, standar dan prosedur dalam penyelenggaraan
pelatihan pemberdayaan masyarakat dan desa secara lengkap, termasuk rumpun-
rumpun pelatihan di dalamnya. Dalam Permendagri ini diberikan pedoman secara
menyeluruh dari sasaran pelatihan, pelatih, bahan pelatihan, metode pelatihan, peserta
pelatihan, sampai standar pelatihan masyarakat dan desa/kelurahan.
Agar suatu pelatihan secara efektif berhasil, As'ad (1987) mengungkapkan lima
komponen penentu keberhasilan pelatihan:
1. Sasaran pelatihan atau pengembangan
Setiap pelatihan harus mempunyai sasaran yang jelas yang bisa diuraikan kedalam
perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur supaya bisa diketahui efektivitas dari
pelatihan itu sendiri.
2. Pelatih /Trainer
Pelatih harus bisa mengajarkan bahan-bahan pelatihan dengan metode tertentu
sehingga peserta akan memperoleh pengetahuanketrampilan dan sikap yang
diperlukan sesuai dengan sasaian yang ditetapkan.
3. Bahan-bahan latihan
Bahan-bahan latihan harus disusun berdasarkan sasaran pelatihan yang telah
ditetapkan.
4. Metode latihan (termasuk alat bantu):
Setelah bahan dari latihan ditetapkan maka langkah berikutnya adalah menyusun
metode latihan yang tepat.
5. Peserta (Trainee)
Peserta merupakan komponen yang cukup penting, sebab keberhasilan suatu program
pelatihan tergantung juga pada pesertanya.
Dalam mendukung keberhasilan pemberdayaan masyarakat dan desa, selain
kelima hal tersebut di atas, Permendagri Nomor 19 Tahun 2007 juga memberikan
pedoman untuk penyelenggaraan beberapa jenis pelatihan. Beberapa jenis pelatihan ini
bisa diselenggarkan dalam rangka membangun desa secara komperhensif. Pelatihan-
pelatihan tersebut antara lain : pelatihan metodologi pemberdayaan masyarakat dan
desa; pelatihan perencanaan pembangunan partisipatif; pelatihan manajemen
keuangan desa; pelatihan pemberdayaan pemerintah desa; pelatihan penyusunan dan
pendayagunaan data base desa; pelatihan PKK dan pelatihan kader pemberdayaan
masyarakat; posyandu dan lain-lainnya.
Dengan jenis-jenis pelatihan ini, maka masyarakat dan desa/kelurahan akan
tergarap secara komperhensif dari semua sisi, sehingga pembangunan yang akan
dilakukan oleh masyarakat dan desa sendiri akan komperhensif dan mencakup semua
aspek. Dengan demikian, dengan pelatihan pemberdayaan masyarakat dan desa yang
dilakukan secara langsung akan mampu meningkatkan dengan keberdayaan
masyarakat dan desa apabila dilakukan secara efektif sesuai norma, standar dan
prosedur yang ditetapkan.
Dengan keberhasilan pelatihan pemberdayaan masyarakat dan desa
harapannya akan meningkatkan keberdayaan masyarakat dan desa. Dengan
keberdayaan yang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat akan secara mandiri mampu
untuk melakukan pembangunan dengan konsep dari, oleh dan untuk masyarakat yang
akan mengantarkan bangsa menuju kejayaan. semoga
*) ditulis untuk buletin mandiri volume1 nomor 1 tahun 2013, dalam suasana kejar
deadline bingung mau menulis apa :D
Pemberdayaan dan penguatan masyarakat